BAB II KAJIAN YURIDIS TENTANG LABEL HALAL PADA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN YURIDIS TENTANG LABEL HALAL PADA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN YURIDIS TENTANG LABEL HALAL PADA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) A. Pengertian dan Jenis-jenis Label Label memiliki kegunaan untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan lengkap baik mengenai kuantitas, isi, kualitas, maupun hal-hal lain yang diperlukan mengenai barang yang diperdagangkan. Dengan adanya label, konsumen akan memperoleh informasi yang benar, jelas dan baik mengenai kuantitas, kualitas, da nisi dari produk yang beredar. Selain itu, label juga dapat menjadi suatu acuan bagi konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap barang dan jasa. Label bisa berupa gantungan sederhana yang ditempelkan pada produk atau gambar yang direncanakan secara rumit dan menjadi bagian kemasan. Label bisa membawa nama merek saja, atau sejumlah besar informasi. Bahkan jika penjual memilih label sederhana, hukum menyaratkan lebih banyak. 17 Label merupakan salah satu bentuk merek yang sangat berguna untuk memberikan tanda terhadap suatu produk. Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau penjualannya. 18 Menurut Tjiptono, label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjualan Philip Kotler, Manajemen Pemasaran : Edisi 1 (Jakarta : Erlangga, 2008), hal Angipora dan Marinus, Dasae-dasar Pemasaran, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal Tjiptono 16

2 Menurut Gitosudarmo, Label dapat diartikan juga sebagai bagian dari sebuah produk yang berupa keterangan atau penjelasan mengenai barang tersebut atau penjualnya. 20 Sebuah label biasa merupakan bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan etiket (tanda pengenal) yang dicantelkan pada produk. Philip Kotler menyatakan bahwa label merupakan tampilan sederhana pada produk atau gambar yang dirancang dengan rumit yang merupakan satu kesatuan dengan kemasan. Label biasanya dicantumkan pada merek atau informasi. 21 Label digunakan sebagai bentuk pemberian merek, dan juga memiliki tujuan untuk memberikan informasi terkait dengan produk yang di cantumkan label tersebut. Seperti contohnya, label halal yang tercantum di kemasan produk makanan, menginformasikan bahwa produk makanan yang tercantum label halal tersebut merupakan makanan yang boleh di konsumsi oleh konsumen muslim, dan juga makanan tersebut tidak merupakan produk yang di produksi dengan menggunakan bahan makanan yang melanggar Syariat Islam. Dapat dikatakan bahwa label merupakan suatu keterangan yang melengkapi suatu kemasan barang yang berisi tentang bahan-bahan yang digunakan untuk membuat barang tersebut, cara penggunaan, efek samping dan sebagainya. Terkait terhadap produk makanan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan, Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, 20 Gitusudarmo, 2000, hal Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (Jakarta : Prenhallindo, 2000), hal 477

3 tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukan kedalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian dari kemasan pangan. Jika diperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Label dapat berbentuk : 1. Tanda dengan tulisan 2. Gambar pada kemasan makanan minuman dan barang lainnya 3. Brosur atau selebaran yang dimasukkan kedalam wadah atau pembungkus. Sebenarnya dengan memberikan informasi kepada konsumen, penggunaan label tersebut merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap konsumen.karena, dengan adanya label, konsumen telah mengetahui, apakan barang yang diproduksi tersebut, merupakan produk yang bias digunakan atau tidak. Selain memberikan informasi, menurut Kotler, label juga berfungsi untuk: Mengidentifikasi produk atau merek 2. Menentukan kelas produk 3. Menggambarkan beberapa hal mengenai produk (siapa pembuatannya, dimana produk tersebut diproduksi, kapan produk tersebut diproduksi, apa isinya, bagaimana cara menggunakan produk tersebut dan bagaimana penggunaan produk tersebut secara aman. 22 Ibid, hal 478

4 4. Sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen tentang hal-hal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk tersebut. Terutama hal-hal yang kasat mata atau tak diketahui secara fisik. 5. Memprompsikan produk lewat anega gambar yang menarik. Tujuan utama dari pelabelan, adalah sebuah upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan konsumen. Selain fungsi dari pelabel, beberapa tujuan dari pelabelan adalah sebagai berikut : Memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka kemasan. 2. Pemberian label juga dapat merupakan sarana pengiklanan 3. Pemberian label merupakan suatu upaya untuk memberikan rasa aman bagi konsumen. 4. Pelabelan bertujuan untuk memberikan petunjuk yang tepat pada konsumen hingga diperoleh fungsi produk yang optimum Label menjadi suatu hal yang sangat penting dalam upaya perlindungan konsumen. Sebenarnya, terdapat berbagai jenis-jenis label sebagai berikut : 1. BrandLabel Brand label merupakan label yang paling sering ditemukan pada produk yang berbentuk tekstil. Brand label merupakan label yang semata-mata hanya sebagai merek atau brand. Misalnya pada kain atau tekstil.kita dapat mencari 23 Angipora, Loc.cit

5 tulisan yang berbunyi sanforized, berkolin, tetoron, dan sebagainya.nama-nama tersebut digunakan oleh semua perusahaan yang mermproduksinya. Selain brand label,setiap perusahaan juga mencantumkan merek yang dimilikinya pada tekstil yang diproduksi. 2. Grade Label Grade label merupakan label yang menunjukan tingkat kualitas tertentu dari suatu barang. Label ini hanya dinyatakan dengan suatu tulisan atau kata-kata 3. Descriptive Label Label deskriptif ini merupakan label yang berfungsi untuk memberikan informasi objektif tentang penggunaan konstruksi, pemeliharaan penampilan, dan ciri-ciri lain dari produk. Salah satu contoh label deskriptif ini adalah label halal. Dengan adanya label halal pada suatu produk makanan misalnya, maka konsumen akan diinformasikan bahwa produk makanan tersebut merupakan makanan yang telah teruji dan diperiksa oleh lembaga yang berwenang, dengan tidak menggunakan suatu bahan baku pembuatan dari bahan yang di haramkan berdasarkan syariat islam. Penggunaan label halal ini, selain memberikan sebuah informasi terhadap konsumen muslim khususnya, juga merupakan sebagai upaya pemerintah untuk melindungi konsumen muslim. Mengingat, peraturan perundang-undangan di Indonesia mewajibkan berbagai pelaku usaha untuk mencantumkan label halal pada produk makanan.

6 B. Sejarah Penerbitan Label Halal Pada Makanan Labelisasi halal merupakan salah satu poin penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Rangkuti, Labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Label halal sebuah produk dapat dicantumkan pada sebuah kemasan apabila produk tersebut telah mendapatkan sertifikasi dari BPPOM MUI. 24 Menurut LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Komestik Majelis Ulama Indonesia), yang dinyatakan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syariat islam. Sehingga, ketika kita kombinasikan antara pengertian dari produk halal di atas dengan pengertian label yang merupakan suatu produk yang berisikan keterangan mengenai barang, maka dapat disimpulkan bahwa labelisasi halal merupakan pencantuman keternagan atau penjelasan halal pada kemasan sebuah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan Syariat Islam. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menetapkan tujuan untuk melindungi kepentingan konsumen dari dampak buruk pemakaian barang dan atau jasa.undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum terkait perlindungan konsumen di Indonesia. Telah memberikan perlindungan terhadap konsumen muslim dari makana-makanan atau produk makanan yang tidak halal. Dalam Pasal 8 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dinyatakan bahwa salah 24 Rangkuti, 2010, hal 8

7 satu larangan bagi pelaku usaha adalah memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana yang dicantumkan dalam label halal. Kata halal dalam klausul pasal tersebut, sebenarnya merupakan antisipasi yang dilakukan pemerintah, agar konsumen muslim tidak menggunakan atau mengkonsumsi barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan syarian islam. Pengaturan mengenai label halal di Indonesia, memiliki dua hal yang saling terkait. Yaitu sertifikasi halal dan labelisasi.sertifikasi halal merupakan fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai syariat Islam melalui pemeriksaan yang terperinci oleh LPPOM MUI. Sertifikasi halal ini merupakan salah satu bentuk sayarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Sertifikasi dan labelisasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap konsumen, serta meningkatkan daya sang produk dalam negeri dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional. Tiga sasaran utama yang ingin dicapai dalam sertifikasi halal ini adalah : 1. Menguntungkan konsumen dengan memberikan perlindungan dan kepastian hukum 2. Menguntungkan produsen dengan peningkatan daya saing dan omset produksi dalam penjualan 3. Menguntungkan pemerintah dengan mendapat tambahan pemasukan terhadap negara.

8 Label halal pada produk makanan di Indonesia, merupakan salah satu hal yang sangat penting. Indonesia yang memiliki masyarakat dengan mayoritas kaum muslim, tentu akan sangat terbantu untuk memilih makanan yang akan di konsumsi, yang tidak melanggar syariat islam. Karena dengan adanya label halal yang dicantumkan oleh pelaku usaha, akan menginformasikan bahwa produk makanan tersebut tidak bertentangan dengan syariat islam. Setiap produk, baik makanan ataupun produk lainnya harus memiliki label halal.untuk mendapatkan label halal tersebut, setiap pelaku usaha harus mendapatkan sertifikasi halal terlebih dahulu dari Majelis Ulama Indonesia. Lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikasi halal yang nantinya akan menjadi syarat utama untuk mendapatkan izin mencantumkan label halal adalah Lembaga Pengawasan Pangan, Obat, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). LPPOM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari Pada awalnya, LPPOM MUI ini didirikan pada saat kasus lemak babi di Indonesia pada tahun 1988 meresahkan masyarakat Indonesia, khususnya kaum muslimin. LPPOM MUI ini pada dasarnya didirikan dengan tujuan untuk meredam keresahan masyarakat tersebut. Sebenarnya, penerbitan sertifikasi halal pada makanan telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, sebelum lahirnya LPPOM MUI ini didirikan. Label halal sudah mulai dicantumkan pada tahun 1976, dengan dasar Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 280/Men.Kes/Per/XI/1976 yang dikeluarkan pada

9 tanggal 10 November 1976 Tentang Ketentuan Peredaran dan Penadaan Pada Makanan yang mengandung Bahan Berasal dari Babi. Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 280/Men.Kes/Per/XI/1976 ini bukanlah merupakan suatu dasar hukum untuk mencantumkan label halal terhadap produk makanan. Akan tetapi, justru Surat Keputusan Menteri Kesehatan ini mewajibkan untuk memberikan tanda berupa label yang bertuliskan mengandung babi terhadap makanan yang diproduksi mengandung bahan baku dari babi.akan tetapi, tidak ada larangan bagi pelaku usaha yang ingin mencantumkan label halal pada produk makanan yang diproduksinya. Penggunaan label halal ini baru secara resmi diatur dengan Surat Keputusan Bersama Menter Kesehatan dan Menteri Agama Nomor 427/Men.Kes/SKB/VIII/1985 dan Nomor 68 Tahun 1985 Tentang Pencantuman Tulisan halal pada label makanan. Menurut keputusan bersama antara menteri kesehatan dan menteri agama ini, yang berkewajiban untuk mencantumkan label halal adalah produsen makanan tersebut, setelah melaporkan komposisi bahan dan proses pengolahan kepada Departemen Kesehatan. Dengan adanya aturan ini, lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan adalah Tim Penilaian Pendaftaran Makanan, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan. Tim ini juga merupakan gabungan antara tim dari departemen kesehatan, dan juga yang berasal dari departemen agama diakses Pada Tanggal 27 Januari 2017

10 Namun, tim pengawas penilaian pendaftaran makanan tersebut, sudah tidak ada lagi. Dan sekarang, Majelis Ulama Indonesia memiliki peranan penting untuk menerbitkan sertifikasi halal yang akan dijadikan syarat untuk melakukan labelisasi halal. Majelis Ulama Indonesia ini sendiri baru memiliki peran dalam penerbitan sertifikasi halal dan labelisasi halal, Pada Tahun 1985 sejak didirikannya LPPOM MUI. Terkait pemberian label halal, Indonesia memiliki berbagai produk hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yang mengatur mengenai labelisasi halal produk makanan. Pengaturan mengenai produk makanan halal di Indonesia, pada awalnya di atur melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label halal dan iklan pangan. Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, pada Pasal 30 Undang-undang Pangan, memerintahkan kepada setiap orang yang akan memproduksi atau memasukan ke dalam wilayah Indnesia, pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label, baik didalam, maupun di luar kemasan pangan. Label tersebut harus mencantumkan keterangan halal. Selain Undang-undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Halal dan Iklan Pangan, memberikan aturan yang sangat jelas terkait keharusan produsen untuk memberikan atau mencantumkan label halal pada makanan yang dikemas. 26 Perkembangan pengaturan mengenai sertifikasi dan labelisasi makanan halal kian mengembang pesat. Hal tersebut dibentuk oleh pemerintah sebagai 26 a-pengaturan-sertifikasi-halal-bagi-produk-makanan. diakses Pada Tanggal 27 Januari 2017

11 bentuk perlindungan aqidah umat muslim dan sekaligus melindungi konsumen muslim dari produk makanan yang diproduksi dari bahan baku haram menurut syariat islam. Pemerintah telah membentuk Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan produk Halal.Undang-undang ini merupakan salah satu dasar hukum yang kuat untuk menjamin produk yang diproduksi atau diperdagangkan oleh setiap orang, merupakan produk yang diberikan label halal. Menurut Pasal 5 Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, pemerintah dalam hal ini adalah Menteri agama, memiliki tanggungjawab atas terselenggaranya jaminan produk halal. Dalam undangundang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 5 ayat 3 yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyelenggaraan jaminan produk halal tersebut adalah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yang dibantu oleh Majelis Ulama Indonesia dan Lembaga Pemeriksa Halal. BPJPH inilah yang memiliki kewenangan untuk mencabut dan menerbitkan label dan sertifikat halal. Sedangkan MUI, hanya memiliki hak untuk melakukan sertifikasi yang akan dijadikan syarat untuk mendapatkan sertifikat dan label halal. C. Kewajiban Produsen Dalam Memberikan Label Halal Pada Hasil Produksi Makanan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 TentangPerlindungan Konsumen, Pelaku usaha diartikan sebagai setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

12 wilayah hukumnegara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang perkekonomian. Selain Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, juga menyatakan definisi yang sama dengan definisi Pelaku Usaha Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Jika dilihat penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang termasuk pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, koperasi, importer, pedagang, distributor dan lainnya. Definisi dari pelaku usaha ini, sangatlah luas. Dalam definisi yang dinyatakan oleh Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dapat dikatakan bahwa yang termasuk pelaku usaha tersebut adalah : 1. Orang perseorangan (van person) 2. Badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum, maupun yang tidak berbadan hukum. Terdapat perbedaan antara badan usaha yang merupakan badan usaha berbadan hukum dan juga badan usaha yang tidak berbadan hukum. Perbedaan dari kedua badan hukum tersebut yaitu badan usaha yang bukan merupakan badan

13 hukum, tidak akan dipersamakan kedudukannya sebagai orang, sehingga tidak memiliki kekayaan para pendirinya. 27 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, tidak hanya memberikan perlindungan terhadap konsumen dan mengatur mengenai hak serta kewajiban dari konsumen. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen juga mengatur mengenai hak serta kewajiban dari produsen atau pelaku usaha.undang-undang Perlindungan Konsumen dibuat tidak untuk mematikan usaha para pelaku usaha.tetapi justru Undang-undang Perlindungan Konsumen ini dapat mendorong iklim berusaha yang sehat dan mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadaoi persaungan melalui penyediaan barang yang berkualitas. 28 Kewajiban dari pelaku usaha, dimuat dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Adapun yang menjadi kewajiban dari pelaku usaha adalah sebagai berikut : 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. 3. Memperlakukan atau melauani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 27 Irma Devita, Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Mendirikan Badan Usaha, (Bandung : Kaifa, 2010), hal 2 28 Penjelasan Umun Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

14 4. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan 6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan. 7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Selain itu, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan jasa, yaitu: 1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan 2. Tidak sesuai dengan berat bersih. Isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. 3. Tidak sesuai dengan ukuran takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya

15 4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalm label, etiket atau keterangan barang dan atau jasa 5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan komposisi, proses pengolahan, gaya, model atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label 6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut 7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan 8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label 9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih, komposisi, aturan lainnya untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang. 10. Tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kewajiban dari pelaku usaha dalam memberikan label halal pada kemasan produk makanan halal, dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tidak di atur secara jelas dalam kewajiban bagi para pelaku usaha sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 7 Undang-undang

16 Perlindungan Konsumen. Akan tetapi, dapat dilihat pada Pasal 8 ayat (1) Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengenai larangan bagi pelaku usaha point ke 8, bahwa pelaku usaha tidak boleh mengikuti produksi secara tidak halal sebagaimana yang tercantum dalam label. Hal ini menjadi salah satu dasar bahwa kewajiban dari pelaku usaha salah satunya adalah harus memproduksi makanan sesuai prosedur produksi halal dan mencantumkan label halal dalam kemasan. Selain itu, Pasal 4 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, Pada Pasal 4 menyatakan bahwa produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia, wajib bersertifikat halal. Hal ini menjadi sebuah dasar bahwa produk yang dijual tersebut adalah halal dan wajib memiliki sertifikat halal. Dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, juga menyatakan terdapat beberapa kewajiban bagi pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikat halal. dan setelah memperoleh sertofokat halal tersebut, pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikat halal,wajib : 1. Memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur. 2. Memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, perdistribusian, penjualan dan penyajian antara produk halal dan tidak halal 3. Memiliki penyelia halal 4. Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada Badan Jaminan Produk Halal.

17 Kemudian, berdasarkan Pasal 25 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal setelah memperoleh sertifikat halal, pelaku usaha wajib : 1. Mencantumkan label halal terhadap produk yang telah mendapat sertifikat halal 2. Menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal 3. Memperbarui sertifikat halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir 4. Memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian antara produk halal dan tidak halal 5. Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH Selain itu, Dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal, wajib mencantumkan label halal pada : 1. Kemasan produk 2. Bagian tertentu pada produk 3. Tempat tertentu pada produk Berdasarkan peraturan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya, kewajiban dari produsen atau pelaku usaha untuk mencantumkan label halal pada kemasan produk makanan, terdapat pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

18 D. Gambaran Umum Tentang Majelis Ulama Indonesia (MUI) Majelis Ulama Indonesia (MUI) hadir ke pentas sejarah ketikabangsa Indonesia tengah berada di fase kebangkitan kembali, setelah selama tigapuluh tahun sejak kemerdekaan energi bangsa terserap dalam perjuangan politik, baikdi dalam negeri maupun di dalam forum internasional, sehingga kurang mempunyaikesempatan untuk membangun menjadi bangsa yang maju dan berakhlak mulia. 29 Pertemuan alim ulama yang melahirkan MUI tersebut ditetapkan sebagaimunas (Musyawarah Nasional) MUI Pertama. Dengan demikian, sebelum adanyamui Pusat, terlebih dahulu di daerah-daerah telah terbentuk Majelis Ulama, termasukmajelis Ulama Indonesia Provinsi Sumatera Utara yang berdiri tanggal 11 Januari1975 Masehi bertepatan dengan 28 Zulhijjah 1394 Hijriah. 30 Lahirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak terlepas dari faktor intern danekstern. Faktor intern ialah kondisi umat Islam dan bangsa Indonesia sepertirendahnya pemahaman dan pengalaman agama. Lebih daripada itu, kemajemukandan keragaman umat Islam dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial, dankecendrungan aliran dan aspirasi politik selain dapat merupakan kekuatan, tetapisering juga menjelma menjadi kelemahan dan sumber pertentangan di kalangan umatislam sendiri. Sedangkan faktor ekstern ialah 29 Sekretariat Majelis Ulama Indonesia Pusat, Jurnal, Pedoman Penyelenggaraan Organisasi Majelis Ulama Indonesia Edisi Revisi 2011 HasilRakernas MUI Tahun 2011, (Jakarta, 2011), hal 4 30 Ibid

19 suasana yang mengintari umat Islamdan bangsa Indonesia yang menghadapi tantangan global yang sangat berat. 31 Beberapa alasan atau latar belakang didirikannya Majelis Ulama Indonesia (MUI)antara lain adalah : 1. Diberbagai negara, terutama Asia Tenggara, ketika itu telah dibentuk DewanUlama atau Majelis Ulama atau Mufti selaku penasehat tertinggi dibidangkeagamaan yang memiliki peran tertinggi. 2. Sebagai lembaga atau alamat yang mewakili umat Islam Indonesia kalauada pertemuan-pertemuan ulama Internasional, atau lebih ada tamu dari luarnegeri yang ingin bertukar pikiran dengan ulama Indonesia. 3. Untuk membantu pemerintah dalam memberikan pertimbangan keagamaandalam pelaksanaan pembangunan, serta sebagai jembatan penghubung sertapenterjemah komunikasi antara ulama, dan umat Islam. 4. Sebagai wadah pertemuan dan silaturahim para ulama seluruh Indonesia untukmewujudkan Ukhuwwah Islamiyah. 5. Sebagai wadah musyawarah bagi para ulama, zuama dan cendikiawan muslimindonesia untuk membicarakan permasalahn umat. terkait,yaitu : Majelis Ulama Indonesia mempunyai lima peran utama yang saling 31 Ibid

20 1. Sebagai pewaris tugas para Nabi (Waratsat al-anbiya) 2. Sebagai pemberi fatwa (Mufti) 3. Sebagai Pembimbing dan pelayan umat (Ra iy wa khadim al ummah) 4. Sebagai penegak amar makruf dan nahyi munkar 5. Sebagai pelopor gerakan tajdid 6. Sebagai pelopor gerakan perbaikan umat (Ishlah al ummah) 7. Sebagai pengemban kepemimpinan umat (Qiyadah al ummah) Jika dilihat poin ke 3 latar belakang dibentuknya Majelis Ulama Indonesia yaitu untuk membantu pemerintah dalam memberikan pertimbangan keagamaandalam pelaksanaan pembangunan, serta sebagai jembatan penghubung sertapenterjemah komunikasi antara ulama, dan umat Islam, merupakan salah satu latar belakang terpenting dalam membantu pemerintah untuk melindungi konsumen muslim. MUI sebagai suatu lembaga yang dibentuk dengan tujuan membantu pemerintah, dianggap memiliki suatu integritas dalam hal syariat islam. Sehingga, Majelis Ulama Indonesia memiliki peranan terpenting dalam mewujudkan upaya pemerintah untuk melakukan perlindungan konsumen muslim terhadap makanan yang diproduksi secara tidak halal. LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Komestik Majelis Ulama Indonesia), menjadi salah satu lembaga yang memiliki peranan untuk melindungi konsumen muslim terhadap produk makanan yang tidak halal.

21 Sebelum mendapatkan izin mencantumkan label halal yang merupakan kewajiban dari pelaku usaha, maka tugas dari Majelis Ulama Indonesia adalah untuk menerbitkan sertifikasi halal. Selain itu, MUI memiliki peranan penting dalam menjamin beredarnya produk halal. Dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, dinyatakan bahwa Badan Pengawas Jaminan Produk Halal (BPJPH) dalam melaksanakan tugasnya untuk mengawasi peredaran produk makanan khususnya, dibantu oleh Majelis Ulama Indonesia. Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, menayatakan bahwa kerjasama antara MUI dan BPJPH dalam bentuk : 1. Sertifikasi auditor halal 2. Penetapan kehalalan produk 3. Akreditasi Lembaga Produk Halal. Jika dilihat dari Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, dapat dilihat bahwa MUI memiliki tugas untuk memberikan sertifikasi auditor halal dan memberikan penetapak kehalalan produk. Tentu saja penetapan kehalalan produk tersebut di berikan setelah adanya pengujian dan pengawasan dari LPPOM MUI. Berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Jaminan Produk Halal, MUI dalam melakukan penetapan kehalalan suatu produk, akan memberikan keputusan penetapan halal produk,

22 yang selanjutnya menjadi sebuah syarat untuk mendapatkan izin penetapan label halal dari pemerintah. Berdasarkan kewenangnan yang dimiliki oleh MUI terkait menjamin produk halal di atas, maka peranan MUI sangatlah penting. Mengingat MUI merupakan salah satu lembaga yang menjadi tempat perkumpulan para cendikiawan muslim dan para ulama, yang memiliki integritas dan kapasitas dalam hal syariat islam.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN A. Pengertian Label Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17 Menurut Tjiptono label merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2014 PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA Konferensi Tingkat Tinggi Association of South East Asia Nations (ASEAN) ke-9 tahun 2003 menyepakati Bali Concord II yang memuat 3 pilar untuk mencapai vision 2020 yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan politik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I. Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai. dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan

BAB I. Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai. dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam segala bidang di Indonesia akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya perubahan perilaku konsumen, kebijakan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan sebagai isi dari apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87%

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% beragama Islam merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi produk-produk halal. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat. Jumlah populasi muslim telah mencapai seperempat dari total populasi dunia dan diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, mulai dari hal-hal yang besar hingga bagian terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan

BAB I PENDAHULUAN. dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri kosmetik belakangan ini memang menjadi magnet yang dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan bisnis industri kosmetik menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar dalam membantu perekonomian rakyat. UKM Menurut UU No. 20 tahun 2008 Usaha Kecil dan Menengah adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar dalam membantu perekonomian rakyat. UKM Menurut UU No. 20 tahun 2008 Usaha Kecil dan Menengah adalah usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UKM telah teraktualisasi sejak masa krisis sampai saat sekarang ini. Selama masa krisis hingga saat ini, keberadaan UKM mampu menjadi motor penggerak utama ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang beragama muslim, ada hal yang menjadi aturan-aturan dan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang beragama muslim, ada hal yang menjadi aturan-aturan dan A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan globalisasi yang berkembang saat ini, gaya hidup masyarakat pada umumnya mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk dengan mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari 237.641.326 penduduk Indonesia

Lebih terperinci

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN PELABELAN DAN IKLAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan Pengertian (1) Label

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM UMKM ( Usaha Mikro Kecil dan Menengah ) merupakan pelaku ekonomi nasional yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian. Karena. kegiatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebelum berlakunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi saat ini, maka kebutuhan hidup manusia kian berkembang pula. Tidak hanya kebutuhan akan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN PANGAN AMAN DAN HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R No.1706, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Wajib Kemasan. Minyak Goreng. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG MINYAK GORENG WAJIB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821] UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821] Bagian Kedua Sanksi Pidana Pasal 61 Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bukan hanya umat Islam di pedesaan, tetapi lebih-lebih di perkotaan. Banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. Bukan hanya umat Islam di pedesaan, tetapi lebih-lebih di perkotaan. Banyaknya 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir ini kesadaran beragama umat Islam semakin kuat. Bukan hanya umat Islam di pedesaan, tetapi lebih-lebih di perkotaan. Banyaknya artis-artis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.710, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Minuman. Khusus. Ibu Hamil. Menyusui. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi yang dapat diperoleh konsumen akan semakin banyak dan turut pula mempengaruhi pola

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL -1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYANYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka pangan harus tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam jenisnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, teknologi dan informasi, maka semakin luas alur keluar dan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, teknologi dan informasi, maka semakin luas alur keluar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dan perdagangan bebas, dengan dukungan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, maka semakin luas alur keluar dan masuknya barang dan jasa melintasi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association ( AMA ) dalam Kotler dan Keller

II. LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association ( AMA ) dalam Kotler dan Keller II. LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Menurut American Marketing Association ( AMA ) dalam Kotler dan Keller (2009:5) bahwa Pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen pasar yang potensial dikarenakan pola khusus mereka dalam mengkonsumsi suatu produk. Pola konsumsi ini diatur

Lebih terperinci

TUGAS PRAKTIKUM DASAR-DASAR BISNIS

TUGAS PRAKTIKUM DASAR-DASAR BISNIS TUGAS PRAKTIKUM DASAR-DASAR BISNIS Tugas Praktikum Ke-VI Program Keahlian Manajemen Agribisnis Analisis Lingkungan dan Etika Bisnis ================ Matakuliah Dosen Praktikum Dasar-Dasar Bisnis Tim Dosen

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum syara yang saling berseberangan. Setiap muslim diperintahkan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum syara yang saling berseberangan. Setiap muslim diperintahkan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah muslim terbesar didunia, lebih kurang 80% penduduknya menganut agama Islam. Dalam Islam, halal dan haram adalah bagian

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Bentuk-Bentuk Perlindungan Konsumen Dalam Mas}lahah

BAB IV. A. Analisis Terhadap Bentuk-Bentuk Perlindungan Konsumen Dalam Mas}lahah 80 BAB IV ANALISIS TERHADAP BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM MAS}LAHAH MURS}ALAH TERHADAP LABEL HALAL PADA PRODUK, ANALISIS TERHADAP UU NO.8 TAHUN 1999 TERHADAP PRODUK BAGI KONSUMEN MUSLIM. A.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Produk Pangan 1. Pengertian Pangan Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan yang selanjutnya disingkat UUP, Pangan adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA YANG BERWENANG DALAM PROSES SERTIFIKASI HALAL

PERUBAHAN KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA YANG BERWENANG DALAM PROSES SERTIFIKASI HALAL PERUBAHAN KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA YANG BERWENANG DALAM PROSES SERTIFIKASI HALAL Iffah Karimah 167 Abstrak Halal dan Haram bagi muslim merupakan masalah yang sangat krusial, karena menyangkut hubungan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA A. Hak Dan Kewajiban Konsumen 1. Hak-Hak Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah : 1. Hak atas kenyamanan,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Produk Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. penyampai informasi produk kepada konsumen. Sebuah label biasanya berupa

BAB II KERANGKA TEORI. penyampai informasi produk kepada konsumen. Sebuah label biasanya berupa BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Labelisasi Halal 2.1.1 Pengertian Label Label berhubungan erat dengan pemasaran. Label merupakan media penyampai informasi produk kepada konsumen. Sebuah label biasanya berupa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan dasar yang dirasakan atau disadari. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, terlebih

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Bahwa setiap produk makanan dalam kemasan yang beredar di Kota. Bengkulu wajib mencatumkan label Halal, karena setiap orang yang

BAB IV PENUTUP. 1. Bahwa setiap produk makanan dalam kemasan yang beredar di Kota. Bengkulu wajib mencatumkan label Halal, karena setiap orang yang BAB IV A. Kesimpulan PENUTUP 1. Bahwa setiap produk makanan dalam kemasan yang beredar di Kota Bengkulu wajib mencatumkan label Halal, karena setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali informasi tentang produk yang akan mereka gunakan. Informasi tentang produk dapat diperoleh melalui

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditawarkan bisa meliputi barang fisik (tangible) atau meliputi barang jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditawarkan bisa meliputi barang fisik (tangible) atau meliputi barang jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN BAB I. Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, LATAR BELAKANG. rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan

BAB I: PENDAHULUAN BAB I. Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, LATAR BELAKANG. rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, BAB I LATAR BELAKANG rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang halal, karena setiap makanan yang kita konsumsi akan mendarah. daging dalam tubuh dan menjadi sumber energi yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang halal, karena setiap makanan yang kita konsumsi akan mendarah. daging dalam tubuh dan menjadi sumber energi yang penting untuk BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Islam umat muslim diwajibkan mengkonsumsi makanan yang halal, karena setiap makanan yang kita konsumsi akan mendarah daging dalam tubuh dan menjadi sumber

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Oleh karena itu pemenuhan akan kebutuhannya merupakan hak asasi setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 SERTIFIKASI JAMINAN PRODUK HALAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 (PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN) 1 Oleh : Witanti Astuti Triyanto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TANGGUNG JAWAB, PELAKU USAHA, PERLINDUNGAN KONSUMEN, PRODUK HALAL DAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TANGGUNG JAWAB, PELAKU USAHA, PERLINDUNGAN KONSUMEN, PRODUK HALAL DAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TANGGUNG JAWAB, PELAKU USAHA, PERLINDUNGAN KONSUMEN, PRODUK HALAL DAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) A. Tinjauan Umum Mengenai Tanggung jawab Tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam, yang dapat menyebabkan perasaan daya tarik dan ketentraman. emosional, karena hal itu merupakan pengalaman subyektif.

BAB I PENDAHULUAN. alam, yang dapat menyebabkan perasaan daya tarik dan ketentraman. emosional, karena hal itu merupakan pengalaman subyektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keindahan atau keelokan merupakan sifat dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang memberikan pengalaman persepsi kesenangan, bermakna, atau

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Makanan olahan cepat saji sosis dan nugget. Daging restrukturisasi (restructured meat) merupakan salah satu bentuk

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Makanan olahan cepat saji sosis dan nugget. Daging restrukturisasi (restructured meat) merupakan salah satu bentuk II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Makanan olahan cepat saji sosis dan nugget Daging restrukturisasi (restructured meat) merupakan salah satu bentuk teknologi pengolahan daging dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya membuka usahanya di

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya membuka usahanya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya membuka usahanya di bidang makanan dan minuman seperti usaha membuka tempat makan (restoran/rumah makan), camilan dan kuliner

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK Menimbang : a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat; b. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL

BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL A. UMKM Makanan dan Minuman di Surabaya Usaha mikro kecil menengah (UMKM) merupakan pelaku ekonomi nasional yang mempunyai peran yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 326 jiwa. Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau

BAB I PENDAHULUAN. 326 jiwa. Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237.641. 326 jiwa. Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau Sumatera yang luasnya 25,2

Lebih terperinci

LABEL HALAL PADA PRODUK PANGAN KEMASAN DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN MUSLIM

LABEL HALAL PADA PRODUK PANGAN KEMASAN DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN MUSLIM LABEL HALAL PADA PRODUK PANGAN KEMASAN DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN MUSLIM Siti Muslimah Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret E-mail: she_teauns@yahoo.co.id Abstract The purpose of the research

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah yang baik agar masyarakat dapat merasa lebih aman dan terjamin dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah yang baik agar masyarakat dapat merasa lebih aman dan terjamin dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk halal khususnya dalam bidang olahan pangan merupakan hal yang sangat penting bagi konsumen Daerah Istimewa Yogyakarta yang mayoritas penduduknya beragama Islam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeni suatu produk tertentu yang ingin digunakannya. tentang produk yang tercetak pada kemasan. Dalam label, konsumen dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengeni suatu produk tertentu yang ingin digunakannya. tentang produk yang tercetak pada kemasan. Dalam label, konsumen dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali informasi tentang produk yang akan digunakan. Informasi tentang produk dapat diperoleh melalui beberapa

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id COURSE 4: Major national food regulation: Food Act (7/1996) Consumer Protection Act (8/1999) Food Labeling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Serial artikel sosialisasi halalan toyyiban PusatHalal.com Materi 5 KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Oleh DR. Anton Apriyantono Mengkonsumsi pangan yang halal dan thoyyib (baik, sehat, bergizi dan aman) adalah

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR SAFETY DAN HALAL SEMARANG, 2 JUNI 2016

KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR SAFETY DAN HALAL SEMARANG, 2 JUNI 2016 KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR SAFETY DAN HALAL SEMARANG, 2 JUNI 2016 Yth. Ketua Rektor UNDIP; Yth. Dr. Widayat, Ketua konsorsium;

Lebih terperinci

Jurnal EduTech Vol. 3 No.2 September 2017 ISSN: e-issn:

Jurnal EduTech Vol. 3 No.2 September 2017 ISSN: e-issn: PERAN MAJELIS ULAMA INDONESIA DALAM MENERBITKAN SERTIFIKAT HALAL PADA PRODUK MAKANAN DAN KOSMETIKA Sheilla Chairunnisyah ABSTAK Sertifikasi dan labelisasi halal yang selama ini dilakukan baru menjangkau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin ketat dan berbentuk sangat kompleks. Menghadapi persaingan

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin ketat dan berbentuk sangat kompleks. Menghadapi persaingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang, Indonesia menjadi pasar yang sangat memberikan peluang bagi dunia bisnis. Fenomena tersebut menggambarkan

Lebih terperinci

Fokus Pagi Edisi Rabu, 29 Juli 2009 Tema : Kebijakan Topik : Nasib Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Fokus Pagi Edisi Rabu, 29 Juli 2009 Tema : Kebijakan Topik : Nasib Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Fokus Pagi Edisi Rabu, 29 Juli 2009 Tema : Kebijakan Topik : Nasib Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Sahabat MQ/ Rancangan Undang Undang tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang kini tengah digodok

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG RGS Mitra Page 1 of 11 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV. A. Legitimasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Sebagai bagian dari perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 18

BAB IV. A. Legitimasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Sebagai bagian dari perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 18 BAB IV SINKRONISASI NORMA HUKUM PASAL 97 AYAT (3) POIN E UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN TERHADAP PASAL 29 AYAT (2) UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLI K INDONESIA TAHUN 1945 A. Legitimasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara yang mendapat perhatian yang lebih besar. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara yang mendapat perhatian yang lebih besar. Pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di masa lalu pelaku usaha dipandang sangat berjasa bagi perkembangan perekonomian negara yang mendapat perhatian yang lebih besar. Pada saat ini perlindungan terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1519, 2015 KEMENDAG. Label. Pencantuman. Barang. Kewajiban. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73/M-DAG/PER/9/2015 TENTANG KEWAJIBAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

Sejauh mana penanganan label halal yang dilakukan oleh MUI (LPPOM) sekarang?

Sejauh mana penanganan label halal yang dilakukan oleh MUI (LPPOM) sekarang? {mosimage} KH M Anwar Ibrahim, Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat Rancangan Undang-undang (RUU) Jaminan Produk Halal kini dalam pembahasan di DPR. Selama proses pembahasan itu mulai terasa ada upaya 'melengserkan'

Lebih terperinci