BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA. Keterampilan sosial merupakan bagian penting dari kemampuan hidup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA. Keterampilan sosial merupakan bagian penting dari kemampuan hidup"

Transkripsi

1 13 BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA A. Keterampilan Sosial 1. Pengertian Keterampilan Sosial Keterampilan sosial merupakan bagian penting dari kemampuan hidup individu. Dalam lingkungan pendidikan, keterampilan sosial merupakan kebutuhan primer yang perlu dimiliki oleh siswa sebagai bekal bagi kemandirian pada jenjang kehidupan selanjutnya. Dengan demikian, setiap siswa dituntut untuk memiliki keterampilan sosial yang dapat dijadikan sarana beradaptasi dengan masyarakat yang tidak hanya digunakan demi masa depan namun berlaku sepanjang hidupnya. Karena tanpa memiliki keterampilan sosial individu tidak memiliki kelancaran dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga hidupnya kurang harmonis. Pengertian keterampilan sosial dipaparkan oleh para ahli seperti Cartledge & Milburn (1992: 7) sebagai Socially acceptable learned behaviors that enable the person to interact with others in way that elicit positive responses and assist in avoiding negative responses from them. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa penerimaan sosial merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan bagi individu dalam menjalin dan meningkatkan kualitas hubungan sosial, yang salah satunya dapat dilihat ketika individu sedang berinteraksi dengan orang lain.

2 14 Libert & Lewinsohn (Cartledge & Milburn, 1992: 7) mengemukakan bahwa keterampilan sosial sebagai kemampuan kompleks untuk melakukan perilaku yang mendapat penguatan positif dan tidak melakukan perilaku yang mendapat penguatan negatif. Combs & Slaby (Cartledge & Milburn, 1992: 7) mengartikan keterampilan sosial sebagai kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada konteks sosial dengan cara-cara spesifik yang secara sosial diterima atau bernilai dan dalam waktu yang sama memiliki keuntungan untuk pribadi dan orang lain. Berdasarkan keseluruhan paparan mengenai pengertian keterampilan sosial, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan individu dalam membuat dan mengimplementasikan serangkaian pilihan serta sikap sosial yang sesuai dengan lingkungan hidupnya, baik terhadap lingkungan sekolah, antar pribadi, pribadi dan tugas-tugas akademis dengan tujuan agar dapat diterima secara positif oleh lingkungan tersebut. Istilah keterampilan sosial seringkali disamakan dengan kompetensi sosial. Cartledge & Milburn (1992: 8) menjelaskan istilah kompetensi lebih mengacu pada refleksi penilaian sosial secara umum tentang kualitas perilaku individu dalam situasi tertentu sedangkan istilah keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan dengan lancar disertai dengan ketepatan. Keterampilan sosial merupakan bentuk perilaku, perbuatan dan sikap yang ditampilkan oleh individu ketika berinteraksi dengan orang lain.

3 15 Mclntyre (2003, menyebutkan bahwa keterampilan sosial siswa diantaranya meliputi hal-hal berikut: (1) tingkah laku dan interaksi positif dengan teman lainnya; (2) perilaku yang sesuai di dalam kelas; (3) cara-cara mengatasi frustasi dan kemarahan dan (4) cara-cara mengatasi konflik dengan orang lain. Melalui serangkaian interaksi sosial, siswa mampu mengembangkan berbagai keterampilan sosial di antaranya menjalin pertemanan, persahabatan, mengembangkan pengetahuan, serta menyelesaikan konflik antar individu. Dengan membina dan mempertahankan berbagai jenis hubungan teman sebaya dan pengalaman sosial, terutama konflik teman sebaya (peer conflict), anak memperoleh pengetahuan tentang dirinya sendiri dengan orang lain, serta belajar berbagai keterampilan sosial. 2. Aspek-Aspek Keterampilan Sosial Stephen (Cartledge and Millbern, 1992: 15) memaparkan bahwa keterampilan sosial mempunyai empat sub aspek dalam pengembangan perilaku sosial individu. Dalam hal ini keempat aspek perilaku menjadi indikator tinggi rendahnya keterampilan sosial yang dimiliki siswa usia remaja. Perilaku tersebut antara lain : 1. Enviromental Behavior, yaitu perilaku dalam lingkungan. Bentuk perilaku yang didasarkan lingkungan antara lain: a) peduli terhadap lingkungan dengan menjaga kelestarian lingkungan dan b) menerima dan menghadapi keadaan di luar perkiraan (darurat atau di luar kebiasaan sehari-hari).

4 16 2. Interpersonal behavior, yaitu perilaku antar pribadi. Bentuk perilaku interpersonal antara lain: a) menjaga privasi orang lain, b) mengatasi konflik, c) membantu orang lain, d) mengawali sapaan kepada orang lain, dan e) sikap positif kepada orang lain. 3. Self-related behavior, yaitu perilaku pribadi atau berhubungan dengan diri sendiri. Beberapa bentuk perilaku ini antara lain: a) perilaku etis, b) ekspresi perasaan, c) sikap positif terhadap diri, d) menjaga dan merawat kondisi fisik, dan e) menyadari dan menerima konsekuensi atas perbuatan sendiri. 4. Task-related behavior, yaitu perilaku yang berhubungan dengan tugas (tugas akademik). Bentuk perilaku interpersonal antara lain: a) mengerjakan tugas, b) aktif dalam diskusi, c) memiliki kualitas belajar yang baik, d) bertanya/menjawab pertanyaan yang diberikan guru, dan e) memperhatikan selama pelajaran berlangsung. 3. Dimensi Keterampilan Sosial Stephen (Cartledge & Milburn, 1992: 14) menjelaskan bahwa keterampilan sosial terkait dengan dua dimensi, yaitu kognitif dan afektif. Karena proses kognitif dan afektif merupakan faktor yang determinan mempengaruhi fungsi sosial. Aspek kognitif dan afektif menjadi elemen penting dalam perkembangan dan manfaat dari keterampilan sosial.

5 17 a. Dimensi kognitif Dimensi ini mempunyai fungsi dalam membantu individu untuk mengontrol emosi dan perilakunya agar selaras dengan lingkungan. Aspek keterampilan sosial yang berkenaan pada dimensi kognitif adalah: 1) persepsi sosial, yaitu kemampuan individu untuk menerima dan mengukur situasi yang sedang terjadi disertai penentuan perilaku yang sesuai dengan respon terhadap perilaku orang lain; 2) pemecahan masalah; 3) pengajaran diri atau yang lebih memfokuskan dalam keteramilan mengendalikan diri; 4) restruksi kognitif, yaitu dengan membangun kembali sistem keyakinan diri yang tidak rasional menjadi lebih rasional melalui pemahaman perasaanperasaan negatif yang muncul, mengenali sistem-sistem keyakinan diri yang tidak rasional, menghadapi perasaan tidak berdaya dengan cara memunculkan pemahaman yang lebih positif tentang diri sendiri, dan lebih realistis dalam memandang diri. b. Dimensi afektif Pada dimensi ini, perasaan atau emosi siswa cenderung sulit untuk diukur, tetapi pola perilaku yang tampak sebagai bentuk pengekspresian perasaan cenderung menggambarkan bagaimana perasaan atau kondisi emosi siswa. Sejumlah kemampuan yang harus dicapai dalam pelatihan keterampilan sosial berkaitan dengan perkembangan afektif individu, yaitu:

6 18 1) rasa memiliki terhadap diri sendiri, identitas diri, dan perkembangan harga diri yang ditandai dengan kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif, memahami karakteristik pribadi, dan mengetahui kelemahan dan kelebihan diri sendiri; 2) pengekspresian dan kepedulian terhadap perasaan sendiri, yang ditandai dengan kemampuan untuk mengenali perasaannya terhadap peristiwaperistiwa hidup yang berbeda, menggunakan bahasa atau simbol-simbol yang tepat untuk menggambarkan perasaannya yang positif atau negatif, mengekspresikan perasaan melalui bahasa tubuh dengan tepat, dan memahami fungsi pengekspresian emosi termasuk pengekspresian terhadap perasaannya dengan pengalaman-pengalaman antar pribadinya; 3) kepedulian individu terhadap perasaan orang lain, yang ditunjukkan baik secara verbal, non-verbal, maupun sensitif terhadap perasaan orang lain; 4) kepedulian individu terhadap keragaman dalam megekspresikan perasaan, yang ditandai dengan kemampuan individu untuk memahami bahwa perasaanperasaan yang muncul senantiasa akan berubah-ubah, tergantung pada situasi dan waktu yang sedang terjadi. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial a. Keluarga Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Pada tahun-tahun awal kehidupan yang memberikan pengaruh terpenting terhadap keterampilan sosial dan sikap anak adalah pola asuh atau cara orang tua

7 19 mendidik anak. Hal tersebut menggambarkan bahwa kegagalan yang dialami anak dalam hidupnya terutama dalam hubungan sosial dengan orang lain adalah sebagai akibat dari sikap atau pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Salah satu contoh pola asuh orang tua yang mempengaruhi keterampilan sosial anak, yaitu overprotection (terlalu melindungi). Perilaku orang tua yang overprotection (terlalu melindungi) kepada anak contohnya dengan memberikan perawatan/pemberian bantuan yang terus-menerus, meskipun anak sudah mampu merawat dirinya sendiri, kontak yang berlebihan dengan anak, mengawasi kegiatan anak secara berlebihan dan memecahkan masalah anak. Dengan penerapan pola asuh tersebut, maka perilaku anak akan menjadi kurang percaya diri, sulit dalam bergaul, pembuat onar dan suka bertengkar dalam lingkungan sosial misalnya di lingkungan sekolah. Hal tersebut menunjukkan anak sulit dalam mengembangkan keterampilan sosialnya. Dan sebaliknya anak yang dibesarkan dengan pola asuh demokratis, anak akan dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik, mereka aktif secara sosial dan mudah bergaul. b. Sekolah Sekolah tidak hanya berperan dalam memberikan pengetahuan saja melainkan sebagai penyelenggara pendidikan yang mencakup pengajaran, latihan dan bimbingan. Oleh karena itu guru tidak hanya berperan sebagai pendidik untuk mengembangkan kemampuan akademik, namun berperan dalam mendidik, melatih dan membimbing siswa agar memiliki keterampilan sosial. Keterampilan sosial merupakan cara siswa dalam melakukan interaksi, baik dalam hal

8 20 berkomunikasi maupun bertingkah laku dengan orang lain, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupannya baik di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat luas. c. Teman Sebaya Teman sebaya (peers) adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama (Santrock, 1995: 268). Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok teman sebaya. Anak-anak mengevaluasi apa yang mereka lakukan dalam arti apakah ini baik daripada apa yang dilakukan oleh anak-anak lain. Hal ini sulit dilakukan di rumah, karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda. d. Media Massa Media massa sekarang menjadi sangat berpengaruh bagi anak, dapat dikatakan media massa kini menjadi salah satu lingkungan sosial yang juga memberikan banyak informasi. Televisi sebagai salah satu media yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak, juga selain itu seiring perkembangan zaman kini internet pun masuk dalam dunia anak. Hal tersebut sudah menjadi sebuah fenomena, dalam hal ini ada dua dampak yang muncul yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya media tersebut dapat menjadi sumber informasi bagi anak, menyajikan program-program yang memotivasi dan memberi model-model perilaku prososial. Dan dampak negatifnya, terkadang dapat menjauhkan mereka

9 21 dengan lingkungan di dunia nyata, seperti menjauhkan mereka dari pekerjaan rumah, mereka cenderung menjadi pasif, mengajarkan mereka berbagai stereotif, memberi mereka model-model agresi (kekerasan) dan dapat menjadikan mereka terobsesi dengan pandangan yang tidak realitis tentang dunia. 5. Perilaku yang Timbul Akibat Rendahnya Keterampilan Sosial Quay dan Peterson (Asriyanti, 2011: 22) menjelaskan bahwa beberapa perilaku yang seringkali timbul sebagai gejala masalah rendahnya keterampilan sosial siswa remaja yaitu antara lain: a. Agresi Perilaku ini tampil secara verbal maupun non-verbal yang pada dasarnya berkaitan dengan rendahnya hubungan antar pribadi dengan orang dewasa atau teman sebaya. Perilaku agresi ini direfleksikan ke dalam bentuk berkelahi, mengacau, mengganggu atau merusak, mengatakan kata-kata yang kotor, cepat marah, suka bertengkar, menentang otoritas, tidak bertanggung jawab, memiliki perhatian yang tinggi terhadap hal-hal yang bertentangan dengan norma agama atau susila dan rendahnya perasaan bersalah. b. Menarik Diri (Withdrawal) Individu lebih senang menyatakan atau menunjukkan dirinya dengan cara menarik diri dari lingkungan sosial dibandingkan dengan menyerang (agresi). Karakteristik individu yang menarik diri diantaranya: merasa takut, cemas, mempermasalahkan fisik, menunjukkan ketidakbahagiaan, depresi, merasa rendah diri, pemalu dan mengasingkan diri dari lingkungan

10 22 c. Tidak Dewasa (Immaturity) Tidak tercapainya kematangan tugas perkembangan pada tahap siswasiswa atau remaja, memungkinkan individu mengalami kesulitan dalam berperilaku sosial sesuai dengan harapan lingkungan. Gejala masalah yang muncul dari ketidakmatangan atau ketidakdewasaan individu dalam berperilaku tampak dari munculnya kecanggungan-kecanggungan dalam menjalin hubungan sosial, memilih teman dari kelompok usia yang lebih muda dan cenderung pasif. B. Program Bimbingan Pribadi-Sosial 1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial Bimbingan merupakan terjemahan dari istilah guidance dalam bahasa Inggris. Secara harfiah istilah guidance berasal kata guide, yang berarti: (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), dan (4) menyetir (to steer). Bimbingan pada dasarnya merupakan proses bantuan yang diberikan kepada individu agar mampu mencapai perkembangan diri yang optimal. Pengertian bimbingan banyak dikemukakan oleh para ahli diantaranya sebagai berikut. Yusuf (2006: 30) mengartikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada siswa agar mampu memahami potensi diri dan lingkungannya, menerima diri, mengembangkan dirinya secara optimal, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan budaya) sehingga mencapai kehidupam yang bermakna (berbahagia), baik secara personal maupun sosial.

11 23 Sedangkan menurut Prayitno (2004: 99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang/beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Dan menurut Winkel (1997: 17) mendefinisikan bimbingan sebagai pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup. Dari beberapa definisi bimbingan diatas, dapat disimpulkan bahwa: (a) bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu secara kontinyu dan sistematis, (b) yang bertujuan untuk membantu proses pengembangan potensi diri melalui pola-pola sosial yang dilakukannya sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pola-pola sosial yang dimaksudkan adalah pola-pola dimana individu tersebut dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan serta bagaimana individu tersebut memiliki keterampilan dalam melaksanakan sosialisasi dengan lingkungan sekitar. Merujuk kepada rumusan bimbingan di atas, selanjutnya dapat dirumuskan definisi bimbingan pribadi-sosial. Surya (1988: 47) mengemukakan bahwa Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan yang membantu para siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sosial pribadi seperti masalah pergaulan, penyelesaian konflik, penyesuaian diri dan sebagainya.

12 24 Yusuf dan Nurihsan (2005: 11) merumuskan bimbingan pribadi-sosial sebagai suatu upaya membantu individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan keadaaan psikologis dan sosial konseli, sehingga individu memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Winkel (1997: 45) mengemukakan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pengumulan-pengumulan dalam hatinya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusian dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial). Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan upaya pengembangan kemampuan siswa untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah pribadi atau sosial dengan cara menciptakan lingkungan interaktif pendidikan yang kondusif, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap positif, serta dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan pribadi dan sosial. 2. Tujuan Bimbingan Pribadi-Sosial Tujuan pemberian layanan bimbingan secara umum ialah agar individu dapat (a) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir, serta kehidupannya pada masa yang akan datang; (b) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (c) menyesuaikan diri dengan

13 25 lingungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya; dan (d) mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja (Nurihsan, 2006: 8). Yusuf dan Nurihsan (2005: 14) merumuskan beberapa tujuan secara khusus dari bimbingan yang terkait dengan aspek pribadi-sosial, yaitu: 1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME, baik dalam kehidupan pribadi, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya; 2. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing; 3. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat flukmatif antara yang menyenangkan (anugerah) dan yang tidak menyenangkan (musibah) serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agaman yang dianut; 4. Memiliki penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun dengan kelemahan, fisik maupun psikis; 5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain; 6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat; 7. Bersikap respect terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecahkan martabat atau harga dirinya;

14 26 8. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya; 9. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial, sikap empati, dan toleran yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, tolong menolong atau silahturahmi sesama manusia; 10. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik yang bersifat internal (diri sendiri) maupun yang bersifat eksternal (orang lain). 11. Memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan secara efektif. 3. Posisi Bimbingan Pribadi-Sosial dalam Bimbingan dan Konseling Dilihat dari masalah siswa, ada empat ragam bimbingan, yaitu: (1) bimbingan akademik (belajar), (2) bimbingan pribadi-sosial, (3) bimbingan karir, dan (4) bimbingan keluarga (Yusuf, 2006: 37). 1. Bimbingan Akademik (Belajar) Bimbingan akademik yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik. Yang tergolong dalam aspek akademik diantaranya: cara belajar yang efektif, penyelesaian tugas-tugas dan latihan, pemilihan jurusan/konsentrasi, dan perencanaan pendidikan lanjutan. Bimbingan akademik dilakukan dengan cara mengembangkan suasana belajarmengajar yang kondusif agar siswa terhindar dari kesulitan belajar. Dalam bimbingan akademik, para pembimbing berupaya memfasilitasi siswa dalam mencapai tujuan akademik yang diharapkan.

15 27 2. Bimbingan Pribadi-Sosial Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensi diri dan kemampuan berhubungan sosial serta memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial. Yang tergolong dalam aspek pribadi-sosial ini, seperti hubungan dengan sesama teman, guru, seta staf sekolah, pengembangan bakat dan minat, dan penyelesaian konflik (pribadi atau sosial). Bimbingan pribadi-sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan siswa dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang mantap, dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh siswa. Bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi dan sosial yang tepat. 3. Bimbingan Karir Bimbingan karir yaitu bimbingan untuk membantu siswa dalam perencanaan, pengembangan dan pemecahan masalah-masalah karir, seperti: pemahaman terhadap jabatan dan tugas-tugas kerja, perencanaan dan pengembangan karir, penyesuaian pekerjaan, dan pemecahan masalah-masalah karir yang dihadapi. Bimbingan karir juga merupakan layanan pemenuhan kebutuhan perkembangan siswa sebagai bagian integral dari program pendidikan. Bimbingan karir terkait dengan perkembangan kognitif, afektif, maupun keterampilan siswa dalam mewujudkan konsep diri yang positif, memahami

16 28 proses pengambilan keputusan, maupun perolehan pengetahuan dalam keterampilan yang akan membantu dirinya memasuki sistem kehidupan sosial budaya yang terus menerus berubah. 4. Bimbingan Keluarga Bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada individu sebagai pemimpin/anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan /berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia. Adapun empat ragam bimbingan tersebut dapat dilihat pada bagan 2.1 sebagai berikut. Bimbingan Akademik Ragam Bimbingan di Tinjau dari Masalah Siswa Bimbingan Pribadi-Sosial Bimbingan Karir Bimbingan Keluarga Bagan 2.1 Ragam Bimbingan di tinjau dari Masalah Siswa

17 29 Bimbingan pribadi-sosial merupakan salah satu bidang layanan bimbingan dalam mengembangkan potensi diri dan kemampuan berhubungan sosial serta memecahkan masalah-masalah pribadi dan sosial. Tujuan dari bimbingan pribadisosial ini adalah siswa mampu menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi dan sosial yang tepat. 4. Bidang Layanan Bimbingan Pribadi dan Sosial Layanan bimbingan pribadi-sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu. Bimbingan pribadisosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yag kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi-sosial yang tepat (Nurihsan dan Yusuf, 2005: 11). Adapun layanan bimbingan pribadi-sosial yang dapat diberikan kepada siswa antara lain: 1. Layanan bimbingan klasikal, layanan ini diperuntukan bagi semua siswa dan dilakukan oleh konselor dengan melakukan kontak langsung dengan para siswa di kelas, layanan ini merupakan pemberian layanan orientasi dan informasi yang dapat disampaikan melalui metode ceramah dan diskusi.

18 30 2. Layanan bimbingan kelompok, layanan ini diberikan kepada siswa melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d 10 orang), metode yang digunakan adalah diskusi, topik yang didiskusikan adalah masalah yang bersifat umum dan tidak rahasia. 3. Layanan konseling individual, layanan yang diberikan kepada para siswa yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam mencapai tuas-tugas perkembanganya. Melalui konseling, siswa dibantu untuk mengidentifikasi masalah, peneyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. 4. Layanan konseling kelompok, konseling kelompok dilaksanakan untuk membantu siswa memecahkan masalahnya melalui kelompok, dilakukan dengan metode diskusi. Dalam konseling kelompok, masing-masing siswa mengemukakan masalah yang dialaminya, kemudian satu sama lain saling memberikan masukan atau pendapat untuk memecahkan permasalahan tersebut. 5. Aspek-Aspek Layanan Bimbingan Pribadi-Sosial Nurihsan dan Yusuf (2005: 28-29) memaparkan aspek-aspek yang perlu mendapatkan layanan bimbingan pribadi-sosial adalah sebagai berikut: a. Bidang Pribadi 1) Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mencakup: a) kurang motivasi untuk mempelajari agama; b) kurang pemahaman agama sebagai pedoman hidup;

19 31 c) kurang memiliki kesadaran bahwa setiap perbuatan manusia diawasi tuhan; d) masih merasa malas untuk melaksanakan shalat; e) kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur. 2) Perolehan sistem nilai, meliputi: a) masih memiliki kebiasaan berbohong; b) masih memiliki kebiasaan mencontek; c) kurang berdisiplin (khususnya memelihara kebersihan). 3) Kemandirian emosional, meliputi: a) belum mampu membebaskan diri dari perasaan atau perilaku kekanakkanakan; b) belum mampu menghormati orangtua atau orang lain secara ikhlas; c) masih kurang mampu menghadapi atau mengatasi situasi frustasi (stres) secara positif. 4) Pengembangan keterampilan intelektual, meliputi: a) masih kurang mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang matang; b) masih suka melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan baik-buruknya, rugi-untungnya; 5) Menerima diri dan mengembangkannya secara efektif, meliputi: a) kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri; b) merasa rendah diri apabila bergaul dengan orang yang memiliki kelebihan.

20 32 b. Bidang Sosial 1) Berperilaku sosial yang bertanggung jawab, meliputu: a) kurang menyenangi kritikan orang lain; b) kurang memahami tatakrama (etika) pergaulan; c) kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di sekolah maupun di masyarakat. 2) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, meliputi: a) merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis; b) merasa tidak senang kepada teman yang suka mengkritik. 3) Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga, meliputi: a) sikap yang kurang positif terhadap pernikahan; b) sikap yang kurang positif terhadap hidup berkeluarga. 6. Program Bimbingan Pribadi-Sosial Tugas pokok seorang konselor diatur dalam SK Menpan No pasal 4, yaitu menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya (Nurihsan, 2005: 43). Menurut Winkel (1997: 119) program bimbingan adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Program bimbingan merupakan pedoman bagi tenaga pembimbing sehingga pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat terlaksana dengan

21 33 lancar, efektif, efisien, serta dapat dilakukan evaluasi baik terhadap program, proses, maupun hasil. Penyusunan program bimbingan dan konseling perlu didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan nyata di lapangan. Untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu diadakan pengumpulan data, baik data primer yang diperoleh langsung dari siswa, orang tua dan guru, maupun data sekunder dari dokumen-dokumen yang ada di sekolah. Program bimbingan yang disusun secara baik dan matang memberikan banyak keuntungan, baik bagi siswa yang mendapatkan layanan maupun bagi guru pembimbing atau staf bimbingan yang melaksanakannya. Adapun ciri-ciri program bimbingan yang baik adalah seperti yang dikemukakan oleh Miller (Suherman dan Sudrajat, 1998 : 23), sebagai berikut. 1. Disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan nyata siswa. 2. Diatur menurut skala prioritas berdasarkan kebutuhan siswa. 3. Dikembangkan secara berangsur-angsur dengan melibatkan semua unsur petugas. 4. Mempunyai tujuan yang ideal tetapi realistis. 5. Mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan di antara semua staf pelaksana. 6. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. 7. Penyusunannya disesuaikan dengan program pendidikan dan pengajaran di sekolah yang bersangkutan. 8. Memberikan kemungkinan pelayanan kepada seluruh siswa.

22 34 9. Memperlihatkan peran yang penting dalam menghubungkan sekolah dengan masyarakat. 10. Berlangsung sejalan dengan proses penilaian baik mengenai program itu sendiri, kemajuan siswa yang dibimbing, dan kemajuan pengetahuan, keterampilan serta sikap para petugas pelaksananya. 11. Menjamin keseimbangan dan kesinambungan pelayanan bimbingan dalam hal: a) Pelayanan kelompok dan individual. b) Pelayanan yang diberikan oleh berbagai guru pembimbing. c) Penggunaan alat ukur yang objektif dan subjektif. d) Penelaahan tentang siswa dan pemberian konseling. e) Pelayanan yang diberikan dalam berbagai jenis bimbingan. f) Pemberian konseling umum dan khusus. Schmidt (1999: 40) mengemukakan empat fase dalam pengembangan program bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. a. Perencanaan Dalam proses perencanaan, penyeleksian dan penetapan tujuan umum maupun prioritas merupakan hal yang paling esensial, di samping melakukan identifikasi kebutuhan terhadap siswa, orang tua siswa, serta guru terhadap layanan bimbingan dan konseling. Pada prinsipnya, tujuan dielaborasi dan ditetapkan berdasarkan hasil analisis kebutuhan di lapangan. Selain itu, dalam proses perencanaan program, guru pembimbing harus memulai menentukan

23 35 dengan tepat arah pendekatan layanan yang akan diberikan, apakah berprinsip pada langkah preventif, pengembangan atau kuratif. b. Pengorganisasian Pada tahap ini guru pembimbing mulai menetapkan pembagian tugas dan tanggung jawab serta wewenang, sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakan sebagai kesatuan untuk mencapai tujuan bersama. Pada tahap pengorganisasian, kesepahaman dan komitmen yang tinggi menjadi sebuah keharusan untuk dimiliki tiap personil sekolah. Mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru bidang studi, tenaga administrasi, dan lembaga kependidikan lainnya. Sosialisasi program bimbingan dilaksanakan dalam rangka mencapai keselarasan misi yang diemban oleh pihak penyelenggara bimbingan dengan misi yang telah ditetapkan oleh sekolah. Koordinasi dan konsultasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pengorganisasian bimbingan sebagai bagian dari langkah pengoptimalisasian fungsi dukungan sistem yang ada. c. Pelaksanaan Pelaksanaan proram yang telah disusun dan ditetapkan, serta didukung oleh personil sekolah lain turut ditunjang dengan kesiapan guru pembimbing sendiri untuk melaksanakan semua program tersebut, baik kesiapan dalam hal keilmuan, tenaga, maupun dana. d. Evaluasi Tahap ini merupakan bagian yang sama pentingnya dengan tahapan lainnya, yaitu sebagai umpan balik terhadap program yang terlaksana. Efektif tidaknya program yang telah ditetapkan dan diimplementasikan, tercapai tidaknya

24 36 tujuan yang telah ditetapkan disetiap rumusan kegiatan, serta sesuai tidaknya pelaksanaan program dengan kebutuhan siswa akan layanan bimbingan itu sendiri. Selain itu, kegiatan evaluasi juga menghasilkan serangkaian data yang dipersiapkan oleh personil guru pembimbing dalam menghadapi permasalahan atau hambatan yang biasanya muncul dalam proses pelaksanaan program bimbingan di lapangan. Menurut Muro dan Kottman (Yusuf, 2006: 69-74) struktur program bimbingan diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan, yaitu: 1. Layanan Dasar Layanan dasar bimbingan ini ditujukan untuk seluruh siswa (for all) melalui kegiatan-kegiatan kelas atau di luar kelas, yang disajikan secara sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Strategi layanan dasar bimbingan, yaitu: bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, berkolaborasi dengan guru mata pelajaran/wali kelas dan bekerjasama dengan orang tua. 2. Layanan Responsif Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera. Layanan ini lebih bersifat preventif atau mungkin kuratif. Strategi layanan responsif, yaitu: konsultasi, konseling individual/kelompok, referal (rujukan atau alih tangan) dan bimbingan teman sebaya.

25 37 3. Layanan Perencanaan Individual Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang memberikan bantuan kepada semua siswa agar mampu membuat dan melaksanakan perencanaan masa depannya berdasarkan pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya. Strategi layanan perencanaan individual, yaitu: penilaian individual atau kelompok dan individual or small-group advicement. 4. Dukungan Sistem Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional (hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat), masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan. Strategi dukungan sistem, yaitu: pengembangan professional, pemberian konsultasi dan manajemen program. Ketiga komponen diatas (layanan dasar bimbingan, layanan responsif dan layanan perencanaan individual), merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada para siswa secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen program yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa, atau memfasilitasi kelancaraan perkembangan siswa. Program ini memberikan dukungan kepada guru pembimbing dalam rangka memperlancar penyelenggaaraan ketiga program layanan di atas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah (Yusuf, 2006: 74).

26 38 C. Peranan Program Bimbingan Pribadi-Sosial dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Siswa Keterampilan sosial merupakan kemampuan individu dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan kemampuan memecahkan masalah, sehingga memperoleh adaptasi yang harmonis di masyarakat. Karena tanpa memiliki keterampilan sosial individu tidak memiliki kelancaran dalam berinteraksi dengan orang lain sehingga dapat menimbulkan konflik atau hidupnya kurang harmonis. Siswa yang memiliki keterampilan sosial adalah siswa yang mampu menunjukkan perilaku yang disetujui secara sosial oleh kelompoknya. Pada umumnya di setiap sekolah khususnya tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), banyak ditemui siswa yang menunjukkan ketidakmampuannya dalam mengembangkan keterampilan sosial, sehingga menampilkan berbagai sikap negatif dan menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku yang ditampilkan siswa di sekolah, seperti: melanggar tata tertib sekolah, tidak mengerjakan tugas, mengisolir diri, tidak bisa bergaul, tidak bisa bekerja sama, mengganggu teman, berkelahi, dan membuat onar di sekolah. Rendahnya keterampilan sosial siswa di sekolah merupakan salah satu perilaku yang negatif dan juga merupakan masalah sosial yang menjadi hambatan dalam mengembangkan keterampilan sosial secara optimal. Melihat kondisi tersebut, maka diupayakan pemberian bantuan melalui program bimbingan pribadi-sosial karena melalui program bimbingan pribadi-sosial siswa diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah pribadi dan sosial, sehingga siswa dapat menyesuaikan

27 39 diri secara baik dalam lingkungan sosialnya (Yusuf, 2006: 38). Secara umum tujuan dari program bimbingan pribadi-sosial adalah membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosialnya dalam 4 (empat) aspek perilaku, yaitu: perilaku dengan lingkungan (sekolah), perilaku antar pribadi, perilaku pribadi dan perilaku dalam tugas-tugas akademik. Program bimbingan pribadi-sosial disusun berdasarkan profil keterampilan sosial siswa kelas X SMA Negeri 6 Cimahi. Dalam program ini memuat komponen-komponen yang terdiri atas rasional, deskripsi kebutuhan, tujuan layanan, komponen program, sasaran layanan, rencana operasional, pengembangan tema dan tahapan atau langkah implementasi program. D. Hasil Penelitian Terdahulu Adapun beberapa penelitian terdahulu mengenai program bimbingan pribadi-sosial dan keterampilan sosial siswa antara lain : 1. Hasil Penelitian Hasan Abdurokhman di SMA Pasundan 2 siswa kelas RSBI mengenai program bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Abdurokhman, 2009: 89) menunjukkan bahwa siswa kelas RSBI memiliki tingkat pencapaian keterampilan sosial yang belum optimal. Maka penyusunan program bimbingan pribadi-sosial diarahkan pada pendekatan preventif dan perkembangan. Artinya, program bimbingan pribadi sosial disusun untuk dapat memelihara dan mengembangkan keterampilan sosial siswa kelas RSBI.

28 40 2. Hasil Penelitian Dina Meta Eliza di SMA Pasundan 3 Bandung (Eliza, 2008: 62) menunjukkan siswa terisolir yang mempunyai keterampilan sosial tinggi sebanyak 5 orang (18,5%), siswa terisolir yang mempunyai keterampilan sosial sedang sebanyak 18 orang (66,7%) dan siswa terisolir yang mempunyai keterampilan sosial rendah sebanyak 4 orang (14,8%). 3. Hasil penelitian Lawrence E. Shapiro bahwa sekitar 50% siswa yang dirujuk ke guru BK (Bimbingan dan Konseling) di sekolah, diidentifikasi memiliki keterampilan sosial yang buruk dan cenderung di tolak oleh teman sebayanya. Data tersebut menggambarkan bahwa masalah sosial yang muncul pada masa remaja menjadi lebih menonjol dibanding kesulitan belajar di sekolah (Khairiah, 2008: 4).

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k FOKUS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Suherman, M.Pd. Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI LAYANAN PENGEMBANGAN PRIBADI MAHASISWA Dr. Suherman, M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata #3 Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id Komitmen kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/ Madrasah,

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) termasuk pada kategori remaja, tepatnya masa remaja awal. Konopka (Pikunas, 1976 dalam Yusuf, 2004 :

Lebih terperinci

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Pendidikan bertanggungjawab mengembangkan kepribadian siswa sebagai upaya menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN FORMAL RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata #6 Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id School guidance curriculum Individual student planning Responsive servise System support proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli penyiapan pengalaman terstruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa, serta masa dimana seseorang mulai mengembangkan dan memperluas kehidupan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup diri pribadi tidak dapat melakukan sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Terdapat ikatan saling ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya didunia ini. Pendidikan sangat berperan dalam upaya menjamin kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional dan metode penelitian. A. Latar Belakang

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 Hak cipta Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018 FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Catharina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku

Lebih terperinci

BIMBINGAN BELAJAR BAGI MAHASISWA

BIMBINGAN BELAJAR BAGI MAHASISWA BIMBINGAN BELAJAR BAGI MAHASISWA Dra. Gantina Komalasari, M.Psi Email : gantina_komalasari@yahoo.com Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta I. Pendahaluan Meskipun

Lebih terperinci

Pendekatan dan Teknik Bimbingan dan Konseling. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd

Pendekatan dan Teknik Bimbingan dan Konseling. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd Pendekatan dan Teknik Bimbingan dan Konseling Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd Bimbingan Klasikal Bimbingan Kelompok Berkolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran Berkolaborasi dengan Wali Kelas Berkolaborasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB II DAMPAK POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL YANG BAIK PADA ANAK TUNANETRA

BAB II DAMPAK POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL YANG BAIK PADA ANAK TUNANETRA BAB II DAMPAK POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL YANG BAIK PADA ANAK TUNANETRA Pada bab ini akan dijelaskan konsep tentang teori-teori yang berkaitan dengan keterampilan sosial dan pola asuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan investasi yang berharga bagi peradaban umat manusia, pada saat yang bersamaan pendidikan dan penalaran moral juga merupakan pilar yang sangat

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF

KONSEP DASAR PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF KONSEP DASAR PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF 1. Pengertian Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif Bimbingan dan Konseling merupakan serangkaian kegiatan atau aktivitas yang dirancang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan di Taman Kanak-kanak 47 PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Bimbingan perkembangan merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam dalam rentang kehidupan yang dilalui oleh individu. Masa ini merupakan periode kehidupan yang penting dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah, BAB I PENDAHULUAN Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode penelitian,

Lebih terperinci

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia adalah unik, dan peserta didik yang memasuki masa remaja harus dapat menyadari hal tersebut. Melalui layanan bimbingan konseling disekolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak dan semakin menguat pada masa remaja.hurlock (1980:235) kesatuan membentuk apa yang disebut sebagai konsep diri.

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak dan semakin menguat pada masa remaja.hurlock (1980:235) kesatuan membentuk apa yang disebut sebagai konsep diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep diri atau self conceptmerupakan suatu kombinasi dari perasaan dan kepercayaan mengenai diri sendiri.konsep diri dipelajari melalui pengalaman pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta 1. BK Komprehensif muncul berdasar evaluasi thp sistem sebelumnya 2. Sistem yang lama berorientasi tradisional/konselor 3. Sistim yang lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta 1. BK Komprehensif muncul berdasar evaluasi thp sistim sebelumnya 2. Sistem yang lama berorientasi tradisional/konselor 3. Sistim yang lama

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata #4 Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id diperuntukkan bagi semua konseli sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya) menekankan hal yang positif merupakan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

Wawasan Bimbingan Konseling di Sekolah. Meliputi : pengertian, tujuan, landasan & urgensi BK, fungsi, sifat, ruang lingkup, prinsipprinsip,

Wawasan Bimbingan Konseling di Sekolah. Meliputi : pengertian, tujuan, landasan & urgensi BK, fungsi, sifat, ruang lingkup, prinsipprinsip, Wawasan Bimbingan Konseling di Sekolah Meliputi : pengertian, tujuan, landasan & urgensi BK, fungsi, sifat, ruang lingkup, prinsipprinsip, asas-asas Definisi Bimbingan Konseling Definisi bimbingan : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah [Type text] Pendidikan adalah faktor utama dalam menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa, baik atau buruknya masa depan bangsa ditentukan oleh pendidikan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur

Lebih terperinci

Oleh : Sugiyatno, M.Pd

Oleh : Sugiyatno, M.Pd Oleh : Sugiyatno, M.Pd Dosen PPB/BK- FIP- UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA sugiyatno@uny.ac.id Sugiyatno. MPd Jln. Kaliurang 17 Ds. Balong, Pakembinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta Hp. 08156009227 Beriman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan individu. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam setiap aspek perkembangannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata;

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Barang siapa yang tidak mau merasakan sakitnya belajar, maka dia tidak akan merasakan nikmatnya ilmu. Sahabat Waktu hanya memberikan kita kesempatan satu kali,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA DI SUSUN OLEH : SURANTO HARIYO H RIAN DWI S YUNITA SETIA U YUYUN DESMITA S FITRA VIDIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

KODE ETIK GURU INDONESIA

KODE ETIK GURU INDONESIA KODE ETIK GURU INDONESIA MUKADIMAH Guru Indonesia tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan konseling dalam kegiatan konseling cenderung mengantarkannya pada keadaan stres. Bahkan ironisnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan senantiasa hidup dan bergaul dengan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Melalui pendidikan diharapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22 BAB IV ANALISIS A. Optimalisasi manajemen layanan bimbingan dan konseling di SMP Islam Sultan Agung 1 Semarang Pendidikan merupakan aset yang tidak akan ternilai bagi individu dan masyarakat, pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif. 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif yaitu penelitian yang memungkinkan dilakukannya observasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang,

BAB II LANDASAN TEORI. Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini disajikan uraian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini disajikan uraian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan 70 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini disajikan uraian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian. Metode yang dimaksud adalah berkaitan dengan pendekatan lokasi dan subjek penelitian,

Lebih terperinci

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Banyak pertanyaan dari mahasiswa tentang, bagaimana menjadi konselor professional? Apa yang harus disiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia. 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Layanan Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia. Dari manusia artinya pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci