PENEMUAN PASIEN TUBERKULOSIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENEMUAN PASIEN TUBERKULOSIS"

Transkripsi

1 PENEMUAN PASIEN TUBERKULOSIS KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT JAKARTA

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya pembuatan Modul Pelatihan Penanggulangan TB di Fasyankes Tingkat Pertama (FKTP) yang terintegrasi dengan keluarga sehat. Materi Modul Pelatihan TB di Fasyankes Tingkat Pertama ini memberikan petunjuk pelatihan yang harus diberikan kepada seluruh pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam upaya Penanggulangan TB di Indonesia. Modul ini menguraikan tentang gambaran umum TB; situasi TB di dunia dan Indonesia, menjelaskan program penanggulangan TB di Indonesia, strategi dan kebijakan penanggulangan TB; dan pengorganisasian penanggulangan TB. Selain itu diberikan petunjuk pelatihan mengenai strategi penemuan kasus, diagnosis TB pada orang dewasa, diagnosis TB anak, diagnosis TB Resistan OAT, diagnosis TB ekstraparu, diagnosis TB dengan komorbid, dan definisi kasus TB serta klasifikasi pasien TB. Setelah ditegakkan diagnosis dan klasifikasi kasus bagi setiap pasien TB sensitif maupun pasien TB Resistan Obat (RO) dilanjutkan pengobatan yang bisa dilaksanakan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Di dalam modul ini selain berisi petunjuk pelatihan bagaimana kebijakan, strategi penanggulangan, yang diikuti bagaimana menemukan dan mengobati tuberkulosis, terdapat juga petunjuk pelatihan penguatan kepemimpinan program TB; peningkatan akses pelayanan TB yang bermutu; pengendalian faktor risiko TB; peningkatan kemitraan; peningkatan kemandirian masyarakat dalam pengendalian TB; dan penguatan manajemen program TB. Modul ini juga memberikan petunjuk penanggulangan TB yang berintegrasi dengan pelaksanakan Program Indonesia Sehat yang diselenggarakan melalui pendekatan keluarga, yang mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, berdasarkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga. Kami menyadari sepenuhnya bahwa modul ini masih ada kekurangan, untuk itu kami menerima masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Penulis 2

3 TIM PENYUSUN Pelindung: dr. H.M. Subuh, MPPM (Direktur Jendral P2P) Pengarah: 1. dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes (Direktur P2PML) 2. dr. Asik Surya, MPPM (Kepala Subdit TB) Sekretaris: 1. Nurjannah, SKM, M.Kes 2. dr. Yullita Evarini Y., MARS Editor Dr. dr. Rina Handayani, M.Kes Anggota: 1. Audia Jasmin Armanda, SKM 2. dr. Endang Lukitosari, MPH 3. dr. Fatiyah Isbaniah, Sp.P 4. dr. Firza Asnely Putri 5. dr. Hanifah Rizki Purwandani, SKM 6. H D Djamal, M.Si 7. dr. Hedy B Sampurno, MPH 8. Dra. Katamanis Tarigan, SKM 9. Dr. Novayanti Tangirerung 10. Rizka Nur Fadila, SKM 11. dr. Retno Kusuma Dewi, MPH 12. Saida N. Debataradja, SKM 13. dr. Setiawan Jati Laksono 14. drg. Siti Nur Anisah, MPH 15. dr. Sity Kunarisasi, MARS 16. Sulistyo, SKM, M.Epid 17. Suwandi SKM, M. Epid 18. dr. Wihardi Triman, MQIH 19. dr. Zulrasdi Djairas, SKM 3

4 DAFTAR ISI TIM PENYUSUN. 3 DAFTAR ISI... 4 DAFTAR SINGKATAN. 5 I. DESKRIPSI SINGKAT. 6 II. TUJUAN PEMBELAJARAN. 6 A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)...6 III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN...7 IV. METODE... 7 V. MEDIA DAN ALAT BANTU VI. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN.. 8 A. Langkah 1 : Pengkondisian peserta. 8 B. Langkah 2 : Review Pokok Bahasan C. Langkah 3 : Pembahasan per materi... 8 D. Langkah 4 : Pembahasan studi kasus E. Langkah 5 : Rangkuman VII. URAIAN MATERI. 10 A. Strategi penemuan terduga TB. 10 B. Definisi kasus. 12 C. Penegakan diagnosis TB D. Pengelolaan Contoh Uji untuk Pemeriksaan Laboratorium 29 E. Klasifikasi pasien TB. 33 F. Komunikasi Motivasi.. 36 G. Upaya Pengendalian Faktor Risiko.. 48 H. Pencatatan dan Pelaporan Penemuan Pasien TB.. 50 VIII.REFERENSI IX. LAMPIRAN

5 DAFTAR SINGKATAN ANC APBD BBKPM BKPM BP4 BTA CNR DM DOTS DPM DST DTPK FDC FKRTL FKTP FKTP-RM FKTP-S FNAB HIV ISTC KDT KIA KM KTIP LPA MDR MTBS MTDS OAT ODHA PAL PAS PNPK PPI PPM PWS QA RPJMN RR RS RT SPTN TB TCM Total DR UKBM WHO XDR ZN = Ante Natal Care = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah = Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat = Balai Kesehatan Paru Masyarakat = Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru = Basil Tahan Asam = Case Notification Rate = Diabetes Mellitus = Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy = Dokter Praktek Mandiri = Drugs Sensivity Test = Daerah Tertinggal Perbatasan Kepulauan = Fixed Dose Combination = Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama = Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama Rujukan Mikroskopis. = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Satelit = Fine Neddle Aspirate Biopsy = Human Immunodeficiency Virus = International Standards For Tuberculosis Care = Kombinasi Dosis Tetap = Kesehatan Ibu Anak = Komunikasi Motivasi = Konseling dan Tes HIV atas Inisiasi Petugas = Line Probe Assay = Multi Drug Resistance = Manajemen Terpadu Balita Sakit = Manajemen Terpadu Dewasa Sakit = Obat Anti Tuberkulosis = Orang dengan HIV AIDS = Practical Approach to Lung Health = Para Amino Salisilic Acid = Pedoman Nasional Praktek Kedokteran Tatalaksana = Pencegahan Pengendalian Infeksi = Public Private Mix = Pemantauan Wilayah Setempat = Quality Assurance = Rencana Pembangunan Jangka Menengah = Resistan Rimfapisin = Rumah Sakit = Rumah Tangga = Survei Prevalensi Tuberkulosis Nasional = Tuberkulosis = Tes Cepat Molekuler = Totally Drug Resistance = Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat = World Health Organization = extensive Drug Resistance = Ziehln Neelson 5

6 I. DESKRIPSI SINGKAT Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (TB) yang dikenal dengan nama M. tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penularan terutama sekali secara aerogen. Pasien TB paru menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA postif yang saat batuk, bersin atau berbicara mengeluarkan droplet (percikan dahak) yang mengandung kuman M. tuberculosis. Pencegahan utama agar seseorang tidak terpapar dengan M. tuberculosis adalah dengan menemukan Pasien TB secara dini serta mengobati dengan tuntas, sehingga bahaya penularan tidak ada lagi. Penemuan Pasien TB paru adalah dengan cara menemukan pasien yang mempunyai gejala mengarah ke TB yaitu batuk lama, 2 minggu atau lebih, berdahak, dapat disertai darah, panas badan, nyeri dada dan gejala penyakit paru lainnya. Diagnosis Pasien TB terkonfirmasi bakteriologis adalah dengan pemeriksaan mikroskopis, biakan dan Test Cepat Molekuler (TCM). Cara diagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis yaitu dengan menemukan kuman TB terduga TB melalui pemeriksaan dahak secara konvensional dengan pemeriksaan mikroskopik dengan pengecatan Ziehl Neelsen (ZN) apusan dahak dan biakan, serta identifikasi M. tuberculosis dengan tes cepat. Tes cepat saat ini yang digunakan adalah tes bio-molekuler menggunakan alat Xpert/ MTB Rif. Jika konfirmasi bakteriologis tidak diperoleh, maka diagnosis TB ditegakkan secara klinis mengacu pada hasil pemeriksaan penunjang yang sesuai. Modul penemuan Pasien TB akan membahas tentang strategi penemuan, diagnosis TB Paru pada orang dewasa, diagnosis TB anak, diagnosis TB Resistan OAT, diagnosis TB Ekstraparu, diagnosis TB dengan Komorbid, dan definisi kasus TB serta klasifikasi pasien TB. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mempelajari materi ini, peserta latih mampu melakukan penemuan Pasien TB. B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari materi ini, peserta latih mampu: 1. Menjelaskan strategi penemuan terduga TB 2. Menjelaskan definisi kasus TB 3. Melakukan penegakan diagnosis TB 6

7 4. Melakukan pengelolaan contoh uji untuk pemeriksaan laboratorium 5. Melakukan klasifikasi Pasien TB 6. Melakukan Komunikasi Motivasi 7. Melakukan upaya pengendalian faktor risiko 8. Melakukan pencatatan pelaporan terkait penemuan pasien TB III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN Dalam materi ini akan dibahas pokok bahasan dan atau sub pokok bahasan sebagai berikut: A. Strategi penemuan terduga TB 1. Penemuan secara pasif intensif 2. Penemuan secara aktif B. Definisi kasus C. Penegakan Diagnosis TB 1. Identifikasi Terduga TB 2. Jenis Pemeriksaan Laboratorium 3. Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa. 4. Diagnosis TB pada Anak 5. Diagnosis TB Ekstra paru 6. Diagnosis TB Resistan OAT 7. Diagnosis TB HIV 8. Diagnosis TB pada Pasien dengan ko-morbid D. Pengelolaan contoh uji untuk pemeriksaan laboratorium: 1. Dahak 2. Contoh uji non dahak E. Klasifikasi pasien TB F. Komunikasi Motivasi G. Upaya pengendalian faktor risiko H. Pencatatan pelaporan penemuan pasien TB IV. METODE A. Ceramah dan Tanya Jawab. B. Curah Pendapat. C. Studi kasus 7

8 V. MEDIA DAN ALAT BANTU A. Bahan Tayang B. Panduan Studi Kasus C. Modul D. Laptop, E. LCD, F. Bahan Tayang G. Pointer H. Papan flipchart I. Kertas flipchart J. Spidol VI. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1 : Pengkondisian peserta 1. Pelatih/Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelompok. 2. Pelatih/Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat dan memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, dan materi yang akan disampaikan. 3. Bila belum ada, menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris dan pencatat waktu. 4. Pelatih/Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan sub pokok bahasan Penemuan Pasien TB Langkah 2: Review Pokok bahasan Pelatih/Fasilitator menggali pendapat peserta tentang apa yang dimaksud dengan Penemuan Pasien TB dengan metode curah pendapat/ brainstorming. Langkah 3: Pembahasan per materi 1. Pelatih/Fasilitator menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. 2. Selanjutnya Pelatih/Fasilitator melakukan tanya jawab dengan meminta peserta untuk mengemukakan pendapatnya, klarifikasi dan mengajukan pertanyaan tentang materi yang telah diberikan. Langkah 4: Pembahasan studi kasus dikaitkan dengan pokok bahasan serta situasi dan kondisi di tempat tugas. 1. Pelatih/Fasilitator membagi menjadi 5 kelompok diskusi 8

9 2. Pelatih/Fasilitator membagi lembar studi kasus sesuai dengan materi pembelajaran yang telah disampaikan dan menyampaikan petunjuk studi kasus. 3. Pelatih/Fasilitator menugaskan peserta untuk mengerjakan studi kasus. 4. Pelatih/Fasilitator meminta peserta untuk presentasi hasil diskusi kelompok. 5. Pelatih/Fasilitator meminta peserta untuk mengemukakan pendapat dan mengajukan pertanyaan terhadap presentasi kelompok lain. 6. Pelatih/Fasilitator menyampaikan klarifikasinya. Langkah 5: Rangkuman 1. Pelatih/Fasilitator melakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sesuai pokok bahasan 2. Kemudian Pelatih/Fasilitator membuat rangkuman bersama-sama peserta tentang materi Penemuan Pasien TB, merangkum hasil pembahasan, dan memberikan penekanan pada hal-hal yang penting. 3. Pelatih/Fasilitator membuat kesimpulan materi pembelajaran. 9

10 VII. URAIAN MATERI WHO tahun 2016, ditingkat global diperkirakan 10,4 juta kasus TB baru dan 1,8 juta kematian/tahun. Hasil Survei Prevalensi Tuberkulosis Nasional (SPTN) menunjukkan estimasi prevalensi TB 660/ Estimasi ini 2,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka estimasi prevalensi sebelumnya. Angka ini setara dengan 1,6 juta kasus TB, sekitar 1 juta kasus baru setiap tahunnya. Berdasarkan angka temuan kasus TB sebesar pada tahun 2013, diperkirakan kasus TB per tahun tidak terlaporkan di Indonesia. Riskesdas, 2013 bahwa terdapat 25% dari kasus gangguan pernafasan dari semua golongan umur yang berkunjung ke Faskes A. Strategi penemuan terduga TB. Strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan secara pasif, intensif, aktif, dan masif. Upaya penemuan pasien TB harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat ditemukan secara dini. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no. 67/ 2016 tentang Penanggulangan TB yang mengatur strategi penemuan terduga dan pasien TB. 1. Penemuan pasien TB secara pasif-intensif Kegiatan penemuan yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan memperkuat jejaring layanan TB melalui Public-Private Mix (PPM) dan memperkuat kolaborasi layanan. Jejaring layanan Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan PPM. Penemuan pasien TB di fasyankes dilakukan melalui penguatan jejaring layanan antar fasyankes yang memberikan layanan diagnosis TB, untuk menghindari terjadinya miss-opportunity yang disebabkan keterbatasan sarana diagnosis yang dimiliki oleh fasyankes yang kontak pertama dengan pasien TB. Dalam kegiatan ini fasyankes yang tidak memiliki alat TCM akan merujuk pemeriksaan ke fasyankes yang memiliki alat TCM. Kolaborasi layanan Berupa kegiatan integrasi dan kolaborasi penemuan pasien TB ke dalam layanan kesehatan lain yang tersedia di fasyankes, misalnya di poliklinik umum, unit layanan HIV, DM (Diabetes Mellitus), Gizi, Lansia, klinik berhenti merokok, klinik KIA dan ANC. Secara manajemen layanan, penemuan pasien TB juga harus diintegrasikan 10

11 kedalam strategi atau sistem manajemen kesehatan yang diterapkan di fasyankes misalnya: Pendekatan Praktis Kesehatan Paru/ PPKP (PAL = Practical Approach to Lung health), Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), Manajemen Terpadu Dewasa Sakit (MTDS). Penjaringan terduga TB di faskes dapat juga dilakukan melalui penapisan batuk oleh petugas yang meregistrasi pasien atau perawat yang memberi layanan pada pasien. Upaya penemuan pasien TB harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat ditemukan secara dini. 2. Penemuan pasien TB secara aktif dan/atau masif berbasis keluarga dan masyarakat, Berupa kegiatan-kegiatan penemuan terduga/ pasien TB yang dilakukan di luar fasyankes. Kegiatan ini bisa melibatkan secara aktif semua potensi masyarakat yang ada antara lain: Kader kesehatan, kader posyandu, pos TB desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Kegiatan ini dapat berupa: 1) Invstigasi kontak Dilakukan pada paling sedikit orang kontak erat dengan pasien TB. Kontak erat adalah orang yang tinggal serumah (kontak serumah) maupun orang yang berada di ruangan yang ada pasien TB dewasa aktif (index case) sekurang-kurangnya 8 jam sehari minimal satu bulan berturutan. Prioritas investigasi kontak dilakukan pada orang-orang dengan risiko TB seperti anak usia <5 tahun, orang dengan gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia, wanita hamil, perokok dan mantan penderita TB. Investigasi kontak pada pasien TB anak yang ditemukan bertujuan untuk mencari sumber penularan. 2) Penemuan di tempat khusus: Merupakan kegiatan penemuan aktif yang dilakukan di lingkungan yang mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat kerja, asrama, pondok pesantren, sekolah, panti jompo. Kegiatan penemuan aktif di tempat khusus dapat dilakukan dengan skrining masal tahunan, skrining kesehatan warga baru, skrining kontak dan pemantauan batuk secara rutin 3) Penemuan di populasi berisiko: Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan pada tempat yang memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat 11

12 penampungan pengungsi, daerah kumuh dan DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan). 4) Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat Dilaksanakan secara rutin oleh anggota keluarga maupun kader kesehatan yang melakukan pengawasan batuk terhadap orang yang tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan batuk untuk memeriksakan diri ke fasyankes terdekat. Kegiatan pemantuan batuk ini dapat diintegrasikan pada kegiatan kader kesehatan yang sudah rutin berjalan misalnya kegiatan ketuk pintu kader kesehatan, kegiatan jumantik, kader posyandu dan kegiatan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) lain. 5) Penemuan aktif berkala Dilakukan oleh FKTP Puskesmas di wilayah yang teridentifikasi sebagai daerah kantung TB, yaitu RT yang berdasarkan kegiatan PWS (Pengawasan Wilayah Setempat) dan analisis data TB memiliki jumlah pasien TB di >3 orang. Penemuan aktif berkala dilakukan dengan kegiatan skrining aktif setiap 6 bulan sekali sampai tidak ditemukan kasus TB pada kegiatan penemuan aktif berkala 2 kali berturut-turut. 6) Skrining masal Kegiatan penemuan aktif yang dilaksanakan sekali setahun untuk meningkatkan penemuan pasien TB di wilayah yang penemuan kasusnya masih sangat rendah. Puskesmas bekerja sama dengan aparat desa/kelurahan, kader kesehatan dan potensi masyarakat melakukan skrining gejala TB secara masif di masyarakat dan membawanya ke layanan kesehatan luar gedung. B. Definisi kasus Definisi kasus TB didasarkan pada hasil pemeriksaan bakteriologis TB. Kepada semua terduga TB dewasa wajib dilakukan pemeriksaan bakteriologis TB terlebih dahulu. Sesuai dengan hasil pemeriksaan bakteriologis maka definisi pasien TB terdiri dari dua, yaitu: 1. Pasien TB terkonfirmasi Bakteriologis Adalah pasien TB yang terbukti positif pada hasil pemeriksaan contoh uji biologinya (sputum dan jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung, TCM TB, atau biakan. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah: 12

13 1) Pasien TB paru BTA positif 2) Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif 3) Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif 4) Pasien TB Ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena. 5) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis. Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut di atas harus dicatat dan dilaporkan tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai atau belum. 2. Pasien TB terdiagnosis secara Klinis Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah: 1) Pasien TB paru BTA negatif/ tes cepat M.tb negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB. 2) Pasien TB paru BTA negatif/ tes cepat M.tb negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah diberikan antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor risiko TB 3) Pasien TB Ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan histopatologis tanpa ada konfirmasi bakteriologis. 4) TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring. Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis. Pasien yang mendapatkan pengobatan pencegahan TB tidak termasuk definisi kasus TB sehingga tidak dilaporkan dalam laporan penemuan kasus TB. C. Penegakan diagnosis TB Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. 13

14 1. Identifikasi Terduga TB Petugas kesehatan menjaring terduga TB dengan melakukan skrining gejala maupun dengan melihat hasil foto toraks pasien yang bersangkutan. Skrining Gejala: Identifikasi terduga TB dilakukan berdasarkan keluhan gejala dan tanda TB yang disampaikan pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi: Gejala utama: batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih. Gejala tambahan: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam hari walaupun tanpa kegiatan, demam meriang yang berulang lebih dari sebulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronik, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi maka setiap orang yang datang ke Faskes dengan gejala tersebut diatas dianggap sebagai terduga pasien TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain identifikasi pada orang dengan gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pula pemeriksaan pada orang dengan faktor risiko TB, seperti: kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan infeksi paru. Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium TB untuk pasien yang memiliki faktor risiko dan memiliki gejala tambahan meskipun tanpa batuk berdahak >2 minggu. Skrining Radiologis: Identifikasi terduga TB juga bisa diperoleh dari hasil evaluasi pemeriksaan foto toraks. Semua kelainan yang tidak diketahui penyebabnya yang mendukung ke arah TB harus di evaluasi TB. Skrining radiologis dapat dilakukan terhadap foto toraks yang diperoleh dari proses 14

15 penegakan diagnosis TB maupun pada proses penegakan diagnosis penyakit yang lain, juga bisa dilakukan pada hasil foto toraks pada pemeriksaan kesehatan rutin umum (general check-up) dan pemeriksaan kesehatan khusus. Pasien yang teridentifikasi sebagai terduga TB baik dari skrining gejala maupun skrining radiologis harus di evaluasi untuk menegakkan diagnosis TB secara bakteriologis maupun klinis. a. Identifikasi Terduga TB Anak Gejala klinis TB pada anak dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Gejala umum TB pada anak yang sering dijumpai adalah batuk persisten, berat badan turun atau gagal tumbuh, demam lama serta lesu dan tidak aktif. Gejala-gejala tersebut sering dianggap tidak khas karena juga dijumpai pada penyakit lain. Namun demikian, sebenarnya gejala TB bersifat khas, yaitu menetap (lebih dari 2 minggu) walaupun sudah diberikan terapi yang adekuat (misalnya antibiotika atau anti malaria untuk demam, antibiotika atau obat asma untuk batuk lama, dan pemberian nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan). Gejala sistemik/umum TB pada anak sebagai berikut: 1) Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan. 2) Demam lama ( 2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lainlain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain. 3) Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang adekuat. 15

16 b. Identifikasi Terduga TB Resistan OAT (TB-RO) Terduga TB-RO adalah pasien yang memiliki risiko tinggi resistan terhadap OAT, yaitu pasien yang mempunyai gejala TB yang memiliki riwayat satu atau lebih di bawah ini: 1) Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2. 2) Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan. 3) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1 bulan. 4) Pasien TB gagal pengobatan kategori 1. 5) Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 2 bulan pengobatan. 6) Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT kategori 1 dan kategori 2. 7) Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default). 8) Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB- RO, termasuk dalam hal ini warga binaan yang ada di Lapas/Rutan, hunian padat seperti asrama, barak, buruh pabrik. 9) Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis maupun klinis terhadap pemberian OAT, (bila pada penegakan diagnosis awal tidak menggunakan TCM TB). Pasien dengan risiko rendah TB-RO Selain 9 kriteria di atas, kasus TB-RO dapat juga dijumpai pada kasus TB baru, sehingga pada kasus ini perlu juga dilakukan penegakan diagnosis dengan TCM TB jika fasilitas memungkinkan. Pada kelompok ini, jika hasil pemeriksaan tes cepat memberikan hasil TB RR, maka pemeriksaan TCM TB perlu dilakukan sekali lagi untuk memastikan diagnosisnya. c. Identifikasi Terduga TB Ekstraparu Seseorang yang menderita TB ekstra paru mungkin mempunyai keluhan/gejala terkait dengan organ yang terkena, misalnya: 16

17 Pembesaran pada getah bening yang kadang juga mengeluarkan nanah Nyeri dan pembengkakan sendi yang terkena TB Sakit kepala, demam, kaku kuduk dan gangguan kesadaran apabila selaput otak atau otak terkena TB. Pasien TB ekstra paru dapat juga menderita TB paru, sehingga tetap perlu dilakukan evaluasi TB paru. d. Identifikasi TB HIV Konseling dan Tes HIV atas Inisiasi Petugas (KTIP) untuk pasien TB dilakukan pada daerah dengan tingkat epidemi HIV rendah atau terkonsentrasi. Dasar pertimbangan tes HIV adalah mutlak mengingat adanya infeksi ganda TB HIV, utamanya pada orang yang mempunyai perilaku berisiko dan pasien yang mempunyai tanda dan gejala terkait HIV/AIDS, untuk mengetahui status HIV mereka. Untuk membantu pasien menghadapi berbagai hambatan dalam menjalani tes HIV, maka perlu empati dan dukungan petugas. Pada dasarnya petugas tahu tentang manfaat tes HIV, namun kadang kadang tidak cukup peka terhadap risiko yang mungkin terjadi pada seseorang bila hasil tes positif. Dalam menerapkan KTIP sebagai tes diagnostik atau penawaran tes secara rutin, informasi pra-tes diberikan tanpa sesi edukasi dan konseling yang lengkap, namun cukup untuk menyakinkan pasien untuk memberikan persetujuan. Pada pasien tertentu atau pasangan dari pasien mungkin memerlukan konseling tambahan yang lebih lengkap dan untuk itu pasien dapat dirujuk ke konselor. Persyaratan penting dalam menerapkan KTIP adalah konseling pasca-tes dan rujukan ke layanan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi pasientb yang hasil testnya HIV positif. Sesuai dengan kondisi setempat, informasi pra-tes dapat diberikan secara individual atau kelompok. Persetujuan untuk menjalani tes HIV (informed consent) harus selalu diberikan secara individual, disaksikan oleh petugas. Dengan pendekatan KTIP, setiap pertemuan pasien dengan petugas dianggap sebagai: 17

18 Kesempatan bagi seseorang yang belum mengetahui status HIV-nya. Kesempatan diagnosa dan pengobatan sedini mungkin dan mengurangi penularan ke orang lain. Kesempatan tes ulang bagi seseorang dengan hasil tes negatif tetapi masih mempunyai risiko tertular HIV. Kesempatan bagi seseorang yang sedang merencanakan hidup berkeluarga atau mempunyai anak. e. Identifikasi TB pada pasien Ko-morbid Infeksi TB mudah berkembang menjadi penyakit pada pasien dengan daya tahan tubuh yang terganggu. HIV dan Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang sudah diketahui berhubungan erat dengan TB. Oleh karena itu, setiap pasien dengan HIV positif (ODHA) dan penyandang Diabetes Mellitus (DM) harus dievaluasi untuk TB meskipun belum ada gejala. 1) Penapisan TB pada penyandang DM Pada penyandang DM, risiko berkembangnya penyakit TB meningkat hingga 3 kali lipat. Risiko kegagalan pengobatan, kematian dan kekambuhan TB juga meningkat pada penyandang DM. Kondisi DM juga dihubungkan dengan peningkatan terjadinya resistansi OAT. Oleh karena itu, penapisan TB pada penyandang DM dilakukan dengan anamnesis gejala dan pemeriksaan foto toraks. Jika ditemukan gejala ATAU kelainan pada foto toraks yang mengarah ke diagnosis TB, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis. Penegakan diagnosis bakteriologis TB dapat menggunakan TCM. Jika pada penapisan awal tidak ditemukan penyakit TB, maka penapisan perlu diulang secara berkala. 2) Penapisan TB pada ODHA Pada ODHA, gejala klinis seringkali tidak spesifik. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah demam dan penurunan berat badan yang signifikan (sekitar 10% atau lebih) dan gejala ekstra paru sesuai organ yang terkena misalnya TB Pleura, TB Perikarditis, TB Milier, TB meningitis. Pada prinsipnya, untuk mempercepat penegakan diagnosis TB pada pasien dengan HIV positif maka penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan 18

19 TCM TB seperti pada Alur Diagnosis TB dan TB Resistan Obat di Indonesia. 3) Penapisan HIV pada pasien TB Tes HIV adalah mutlak mengingat adanya infeksi ganda TB HIV, utamanya pada orang yang mempunyai perilaku berisiko dan pasien yang mempunyai tanda dan gejala terkait HIV/AIDS, untuk mengetahui status HIV mereka. Untuk membantu pasien menghadapi berbagai hambatan dalam menjalani tes HIV, maka perlu empati dan dukungan petugas Konseling dan Tes HIV atas Inisiasi Petugas untuk pasien TB dilakukan pada daerah dengan tingkat epidemi HIV rendah atau terkonsentrasi. 2. Jenis Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan Bakteriologis 1) Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga dapat menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP) dan Sewaktu-Sewaktu (SS): 2) Pemeriksaan Biakan Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb). Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya. 19

20 3) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan. Untuk menjamin hasil pemeriksaan laboratorium, diperlukan contoh uji dahak yang berkualitas. Pada faskes yang tidak memiliki akses langsung terhadap pemeriksaan TCM, biakan, dan uji kepekaan, diperlukan sistem transportasi contoh uji. Hal ini bertujuan untuk menjangkau pasien yang membutuhkan akses terhadap pemeriksaan tersebut serta mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian langsung ke laboratorium. 2) Pemeriksaan Penunjang Lainnya 1) Pemeriksaan foto toraks 2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB Ekstra paru. 3) Pemeriksaan uji kepekaan obat Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu/quality Assurance (QA), dan mendapatkan sertifikat nasional maupun internasional. 4) Pemeriksaan serologis Sampai saat ini belum direkomendasikan. 20

21 3. Penegakan Diagnosis TB pada Orang Dewasa a. Prinsip penegakan diagnosis TB: 1) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis, Tes Cepat Molekuler TB dan biakan. 2) Pemeriksaan TCM digunakan untuk penegakan diagnosis TB, sedangkan pemantauan kemajuan pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis. 3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis. 4) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis. b. Alur diagnosis TB dibagi sesuai dengan fasilitas yang tersedia: 1) Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan dengan alat Tes Cepat Molekuler 2) Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan tidak memiliki akses ke tes cepat molekuker. 21

22 Bagan 1. Alur Diagnosis TB dan TB Resistan Obat di Indonesia Bagan 1. Algorithme TB dan TB MDR di Indonesia Terduga TB Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+) Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau TCM Tidak memiliki akses untuk TCMTB Memiliki akses untuk TCM TB Pemeriksaan Mikroskopis BTA (Sewaktu dan Pagi) Pemeriksaan TCM TB (- -) (+ +) (+ -) MTB Pos, Rif Sensitive MTB Pos, Rif Resistance MTB Neg Foto Toraks Tidak bisa dirujuk Terapi Antibiotika Non OAT TB Terkonfirmasi Bakteriologis TB Terkonfirmasi Bakteriologis TB RR Foto Toraks Gambaran Mendukung TB Tidak Mendukung TB Pengobatan TB Lini 1 Mulai Pengobatan TB RO Pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan OAT Lini 1 dan Lini 2 Gambaran mendukung TB Tidak Mendukung TB TB Klinis Ada Perbaikan Klinis Bukan TB Pengobatan TB Lini 1 Tidak Ada Perbaikan Klinis, ada factor risiko TB, dan atas pertimbangan dokter TB Klinis TB RR Lanjutkan Pengobatan TB RO TB MDR TB Pre XDR TB XDR Pengobatan TB RO dengan Paduan Baru Cari kemungkinan penyebab penyakit lain TB Klinis Pengobatan TB Lini 1 Keterangan alur: 1) Faskes yang mempunyai Alat Tes Cepat Molekuler (TCM) TB: a) Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan TCM, penegakan diagnosis TB pada terduga TB dilakukan dengan pemeriksaan TCM. Pada kondisi dimana pemeriksaan TCM tidak memungkinkan (misalnya alat TCM melampaui kapasitas pemeriksaan, alat TCM mengalami kerusakan, dll), penegakan diagnosis TB dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis. 22

23 b) Jika terduga TB adalah kelompok terduga TB-RO dan terduga TB dengan HIV positif, harus tetap diupayakan untuk dilakukan penegakan diagnosis TB dengan TCM TB, dengan cara melakukan rujukan ke layanan Tes Cepat Molekuler terdekat, baik dengan cara rujukan pasien atau rujukan contoh uji. c) Jumlah contoh uji dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan TCM sebanyak 2 (dua) dengan kualitas yang bagus. Satu contoh uji untuk diperiksa TCM, satu contoh uji untuk disimpan sementara dan akan diperiksa jika diperlukan (misalnya pada hasil indeterminate, pada hasil Rif Resistan pada terduga TB yang bukan kriteria terduga TB- RO, pada hasil Rif Resistan untuk selanjutnya dahak dikirim ke Laboratorium LPA untuk pemeriksaan uji kepekaan Lini-2 dengan metode cepat) d) Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan MTB/RIF terdiri atas cairan serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF), jaringan biopsi, bilasan lambung (gastric lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastric aspirate). e) Pasien dengan hasil MTb Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari kriteria terduga TB-RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika terdapat perbedaan hasil, maka hasil pemeriksaan TCM yang terakhir yang menjadi acuan tindakan selanjutnya. f) Jika hasil TCM indeterminate, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil tetap sama, berikan pengobatan TB Lini 1, lakukan biakan dan uji kepekaan. g) Pengobatan standar TB MDR segera diberikan kepada semua pasien TB RR, tanpa menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan OAT lini 1 dan lini 2 keluar. Jika hasil resistensi menunjukkan MDR, lanjutkan pengobatan TB MDR. Bila ada tambahan resistensi terhadap OAT lainnya, pengobatan harus disesuaikan dengan hasil uji kepekaan OAT. h) Pemeriksaan uji kepekaan menggunakan metode LPA (Line Probe Assay) Lini-2 atau dengan metode konvensional i) Pengobatan TB pre XDR/ TB XDR menggunakan paduan standar TB pre XDR atau TB XDR atau menggunakan paduan obat baru. j) Pasien dengan hasil TCM M.tb negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks. Jika gambaran foto toraks mendukung TB dan atas pertimbangan dokter, pasien dapat didiagnosis sebagai pasien TB 23

24 terkonfirmasi klinis. Jika gambaran foto toraks tidak mendukung TB kemungkinan bukan TB, dicari kemungkinan penyebab lain. Faskes yang tidak mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM) TB a) Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM, penegakan diagnosis TB tetap menggunakan mikroskop. b) Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak 2 (dua) dengan kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-Sewaktu atau Sewaktu-Pagi. c) BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan sebagai pasien dengan BTA (+). d) BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif. Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter. e) Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif dan tidak memilki akses rujukan (radiologi/tcm/biakan) maka dilakukan pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) terlebih dahulu selama 1-2 minggu. Jika tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antibiotik, pasien perlu dikaji faktor risiko TB. Pasien dengan faktor risiko TB tinggi maka pasien dapat didiagnosis sebagai TB Klinis. Faktor risiko TB yang dimaksud antara lain: (1) Terbukti ada kontak dengan pasien TB (2) Ada penyakit komorbid: HIV, DM (3) Tinggal di wilayah berisiko TB: Lapas/Rutan, tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh, dll 4. Diagnosis TB Anak Pada anak yang teridentifikasi sebagai terduga TB, maka alur penegakan diagnosis dapat dilihat pada bagan berikut: 24

25 Bagan 2. Alur diagnosis TB Anak Anak dengan satu atau lebih gejala khas TB: Batuk 2 minggu Demam 2 minggu BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya Malaise 2 minggu Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang adekuat Keterangan: Pemeriksaan mikroskopis/tes Cepat Molekuler (TCM) TB *) Dapat dilakukan bersamaan Positif Negatif Contoh uji tidak diperoleh Ada akses foto rontgen toraks dan/atau uji tuberkulin*) Tidak ada akses foto rontgen toraks dan uji tuberkulin Skoring sistem Skor Skor Uji tuberkulin (+) dan/atau ada kontak TB paru**) Uji tuberkulin (- ) dan Tidak ada kontak TB paru**) TB anak terkonfirm asi TB anak Ada kontak TB Tidak jelas pasien paru**) ada/tidak kontak TB Terapi OAT***) Observasi gejala selama 2 minggu dengan pemeriksaan sputum **) Kontak TB Paru Dewasa dan Kontak TB Paru Anak terkonfirmasi bakteriologis Menetap ***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak merespon baik dengan pengobatan adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk. Menghilan g Bukan TB 25

26 Tabel 1. Skoring sistem TB Anak Parameter Skor KontakTB Tidak - Laporan BTA(+) jelas keluarga, BTA (-)/BTA tidak Uji tuberculin (Mantoux) Negatif - - Positif ( 10 mm atau 5 mm pada imunokompromais) Berat Badan/ - BB/TB<90% Klinis gizi buruk - Keadaan Gizi Demam yang - atau BB/U<80% 2 minggu atau BB/TB<70% atau BB/U<60% - - tidak diketahui Penyebabnya Batuk kronik - 3 minggu - - Pembesaran - 1 cm, lebih - - kelenjar limfekolli, aksila, dari 1 KGB,tidak Pembengkakan - Ada - - tulang/sendi panggul, lutut, Foto toraks Normal/ kelainan tidak jelas pembengkaka n Gambaran sugestif (mendukung) TB - - Skor Total Penjelasan: a. Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis atau tes cepat TB) tetap merupakan pemeriksaan utama untuk konfirmasi diagnosis TB pada anak. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk memperoleh spesimen dahak, di antaranya induksi sputum. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan 2 kali, dan dinyatakan positif jika satu spesimen diperiksa memberikan hasil positif. b. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak bergejala namun tidak ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB. Jika gejala menetap, maka anak dirujuk untuk pemeriksaan lebih lengkap. Pada kondisi tertentu di mana rujukan tidak memungkinkan, dapat dilakukan penilaian klinis untuk menentukan diagnosis TB anak. 26

27 c. Berkontak dengan pasien TB paru dewasa adalah kontak serumah ataupun kontak erat, misalnya di sekolah, pengasuh, tempat bermain, dan sebagainya. d. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB resistan obat maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis. e. Selain pada anak yang datang ke faskes dengan gejala atau tanda TB, evaluasi TB juga harus dilakukan pada setiap anak yang berkontak dengan pasien TB. Investigasi kontak pada anak dilakukan sesuai alur berikut: 27

28 Bagan 3. Alur Investigasi Kontak (IK) pada Anak yang berkontak dengan pasien TB sensitif obat Anak berkontak dengan pasien TB sensitif OAT gejala TB Tidak Ada Umur > 5 thn dan HIV (-) Umur < 5 thn atau HIV (+) Tidak perlu PP INH PP INH Follow up rutin Timbul gejala atau tanda TB YA Lihat diagnosis pada Anak alur TB TIDAK Observasi Lengkapi pemberian INH selama 6 bulan Pada anak yang berkontak dengan pasien TB-RO, evaluasi dilakukan oleh spesialis anak. Jika kontak bergejala, maka pemeriksaan contoh uji dilakukan dengan pemeriksaan TCM. Semua kontak anak yang tidak menunjukkan gejala TB, baik yang mendapatkan maupun yang tidak mendapatkan pengobatan pencegahan, tetap harus diobservasi selama 2 tahun. 28

29 5. Diagnosis TB ekstra paru: Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena. Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan keluhan dan gejala saluran nafas yang sesuai, untuk menemukan kemungkinan adanya TB paru. Pemeriksaan tes cepat dengan Tes Cepat Molekuler TB pada beberapa kasus curiga TB Ekstra paru dilakukan dengan contoh uji cairan serebrospinal pada kecurigaan TB meningitis, dan contoh uji kelenjar getah bening berupa biopsi jaringan langsung dan biopsi menggunakan jarum halus (FNAB/Fine Neddle Aspirate Biopsy) dan jaringan (tissue) pada pasien dengan kecurigaan TB kelenjar atau TB jaringan lainnya. 6. Diagnosis TB Resistan OAT Diagnosis TB-RO ditegakkan berdasarkan uji kepekaan M. Tuberculosis dengan metode standar yang tersedia di Indonesia yaitu pemeriksaan molekuler dan konvensional. Pemeriksaan molekuler yang tersedia saat ini adalah Tes Cepat Molekuler TB (TCM) dan Line Probe Assay (LPA). Sedangkan metode konvensional yang digunakan adalah Lowenstein Jensen (LJ) dan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT). Penegakan diagnosis untuk TB-RO di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dilakukan oleh dokter terlatih pemeriksaan TCM TB. Jika FKTP tidak memiliki fasilitas TCM TB, maka pemeriksaan dilakukan oleh laboratorium fasyankes rujukan yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kab/Kota. Selain kriteria terduga TB-RO, pasien TB-RO dapat terdiagnosis dari terduga TB biasa yang terkonfirmasi TB-RO dari hasil pemeriksaan bakteriologis. Oleh sebab itu, maka ketersediaan layanan TB-RO di wilayah yang sudah memiliki akses ke pemeriksaan TCM sangatlah penting. Khusus pada anak yang berkontak erat dengan pasien TB-RO, penegakan diagnosis TB-RO dapat dilakukan secara empiris apabila konfirmasi bakteriologis resistansi OAT sulit untuk dilaksanakan. 29

30 Pada setiap pasien yang terkonfirmasi sebagai pasien TB-RO perlu pemeriksaan: 1) Second Line LPA (SL-LPA) untuk mendeteksi resistansi terhadap fluorokinolon dan obat injeksi lini kedua sebagai dasar menentukan pengobatan TB-RO dengan paduan standar jangka pendek. Biakan dan uji kepekaan menggunakan paket pemeriksaan uji kepekaan (Standardized DST Package/SDP) yang mendeteksi kepekaan terhadap OAT lini pertama dan kedua, yaitu: Isoniazid, Kanamisin, Kapreomisin, Ofloksasin dan Moksifloksasin. Catatan: Petugas laboratorium FKTP yang memiliki alat TCM harus menyimpan salah satu dari 2 contoh uji, sehingga apabila hasil pemeriksaan resistan rifampisin maka contoh uji dapat dikirim ke fasyankes yang mampu melakukan pemeriksaan SL- LPA tanpa harus mengumpulkan contoh uji baru. 7. Diagnosis pada pasien dengan Ko-Morbid Penegakan diagnosis TB pada ODHA maupun DM sama dengan diagnosis TB tanpa ko-morbid, mengikuti Alur Diagnosis TB dan TB RO di Indonesia. Untuk mengetahui komorbiditas dan memberikan tatalaksana yang sesuai, maka penapisan TB dan HIV juga harus dilakukan pada setiap pasien yang terdiagnosis TB. D. Pengelolaan Contoh Uji untuk Pemeriksaan Laboratorium 1. Contoh uji Dahak 2) Cara Pengumpulan Dahak. Untuk menghindari risiko penularan, pengambilan dahak harus dilakukan di tempat terbuka, terkena sinar matahari langsung dan jauh dari risiko menulari pihak lain. Jika keadaan tidak memungkinkan, gunakanlah ruang terpisah yang mempunyai ventilasi yang baik dan sinar matahari langsung. Dianjurkan setelah pengumpulan/ pengambilan dahak, terduga dan petugas segera mencuci tangan dengan sabun dan air. 30

31 Pengumpulan dahak dilakukan dengan urutan sebagai berikut: 1) Beri label pada dinding pot yang memuat nomor identitas sediaan dahak (sesuai TB.06); 2) Berikan pot dahak pada terduga; 3) Dampingi terduga/pasien sewaktu mengeluarkan dahak (dengan memperhatikan arah angin); 4) Terduga membuka tutup pot dan mendekatkan pot ke bibirnya dan membatukkan dahak kedalam pot, kemudian menutup pot dengan erat; 5) Petugas menilai kualitas dan kuantitas dahak yang didapat; 6) Petugas dan terduga/pasien harus cuci tangan dengan sabun dan air. Dahak dikumpulkan/ditampung dalam pot dahak yang transparan, bermulut lebar, berpenampang 5-6 cm, tutup berulir, tidak mudah pecah dan bocor. Pot ini harus selalu tersedia di Fasilitas Kesehatan. Diagnosis TB ditegakkan dengan pemeriksaan 2 spesimen dahak Sewaktu Pagi (SP)/Sewaktu Sewaktu (SS). Idealnya spesimen dahak dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan, namun apabila tidak memungkinkan maka dapat dikumpulkan 2 spesimen dahak pada hari yang sama. Catatan: 1) Faskes yang belum memiliki sarana pemeriksaan dahak SPS agar tidak menunda penegakan diagnosis sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Misalnya bagi terduga / pasien TB yang mendapatkan pelayanan di DPS / RS / Klinik swasta. 2) Hasil pemeriksaan dahak sebaiknya sudah diperoleh dalam waktu kurang dari 7 hari agar penegakan diagnosis TB tidak tertunda. 3) Kasus TB Ekstra paru atau seorang kontak erat pasien TB Paru BTA positip yang mempunyai gejala batuk harus diperiksa dahaknya tanpa menghiraukan lamanya waktu mempunyai gejala batuk tersebut. Pelaksanaan Pengumpulan Contoh Uji Dahak SP: S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat terduga TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, terduga dibekali sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari kedua. 31

32 P (Pagi): dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, setelah bangun tidur dan gosok gigi, Pot kemudian dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasilitas Kesehatan. Pelaksanaan Pengumpulan Contoh Uji Dahak SS: S (sewaktu) pertama: dahak dikumpulkan pada saat terduga TB datang berkunjung pertama kali atau pada pagi hari. S (sewaktu) kedua: dahak dikumpulkan selang 1 (satu) jam setelah pengumpulan dahak sewaktu pertama, lalu diserahkan kepada petugas di Fasilitas Kesehatan Menghindari risiko penularan, pengambilan dahak dilakukan di tempat terbuka, terkena sinar matahari langsung dan jauh dari orang lain. Jika keadaan tidak memungkinkan, gunakanlah ruang terpisah yang mempunyai ventilasi yang baik dan sinar matahari langsung. Dianjurkan setelah pengumpulan/pengambilan dahak, terduga dan petugas segera mencuci tangan dengan sabun dan air. Untuk mendapatkan kulitas dahak yang baik maka perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini: 1) Petugas kesehatan harus memberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak, baik pemeriksaan dahak untuk diagnosis maupun pemeriksaan dahak ulang; 2) Petugas kesehatan memberi penjelasan tentang cara batuk yang benar untuk mendapatkan dahak yang kental dan purulen; 3) Petugas memeriksa kualitas dan kuantitas dahak. Dahak yang baik untuk pemeriksaan adalah kental berwarna kuning kehijauhijauan (mukopurulen) dengan volume 3-5 ml. Apabila mutu dahak tidak memenuhi syarat (air liur), petugas harus meminta terduga untuk mengulang mengeluarkan dahak; 4) Jika tidak ada dahak yang keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai dan harus dimusnahkan sesuai prosedur tetap keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium TB. 32

33 Apabila terduga/pasien sulit mengeluarkan dahak, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: i. Di rumah: malam hari sebelum tidur menelan tablet gliseril guayakolat 200 mg; ii. Di Fasilitas Kesehatan: minum satu gelas teh manis sebelum melakukan olah raga ringan (lari-lari kecil), kemudian menarik nafas yang dalam beberapa kali, kemudian menahan nafas beberapa saat, lalu batukkan dengan kuat untuk mengeluarkan riak/dahak. Waspada terhadap kemungkinan terjadinya Pneumothoraks. b. Pemberian Nomor Identitas Sediaan. 1) Kaca sediaan (end-frosted) dipegang pada kedua sisinya untuk menghindari sidik jari pada badan kaca sediaan. 2) Setiap kaca sediaan diberi nomor identitas sediaan sesuai dengan identitas pada pot dahak dengan menggunakan pinsil 2B. 3) Pemberian nomor identitas sediaan bertujuan untuk mencegah kemungkinan tertukarnya sediaan, baik yang berasal dari Fasilitas Kesehatan itu sendiri maupun dari Fasilitas Kesehatan lain 4) Nomor identitas sediaan terdiri dari 3 kelompok angka dan 1 huruf, sebagai berikut: (1) Kelompok angka pertama terdiri dari 2 angka, misalnya 02, yang merupakan nomor urut kabupaten/kota. (2) Kelompok angka kedua juga terdiri dari 5 angka, misalnya , yang merupakan nomor urut Fasilitas Kesehatan dan nomor urut poli/klinik swasta/dokter Praktik Mandiri. Tiga angka pertama merupakan nomor kode Fasilitas Kesehatan, dua angka berikutnya merupakan nomor kode klinik atau Dokter Praktik Mandiri (DPM) asal pasien TB. Bila sumber pasien TB hanya satu maka ditulis 00. (3) Kelompok angka ketiga terdiri dari 4 angka, misalnya 0117, yang merupakan nomor urut sediaan. Nomor urut sediaan dimulai dengan nomor 001 setiap awal tahun. (4) Huruf A dan B, A menunjukkan dahak sewaktu, B untuk dahak pagi. 33

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K)

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K) TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K) TB paru problem kesehatan global MODALITAS TES CEPAT MENDETEKSI DR-TB & DS-TB TB Resisten Obat meningkat TB HIV +++ METODE DETEKSI KASUS YANG LAMBAT PASIEN TB HIV + PASIEN DIAGNOSIS

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI TUBERKULOSIS DAN KEJADIANNYA Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Pasien TB

Dasar Determinasi Pasien TB Dasar Determinasi Pasien TB K-12 DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal, yaitu:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah: SOP PENATALAKSANAAN TB PARU 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. 2. Tujuan Untuk menyembuhkan pasien, mencegah

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Kasus TB

Dasar Determinasi Kasus TB Dasar Determinasi Kasus TB EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Tuberkulosis paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU Dasar Determinasi Kasus TB EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal,

Lebih terperinci

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 SERI B.25 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KOLABORASI TB-HIV (TUBERKULOSIS-HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Konsep Tuberkulosis ( TB Paru ) a. Etiologi Penyakit TB Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk basil yang dikenal dengan nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan Peran ISTC dalam Pencegahan MDR Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan TB MDR Man-made phenomenon Akibat pengobatan TB tidak adekuat: Penyedia pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Dr. Rr. Henny Yuniarti 23 Maret 2011 Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Cara Penularan Sumber penularan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 21 BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 2.1 Bahan Sediaan obat uji yang digunakan adalah kapsul yang mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 110 Lampiran 2 111 112 Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PETUGAS TB (TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT YANG TELAH DILATIH PROGRAM HDL (HOSPITAL DOTS LINGKAGE)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 TEMA 1 : Tuberkulosis (TB) A. Apa itu TB? TB atau Tuberkulosis adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PUSKESMAS SIMAN Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471 PONOROGO STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Pengertian Tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis Pulmonal (TB Paru) 1. Definisi TB Paru Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru (TB Paru) masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai penyebab utama kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang bersifat 2.1 Tuberkulosis (TB) Paru 2.1.1 Definisi TB Paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA TB paru adalah penyakit yang ditimbulkan karena adanya infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aspek Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Penularan TB tergantung dari lamanya kuman TB berada dalam suatu ruangan, konsentrasi kuman TB di udara serta lamanya menghirup udara,

Lebih terperinci

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. FKUI-RS Persahabatan

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. FKUI-RS Persahabatan Peran ISTC dalam Pencegahan MDR Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan TB-MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia (man-made phenomenon),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis atau lebih sering disebut TB, merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan menular granulomatosa kronik yang paling sering disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIMTOM ANSIETAS Ansietas dialami oleh setiap orang pada suatu waktu dalam kehidupannya. Ansietas adalah suatu keadaan psikologis dan fisiologis yang dicirikan dengan komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Pengertian Tuberkulosis Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis Mycobakterium tuberculosa. Sebagian

Lebih terperinci

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang manusia dengan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DAN

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DAN EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DAN DETERMINAN KEJADIAN TUBERKULOSIS DI RUMAH TAHANAN NEGARA/ LEMBAGA PEMASYARAKATAN SE EKS KARESIDENAN SURAKARTA TESIS Agung Setiadi S501108003 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tuberkulosis 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang dapat mengenai berbagai organ tubuh, tetapi paling sering mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkolusis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru (TB Paru) 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang bersifat kronis (menahun) dan sudah lama menjadi permasalahan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Anak A.1. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. 9,10 Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAHAK SPS DI RAWAT INAP No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 / 1 RSKB RAWAMANGUN STANDAR PROSEDUR OPERASION AL. dr, Elviera Darmayanti, MM

PENGUMPULAN DAHAK SPS DI RAWAT INAP No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 / 1 RSKB RAWAMANGUN STANDAR PROSEDUR OPERASION AL. dr, Elviera Darmayanti, MM PENGUMPULAN DAHAK SPS DI RAWAT INAP OPERASION AL dr, Elviera Darmayanti, MM PENGERTIAN Pengambilan dahak sebagai penunjang penegakan diagnosa TB dengan pemeriksaan 3 spesimen Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

KEBIJAKAN PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS KEBIJAKAN PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT JAKARTA 2017 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. 2 DAFTAR SINGKATAN 3 I. DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Berobat Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Bal/TB/VIII/205 / Plt. Kepala NIP. 96623 98603 068 Pengertian Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk pencatatan dan pelaporan pasien TB yang disusun dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

HASIL DISKUSI KELOMPOK RKD TBC PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

HASIL DISKUSI KELOMPOK RKD TBC PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA HASIL DISKUSI KELOMPOK RKD TBC PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA Isu TBC &Target Pencapaian Tahun 2018-2019 Angka Penemuan Kasus (Missing Case) Angka Kepatuhan Minum Obat Case Detection Rate (CDR) >70% Success

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) atau dalam program kesehatan dikenal dengan TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan oleh kuman Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis (TB) 1. Definisi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.

Lebih terperinci

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP)

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP) PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP) DR.dr.H.RACHMAT LATIEF, SPpD-KPTI.,M.Kes., FINASIM Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

MULTI DRUG RESISANT TUBERCULOSIS (MDR-TB): PENGOBATAN PADA DEWASA

MULTI DRUG RESISANT TUBERCULOSIS (MDR-TB): PENGOBATAN PADA DEWASA MULTI DRUG RESISANT TUBERCULOSIS (MDR-TB): PENGOBATAN PADA DEWASA Sumardi Divisi Pulmonologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUGM / KSM Pulmonologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Abstract Tuberculosis treatment

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena kesulitan yang dihadapi untuk mendiagnosis TB paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB paling sering menjangkiti paru-paru dan TB paru sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Brunner & Suddarth,

Lebih terperinci

LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien. Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU

LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien. Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Kasus 1 IbuMariam, berumur37 tahun, datangkers H Adam Malik dengan keluhan batuk-batuk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN NOMOR RESPONDEN PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER Berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar tuberkulosis menyerang organ paru-paru, namun bisa juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Distribusi Penyakit Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses destruksi yang terjadi pula secara simultan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium 75 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang menyerang paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium Tuberculosis. TB Paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Rutan Kelas I Surakarta, Rutan Kelas IIB Wonogiri, Lapas Kelas IIA Sragen dan Lapas Kelas IIB Klaten.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Tuberkulosis paru 1. Definisi TB Paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Gambaran Umum TBC Paru a. Definisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? BAB XXV Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? Pencegahan TB Berjuang untuk perubahan 502 TB (Tuberkulosis) merupakan

Lebih terperinci

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB), penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, sejak ditemukan di abad 20 telah menjadi masalah kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB), merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan tetap menjadi salah satu penyakit menular mematikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya Tuberkulosis terjadi pada paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini menyebar dan ditularkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini menyebar dan ditularkan 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

Lebih terperinci