BAB I PENDAHULUAN. Jeruklegi adalah sebuah kecamatan dikabupaten Cilacap, jawa. tengah, Kecamatan Jeruklegi berbatasan langsung dengan batas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Jeruklegi adalah sebuah kecamatan dikabupaten Cilacap, jawa. tengah, Kecamatan Jeruklegi berbatasan langsung dengan batas"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jeruklegi adalah sebuah kecamatan dikabupaten Cilacap, jawa tengah, Kecamatan Jeruklegi berbatasan langsung dengan batas Kabupaten Cilacap dengan Banyumas di sebelah Utara, disebelah timur berbatasan dengan Kec. Kubangkangkung, sebelah Selatan, berbatasan dengan Tritih Kulon, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kesugihan. Asal Usul Jeruklegi, konon katanya dahulu kala karna begitu banyaknya tanaman Buah Jeruk disekitar tempat tersebut, Jeruklegi memiliki luas sekitar 9.930,20 Ha, daerah Jeruklegi sebagian besar berupa persawahan serta sedikit pegunungan. penduduk Jeruklegi umumnya masih diduduki uenduduk asli atau pribumi dari Jeruklegi sendiri, pendatang kebanyakan mereka yang berprofesi sebagai guru, atau pedagang dari Desa ataupun kota seberang. Jeruklegi sendiri mempunyai 13 Desa yang tersebar antara Lembah, persawahan dan Perbukitan. Berikut 13 Desa yang termasuk kawasan Kecamatan Jeruklegi : 1. Brebeg, 2. Cilibang, 3. Citepus 4, Jambusari, 5. Jeruklegi Kulon, 6. Jeruklegi Wetan, 7. Karangkemiri, 8. Mendala, 9. Prapagan, 10. Sawangan, 11. Sumingkir, 12. Tritih Lor, 13. Tritih Wetan. Untuk Urusan SUmber Daya, Jeruklegi Juga tidak kekurangan akan hal ini, Jeruklegi mempunyai cukup lahan Pertanian, dan tanahnya juga gampang untuk ditanami bermacam macam Palawija. Dan ada hal unik 1

2 2 tentang budaya masyarakat Desa Jeeruklegi adalah melakukan pernikahan pada usia dini. Setiap negara di belahan dunia mempunyai peraturan mengenai pernikahan tanpa terkecuali di Indonesia. Negara Indonesia sangat ketat di dalam membuat peraturan pernikahan yang dituangkan di dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun Arti pernikahan menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Hadikusuma, 2003: 50 55) Semenjak manusia dilahirkan sudah termasuk makhluk sosial dan kenyataannya manusia tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri, pasti memerlukan bantuan orang lain. Hal ini dapat dilihat pada seorang anak yang baru dilahirkan lalu dibesarkan di lingkungan keluarga. Kemudian semakin luas lingkungan bersosialisasinya dengan tetangga, kelompok bermain, lingkungan sekolah dan masyarakat luas. Makhluk sosial diartikan lebih lanjut adalah bahwa setiap manusia harus dapat bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya itu, Untuk menyiapkan menjadi anggota masyarakat yang baik perlu mengalami proses pendidikan. Melalui proses pernikahan secara tidak langsung seseorang masuk ke dalam dunia atau lembaran hidup baru yang belum pernah dialami

