PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu ukur tanah merupakan bagian pendahuluan dari ilmu yang luas yang dinamakan Ilmu Geodesi (Wongsotjitro, 2013: 11). Ilmu Ukur Tanah terfokus pada pengukuran-pengukuran bentuk permukaan bumi untuk dipindahkan ke bidang datar dan mempelajari masalah kulit bumi yang berupa situasi atas permukaan kulit bumi, perbedaan ketinggian, jarak, dan luas. Ilmu geodesi ini sangat bagi pekerjaan perencanaan yang membutukan data-data koordinat dan ketinggian titik di lapangan. Berdasarkan ketelitian pengukurannya, ilmu geodesi diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu a. Geodetic Surveying, yaitu survei yang memperhitungkan kelengkungan bumi atau kondisi sebenarnya. Biasanya digunakan dalam pengukuran daerah yang luas dengan menggunakan bidang hitung berupa bidang lengkung (bola/ellipsoid). b. Plane Surveying, yaitu survei yang mengabaikan kelengkungan bumi dan mengasumsikan bumi sebagai bidang datar. Plane Surveying digunakan untuk pengukuran daerah yang tidak luas dengan menggunakan bidang hitung berupa bidang datar. Pengukuran adalah sebuah teknik pengambilan data yang dapat memberikan nilai panjang, tinggi dan arah relatif dari sebuah objek ke objek lainnya. Pengukuran terletak di antara ilmu geodesi dan ilmu pemetaan. Hasil penelitian geodesi dipakai sebagai dasar referensi pengukuran, kemudian hasil pengelolaan data pengukuran digunakan untuk sebagai dasar pembuatan peta. Suatu bidang tanah yang diukur wajib dipasang dan ditetapkan tanda-tanda batasnya. Ilmu Ukur Tanah merupakan salah satu mata kuliah Program Studi Teknik Sipil Universitas Bakrie pada semester II. Dalam praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah, teknik yang digunakan yaitu Plane Surveying, di mana bumi diasumsikan sebagai bidang datar, sehingga dapat ditentukan posisi titik-titik di permukaan bumi yang kemudian disajikan dalam bentuk peta. Adapun tujuan diadakannya praktikum Ilmu Ukur Tanah ini yaitu agar mahasiswa berlatih melakukan pekerjaan-pekerjaan survei, sehingga mahasiswa dapat melihat gambaran mengenai survei lapangan dan dapat menerapkannya di lapangan dalam konteks yang sebenarnya setelah lulus dari bangku kuliah serta dapat melatih mahasiswa melakukan pemetaan situasi teritris, yang pada umumnya diperlukan sebagai peta acuan dalam perencanaan teknis ataupun keperluan lainnya. 1

2 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan praktikum Ilmu Ukur Tanah ini yaitu 1. Agar mahasiswa mengetahui dan mampu mengoperasikan theodolit manual ataupun digital (Total Station). 2. Mengetahui hasil pengukuran pada suatu poligon. 3. Dapat mengetahui bentuk permukaan suatu daerah. 4. Agar mahasiswa dapat menyatakan definisi Ilmu Ukur Tanah dan penggambarannya serta dapat menerangkan prinsip dan penggunaanya. 5. Untuk memudahkan membuat peta situasi. 1.3 Waktu dan Tempat Praktikum Adapun praktikum Ilmu Ukur Tanah dilaksanakan pada hari : Senin, Kamis, dan Kamis tanggal : 15 April 2013, 30 May 2013, dan 6 Juni 2013 waktu : Pukul Selesai WIB lokasi : Taman Firdaus, GOR Soemantri, Jl. HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan 1.4 Alat dan Perlengkapan a. Total Station (Theodolit Digital) Total station adalah alat ukur sudut dan jarak yang terintegrasi dalam satu unit alat. Total station juga sudah dilengkapi dengan processor sehingga dapat menghitung jarak datar, koordinat, dan beda tinggi secara langsung tanpa perlu kalkulator lagi. Gambar 1.1. Total Station b. Prism Pole (Prisma Target) 2

3 Prism Pole (Prisma Terget) adalat yang menjadi taget bidikan oleh total station untuk memastikan keberadaan dan kebenaran posisi titik target yang dimaskud. Biasanya dipadukan dengan Statif atau pun Jaloon. Gambar 1.2. Prims Pole c. Patok Patok ini berfungsi sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama dalam pengukuran. Gambar 1.3. Patok d. Meteran Meteran sering disebut pita ukur atau tape karena umumnya tersaji dalam bentuk pita dengan panjang tertentu. Sering juga disebut rol meter karena umumnya pita ukur ini pada keadaan tidak dipakai atau disimpan dalam bentuk gulungan atau rol. Kegunaan utama meteran mengukur jarak atau panjang. Dalam praktikum poligon sendiri, meteran digunakan untuk mengukur tinggi total station pada statif dari permukaan tanah. Gambar 1.4. Meteran e. Statif (Kaki Tiga) Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masingmasing ujungnya runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif 3

4 ini dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak pada gambar dibawah ini : Gambar 1.5. Statif/Tripod f. Rambu Ukur Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang berukuran ± 3 4 cm, lebar ± 10 cm, panjang ± 300 cm, bahkan ada yang panjangnya mencapai 500 cm. Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi. Bidang lebar dari bak ukur dilengkapi dengan ukuran milimeter dan diberi tanda pada bagian-bagiannya dengan cat yang mencolok. Bak ukur diberi cat hitam dan merah dengan dasar putih, maksudnya bila dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Bak ukur ini berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama secara detail. Gambar 1.6. Rambu Ukur /Rod g. Jaloon Jaloon adalah salah satu alat penyangga selain statif, yakni alat berdiri untuk prisma agar sasaran ke prisma oleh total station tepat. 4

5 Gambar 1.7. Jaloon h. Alat Penunjang Lainnya Alat penunjang seperti alat tulis, kalkulator, dan lainnya sangat dibutuhkan dalam pencatatan hasil pengukuran yang dilakukan. Gambar 1.8. Alat Penunjang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Teori poligon Pengertian poligon 5

6 Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang terletak di permukaan bumi. Garis-garis lurus membentuk sudut-sudut pada titik-titik perpotongannya. Dengan menggunakan poligon dapat ditentukan secara sekaligus koordinat beberapa titik yang letaknya berurutan dan memanjang. Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di lapangan data yang diambil adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah diketahui koordinatnya. Berikut merupakan syarat-syarat pengukuran poligon yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Di antaranya adalah : 1. Mempunyai koordinat awal dan akhir 2. Mempunyai azimuthawal dan akhir Untuk mencapai ketelitian tertentu (yang dikehendaki) pada suatu poligon, perlu ditetapkan hal-hal berikut ini : 1. Jarak antara titik-titik poligon 2. Alat ukur sudut dan jarak yang digunakan 3. Jumlah seri pengukuran sudut 4. Ketelitian pengukuran jarak 5. Salah penutup sudut antara 2 pengamat matahari 6. Salah penutup koordinat Pengukuran Poligon A. Pengukuran Jarak Mendatar Pengukuran jarak mendatar pada poligon dapat ditentukan dengan cara : mekanis (dengan menggunakan pita ukur) dan optis (seperti pada pengukuran sipat datar). pada bagian ini dijelaskan metode pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur harus memperhatikanpermukaan tanah yang akan diukur. Pengukuran jarak pada tanah mendatar, seperti pada gambar 6

7 Gambar 2.1 Pengukuran Jarak Caranya : Skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik A Pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benar-benar lurus, tidak melengkung Himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka bacaan skala inilah yang merupakan jarak antara titik A dan titik B B. Pengukuran jarak pada tanah miring, seperti pada gambar Gambar 2.2 Pengukuran Jarak pada Tanah Miring Caranya : Jika permukaan tanahnya relatif miring, maka pengukuran jarak dibagi dalam beberapa selang (pada gambar di atas bagi dua selang) Skala nol diimpitkan di atas titik A (biasa dengan menggunakan bantuan unting-unting), tarik agar pita dalam keadaan datar sampai berimpit dengan titik 1, maka diperoleh d 1 Dengan cara yang sama, jarak diukur dari titik 1 sampai titik B, hingga didapat d 2 Maka : d AB = d 1 + d 2 C. Pengukuran Sudut Mendatar Sudut adalah selisih antara dua arah yang berlainan. Yang dimaksud dengan arah atau jurusan adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur 7

8 sudut pada waktu teropong diarahkan ke jurusan tertentu. Seperti pada gambar Gambar 2.3 Pengukuran Sudut Mendatar Caranya : Alat dirikan di titik P alalu diatur sesuai ketentuan Target dipasang di titik A dan di tiik B Alat dalam kedudukan biasa diarahkan ke target di titik A (arah pertama) Atur tabung okuler dengamemutar sekrup yang ad pada okuler sehingga dapat melihat garis-garis diafragma (benang silang) denga jelas Atur sekrup penjelas bayangan sehingga dapat melihat bayangan target di tiik A dengan terang dan jelas Tepatkan benang silang diafragma pada target dengan memutar sekrup penggerak halus horisontal dan vertikal, baca dan catat skala lingkaran horisontalnya. Ulangi pembacaan tersebut minimal 3 kali, kemudian hitung rata-rata harga hasil bacaannya, catat sebagai L1 (B) Teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik B, dengancara yang sama seperti di atas, catat sebagai L2 (B) Teropong dibalikkan dalam kedudukan luar biasa an diputar seearah jarum jam, dengan kedudukan tetap mengarah ke titikk B. dnegan cara yang sama seperti di atas, baca skala lingkarannya dan catat sebagai L2 (LB) Putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan luar biasa), dengan menggunakan cara yang sam seperti di atas, bacalah skala lingkran horisontalnya dan catat sebagai L1 (LB) Urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah pengukuran sudut 1 seri. D. Penentuan sudut jurusan awal dan koordinat awal 1. Sudut jurusan awal dapat ditentukan sebagai berikut Bila di sekitar titik-titik kerangka dasar terdapat 2 titik triangulasi, sudut jurusan dihitung dari titik-titik triangulasi. Bila menggunakan sudut 8

9 jurusan awal ini, maka jaring titik-titik kerangka dasar harus disambungkan ke titik-titik triangulasi tersebut. Bila tidak terdapt titik-titik triangulasi, sudut jurusan awal dapat ditentukan dari pengamatan astronomi (pengamatan matahari atau bintang) dari pengukuran menggunakan giro-theodolit yang berorientasi terhadap utara geografi atau dari pengukuran menggunakan theodolit kompas atau ditentukan sembarang. 2. Koordinat awal dapat ditentukan dalam sistem umum sebagai berikut : Bila dikehendaki koordinat dalam sistem umum (sistem yang berlaku di wilayah negara) digunakan titik triangulasi (cukup satu titik saja). Dengan demikian kerangka dasar harus diikatkan ke titik triangulasi tersebut. Bila diketahui koordinat dalam sistem umum tetapi tidak terdapat titik triangulasi, maka di salah satu titik kerangka dasar dilakukan pengukuran astronomis untuk menentukan lintang bujurnya. Dari lintang da bujur geografi ini dapat ditentukan koordinat (x,y) dalam sistem Bila tidak terdapat titik triangulasi dan tidak dikehendaki koordinat dalam sistem umum, maka salah satu titik kerangka dasar dapat dipilih sebagai titik awal dengan koordinat sembarang (diusahakan pemilihan koordinat ini mempertimbangkan koordinat titik-titik yang lain agar bernilai positif). Sistem demikian sesitem koordinat setempat (lokal) Prinsip hitungan poligon Diketahui : koordinat titik A sudut jurusan α A1 diukur dilapangan : Gambar 2.4. Prinsip Hitungan Poligon 9

10 jarak datar d A1 sudut mendatar β 1 dihitung : koordinat titik 1 (X 1, Y 1 ) koordinat titik 2 (X 2, Y 2 ) Tahapan hitungan : Menghitung koordinat titik 1 : X 1 = X A + X A1 X 1 = X A + d A1 Sin α A1 Y 1 = Y A + Y A1 Y 1 = Y A + da1 Cos α A1 Jika koordinat titik 1 diketahui, maka koordinat titik 2 dapat dihitung menggunakan koordinat titik 1, apabila d 12 dan α A1 diketahui. d 12 dapat diukur dan biasanya sudut yang diukur dilapangan adalah sudut mendatar β 1. α 12 dapat dihitung dari α A1 dan β 1 α 12 = {( α A ) + β 1 } 360 = α A1 + β maka koordinat titik 2 : X 2 = X 1 + X 12 Y 2 = Y 1 + Y 12 X 2 = X 1 + d 12 Sin α 12 Y 2 = Y 2 + d 12 Cos α 12 Demikian pula untuk menghitung titik-titik selanjutnya dapat dilakukan secara brtahap dan berurutan menggunakan data koordinat titik sebelumnya. Sudut jurusan titik selanjutnya, dapat dihitung menggunakan α 12 dan sudut mendatar yang diukur di titik tersebut Rumus Urutan Koreksi Poligon A. Kesalahan penutup sudut Total Error = X X = (Σ sudut dalam ) (n-2)180 Error = Total Error / n Keterangan : X = Jumlah Sudut Observasi X = Sudut sebenarnya n = Jumlah titik B. Adjusted ( X ) dan ( Y ) C- X mn = ( X ) / d d mn 10

11 C- Y mn = ( Y ) / d d mn Keterangan : C- X mn ( X ) d d mn C- Y mn ( Y ) = Koreksi absis = Jumlah jarak ditinjau dari sumbu X (Departure) = Jumlah jarak = Panjang satu sisi = Koreksi ordinat = Jumlah jarak ditinjau dari sumbu Y (Departure) C. Toleransi Toleransi pengukuran dalam polygon adalah: T = i n Dimana : i = skala terkecil bacaan pada alat thedolit (ketelitiannya) n = jumlah titik yang diukur Rumus Mencari Azimuth αbc = αab + sudut B 180, atau αbc = αab sudut B NB : Dalam penggunaannya tergantung keadaan D. Rumus Mencari Titik Koordinat X B = X A + X AB Y B = Y A + Y AB Keterangan : X m = Absis titik m X AB = Jarak A ke B ditinjau dari sumbu X (Departure) Y m = Latitude Y AB =Jarak A ke B ditinjau dari sumbu Y (Latitude) Macam-macam bentuk poligon A. Poligon lepas 11

12 Poligon lepas adalah poligon yang hanya mempunyai satu titik ikat yaitu di awal dan untuk orientasi sudut jurusan awalnya sudah diketahui. Bentuk poligon lepas dapat dilihat pada gambar 2.8 di bawah ini. Gambar 2.5 Bentuk Poligon Lepas Poligon lepas memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan yang disebabkan oleh pengukuran sudut mendatar dan jarak. Contoh : titik 1 telah mempunyai kesalahan akibat adanya pengukuran jarak, titik 2 akan mempunyai kesalahan juga yang lebih besardari titik 1 dan begitu seterusnya. Semakin panjang poligonnya, ketelitiannya akan semakin turun. B. Poligon terikat Pada poligon terikat diberikan satu titik ikat awal berikut jurusan awal dan juga titik ikat akhir atau sudut jurusan akhir. a). Poligon dikontrol dengan sudut jurusan akhir Titik awal diikatkan ke titik A dan untuk orientasi diberikan sudut jurusan awal, sedangkan titik terakhir diberikan sudut jurusan akhir. Akibat adanya sudut jurusan awal awal dan akhir, maka semua ukuran sudut yang sehadap dapat dikontrol. 12

13 Gambar 2.6 Poligon Terikat dan Dikontrol pada Sudut Jurusan Akhir Diukur dilapangan : Jarak datar d 1, d 2, d 3, d 4, dan d 5 Sudut datar β 1, β 2, β 3, β 4 Setelah koordinat titik 1 dihitung dari koordinat titik A, untuk menghitung titik 2 diperlukan α 12 dimana : α 12 = {( α ) + β 1 } 360 = α 0 + β Untuk menghitung titik 3 diperlukan α 23 dimana : α 23 = {( α ) + β 2 } 360 = α A1 + β = α 0 + β 1 + β Begitu juga selanjutnya : α 34 = {( α ) + β 3 } 360 = α 23 + β = α 0 + β 1 + β 2 + β Dan α 45 α a α 0 = {( α ) + β 4 } 360 = α 34 + β = α 0 + β 1 + β 2 + β 3 + β = β 1 + β 2 + β 3 + β β 1 + β 2 + β 3 + β 4 sudut diukur = ( α a α 0 ) = ( α a α 0 ) + n

14 Telah disebutkan sebelumnya bahwa sudut jurusan akhir (α 45 = α a ) dan sudut jurusan awa (α 0 ) sudah diketahui. namun setiap pengukuran sudut biasanya mengandung kesalahan, sehingga dapat dibentuk suatu persamaan dengan memberikan koreksi : sudut diukur + f(α) = ( α a α 0 ) + n. 180 Dimana f(α) adalah besarnya koreksi yang diberikan untuk pengukuran sudut. b) Poligon dikontrol dengan koordinat akhir Koordinat titik awal dan sudut jurusan awal diketahui, kemudian titik akhir poligon diikatkan lagi pada satu titik yang telah diketahui koordinatnya c) Poligon terkontrol dan terikat sempurna Pada poligon ini, titik awalnya diikatkan pada satu titik yang ada koordinatnya (titik A) dan mempunyai sudut jurusan awal (α 0 ). Selain itu pada titik akhir diberikan sudut jurusan akhir (α a ) dan diikatkan pada titik yang telah mempunyai koordinat (titik B). dnegan adanya α 0 dan α a, koordinat titik awal dan titik akhir, maka hasil pengukurannya dapat dikontrol. 2.2 Teori Sipat Datar (Levelling) Prinsip Penentuan Beda Tinggi dengan Sipat Datar Beda tinggi didefinisikan sebagai perbedaan ketinggian antar dua titik atau lebih. Beda tinggi dapat diukur dengan cara sipat datar (Levelling), yang merupakan suatu metoda penentuan tinggi relatif dari beberapa titik di atas datum atau di bawah suatu bidang acuan tersebut sebagai referensi. Pada kenyataanya pengukuran beda tinggi adalah penentuan vertikal dari titik tersebut dengan garis penyipat datar alat yang ditempatkan di atas statif. Dalam aplikasi praktis, levelling dilakukan dengan bantuan (alat ukur sipat datar) dan suatu baak ukur sebagimana diperlihatkan pada Gambar 2.7. tinggi titika di atas datum adalah = m, dan tinggi titik C adalah = m di atas datum. Datum merupakan bidang datar yang melalui titik B (patok B). Dalam istilah geodesi, datum ketinggian yang digunakan adalah berupa tinggi permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Berdasarkan datum tersebut dapat dikembangkan jaringan levelling, sebagai titik kontrol ketinggian yang biasa disebut Bench Mark (BM). Sebagai acuan penentuan tinggi titik tersebut digunakan muka air laut rata-rata (MSL) atau tinggi lokal. 14

15 Gambar 2.7 Prinsip Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Datar Jenis Peralatan Sipat Datar Berdasarkan Konstruksinya alat ukuyr penyipat datar dapat di bagi dalam empat macam utama : a. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap. Nivo tetap ditempatkan diatas teropong, sedang teropong hanya dapat diputar dengan sumbu ke satu sebagai sumber putar. b. Alat ukur Penyipat datar yang mempunyai nivo reversi, dan ditempatkan pada teropong. Dengan demikian, teropong selain dapat diputar dengan sumbu ke satu sebagai sumbu putar, dapat pula diputar dengan suatu sumbu yang letak searah dengan garis bidik. Sumbu putar ini dinamakan sumbu mekanis teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar. c. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang mempunyai sumbu mekanis, tetapi nivo tidak diletakan pada teropong, melainkan ditempatkan di bawah, lepas dari teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar. d. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar dan dapat diletakkan di bagian bawah dengan landasan yang berbentuk persegi, sedang nivo ditempatkan di teropong Kesalahan-kesalahan dalam Levelling A. Kesalahan Perorangan dan Alat Adapun kesalahan dalam levelling karena human error yaitu 1. Kekeliruan dalam membaca angka pada rambu ukur dapat di atasi dengan membaca ketiga benang diafragma. 2. Kekeliruan penulis dalam mencatat data ukur. 3. Kesalahan pemegang rambu ketika menempatkan rambu di atas titik sasaran. Sedangkan kesalahan dari alat meliputi : 1. Garis bidik tidak sejajar dengan garis nivo. Hal ini dapat dihindarkan dengan menempatkan alat di tengah-tengah rambu belakang dan rambu 15

16 muka (dp=dm) atau usahakan jumlah jarak rambu belakang = jumlah jarak muka. 2. Kesalahan karena garis nol skala dan kemiringan rambu. Misalnya letak garis nol sakal pada rambu A dan B tidak benar, maka hasil pembacaan pada rambu A harus dikoreksi Ka dan pada rambu B sebesar Kb. Misalnya dalam keadaan rambu tegak pembacaan akan menunjukkan angka a, sedangkan pembacaan pada waktu rambu miring sebesar α. Dari penelitian pengaruhmiringnya rambu tidak dapat dihilangkan sehingga untuk mendapatkan hasil beda tinggi yang lebih baik haruslah digunakan nivo rambu yang baik. B. Kesalahan yang Bersumber pada Alam Adapun beberapa kesalahan yang bersumber dari alam yaitu 1. Kesalahan karena melengkungnya sinar (refraksi). Dalam hal ini, sinar cahaya yang datang dari rambu ke alat penyipat datar karean melalui lapisan-lapisan udara yang berbeda baik kepadatan, tekanan maupun suhunya, maka sinar yang datang bukanlah lurus melainkan melengkung. 2. Kesalahan karena melengkungnya bumi. 3. Kesalahan karena masuknya Statif alat penyipat datar ke dalam tanah. Hal ini dapat memberi pengaruh pada hasil pengukuran. Pengaruh masuknya statif penyipat datar ke dalam tanah dapat dihilangkan dengan cara pengkuran sebagai berikut - Baca rambu belakang, kemudian rambu muka, - Alat penyipat datar dipindah - Baca rambu muka, kemudian rambu belakang. 4. Kesalahan karena panasnya sinar matahai dan geratan udara. Hal ini akan menimbulkan perubahan pada gelembung nivo sehingga akan mengakibatkana kesalahan pada hasil pengukuran. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut pada waktu pengukuran alat penyipat datar haris dilindungi dengan payung atau pengkuran dilakukan pada saat lapisan udara tenang yaitu waktu pagi dan sore. 2.3 Teori Kontur Pengertian Kontur Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian sama dari permukaan laut. Kontur memiliki sifat-sifat yaitu 1. Satu garis kontur mewakili suatu ketinggian tertentu 16

17 2. Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang lebih tinggi. 3. Garis kontur tidak berpotongan dan tidak bercabang 4. Kontur mempunyai interval tertentu (misalnya 1 m, 5 m, 25 m, dst.) 5. Rangkaian garis kontur yang rapat menandakan permukaan bumi yang curam/terjal, sebaliknya yang renggang menandakan permukaan bumi yang landai. 6. Rangkain garis kontur yang berbentuk huruf U menandakan punggungan gunung. 7. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf V terbalik menandakan suatu lembah/jurang. 8. Kontur dapat mempunyai nilai positif (+), nol (0), atau pun negatif (-). 9. Pada jalan yang lurus dan menurun, maka kontur cembung ke arah turun. 10. Pasa sungai yang lurus dan menurun, maka kontur cekung ke arah turun. 11. Kontur tidak memotong bangunan atau melewati tungan di dalam bangunan Interval Kontur Dalam penarikan antara kontur yang satu dengan kontur yang lain didasarkan pada besarnya perbedaan ketinggian antara ke dua buah kontur yang berdekatan dan perbedaan ketinggian tersebut disebut dengan interval kontur (contour interval). Untuk menentukan besarnya interval kontur tersebut ada rumus umum yang digunakan yaitu : Interval Kontur = 1/2000 x penyebut skala (dalam meter). Contoh : Peta kontur yang dikehendaki skalanya 1 : 5.000, berarti interval konturnya : 1/2000 x (m) = 2,5 m. Dengan demikian kontur yang dibuat antara kontur yang satu dengan kontur yang lain yang berdekatan selisihnya 2,5 m. Sedangkan untuk menentukan 17

18 besaran angka kontur disesuaikan dengan ketinggian yang ada dan diambil angka yang utuh atau bulat, misalnya angka puluhan atau ratusan tergantung dari besarnya interval kontur yang dikehendaki. Misalnya interval kontur 2,5 m atau 5 m atau 25 m dan penyebaran titik ketinggian yang ada 74,35 sampai dengan 253,62 m, maka besarnya angka kontur untuk interval kontur 2,5 m maka besarnya garis kontur yang dibuat adalah : 75 m, 77,50 m, 80 m, 82,5 m, 85m, 87,5 m, 90 m dan seterusnya, sedangkan untuk interval konturnya 5 m, maka besarnya kontur yang dibuat adalah : 75 m, 80 m, 85 m, 90 m, 95 m, 100 m dan seterusnya, sedangkan untuk interval konturnya 25 m, maka besarnya kontur yang dibuat adalah : 75 m, 100 m, 125 m, 150 m, 175 m, 200 m dan seterusnya. Cara penarikan kontur dilakukan dengan cara perkiraan (interpolasi) antara besarnya nilai titik-titik ketinggian yang ada dengan besarnya nilai kontur yang ditarik, artinya antara dua titik ketinggian dapat dilewati beberapa kontur, tetapi dapat juga tidak ada kontur yang melewati dua titik ketinggian atau lebih. Jadi semakin besar perbedaan angka ketinggian antara dua buah titik ketinggian tersebut, maka semakin banyak dan rapat kontur yang melalui kedua titik tersebut, yang berarti daerah tersebut lerengnya terjal, sebaliknya semakin kecil perbedaan angka ketinggian antara dua buah titik ketinggian tersebut, maka semakin sedikit dan jarang kontur yang ada, berarti daerah tersebut lerengnya landai atau datar. Dengan demikian, dari peta kontur tersebut, kita dapat membaca bentuk medan (relief) dari daerah yang digambarkan dari kontur tersebut, apakah daerah tersebut berlereng terjal (berbukit, bergunung), bergelombang, landai atau datar Penggunaan Kontur Adapun kegunaan utama dari peta kontur yaitu a. Memberikan profil permukaan (tinggi sampai dengan rendah) tanah. b. Menggambarkan potongan vertikal c. Menempatkan proyek dan menggambarkan perpotongan dari permukaan-permukaan. d. Membuat trase jalan raya/kereta api e. Membuat allignment saluran irigasi Prosedur Pengambilan dan Pengolahan Data Kontur Berikut prosedur yang dilakukan dalam pengambilan data hasil pengukuran kontur hingga prosedur peng-input-an data hasil pengukuran kontur : 1) Melakukan centering statif di titik yang telah diberi tanda dengan patok. Pastikan posisi titik di total station sejurus dengan patok 18

19 penanda. Kemudian hitung elevasi total station terhadap permukaan tanah. 2) Apabila total station telah di set dan siap untuk mengukur, siapkan 2 buah target yang masing-masing menempati daerah tertentu yang ingin diketahui bentuk kontur dan menjadikan variasi dalam data. Contohnya adalah pada samping jalan, gedung, tiang listrik, lampu, dan lain-lain 3) Setelah target berdiri tegak sempurna, arahkan total station ke target tersebut untuk menghitung jarak, sudut dan elevasinya. Sebelumnya, pada total station beri keterangan terlebih dahulu dimana target tersebut berada. Misalkan target berada di pinggiran jalan, untuk itu pada total station harus diberi keterangan JLN baru kemudian diukur jaraknya. 4) Data tersebut akan tersimpan pada memori yang terdapat di dalam total station yang telah di-setting sebelumnya. 5) Ulangi langkah ke-3 dan ke-4 pada setiap tempat di sekitar lokasi pengambilan data, contohnya adalah jalan, pohon, tembok, pagar, dan lain-lain. 6) Setelah pengukuran dengan total station selesai dilakukan, masukkan data yang telah didapatkan tersebut ke dalam komputer. Caranya adalah dengan menggunakan aplikasi Topcon Link yang merupakan Operating System dari Total Station yang akan mentransfer data dari Total Station ke komputer. Kemudian masukkan data tersebut ke dalam microsoft excel. 7) Setelah data dimasukkan ke microsoft excel, perbaiki data sedemikian rupa, seperti merubah notasi sudutnya, dan lain-lain. Kemudian save data yang telah diolah dengan format.csv 8) Setelah di save, close microsoft excel. Kemudian buka aplikasi Autocad Civil Design dan import data microsoft excel yang telah di save dalam format.csv, maka akan muncul point-point pada layar di aplikasi Autocad Civil Design tersebut. Point-point yang terdapat pada layar tersebut, sesuai dengan data yang telah diperoleh saat pengambilan data kontur. 9) Point-point yang ada pada layar dihubungkan dengan layer yang berbeda-beda sesuai dengan keterangan yang terdapat pada point. Misalnya point-point jalan, maka buatlah layer dengan nama Jalan dan dengan warna layer, misalnya merah. Setelah itu hubungkan tiap point-point jalan tersebut dengan menggunakan polyline. Cara seperti ini juga digunakan untuk point-point bangunan dan pagar. 10) Untuk mempermudah mengidentifikasi point, misalnya keterangan pohon, maka pada point-point pohon dapat diberikan simbol. Cara untuk memberikan simbol pohon misalnya dengan memilih menu utilities kemudian pilih submenu simbol manager, maka akan tersedia 19

20 jendela simbol manager, pilih plant untuk memberikan simbol pohon, pilihlah model simbol yang diinginkan. 11) Setelah setiap point dihubungkan dan diberi simbol, kita masukkan 3D-Line pada layar cara Terrain > Edit Surface > Import 3D-Line. Setelah 3D-Line muncul pada layar, kita gunakan flip face untuk menyesuaikan 3D-Line dengan polyline. 12) Setelah itu, kita bisa memasukkan kontur pada layar dengan cara Terrain > Create Contour > Klik OK. BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data Hasil Pengukuran Data Hasil Pengukuran Poligon Berikut ini data hasil pengukuran poligon : 20

21 Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Poligon Point Horizontal Angle Vertical Angel Slope Occ Obs D R D R P1 P5 00º º º º P2 270º º º º P2 00º º P5 89º º P2 P1 00º º º º P3 235º º º º P3 00º º P1 124º º P3 P2 00º º º º P4 300º º º º P4 00º º P2 59º º P4 P3 00º º º º P5 153º º º º P5 00º º P3 266º º P5 P4 00 º º º º P1 300 º º º º P1 00 º º P4 59 º º Berikut merupakan sketsa poligon : y B C D Keterangan : A = P1 B = P2 C = P3 D = P4 E = P5 A E 21 x

22 Data Hasil Pengukuran Beda Tinggi (Levelling) Berikut ini data hasil pengukuran beda tinggi (Levelling) : NO SACK FORE Tabel 4.2. Data Hasil Pengukuran Beda Tinggi (Levelling) CROSS HAIR STAND I STAND II MIDDLE TOP MIDDLE TOP BOTTOM BOTTOM P P P P P P P P

23 Data Hasil Pengukuran Kontur (Terlampir) 4.2 Pengolahan Data Hasil Praktikum PRAKTIKUM Pengolahan Data Hasil Praktikum Poligon A. Koreksi Sudut Horisontal Contoh Perhitungan: - Sudut Horisontal P1 ke P5 dan P2 Diketahui sudut hasil pengukuran ke P5 : Biasa = , Luar Biasa = , sehingga untuk mengetahui rata-rata sudut biasa dan luar biasanya, maka Mean = ( )/2 = /2 = (Cukup Second-nya yang diperhitungakan) Diketahui sudut hasil pengukuran ke P2 : Biasa= , Luar Biasa= , sehingga untuk mengetahui rata-rata sudut Mean = ( )/2 = /2 = Selisih mean dari P5 dan P2 = = (Diselisihkan karena sudut Luar Biasa P5 lebih dari 180, jika kurang dari 180 maka dijumlahkan) Sehingga didapatkan, Sudut P5-P1-P2 = = Sudut Horisontal P1 ke P2 dan P5(Backside) Diketahui sudut hasil pengukuran ke P2 : Biasa = , Luar Biasa = , sehingga untuk mengetahui rata-rata sudut biasa dan luar biasanya, maka Mean = ( )/2 = /2 = Diketahui sudut hasil pengukuran ke P5 : Biasa = , Luar Biasa = , sehingga untuk mengetahui rata-rata sudut biasa dan luar biasa, maka Mean = ( )/2 = /2 = Selisih mean dari P2 dan P5 = = Sehingga didapatkan, Sudut P2-P1-P5 = = Pengukuran Backside dilakukan agar memperoleh hasil koreksi sudut yang tepat untuk P5-P1-P2. Sehingga didapatkan, Sudut P5-P1-P2 = Sudut P2-P1-P2 = Jumlah

24 Maka, Total eror = = Eror = /2 = Sehingga didapatkan sudut sebenarnya yaitu Sudut P5-P1-P2 = = Catatan : Apabila jumlah sudut (awal dan backside) kurang dari 360 maka hasil selisih dijumlahkan. B. Koreksi Sudut Vertikal Contoh perhitungan : - Sudut Vertikal P1 ke P5 dan P2 Diketahui sudut vertikal hasil pengukuran ke P5 : Biasa = , Luar Biasa = , sehingga untuk mengetahui rata-rata sudut biasa dan luar biasanya, maka Mean = ( )/2 = /2 = (Diselisihkan second-nya karena lebih dari 360, jika kurang dijumlahkan) Sehingga didapatkan, Sudut vertikal ke P5 = = Catatan : Jika jumlah sudut biasa dan luar biasa vertikal kurang dari 360, maka second-nya dijumlahkan dan hasil koreksinya tidak dibuat 00 lagi bagian second-nya, tetapi diselisihkan dengan second sudut biasa). Diketahui sudut vertikal hasil pengukuran ke P2 : Biasa = , Luar Biasa = , sehingga untuk mengetahui rata-rata sudut biasa dan luar biasanya, maka Mean = ( )/2 = /2 = Sehingga didapatkan, Sudut Vertikal ke P2 = = C. Perhitungan Jarak Horisontal Contoh Perhitungan : - Jarak Horisontal P1 ke P5 dan P2 Diketahui sudut vertikal P1 ke P5 yaitu dan kemiringannya (slope) adalah m, maka Jarak Horisontal P1-P5 = x Sin = m Diketahui sudut vertikal P1 ke P5 yaitu dan kemiringannya (slope) adalah m, maka Jarak horisontal P1-P2 = x Sin = m 24

25 D. Perhitungan Jarak Vertikal (Beda tinggi) Contoh Perhitungan - Jarak Vertikal P1 ke P5 dan P2 Diketahui sudut vertikal P1 ke P5 yaitu dan kemiringannya (slope) adalah m, tinggi P1 = m, tinggi P5 = m, maka Jarak Vertikal P1-P5 = x Cos ( ) = m Diketahui sudut vertikal P1 ke P2 yaitu dan kemiringannya (slope) adalah m, tinggi P1 = m, tinggi P2 = m, maka Jarak Vertikal P1-P2 = x Cos ( ) = E. Perhitungan Luas Poligon Tabel 4.3 Perhitungan Luas Poligon Titik Corrected Slope Horizonta Differential Area (+) Area (-) Vertical Distanc l Distance Elevation Y Angle e X P2 P ,321 62, P3 P ,632 11,610 0, P4 P ,277 55,267-0,990 54,71 P5 P ,858 15,695 2,144 33,65 P1 P ,093 21,957-2, Total Pengolahan Data Hasil Praktikum Levelling 1. Untuk titik P1 dan titik 1 Distance = distance titik awal+distance titik selanjutnya = = 400 dm = 40 m 25

26 Height On the Pag = total diff elevation 2 = ( ) / 2 = = (disebabkan nilai elevasinya negatif) 2. Untuk titik 1 dan titik P2 Distance = distance titik awal+distance titik selanjutnya = = 309 dm = 30.9 m Height On the Pag = total diff elevation 2 = ( ) / 2 = = (disebabkan nilai elevasinya negatif) 3. Untuk titik P2 dan titik P3 Distance = distance titik awal+distance titik selanjutnya = = 121 dm = 12.1 m Height On the Pag = total diff elevation 2 = ( ) / 2 = 628 = (disebabkan nilai elevasinya negatif) 4. Untuk titik P3 dan titik 4 Distance = distance titik awal+distance titik selanjutnya = = 546 dm = 54.6 m Height On the Pag = total diff elevation 2 = ( ) / 2 = 1066 = (disebabkan nilai elevasinya positif) 5. Untuk titik 4 dan titik P5 Distance = distance titik awal+distance titik selanjutnya = = 182 dm = 18.2 m 26

27 Height On the Pag = total diff elevation 2 = ( ) / 2 = 2221 = (disebabkan nilai elevasinya negatif) 6. Untuk titik P5 dan titik P1 Distance = distance titik awal+distance titik selanjutnya = = 261 dm = 26.1 m Height On the Pag = total diff elevation 2 = ( ) / 2 = 2308 = (disebabkan nilai elevasinya positif) Kesalahan relatif keseluruhan = ( ) + (-0.628) (-2.221) = 0 Jadi kesalahan relatif yang dihasilkan dari pengambilan data-data percobaan yakni sebesar 0 (nol). Dengan kesalahan relatif sebesar 0 % menandakan pengolahan data tersebut nilainya sama dengan nilai presisi Pengolahan Data Hasil Praktikum Kontur Pengolahan Data Hasil Praktikum Kontur tidak secara manual tetapi digital. Pengolahannya menggunakan Program MS. Excel dan aplikasi untuk mengubah data dalam bentuk koordinat agar dapat di plott di Autocad Civil Design Tabel Hasil Pengolahan Data Tabel Hasil Pengolahan Data Poligon (Terlampir) Tabel Hasil Pengolahan Data Levelling NO SAC K FOR CROSS HAIR STAND 1 STAND 2 TOP MIDDL BOTTO MIDDL M DISTANCE (dm) DIFF ELEVATION + - HEIGHT ON THE PAG 27

28 E E E P P P P P P P P Keterangan : Data yang diperoleh dari lapangan Data yang diolah Total distance (dm) Tabel Hasil Pengolahan Data Kontur (Terlampir) 28

29 BAB VI PENUTUP 4.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari praktikum Ilmu Ukur Tanah secara keseluruhan yaitu Dalam Praktikum Poligon, jenis poligon yang diukur yaitu poligon tertutup. Adapun luas area poligon yatitu sekita 70 meter persegi Levelling bertujuan untuk menghitung perbedaan ketinggian (elevasi) dari satu titik ke titik yang lain. Data yang didapat mendekati presisi dikarenakan kesalahan relatif kurang dari 10%. Kesalahan diakibatkan karena keadaan alam (cuaca yag panas) dan human error (kurang tepat membaca sumbu ukur). Besarnya kesalahan relatif bergantung pada perbedaan ketinggian titik-titik tersebut dan tandanya (yang menunjukkan kedua titik tersebut naik atau turun). Benang atas dan bawah dibutuhkan untuk membuktikan nilai dari besarnya ketinggian titik tersebut presisi atau mendekati benar yakni dengan merata-ratakan kedua nilai tersebut kemudian menyamakannya dengan nilai benang tengah. Adanya data kontur yang sengaja disalahkan menyebabkan terjadinya kekacauan bentuk kontur 4.2 Saran Adapun Saran oleh penulis agar data hasil praktikum bisa lebih baik sebagai berikut: Sebaiknya alat yang akan digunakan harus dalam keadaan baik dan lengkap. Untuk itu, para praktikan harus memastikan alat dalam kondisi yang baik dan terkalibrasi secara benar untuk menghindari atu mengurang kesalahan yang bisa dibuat. Untuk mendapatkan data yang akurat, sebaiknya para praktikan memastikan setiap saat alat dalam kondisi yang sesuai prosedur, contohnya kedudukan nivo yang harus berada di tengah. 29

30 Jangan lupa untuk mengambil sketsa lapangan agar dapat dicocokan dengan hasil yang diperoleh Alat ukur harus selalu dijaga agar alat ukur tetap aman dan terkendali. Perhatikan dengan cermat semua arahan yang diberikan asisten. Koordinasikan selalu perkembangan proses praktikum dengan asisten, hal ini sangat berguna untuk mendeteksi kesalahan lebih awal. Dalam pembacaan rambu gunakanlah kontrol dengan rumus Bt = ½ (Ba+Bb) DAFTAR PUSTAKA 30

31 Sumber Buku : Wongsotjiro, Soetomo Jakarta : KANISIUS. Sumber Internet : html#.UcwqdMif2xY * Diakses tanggal 19 Juni

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT WATERPAS

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT WATERPAS CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT WATERPAS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ukur tanah adalah bagian rendah dari ilmu Geodesi, yang merupakan suatu ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR Survei dan Pengukuran APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 2 1 3 4 2 5 3 KONTUR DALAM ILMU UKUR TANAH Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian

Lebih terperinci

TIM PENYUSUN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DENGAN WATERPASS MEI 2014

TIM PENYUSUN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DENGAN WATERPASS MEI 2014 LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH MEI 2014 TIM PENYUSUN Pujiana (41113120068) Rohmat Indi Wibowo (41113120067) Gilang Aditya Permana (41113120125) Santi Octaviani Erna Erviyana Lutvia wahyu (41113120077)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ukur tanah (Plane Surveying) adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran-pengukuran pada sebagian permukaan bumi guna pembuatan peta serta memasang kembali

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG Sipat datar (levelling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara dua titik di permukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Alat Ukur GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat, untuk menentukan posisi, kecepatan

Lebih terperinci

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus F. Uraian Materi 1. Konsep Pengukuran Topografi Pengukuran Topografi atau Pemetaan bertujuan untuk membuat peta topografi yang berisi informasi terbaru dari keadaan permukaan lahan atau daerah yang dipetakan,

Lebih terperinci

TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING)

TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING) POKOK BAHASAN : TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING) Prinsip penentuan beda tinggi; Jenis Peralatan Sipat Datar: Dumpy Level, Tilting level, Automatic Level; Bagian Alat; Mengatur Alat : garis arah niveau, garis

Lebih terperinci

PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN

PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN Pengertian Alat Ukur Tanah Pengukuran merupakan suatu aktifitas dan atau tindakan membandingkan suatu besaran yang belum diketahui nilainya atau harganya

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Pendahuluan Beda tinggi adalah perbedaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH PENGUKURAN POLIGON TERTUTUP OLEH: FEBRIAN 1215011037 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2013 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengukuran dan pemetaan

Lebih terperinci

PENGUKURAN WATERPASS

PENGUKURAN WATERPASS PENGUKURAN WATERPASS A. DASAR TEORI Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan ketinggian atau beda tinggi antara dua titik. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University KERANGKA DASAR PEMETAAN Nursyamsu Hidayat, Ph.D. THEODOLIT Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten Jurnal Integrasi Vol. 8, No. 1, April 2016, 50-55 p-issn: 2085-3858 Article History Received February, 2016 Accepted March, 2016 Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN BEDA TINGGI MENGGUNAKAN ALAT THEODOLIT Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Teknik

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN BEDA TINGGI MENGGUNAKAN ALAT THEODOLIT Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Teknik LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN BEDA TINGGI MENGGUNAKAN ALAT THEODOLIT Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Teknik Disusun oleh : 1. Nur Hidayati P07133111028 2. Ratna Dwi Yulintina P07133111030

Lebih terperinci

Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring

Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring BAB XII Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding. Kebanyakan pengukuran tachymetri

Lebih terperinci

PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE

PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE BAG- TSP.004.A- 39 60 JAM Penyusun : TIM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. B. Tujuan Praktikum

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. B. Tujuan Praktikum BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pengukuran merupakan penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran atau dapat dikatakan juga bahwa pengukuran adalah

Lebih terperinci

MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN

MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN (Macam-macam Peralatan Ukur Tanah) Disusun oleh: 1. Dinda Safara (5113416039) 2. Mohamad Irsyad Widyadi (5113416038) FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying)

Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying) Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying) Merupakan ilmu, seni, dan teknologi untuk menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia pada bidang yang dianggap datar. Yang merupakan bagian

Lebih terperinci

Sipat datar / Levelling/ Waterpassing

Sipat datar / Levelling/ Waterpassing Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Sipat datar / Levelling/ Waterpassing Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 2 Sipat datar Bertujuan menentukan beda tinggi antara titiktitik

Lebih terperinci

METODA-METODA PENGUKURAN

METODA-METODA PENGUKURAN METODA-METODA PENGUKURAN METDA PENGUKURAN HORIZONTAL 1. Metda poligon 2. Metoda Pengikatan 3. Global Positioning System (GPS) METODA PENGUKURAN VERTIKAL 1. M.Sifat Datar 2. M. Trigonometris 3. M. Barometris

Lebih terperinci

PROPOSAL KEGIATAN SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN

PROPOSAL KEGIATAN SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN PROPOSAL KEGIATAN SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN KELOMPOK 7: D51115307 D51115311 D51115314 D51115312 A. M. SYAHDANI MUDRIKAH MAWADDAH HAERI AMRI RACHMAT RIFKY JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Tujuan Khusus. Tujuan Umum

Tujuan Khusus. Tujuan Umum Tujuan Umum Tujuan Khusus Mahasiswa memahami arti Kerangka Kontrol Horizontal (KKH) Mahasiswa memahami cara pengukuran, cara menghitung, cara koreksi dari suatu pengukuran polygon baik polygon sistem terbuka

Lebih terperinci

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG Abdul Ghani Sani Putra 1006680631 Dila Anandatri 1006680764 Nur Aisyah al-anbiya 1006660913 Pricilia Duma Laura 1006680915

Lebih terperinci

MODUL AJAR PRAKTIKUM POLIGON & TACHIMETRI DAFTAR ISI BUKU MODUL PRAKTIKUM POLIGON DAN TACHIMETRI PENYETELAN THEODOLITH DAN PEMBACAAN SUDUT

MODUL AJAR PRAKTIKUM POLIGON & TACHIMETRI DAFTAR ISI BUKU MODUL PRAKTIKUM POLIGON DAN TACHIMETRI PENYETELAN THEODOLITH DAN PEMBACAAN SUDUT DAFTAR ISI BUKU MODUL PRAKTIKUM POLIGON DAN TACHIMETRI BAB I. BAB II. RENCANA PEMBELAJARAN PENYETELAN THEODOLITH DAN PEMBACAAN SUDUT 1. Tujuan dan Alat-alat 2. Petunjuk Umum & Keselamatan Kerja 3. Langkah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Peta adalah suatu gambaran dari permukaan bumi dengan mempergunakan skala tertentu dan digambarkan pada bidang horizontal dengan mempergunakan proyeksi tertentu, gambaran

Lebih terperinci

3.4 PEMBUATAN. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah

3.4 PEMBUATAN. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah 3.4 PEMBUATAN KONTUR Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS Mata Kuliah : Pengantar Pemetaan/ pembuatan peta adalah pengukuran secara langsung atau tidak langsung akan menghasilkan suatu gambar situasi/ permukaan

Lebih terperinci

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI Pengukuran Situasi Adalah Pengukuran Untuk Membuat Peta Yang Bisa Menggambarkan Kondisi Lapangan Baik Posisi Horisontal (Koordinat X;Y) Maupun Posisi Ketinggiannya/

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA DAN PROSEDUR PENGGUNAAN THEODOLITE. Prinsip kerja optis theodolite

PRINSIP KERJA DAN PROSEDUR PENGGUNAAN THEODOLITE. Prinsip kerja optis theodolite PRINSIP KERJA DAN PROSEDUR PENGGUNAAN THEODOLITE Prinsip kerja optis theodolite Pada theodolite terdapat 2 lensa atau 3 lensa yakni lensa objektif, lensa focus dan lensa pembalik. Biasanya yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi yang diproyeksikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi yang diproyeksikan BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi yang diproyeksikan terhadap bidang datar. Peta yang baik memberikan informasi yang akurat mengenai permukaan bumi kepada

Lebih terperinci

Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur

Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur Modul 7-1 Modul 7 Pemetaan Situasi Detail 7.1. PENDAHULUAN Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur yang mencakup penyajian dalam dimensi horisontal dan vertikal secara

Lebih terperinci

Modul 10 Garis Kontur

Modul 10 Garis Kontur MODUL KULIAH Modul 10-1 Modul 10 Garis Kontur 10.1 Kontur Salah satu unsur yang penting pada suatu peta topografi adalah informasi tentang tinggi suatu tempat terhadap rujukan tertentu. Untuk menyajikan

Lebih terperinci

Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat

Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat A. LATAR BELAKANG Pengukuran dan pemetaan poligon merupakan salah satu metode pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal untuk memperoleh koordinat

Lebih terperinci

Pengukuran dan Pemetaan Hutan : PrinsipAlat Ukur Tanah

Pengukuran dan Pemetaan Hutan : PrinsipAlat Ukur Tanah Pengukuran dan Pemetaan Hutan : PrinsipAlat Ukur Tanah KULIAH 5 Koreksi Boussole / Kompas pada Theodolith Digunakan untuk koreksi arah utara 0 o yang sebenarnya (bukan utara magnetis). Ada beberapa metode

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Gambar Garis Kontur Dari Suatu Permukaan Bumi

Gambar 2.1. Gambar Garis Kontur Dari Suatu Permukaan Bumi F. Uraian Materi 1. Pengukuran Penyipat Datar Luas (Spot Height) Untuk merencanakan suatu tata letak (site plan) untuk bangunan-bangunan atau pertamanan, pada umumnya perlu diketahui keadaan tinggi rendahnya

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 APA ITU TOTAL STATION???? Secara sederhana

Lebih terperinci

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara Pembuatan Peta merupakan gambaran permukaan bumi

Lebih terperinci

MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN

MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN Teodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan sudut mendatar dan sudut tegak. Sudut yang dibaca bisa sampai pada satuan sekon (detik). Dalam pekerjaan pekerjaan ukur tanah,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA PERPETAAN - 2 KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan Extra

Lebih terperinci

5/16/2011 SIPAT DATAR. 1

5/16/2011 SIPAT DATAR.   1 SIPAT DATAR www.salmanisaleh.wordpress.com 1 2 www.salmanisaleh.wordpress.com 1 THEODOLIT 3 APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 4 www.salmanisaleh.wordpress.com 2 5 6 www.salmanisaleh.wordpress.com 3 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok 2 1

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok 2 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang IUT adalah bagian yang lebih rendah daripada geodesi. Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari tentang struktur permukaan bumi. ilmu ukur tanah mencakup kajian dan pengukuran

Lebih terperinci

Definisi, notasi, glossary. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS. Kode Nama Mata Kuliah 1

Definisi, notasi, glossary. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS. Kode Nama Mata Kuliah 1 1.7.1. Definisi, notasi, simbol, dan glossary Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS Kode Nama Mata Kuliah 1 Pengantar Pengantar kesalahan dalam penggunaan kalimat-kalimat dalam ilmu ukur tanah seringkali

Lebih terperinci

Bahan ajar On The Job Training. Penggunaan Alat Total Station

Bahan ajar On The Job Training. Penggunaan Alat Total Station Bahan ajar On The Job Training Penggunaan Alat Total Station Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 Pengukuran Poligon

Lebih terperinci

P E N G U K U R A N S I P A T D A T A R

P E N G U K U R A N S I P A T D A T A R P E N G U K U R A N S I P A T D A T A R GLOSARIUM. Rata-rata permukaan laut atau datum : tinggi permukaan laut dalam keadaan tenang yang dinyatakan dengan elevasi atau ketinggian sama dengan nol. Beda

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo

BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN Pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan pada kerja praktek ini merupakan bagian dari Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo Lampung Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Ukur Tanah adalah suatu ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Ukur Tanah adalah suatu ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu Ukur Tanah adalah suatu ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran yang diperlukan untuk menyatakan kedudukan suatu titik di permukaan bumi. Ilmu Ukur Tanah itu

Lebih terperinci

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MS.,MT.

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MS.,MT. PENGUKURAN POLIGOON by Salmani, ST.,MS.,MT. salman_as_saleh@yahoo.co.id POLYGON Definisi Polygon : Polygon adalah serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan dari pengukuran lapangan.

Lebih terperinci

PANDUAN PENYETELAN THEODOLIT DAN PEMBACAAN SUDUT (Latihan per-individu dengan pengawasan Teknisi Laboratorium)

PANDUAN PENYETELAN THEODOLIT DAN PEMBACAAN SUDUT (Latihan per-individu dengan pengawasan Teknisi Laboratorium) PANDUAN PENYETELAN THEODOLIT DAN PEMBACAAN SUDUT (Latihan per-individu dengan pengawasan Teknisi Laboratorium) 1. Tujuan Praktek dan Alat-alat : Praktek ini akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa

Lebih terperinci

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan PERPETAAN - 2 Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yang sebagian datanya diperoleh dari photo

Lebih terperinci

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip TACHIMETRI Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip tachimetri (tacheo artinya menentukan posisi dengan jarak) untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PEMETAAN 1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN 3. TEORI a. Skala

BAB I PEMETAAN 1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN 3. TEORI a. Skala BAB I PEMETAAN 1. PENDAHULUAN Definisi : Peta adalah sarana guna memperoleh infomasi ilmiah mengenai keadaan permukaan bumi dengan cara menggambar berbagai tanda dan keterangan sehingga mudah dibaca dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN SUMBERDAYA LAHAN (Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Ukur Datar Profil Memanjang)

LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN SUMBERDAYA LAHAN (Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Ukur Datar Profil Memanjang) LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN SUMBERDAYA LAHAN (Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Ukur Datar Profil Memanjang) Oleh: Kelompok : 4 Kelas/Hari/Tanggal : TEP Shift B/Rabu, 30 Maret 2016 Nama (NPM) : 1. Reimon

Lebih terperinci

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 ILMU UKUR TANAH II Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 Interval kontur berdasarkan skala dan bentuk medan Skala 1 : 1 000 dan lebih besar 1 : 1 000 s / d 1 : 10

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV -104)

SURVEYING (CIV -104) SURVEYING (CIV -104) PERTEMUAN 6 : METODE PENGUKURAN SUDUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Pendahuluan Pengukuran sudut berarti mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud yaitu: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemetaan topografi dilakukan untuk menentukan posisi planimetris (x,y) dan posisi vertikal (z) dari objek-objek dipermukaan bumi yang meliputi unsur-unsur alamiah

Lebih terperinci

VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN

VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN Arief A NRP : 0021039 Pembimbing : Ir. Maksum Tanubrata., MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Dasar Pemetaan Tahap awal sebelum melakukan suatu pengukuran adalah dengan melakukan penentuan titik-titik kerangka dasar pemetaan pada daerah atau areal yang akan dilakukan

Lebih terperinci

4.1.3 PERALATAN PENDUKUNG SURVEY UKUR TANAH

4.1.3 PERALATAN PENDUKUNG SURVEY UKUR TANAH 4.1.3 PERALATAN PENDUKUNG SURVEY UKUR TANAH Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS ILMU UKUR TANAH 1 Materi ini menerangkan peralatan yang digunakan didalam praktikum ukur tanah Tujuan Instruksional Khusus:

Lebih terperinci

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika Tugas 1 Survei Konstruksi Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB Krisna Andhika - 15109050 TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 Latar Belakang

Lebih terperinci

KONTUR ILMU UKUR TANAH II. DIII Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri

KONTUR ILMU UKUR TANAH II. DIII Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri KONTUR ILMU UKUR TANAH II DIII Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Pengertian Garis Kontur Garis kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik dengan ketinggian

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema sederhana pesawat Theodolit.

Gambar 1. Skema sederhana pesawat Theodolit. 2.2 Alat Ukur Sipat Ruang (Theodolit) 2.2.1 Konstruksi Theodolit Secara umum konstruksi theodolit terdiri dari 3 bahagian utama, yaitu : 1. Bahagian Bawah. a. 3 sekrup penyama rata b. Tabung sumbu I c.

Lebih terperinci

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI ILMU UKUR TANAH Oleh: IDI SUTARDI BANDUNG 2007 1 KATA PENGANTAR Ilmu Ukur Tanah ini disajikan untuk Para Mahasiswa Program Pendidikan Diploma DIII, Jurusan Geologi, Jurusan Tambang mengingat tugas-tugasnya

Lebih terperinci

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MT.,MS. POLYGON

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MT.,MS. POLYGON PENGUKURAN POLIGOON by Salmani, ST.,MT.,MS. Salman_as_saleh@yahoo.co.id POLYGON Definisi Polygon : Polygon adalah serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan dari pengukuran lapangan.

Lebih terperinci

Metode Ilmu Ukur Tanah

Metode Ilmu Ukur Tanah Metode Ilmu Ukur Tanah Assalamu'alaikum guys, postingan kali ini saya akan membahas metode ilmu ukur tanah, yang terdiri dari : 1. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal ( KDV ) 2. Pengukuran Kerangka Dasar

Lebih terperinci

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta Pendahuluan Sebagai orang yang mengaku dekat dengan alam, pengetahuan peta dan kompas serta cara penggunaannya mutlak dan harus dimiliki. Perjalanan ke tempat-tempat yang jauh dan tidak dikenal akan lebih

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 37 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 TAHAPAN PENELITIAN Penelitian ini di bagi menjadi 2 tahap: 1. Pengukuran kondisi geometri pada ruas jalan Ring Road Selatan Yogyakarta Km. 36,7-37,4 untuk mengkorfirmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan penerapan ilmu yang selama ini telah dipelajarai mahasiswa Diploma 3 Teknik Geomatika sebagai evaluasi praktikum disemester

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN POLIGON DENGAN POWERSET SERI SET1010

ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN POLIGON DENGAN POWERSET SERI SET1010 Media Teknik Sipil, Volume XI, Januari 2011 ISSN 1412-0976 ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN POLIGON ENGAN POWERSET SERI SET1010 Suryoto 1) 1) Laboratorium Ilmu Ukur Tanah, Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

Can be accessed on:

Can be accessed on: Pertemuan 4 Pengukuran Mendatar Can be accessed on: http://haryono_putro.staff.gunadarma.ac.id/ 1 Pengukuran-pengukuran dilakukan untuk mendapatkan bayangan dilapangan, dengan menentukan beberapa titik

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH 1 SENTERING, PENGATURAN SUMBU I VERTIKAL DAN PEMBACAAN SUDUT PADA TEODOLIT FENNEL KASSEL

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH 1 SENTERING, PENGATURAN SUMBU I VERTIKAL DAN PEMBACAAN SUDUT PADA TEODOLIT FENNEL KASSEL LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH 1 SENTERING, PENGATURAN SUMBU I VERTIKAL DAN PEMBACAAN SUDUT PADA TEODOLIT FENNEL KASSEL Kelompok 4 Kelas A Anggota : 1. Aeny Sugianto 12/330070/TK/39261 2. Ahmad

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pita ukur... 2 Gambar 2. Bak ukur... 3 Gambar 3. Pembacaan rambu ukur... 4 Gambar 4. Tripod... 5 Gambar 5. Unting-unting...

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pita ukur... 2 Gambar 2. Bak ukur... 3 Gambar 3. Pembacaan rambu ukur... 4 Gambar 4. Tripod... 5 Gambar 5. Unting-unting... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iv Modul III.1. Teknik Penggunaan Alat Survey... 1 A. Capaian Pembelajaran... 1 B. Sub Capaian Pembelajaran... 1 C. Pendahuluan... 1 D.

Lebih terperinci

1.Sebagai kerangka Horizontal pada daerah pengukuran 2.Kontrol Jarak dan Sudut 3.Basik titik untuk pengukuran selanjutnya 4.

1.Sebagai kerangka Horizontal pada daerah pengukuran 2.Kontrol Jarak dan Sudut 3.Basik titik untuk pengukuran selanjutnya 4. Pengukuran Poligon Sudut 1.Sebagai kerangka Horizontal pada daerah pengukuran 2.Kontrol Jarak dan Sudut 3.Basik titik untuk pengukuran selanjutnya 4.Memudahkan dalam perhitungan dan ploting peta Syarat

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1 Persiapan Persiapan menjadi salah satu kegiatan yang penting di dalam kegiatan penelitian tugas akhir ini. Tahap persiapan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu : 3.1.1

Lebih terperinci

Pertemuan Pengukuran dengan Menyipat Datar. Can be accessed on:

Pertemuan Pengukuran dengan Menyipat Datar. Can be accessed on: Pertemuan 3 1. Alat Ukur Tanah 2. Pengukuran dengan Menyipat Datar Can be accessed on: http://haryono_putro.staff.gunadarma.ac.id/ 1 Pendahuluan Konstruksi alat ukur disesuaikan dengan maksud dan penggunaan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMETAAN DIGITAL

LAPORAN PEMETAAN DIGITAL LAPORAN PEMETAAN DIGITAL Pengenalan Alat Total Station Disusun oleh: Danang Dwi Nugroho 15/386501/SV/09887 PROGRAM STUDI D3 TEKNIK GEOMATIKA DEPARTEMEN TEKNOLOGI KEBUMIAN SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH

Lebih terperinci

LEVELLING 3 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Salmani,, ST, MS, MT 2012

LEVELLING 3 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Salmani,, ST, MS, MT 2012 LEVELLING 3 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Salmani,, ST, MS, MT 2012 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Pengukuran

Lebih terperinci

Pembagian kuadran azimuth

Pembagian kuadran azimuth Pengikatan ke muka Pengikatan kemuka adalah suatu metode pengukuran dan pengolahan data dari dua buah titik dilapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdirinya

Lebih terperinci

Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi).

Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi). Abstrak. Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi). Jalur transportasi, komunikasi, saluran irigasi dan utilitas adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi. B. Prasyarat. C. Petunjuk Penggunaan Modul

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi. B. Prasyarat. C. Petunjuk Penggunaan Modul BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Modul ini bertujuan untuk mempersiapkan seorang penyurvei tambang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja untuk melaksanakan penggunaan alat ukur tanah sesuai

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI BAHASA PEMROGRAMAN UNTUK PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN HASIL PENGUKURAN DENGAN TS

IMPLEMENTASI BAHASA PEMROGRAMAN UNTUK PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN HASIL PENGUKURAN DENGAN TS IMPLEMENTASI BAHASA PEMROGRAMAN UNTUK PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN HASIL PENGUKURAN DENGAN TS Jasmani, Sugianto HP. Institut Teknologi Nasional Malang e-mail: jhaz@telkom.net

Lebih terperinci

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR Peta topografi adalah peta penyajian unsur-unsur alam asli dan unsur-unsur buatan manusia diatas permukaan bumi. Unsur-unsur alam tersebut diusahakan diperlihatkan pada

Lebih terperinci

Sri Rahaju dan Sri Wilarso Budi R

Sri Rahaju dan Sri Wilarso Budi R 2 MODULE PELATIHAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN LOKASI RESTORASI, REHABILITASI DAN AGROFORESTRY Sumber :ESP 2006 Oleh : Sri Rahaju dan Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE

Lebih terperinci

KAJIAN PENENTUAN LUAS TANAH DENGAN BERBAGAI METODE. Seno Aji 1) Dosen Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun

KAJIAN PENENTUAN LUAS TANAH DENGAN BERBAGAI METODE. Seno Aji 1) Dosen Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun KAJIAN PENENTUAN LUAS TANAH DENGAN BERBAGAI METODE 1) Seno Aji 1) Dosen Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun email : senjikare@yahoo.co.id Abstract In general the measurement of land area can be

Lebih terperinci

Kesalahan Sistematis ( Systhematical error ) Kesalahan acak ( Random error ) Kesalahan besar ( Blunder )

Kesalahan Sistematis ( Systhematical error ) Kesalahan acak ( Random error ) Kesalahan besar ( Blunder ) Fenomena alam tiidak pernah lepas dari kesalahan, demikian juga didang penggukuran dan pemetaan. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada pengukuran dan pemetaan tterdiri dari : Kesalahan Sistematis

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT

PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT Disampaikan Pada Acara Kunjungan Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) I Bandung Ke Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia Pada Hari Sabtu Tanggal 5 Juli

Lebih terperinci

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI ILMU UKUR TANAH Oleh: IDI SUTARDI BANDUNG 2007 1 KATA PENGANTAR Ilmu Ukur Tanah ini disajikan untuk Para Mahasiswa Program Pendidikan Diploma DIII, Jurusan Geologi, Jurusan Tambang mengingat tugas-tugasnya

Lebih terperinci

BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS

BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS Pengukuran jarak optis termasuk dalam pengukuran jarak tidak Iangsung, jarak disini didapat melalui proses hitungan. Pengukuran jarak optis dilakukan dengan alat ukut theodolit,

Lebih terperinci

BAB. XVI. THEODOLIT 16.1 Pengertian 16.2 Bagian Theodolit

BAB. XVI. THEODOLIT 16.1 Pengertian 16.2 Bagian Theodolit BAB. XVI. THEODOLIT 16.1 Pengertian Theodolit merupakan alat ukur tanah yang universal. Selain digunakan untuk mengukur sudut harisontal dan sudut vertikal, theodolit juga dapat digunakan untuk mengukur

Lebih terperinci

alat ukur waterpass dan theodolit

alat ukur waterpass dan theodolit alat ukur waterpass dan theodolit Waterpass dan Theodolite Waterpass digunakan untuk menentukan elevasi/ peil untuk lantai, balok, dan lain-lain yang membutuhkan elevasi berdasarkan ketinggian titik yang

Lebih terperinci

PETA TOPOGRAFI. Oleh Ign. Sudarno

PETA TOPOGRAFI. Oleh Ign. Sudarno PETA TOPOGRAFI Oleh Ign. Sudarno Ilmu Kebumian (IK): Terminologi yang sering digunakan sebagai sinonim geologi. Bumi menjadi pokok yang dipelajari dlm IK Bumi dipelajari alam disiplin ilmu seperti Geologi

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING NO. KODE : BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENGUASAAN PERALATAN UKUR

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENGUASAAN PERALATAN UKUR MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENGUASAAN PERALATAN UKUR NO. KODE : INA.5230.223.23.03.07 BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Gambar Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat

Gambar Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat 5. Menghitung sudut horisontal Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.9, akan dihitung: Sudut di sebelah kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.68, dengan persamaan sebagai berikut: = M - B B = M1 -

Lebih terperinci

Laboratorium Geofisika Eksplorasi Sie. Perpetaan Topografi 2011 BAB I PENDAHULUAN

Laboratorium Geofisika Eksplorasi Sie. Perpetaan Topografi 2011 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Stake out adalah salah satu metode dengan mengembalikan data ke lapangan, hal ini bertujuan untuk memastikan data yang telah diperoleh dari pengukuran sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KONTUR.

KONTUR. KONTUR http://aanpambudi.files.wordpress.com/2010/08/kontur1.png Kontur Hal penting dalam melakukan pemetaan adalah tersedianya informasi mengenai ketinggian suatu wilayah. Dalam peta topografi, informasi

Lebih terperinci

KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG KEAHLIAN: TEKNIK BANGUNAN PROGRAM KEAHLIAN: TEKNIK BANGUNAN GEDUNG KOMPETENSI: SURVEI DAN PEMETAAN MODUL / SUB-KOMPETENSI: MEMBUAT PETA SITUASI DENGAN ALAT UKUR

Lebih terperinci

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap Standar Nasional Indonesia Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap ICS 93.025; 17.120.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci