BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Legitimasi Legitimasi adalah kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan putusan peradilan, dapat juga diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, kebijakan, dan keputusan yang diambil seorang pemimpin. Dalam konteks legitimasi, hubungan antara pemimpin dengan masyarakat yang dipimpin adalah bagaimana masyarakat mau menerima atau menolak suatu keputusan atau kebijakan yang diambil oleh pemimpin. Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Chrisnoventie (2012) menyatakan legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma dan nilai sosial, serta reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan. Terkait dengan kantor pelayanan pajak, teori legitimasi menekankan bahwa kantor pelayanan pajak harus memiliki norma dan etika yang dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kualitas audit, teori legitimasi menganggap bahwa kantor pelayanan kantor pajak memiliki potensi hukum jika dalam melaksanakan fungsinya tidak sesuai dengan norma dan etika dari masyarakat. Sehingga dalam pelaksanaannya, kantor pelayanan pajak merasa bahwa 8

2 9 keberadaannya dan segala aktivitasnya terlegitimasi hukum yang berlaku di masyarakat. B. Teori Sinyal Teori sinyal merupakan teori yang menyatakan bagaimana seharusnya pihak perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi akurat mengenai nilai-nilai perusahaan yang tidak diketahui oleh pihak luar terhadap keputusan investasi. Menurut Hartono dalam Soeprihadi (2011), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor untuk mengambil suatu keputusan berinvestasi. Informasi yang akurat, lengkap, relevan, dan tepat waktu akan sangat diperlukan oleh para investor dalam pengambilan suatu keputusan. Saat informasi telah diterima, investor terlebih dahulu menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Investor akan mempertimbangkan prospek mana yang lebih baik dalam melakukan investasi. Salah satu informasi yang menjadi sinyal baik bagi pihak di luar perusahaan adalah laporan keuangan tahunan. Karena di dalam laporan keuangan tahunan perusahaan mengungkapkan semua informasi yang terkait dengan kondisi keuangan maupun non keuangan perusahaan.

3 10 C. Teori Perkembangan Moral Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya (Kohlberg, 1958). Teori ini menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral yang merupakan dasar dari perilaku etis memiliki enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti oleh Jean Pieget (1932), yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya. Kohlberg mengelompokkan tahap perkembangan moral ke dalam tiga tingkatan, yaitu : Tingkat 1 (Pra-Konvensional) Tingkat pra-konvensional merupakan tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini orang-orang membuat suatu keputusan berdasarkan pada konsekuensinya langsung, yaitu imbalan (hadiah) dan hukuman. Tingkat ini terdiri dari dua tahapan awal perkembangan moral, yaitu :

4 11 1. Tahap 1 : Orientasi kepatuhan dan hukuman Dalam tahap pertama ini, seseorang memfokuskan diri pada kosekuensi langsung dari tindakannya yang dirasakan sendiri. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas hukuman. Seseorang patuh karena ada sesuatu yang menuntutnya untuk patuh. Hukuman merupakan dasar yang menuntut seseorang untuk menjadi patuh. Semakin keras hukuman yang diberikan maka seseorang akan menjadi semakin patuh dan melakukan tindakan yang dianggap benar secara moral. 2. Tahap 2 : Orientasi minat pribadi Dalam tahap ini penalaran moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri. Penalaran tahap ini kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap jika kebutuhan tersebut juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri. Akibatnya tahap ini beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Perhatian kepada orang lain dalam tahap ini tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Tingkat 2 (Konvensional) Seseorang dalam tahap ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan pandangan dan harapan sosial (masyarakat). Seseorang patuh pada standarstandar (internal) tertentu tetapi tidak mematuhi standar-standar (internal) yang lainnya. Tindakan seseorang dalam tahap ini didasarkan pada norma-norma

5 12 konvensional dari kelompok sosialnya (masayarakat). Tingkat konvensional terdiri dari dua tahapan menengah perkembangan moral, yaitu : 3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas Dalam tahap ini, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Seseorang menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Suatu tindakan yang baik adalah yang membuat orang senang dan orang lain setuju atas apa yang dilakukannya. Seseorang berupaya membuat dirinya wajar seperti pada umumnya orang lain bertindak (Febrianty, 2011). 4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban. Tahap ini menjunjung tinggi otoritas peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dan pemeliharaan ketertiban sosial. Tindakan yang baik dilakukan dengan menjalankan kewajiban dan menghormati otoritas. Tingkat 3 (Pasca-Konvensional) Tingkat pasca-konvensional merupakan tingkat tertinggi dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Kenyataan bahwa seseorang adalah entitas yang terpisah dari masyarakat semakin jelas. Pada tingkat ini seseorang berupaya mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan berusaha merumuskan prinsip-prinsip yang sah (valid) dan yang dapat

6 13 diterapkan. Tingkat pasca-konvensional terdiri dari dua tahap akhir perkembangan moral, yaitu : 5. Orientasi kontrak sosial Pada tahap ini seseorang berpandangan bahwa nilai-nilai dan aturanaturan adalah bersifat relatif dan standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang mengartikan benar atau salahnya suatu tindakan atas hak-hak individu dan norma-norma yang sudah teruji di masyarakat (Febrianty, 2011). Dengan nilai-nilai dan aturan-aturan yang bersifat relatif, maka yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah demi tercapainya kebaikan bersama. 6. Prinsip etika universal Pada tahap ini penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak dengan menggunakan prinsip etika universal. Suatu tindakan yang benar atau salah ditentukan oleh keputusan hati nurani. Bila menghadapi konflik secara hukum dan suara hati, seseorang cenderung akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi. Impilikasi dari teori Kohlberg (Tarigan dan Heru, 2005) adalah orang pada level pra-konvensional melihat sesuatu hanya dari pandangan egosentris mereka sehingga hanya dapat mempertahankan keputusannya dengan mengacu pada kepentingan mereka sendiri. Orang pada level konvensional melihat sesuatu hanya dari pandangan kelompok sosial mereka sehingga mengacu pada normanorma kelompoknya karena itu hanya diterima oleh individu dari kelompoknya

7 14 saja. Sedangkan orang pada level pasca-konvensional tingkat perkembangan moralnya dalam mempertahankan keputusan jauh lebih baik dibanding level sebelumnya. Mereka memiliki kemampuan untuk melihat sesuatu dari perspektif yang mencoba mempertimbangkan tiap orang yang dipengaruhi oleh keputusan moralnya. Mereka mengacu pada prinsip-prinsip etika yang tidak memihak dan beralasan sehingga lebih dapat diterima oleh tiap orang yang rasional. D. Pemeriksaan Pajak 1. Kualitas Pemeriksaan Pajak Berdasarkan Kamus Besar bahasa Indonesia kualitas merupakan tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. Sedangkan menurut Josep M. Juran (1962) yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005:11), definisi kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas merupakan suatu kepuasan dari suatu hal yang sesuai dengan apa yang diharapkan. De Angelo (1981) dalam Kisnawati (2012) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien. Kualitas audit dalam pemeriksaan pajak lebih ditekankan pada hasil pemeriksaan yang didukung dengan bukti audit yang kuat dan kompeten serta dapat diselesaikan tepat wakatu (Darosi, 2009).

8 15 Pengertian pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2009:50) adalah sebagai berikut : Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan. Sedangkan definisi pemeriksaan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pasal 1 ayat 2 berbunyi : Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. Sehingga dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pemeriksaan pajak adalah suatu tingkat kepuasan atas pemeriksaan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan tujuan yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan yang berlaku. Kualitas pemeriksaan pajak terjadi jika pemeriksa pajak dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada kesalahan (errorness) ataupun kecurangan (fraud) dalam data keterangan, dan/atau bukti milik wajib pajak. Pandangan pemeriksa pajak terhadap kualitas pemeriksaan pajak terjadi jika mereka bekerja secara profesional sesuai dengan kode etik dan standar pemeriksaan dalam undang-undang perpajakan yang berlaku.

9 16 Pemeriksaan yang baik harus dilaksanakan secara profesional dan sesuai dengan standar serta dapat meningkatkan penerimaan pajak sehingga akan menghasilkan kualitas pemeriksaan yang sesuai dengan harapan. Menurut Nurmantu dalam Kurniawan (2006) pemeriksaan pajak yang dilakukan secara profesional dan sesuai pada undang-undang perpajakan yang berlaku memiliki pengaruh yang kuat untuk menghalang-halangi wajib pajak melakukan penghindaran pajak (tax evasion), baik wajib pajak yang diperiksa maupun wajib pajak yang lainnya, sehingga mereka berusaha untuk patuh terhadap peraturan perpajakan. Pemeriksaan pajak yang dilakukan secara profesional harus dilakukan oleh pemeriksa pajak yang memiliki kualitas tinggi sesuai dengan standar umum pemeriksaan pajak yang diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER 9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. 2. Tujuan Pemeriksaan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

10 17 Pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan lain, di antaranya adalah : a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan; b. Penghapusan NPWP; c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib pajak mengajukan keberatan; e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; f. Pencocokkan data dan/atau alat keterangan; g. Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil; h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN; i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak; j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perapajakan; dan/atau k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra perjanjian penghidaran pajak berganda. 3. Ruang Lingkup dan Kriteria Pemeriksaan Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, ruang lingkup pemeriksaan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.

11 18 Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, kriteria pemeriksaan dalam pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam hal wajib pajak : a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar; b. Telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; c. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi; d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meniggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; e. Melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap; f. Tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko; atau g. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko. 4. Tahapan-Tahapan Pemeriksaan a. Persiapan pemeriksaan Agar mendapatkan hasil pemeriksaan pajak yang optimal, pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan perencanaan dan perisapan yang baik. Dengan persiapan yang baik akan mengarahkan pelaksanaan pemeriksaan berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan pemeriksaan. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:286) persiapan pemeriksaan ialah : Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan seperti mempelajari berkas wajib pajak/berkas data, menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak, mengidentifikasi masalah, melakukan pegenalan lokasi wajib pajak, menentukan buku-buku

12 19 dan dokumen yang akan dipinjam, dan menyediakan sarana pemeriksaan. Persiapan pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan segala informasi mengenai wajib pajak agar pelaksanaan pemeriksaannya dapat terarah. Dengan memperoleh informasi wajib pajak, pemeriksa dapat menentukan teknik dan metode pemeriksaan apa yang sesuai dengan kriteria wajib pajak. Persiapan pemeriksaan yang harus dilakukan dilakukan oleh pemeriksa adalah (1) mengumpulkan dan mempelajari data wajib pajak, (2) menyusun rencana pemeriksaan yang mencakup kriteria dan jenis pemeriksaan yang digunakan, ruang lingkup pemeriksaan, dan waktu pemeriksaan, (3) menyusun program pemeriksaan secara mandiri, objektif, dan profesional, serta (4) menyiapkan sarana pemeriksaan. b. Pelaksanaan pemeriksaan Menurut Siti Kurnia Rahayu dalam bukunya Perpajakan Indonesia : Konsep dan Aspek Formal (2009: 292) pelaksanaan pemeriksaan ialah : Serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa dan meliputi memeriksa di tempat wajib pajak, melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern, memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan, melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatancatatan, dan dokumen-dokumen, melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga, memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak dan nelakukan sidang penutupan (Closing Conference). Serangkaian kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas (2003:67) dalam bukunya Perpajakan Indonesia meliputi :

13 20 (1) Memeriksa di tempat wajib pajak Pemeriksaan dilakukan di tempat wajib pajak baik kantor, pabrik, tempat usaha maupun tampat lain yang ada kaitannya dengan kegiatan usaha wajib pajak. (2) Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern Sebagai dasar untuk menentukan pengujian/pemeriksaan yang harus dilakukan, pemeriksa harus mengetahui kuat/lemahnya sistem pengendalian perusahaan wajib pajak yang diperiksanya. (3) Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan Pemeriksa melakukan penelaahan dan menyusun kembali program pemeriksaan yang telah dibuatnya pada tahap persiapan pemeriksaan setelah mendapatkan informasi pada pemeriksaan di tempat wajib pajak dan mengamati hasil penilaian atas sistem pangendalian intern. Tujuan dalam tahap ini adalah meyakinkan angka-angka dalam SPT dan membandingkannya dengan pembukuan wajib pajak serta menentukan apakah angka-angka tersebut telah sesuai dengan peratuan perpajakan. (4) Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga Bertujuan untuk meyakinkan kebenaran data/informasi wajib pajak dengan bukti-bukti yang diperoleh dari pihak ketiga (independen). (5) Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak

14 21 Menjelaskan hasil pemeriksaan mengenai koreksi fiskal yang telah dilakukan terhadap pembukuan wajib pajak. Wajib pajak diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapat mengenai hasil pemeriksaan tersebut. (6) Melakukan sidang penutupan (closing conference) Tujuannya adalah membuat berita acara hasil pemeriksaan yang harus ditandatangani oleh wajib pajak dan pemeriksa pajak. Isi dari berita acara hasil pemeriksaan memuat seluruh koreksi yang telah disetujui oleh wajib pajak dan pendapat wajib pajak yang telah atau tidak disetujui oleh pemeriksa pajak. c. Pelaporan hasil pemeriksaan Pada akhir pemeriksaan, seluruh rangkaian kegitan pemeriksaan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disusun oleh pemeriksa sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan. LHP merupakan ikhtisar atas semua rangkaian kegiatan pelaksanaan dan hasil pelaksanaan pemeriksaan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 9/PJ/2010, LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan merupakan suatu hal yang sensitif karena terkait dengan penilaian dan evaluasi kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan

15 22 kewajiban perpajakannya yang diadasarkan dari kertas kerja pemeriksaan. Temuan-temuan hasil pemeriksaan berimplikasi pada penetapan pajak beserta sansksi administratif atau bahkan sanksi pidana, maka pemeriksa pajak wajib menyampikan Surat Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak untuk memberikan hak kepada wajib pajak dalam menanggapi temuan hasil pemeriksaan, dan hak hadir wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan. 5. Jangka Waktu Pemeriksaan Jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan pajak lebih terikat dibanding pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik. Jangka waktu pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik tidak diatur secara khusus dalam norma pemeriksaan akuntan. Karena lamanya waktu pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik tergantung pada standar mutu atau kondisi pengendalian intern perusahaan. Sedangkan lamanya pemeriksaan pajak ditetapkan jangka waktunya, mengingat adanya kriteria dan jenis pemeriksaan. Jangka waktu pemeriksaan pajak dibatasi oleh undangundang perpajakan dengan menghubungkan batas waktu penyelesaian restitusi pajak dan penyelesaian keberatan. Menurut Pasal 15 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, terdapat perbedaan waktu pemeriksaan antara Pemeriksaan Kantor dengan Pemeriksaan Lapangan.

16 23 Jangka waktu pemeriksaan kantor diperlukan paling lama 4 (empat) bulan dihitung sejak wajib pajak atau perwakilan dari wajib pajak datang memenuhi Surat Panggilan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan, dan dengan alasan tertentu, pemeriksaan kantor dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan. Sedangkan jangka waktu pemeriksaan lapangan dibutukan paling lama 6 (enam) bulan sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada wajib pajak atau perwakilan dari wajib pajak sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan, dan dengan alasan tertentu, pemeriksaan lapangan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan. Dalam hal pemeriksaan dilakukan karena wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang- Undang KUP, jangka waktu pemeriksaan kantor dan/atau pemeriksaan lapangan harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pajak tersebut. Dalam melakukan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan, baik pemeriksaan kantor maupun pemeriksaan lapangan, pemeriksa pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada wajib pajak. 6. Standar Pemeriksaan Standar pemeriksaan merupakan pedoman umum bagi pemeriksa pajak untuk membantu memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam

17 24 melaksanakan pemeriksaan. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 Bab II menjelaskan tantang Standar Pemeriksaan sebagai berikut. a. Standar umum, merupakan standar yang bersifat pribadi terkait dengan persyaratan dan mutu pemeriksa pajak, antara lain. (1) Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama. (2) Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara. (3) Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan. b. Standar pelaksanaan (1) Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama. (2) Luas pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan pemeriksaan. (3) Persiapan pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu : (a) mengumpulkan dan mempelajari data wajib pajak, (b) menyusun

18 25 rencana pemeriksaan, (c) menyusun program pemeriksaan, dan (d) menyiapkan sarana pemeriksaan untuk kelancaran dan kelengkapan dalam pemeriksaan. (4) Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan, Pedoman Pemeriksaan, dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan. (5) Temuan pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (6) Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim pemeriksa pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim. (7) Tim Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun instansi lain yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli. (8) Laporan tenaga ahli yang digunakan dalam pemeriksaan merupakan bagian dari KKP. Laporan tersebut antara lain berisi tujuan, langkahlangkah yang dilakukan, informasi yang dihasilkan dan pendapat atau simpulan dari tenaga ahli yang bersangkutan.

19 26 (9) Apabila diperlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersamasama dengan tim pemeriksa dari instansi lain. (10) Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, di tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak, di tempat tinggal wajib pajak, atau ditempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak. (11) Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja. (12) Pelaksanaan pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP. c. Standar pelaporan (1) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup yang diperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat simpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan. (2) LHP antara lain berisi Penugasan pemeriksaan, identitas wajib pajak, pembukuan atau pencatatan wajib pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, data/informasi yang tersedia, lampiran yang diwajibkan, buku/catatan/dokumen/data/keterangan lain yang dipinjam, materi

20 27 yang diperiksa, uraian hasil pemeriksaan, penghitungan pajak terhutang, dan simpulan serta saran pemeriksa pajak. (3) LHP disusun dan ditandatangani oleh ketua tim dan anggota tim. (4) LHP ditelaah dan ditandatangani oleh supervisor. (5) Penelaahan LHP untuk memastikan bahwa pemeriksaan telah sesuai dengan rencana pemeriksaan, pemilihan prosedur pemeriksaan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan dan didasari oleh objektivitas dan profesionalisme pemeriksa pajak, serta semua data/informasi yang diketahui tim pemeriksa telah dilaporkan dalam LHP. (6) LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 untuk mengetahui apakah pospos yang diperiksa telah sesuai dengan rencana pemeriksaan dan dasar hukum koreksi telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. E. Independensi Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 disebutkan bahwa seorang pemeriksa pajak harus bersikap independen, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan/kondisi/perbuatan dan/atau wajib pajak yang diperiksanya. Menurut Mulyadi dalam bukunya, Auditing (2005:26), independensi adalah :

21 28 Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada pihak lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Sedangkan menurut Soekrisno Agoes (2004:35), independensi adalah tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Kepercayaan masyarakat umum akan independensi pemeriksa pajak sangat penting bagi terlaksananya pemeriksaan yang sesuai dengan standar dan undangundang perpajakan yang berlaku. Sekarang-sekarang ini, kepercayaan masyarakat mulai menurun akibat adanya kasus-kasus yang menimbulkan kurangnya independensi dalam diri pemeriksa pajak. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa pajak harus memahami prinsip-prinsip pelayanan kepentingan publik serta menjunjung tinggi integritas, objektivitas, dan independen (Dodik dan Jati, 2009). Berdasarkan standar umum pemeriksaan pajak, disebutkan bahwa seorang pemeriksa pajak dituntut untuk selalu jujur dan bersih dari tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan publik/negara di atas kepentingan pribadi. Dalam kenyataannya pemeriksa pajak seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap independensinya. Ketika melaksanakan tugas profesionalnya, pemeriksa mungkin menghadapi tekanan dan atau konflik manajemen entitas yang diperiksa serta keadaan yang dapat mengganggu sikap independensi pemeriksa pajak. Menurut standar umum pemeriksaan pajak dalam

22 29 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010, gangguan independensi yang mungkin dialami oleh pemeriksa pajak adalah sebagai berikut. 1) Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan wajib pajak; 2) Memiliki kepentingan keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan wajib pajak; 3) Pernah bekerja atau memberikan jasa di bidang yang berhubungan dengan masalah perpajakan, akuntansi, ataupun keuangan kepada wajib pajak dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir; 4) Memiliki teman dekat/keluarga yang bekerja dalam posisi kunci di tempat wajib pajak; atau 5) Keadaan/kondisi/perbuatan tertentu lainnya yang menurut pandangan pihak lain dapat mengganggu indepedensi pemeriksa pajak. Jika pemeriksa pajak mengalami gangguan independensi seperti yang disebutkan di atas, pemeriksa pajak harus segera menarik diri dari tim pemeriksaan dan secepatnya memberitahukan kepada Kepala Unit Pelaksanan Pemeriksaan (UP2) tentang adanya gangguan independensi tersebut. Selanjutnya, Kepala UP2 harus segera mengambil tindakan untuk mengatasi gangguan independensi tersebut. F. Kompetensi Standar umum pemeriksaan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 menyatakan bahwa pemeriksa pajak telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama. Pernyataan tersebut mengisyaratkan adanya syarat kompetensi untuk menjadi seorang pemeriksa pajak, baik sebagai individu maupun tim. Dalam menunjang

23 30 pelaksanaan tanggung jawab profesionalnya sebagai pemeriksa pajak, pendidikan yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak sangat diperlukan. Seorang pemeriksa pajak, selain mendapat pendidikan formal dan pelatihan teknis, juga harus mampu menggunakan keterampilan yang telah diperoleh dari pengalamannya selama bekerja secara cermat dan seksama. Keterampilan yang didukung dari pengalaman pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya akan mengurangi tingkat kesalahan dalam pemeriksaan (Widhiati, 2005 dalam Dodik & Jati, 2009). Kompetensi auditor/pemeriksa adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaannya dengan benar (Rai, 2008 dalam Sukriah, dkk). Dalam melaksanakan pemeriksaan, seorang pemeriksa harus memiliki standar mutu yang baik, pengetahuan yang memadai, serta keahlian/keterampilan khusus di bidangnya. Dalam hal pemeriksaan pajak, seorang pemeriksa pajak harus memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian dalam bidang perpajakan, akuntansi, dan pemeriksaan (auditing). Selain itu, pemeriksa pajak juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik secara jelas dan efektif. Pemeriksa pajak yang melaksanakan pemeriksaan harus dapat memelihara dan meningkatkan keahlian dan kompetensinya melalui pendidikan berkelanjutan yang dapat berupa diklat-diklat, kursus, ataupun seminar. Pemeriksa pajak wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat, seksama, objektif,

24 31 independen, dan selalu menjaga integritas dalam pelaksanaan pemeriksaan hingga penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). G. Sensitivitas Etika Profesi Etika terkait dengan bagaimana kita bertindak, memilih, berperilaku, dan melakukan sesuatu. Etika berhubungan dengan norma-norma, standar perilaku yang sesuai dan benar. Pengambilan keputusan etis meliputi kategori, konsep, dan bahasa dasar etika bagaimana seharusnya, sebaiknya, hal dan tanggung jawab, kebaikan, kewajaran, keadilan, kejujuran, dan seterusnya. Keputusan yang memiliki implikasi etis merupakan keputusan pada tingkat dimana dapat mempengaruhi kesejahteraan-kebahagiaan, harga diri, integritas, kebebasan, rasa hormat dari orang-orang yang terlibat (Hartman dan Desjardins, 2008). Nilai atau norma etika tidak hanya dimiliki oleh satu atau segolongan orang saja, tetapi milik sekolompok masyarakat. Dengan nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan memiliki tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama. Nilai-nilai etika dijadikan landasan dalam berperilaku bagi sekelompok masyarakat, yaitu masyarakat profesional. Sekelompok masyarakat ini menjadikan etika profesi sebagai standar nilai pekerjaannya. Etika profesi diperlukan oleh setiap profesi, khususnya profesi pemeriksa yang membutuhkan kepercayaan dari publik (Dodik dan Jati, 2009). DJP telah membuat pedoman yang mengikat bagi para pemeriksa pajak berupa Kode Etik Pegawai DJP yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri

25 32 Keuangan Nomor 1/PM.3/2007 tentang Kode Etik Pegawai DJP. Kode etik ini merupakan norma-norma yang wajib dipatuhi oleh setiap pegawai pajak dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta dalam pergaulan sehari-hari. Dalam menjalakan tugasnya, pemeriksa harus dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan menjaga integritasnya demi menciptakan dan memelihara perilaku yang profesional. Sensitivitas etika didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengetahui bahwa suatu situasi memiliki makna etika ketika situasi tersebut dialami individuindividu (Shaub, 1989 dalam Febrianty, 2011), yaitu kemampuan untuk mengetahui masalah-masalah etika. Pemeriksa pajak diharapkan dapat lebih sensitif dalam memahami masalah etika profesi saat melaksanakan pemeriksaan. Pemeriksa harus menjalankan tanggung jawab profesionalnya sesuai dengan standar etika. Jadi, sensitivitas etika merupakan kemampuan diri seseorang untuk menyadari adanya nilai-nilai etika dalam suatu keputusan. H. Penelitian Terdahulu Darosi (2009) melakukan penelitian pada pejabat fungsional pemeriksa pajak di Kantor Wilayah DJP Jawa timur I, II, dan III mengenai pengaruh independensi, kompetensi, etika terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak dan implikasinya pada kualitas audit pajak. Hasil yang didapatkan adalah independensi dan etika

26 33 memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit pajak, sedangkan kompetensi berpengaruh tidak signifikan terhadap kualitas audit pajak. Selain itu, penelitian mengenai pengaruh kompetensi pemeriksa pajak terhadap kualitas pemeriksaan pajak dengan tekanan waktu sebagai variabel pemoderasi yang dilakukan oleh Emik Suyani (2009) menunjukkan bahwa kompetensi pemeriksa pajak berpengaruh signifikan terhadap kualitas pemeriksaan pajak. Penelitian yang dilakukan pada seluruh pemeriksa pajak di Kanwil DJP Jawa Timur I ini juga menyimpulkan bahwa interaksi kompetensi dan tekanan waktu tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pemeriksaan pajak. Arfan (2010) melakukan penelitian pada pemeriksa pajak KPP Pratama wilayah kota Bandung mengenai analisis kualitas pemeriksa pajak terhadap kualitas pemeriksaan pajak rutin. Hasilnya dapat disimpulkan bahwa kualitas pemeriksa pajak memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas pemeriksaan pajak rutin. Artinya semakin berkualitas seorang pemeriksa pajak akan semakin berkualitas pula pelaksanaan dan hasil pemeriksaan pajak. I. Kerangka Pemikiran Sistem perpajakan yang diterapkan di Indonesia saat ini menganut ssitem Self Assessment dimana wajib pajak diberikan kepercayaan dalam menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terhutangnya. Dengan memberikan nilai

27 34 tinggi terhadap kebebasan wajib pajak tersebut, pemerintah harus menetapkan pembatasan terhadap wajib pajak agar tidak terjadinya penyalahgunaan kebebasan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Salah satu konsekuensi diberlakukannya sistem Self Assessment adalah dilakukannya pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak oleh pemeriksa pajak untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010, pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Profesi pemeriksa pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan wajib pajak. Salah satu fungsi pemeriksa pajak adalah menghasilkan informasi yang akurat dan dapat diandalkan untuk pengambilan sebuah keputusan dalam melihat tingkat kepatuhan wajib pajak sehingga pemeriksa dituntut harus memiliki kemampuan professional dalam melakukan tugasnya. Pemeriksa juga dituntut untuk dapat melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan menghasilkan LHP yang berkualitas. Tuntutan ini terjadi akibat adanya konflik antara pihak internal dan eksternal seperti dalam banyak kasuskasus perpajakan yang terjadi saat ini. Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa pemeriksaan (audit) merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kompetensi dan independensi untuk memeriksa apakah hasil pemeriksaan telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Alim dkk (2007) dan

28 35 Christian (2002) menemukan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kulitas audit/ pemeriksaan. Pemeriksa harus dapat mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan pemeriksaan harus dengan dukungan sikap yang independen. Selain itu, Dodik dan Jati (2008) menyatakan sensitivas etika terhadap pemahaman kode etik pemeriksa akan mengarahkan pada sikap, tingkah laku, dan perbuatan pemeriksa dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya untuk menjaga kualitas mutu sebagai pemeriksa dan citra institusi pemeriksa. Pemeriksa pajak harus dapat berupaya memelihara mutu pemeriksa dan integritasnya serta menjaga citra dan martabat DJP. Berdasarkan deskripsi yang telah dijelaskan di atas, maka sebagai kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

29 36 J. Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen 1. Independensi Pemeriksa Pajak Terhadap Kualitas Pemeriksaan Pajak Independensi pemeriksa pajak merupakan suatu kondisi dimana sikap seorang pemeriksa pajak tidak memihak dan tidak mudah dipengaruhi oleh pihak mana pun dalam melaksanakan dan memberikan kesimpulan terhadap pemeriksaan pajak. Standar umum pemeriksaan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, sangat menekankan suatu pemeriksaan harus dilindungi dari sikap independensi, jujur dan bersih seorang profesi pemeriksa pajak. Pemeriksa harus dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa agar dapat menghasilkan pemeriksaan yang berkualitas. Dengan kata lain, jika seorang pemeriksa bersikap independen dalam melakukan pemeriksaan, maka akan semakin berkualitas hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Penelitian Christiawan (2002) dan Alim dkk (2007) menunjukkan bahwa independensi berpengaruh terhadap kualitas pemeriksaan. Hal ini diperkuat dalam penelitian Darosi (2009) yang juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara independensi dengan kualitas pemeriksaan.

30 37 2. Kompetensi Pemeriksa Pajak Terhadap Kualitas Pemeriksaan Pajak Kompetensi pemeriksa pajak merupakan kemampuan pemeriksa pajak dalam menerapkan pengatahuan, keahlian dan pengalaman yang dimilikinya dalam melaksanakan pemeriksaan pajak dengan teliti, cermat, dan seksama. Pengalaman seorang pemeriksa pajak sebagai kualitas kompetensi akan menunjang pelaksanaan pemeriksaan pajak. Berdasarkan standar umum pemeriksaan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, seorang pemeriksa pajak harus mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak dan digunakan secara cermat dan seksama. Pemeriksa pajak harus memiliki pengatahuan dan keahlian di bidang perpajakan, akuntansi, dan audit. Jadi, dapat dipahami bahwa pemeriksaan yang berkualitas harus dilaksanakan oleh pemeriksa yang memiliki tingkat kompetensi yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Sukriah dkk (2009) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kualitas pemeriksaan. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Faisal (2012) yang juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara independensi dengan kualitas pemeriksaan.

31 38 3. Sensitivitas Etika Profesi Pemeriksa Pajak Terhadap Kualitas Pemeriksaan Pajak Sensitivitas etika merupakan kemampuan diri seseorang untuk mengakui nilai-nilai etika dari sebuah keputusan. Pemahaman etika mengarahkan pada sikap, tingkah laku, dan perbuatan pemeriksa dalam mencapai hasil pemeriksaan yang lebih baik dan berkualitas. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007 tentang Kode Etik Pegawai DJP, salah satu tujuan kode etik ini adalah menciptakan perilaku yang profesional dan meningkatkan kinerja pegawai. Peningkatan kinerja dalam hal pemeriksaan pajak berarti meningkatnya kualitas pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak yang peka terhadap masalah etika profesinya. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa pajak harus ditunjang dengan sikap, etika, dan moral yang baik sehingga akan menghasilkan pelaksanaan pemeriksaan yang objektif dan sesuai dengan standar. Hasil penelitian Wahyuni (2013) dan Darosi (2009) menyatakan bahwa sensitivitas etika profesi berpengaruh terhadap kualitas pemeriksaan/audit.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. a. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. a. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan) BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Landasan Teori a. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan) Dalam Theory of Reasoned Action (TRA) dijelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. untuk Tujuan Lain. Kedua bentuk pemeriksaan ini pada dasarnya merupakan

BAB V PENUTUP. untuk Tujuan Lain. Kedua bentuk pemeriksaan ini pada dasarnya merupakan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pelaksanaan pemeriksaan pajak terdiri dari 2 tujuan, yang pertama adalah pemeriksaan pajak yang bertujuan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dan yang Kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

2015, No Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan diubah sebagai berikut: 1. Kete

2015, No Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan diubah sebagai berikut: 1. Kete BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1468, 2015 KEMENKEU. Pemeriksaan. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu BAB II LANDASAN TEORI Dalam penelitian ini penulis akan membahas atau menganalisis hubungan antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK

JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK -1- JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK Kebijakan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses

BAB 2 LANDASAN TEORI. Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.Pemahaman Pajak Pengertian pajak menurut Edwin R. A. Seligman Tax is compulsory Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses incurred in the common interest

Lebih terperinci

184/PMK.03/2015 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEM

184/PMK.03/2015 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEM 184/PMK.03/2015 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEM Contributed by Administrator Tuesday, 29 September 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 184/PMK.03/2015, 30 Sept 2015 PencarianPeraturan Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah : Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Diatur dalam pasal 1 angka 25 UU KUP Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang

Diatur dalam pasal 1 angka 25 UU KUP Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang Diatur dalam pasal 1 angka 25 UU KUP Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proporsional berdasarkan suatu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Standar Pengendalian Mutu Audit. 2.1.1.1 Pengertian Audit Menurut Arens dan Lobbecke (2010:44) yang telah diterjemahkan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan pajak di Indonesia akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan pajak di Indonesia akhir-akhir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Mendapatkan penerimaan Negara merupakan hal yang paling utama walaupun belum satu-satunya. Dari berbagai alasan pengenaan pajak, kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 13/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menguji

Lebih terperinci

ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN DIMAS WIBISONO Jalan Taruna III no. 8 Kelurahan Serdang Jakarta Pusat, 08561808586,

Lebih terperinci

BAHAN AJAR METODE, TEKNIK, DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN

BAHAN AJAR METODE, TEKNIK, DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BAHAN AJAR METODE, TEKNIK, DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN Oleh: Suwadi Widyaiswara Madya Pusdiklat

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR : 19 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-49/PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-49/PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-49/PJ/2012 TENTANG PENELAAHAN SEJAWAT (PEER REVIEW) PEMERIKSAAN KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik atau auditor merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan

Lebih terperinci

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 2 - PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pemeriksaan menurut Alvin A. Arens et al. (2012:14) Sedangkan definisi pemeriksaan (Auditing) berdasarkan the

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pemeriksaan menurut Alvin A. Arens et al. (2012:14) Sedangkan definisi pemeriksaan (Auditing) berdasarkan the BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemeriksaan Definisi pemeriksaan menurut Alvin A. Arens et al. (2012:14) adalah sebagai berikut : Pemeriksaan adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti

Lebih terperinci

BUPATI KERINCI PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KERINCI PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2016 KEUANGAN BPK. Kode Etik. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5904) PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 5 TAHUN 2012 T E N T A N G TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 5 TAHUN 2012 T E N T A N G TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 NOMOR 2 SERI B PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 5 TAHUN 2012 T E N T A N G TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 256/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 256/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 256/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN BAB I ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak. (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak. (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Lebih terperinci

smsi BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

smsi BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH - -Ct' smsi BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM. Menimbang a.

Lebih terperinci

2 memberikan kepastian hukum, perlu mengatur ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan dan penelitian Pajak Bumi dan Bangunan; d. bahwa berdasarkan per

2 memberikan kepastian hukum, perlu mengatur ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan dan penelitian Pajak Bumi dan Bangunan; d. bahwa berdasarkan per BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2015, 2014 KEMENKEU. Pajak Bumi Dan Bangunan. Penelitian. Pemeriksaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 256/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 65 TAHUN 2012

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 65 TAHUN 2012 WALIKOTA BATAM PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Literatur 2.1.1 Etika Auditor Munawir (1995), mengemukakan etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya seseorang sehingga apa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK BAB III PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek Penulis melaksanakan Kerja Praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya Bandung, penulis ditempatkan pada Bidang

Lebih terperinci

AUDIT PLAN dan AUDIT SCOPE YANG MELEGAKAN PEMERIKSA (Oleh: Johannes Aritonang)

AUDIT PLAN dan AUDIT SCOPE YANG MELEGAKAN PEMERIKSA (Oleh: Johannes Aritonang) AUDIT PLAN dan AUDIT SCOPE YANG MELEGAKAN PEMERIKSA (Oleh: Johannes Aritonang) Gagal Merencanakan = Merencanakan Kegagalan adalah sebuah pernyataan yang sangat bermakna pada pemeriksaan pajak. Di dalam

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar Dasar Perpajakan 1. Definisi Pajak Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini, keberadaan dan peran profesi auditor mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini, keberadaan dan peran profesi auditor mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat sekarang ini, keberadaan dan peran profesi auditor mengalami peningkatan yang sesuai dengan perkembangan bisnis dan perubahan global. Keberadaan dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Agusti dan Pratistha (2013) membuktikan melalui penelitiannya bahwa variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh signifikan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam Ilyas & Burton (2010: 6) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Fika Agusti (2010) disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antara tingkat

BAB II LANDASAN TEORITIS. Fika Agusti (2010) disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antara tingkat BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Kepatuhan dan Pemeriksaan Pajak 2.1.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan adalah dengan melunasi dan melaporkan SPT masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir, permasalahan hukum terutama berkaitan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dengan segala praktiknya seperti penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan profesinya, seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Selama melaksanakan kerja praktek penulis ditempatkan pada seksi pemeriksaan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

Lebih terperinci

Pemeriksaan. Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 31 UU KUP)

Pemeriksaan. Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 31 UU KUP) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu: Batubara (2008) melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori Pustaka 2.1.1 Kepatuhan Wajib Pajak 2.1.1.1 Pengertian Kepatuhan Definisi kepatuhan perpajakan menurut James yang dikutip

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat. Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat. Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia bisnis, perusahaan yang dapat bertahan adalah perusahaan yang memiliki konsisten tinggi dalam menjalankan kinerjanya. Untuk melihat konsistensi dari kinerja

Lebih terperinci

KementerianKeuangan RepublikIndonesia Direktorat Jenderal Pajak

KementerianKeuangan RepublikIndonesia Direktorat Jenderal Pajak KementerianKeuangan RepublikIndonesia Direktorat Jenderal Pajak Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT TOBA BARA SEJAHTRA Tbk 2013 Daftar Isi Hal Daftar Isi 1 Bab I Pendahuluan 2 Bab II Pembentukan dan Organisasi 4 Bab III Tugas, Tanggung Jawab dan Prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka mewujudkan perekonomian yang modern, para pimpinan atau manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin berkembang, dan dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan tersebut membuat permintaan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN

PERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN PERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN

Lebih terperinci

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1041, 2014 KEMENKOPOLHUKAM. Kode Etik. Auditor. Aparat Pengawas Intern Pemerintah. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit

BAB I PENDAHULUAN. objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas audit termasuk salah satu jasa yang sulit untuk diukur secara objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit merupakan

Lebih terperinci

BAGIAN 2 PENGERTIAN PEMBUKUAN/PENCATATAN

BAGIAN 2 PENGERTIAN PEMBUKUAN/PENCATATAN BAGIAN 2 Inti pokok pembahasan dalam undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2. Surat Pemberitahuan (SPT) &

Lebih terperinci

Pedoman Audit Internal (Internal Audit Charter) Lampiran, Surat Keputusan, No:06/FMI-CS/III/2017 Tentang Penetapan Kepala Unit Audit Internal

Pedoman Audit Internal (Internal Audit Charter) Lampiran, Surat Keputusan, No:06/FMI-CS/III/2017 Tentang Penetapan Kepala Unit Audit Internal 1. Definisi a) Audit Internal adalah suatu kegiatan pemberian keyakinan dan konsultasi yang bersifat independen dan objektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional perusahaan,

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

pemeriksaan terjadi baik di kalangan pelaku ekonomi maupun pemerintahan. Hal

pemeriksaan terjadi baik di kalangan pelaku ekonomi maupun pemerintahan. Hal BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Pemeriksaan Dewasa ini telah tumbuh dan berkembang pesat kesadaran akan pentingnya suatu pemeriksaan. Tingginya permintaan untuk dilakukan pemeriksaan terjadi baik

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan akan bersaing untuk menjadi yang terbaik di antara. dan tidak menyesatkan pemakainya dalam pengambilan keputusan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan akan bersaing untuk menjadi yang terbaik di antara. dan tidak menyesatkan pemakainya dalam pengambilan keputusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, persaingan pasar tidak dapat dihindari. Setiap perusahaan akan bersaing untuk menjadi yang terbaik di antara pesaingnya. Salah satu cara

Lebih terperinci

2011, No sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

2011, No sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.256, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemeriksaan Pajak. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 52 TAHUN 2012

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 52 TAHUN 2012 PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 52 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 4TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 4TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 4TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BUPATI CILACAP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 87 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Salah satu fungsi dari akuntan publik adalah menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kualitas Audit Sebagaimana dijelaskan oleh De Angelo (dalam Mulyadi, 2009), bahwa kualitas audit adalah probabilitas di mana seorang auditor menemukan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik sangat dibutuhkan dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap aktivitas dan kinerja perusahaan. Jasa akuntan publik sering digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemeriksaan menurut UU KUP Pasal 1 angka 24 adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Surat Ketetapan Pajak. Penerbitan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Surat Ketetapan Pajak. Penerbitan. No.187, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Surat Ketetapan Pajak. Penerbitan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/PMK.03/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasar Undang-Undang, dengan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasar Undang-Undang, dengan 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Umum Perpajakan 1.1 Definisi Pajak Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. I. Landasan Hukum Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 tanggal 23 Desember

Lebih terperinci

BAB II KAJIA PUSTAKA, KERA GKA PEMIKIRA, DA HIPOTESIS. Pemeriksa Pajak menurut KMK -545/KMK.04/2000, SE - 03/PJ.7/2001,

BAB II KAJIA PUSTAKA, KERA GKA PEMIKIRA, DA HIPOTESIS. Pemeriksa Pajak menurut KMK -545/KMK.04/2000, SE - 03/PJ.7/2001, BAB II KAJIA PUSTAKA, KERA GKA PEMIKIRA, DA HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Kualitas Pemeriksa Pajak Pemeriksa Pajak menurut KMK -545/KMK.04/2000, SE - 03/PJ.7/2001, SE - 06/PJ.7/2004, SE

Lebih terperinci

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin No.1951. 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan. Bulat Permukaan. Tindak Pidana Perpajakan. Pencabutan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239 /PMK.03/2014 TENTANG

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER

INTERNAL AUDIT CHARTER Halaman : 1 dari 5 I. PENDAHULUAN Tujuan utama Piagam ini adalah menentukan dan menetapkan : 1. Pernyataan Visi dan Misi dari Divisi Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) Bank Woori Saudara 2. Tujuan dan ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien (De Angelo, 1981). Deis dan Groux

Lebih terperinci