3 3 sebelumnya. Untuk itu sebelum melakukan pernikahan perlu dipersiapkan masalah fisik, mental, dan pengetahuan yang semuanya diperoleh melalui proses pendidikan. Lembaga pendidikan sebagai sarana memperoleh pengetahuan oleh masyarakat atau manusia formal dan non-formal, yaitu pendidikan yang diperoleh di luar sekolah (keluarga atau masyarakat), pengetahuan yang diperoleh di sekolah dan masyarakat dapat berguna di dalam membina keluarga. Pernikahan adalah salah satu asas pokok kehidupan yang utama dalam pergaulan masyarakat yang sesuai kaidah norma dan hukum sehingga terdapat aturan, hak, serta kewajiban yang dijamin oleh hukum. Pernikahan merupakan bukan saja satu jalan yang amat mulia untuk mengatur hidup rumah tangga atau keturunannya, melainkan juga dapat dipandang sebagai pintu pertemuan dan perkenalan antara satu kaum dengan yang lainnya. Hal itu akan memperluas ikatan kekerabatan. Secara biologis pernikahan mempunyai tujuan untuk meneruskan keturunan dan memenuhi hasrat seksual manusia. Antara tujuan memperoleh anak dan perbuatan seksual dalam pernikahan terdapat hubungan kausalitas, dengan akibat hukum tertentu, terutama bagi kedudukan anak, sedangkan yang lebih penting dari fungsi biologis adalah fungsi sosial pernikahan. Pasangan yang baru saja melaksanakan pernikahan, hidup bersama dalam ikatan, diakui dan disetujui oleh anggota masyarakat. Kepada mereka dituntut untuk bekerja sama antara

4 4 sesamanya dan kadang-kadang dengan anggota kerabat lainnya (Hadikusuma, 2003: 55-56). Dengan memperhatikan pengertian dan tujuan, pernikahan bisa terwujud dan tercapai apabila pria dan wanita sudah cukup umur, sedangkan di Kecamatan Jeruklegi pada tahun masih banyak terjadi pernikahan dini. Pernikahan dini terjadi di Kecamatan Jeruklegi pada tahun 1960 berjumlah 20 pasangan diperoleh dari data di KUA. sehingga membuat peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan ini dengan judul Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap Tahun B. Rumusan Masalah Perumusan masalah yang dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Keadaan umum masyarakat Desa Jeruklegi pada tahun ;? 2. Pernikahan usia dini di Kecamatan Jeruklegi tahun ;? 3. Dampak pernikahan usia dini setelah menikah;? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Bagaiman keadaan umum masyarakat Desa Jeruklegi pada tahun ;? 2. Bagaimana pernikahan usia dini di Kecamatan Jeruklegi tahun ;?

5 5 3. Dampak usia pernikahan dini setelah menikah;? D. Manfaat Penelitian Bagi masyarakat Untuk menambah wawasan,pengetahuan dan memberikan sumbangan bagi masyarakat agar mengerti dan memahami dampak yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini. Bagi Desa, perangkat Desa hendaknya menetapkan persyaratan dan prosedur pernikahan yang berat apabila ada pasangan yang melangsungkan pernikahan masih dibawah umur. Hal ini untuk mencegah terjadinya pernikahan dini. Pihak Desa dan pihak yang bersangkutan harus memberikan penyuluhan bagi masyarakat mengenai akibat dari pernikahan usia dini. Bagi Kantor Urusan Agama, Kantor urusan Agama harus memberikan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pernikahan dini, karena pernikahan dini akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diharapkan misalnya perceraian E. Tinjauan Pustaka Rakhmawati (2000: v) dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Usia Perkawinan terhadap Kesejahteraan Keluarga di Desa Kembangan Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga, menyimpulkan bahwa usia perkawinan di Desa Kembangan sebagian besar dilakukan oleh pasangan usia muda yaitu pada usia 16 tahun bagi wanita dan usia 20 tahun bagi pria. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan usia muda tersebut adalah rendahnya tingkat pendidikan orang tua dan yang akan dinikahkan, tekanan ekonomi keluarga serta adat istiadat setempat. Usia

6 6 perkawinan muda sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Artinya, semakin dewasa orang menikah akan semakin dapat membantu keluarga sejahtera. Rouf (2002: 72-73) dalam skripsi yang berjudul Faktor penyebab Perkawinan Usia Muda dan Dampaknya di Desa Karangcegak Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga, menyimpulkan bahwa perkawinan usia muda masih terjadi setiap tahun. Perkawinan usia muda terjadi karena berbagai faktor seperti tingkat pendidikan yang rendah, mata pencaharian orang tua tidak mencukupi, pengetahuan agama yang kurang mendalam, terutama di bidang perkawinan dan memegang adat yang memandang aib bagi mereka yang terlambat menikah. Adapun dampak yang ditimbulkan akibat perkawinan usia muda di Desa Karangcegak, meliputi dampak terhadap kesehatan ibu dan anak. Triyana (2003: 48-49) dalam skripsi yang berjudul Dampak Perkawinan di Bawah Umur di Desa Batursari Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes (Suatu Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi adalah sikap orang tua yang ingin segera mempunyai menantu, tingkat pendidikan yang rendah dari orang tua dan si anak yang ingin dinikahkan, lingkungan masyarakat yang menganggap sebagai adat atau tradisi, menikahkan anak dengan jalan dijodoh kan atau akibat pergaulan

7 7 bebas, sedangkan dampak perkawinan di bawah umur berdampak pada pemenuhan kebutuhan keluarga yang kurang harmonis ditandai dengan adanya berbagai masalah yang bisa berakibat pecahnya hubungan antara anggota keluarga, kesehatan ibu dan anak. Usia perkawinan dapat berdampak terhadap kesehatan antara keduanya dan pertambahan penduduk disebabkan karena banyaknya pasangan yang menikah pada usia di bawah umur. F. Landasan Teori Dan Pendekatan 1. Landasan Teori a). Pernikahan 1.) Pengertian Berdasarkan tinjauan sosiologis, pernikahan pada hakikatnya merupakan bentuk kerja sama antara pria dan wanita dalam masyarakat di bawah satu peraturan khusus atau khas yang memiliki ciri-ciri tertentu sehingga pria itu bertindak sebagai suami sedangkan yang wanita bertindak sebagai istri, keduanya dalam ikatan yang sah (Kartasapoetra dan Kreimers, 1987: 76). Menurut bahasa, nikah itu berarti campur gaul, sedang menurut istilah syariat Islam, pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan itu (Abyan, 1996: 39).

8 8 Berdasarkan tinjauan sosiologis, pernikahan pada hakikatnya merupakan bentuk kerja sama antara pria dan wanita dalam masyarakat di bawah satu peraturan khusus atau khas yang memiliki ciri-ciri tertentu sehingga pria itu bertindak sebagai suami sedangkan yang wanita bertindak sebagai istri, keduanya dalam ikatan yang sah (Kartasapoetra dan Kreimers, 1987: 76). Menurut bahasa nikah itu artinya campur gaul, sedang menurut istilah syariat Islam, pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan itu (Abyan, 1996: 39). Pernikahan adalah suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin, dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah (Ahmad Azhar, ). Pernikah itu merupakan suatu perjanjian perikatan antara seorang laki-laki dan seorang wanita, perjanjian disini bukan sembarang perjanjian seperti perjanjian jual-beli atau sewa menyewa, tetapi perjanjian dalam nikah adalah merupakan perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang laki-laki

9 9 dan seorang wanita. Suci di sini dilihat dari segi keagamaannya dari suatu perkawinan (Tanjung, 199: 28). 2.) Fungsi Fungsi perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tujuan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur Syari ah. (Tanjung, 199: 30-31). Perkawinan menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih, Memperoleh keturunan yang sah. Filosof Islam Imam Ghazali membagi tujuan dan faedah perkawinan kepada lima hal, seperti berikut : Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta memperkembangkan suku-suku bangsa manusia, Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan, memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan, membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang, menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal, dan memperbesar rasa tanggung jawab (Nadimah - Tanjung,

10 ). 3.) Manfaat Manfaat perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. Pembentukan keluarga yang bahagia itu erat hubungannya dengan keturunan di pemeliharaan dan pendidikan anak-anak. Menjadi hak dan kewajiban orang tua. Dengan demikian yang menjadi manfaat perkawinan menurut perundangan adalah untuk kebahagiaan suami-istri untuk mendapatkan keturunan dan menegakan keagamaan, dalam kesatuan keluarga yang bersifat parental (keorangtuaan). (Soemiyati, 1982: 12). 4.) Aturan atau hukum yang mengatur tentang pernikahan Perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 identik dengan perkawinan menurut hukum Islam karena hukum perkawinan Islam mengacu pada Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun Jadi antara kedua hukum tersebut saling melengkapi. Pernikahan dipandang sebagai suatu kontrak sosial yang harus dipatuhi dan akan mendapat sanksi bila posisi

11 11 perempuan menjadi lemah apalagi kemudian dengan menyudutkan pada posisi domestik saja (Sushartami, 2002: 40-42). sedangkan pada perempuan marjinal mayoritas menikah pada usia sangat belia. Bagi mereka menikah merupakan semacam kewajiban sosial, sehingga mereka tidak memiliki otonomi sejak memasuki kehidupan perkawinan. Rendahnya tingkat pendidikan, dan kondisi sosial ekonomi, semakin membuat mereka terjerat dalam perkawinan usia belia. Mereka melihat bahwa melayani suami adalah kewajiban. Ini menempatkan mereka pada posisi subordinat. Kondisi semacam ini mentradisi dalam keluarga. Beberapa di antara mereka terpaksa hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah menurut agama, dengan alasan ekonomi. Pemerintah perlu melaksanakan terobosan (Widati, 2002: 25). Menurut Akbar (1991: 24-28) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia muda dapat dilihat dari sudut seksual, atau biologis, Seorang wanita dapat kawin bila ia sudah mulai haid. Artinya, ia sudah melepaskan sel telur yang sudah dibuahi di dalam istilah kedokteran disebut menarche (haid yang pertama). Waktu itu organ tubuh sudah sanggup untuk menumbuhkan anak di dalam rahimnya. Pria dapat kawin dilihat dari sudut biologis bila mulai bermimpi

12 12 dengan mengeluarkan air mani. Pria sudah tau kemenangan seksual (pria merasa puas disaat melakukan hubungan suami istri) itu bedasarkan kenikmatan yang dialami pasangannya (lawan jenis). Jadi, dengan memperhatikan ulasan di atas, rumah tangga yang dibina oleh pasangan seusia 18 tahun dengan usia 14 tahun dapat dikatakan kawin anak-anak atau pernikahan dini. Dipertegas dalam Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 Pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua. Pada Pasal 7 ayat (1) menyebutkan perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) Pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. Hukum adat pada umumnya tidak mengatur batas umur untuk melangsungkan perkawinan. Hal mana berarti hukum dapat membolehkan perkawinan seumur hidup. Dalam rangka memenuhi maksud Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai perizinan orang tua terhadap perkawinan di bawah umur, yang memungkinkan timbul perbedaan pendapat

13 13 adalah dikarenakan oleh struktur kekerabatan dalam masyarakat yang berbeda adatnya. Ada yang menganut adat kekerabatan patrilineal, matrilineal, dan parental yang satu dan lainnya dipengaruhi pula bentuk perkawinan yang berlaku. Kedewasaan seseorang di dalam hukum adat dapat diukur dengan tanda-tanda bangun tubuh, apabila anak wanita sudah haid atau datang bulan, buah dada sudah menonjol, berarti dia sudah dewasa. Bagi anak pria ukurannya hanya dilihat dari perubahan suara, bangun tidur dengan mengeluarkan air mani atau sudah mempunyai nafsu seks. Jadi, bukan diukur dengan umur. Masyarakat Desa Jeruklegi memandang pernikahan usia muda dengan melihat usia setelah mereka menyelesaikan pendidikan SLTA yaitu antara usia 17 dan 18. Jadi, masyarakat Desa Jeruklegi membatasi usia 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki sehingga apabila mereka pada usia tersebut melakukan pernikahan akan dikatakan pernikahan usia dini. Usia ini juga yang tercantum di dalam Undang-undang Perkawinan. Seperti dalam hukum adat, demikian pula dalam hukum Islam tidak terdapat kaidah-kaidah yang sifatnya menentukan batas umur perkawinan. Jadi, berdasarkan tingkatan umur dapat melakukan ikatan perkawinan (Hadikusuma, 2003: 50-55).

14 14 b. Kebudayaan 1.) Pengertian Dalam pengertian sehari-hari, Istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari. Akan tetapi apabila istilah kebudayaan diartikan menurut ilmu-ilmu sosial, maka kesenian merupakan salah satu bagian saja dari kebudayaan. Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. (Soerjono Soekanto, 1982: ). Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain perkataan, kebudayaan mencangkup semuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak. Seorang yang meneliti kebudayaan tertentu, akan sangat tertarik oleh obyek-obyek kebudayaan seperti rumah,

15 15 sandang, jembatan, alat-alat komunikasi dan sebagainya. (Soekanto, 1982: 189). Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1985: 55) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat. 2.) Fungsi dalam masyarakat Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainya di dalam masyarakat itu sendiri yang tidak selalu baik baginya. Kecuali itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik di bidang spiritual maupun materill. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut diatas, untuk sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Dikatakan sebagian besar oleh karena kemampuan manusia adalah terbatas, dan dengan demikian kemampuan kebudayaan yang memerlukan hasil ciptaanya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan. (Soekanto, 1982: 194).

16 16 Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya. Teknologi pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur, yaitu: alat-alat produktif, senjata, wadah, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan, dan alat-alat transpor (Soekanto, 1982: ). Apabila manusia sudah dapat mempertahankan diri dan menyesuaikan diri pada alam, juga kalau dia telah dapat hidup dengan manusia-manusia lain dalam suasana damai. Maka, timbulah keinginan manusia untuk menciptakan sesuatu untuk menyatakan perasaan dan keinginannya kepada orang lain. (Soerjono, Soekanto, 1982). 3.) Usaha pelestarian budaya Usaha pelestarian budaya untuk mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak akan ada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakantindakannya. Selain itu upaya peletarian budaya juga berguna bagi manusia yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar manusia dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia (Soekanto, 1982: ).

17 17 c. Tingkat Perekonomian Masyarakat 1.) Pengertian Adanya Tingkat perekonomian masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya tingkat perekonomian masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur berdasar senioritas, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Alasan alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama adalah kepandaian berburu. Sedangkan pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam, maka kepandaian bercocok tanam (Soekanto, 1982: ). Hubungan tingkat perekonomian masyarakat dengan pernikahan dini di Jeruklegi sangat berkaitan. Karena sekarang budaya pernikahan dini sudah dihindari. Oleh karena itu pada tahun banyak terjadi budaya pernikahan dini, di mana pelaku pernikahan dini pada saat itu berpenghasilan paspasan. Hal tersebut sangat berpengaruh kepada perekonomian masyarakat di Desa Jeruklegi. Dengan perekonomian yang paspasan, masyarakat Desa Jeruklegi menikahkan anak-anak mereka

18 18 pada usia dini, dengan tujuan agar beban keluarga berkurang. (Wawancara, Suwito tanggal 23 April 2012). 2.) Bentuk ekonomi masyarakat tradisional Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok, dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial, sampai saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia, dan di tetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu individu sadar akan kedudukan ekonomisnya, sehingga mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial, apabila perbedaan kedudukan ekonomis para warga masyarakat ditentukan secara tegas (Soekanto, 1982:: ). Bentuk ekonomi masyarakat tradisional apabila di hubungkan dengan pelaku pernikahan yang identik dengan keluarga besar, sangat berpengaruh. Hal ini karena sebagian besar masyarakat melakukan pernikahan usia dini berasal dari

19 19 keluarga yang kurang mampu. Sebagian besar dari mereka berpencaharian bertani, dan masing-masing dari anggota keluarga juga mempunyai banyak anak. Dari faktor ini mereka sering menikahkan anaknya pada usia yang sangat muda. Dengan cara inilah sedikit beban dari keluarga mereka berkurang, karena bagi mereka apabila seorang anak yang sudah menikah itu menjadi tanggung jawab seorang suami. Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ilmu sosial, khususnya sosiologi dan antropologi. Pendekatan sosiologi adalah pendekatan yang berdasarkan ilmu yang mempelajari sifat dan perkembangan masyarakat atau ilmu yang mempelajari tindakan manusia dalam lingkungan masyarakat. Dalam hal ini peneliti menggunakan untuk mempelajari pernikahan usia dini, kultur budaya dan dampak dari pernikahan usia dini dengan menjelaskan sistem budaya dan simbol-simbol, serta akan memberikan gambaran yang kronologis dari perkembangan yang ada di Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap, sedangkan pendekatan antropologi digunakan untuk menggambarkan kehidupan sehari-hari para pelaku pernikahan usia dini. Pendekatan antropologi ini berdasarkan suatu ilmu kehidupan manusia, khususnya tentang asal-usul aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau. Jadi, antropologi merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat kebiasaan, budaya dan perilaku manusia (Koentjaraningrat, 1999: 115).

20 20 G. Metode Penelitian Dalam sebuah penelitian pasti akan menggunakan metode tertentu agar hasil yang akan diciptakan sesuai dengan tujuan awal peenelitian. Di dalam penelitian ini digunakan metode sejarah, karena berkaitan dengan peristiwa masa lampau yang sudah terjadi. Pengertian metode sejarah di sini adalah suatu proses menguji, atau menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Metode sejarah sendiri merupakan sebuah proses dalam menguji dan menganalisis secara kritis rekaman peninggalan masa lampau. Menurut Kuntowijoyo (1995 : 88-99). tahapan-tahapan dalam penelitian yang menggunakan metode historis, sebagai berikut : (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi (kritik sumber, keabsahan sumber), (4) interpretasi, (5) penulisan (Kuntowijoyo, 1995: 89). 1. Pemilihan Topik Dalam pemilihan topik Kuntowijoyo (1995: 90) menyarankan sebaiknya didasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Penelitian sejarah Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap Tahun bagi penulis secara emosional karena keunikan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap Tahun Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang

21 21 membahas tentang pernikahan usia dini di Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap tahun Pengumpulan sumber Untuk mendapatkan data data yang diperlukan dalam penelitian tentang Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap Tahun melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. a. Observasi merupakan teknik yang dilakukan untuk mengetahui secara langsung keadaan obyek penelitian. Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis melakukan observasi di KUA, Kecamatan, Balaidesa, Pelaku pernikahan dini, dan masyarakat Desa Jeruklegi yang akan dijadikan sebagai objek penelitian, yaitu Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap Tahun b. Wawancara merupakan teknik yang digunakan untuk mendapatkan data dan fakta mengenai kapan berdirinya, bagaimana perkembangan dan sistem yang digunakan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Adapun informan yang diwawancarai oleh peneliti adalah Drs. H. Imam Haromain Asy ari, M.Si. (kepala KUA Jeruklegi), Muslimin (Kepala Desa Jeruklegi), (tokoh masyarakat desa Jeruklegi) c. Dokumentasi merupakan teknik yang digunakan untuk mendapatkan dokumen yang dimilki Instansi tersebut.

22 22 3. Verifikasi Pada langkah ini peneliti berusaha menganalisa setiap sumber yang berhasil dikumpulkan melalui kritik intern dan kritik ekstern. Kritik ekstern adalah menilai tingkat keaslian data, sedangkan kritik intern adalah peneliti melakukan analisa berkenaan dengan kredibilitas setiap sumber, serta membandingkan setiap informasi yang dikumpulkan. 4. Interpretasi Dalam tahap ini penulis berusaha menafsirkan data-data yang telah di verifikasi dan kemudian dihubungkan. Hal ini bertujuan agar data-data tersebut dapat dipahami secara utuh. 5. Penulisan Penulis mulai menyusun atau menyajikan fakta-fakta yang telah diperoleh dari lapangan dengan menempuh proses. Dalam penyajiannya disesuaikan dengan kronologi waktu karena penelitian ini merupakan penelitian sejarah. H. Sistemtika Penulisan Penulisan skripsi ini terbagi menjadi empat bab, yaitu : Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori dan pendekatan, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

23 23 Bab II Keadaan umum masyarakat Desa Jeruklegi pada tahun Bab ini memaparkan tentang kondisi masyarakat Jeruklegi dilihat dari keadaan Desa Jeruklegi, kondisi budaya masyarakat jawa tahun , kondisi sosial ekonomi tahun Bab III Faktor penyebab pernikahan usia dini di Kecamatan Jeruklegi. Bab IV Saran dan Simpulan.

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan A. Latar Belakang Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya MODUL PERKULIAHAN Masyarakat & Budaya FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ MK 42005 Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 5 Abstract Dalam pokok bahasan

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti melakukan akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim * Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 23a/DIKTI/Kep./2004 Tgl 4 Juni 2004 TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN Dahlan Hasyim * Abstrak Perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Contoh dari keanekaragaman tersebut adalah keanekaragaman adat istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA 3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagian yang terkecil dan yang pertama kali digunakan manusia sebagai sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga inilah kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Menikah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Menikah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Menikah 1. Pengertian Menikah Istilah penggunaan kata menikah digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama menurut agama.

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk individu, memiliki emosi yang memerlukan perhatian, kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan emosional dari manusia lainnya dalam kebersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Gambaran umum pernikahan usia dini di Jawa Barat menurut Kepala seksi advokasi dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Santoso (dalam BKKBN) mengatakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Manusia dalam proses perkembangan untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- Nya. Dalam kehidupan ini secara alamiah manusia mempunyai daya tarik menarik antara satu individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh rakyat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah S.W.T sebagai makhluk sosial yang ingin berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh keinginan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Budaya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam proses perkembanganya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang bisa memperoleh keturunan sesuai dengan apa yang diinginkanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia mempunyai nilai yang tinggi karena merupakan suatu system yang dikembangkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lamanya, di dalam kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sisi keistimewaan agama Islam adalah memberikan perhatian terhadap fitrah manusia dan memperlakukan secara realistis. Salah satu fitrah manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia. BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu istilah paling populer dalam kehidupan manusia dan tidak bisa dipisahkan dari roda kehidupan manusia setiap orang membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan satu sama lain dan tidak bisa hidup sendiri, begitu juga dalam kehidupan manusia yang berlainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban didalam

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban didalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekat perkawinan adalah penyatuan dua pribadi yang saling mengikatkan diri dalam interaksi atau hubungan suami istri, yaitu hubungan yang menjadikan seorang laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH (Studi Kasus Penyelenggaraan Pernikahan di KUA Kec. Mantingan Kab. Ngawi dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh. sebagaimana tercantum didalam Al-Qur an surat An-nur ayat 32 :

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh. sebagaimana tercantum didalam Al-Qur an surat An-nur ayat 32 : BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan sunnahtullah yang berlaku kepada semua makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh bagi umat manusia untuk mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di BAB I PENDAHULAUAN 1.1 Latar Belakang Kemajemukan suku dan budaya yang berada di Indonesia menunjukkan kepada kita selaku warga negara dan masyarakat dunia bahwa indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan diciptakan Allah untuk mendampingi lelaki, demikian pula sebaliknya. Ciptaan Allah itu pastilah yang paling baik dan sesuai buat masingmasing. Perempuan pastilah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim dilakukan oleh setiap manusia dewasa, siap secara lahir dan batin, serta memiliki rasa tanggung jawab dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang dialami dua insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan undang-undang perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, pada bagian ini peneliti akan mengemukakan simpulan hasil penelitian mengenai cerai

Lebih terperinci

Veronica Sovita Sari 1, Suwarsito 2, Mustolikh 3

Veronica Sovita Sari 1, Suwarsito 2, Mustolikh 3 KAJIAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN USIA MUDA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI DI DESA LEBAKWANGI KECAMATAN PAGEDONGAN KABUPATEN BANJARNEGARA Veronica Sovita Sari 1, Suwarsito 2, Mustolikh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai kodratnya, manusia mempunyai hasrat untuk tertarik terhadap lawan jenisnya sehingga keduanya mempunyai dorongan untuk bergaul satu sama lain. Untuk menjaga kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat tanggung jawab dari kedua belah pihak. Perkawinan dilakukan

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci