PENDIDIKAN KARAKTER DALAM AKTIVITAS BELAJAR MELALUI PENDEKATAN BUDHISM. Taridi, Komang Sutawan STIAB Jinarakkhita Lampung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDIDIKAN KARAKTER DALAM AKTIVITAS BELAJAR MELALUI PENDEKATAN BUDHISM. Taridi, Komang Sutawan STIAB Jinarakkhita Lampung"

Transkripsi

1 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM AKTIVITAS BELAJAR MELALUI PENDEKATAN BUDHISM Taridi, Komang Sutawan STIAB Jinarakkhita Lampung ABSTRAK Peran pendidikan dalam mewujudkan perkembangan tidak hanya dinilai dari seberapa besar peserta didik mampu memiliki keterampilan. Pada dasarnya kemampuan untuk mengimbangi perkembangan jaman memang dibutuhkan. Namun, ada hal yang lebih penting lagi, bagaimana pendidikan itu mampu memberikan kontribusi bagi peserta didik untuk memiliki bekal nilai-nilai luhur, etika, toleransi serta karakter yang selaras dengan budaya dimasyarakat. Menjawab hal itu, perlu adanya strategi untuk mengupayakan pendidikan karakter yang dilandasi dengan pemahaman spiritual. Pemahaman spiritual tentunya harus didasari dengan praktik religi sehingga nilai-nilai luhur dapat menjadi dasar bagi peserta didik agar memiliki karakter sesuai dengan keribadian yang dimiliki. Kata kunci: nilai-nilai karakter, religius A. PENDAHULUAN Permasalahan pokok yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana membentuk generasi bangsa yang berkarakter. Pendidikan yang berbasis karakter bangsa merupakan salah satu langkah dunia pendidikan saat ini guna menghasilkan lulusan yang berkualitas. Bukan hanya itu, pendidikan karakter memang dibutuhkan saat ini untuk mengembalikan identitas bangsa, terutama generasi muda penerus perjuangan bangsa. Generasi yang memiliki nilai-nilai luhur, berkembang baik secara fisik dan mental akan dapat membentuk kepribadian, mental serta sikap yang baik sehingga terbentuklah generasi bangsa yang dapat dihandalkan. Memahami tujuan yang demikian luas. Banyak sekolah memunculkan berbagai strategi sehingga memunculkan berbagai macam keberagaman. Keberagaman pendidikan pada era modern saat ini memunculkan berbagai macam permasalahan. Tidak sedikit masalah muncul dikarenakan banyak terjadi kompetisi untuk memajukan pelayanan pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dalam persaingan khususnya dilingkungan masyarakat. Banyak sekolah menawarkan berbagai kegiatan ekstrakurikuler untuk menambah aktivitas siswa di sekolah. Program pendidikan informal saat banyak dijumpai untuk memberikan dukungan kepada siswa untuk menyiapkan ujian diakhir sekolah. Selain itu, alasan klasik yang sering dikemukakan pihak sekolah biasanya takut jika peserta didik tidak naik kelas dan tidak lulus. Pihak sekolah malu jika sekolahnya dianggap tidak bermutu dan berkualitas, serta takut jika tidak ada peminat (calon siswa baru) yang mau sekolah. Berbagai pertimbangan untuk mewujudkan terjadinya perubahan dalam dunia pendidikan salah satunya dengan memperbaiki kurikulum. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Ekuivalensi Kegiatan Pembelajaran/Pembimbingan Bagi Guru Yang Bertugas Pada SMP/SMA/SMK yang melaksanakan kurikulum 2013 menjelaskan mengenai beban belajar peserta didik SMP 38 jam, SMA kelas X 42 jam, SMA kelas XI dan XII 44 jam SMK 48 jam. Jika dilihat dari waktu yang telah ditentukan rata-rata siswa SMP belajar 6-7 jam per/hari dan

2 untuk anak SMA/SMK 7-8 jam selain itu ditambah lagi pembelajaran di luar sekolah. Banyak siswa melakukan les atau privat untuk mendukung pembelajaran di sekolah bahkan ada juga yang melakukan kegiatan pembelajaran mata pelajaran di sekolah. Sementara itu, Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanahkan agar pendidikan tidak hanya memberi kesempatan untuk membentuk insan Indonesia yang cerdas semata, tetapi juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Senada dengan hal ini, 2560 tahun yang lampau Buddha Gautama telah memberikan contoh pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan metode upaya kausalya 1. Strategi dan metode dalam mengajarkan Dharma kepada muridmuridnya berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan karena kondisi mental serta kemampuan murid-nya yang berbeda-beda. Proses pembabaran Dharmapun dilaksanakan sesuai dengan karakter muridnya masing-masing. Kemampuan Buddha yang sempurna dalam kebijaksanaan serta pengetahuan memberikan contoh bahwa pendidikan kontekstual, berkarakter, akan memberikan dampaknya kepada aktivitas belajar siswa. Aktivitas ini terefleksi dalam proses dan tindakan siswa dalam perkembangan mentalnya. Pada akhirnya, siswa akan mengalami kematangan dalam berpikir, spiritual meningkat, yang tercermin dalam pikiran, ucapan dan perbuatannya yang bersih dan terbebas dari kekotoran batin. B. ANALISIS 1. Kontekstual Pendidikan Karakter Pendidikan karakter merupakan wahana menanamkan nilai- nilai kebaikan kepada anak baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Isnaini, 2013). Untuk itu pemahaman mengenai pendidikan karakter dalam pelaksanaannya harus menumbuhkan konsep internal siswa. Konsep ini setidaknya akan memberikan nilai-nilai kebaikan bagi siwa. Oleh sebab itu, penanaman karakter merupakan dasar dalam proses pendidikan. Selaras dengan pendapat (Kartadinata, 2009) Pendidikan adalah persoalan kemanusiaan yang harus didekati dari perkembangan manusia itu sendiri. Pemahaman itu tentunya dapat menjadi pertimbangan bahwa pembelajaran harus kontekstual. Pembelajaran memerlukan cara yang sesuai dengan karakter peserta didik. Oleh sebab itu pendidikan tidak mengarah pada satu aspek yaitu pengetahuan saja. Menurut Wibowo (2013: 38) Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan dan tindakan. Dari ketiga aspek ini sama hal nya dengan pemahaman mengenai pembelajaran yang harus menyeimbangkan baik aspek kognitif, psikomotor maupun afektifnya. Dengan kata lain, seyogyanya para pendidik tidak membedakan perhatiannya kepada siswa yang memiliki dominan kecerdasan tertentu. Seperti yang diketahui bahwa setiap individu memiliki keceradasan yang berbeda. Menurut Gardner (1983), kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk mode yang merupakan konsekuensi dalam suasana budaya atau masyarakat tertentu." Adapun kecerdasankecerdasan tersebut yaitu: a. Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah katakata secara efektif, baik secata oral maupun tertulis. b. Kecerdasan matematis-logis adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, serta pemikiran logis dan ilmiah. c. Kecerdasan ruang-spasial adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-spasial secara tepat. 1 Upaya kausaliya : metode sederhana yang dilakukan oleh Buddha untuk mengajarkan ajarannya

3 d. Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. e. Kecerdasan kinestetik-badani adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan atau perasaan. f. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Dari konsep kecerdasan, tentunya bisa menumbuhkan kebijaksanan bagaimana seorang tenaga pendidik melakukan pengajaran. Pengajaran yang baik bisa dilakukan apabila pengajar mampu memahmi kemampuan serta karakter siswa. Sehingga penentuan strategi dapat dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan. Memahami bahwa setiap siswa memiliki perkembangan yang berbeda tentunya, dalam proses pembelajaran juga memerlukan cara yang berbeda. Buddha mengibaratkan bermacam-macam pohon, besar, sedang, atau kecil, menerima air hujan sesuai dengan kebutuhan untuk tumbuh berkembang (kitab suci Buddhis: Sadharmapundarika-Sutra V 2 ). Hal ini dapat menjadi dasar bahwa pendidikan harus mengutamakan kebutuhan individu untuk berkembang sesuai dengan apa yang diinginkan. Bukan sekedar pembekalan ilmu pengetahuan yang membutakan pada pelaksanaan yang sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Buddha bersabda, meskipun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai ajaran, orang yang lengah itu ibarat pengembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain, ia tidak mendapat manfaat apa-apa (Kitab suci Buddhis: Dhammapada 3.19). Selaras dengan hal itu, Bloom yang dikenal dengan taksonomi Bloom serta didukung dengan teori lainnya menjelaskan hakikat pendidikan memiliki ranah-ranah yaitu pengetahuan (kognitif), melainkan sikap (afektif), dan pelaksanaan (psikomotorik) siswa. Dari dasar itu sudah menjadi hal penting bagaimana seorang tenaga pendidik mengarakan siswanya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Selain itu kecerdasan yang diharapkan dalam membentuk karakter siswa saat ini bukan hanya intelektual saja, melainkan kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual. Pola lain yang selaras dengan menerapkan pembelajaran inkuiri. Pembelajaran yang menerapkan prinsip inkuiri dapat mengembangkan berbagai karakter, antara lain berfikir kritis, logis, kreatif, dan inovatif, rasa ingin tahu, menghargai pendapat orang lain, santun, jujur, dan tanggung jawab. (Khusniati, 2012). 2. Nilai Nilai Luhur Karakter Sesuai UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari tujuan pendidikan tersebut terlihat bahwa pendidikan tidak hanya semata-mata untuk mengajarkan tentang pengetahuan. Hal yang paling penting adalah memunculkan nilai-nilai luhur yang sesuai jati diri bangsa dalam kehidupan di masyarakat. Pendidikan akan memberikan kontribusi bagi masyarakat apabila pendidikan itu mampu membawa perubahan baik materi maupun maupun moral. Dalam pandangan Buddha keberhasilan belajar dan latihan ditandai dengan pemahaman dan kecakapan dalam hal: 1. Memahami maksud dan tujuan, mampu menjelaskan atau menjabarkan secara rinci dan mampu mempertimbangkan akibat, 2. Memahami intisari atau mampu 2 salah satu bagian kitab suci dari aliran Mahayana dalam agama Buddha 3 Kitab suci yang berisi tentang syair-syair kebenaran

4 meringkas, dan meneliti atau menunjukkan penyebab, 3. Cakap memilih kata atau menggunakan bahasa yang tepat, yang mudah dimengerti dengan benar, 4. kelancaran dalam cara penerapan atau penyesuaian dan dengan bijaksana mampu menguasai persoalan yang timbul mendadak (Kitab Budhis. Anguttara Nikaya.ii ). Merujuk pada ajaran Buddha keberhasilan pendidikan tentunya didasari dengan perilaku yang baik, memiliki moralitas yang baik serta kebijaksanaan. Implementasinya nilai-nilai luhur tentang karakter akan tercermin dalam perbuatan. Perbuatan (Karma) dilakukan melalui tiga pintu yaitu: ucapan, perbuatan badan jasmani dan perbuatan melalui pikiran. Dari pintu karma yang pertama yaitu pikiran. Pikiran adalah sumber segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Untuk itu pikiran merupakan hal yang mendominasi untuk membentuk karakter. Pembentukan karakter melalui pikiran menurut dalam agama Buddha bisa dilakukan dengan meditasi 5. Meditasi adalah salah satu cara untuk menjaga ketenangan. Selain itu meditasi merupakan salah satu cara untuk mengurangi dan bahkan melenyapkan stress (Sujarwo, 2012). Menurut praktisi meditasi (Riponche, 2008) Meditasi sebenarnya adalah sebuah latihan yang sederhana untuk berdiam di dalam kondisi alami pikiran saat ini, dan membuat diri hanya hadir dan jernih saat ini terhadap bentuk- bentuk pikiran, sensasi, dan perasaan yang muncul. Mengaitkan keadaan pikiran dengan pembelajaran maka pikiran yang penuh ketenangan akan menciptakan suasana pembelajaran yang efektif. Tentunya ini akan berdampak pada pengontrolan diri bagi siswa untuk menjaga sikap dan perilaku dalam setiap aktivitas. Setiap aktivitas yang dilakukan tentunya tidak terlepas dari komunikasi. Komunikasi yang baik dan berkarakter akan muncul dari ucapan yang berkualitas. Jika dikaitkan dengan ucapan, terdapat empat macam ucapan yang tidak sesuai dengan dhamma 6, yaitu: 1) berdusta demi tujuannya sendiri, 2) berbicara dengan jahat, 3) berbicara dengan kasar, mengucapkan kata-kata dengan kasar, keras, menyakitkan orang lain, mengecap orang lain, berbatas dengan kemarahan dan tidak mengarah pada konsentrasi, 4) seorang penggunjing (kitab Buddhis Majjhima Nikaya.i.288). Memahami bahwa ucapan merupakan hal sangat penting dalam membentuk karakter. Untuk itu sudah menjadi tugas pendidikan untuk mewujudkannya sehingga siswa mampu memiliki pengendalian diri serta etika dalam berbicara. Selanjutnya pada aspek tindakan yang dilakukan melalui badan jasmani. Segala perbuatan harus diarahkan pada pengendalian diri serta sikap yang menunjukkan rasa hormat. Nilai karakter ini oleh Mukti (2006: 317) bisa dilakukan dengan tiga hal yaitu: 1) Pendekatan positif : menunjukkan apa yang baik dan hasil yang menimbulkan kebahagiaan, 2) pendekatan negatif: menunjukkan apa yang tidak baik dan hasilnya yang menimbulkan penderitaan dan 3) gabungan pendekatan positif dan negatif. Oleh sebab itu, untuk memunculkan nilai-nilai karakter tentu aspek pengendalian pikiran, ucapan dan perbuatan badan jasmani merupakan hal yang sangat penting. 3. Implementasi Nilai-Nilai Buddhism dalam Aktivitas Pembelajaran Strategi dalam pembelajaran agar anak memiliki karakter menurut (Meria, 2012) berupa keteladanan dari pihak-pihak yang menjadi panutan bagi peserta didik, pembiasaan pada hal-hal yang baik, pemberian nasihat secara kontinyu, pengawasan berupa tindakan evaluatif yang dilakukan secara edukatif, serta keseimbangan antara pemberian hukuman (punishment) dan penghargaan (reward). Selaras dengan hal itu Kurniawan (2011: 19) menyebutkan beberapa prinsip pembelajaran yang mendasari dalam pembelajaran antara lain: perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung atau berpengalaman, pengulangan, tantangan, dan penguatan, dan perbedaan individual. 4 Bagian dari suta pitaka yang berisi tentang psikologi dan etika Buddhis 5 Melatih pikiran untuk menjadi tenang, kosentrasi, dan untuk memunculkan kebijaksanaan 6 Ajaran kebenaran

5 Dalam agama Buddha ada beberapa praktik yang dapat digunakan untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter dalam aktivitas pembelajaran. Strategi penerapan pendidikan karakter dalam aktivitas belajar dapat dilakukan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Pelaksanaan kegiatan puasa (Uposatha) Istilah Uposatha arti harafiahnya adalah masuk untuk berdiam (dalam keluhuran) (Rasyid :40).. Maksud dari berdiam dalam keluhuran adalah menjalankan delapan aturan moralitas pada saat pelaksanaan Uposhta. Pelaksanaan uposatha dilakukan pada tanggan 1, 8, 15 dan 23 bulan lunar. Secara umum Uposhata sama dengan puasa namun agama Buddha memiliki metode yang berbeda. Dalam pelaksanaanya umat Buddha harus mematuhi delapan aturan yang disebut (atthasila) 7. Delapan aturan itu yakni, menghindari pembunuhan, pencurian, seks, pembicaran yang tidak benar (berbohong, berbicara kasar, berbicara kotor, menggosip), menghindari minuman, makanan yang memabukkan, makan di malam hari atau jam-jam yang tidak diperbolehkan, menghindari penggunaan bunga dan parfum, dan menghindari tidur di tempat yang mewah. Terkait dengan pendidikan karakter dalam aktivitas belajar, uposatha dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan dimaksudkan agar siswa memiliki pengalaman belajar religius yang baik sehingga dapat membentuk sikap, tingkah laku serta kebiasaan baik dalam aktivitas belajar. Karakter siswa dapat terbentuk dengan membiasakan siswa untuk dapat menjalankan sila (peraturan moral). Pelatihan ini mengarahkan agar siswa memiliki rasa tanggung jawab, pola hidup sederhana dan disiplin moral. Tentunya dalam pelaksanaanya perlu strategi yang baik dalam mengenalkannya. Salah satunya dengan membuat program religius di sekolah. Manfaat yang diperoleh melalui perenungan dan pelaksanaan uposatha ini sangatlah besar. Harapan yang diinginkan tentunya siswa lebih bisa memiliki kejujuran, pengendalian diri untuk tidak menyakiti sesama, dan tentunya belajar untuk hidup dalam kesederhanaan. Hal ini jika dipraktikan tentunya akan memberikan kontribusi bagi siswa untuk memiliki karakter yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. b. Pelatihan kegiatan meditasi Kata meditasi berasal dari bahasa latin, meditatio, artinya hal bertafakur, hal merenungkan; memikirkan, mempertimbangkan; atau latihan, pelajaran persiapan. Meditasi dalam agama Buddha adalah usaha untuk melatih batin agar dapat konsentrasi terhadap suatu objek tertentu. Meditasi dalam agama Buddha adalah usaha konsentrasi pikiran yang diarahkan kepada objek. Salah satunya obyek sering digunakan adalah obyek pernafasan. Buddha bersabda Wahai para bhikkhu, konsentrasi melalui perhatian terhadap napas ini, apabila dikembangkan dan dilatih terus menerus, ia akan memberikan kedamaian dan keluhuran, ia adalah kediaman luhur yang tidak palsu, dan ia menghapus dengan seketika serta menenangkan pikiran-pikiran buruk yang merugikan begitu mereka muncul (kitab suci Vinaya pitaka 8. iii, 70 ). Dunia pendidikan secara umum kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh siswa maupun guru, seringkali menemui kendala dalam hal konsentrasi pikiran terhadap materi pelajaran. Maka perlu sekali bagi siswa maupun guru untuk berlatih meditasi agar tujuan dalam kegiatan belajar mengajar dapat tercapai. Pada saat sekarang ini perlu adanya pembelajaran yang tidak hanya berbasis pengetahuan, tetapi perlu juga pembelajaran dengan pengontrolan emosional. Hal perlu dilakukan agar siswa dapat belajar dengan emosi yang baik sehingga siswa 7 Peraturan moralitas yang berisi delapan aturan 8 Kitab suci yang berisi peraturan para bhiku

6 dapat menjaga tingkat kesetresan ketika menghadapi pembelajaran yang dirasa sulit. Memahami itu perlu tindakan untuk memberikan penguatan control emosi kepada siswa, salah satunya dengan meditasi. Meditasi pada prinsipnya adalah latihan pengendalian diri. Untuk itu perlu dipraktikan. Sebelum praktik tentunya perlu pemahaman mengenai meditasi. Berikut persyaratan dalam melakukan meditasi: 1) Persyaratan Internal Meditator Pada umumnya orang yang ingin melatih meditasi memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Memiliki sīla 9, yaitu tidak melakukan perbuatan buruk dan melaksanakan tugas atau kebajikan,; sehingga membuat hati dan pikiran harmonis, mendukung dan mempertahankan sifat-sifat baik. b) Mendekati guru dengan cara yang benar, hormat dan percaya terhadap guru, memberitahukan apa yang kita inginkan darinya. c) Mempelajari objek meditasi dengan baik, objek yang bersifat umum sesuai dengan watak praktisi. d) Memilih tempat atau lingkungan untuk latihan meditasi, sesuai dengan watak praktisi. e) Mempunyai objek meditasi yang sesuai dengan watak masing-masing yang dominan. f) Melenyapkan rintangan-rintangan kecil, misal janji yang belum dipenuhi, simpanan makanan, hal-hal yang menyangkut jasmani seperti rambut dan jenggot. 2) Persyaratan Eksternal Meditator Terdapat tujuh hal yang pantas, yang membantu seorang meditator agar ia berhasil melaksanakan meditasinya, yaitu: a) Tempat yang pantas, misalnya jauh dari keramaian, bebas dari gangguan, memberi kemudahan. b) Wilayah yang pantas, atau yang mendukung, khususnya sebagai sumber mendapatkan makanan. c) Pembicaraan yang pantas, seperlunya, yang baik dan berguna, menimbulkan motivasi dan menambah pengertian tentang meditasi. d) Orang-orang yang pantas, yaitu guru yang memberi petunjuk, teman-teman baik yang dapat diajak berbicara mengenai Dhamma, orang yang memberi sokongan sehingga kebutuhannya terpenuhi. e) Makanan yang pantas, yang bermanfaat sesuai dengan watak praktisi, yang sehat, dan melindungi jasmani dari penyakit. f) Iklim yang pantas, tidak terlalu panas atau dingin, yang nyaman, sedikitnya selama jangka waktu tertentu, dan udara yang baik. g) Posisi tubuh yang pantas, apakah duduk, berdiri, berjalan atau berbaring. Berdasarkan pengalaman, praktisi dapat menetapkan posisi yang paling menguntungkan agar mudah memusatkan pikiran dan mempertahankannya. 3) Persiapan Meditasi Latihan meditasi dimulai dengan pengertian yang benar, pikiran yang bersih, itikad yang baik dan tekad yang kuat. Setelah memilih objek meditasi, praktisi mengundurkan diri ke tempat yang tenang dan nyaman. Lingkungan yang sesuai tidak memberi arti tanpa kesunyian dalam diri praktisi, dan tempat yang ramai bisa jadi tidak menjadi masalah bagi mereka yang tenang pikirannya. Pemula sebaiknya tetap bermeditasi di tempat yang sama, biasanya pagi atau malam hari, ketika pikiran segar, aktif, dan keadaan fisik tidak lelah, tidak juga lapar. 9 Aturan moralitas

7 Lama meditasi kira-kira sepanjang waktu yang dibutuhkan oleh sebatang dupa hingga terbakar habis, paling tidak dua puluh hingga tiga puluh menit. 4) Posisi tubuh Pemula biasanya memilih sikap duduk bersila, kaki kanan di atas paha kiri dan kaki kiri di atas paha kanan (sikap teratai), atau salah satu kaki di atas paha yang lain. Kedudukan badan tegak lurus, tetapi tidak kaku dan tidak bersandar pada belakang kursi atau pada dinding. Hidung dan pusar terletak pada satu garis yang tegak lurus terhadap lantai. Kedua tangan diletakkan dengan santai di atas pangkuan, tangan kanan di atas tangan kiri, bertumpu dengan ibu jari saling menyentuh. Mata terbuka sedikit, memandang santai pada ujung hidung hingga jarak beberapa kaki ke depan, atau boleh dipejamkan sepanjang kantuk tidak menyerang. Lidah menyentuh langit-langit mulut dengan lembut, dan bibir terkatup rapat. Agar terasa nyaman, tubuh tentunya harus bersih, dan pakaian longgar. Praktisi yang memilih posisi berdiri, menempatkan kakinya sedikit renggang. Kedua tangan di depan tubuh, tangan kanan memegang tangan kiri. Keseimbangan tubuh harus dijaga supaya batin tenang. Meditasi cara berjalan disebut cankamana 10. Pemula berjalan perlahan-lahan agar dapat mengembangkan perhatian. Terdapat beberapa cara berjalan: a) Berjalan dengan menghitung langkah kaki; b) Berjalan dengan menyadari langkah maju, mundur, ke kiri dan ke kanan. Menyadari gerakan kaki kanan sewaktu kaki kanan melangkah, kaki kiri sewaktu kaki kiri melangkah. Gerakan setiap tangan pada waktu berjalan juga harus disadari. c) Berjalan dengan menggunakan objek meditasi gambaran tubuh, seolah-olah melihat tubuh sendiri, dan mengamati seluruh kegiatan atau gerakan tubuh. Posisi berbaring dilakukan dengan tubuh rebah ke arah kanan, dengan kaki kiri diatas kaki kanan. Posisi tubuh seperti ini adalah salah satu bagian dilakukan saat Buddha Buddha Gotama di saat parinibbana. Posisi arah sebaliknya juga dimungkinkan, yang penting bagaimana pikiran dapat diarahkan. Sebelum bisa melakukan suatu perenungan, pikiran harus dikendalikan agar tidak berloncatan kian kemari. Hal ini di atasi dengan membaca doa, atau memperhatikan dan menghitung nafas. Hindari nafas yang kuat hingga terdengar oleh telinga sendiri, atau yang dibuat-buat, embusan terlalu panjang sehingga harus cepat-cepat menarik nafas lagi, atau bernafas terlalu pendek. Seringkali orang hidup sebagaimana pikirannya terikat pada masa lalu atau perubahan angan-angan masa mendatang. Bermeditasi itu melatih hidup pada saat sekarang. Setiap orang harus sadar pada apa yang dilakukan setiap detik. Maka dalam keadaan duduk, berdiri, berjalan, atau berbaring ia tekun mengembangkan kesadaran. Pada prinsipnya latihan meditasi adalah latihan hidup berkesadaran. Hal ini dapat dipraktikan dalam aktivitas belajar. Contoh pada saat akan dimulai proses pembelajaran siswa dapat diajak terlebih dahulu bermeditasi. Pelaksanaan meditasi tentunya jangan terlalu lama. Cukup bermeditasi selama 5 menit saja. Meditasi yang digunakan dengan melakukan meditasi samatha bhavana 11. Tekniknya, siswa diajak untuk mengamati keluar masuknya pernafasan secara alami. Meditasi ini akan memberikan efek rileks dan ketenangan. Pada saat pikiran terkondisi tenang dan rileks tentunya akan memberikan efek konsentrasi dalam diri siswa. Selajutnya untuk menjaga kestabilan praktik meditasi ini dilakukan kembali pada akhir pembelajaran. Namun yang paling penting praktik meditasi dapat dilakukan kapan saja dengan melihat syarat dan pemahaman mengenai meditasi. 10 Latihan meditasi berjalan dengan mengamati langkah kaki 11 Meditasi untuk memperoleh ketenangan

8 c. Pelatihan calon bhikkhu sementara (Pabbaja 12 ) Pabbaja dapat diartikan secara umum sebagai penahbisan. Dalam praktiknya pabbaja merupakan praktik moralitas yang mengendapankan disiplin dan pengendalian diri. Hampir sama dengan praktik atthasila yang sama-sama berhubungan dengan moralitas. Pabbaja dilakukan dengan pengambilan tekad. Seseorang yang mengambil tekad menjadi pabbajita disebut samanera 13 (laki-laki) perempuan (samaneri). Menggunakan jubah dan menggunduli rabut. Hal ini dilakukan untuk melakukan penyadaran terhadap badan jasmani agar mengurasi segala bentuk kehidupan duniawi yang menimbulkan keserakahan. Siswa yang mengikuti program ini diajarkan tentang pengetahuan umum, pendidikan Buddhis, serta peraturan-peraturan samanera sehingga dapat mengontrol diri dalam setiap tindakan di kelas. Keterbiasaan melaksanakan sila (aturan moral) akan membentuk karakter siswa yang dinamis, tenang, penuh kesadaran dan konsentrasi dalam aktivitas belajarnya. Dengan melaksanakan aturan moral (sila) siswa akan memiliki prilaku yang baik, terjaga dari hal-hal negatif termasuk kenakalan remaja, pergaulan bebas dan narkoba. Bahkan, praktik sila dan program pabbaja sering digunakan untuk proses rekonstruksi mental serta prilaku siswa yang menyimpang. Pentingnya pelaksanaan sila dalam dunia pendidikan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan peserta didik. Oleh sebab itu, kegiatan pabbaja dapat memberikan kontribusi membentuk nilai karakter yang religius. Sebab, dalam kegiatanya siswa diarahkan untuk praktik. Nilai-nilai yang muncul dari pelaksanaan akan dapat dirasakan oleh diri sendiri, orang lain. Hal ini senada dengan penilaian yang dilakukan oleh (Darmansyah, 2014) Penilaian sikap dilakukan dengan empat teknik penilaian yaitu (1) teknik observasi, (2) penilaian diri sendiri, (3) penilaian antar teman, (4) jurnal harian. Penilaian ini dilakukan pada pembalajaran secara kontekstual yang tidak hanya menekankan pada aspek pengetahuan. C. AKTIVITAS YANG BERKARAKTER Aktivitas belajar yang berkarakter dalam Buddhism tercermin dalam pikiran serta dapat dilihat dari ucapan dan perbuatan sehari-hari. Perilaku belajar mencerminkan bagaimana siswa dapat mentransformasikan dirinya menjadi lebih baik. Sikap, sopan santun, serta tingkah laku siswa dilingkungan sekolah menjadi salah satu acuan dalam menilai karakter siswa. Terkait dengan hal itu, merupakan hal yang sangat penting menumbuhkan rasa hormat kepada siapapun yang pantas untuk di hormati. Terlebih menghormati para guru. Rasa hormat bisa diwujudkan dalam suatu bentuk tindakan. Salah satunya dengan merangkapkan kedua tangan didepan dada membentuk kuncup bunga teratai yang biasa disebut dengan Anjali. Anjali sama dengan salam, dalam Budhism beranjali dengan merangkapkan tangan didepan dada seperti kuncup bunga teratai memiliki makna yang dalam. Bunga teratai dalam agama Buddha melambangkan kesucian dan kebijaksanaan. Oleh karena itu seseorang yang bertemu dengan orang lain dan memberikan salam berarti mendoakan orang lain itu untuk memiliki kesucian dan kebijaksanaan. Buddha menjelaskan dalam Manggala Sutta 14 Tak bergaul dengan orangorang dungu, bergaul dengan para bijaksana, menghormat yang patut dihormati, itulah berkah utama. Petikan khotbah tersebut menunjukkan bahwa merupakan suatu berkah jika seseorang dapat menghormati kepada orang yang pantas dihormati. 12 Latihan sementara menjadi calon bhiku dengan menjalankan 10 sila dan 75 peraturan yang bersifat etika 13 Seseorang yang bertekad menjadi calon bhiku sementara 14 Suta tentang berkah utama

9 Selain itu, rasa hormat dapat pula ditunjukkan melalui sikap cara berbicara. melalui ucapan seseorang dapat dilihat nilai karakternya. Ucapan merupakan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dimana seseorang akan terbentuk karakternya melalui ucapan-ucapan yang dilakukannya setiap hari. Berbicara mengenai ucapan dalam pancasila budhis sila ke empat mengajurkan agar seseorang berlatih menghindari ucapan yang tidak benar. Ucapan yang tidak benar yaitu: berkata bohong, berkata kasar, berkata kotor dan pembicaraan yang tidak bermanfaat. Hal ini yang dipraktikan oleh umat Buddha untuk melakkukan pengendalian diri. Latihan ini hanya memfokuskan pada penghindaran yang bersifat pasif. Artinya, harus ada juga tindakan aktif dalam ucapan agar sikap dapat terbentuk sehingga menjadi karakter yang berbudi luhur. Tindakan aktif dalam ucapan adalah tindakan dimana seseorang itu berkata dengan dasar kebijaksanaan. Dengan dasar inilah hendaknya seseorang berbicara dengan bertutur kata yang lembut, menyenangkan, tanpa menyakiti. Selain itu ketika berbicara hendaknya dapat memahami emosi lawan orang yang akan dibicara dan yang perlu dipertimbangkan adalah situasi saat seseorang itu melakukan komunikasi. Buddha dalam (kitab suci Majjhima Nikaya, volume 1.hal 5) mengajarkan kepada para siswa agar berbicara sesuatu yang benar, bernilai sesuai dengan kenyataan, pada saat yang tepat, tentang kebajikan, dan tentang ajaran kebenaran. D. PENUTUP Isu sentral dunia pendidikan saat ini terfokus pada isu pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang mewakili nilai-nilai dan budaya nusantara yang telah diajarkan oleh para pendahulu-pendahulu bangsa. Nilai-nilai luhur inilah yang saat ini mulai dikembangkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter dapat dikembangkan dan diterapkan dalam aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar dengan pendekatan Buddhism mengajarkan bagaimana pendidikan karakter tersebut dikaji dan dikembangkan menurut filosofi Buddhism. Saat ini dunia pendidikan di Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang tidaklah mudah untuk dipecahkan. Tiga ranah pendidikan haruslah dikembangkan secara berimbang yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Karakter pendidikan nusantara berpatokan pada pengetahuan dan religius. Pendekatan-pendekatan pendidikan dapat di kembangkan melalui pendidikan nilai-nilai moralitas dan spiritualitas. Pendekatan Buddhism mengajarkan bagaimana mengelola proses pembelajaran berdasarkan praktik religius. Strategi pendidikan karakter dalam pendekatan Buddhism mengacu pada penerapan dan pengembangan spiritual dan moralitas yang dikemas dalam proses pembelajaran. Dengan demikian dapat diperoleh aktivitas belajar yang diharapkan sesuai dengan nilai-nilai luhur sehingga membentuk karakter siswa yang religius. DAFTAR PUSTAKA Darmansyah. (2014). Teknik Penilaian Sikap Spritual dan Sosial dalam Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar 08 Surau Gadang Nanggalo. Jurnal Al-Ta Lim, 21, Gardner, Howard, Frames of Mind: Tbe Theory of Multipk Intelligenees, New York: Basic Books, Isnaini, M. (2013). Inernalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Di Madrasah. Jurnal Al- Ta Lim, 1, Khusniati, M. (2012). Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Ipa. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Semarang: Universitas Negeri Semarang, Indonesia. Retrieved

10 from Kartadinata, S Mencari Bentuk Pendidikan Karakter Bangsa. Makalah. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung sunarya_kartadinata/mencari_bentuk_pendidikan_karakter_bangsa.pdf. di unduh : 28 Agustus Meria, A. (2012). Pendidikan Islam Di Era Globalisasi. Jurnal Al-Ta Lim, 1, Mukti, Krishnanda Wijaya, 2006: Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan dan Ekayana Buddhist centre. Riponche, Y. M. (2008). The Joy of Living. (K. wijaya Mukti, Ed.). Jakarta: Karaniya.Sadharmapundarika-Sutra -The Lotus Sutra Diterjemahkan oleh Burton Watson. New York: Columbia University Press Sujarwo, I. K. (2012). Buddhisme dan Sains (edisi 1). Bandung: PVVD. Rashid Teja S. M, Drs. Sila dan Vinaya. Jakarta: Buddhis Bodhi Edi Susanto Gimin, B. A (Hons). Kisah dan Keajaiban The Word of the Doctrine (Dhammapada). Terjemahan Norman, K.R Oxford: Pali Text Society. The Middle Length Sayings (Majjhima Nikaya) Uparipannasa Volume III. Terjemahan Horner, I.B. (Trnsl.) Oxford: Pali Text Society. The Book of the Gradual Sayings (Anguttara-Nikāya) Volume III, Terjemahan Hare, E.M Oxford: Pali Text Society Wibowo, Agus PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI. Pustaka Belajar: Yogyakarta

Meditasi. Oleh : Taridi ( ) KTP. Standar Kompetensi Mengembangkan meditasi untuk belajar mengendalikan diri

Meditasi. Oleh : Taridi ( ) KTP. Standar Kompetensi Mengembangkan meditasi untuk belajar mengendalikan diri Meditasi Oleh : Taridi (0104510015) KTP Standar Kompetensi Mengembangkan meditasi untuk belajar mengendalikan diri Kompetensi Dasar Mendeskripsikan meditasi sebagai bagian dari jalan mulia berunsur delapan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia secara menyeluruh, yakni pembentukan dan pengembangan potensi ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu proses kegiatan berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keberhasilan dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan karakter siswa yang diharapkan bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu pendidikan seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman selalu berubah setiap waktu, keadaan tidak pernah menetap pada suatu titik, tetapi selalu berubah.kehidupan manusia yang juga selalu berubah dari tradisional menjadi

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia baik fisik maupun moril, sehingga pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks penelitian Pendidikan merupakan wahana untuk membentuk manusia yang berkualitas, sebagaimana dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan pasal 3, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan Masalah, D. Tujuan Penelitian, E. Manfaat Penelitian, F. Penegasan Istilah A. Latar Belakang Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di bangku sekolah, para peserta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk membantu perkembangan siswa sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara layak dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. Bahkan keduanya saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, pendidikan merupakan usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam mewujudkan suatu negara yang maju, maka dari itu orang-orang yang ada di dalamnya baik pemerintah itu sendiri atau masyarakatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada generasi penerus bangsa yang berakar pada nilai karakter dari budaya bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sebagai salah satu proses perubahan pada pembentukan sikap, kepribadian dan keterampilan manusia untuk menghadapi masa depan. Dalam proses pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum. Definisi pendidikan secara luas (hidup) adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas masalah pendidikan tidak dapat terlepas dari pengertian pendidikan secara umum. Pendidikan memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Tujuan utama pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa yang diperlukan untuk melanjutan sistem pemerintahan demi memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa dampak secara global, seperti persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu diantaranya

Lebih terperinci

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 berisi rumusan tujuan pendidikan yang kaya dengan dimensi moralitas, sebagaimana disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masyarakat terus berkembang dan berubah menyesuaikan dengan kondisi jaman dan peradaban. Manusia sebagai bagian dari perkembangan jaman adalah faktor penentu keberlangsungan

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNARUNGU

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNARUNGU - 567 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNARUNGU KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dan komunikasi berkembang secara cepat seiring dengan globalisasi sehingga interaksi dan penyampaian informasi akan berkembang dengan cepat.

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNADAKSA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNADAKSA - 1389 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNADAKSA KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan narkoba menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan narkoba menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moralitas bangsa menjadi longgar, sesuatu yang dahulu dianggap tabu sekarang menjadi biasa-biasa saja. Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis, menikmati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum 2013 kini sedang hangat dibicarakan oleh para guru, wali murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada beragam pernyataan

Lebih terperinci

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan PENDIDIKAN KARAKTER LATAR BELAKANG Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 2025 (UU No 17 Tahun 2007) antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik untuk menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Pendidikan juga

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA - 178 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA KELAS VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan penting dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan akan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, pendidikan mampu melakukan proses pengubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bagi suatu bangsa, peningkatan kualitas pendidikan sudah seharusnya menjadi prioritas pertama. Kualitas pendidikan sangat penting artinya, sebab hanya manusia

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA - 1090 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda adalah generasi penerus bangsa. Membangun manusia Indonesia diawali dengan membangun kepribadian kaum muda. Sebagai generasi penerus, pemuda harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai tanggungjawab untuk mendidik peserta didiknya. Sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, pendidikan mampu melakukan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli

BAB I PENDAHULUAN. pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meditasi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memusatkan pikiran pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli meditasi disebut juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari belum mengerti sampai mengerti agar lebih maju dan handal dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari belum mengerti sampai mengerti agar lebih maju dan handal dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya sangat diperlukan bagi setiap insan manusia. Pendidikan diarahkan sebagai pondasi untuk membangun individu dan bangsa. Pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah culture transition (transisi kebudayaan) yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue (berkelanjutan), maka pendidikan dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi. penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi. penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bab II Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidkan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 20/2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Pasal I Ayat I,

BAB I PENDAHULUAN. No. 20/2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Pasal I Ayat I, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusiayang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sebagai pondasi diri seseorang dalam kehidupan, mampu merubah kehidupan seseorang untuk berkembang. Pendidikan merupakan proses menuju perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh karena itu tentu pendidikan juga akan membawa dampak yang besar terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa ditandai oleh sumber daya manusia yang bermutu. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu, itu diperlukan suatu upaya melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan suatu bangsa. Dalam dunia pendidikan, kurikulum sangat berperan penting untuk pembangunan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang dapat menyebabkan sebuah perubahan-perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari makhluk hidup yang lainnya. Oleh sebab itu, perlu adanya pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi penerus bangsa yang tumbuh dan berkembang untuk melanjutkan perjuangan cita-cita bangsa. Remaja merupakan aset bangsa yang harus dijaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) yang berbunyi Setiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) yang berbunyi Setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal ini tercantum dalam pasal

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan psikis seorang manusia. Pada usia anak-anak terjadi pematangan fisik yang siap merespon apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J. Langeveld (2015), pendidikan adalah upaya manusia dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 5.

BAB I PENDAHULUAN. Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 5. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan di negara tersebut dapat mengelola sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. layak dan sejahtera, hal ini menuntut manusia untuk bekerja keras demi mencapai

I. PENDAHULUAN. layak dan sejahtera, hal ini menuntut manusia untuk bekerja keras demi mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Era globalisasi mengakibatkan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak dan sejahtera, hal ini menuntut manusia untuk bekerja keras demi mencapai cita-cita. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang kehidupan. Hal ini menuntut adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Pembatasan Masalah, (4) Tujuan Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Penegasan Isilah. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA (Studi Situs SMK 1 Blora) TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9 tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pendidikan memiliki peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan diri individu tetapi juga bagi pembangunan suatu bangsa dan

Lebih terperinci