PERUBAHAN IKLIM DAN PARADIGMA EKONOMI HIJAU Rabu, 29 Desember 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN IKLIM DAN PARADIGMA EKONOMI HIJAU Rabu, 29 Desember 2010"

Transkripsi

1 PERUBAHAN IKLIM DAN PARADIGMA EKONOMI HIJAU Rabu, 29 Desember 2010 Wacana mengenai perubahan iklim merupakan bagian dari isu lingkungan hidup yang menjadi isu global sejak periode 1980-an. Kecepatan pembangunan ekonomi dan kemajuan teknologi telah melahirkan lingkungan buatan manusia, seperti kota dan industri. Pertimbangan ekonomi untuk mengejar kebutuhan manusia yang tumbuh secara eksponential dengan menggunakan bantuan teknologi dan zat kimia telah menyebabkan perubahan fisik di alam raya, yang dikhawatirkan dapat mengganggu kesejahteraan dan kenyamanan hidup manusia. Dalam perkembangannya, wacana mengenai perubahan iklim telah menjadi isu utama melampaui permasalahan lingkungan hidup lainnya, seperti: penipisan lapisan ozon, hujan asam, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), serta degradasi keanekaragaman hayati. Hasil kajian para ilmuwan yang tergabung dalam Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa perubahan iklim yang semakin sering terjadi dalam 150 tahun terakhir bukan hanya disebabkan karena proses alamiah, melainkan karena dipicu oleh pengaruh kegiatan atau intervensi manusia (anthropogenic intervention), terutama aktivitas produksi dan pemanfaatan energi dari bahan bakar fosil, serta aktivitas penebangan hutan dan alih guna lahan (land use change and forestry/lucf). Kegiatan industri dan transportasi modern yang dimulai sejak akhir abad ke-18 telah menimbulkan emisi gas buang -seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrat oksida (N2) dan klorofluorokarbon (CFC)- yang terakumulasi membentuk selimut gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Selimut GRK inilah yang menghalangi energi berupa gelombang sinar infra merah yang akan dilepaskan kembali oleh bumi ke ruang angkasa. Akibatnya bumi selain tetap menerima radiasi dari sinar matahari juga mengalami pemanasan dari sinar infra merah yang terperangkap dan tidak dapat keluar menembus atmosfir bumi. Pertambahan suhu bumi tersebut menyebabkan pencairan es di kutub dan kenaikan permukaan air laut, yang akhirnya berujung pada variabilitas iklim alamiah dan perubahan iklim global, sehingga berdampak pada berbagai sektor kehidupan manusia, flora dan fauna, seperti: kekeringan, kegagalan produksi pangan, kerusakan ekosistem, kelangkaan air bersih, degradasi aneka ragam hayati, kebakaran hutan, penyebaran hama/penyakit, hingga ancaman pulau tenggelam. Wacana perubahan iklim sebagai bagian dari masalah ekonomi semakin menguat dengan kehadiran laporan Sir Nicholas Herbert Stern yang berjudul The Economics of Climate Change: The Stern Review (2007). Laporan Stern tersebut memperkirakan bahwa dalam situasi business as usual (dimana negara maju tidak menurunkan emisi GRK dan negara yang terkena dampak tidak melakukan upaya adaptasi) maka kerugian akibat perubahan iklim akan mencapai 14% PDB global pada pertengahan abad ke-21. Laporan Stern juga mengajukan hipotesis bahwa jumlah biaya bagi pencegahan kerusakan dengan menurunkan emisi GRK (upaya mitigasi) berkisar antara -2% (surplus) hingga 5% dari PDB global, serta jumlah biaya bagi pengurangan dampak dan penyesuaian terhadap perubahan iklim (upaya adaptasi) berkisar 0,5% dari PDB negara-negara maju. Dengan kata lain hipotesa tersebut menunjukkan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi perubahan iklim jauh lebih murah dibandingkan biaya kerusakan yang akan ditimbulkan apabila masing-masing negara tidak melakukan tindakan apa pun. Untuk itulah maka Stern merekomendasikan agar masing-masing negara menyikapi masalah perubahan iklim sebagai masalah ekonomi dan mulai mengambil langkah-langkah investasi secara serius untuk mengurangi tingkat kerugian ekonomi. Namun pertanyaan selanjutnya yang selalu muncul dan menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan adalah bagaimana menghitung beban biaya mitigasi dan adaptasi bagi masing-masing negara? BUMI ADALAH MILIK BERSAMA Perubahan iklim merupakan proses panjang yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Konsentrasi emisi GRK naik

2 drastis sejak Revolusi Industri yang diikuti oleh industrialisasi besar-besar di berbagai negara maju di Eropa dan Amerika. Konsentrasi emisi GRK terutama gas CO2 dalam 50 tahun terakhir semakin meningkat seiring dengan gelombang industrialisasi di negara berkembang dan relokasi pabrik manufaktur dari negara maju ke negara berkembang. Hasil kajian IPCC memperlihatkan bahwa konsentrasi CO2 ketika Revolusi Industri dimulai pada tahun 1850 baru sebesar 280 parts per million (ppm). Namun konsentrasi CO2 kemudian meningkat rata-rata 1,4 ppm/tahun dan mencapai 380 ppm pada tahun 2005 dengan suhu bumi turut meningkat sebesar 0,70 Celcius. Apabila pola produksi, konsumsi, gaya hidup dan pertumbuhan penduduk dibiarkan seperti sekarang (skenario BAU = business as usual), maka dalam 100 tahun ke depan diperkirakan konsentrasi CO2 akan menjadi 580 ppm dan suhu global akan meningkat hingga sebesar 40 Celcius. Untuk mencegah kenaikan suhu global secara ekstrim yang akan mengakibatkan kerugian ekonomi dan ekologi secara luas, maka United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) terus berupaya mendapatkan kesepakatan global untuk menstabilkan konsentrasi CO2 pada level 450 ppm agar kenaikan suhu global tidak melebihi 20 Celcius. Upaya mencapai kesepakatan global yang dilaksanakan secara konsisten oleh masing-masing negara bukanlah merupakan hal yang mudah. Kelompok negara berkembang selalu menuntut agar negara-negara maju yang sejak lama telah menikmati keuntungan dari industrialisasi agar bertanggung jawab memberikan kontribusi yang besar dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim. Di sisi lain, kelompok maju berargumen bahwa proses perkembangan industri dan peningkatan intensitas penggunaan energi berbasis bahan bakar fosil yang sangat pesat di negara berkembang telah banyak memperburuk keadaan. Bahkan negara-negara berkembang dipersalahkan karena melakukan kegiatan alih guna lahan dan penebangan hutan yang melepaskan kandungan CO2, sesuatu aktivitas yang sebelumnya justru telah dilakukan bertahun-tahun lamanya oleh negara maju. Dari data United Nations Statistic Division mengenai jumlah emisi CO2 yang dihasilkan oleh 231 negara pada tahun 2007, terlihat bahwa China (22,3%) merupakan negara yang paling banyak menghasilkan emisi CO2 dan telah melampaui negara industri maju seperti AS (19,91%), Rusia (5,24%), Jepang (4,28%) dan Jerman (2,69%). Sebagaimana terlihat dalam tabel 1, total emisi CO2 dari 40 negara maju yang termasuk kategori Annex 1 dari Protocol Kyoto berjumlah 48,95%, sedangkan negara non-annex 1 menghasilkan total emisi sebanyak 51,05%. Meskipun masih terdapat polemik mengenai siapa harus berbuat apa, namun telah terdapat kesadaran bahwa atmosfer tempat terkosentrasinya GRK adalah milik bersama secara global (global common), sehingga urusan pengalokasian beban penanggulangannya tidak dapat ditimpakan kepada salah satu kelompok negara saja. Sebagai institusi PBB yang khusus menangani mengenai masalah perubahan iklim, UNFCCC yang terbentuk berdasarkan mandat KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro tahun 1992 telah mengadopsi prinsip â œcommon but differentiated responsibility and respected capabilitiesâ sebagai cerminan pengakuan bahwa atmosfer adalah milik bersama secara global dan terdapat perbedaan kemampuan ekonomi antar negara dalam upaya menanggulangi perubahan iklim. Dalam Conference of the Parties (COP) UNFCCC ke-3 yang diadakan di Kyoto tahun 1997 telah dihasilkan suatu kesepakatan yang bersifat mengikat bagi negara peserta untuk meratifikasinya. Kesepakatan yang dikenal sebagai Protokol Kyoto tersebut mengatur kewajiban dan komitmen negara-negara industri maju yang memiliki kemampuan

3 teknologi dan sumber daya ekonomi (yang dikenal sebagai Kelompok negara Annex 1) untuk mengurangi emisi GRK secara kolektif paling sedikit 5% dari tingkat emisi tahun 1990, yang harus dicapai hingga periode 2012 melalui 3 instrumen pelaksanaan yang bersifat fleksibel, yaitu: Joint Implementation, Clean Development Mechanism dan Emission Trading Scheme. Meskipun tenggat waktu yang diamanatkan oleh Protokol Kyoto hampr mendekati babak akhir, namun sayangnya kemajuan penurunan emisi GRK global tidaklah seperti yang diharapkan. Keengganan AS (dan sebelumnya Australia) untuk meratifikasi Protokol Kyoto, kegagalan negara-negara Annex 1 dalam memenuhi kewajiban penurunan emisinya, serta pertumbuhan ekonomi dan pembangunan industri manufaktur yang sangat pesat di beberapa negara berkembang (seperti China, India, Korea Selatan dan Mexico) menyebabkan jumlah emisi GRK global dipercaya justru bertambah besar. Fenomena ini pulalah yang menyebabkan perundingan COP UNFCCC ke-15 di Copenhagen, Denmark pada bulan Desember 2009 tidak dapat menjalankan rekomendasi COP ke-13 Bali (Bali road map dan Bali action plan) untuk melahirkan suatu kesepakatan global baru yang bersifat mengikat secara hukum (binding) sebagai pembaharuan dari Protokol Kyoto yang akan berakhir pada tahun Dalam COP tersebut setidaknya telah menghasilkan 12 butir catatan kesepakatan yang dikenal sebagai Copenhagen Accord, yaitu antara lain: - Membatasi kenaikan suhu global menjadi 20C yang akan dikaji ulang pada tahun 2015, termasuk mempertimbangkan penurunan batas kenaikan menjadi 1,50C sesuai permintaan kelompok negara-negara kepulauan kecil di Samudera Pacific (alliance of small island developing states, OASIS). - Negara-negara maju harus menentukan target penurunan secara kuantitatif (quantified economy-wide emission target) untuk tahun 2020 dan negara-negara berkembang mendaftarkan kegiatan mitigasi di negara masing-masing (nationally appropriate mitigation action, NAMAs) yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (measurable, reportable, verifiable, MRV). - Negara-negara maju akan memberikan komitmen pendanaan sebesar US$ 30 milliar dalam periode bagi kegiatan adaptasi dan mitigasi negara berkembang di bawah supervisi COP UNFCCC, melalui mekanisme Copenhagen Green Climate Fund. Bercermin dari hasil COP ke-15 tersebut, dunia tetap berharap dan menggantungkan asa yang tinggi kepada perundingan berikutnya (COP ke-16) di Cancun, Mexico pada bulan Desember 2010 akan dapat mengembalikan jalannya perundingan sesuai dengan roadmap yang telah disepakati sebelumnya dan mencapai konsensus bulat dari semua negara peserta untuk menyempurnakan tindak lanjut Copenhagen Accord menjadi suatu perjanjian kesepakatan yang terukur dan bersifat mengikat secara hukum. TANTANGAN BAGI INDONESIA

4 Sebagai negara kepulauan yang diapit oleh 2 samudera luas, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Peristiwa kenaikan suhu permukaan Samudera Pasific akan membawa gelombang panas (warm pool) menuju Samudera Hindia sehingga terjadi fenomena El Nino yang mengakibatkan kemarau panjang dan kekeringan, sebagaimana yang sering terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan sebelah timur Pulau Jawa dan berimplikasi terhadap ketersediaan air dan ketahanan pangan. Di sisi lain, apabila terjadi penurunan suhu permukaan Samudera Pacific maka akan menyebabkan fenomena La Nina yang membawa angin kencang dan awan hujan ke arah selatan, sehingga terjadi curah hujan ekstrim yang akan menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor. Apabila berbicara mengenai profil emisi GRK di Indonesia, sebagaimana terlihat dalam tabel 2, emisi GRK terutama disebabkan oleh pelepasan simpanan karbon akibat tingginya penebangan pohon dan alih guna ruang di sektor kehutanan. Dan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk, maka emisi yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil sebagai sumber energi (terutama pembangkit listrik, industri dan transportasi) telah menunjukkan trend kenaikan yang cukup signifikan. Meskipun tidak termasuk dalam kelompok negara Annex 1 yang diwajibkan untuk menurunkan emisi GRK sesuai Protokol Kyoto, namun Indonesia memiliki komitmen yang besar untuk berkontribusi dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim. Komitmen Pemerintah Indonesia berpuncak pada pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam KTT G-20 di Pittsburgh bulan September 2009 dan disampaikan kembali dalam COP ke-15 UNFCCC di Copenhagen bulan Desember 2009 bahwa Indonesia akan menurunkan emisi GRK sebesar 26% dari prakiraan emisi pada tahun 2020 dengan memanfaatkan sumber daya sendiri, dan siap menurunkan hingga 41% apabila mendapatkan bantuan dan kerjasama dari pihak internasional. Dalam rangka mencapai komitmen penurunan emisi GRK tersebut, Pemerintah Indonesia telah melakukan identifikasi sektor-sektor dan aktivitas yang berpotensi untuk menyumbangkan penurunan emisi, yang secara resmi akan diformalkan dalam bentuk Peraturan Presiden mengenai Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi. Secara garis besar strategi penurunan emisi GRK tersebut akan dilakukan melalui: - Pengelolaan lahan gambut secara lestari. - Pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan. - Pengembangan penyerapan karbon di sektor kehutanan dan pertanian. - Pengurangan limbah padar dan cair.

5 - Mendorong efisiensi energi dan penggunaan teknologi rendah karbon. - Pengembangan alternatif sumber energi terbarukan. - Perubahan menuju moda transportasi rendah emisi. Berdasarkan sumber emisi GRK yang dominan di Indonesia, maka sektor kehutanan dan pengelolaan lahan gambut merupakan sektor yang potensial untuk menurunkan tingkat emisi degan ditunjang oleh 5 sektor lainnya (pengelolaan limbah, energi, pertanian, industri dan transportasi). Sebagai negara yang memiliki wilayah hutan seluas 132,4 juta hektar, Indonesia merupakan salah satu paru-paru utama dunia yang berfungsi mengikat, menyerap dan menyimpan CO2 (carbon sink). Diharapkan sektor kehutanan bersama-sama pengelolaan lahan gambut dapat menyumbangkan hingga 85% dari komitmen penurunan emisi GRK terhadap perkiraan net emission pada skenario BAU di tahun Untuk itu maka penghijauan lahan dan penanaman pohon secara massive di seluruh wilayah Indonesia dengan melibatkan berbagai pihak pemangku kepentingan harus terus digalakkan, termasuk melalui Program Penanaman 1 Milyar Pohon Untuk Dunia (one billion Indonesia trees for world) yang telah dicanangkan secara resmi oleh Presiden pada peringatan Hari Menanam Pohon tanggal 28 November Tantangan berikutnya dari kerjasama pelestarian hutan ini adalah bagaimana memastikan keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan, termasuk peran dan partisipasi dari pemerintah daerah, masyarakat madani dan penduduk lokal di sekitar hutan. Sejak COP ke-15 di Bali, UNFCCC telah mengakui konsep pengurangan emisi dari penanggulangan penebangan dan degradasi hutan (reducing emissions from deforestation and degradation, REDD) yang kemudian berkembang menjadi REDD+ (ditambah dengan peran konservasi, pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan stok karbon hutan). Melalui konsep REDD+ ini negara berkembang yang memiliki hutan tropis dimungkinkan untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari negara industri maju, sebagaimana pelaksanaan rintisan kerjasama antara Indonesia dengan Norwegia senilai US$ 1 Milyar yang telah ditandatangani pada bulan Mei 2010, maupun kemungkinan kerjasama serupa dengan negara industri maju lainnya, seperti: Kanada, AS, Jerman, Inggris dan Australia. Dalam upaya mempertahankan kelestarian hutan tersebut, Pemerintah bukan hanya dituntut untuk mempertimbangkan pendanaan yang dibutuhkan dan didapatkan, namun pada saat yang sama juga harus mempertimbangkan nilai keekonomian dari hutan sebagai pengatur tata air, konservasi keanekaragaman hayati, kandungan sumber daya alam (mineral dan panas bumi) yang bernilai tinggi, serta tempat sandaran masyarakat lokal dalam mencari sumber penghidupan. Potensi kesempatan ekonomi yang hilang haruslah mampu disubsitusi dengan penciptaan lapangan kerja baru agar masyarakat tetap terjamin kesejahteraannya dan memiliki keperdulian terhadap kelestarian hutan. Untuk itu maka diperlukan penyusunan perencanaan yang partisipatif dan pelaksanaan yang inklusif dengan indikator MRV (measurable, reportable, and verifiable) yang jelas dan realistis untuk dicapai, sehingga kerjasama REDD+ tidak menimbulkan kondisionalitas yang menciptakan pembatasan terhadap ruang gerak masyarakat di sekitar hutan, maupun aktivitas perekonomian nasional yang lebih luas. MENUJU EKONOMI HIJAU Kesiapan Pemerintah Indonesia untuk memberikan kontribusi yang besar dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim merupakan pengejawantahan dari potensi dan resiko yang dimiliki oleh negara Indonesia. Sebagai negara yang terus membangun, Indonesia memerlukan pembangunan yang berkelanjutan untuk membawa seluruh rakyat Indonesia

6 menuju masyarakat yang sejahtera dalam situasi yang harmonis dan kondisi ekologi yang lestari. Pembangunan yang berorientasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya terbukti dalam jangka panjang justru akan menghambat keberlanjutan dari pembangunan itu sendiri. Untuk itu maka kinerja pertumbuhan ekonomi tidak hanya selalu diukur bardasarkan nominal Produk Domestik Bruto (PDB), tetapi juga harus dilihat dari tingkat penurunan emisi karbon dalam mencapai besaran dan pertumbuhan PDB tersebut (green growth). Ekonomi Hijau telah menjadi salah satu paradigma penting dalam pembangunan. Paradigma ekonomi hijau merupakan manifestasi dari konsep Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development) yang bertujuan meninggalkan praktek ekonomi yang hanya mementingkan keuntungan jangka pendek dan berdampak negatif pada lingkungan, menjadi praktek ekonomi yang ramah lingkungan dan dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengorbankan kemampuan generasi mendatang. Pengembangan ekonomi hijau bukan hanya sekedar mengkonversi energi dan mengurangi emisi karbon, tetapi juga mengektifkan penggunaan sumber daya, memperluas permintaan pasar dan menciptakan lapangan pertumbuhan ekonomi baru. Paradigma ekonomi hijau ini akan semakin banyak didiskusikan dan mencapai kulminasi pada saat pelaksanaan UN Conference on Sustainable Development pada tahun 2012 di Rio de Janeiro, Brasil (atau dikenal sebagai Rio+20) yang sekaligus merupakan peringatan 20 tahun penyelenggaraan KTT Bumi/Earth Summit di tempat yang sama tahun Dalam menyusun kebijakan ekonomi hijau, setiap negara memiliki fleksibilitas untuk menentukan langkah menuju pembangunan berkelanjutan berdasarkan kepentingan nasional dan kearifan lokal. Keperdulian Pemerintah Indonesia akan keseimbangan dalam pembanguan dapat terlihat jelas dalam 10 direktif Presiden dalam rapat kerja (retreat) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi di Istana Tampak Siring, Bali bulan April 2010, yaitu: - Pertumbuhan pembangunan ekonomi harus lebih tinggi. - Pengangguran harus menurun dengan menciptakan lapangan kerja lebih banyak. - Tingkat kemiskinan harus semakin menurun. - Pendapatan per kapita harus meningkat. - Stabilitas ekonomi harus terjaga. - Pembiayaan dari dalam negeri harus kuat dan meningkat. - Ketahanan pangan dan air meningkat. - Ketahanan energi meningkat. - Daya saing ekonomi harus semakin menguat. - Memperkuat green economy atau ekonomi ramah lingkungan.

7 Dari kesepuluh direktif Presiden tersebut terlihat bahwa kebijakan ekonomi hijau (pro environment) dapat selaras dan saling mendukung dengan strategi pertumbuhan ekonomi (pro growth), penciptaan lapangan kerja (pro job), dan pemberantasan kemiskinan (pro poor). Langkah selanjutnya pengarus-utamaan ekonomi hijau perlu semakin mendapat perhatian serius dari setiap instansi Pemerintah Pusat maupun Daerah. Masing-masing Kepala Daerah perlu mempertimbangkan ulang orientasi jangka pendek untuk mengejar peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) melalui eksploitasi hutan dan energi yang tak terbarukan (tambang mineral). Setiap daerah harus mampu mengarahkan pola produksi dan konsumsi menuju penurunan resiko lingkungan dan kerusakan ekologi dalam rangka menjamin ketahanan pangan, ketersediaan air dan energi, seperti melalui program pengembangan lahan bagi energi terbarukan, moda angkutan rendah karbon, bangunan efisien energi, teknologi produksi bersih, manajemen limbah (reduce, reuse, recycle), pelestarian hutan, pola pertanian dan perikanan hijau, serta konservasi air bersih. Pada tingkat lokal konsep ekonomi hijau harus dilaksanakan dengan selalu mempertimbangkan prinsip common but differentiated responsibility and respected capabilities. Negara industri maju harus menyadari keterbatasan anggaran dan sumber daya di negara berkembang yang tentunya harus diprioritaskan untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan taraf pendidikan, kesehatan, serta pencapaian sasaran MDGs (millennium development goals). Karenanya negara industri maju harus membantu negara berkembang dalam melaksanakan kebijakan ekonomi hijau dengan cara memfasilitasi pendanaan, investasi, akses pasar dan menyediakan alih teknologi yang sesuai dan ramah lingkungan. Dan akhirnya komunitas internasional perlu menciptakan sistem yang kondusif bagi ekonomi hijau dengan menghilangkan praktek proteksionisme dagang yang dibungkus dengan dalih perlindungan lingkungan dan kriteria hambatan hijau yang sulit untuk dapat dipenuhi oleh negara berkembang yang masih dalam berada dalam periode transisi menuju produksi hijau (green product). (chairil abdini/adyawarman). Daftar Pustaka - Ahmad, Mubariq (2010) : Ekonomi Perubahan Iklim, Jurnal Prisma vol. 29, April Hadad, Ismid (2010) : Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan, Jurnal Prisma vol. 29, April Ling, Chee Yoke and Saradha Iyer (2010), The Green Economy Debate Unfolds in the UN, Third World Network Update on Sustainable Development Conference 2012, twnside.org.sg/title2/sdc2012/sdc htm - Pelangi Energi Abadi Citra Enviro (PEACE), 2007, Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies. - Salim, Emil (2010) : Walk the Talk of Climate Change, bahan presentasi Seminar di Lembaga Ketahanan Nasional, 6 Oktober 2010.

8 - Stern, Nicholas (2006) : What is the Economics of Climate Change?, World Economics, Vol. 7 No. 2, April â June Susandi, Armi (2009) : Emisi Karbon dan Potensi CDM Dari Sektor Energi dan Kehutanan Indonesia, Prodi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung. - United Nations (2007) : The International Development Agenda and the Climate Change Challenge, htpp://

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi isu lingkungan yang paling banyak dibicarakan saat ini, baik pada tataran ilmiah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Oleh: Dr. Dolly Priatna Yayasan Belantara Seminar Nasional Perubahan Iklim Mengembangkan Program Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Hidup Bagi Para Pihak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Lingkungan adalah semua yang berada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Iklim merupakan rata-rata dalam kurun waktu tertentu (standar internasional selama 30 tahun) dari kondisi udara (suhu,

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) Shinta Damerys Sirait Kepala Bidang Pengkajian Energi Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kementerian Perindustrian Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *) Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim oleh: Erna Witoelar *) Pemanasan Bumi & Perubahan Iklim: tidak baru & sudah jadi kenyataan Kesadaran, pengetahuan & peringatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari

Lebih terperinci

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( 1998 2011 ) RESUME SKRIPSI Disusun Oleh : Pongky Witra Wisesa (151040295) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini manusia di seluruh dunia (termasuk Indonesia) berteriak akan adanya pemanasan global yang berakibat terjadinya perubahan iklim. Kekhawatiran

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global telah menjadi isu politik dan bisnis yang semakin penting bagi sebagian besar negara. Ada panggilan yang kuat dari lingkungan, bisnis dan pemimpin

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan

Lebih terperinci

FENOMENA GAS RUMAH KACA

FENOMENA GAS RUMAH KACA FENOMENA GAS RUMAH KACA Oleh : Martono *) Abstrak Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO 2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change)

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat

Lebih terperinci

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan

Lebih terperinci

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi

Lebih terperinci

TANYA-JAWAB Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

TANYA-JAWAB Pemanasan Global dan Perubahan Iklim TANYA-JAWAB Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Apakah yang dimaksud dengan Efek Rumah Kaca (ERK) dan penyebabnya? Efek Rumah Kaca dapat divisualisasikan sebagai sebuah proses. Pada kenyataannya, di lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanasan global menjadi topik perbincangan dunia dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai peristiwa alam yang dianggap sebagai anomali melanda seluruh dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). SDA yang melimpah dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam aktivitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN

BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN Bab ini merupakan penjabaran substansial mengenai gambaran emisi karbon yang ditimbulkan oleh Jepang, serta

Lebih terperinci

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1 BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1 ONRIZAL Staf Pengajar Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian: Ekologi dan Rehabilitasi Hutan dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA ENDAH MURNININGTYAS Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam acara FGD Pembentukan Komite Pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Carbon Fund Perubahan iklim dalam Stern (2007) adalah kegagalan pasar terluas yang pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk meminimalkan gangguan ekonomi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim Balai Penelitian Kehutanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL APA ITU PEMANASAN GLOBAL Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim atau Climate change adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

Sosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013

Sosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagaimana diketahui bahwa Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan gasgas yang terdapat di atmosfer, yang berasal dari alam maupun antropogenik (akibat aktivitas manusia).

Lebih terperinci

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di sektor transportasi, peningkatan mobilisasi dengan kendaraan pribadi menimbulkan peningkatan penggunaan kendaraan yang tidak terkendali sedangkan penambahan ruas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

APA ITU GLOBAL WARMING???

APA ITU GLOBAL WARMING??? PEMANASAN GLOBAL APA ITU GLOBAL WARMING??? Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama beberapa kurun waktu. Atau kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Global Warming Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F)

Lebih terperinci

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Slide 1 Pada pertemuan G-20 di Pittsburg tahun 2009, Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian

Lebih terperinci

Kebijakan Pelaksanaan REDD

Kebijakan Pelaksanaan REDD Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan Oleh Dewi Triwahyuni PENGERTIAN & PRINSIP-PRINSIP DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT DEFINISI : SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Lebih terperinci

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon Kurikulum 2013 FIsika K e l a s XI PEMANASAN GLOBAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Dapat menganalisis gejala pemanasan global, efek rumah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak

Lebih terperinci

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR Dr. Armi Susandi, MT Program Studi Meteorologi Departemen

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG KEHUTANAN TAHUN ANGGARAN 2015 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PTT (51) Bidang Kehutanan I. Pendahuluan Asisten

Lebih terperinci

3/1/2018. Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals. Pembangunan harus BERKELANJUTAN

3/1/2018. Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals. Pembangunan harus BERKELANJUTAN Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals PEMBANGUNAN adalah usaha yang terus menerus dilakukan untuk menuju perubahan yang lebih baik menuju terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci