KATA PENGANTAR. memahami linguistik makro atau linguistik murni. Terima kasih kepada semua pihak, terutama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. memahami linguistik makro atau linguistik murni. Terima kasih kepada semua pihak, terutama"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya penulisan buku pengantar sosiolinguistik ini, sebagai upaya membantu dan mempermudah mahasiswa dalam memahami linguistik makro atau linguistik murni. Terima kasih kepada semua pihak, terutama Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Surakarta, yang telah membantu dalam berbagai hal sehingga proses penyusunan buku ini dapat terwujud sesuai yang diharapkan. Buku ini dimaksudkan untuk memberikan berbagai cara memandang dan memahami hakekat bahasa bagi seluruh dosen dan mahasiswa dalam rangka membangun keutuhan dan kedalaman pemahaman bahasa secara apa adanya, yang dipakai oleh masyarakat sehari-hari dalam berbagai fungsinya yang berbeda. Dengan kata lain buku ini dapat menjadi referensi bagi dosen dan mahasiswa berkenaan dengan tugas-tugas kelinguistikannya dan hal-hal lain yang terkait dengan bahasa, masyarakat, dan analisisnya. Disamping itu buku ini juga dimaksudkan sebagai bekal dan pendorong bagi para mahasiswa agar mereka tidak ragu-ragu dalam analisis bahasa dan pemakaiannya terkait dengan siapa berbicara kepada siapa dan kapan. Kritik dan saran yang membangun penyempurnaan buku ini sangat diharapkan dari semua pihak. Semoga buku ini dapat memberi manfaat sesuai dengan yang diharapkan, Amin. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Surakarta, Juli 2013 Penyusun Dr. Giyoto, M.Hum

2

3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teori linguistik berawal dan berakhir pada rumusan serta temuan yang semakin keluar dari penggunaan bahasa secara nyata dan konkrit. Apabila kita melihat beberapa pembahasan dan penelitian linguistik formal terdapat analisis-analisis yang memisahkan diri dari pemakaian bahasa secara konkrit dalam konteks sosial dan budaya, karena mendasarkan pada logikalogika relasi antarunsur internal bahasa itu sendiri, terlepas dari unsur di luar bahasa. Terdapat pola-pola yang diskrit yang hanya memfokuskan pada hubungan antarunsur dalam kalimat, paragraf ataupun kata dan frase, sehingga terdapat penilaian-penilaian terhadap tuturan yang salah atau ganjil (ill-formed) secara linguistik. Linguis formal melihat perbedaan-perbedaan itu sebagai sesuatu yang dapat dilupakan dan tidak dapat dianalisis sehingga lebih banyak dihindari dengan berbagai alasan linguistik logis tertentu. Temuan-temuan studi linguistik formal dapat berupa abstraksi-abstraksi pemolaan atau pengkaidahan bahasa yang begitu tertutup dan formal, yang dianggap relatif tetap dan tunggal. Hasil pemolaan ini dinilai merupakan bentuk yang benar dan ideal. Apabila kita melihat pemakaian bahasa secara langsung dan nyata kita jarang menemukan pola-pola tuturan baku, tunggal, dan tetap (sebagai hasil abstraksi) yang dipakai dalam komunikasi nyata, walaupun memang ada. Keidealan dan kebenaran ini terkadang melupakan cara dan strategi penutur itu untuk menyampaikan makna. Terdapat makna-makna tertentu yang harus diungkapkan dengan bentuk tuturan tertentu yang mungkin dinilai tidak benar dan tidak ideal, tetapi sebetulnya dengan cara itulah makna sosial dan kultural penutur itu dibahasakan, sehingga akan mendapatkan respon yang benar dan bermakna dari lawan bicaranya. Abstraksi-abatraksi ini sering melupakan hakekat yang sebenarnya mengenai bahasa dan melupakan bentuk sumber asli dari bahasa itu sendiri, yakni bentuk-bentuk ujaran yang secara nyata dipakai dalam berinteraksi dan menyampaikan makna-makna sosial dan kultural. Penutur atau tuturan, dalam 1

4 interaksi, tidak dapat terlepas dari masuknya unsur-unsur sosial dan kultural yang berlaku. Hal ini dilakukan penutur untuk mendapatkan keberterimaan dan penghormatan secara personal sehingga interaksi berjalan dengan prinsip kerjasama yang cukup dan layak. Pemakaian bahasa secara nyata memiliki strategi yang relatif berbeda dengan bahasa-bahasa formal yang ada pada abstraksi-abstraksi formal kebahasaan. Sanggahan-sanggahan terhadap pemolaan dari abstraksi di atas muncul dari berbagai disiplin ilmu seperti sosiolinguistik, pragmatik, dan psikolinguistik atau lainnya seperti analisis wacana, dan etnolinguistik. Dalam kaitannya dengan variasi di atas, karena masuknya makna sosial dan kultural, diperlukan adanya pembahasan aspek sosiolinguitik dari sudut pandang latar belakang jenis kelamin yang memunculkan tuturan dan organisasi tuturan berdasarkan peran sosial dan budaya yang diemban oleh kedua jenis kelamin tersebut. Melihat variasi ujaran yang dipengaruhi oleh latar belakang penutur, sosiolinguis, bahkan linguis formal, mendapatkan kesulitan dalam mengukur keidealan penutur dan keidealan masyarakat bahasa, karena sebetulnya sosiolinguis merasa bahwa mereka mendapat kesulitan dalam menemukan, dan bahkan belum pernah ada, penutur ideal dalam masyarakat bahasa ideal yang begitu abstrak dan bervariasi standarnya. Pemolaan bahasa semestinya selalu berkembang sesuai dengan kelebatan hubungan antara bahasa, pemakaian, dan pemakainya; dan tidak ada pola yang tetap dan tunggal sebagaimana dikatakan bahwa ada satu-satu korespondensi antara bentuk dan makna (Bloomfield, 1935). Terdapat berbagai tuturan yang benar-benar sama tetapi memiliki makna yang berbeda karena dipakai oleh orang, konteks, tujuan, dan waktu yang berbeda. Kelenturan dan kepekaan pemakaian bahasa dapat diukur secara lebih akurat ketika melekat pada konteks dan situasi yang memunculkan. Situasi merupakan pemicu bentuk ujuran, pemilihan diksi, dan susunan ide yang kemudian disesuaikan dengan konteks budaya yang sedang dijunjung oleh komunitas bahasa tertentu. Pemakaian bahasa sangat dipengaruhi oleh latar belakang penutur dan peran dalam situasi tuturan. Makna suatu tuturan itu dapat diterima secara 2

5 bermakna dan interaksi tuturan itu dapat berlangsung secara kooperatif apabila petutur dan petutur telah memahami latar belakang masing-masing dan situasi tuturan itu. Terdapat berbagai konflik yang muncul dalam berbahasa yang disebabkan oleh lepasnya pemahaman terhadap latar belakang penutur dan situasi tuturan, atau sering disebut dengan istilah salah paham. Konteks budaya dan situasi tuturan sangat menentukan pemilihan susunan dan pemilihan bentuk bahasa untuk menyampaikan makna peran sosial dan budaya. Hilangnya makna-makna tertentu, seperti kedekatan, ketidakformalan menyebabkan beberapa hasil abstraksi pengkaidahan pada linguitik murni tidak berterima atau ganjil bagi penutur jati pada konteks dan situasi tertentu, karena penutur dalam hal ini, harus menemukan dan memakai secara instan bentuk dan susunan tertentu berdasarkan makna-makna tersebut. Penutur memakai dan mengorganisasi tuturan secara instan dan terkadang keluar tanpa kesadaran penuh mengenai apa yang seharusnya dikatakan dan bagaimana ide itu seharusnya disusun secara formal. Pengetahuan penutur dan petutur sangat menentukan jenis, susunan, pemilihan bentuk tuturan karena terikat oleh makna yang akan dicapai oleh keduanya. Pengetahuan ini juga mempengaruhi tingkat toleransi dan keakaraban penutur dan petutur, yang akhirnya turut mempengaruhi keakuratan dan kedalaman makna tuturan yang mereka hasilkan. Bahasa tidak dapat terlepaskan dari aspek interaksi social, karena bahasa adalah alat sosial dan isi dari makna-makna sosial itu sendiri, bukan sekedar ide tuturan dan pertukaran ide secara literal. Makna suatu interaksi ditentukan oleh berbagai variabel yang melekat pada tuturan baik dari aspek pemakai, tuturan, tujuan, maupun situasi tempat interaksi itu berlangsung. Terdapat berbagai jenis tuturan yang tergantung pada tuntutan keformalan situasi, tujuan, dan tata tutur berinteraksi. Keformalan ini menyangkut properti kode komunikasi/tuturan yang dipakai dan latar sosial (Baugh dan Sherzer,1984:212). Rubin (dalam Baugh dan Sherzer, 1984:212) menyampaikan bahwa keformalan diukur dengan tingkat keintiman dan keseriusan. Latar sosial yang formal menurut Ervin-Tripp (1972:235) melibatkan keseriusan, kesopanan, dan rasa hormat. Bentuk tuturan dalam situasi formal 3

6 memerlukan tuturan formal dengan struktur tertentu baik secara semantik, fonologis, sintaktik, maupun morfologis yang memenuhi tuntutan sosial dan kultural pemakainya. Ada kemungkinan bahwa bentuk tuturan dan makna latar sosial memiliki makna yang berbeda menurut siapa berbicara kepada siapa dan tentang apa, atau dengan kata lain, menurut status demografis partisipan yang terlibat. Sebagai contoh menurut berbagai penelitian yang telah ada; bentuk tuturan, kesopanan, rasa hormat, dan keseriusan dapat muncul secara berbeda menurut jenis kelamin partisipannya (Lackoff, 1973; Wardhaugh, 1993:313; Fasold, 1990:114). Pemakaian bahasa oleh penutur asli pada komunitas bahasa yang apa adanya dipengaruhi oleh genre dan seting penggunaan bahasa. Genre seminar memiliki strategi interaksi yang terpola dan tersusun sesuai dengan kesempatan dan kelebatan ide yang akan disampaikan. Sehingga penanya diharapkan memilih strategi yang efisien dan efektif sesuai dengan tuntutan kesantunan, ketegasan, kelugasan, dan berorientasi masalah. Peserta seminar merupakan komunitas bahasa dalam situasi tutur yang memiliki jarak sosial dengan penyaji seminar, keseriusan tinggi, rasa hormat dan kesopanan yang tinggi juga. Peserta dalam bertanya kepada penyaji tidak hanya berorientasi pada dirinya sendiri dan penyaji, tetapi juga kepada peserta lainnya. Bentuk latar sosial memberi tekanan dan pengaruh lebih ketat kepada peserta dalam bertanya, karena peserta merasakan adanya tuntutan gaya dan laras dalam bertanya, penampilan, kesadaran tentang apa yang akan dikatakan, kedalaman makna, dan kekhususan personal penanya. Penelitian ini merupakan usaha dalam mencari bentuk dan strutktur tuturan kalimat tanya, susunan ide dalam menyampaikan pertanyaan, pemilihan kata oleh peserta, yang tidak dapat dirumuskan secara abstraksi dan terlepas dari pemakaian kalimat tanya yang sesungguhnya. Walaupun di sisi lain, dalam linguistik murni, kalimat tanya telah terumuskan secara relatif tetap dan homogen. Lackoff (dalam Wardhaugh, 1993) percaya bahwa perbedaan pemakaian bahasa oleh perempuan dan laki-laki merupakan gejala masalah budaya dan intinya bukan masalah bahasa itu sendiri, yakni lebih merefleksikan 4

7 bahwa laki-laki dan perempuan diharapkan memiliki kepentingan dan peran yang berbeda, mempertahankan peran itu, melaksanakan jenis percakapan yang berbeda, dan merespon terhadap yang lain secara berbeda. Dikatakan bahwa semakin berbeda peran sosial yang diisi oleh kedua jenis kelamin, semakin besar perbedaan berbahasanya. Pada masyarakat yang tidak begitu terstratifikasi dengan tajam, peran sosial antarjenis kelamin tidak dibedakan dengan jelas. Masyarakat bahasa Surakarta sangat erat dengan stratifikasi peran sosial berdasarkan jenis kelamin dan dikenal sebagai pusat budaya adi luhung dan tua dengan berbagai peninggalan kratonnya, sehingga mengakuinya sebagai the spirit of Java. Refleksi situasi perbedaan peran sosial, sebagai peninggalan kraton, ini dapat dilihat dari bahasa yang digunakan dan, kemungkinannya, arah perubahannya dapat diprediksi. Di atas disampaikan bahwa perbedaan peran sosial berdasarkan jenis kelamin akan memunculkan perbedaan pemakaian tuturan dan sikap menerima bentuk tuturan tersebut. Perbedaan ini akan memunculkan konflik sikap dan makna karena perbedaan persepsi yang disebabkan oleh perbedaan peran sosial dan budaya, khususnya berdasarkan jenis kelamin sebagaimana dikatakan oleh Maltz dan Borker (dalam Wardhaugh, 1993:320). Untuk menghindari konflik dan kesalahpahaman ini diusulkan persamaan cara pandang dan persepsi percakapan yang sama atau dengan pemahaman perbedaan peran-peran sosial yang diemban oleh kedua jenis kelamin. Saya mencurigai bahwa ada beberapa konflik sikap yang disebabkan oleh persepsi peran dan cara pandang yang berbeda ini pada kedua jenis kelamin di Surakarta. Secara historis kota ini smemiliki budaya kesantunan yang kental di Jawa Tengah. Inilah pentingnya studi ini untuk mengungkap dan melihat perbedaan pola peran dan makna peran dari kedua jenis kelamin itu, sehingga terhindar dari konflik-konflik yang disebabkan oleh perbedaan peran sosial dan persepsi tentang bagaimana cara bertanya dan menjawab pertanyaan yang berterima secara sosial. Dari perbedaan berbagai fakta di atas dapat disimpulkan bahwa konteks situasi dan budaya sangat mempengaruhi pola-pola bagaimana semestinya perempuan dan laki-laki berinteraksi dan berperilaku. Cara laki-laki dan 5

8 perempuan berinteraksi dan berinterpretasi terpolakan secara kultural dan pola itu diwujudkan pada bentuk pemarkah linguitik tertentu yang membedakannya (Fasold, 1990:114). Sebetulnya perbedaan tuturan dan cara pandang antara kedua jenis kelamin itu merupakan hubungan pengaruh timbal balik (interplay). Peran perempuan dibentuk oleh peran dan respon laki-laki, sebaliknya peran laki-laki dibentuk dan direspon oleh perempuan. Perlakuan laki-laki mempengaruhi keberadaan perempuan dan cara berbicara menyampaikan pesannya atau sebaliknya. Penelitian ini memfokuskan pada tuturan yang dipakai untuk bertanya jawab karena bahasa memiliki salah satu fungsi pokoknya untuk bertukar pikiran, nilai, keakuan dengan menyampaikan pertanyaan dan jawaban. Pikiran manusia berkembang dengan bertanya dan menjawab berbagai hal yang mengganggu ketenangan hidupnya sehari-hari, baik bertanya dan menjawab dengan diri sendiri atau orang lain. Pertanyaan dan jawaban, walaupun dengan pokok proposisi yang sama, muncul dengan berbagai bentuk dan susunan tuturan yang berbeda, yang salah satunya dipengaruhi oleh latar belakang jenis kelamin penutur. B. Kajian Teori Sosiolinguistik Berikut ini merupakan beberapa definisi mengenai studi sosiolinguistik: a. Halliday (1970): linguistic institutional, sosiolinguistik berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu. b. Pride dan Holmes (1972): studi bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan masyarakat yaitu language in culture bukan language and culture. c. Firshman (1972): memberi nama, yang pada beberapa aspek mirip bahkan sama, yakni dengan nama sosiologi bahasa, yang berarti bahwa sosiologi bahasa adalah keseluruan topic yang berkaitan dengan organisasi sosial dari perilaku bahasa, bukan saja pemakaian tetapi juga sikap terhadap bahasa dan penggunanya. d. D.Hymes (1973): sosiolinguistik dapat mengacu kepada pemakaian data kebahasaan dan menganalisisnya ke dalam ilmu-ilmu lain yang menyangut kehidupan sosial atau sebaliknya mengacu pada data kemasyarakatan dan 6

9 menganalisisnya ke dalam linguistic. Dia melihat bahwa bahasa untuk masyarakat dan masyarakat untuk bahasa e. Trudgill (1974): sosiolinguistik adalah bagian dari lingustik yang berhubungan dengan bahasa sebagai gejala sosial dan gejala budaya, sehingga budaya masuk dalam bahasa. f. Criper dan Windowson (1975): studi sosiolinguistik adalah studi bahasa dalam pemakaiaanya. Tujuannya adalah untuk menunjukkan hubungan konvensi bahasa dengan aspek-aspek lain dari budaya. g. Hudson(1980): studi sosiolinguistik adalah studi tentang bahasa dalam kaitannya dengan masyarakat. h. Nababan(1984): seperti Halliday: studi sosiolinguistik adalah studi bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Sosiolinguistik timbul berdasarkan asumsi bahwa bahasa bukanlah monolitik dan homogen, tetapi bahasa bersifat heterogen dan bervariasi. Keheterogenan dan kevariasian bahasa itu dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar bahasa yang sifatnya sosial, sebagaimana dikatakan bahwa bahasa merupakan fenomena sosial (Saussure, 1973; Halliday, 1978) dan bukanlah fenomena fisik (Bloomfield, 1935) atau Kognitif dan mental (Chomsky, 1963). Variasi-variasi ini berpola secara konvensional. Oleh karena itu tugas utama sosiolinguistik adalah membuat model atau pola hubungan antara bahasa dan faktor-faktor sosial (tatanan sosial). Struktur sosial menentukan perilaku bahasa dan keduanya tidak dapat dipisahkan (Fishman, 1971:114). Cakupan ilmu ini memfokuskan pada penggunaan konkrit dari bahasa dalam konteks sosial, yakni studi bahasa tidak dapat dipisah dari bagaimana dan di mana bahasa itu dipakai (Fishman, 1971). Sedangkan linguistik merupakan ilmu yang melihat bahasa semata-mata, sebagai beberapa definisi sistem logika bukan sosial dan budaya. Secara sosiolinguistik bahasa dilihat sebagai: (1) sistem yang tertutup, yang berarti bahwa bahasa terdiri dari hubungan antarunsur yang saling mempengaruhi, (2) sistem yang hidup, yakni bahasa merupakan sesuatu yang bergantung dan ditentukan keberadaannya oleh lingkungan di luar bahasa dan merupakan sistem yang berevolusi, (3) sistem yang terbuka, yakni bahwa ada hubungan saling mempengaruhi antarelemen dan ada pengaruh dari 7

10 konteks penggunaannya. Untuk menganalisis bahasa, sebagai konsekuensinya diperlukan adanya data-data sosial. Sebaliknya juga dalam menganalisis suatu tatanan status sosial suatu masyarakat (seseorang) bisa diketahui atau dimulai dari bahasanya dengan melihat variasi-variasi penggunaan bahasanya. Variasi bahasa dan tatanan sosial berjalan paralel atau beriring pada arah yang sama pada urutan yang sama. Dikatakan juga bahwa sosiolinguistik muncul karena gagasan bahwa fenomena sosial dan linguistik berada pada tingkat yang sama (Penalosa, 1981:61) sehingga data yang sama dapat digunakan untuk menganalisis baik bentuk bahasa maupun kategori-kategori sosialnya. Suatu bentuk bahasa dipilih sebetulnya semata-mata sebagai suatu realisasi dari nilai sosial dan segala kategori-kategorinya. Bahasa merupakan alat interaksi budaya, tidak sekadar pertukaran informasi. Pertukaran informasi hanyalah sebagai bagian fungsi bahasa (Bolinger, 1975:24). Walfram (1971:96) juga mengatakan bahwa ada hubungan kausal langsung antara perbedaan variasi bahasa dan perbedaan sosial. Bahasa dan masyarakat saling mempengaruhi dan saling menentukan dalam arti bahwa variasi bahasa tertentu menunjukkan status sosial tertentu dan status sosial sebaliknya juga menentukan jenis variasi bahasa. Mengetahui dan mempelajari bahasa dalam sosiolinguistik, harus dilihat dalam konteks yang sesungguhnya di mana bahasa dipakai serta situasi penggunaannya, dan harus dilihat secara empiris dan aktual karena bahasa bukanlah konsep-konsep abstraksi yang ideal tanpa melihat variabel yang mempengaruhi dalam penggunaannya. Sosiolinguistik menggunakan konsep ranah dalam mengklasifikasikan keteraturan-keteraturan yang ditimbulkan oleh hubungan antara variasi bahasa, fungsi sosial, dan situasi (Fishman, 1964). Kaidah keteraturan inilah yang perlu ditemukan oleh sosiolinguistik sebagai kaidah bahasa yang sebenarnya dan bersifat empiris. Kaidah ini secara konvensional diakui dan ditaati untuk dipergunakan oleh setiap penutur. Tugas sosiolinguistik pada dasarnya adalah untuk (1) menganalisis bahasa di luar kalimat dan menekankan pada studi penggunaan bahasa oleh kelompok sosial (Bell, 1976:25) sehingga analisisnya melibatkan data-data sosial untuk 8

11 membuatnya deskriptif dan umum (2) Pike (dalam Bell, 197:28) menciptakan teori yang integral dari perilaku manusia (3) Kjolseth (dalam Bell, 1976) mengatakan bahwa sosiolinguistik sebagai ancangan yang integral, interdisipliner, multimetode dan multitingkat terhadap studi perilaku bahasa alami, urut, dan berada dalam situasi sosial Di lain pihak, Fishman (1972) mengatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari hal-hal yang terjadi sewaktu-waktu dan mencakup eksolinguistik sebagai bagiannya (Fishman, 1972:10). Deskripsi sosiolinguistik menggunakan kalimat sebagai bagian atau komponennya, tidak hanya pada kalimat tertentu pada penutur tertentu tetapi fokusnya pada interaksi penutur-penerima. Jadi titik tolaknya adalah interaksi atau terjadinya interaksi, bukanlah abstraksi-abstraksi bagaimana penutur yang ideal dan pendengar yang ideal sehingga melupakan proses komunikasi (interaksi) dan penerima tuturan yang sebenarnya dan aktual. Jadi jelas bahwa ancangan sosiolinguistik makro bukanlah pada modelmodel abstraksi yang terpisah dari penggunaan nyata, alami, serta terpisah dari kontak budaya yang mempengaruhi, tetapi sosiolinguistik melihat suatu hal yang empiris, nyata, faktual dan mengakui keheterogenan bahasa bukanlah kemonolitikannya. Motivasi awal dari sosiolinguistik dinyatakan secara jelas pada beberapa dekade yang lalu, yakni untuk menunjukkan korelasi antar variasi secara bersama yang sistematis antara bahasa dan susunan sosial serta hubungan sebab akibat dalam suatu tujuan interaksi maupun yang lain (Bright, 1966:11), karena tujuan merupakan hal yang penting. Sebagaimana yang akan kita lihat, yakni dalam suatu pendekatan penelitian yang saling berkaitan yang mengasumsikan bahwa susunan bahasa dan susunan sosial itu hal yang berbeda dan merupakan suatu kesatuan yang terpisah yang sebagian didiskripsikan dalam rumpun ilmu bahasa dan sebagian lain pada rumpun ilmu sosial. Sedikitnya ada 2 pendekatan berbeda dalam pendiskripsian situasi sosial mengenai dimana bahasa itu digunakan. Pendekatan yang pertama adalah bahwa pada umumnya sosiolinguistik sebagaimana tujuannya sebagai data sosial yang akan membuat model bahasa deskriptif lebih umum dan kuat. Sebagai contoh adalah bahasa 9

12 dasar dan meluasnya ilmu bahasa yang melampaui level susunan grammar dalam interaksi antara pembicara dengan pendengar. Pendekatan yang kedua yakni sosiolinguistik bertujuan untuk mencari perluasan cabang ilmu pengetahuan, penggabungan bahasa dan struktur sosial di dalam beberapa teori yang akan menyatukan ilmu bahasa dengan pengetahuan manusia di mana bahasa itu digunakan dalam konteks sosial. Seperti pandangan linguistik itu sendiri yang diungkapan oleh De Saussure (1915:33) dalam bukunya semiologi dan kemudian dilengkapi oleh Pike (1967) di dalam penelitiannya untuk membuat sebuah teori penggabungan tingkah laku manusia. Sebuah definisi yang kuat telah diungkapkan oleh Kjolsets (1972) yang mengatakan bahwa sosiolinguistik dapat dilihat sebagai penggunaan berbagai cabang ilmu pengetahuan, berbagai metode, dan tingkat pendekatan dalam rangka pembelajaran bahasa secara alami serta rangkaian dan kebiasaan dan kemampuan bahasa seseorang pada situasi sosial. Sejauh ini kita hanya memperhatikan hubungan antara linguistik dengan sosiolinguistik secara umum. Oleh karena itu, nampaknya penting untuk mencoba menyatakan dua pandangan yang berbeda dari seorang ahli bahasa yang mempelajari ilmu ini. Disini akan terlihat secara mendasar dua tujuan yang berbeda tergantung pada kekuatan tuntutan dari bidang ilmu yang dipelajarinya: (1). Tuntutan yang lemah yang melihat sosiolinguistik sebagai suatu mata kajian tambahan yang terkait dan berhubungan dengan pengertian grammar dalam syntax, semantik, dan fonologi. (2) Tuntutan yang kuat adalah yang menyangkal kecukupan pemahaman ilmu bahasa/linguistik yang ada sekarang dan mendesak adanya penetapan tujuan dan metode kebahasaan untuk memasukkan data sosial pada model simiontik dari penggunaan bahasa. Beberapa ahli bahasa seperti Fromkin, (1968) menerima usul dari Chomsky (1965:15) untuk penggabungan data dari penggunaan bahasa secara aktual sebagai kerangka pendiskripsian bahasa seperti halnya beberapa ahli bahasa yang harus memperhatikan pembuatan model penggunaan bahasa (performance). Tujuan melakukan hal ini adalah semata-mata sebagai hasil kerja grammar secara umum. Seorang pendiskripsi harus menerima dua perbedaan antara kompetensi dan perfomansi dan harus memiliki cara pandang bahwa teori 10

13 linguistik memfokuskan pada pembicara dan pendengar yang ideal, bukan berfokus atau berkutat pada kondisi yang tidak relevan secara gramatikal yang disebabkan oleh keterbatasan gramatikal. Sedangkan beberapa ahli bahasa yang lain mengikuti cara kerja para filosofi seperti Austin (1962) dan Searle (1969) yang menekankan pada fungsi tuturan dan tuturan itu sendiri. Mereka menolak keterkaiatan status sebagaimana yang diungkapkan di atas dan akan menyangkal adanya pemisahan dua cabang antara kompetensi dan penampilan (Langue dan parole), khususnya pada implikasi struktur yang kurang aplikatif pada situasi yang nyata. Mereka berpendapat bahwa penggunaan bahasa itu membawa pengetahuan bahasa yang merupakan bagian dari kompetensi pembicara dan pendengar yang ideal. Untuk itu tujuan pokok dari ilmu bahasa yang akan dikemukakan oleh pembuat tuntutan yang kuat ini adalah spesifikasi antara kompetensi komunikatif antara pembicara dan pendengar. Contohnya pengetahuannya tidak hanya pada grammar yang benar tetapi juga pada bagaimana bahasa itu digunakan dan diterima dalam masyarakat. Searle secara khusus, yang paling penting dalam pembuatan model kompetensi adalah pengguanaan bahasa yang bisa diterima oleh masyarakat dan tidak hanya pada grammar. Seorang ahli sosiologi bahasa dalam upayanya untuk mengkorelasikan antara ilmu bahasa dan struktur sosial mempertanyakan banyak prinsip dasar dari bahasa. Dia mencari-cari variasi yang secara tradisional hanya memiliki perhatian yang sedikit dari seorang ahli bahasa dan mencoba untuk mendemonstrasikan tidak hanya pada tipe variasi yang berbeda tetapi juga menonjolkan pada sisi yang sistematik bukan secara acak. Dia memilih sebuah orientasi yang dalam datanya yang memasukkan pemikiran atau konsep tentang kewajaran dan keberterimaan secara riel sehingga dengan cara demikian ditekankan pada perealisasian model yang induktif sedangkan cara-cara deduktif untuk tujuan ini sering dinilai tidak tepat. Berdasarkan jangkauannya kajian sosiolinguistik dibedakan menjadi dua yaitu sosiolinguistik makro dan sosiolinguistik mikro. Sosiolinguistik makro melihat atau menemukan distribusi atau sebaran dari variasi bahasa dalam 11

14 masyarakat dengan melihat status demografis penutur seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan keanggotaan etnik (dalam Bell, 1976:27). Jadi sosiolinguistik makro bukanlah pada interaksi individual tetapi mengacu pada keanggotaan pada suatu kelas atau kategori sosial baik jenis kelamin, pekerjaan, dan lain-lain. pada intinya sosiolinguistik makro mempelajari komunikasi atau interaksi intergrup bukan intragrup. Kami menyarankan bahwa salah satu dari karakteristik sosiolinguistik yang ditekankan adalah pada studi penggunaan bahasa dari kelompok sosial tertentu. Walaupun sangat mungkin untuk mengadopsi pandangan yang bermacam-macam dalam struktur kelompok, ketika dihubungkan dengan bahasa, cenderung menghasilkan hasil yang berbeda. Pandangan yang berbeda mungkin diringkas dalam hubungan yang diambil antara individu dan kelompok. Fitur linguistik dapat dipakai untuk melihat hubungan antarindividu dan antarkelompok, dan fitur itu dapat dideskripsikan dalam dinamika individu dan kelompok. Pendekatan pertama, mengambil individu sebagai fokus perhatian, membagi wilayah pada psikologi pada umumnya dan psikologi sosial pada khususnya. Sedangkan pendekatan kedua lebih sosiologis dalam penekanannya dan mengikat sosiologi itu sendiri, ekonomi, antropologi dan pengetahuan politik, tergantung pada alam, komposisi dan ukuran kelompok. Pada dasarnya, divisi antara dua pendekatan itu jauh dari ketepatan tetapi sangat baik secara temporer untuk mengadopsi dan mengadaptasi pada analogi dari sosiologi (Timasheff, 1957:269) hal mikro dan makro memasukkan label mikro sosiolinguistik untuk menganalisis yang menekankan pada individu dalam hubungan kelompok intra informal yang kecil dan makro linguistik dimana tempat investigasi adalah interaksi pada tingkat inter kelompok yang besar. Perbedaan sosiolinguistik mikro dengan makro, sebetulnya terletak dalam hal filosofis yaitu pada definisi tentang individualitas, melihat perbedaan antarindividu yaitu sejumlah ciri-ciri individual yang membedakannya dari individu lainnya (Krech et al. dalam Bell, 1976) yaitu 12

15 penekanannya terletak pada cara di mana individu tidak termasuk pada beberapa kategori sosial yang terbentuk secara mana suka, artinya jika seorang penutur mempunyai ciri-ciri perilaku yang tidak ada pada kelompok sosial tertentu, maka ciri-ciri ini ditangani oleh sosiolinguistik mikro. Variabel-variabel mikro biasanya ditemukan dalam tindak tutur atau boleh dikatakan bahwa sosiolinguistik mikro adalah studi tentang hubungan struktur bahasa dengan struktur sosial dalam tingkat interaksi tatap muka, dengan begitu bisa dilihat dan diketahui atau dibedakan antara perilaku bahasa dan perilaku nonbahasanya. Tugas sosiolinguistik mikro adalah menemukan hubungan antarkedua perilaku tersebut (Ervin Tripp dalam Penalosa, 1981:60) selanjutnya Ervin Tripp mengatakan bahwa sosiolinguistik mikro adalah studi tentang komponenkomponen interaksi tatap muka yang berhubungan atau dipengaruhi oleh struktur formal dari tutur. Komponen-komponen itu mencakup : personil, situasi, fungsi, interaksi, topik, pesan dan saluran. Leech (1983) mengatakan bahwa makna tuturan yang betul-betul bermakna adalah makna yang ditimbulkan oleh interaksi antara bentuk tuturan, makna formal tuturan, dan konteks. Konteks mencakup siapakah penutur dan petuturnya, situasi ujaran, tujuan, norma sosial, dan aspek lain seperti waktu dan tempat tuturan dihasilkan. Jadi di sini memperhatikan bukan saja pada ko-teks tetapi juga melihat pada konteks budaya maupun pada konteks situasi. Konteks ini bersifat nonverbal, yang akan juga menentukan isi pesan dalam interaksi. Sosiolinguistik mikro berkenaan dengan usaha untuk menghubungkan karakter-karakter atau variasi bahasa dengan ciri-ciri atau karakter penutur dalam situasi komunikasi yang menyertai. Pendekatan yang digunakan dalam analisis sosiolinguistik mikro etnometodologi yang selalu menyatakan dan mencari sistem simbol yang tetap pada makna yang tetap yang dipakai oleh anggota masyarakat dan dalam hal ini diklasifikasikan dalam etnografi komunikasi yang memfokuskan pada bagaimana sebenarnya orang berinteraksi? dan apa saja yang terjadi dalam suatu percakapan, suatu ujaran, humor atau peristiwa tutur lainnya?. 13

16 Sosiolinguistik tidak mempelajari hal-hal yang abstrak, menciptakan penutur-pendengar ideal dalam suatu guyup yang benar-benar harus homogen sebagaimana dikatakan oleh Chomsky (1963), tetapi lebih pada penuturpendengar yang aktual dalam guyup tutur dan guyup sosial yang heterogen. Hal ini tidak hanya menyangkut apa yang penutur ketahui atau potensi penutur, tetapi juga pada apa yang sebenarnya mereka katakan atau maksud yang didukung oleh faktor-faktor nonbahasa. Pendekatan dalam sosiolinguistik memerlukan suatu deskripsi yang sistematis terhadap perilaku yang komunikatif. Perilaku komunikatif ini telah distandarisasi secara alami dalam konteks sosiokultural di mana perilaku itu terjadi. Standarisasi itu tidak bersifat perskriptif tetapi secara tidak sadar ditaati dan dilaksanakan dalam perilaku tutur. Pola perilaku dan interprestasinya merupakan hal pokok dalam sosiolinguistik yang dikerjakan secara empirik dan aktual serta deskriptif. Sosiolinguistik menekankan pada pencarian pola hubungan antara kedua struktur yang direaliasasikan pada perilaku berbahasa dan perilaku social pemakai bahasa. Beberapa tipe teori bahasa dan kajian dalam hubungannya dengan ilmu lain, interdisipliner, memperlakukan bahasa dengan melihat hakekat bahasa itu sendiri. Sehingga untuk mengetahui perilaku bahasa itu terlebih dahulu mengenal hakekat bahasa dalam perannya pada masyarakat atau guyup tutur. Sebagai awal pencarian hakekat pembicaraan tentang sosiolinguistik, Bell (1976) memulainya, sebagaimana dengan cara yang digunakan oleh ahli bahasa untuk meng gambarkan dan menjelaskan tentang fenomena yang dikenal sebagai bahasa. Pencarian hakekat itu bergantung pada jawaban terhadap pertanyaan apakah bahasa itu?, walaupun jawaban itu masih berupa asumsi samar ataupun yang sudah dinyatakan denga jelas. Jawaban untuk pertanyaan apakah bahasa itu? pada abad 19 yaitu didefinisikan bahwa bahasa adalah perubahan. Ternyata jawaban itu kurang tegas dalam penyepadanan antara penjelasan turunan yang dipakai, dengan tujuan pembangunan kembali bentuk asli dari bahasa. Selama abad itu, ilmu bahasa yang berhubungan dengan sejarah 14

17 jadi kurang sesuai dengan perkembangan terakhir tetapi belum sepenuhnya hilang. Sedikit mahasiswa Bahasa Inggris di perguruan tinggi gagal untuk mempelajari paling tidak tentang sejarah bahasa ibu mereka, tak peduli seberapa kuatnya jurusan itu diorientasikan pada ulasan sastra atau ilmu bahasa modern. Selama abad itu, pada dasarnya meneruskan pengaruh De Saussure bahwa bahasa dilihat sebagai sebuah obyek yang bisa digambarkan dengan metode deduktif yang serupa dengan metode dalam ilmu alam. Lebih tepatnya, bahasa dilihat sebagai sebuah sistem dengan komponen-komponennya tersendiri dan hubungan-hubungan yang bisa digambarkan di dalam dan untuk sistem itu sendiri bukan dalam istilah penggunaan yang menempatkan bahasa sebagaimana adanya yang memiliki hubungan ke luar bahasa (extralinguistik). De Saussure sangat gigih untuk menuntut otonomi ilmu bahasa la linguistique a pour unique et véritable objet la langue envisagée en elle-même et pour elle-même (De Saussure, dalam Bell, 1976:18). Singkatnya, selama lima puluh tahun pertama pada abad itu, kebanyakan ahli bahasa berpaling dari pertimbangan aspek-aspek eksternal bahasa, yakni tentang perubahan dan penggunaan yang mengenal bahasa sebagai perilaku sosial manusia. Hal ini dikarenakan mereka lebih memusatkan perhatiannya pada segi internal bahasa yaitu sebagai sistem dan struktur yang otonom. Bukannya mengatakan kalau penelitian tentang bahasa dalam konteks sosial telah mati bersama mahasiswa Eropa terakhir yang mempelajari retorika pada abad 19, tetapi usaha untuk menghubungkan bentuk ilmu sosial dengan fungsi sosial masih berlanjut. Namun, pada umumnya keberlanjutan tersebut hanya sebagai tambahan pada penelitian-penelitian sosiologi, pendidikan, atau psikologi. Hanya beberapa ahli antropologi bahasa seperti Firth dan Malinowski di Inggris serta Sapir dan Whorf di AS yang masih memperhatikan aspek-aspek eksternal penggunaan bahasa, seperti juga para ahli dialektologi. Namun, mereka bahkan cenderung dibatasi oleh tradisi sejarah yang kuat dalam tujuannya walaupun kebanyakan ahli dialektologi tersebut sudah terlatih. Hasilnya yaitu bahwa survei dialek mereka, hampir tanpa pengecualian, lebih bersifat pedesaan, diorientasikan pada pemeliharaan cara bicara kaum tua, dan penemuan atas 15

18 perluasan bentuk cara bicara kaum tua yang telah bertahan dalam komunitas yang terisolasi. Akar permasalahan, yang dihadapi ahli bahasa dalam memilih sebuah definisi tentang bahasa yang dipakai dalam membahas bahasa dan sebagai metodologi untuk menghadapi dan membuat temuan-temuannya, terletak pada sifat dasar bahasa yang aneh, komplek, dan bersifat dualitas dengan sendirinya. Hal ini merupakan sistem yang terstruktur dengan sangat abstrak dan yang dipakai oleh sebuah komunitas tutur, yang dapat diamati lewat perilaku individual. System sebagai perilaku perseorangan dan pada saat yang sama cenderung berubah-ubah. Ahli bahasa tidak sendirian dalam mengatasi dilema semacam itu. Dalam interaksi sosial, ahli psikologi sosial melihat hal yang sama yaitu sebagai obyek penelitian yang mempesona dan mengagumkan. Di satu sisi terasa dekat dan akrab lalu di sisi lain terasa misterius dan tidak dapat diungkapkan. Tampaknya tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan atau konsep yang bisa menjelaskan. Melihat hal semacam ini, kebanyakan mahasiswa ilmu bahasa modern menjelaskan bahasa tersebut secara internal dan otonom -- yang berawal dari sintaksis lalu berubah menjadi semantik. Mereka mengabaikan hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan acuan struktur bahasa itu sendiri, lebih buruk lagi, diberi panggilan variasi bebas. Dua asumsi kunci yang masih bisa diandalkan oleh kebanyakan ahli bahasa deskrptif adalah kembali menuju De Saussure (1915). Hal ini, walaupun, dinyatakan dalam bentuk yang agak ekstrim. 1. Ada sebuah dikotomi (pembagian dua ektrim) antara langue (kode yang dipakai bersama oleh komunitas tutur) dan parole ( penggunaan bahasa yang aktual oleh individual). Semenjak dikotomi ini dapat diterima, maka parole itu tidak cukup terstruktur dengan baik sebagai obyek studi penelitian, tetapi langue muncul sebagai obyek yang tepat untuk penelitian ilmu bahasa. Tetapi bagaimanapun penelitian langue tetap akan melihat pemakaian bahasa secara individual atau parole. Sehingga langue ditemukan melalui beberapa parole. 2. Ada sebuah dikotomi antara deskripsi sinkronis atau deskripsi kondisi-statis dan deskripsi diakronis atau deskripsi system-dinamis. Dalam suatu pengertian, 16

19 pandangan De Saussure ini mengikuti dikotomi langue-parole tapi lebih dirangsang terutama pada kasus De Saussure dengan keinginannya untuk melepaskan diri dari orientasi sejarah ilmu bahasa abad 19. Melalui pandangan ini, deskripsi ilmu bahasa didefinisikan sebagai deskripsi sinkronik atas perumusan bahasa pada titik waktu yang ditetapkan daripada deskripsi diakronik atau kronologi atas mekanisme perubahan ilmu bahasa. Kesulitan operasional muncul ketika ahli bahasa mulai menggambarkan langue, karena tampak jelas pada saatnya jika sebuah pendekatan empiris itu hanya dapat diamati pada deskripsi parole. Parole mampu mengarahkan pengamatan dengan indera manusia dan yang diwadahi oleh langue dalam kesadaran bersama dari komunitas tutur. Dua solusi untuk mengatasi dilema tersebut dapat dicoba: (1) induksi, generalisasi yang berdasarkan pada data yang dihasilkan oleh satu sumber dan (2) deduksi, penggunaan introspeksi untuk memperoleh wawasan menuju struktur bahasa itu. Keduanya akan didapati berbeda walaupun kedua pendekatan ini muncul untuk membuat asumsi mendasar yang sama yaitu bahwa bahasa dalam suatu hal adalah lambang dari pengguna individual. Hal itu nyata pada kasus pertama dan pada kasus kedua itu hanya teori semata. C. Hubungan Sosiolinguistik dengan Studi Lainnya (dalam studi interdisipliner) a. Ilmu Sosiologi: studi sosiolinguistik memerlukan data atau subyek lebih dari satu orang individu, secara metodologis, keduanya menyangkut metode kuantitatif sampling, statistik, wawancara, rekaman, dokumen, dsb. Penggolongannya mengunakan deskriptif. Perbedaannya adalah pada objek, yakni sosiologi menitik beratkan pada deskripsi masyarakat bukan bahasa, sedangkan studi sosiolinguistik pada bahasa bukan masyarakatnya. b. Linguistik umum, relatif mirip dengan linguistik dekriftif, yang memiliki ciri: monolistik closed-system, homogen, satu atau beberapa informan pilihan. Analisis menitik bratkan pertama pad bunyi, baru makna kedua; yang berkisar pada mayoritas kalimat. Sedangkan studi sosiolinguistik memiliki cirri sebagai berikut: 1) bervariasi, heterogen, open-system 17

20 2) fungsi dalam masyarakat, pada makna,informan banyak data 3) verbal dan non- verbal. 4) terbesardari wacana mulai dari situ. 5) pendekatan makna disiplin. c. Dialetologi memiliki ciri pada metode komparatif, historis, diakronis, variasi berdasarkan batas regional, alam, sedangkan studi sosiolinguistik komparatif, deskriptif sinkronis, variasi berdasarkan bahasa, berdasarkan batas-batas kemasyarakatan d. Retorika (selected speech) atau dengan kata lain laras (gaya bahasa) Retorika memiliki kecondongan ke studi tutur individual, studi sosiolinguistik tidak hanya unsur terpilih tetapi seluruhnya, dalam studi sosiolinguistik mencari variasi yang ada kemudian mencari factor yang memunculkan variasi itu. e. Psikologi Sosial, secara metodologis, menitik beratkan pada personalorionted; sedangkan studi sosiolinguistik sosial-oriented. Psikologi sosial dapat dipakai dalam studi sosiolinguistik seperti sikap. f. Antropologi: studi tentang kebudayaan dalam arti luas seperti adat, hukum kekerasan, lembaga sosial,dsb. Sedangkan studi sosiolinguistik meneliti bahasa denga nilai-nilai sosialnya, yang kemungkinan sama-sama memakai metode pengamatan berpartisipasi. Studi sosiolinguistik memiliki dua subbagian, yakni mikro dan makro sosiolinguitik. Mikro menangani masalah-masalah kecil atau sempit sepert pekerjaan, usia, jenis kelamin, tempat tingal. Seperti pada situasi pesta adat yang di dalam ada peristiwa tutur dapat dianalisis dengan melihat siapa bicara dalam bahasa apa kepada siapa, tentang apa, situasi apa, maksud apa (yakni dengan konsep ranah). Makro menangani interaksi yang bersifat :intergroup interaction. D. Langue-Parole dan Kompetensi-Perfomansi Sepanjang abad, para ahli bahasa telah berusaha untuk menemukan bentuk yang sempurna dan ideal dari bahasa yang disembunyikan di tengahtengah masyarakat yang sesungguhnya dan penggunaan data bahasa yang 18

21 berubah-ubah. Bagi ahli bahasa pada abad 19, termasuk juga Plato, bentuk murni bahasa hanya ada di masa lalu dan cara bicara masa kini dilihat sebagai sebuah versi yang lebih buruk dari sebelumnya. Begitu juga De Saussure, bagi seluruh bentuk bahasa baru dan ide-ide rintisannya masih berada dalam pencarian sistem homogen yang murni dan dipercayanya ada, bukan di masa lalu tapi di pikiran bersama dari komunitas tersebut. Bagi Chomsky, letak dari bentuk murni itu lebih abstrak yaitu pikiran dari pembicara dan pendengar yang ideal. Yang paling mengejutkan yaitu kognisi umum/lazim cara bicara yang nyata, parole, pelaksanaan, cara bicara, kegunaan, atau apapun istilah yang digunakan terlalu berubah-ubah untuk digambarkan. Ahli sosiolinguistik tidak bisa kecuali mengambil masalah bersama hal ini. Tak seorangpun akan menolak bahwa cara bicara itu berubah-ubah tetapi ahli bahasa yang mencoba untuk menciptakan sebuah ilmu bahasa sosial yang nyata (Labov, 1966:14). Tidak bisa menerima bahwa pelaksanaan itu tidak lebih dari sebuah refleksi kemampuan yang tak berarti dan terlalu menyimpang, sangat kacau jika hal itu tidak dapat dipertanggung-jawabkan pada ganbarannya. Dia akan menunjukkan bahwa bagian dari mengetahui bahasa dengan sempurna (Chomsky, 1965:3) terdiri dari mengetahui bagaimana dan kapan menunjukkan dan jika tanpa kemampuan-kemampuan ini, pembicara-pendengar yang diidealkan akan menjadi monster yang berbudaya (Hymes, 1967:639). Seberapa jauh ahli sosiolinguistik menegaskan pendapatnya untuk diterima tergantung pada gambarannya tentang tujuan linguistik umum dan tentang sosiolinguistik khususnya. Dia mungkin menerima seperti Fromkin (1968), bahwa sasaran utama sosiolingustik adalah membangun realisasi dan penampilan sebuah teori. Sebaliknya, dia bisa membuat sanggahan yang lebih dramatis. Searle (1969) menyatakan bahwa teori kompetensi tidak cukup dan kenyataannya sosiolingustik adalah ilmu bahasa yang telah mempunyai posisi tersendiri sehingga dikatakan sebagai peralihan tata bahasa. 19

22 E. Penggambaran singkronik dan diakronik Ketepatan pembagian antara singkronis dan diakronis disampaikan oleh De Saussure, pengertian ini sebagai reaksi ulang atas kekuatan diakronis biasanya ilmu-ilmu bahasa pada abad 19, dengan meningkatnya telah terlihat sebagai ketepatan metodologi yang menguasai tingkat kegunaannya yang lebih tinggi. Hal ini benar, tidak hanya dalam ruang lingkup penelitian yang berorientasi scara sosiologikal dan utamanya diman usaha- usaha yang tlah tersusun untuk memproduksi sebuah analisa kepuasan dalam situasi yang berkelanjutan akan tetapi dalam bekerja yang telah surut dengan jelas tanpa ada sebuah kedisiplinan yang tak beralasan. Contohnya, beberapa transformasionalisasi (Chomsky dan Halle, 1968) sekarang sanggup menerima tanpa kerangka umum pada model singkronis, data bahasa dari sumber- sumber terdekat dalam bahasa dan memasukkan contoh data tanpa ada jalur sistem di awal permulaan bahasa. Terutama, keputusan untuk membuat bentuk dasar dari masuknya leksikal representasi orthograpis yang menyatakan secara tidak langsung bahwa bagian yang ideal dari pendengaran pembicara yaitu pengetahuan bahasa adalah beberapa dugaan Middle baru-baru ini dan pokokpokok leksikal yang bersumber dari awal Modern English. Namun, pemikiran pada skala waktu lebih pendek, baru saja bekerja dalam perkiraan-perkiraan yang menyatakan sebagai pengetahuan digunakan lebih awal dan konotasikonotasi memulai untuk membawa ke dalam realisasi bahasa yang tajam. Bahkan, ketika pemikiran itu sebagai statik atau ketetapan, kenyataannya, sistim dinamis itu adalah pengucapan yang lebih utama terdorong atas perubahan seperti De Saussure (1915:37) sendiri meletakkan itu enfin c est la parole quifait evoluer la langue F. Data ilmu-ilmu bahasa Ilmu bahasa, pada umumnya berhubungan dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, dengan bekerja terhadap penemuan struktur data tersebut. Model-model pembuatan, kesetaraan rangkaian konstruksi tertentu, dalam rencana abstrak yang seharusnya perkiraan terdekat lebih atau sedikit pada 20

23 realita data aktual (Revzin, 1966:3). Hanya untuk model-model ini boleh didiskusikan sesuai data bahasa natural. Sumber-sumber dari yang telah tergambar dan abstraksi kesepakatan yang termasuk dalam penciptaan penggambaran sasaran. Strukturalis mendekati ke bahasa penggambaran mulai dengan asumsi operasional yang memilih satu pelapor yang berkapabilitas secara hati-hati asal data cukup untuk penggambaran umun sebuah data bahasa. Bagaimanapun terpilihnya, ilmu bahasa tetap berdasar pada analisisnya. Sampai akhir akhir ini, penggambaran ilmu bahasa telah berakhir pada sebuah kalimat. Prosedur khas struturalis lebih baik diilustrasikan oleh sub judul pada bukunya, A.A Hill (1958) yang berjudul Introduction to Linguistic Structure. Dari suara menuju kalimat dalam bahasa Inggris, sedangkan transformasionalisasi jelas dalam simbol identitas tata bahasa mereka E : kalimat. Meskipun petunjuknya berbeda, terutama dalam asensi sintesis dan analitis kedua, keduaduanya diadaptasi, seperti pada kalimat poin terakhir. Penggambaran sosiolinguistik diharapkan mampu memperluas hingga melebihi struktur-struktur kalimat yang lebih lebar, berkomponen, dan perhatiannya akan butuh terpusat tidak saja pada kalimat individual yang diproduksi oleh pembicara-pembicara individual (bagaimanapun idealisasinya) tetapi dalam interaksi pendengaran pembicara dan dalam teks-teks sturktur yang lebih luas, percakapan-percakapan, ungkapan-ungkapan, sumpah-sumpah, pertanyaan dan kebisaaan jawaban dan lain sebagainya G. Bidang sosiolinguistik Hal ini telah tampak dari apa yang telah dipaparkan di atas bahwa sosiolinguistik menolak semua yang telah berlangsung sebelum dia ada dalam ilmu-ilmu bahasa, tetapi ini jauh dari kebenaran. Prestasi-prestasi besar pada abad 19 di dekade hasil pemilihan para pekerja keras, meletakkan fonetik fondasi dan fonologi serta kekuasaan mereka; De Saussure berperan penting untuk mencari orientasi baru sebagai sasaran, orientasi ini sendiri telah bekerja keras dan berbuah sesuatu yang berharga. Kita tahu sekarang, lebih jauh tentang bahasa natural daripada dari apa yang kita lakukan 100 tahun yang lalu, prestasi 21

24 inteletual; yang tidak dapat ditolak secara gamblang dalam beberapa tingkat pelayanan baru. Tidak. Hal itu bisa berarti mayoritas ilmu-ilmu sosial melihat mereka sebagai ilmu-ilmu bahasan dengan tujuan dinyatakan pengusahaan untuk menemukan korespondensi yang berurutan, antara ilmu bahasa dan stuktur sosial serta lagipula, melihat peran mereka sebagai pemanggilan dari beberapa pertanyaan atas asumsi-asumsi ilmu bahasa. Disamping itu, untuk mempercepat waktu pemenuhan dan lebih memuaskan dalam bahasa penggambaran. Seperti, Labov (1966) meletakkan ini untuk menyelelesaikan masalah ilmu-ilmu bahasa, pemenuhan dalam pemikiran yang akhirnya masalah-masalah analisa perilaku. Di samping itu, sosiolinguistik divariasi atas ketertarikanya dapat melihat sendiri sebagai ahli waris ke dialektologi dan di usaha-usahanya saat ekstensi penggambaran sebuah kalimat bahasa ternyata terlalu sulit sebagai penyegar dari sebuah tradisi berpidato yang masih sangat kuno, sungguh sampai akhir ini yaitu masa disiplin ilmu sejarah, bentuk serta tata bahasan dua arus utama beasiswa ilmu bahasa. Maka dari itu, kemudian boleh digunakan untuk menemukan mengapa sosiolinguitik berbeda dari kedua pekerjaan ini yaitu, dialektogi dan orator. 22

25 BAB II BAHASA DAN PERBEDAAN SOSIAL (STRUKTUR MASYARaKAT) A. Bahasa, Masyarakat, dan Budaya Masyarakat memiliki budayanya sendiri. Menguasai bahasa berarti menguasai sebagian besar konsep-konsep budayanya, karena bahasa adalah bagian dari budaya dan sekaligus wadah serta citra dari budaya tersebut. Para ahli sosiologi menggunakan istilah fungsi, fungsi yang diemban oleh objek tertentu, untuk merujuk pada konsekuensi-konsekuensi dari suatu tindakan (fungsi sosial/fungsi makro), termasuk di dalamnya fungsi bahasa yang digunakan dalam menghasilkan konsekuensi tindakan pada perorangan maupun kelompok. Hewan meraung dan manusia berbicara memberikan fungsi dasar yang didasarkan atas aktivitasnya untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Konsekuensi-konsekuensi yang dirasa oleh masyarakat disebut sebagai fungsi sosial atau fungsi makro yaitu sebagai akibat-akibat dari struktur masyarakat yang dihasilkan dari aktivitas sosial tertentu. Fungsi makro menghasilkan pengaruh yang kuat pada para pendengar dan pembicara dari bahasa lisan. Untuk menemukan fungsi-fungsi tersebut dapat dilakukan dengan mengetahui pola etnografi dari komunikasi pemakaian bahasa tersebut. Hymes (1974) memaparkan salah satu cara analisis etnografi komunikasi dengan akronimnya SPEAKING, yang biasa dikenal dengan etnografi komunikasi. Malinowsky (dalam Penalosa, 1981:37) menekankan pada fungsi pragmatik dari bahasa lisan yaitu untuk mengarahkan, mengontrol, dan menghubungkan aktivitas manusia. Fungsi dasar bahasa adalah untuk mengontrol aktivitas manusia, sehingga fungsi utama bahasa sebagai kontrol kerja sama sosial dan mengembangkan kerja sama pada sebuah norma. Bahasa merupakan alat kontrol atau kendali sosial, peta sosial, personal, dan isi dari nilai yang ada pada masyarakat atau individual tertentu. Budaya adalah sebuah alat untuk beradaptasi agar dapat bertahan hidup, atau dengan kata lain budaya adalah sebuah alat yang dipakai manusia untuk penyesuaian diri sehingga manusia mampu bertahan dalam sebuah lingkungan 23

26 yang beraneka ragam. Bahasa pada umumnya adalah alat untuk menyampaikan informasi, termasuk informasi tentang keadaan atau situasi dari para pembicara, di samping bahasa juga sebagai penanda dan alat adaptasi. Bahasa menentukan sejumlah fungsi yang berbeda-beda dalam masyarakat: sebagai pananda identitas dan status sosial, pencipta dan pemertahan hubungan sosial, dan alat untuk mengungkapkan kebutuhan individual. Sehingga dikatakan bahwa bahasa bukanlah sekadar alat semata, tetapi bahasa itu sendiri merupakan isi atau objek. Seseorang terkadang tidak mengungkapkan isi tuturan, tetapi hanyalah memenuhi tuntutan kerjasama sosial seperti menyapa, memberi salam, dan sebagainya. Bahasa, akhirnya, mampu membentuk sistem integrasi, koordinasi dan hubungan sosial, dan akumulasi dan transmisi budaya. Menurut Wolfram (dalam Penalosa, 1972) ada empat pandangan tentang hubungan bahasa dan sosial: 1. Struktur sosial tergantung pada bahasa. 2. Bahasa tergantung pada struktur sosial. 3. Keduanya saling menentukan atau bergantung. 4. Keduanya tergantung pada faktor ketiga di luar bahasa dan sosial yaitu: world view, organisasi otak manusia atau hakikat dasar kemanusiaan. Hubungan di atas sangat tergantung pada tingkat sejarah, otonomi, vitalitas, dan standariasi dari bahasa dan masyarakat yang bersangkutan, sehingga dimungkinkan bahwa karakter ketergantungan dari komunitas tertentu akan berbeda dengan komunitas yang lainnya, seperti: (1) nilai kesejarahan (bahasa koloni, etnis, lingua franca), (2) kemandirian yang mencakup kekhususan-kekhususan bahasa, (3) vitaliatas yang berhubungan dengan daya dan dorongan kebutuhan untuk memakai bahasa tersebut, dengan kata lain tidak ada bahasa lain yang mampu untuk kepentingan tertentu, dan (4) standarisasi bahasa yang mencakup kemapanan dan konsistensi bentuk dan maknanya. Budaya memberi pola bagaimana pemakai bahasa memakainya dengan benar sesuai dengan nilai-nilai peran sosial pemakainya, termasuk peran sosial yang berdasarkan jenis kelamin. 24

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

HUBUNGAN SOSIOLINGUISTIK

HUBUNGAN SOSIOLINGUISTIK HUBUNGAN SOSIOLINGUISTIK DENGAN DISIPLIN ILMU LAIN 1. Sosiologuistik dengan Linguistik sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji linguistik yang dihubungkan dengan faktor sosiologi. Dengan demikian,

Lebih terperinci

PENGANTAR. 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik

PENGANTAR. 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik PENGANTAR 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik Pengantar مقدمة Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi dapat dikaji secara internal dan eksternal. Kajian internal mikrolinguistik

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Suatu kehidupan masyarakat sehari-hari komunikasi sangat penting digunakan untuk berinteraksi antar manusia di dalam lingkungan masyarakat. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini karena fungsi bahasa yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Pendekatan yang dipakai dalam kajian ini adalah pendekatan sosiolinguistik. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa

Lebih terperinci

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik)

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik) Bahasa dipelajari atau dikaji oleh disiplin ilmu yang disebut linguistik atau ilmu bahasa. Seperti halnya disiplin-displin yang lain, linguistik juga memiliki tiga pilar penyangga, yakni ontologi, epistemologi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam sebuah penelitian penting untuk dideskripsikan. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan proses interaksi manusia satu dengan yang lainnya. Komunikasi bertujuan memberikan informasi atau menyampaikan pesan kepada mitra tutur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan wujud yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. Setiap komunikasi dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

SEJARAH ALIRAN LINGUISTIK

SEJARAH ALIRAN LINGUISTIK SEJARAH ALIRAN LINGUISTIK Linguistik Tradisional Dalam pendidikan formal ada istilah kata tata bahasa tradisional dan tata bahasa structural. Kedua jenis tata bahasa ini banyak dibicarakan orang sebagai

Lebih terperinci

13ILMU. Modul Perkuliahan XIII. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Etnografi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas

13ILMU. Modul Perkuliahan XIII. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Etnografi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas Modul ke: Modul Perkuliahan XIII Metode Penelitian Kualitatif Metode Etnografi Fakultas 13ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations Judul Sub Bahasan Pengertian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian, dan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya pembagian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya pembagian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan makhluk sosial lainnya, untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman berbahasa setiap orang berbeda di setiap budaya. Berkumpulnya berbagai budaya di suatu tempat, seperti ibukota negara, menyebabkan bertemunya berbagai budaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi berartikulasi yang. mark having understood meanings.

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi berartikulasi yang. mark having understood meanings. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1990:66) bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi berartikulasi yang bersifat konvensional yang dipakai sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-I Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS... iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT...

Lebih terperinci

Pengertian Universal dalam Bahasa

Pengertian Universal dalam Bahasa Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasai untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat. Ada dua cara untuk dapat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa sekarang ini walaupun pada kira-kira dua dekade yang silam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. pada masa sekarang ini walaupun pada kira-kira dua dekade yang silam ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang semakin dikenal pada masa sekarang ini walaupun pada kira-kira dua dekade yang silam ilmu ini jarang atau

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN Pertemuan 3 JENIS DAN METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN Pertemuan 3 JENIS DAN METODE PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Pertemuan 3 JENIS DAN METODE PENELITIAN RASIONAL Dilakukan dg dg cara yg yg masuk akal shg Terjangkau terjangkau penalaran manusia CARA ILMIAH KEGIATAN PENELITIAN DIDASARKAN CIRI-CIRI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat berkomunikasi menggunakan bahasa, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, pendapat, dan perasaan seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu diragukan lagi. Bahasa tidak hanya dipergunakan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. perlu diragukan lagi. Bahasa tidak hanya dipergunakan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia kiranya tidak perlu diragukan lagi. Bahasa tidak hanya dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi bahasa juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media komunikasi yang paling canggih dan produktif. Kentjono (dalam Chaer, 2007: 32) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai: (1) latar belakang, (2) fokus penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) penegasan istilah. Berikut diuraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Ibrahim (1993:125 126), berpendapat bahwa semua kelompok manusia mempunyai bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk mengacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Di dalam interaksi tersebut, terjadi adanya proses komunikasi dan penyampaian pesan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini keberadaan talk show atau dialog interaktif sebagai sarana dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan semakin beragamnya talk

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Bahasa Indonesia Modul ke: Ragam Bahasa Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Hakikat Bahasa Kedudukan Bahasa Kedudukannya Sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu yang dikenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 4, No. 1, April 2016 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki status sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang kebanggaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang berkembang pesat ini, dunia pekerjaan dituntut menciptakan kinerja para pegawai yang baik

Lebih terperinci

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional. 1.4.2 Manfaat Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemakaian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba. b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, bersifat

Lebih terperinci

AHMAD KHOIRUL ANWAR NIM A

AHMAD KHOIRUL ANWAR NIM A 0 PERBEDAAN TINDAK TUTUR ILOKUSI ANTARA MASYARAKAT SUKU SAMIN DENGAN MASYARAKAT SUKU JAWA DI BLORA: KAJIAN SOSIOPRAGMATIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Pendidikan Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menulis merupakan salah satu cara manusia untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan kepada orang lain melalui media bahasa tulis. Bahasa tulis tentu berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu diragukan lagi. Bahasa tidak hanya dipergunakan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. perlu diragukan lagi. Bahasa tidak hanya dipergunakan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia kiranya tidak perlu diragukan lagi. Bahasa tidak hanya dipergunakan dalam kehidupan sehari- hari. Bahasa juga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi oleh alat ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok

Lebih terperinci

KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI

KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

ETNOGRAFI KOMUNIKASI. Sangra Juliano P, M.I.Kom

ETNOGRAFI KOMUNIKASI. Sangra Juliano P, M.I.Kom ETNOGRAFI KOMUNIKASI Sangra Juliano P, M.I.Kom Etnografi Etnografi berasal dari kata ethnos yang berarti bangsa dan graphein yang berarti tulisan atau uraian. Jadi berdasarkan asal katanya, etnografi berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah salah satu faktor yang menjadi ciri pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Bahasa merupakan alat dalam komunikasi dan interaksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Kajian tentang penggunaan bahasa Suwawa khususnya di lingkungan masyarakat Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango belum pernah dilakukan. Akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis yang memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. dalam aplikasinya. Ini sejalan dengan gagasan Bailey (2007: 8): Different

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. dalam aplikasinya. Ini sejalan dengan gagasan Bailey (2007: 8): Different BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Penelitian dalam bidang kajian sosiolinguistik tentunya memiliki ciri tersendiri dalam aplikasinya. Ini sejalan dengan gagasan Bailey (2007: 8): Different academic

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

Rancangan Silabus BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik Oleh : Yuniseffendri. Abstrak

Rancangan Silabus BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik Oleh : Yuniseffendri. Abstrak Rancangan Silabus BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik Oleh : Yuniseffendri Abstrak Singuistik tradisional mengkaji bahasa berdasarkan komponen kebahasan, meliputi

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perbedaan bahasa sudah tidak lagi menjadi hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia. Tuntutan mendapatkan informasi inilah yang memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan pikirannya, baik yang dilakukan secara lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melalui bahasa manusia dapat berkomunikasi dengan sesama untuk memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk menyatakan pikiran dan

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. 1. Pengertian Bahasa Kridalaksana (1983) : bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat berbagai macam profesi khususnya bidang pendidikan, misalnya sebagai : guru, dosen, guru bimbingan belajar, guru konseling dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS  SKRIPSI PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS HTTP://WWW.LIPUTAN6.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

PERBEDAAN TEORI LINGUISTIK FERDINAND DE SAUSSURE DAN NOAM CHOMSKY. Abdullah Hasibuan 1. Abstrak

PERBEDAAN TEORI LINGUISTIK FERDINAND DE SAUSSURE DAN NOAM CHOMSKY. Abdullah Hasibuan 1. Abstrak PERBEDAAN TEORI LINGUISTIK FERDINAND DE SAUSSURE DAN NOAM CHOMSKY Abdullah Hasibuan 1 Abstrak Linguistik merupakan suatu ilmu yang bahasa secara ilmiah atau ilmu tentang bahasa. Kata Linguistik berasal

Lebih terperinci

ERIZA MUTAQIN A

ERIZA MUTAQIN A IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA BAHASA IKLAN PRODUK (STUDI KASUS DI RADIO GSM FM) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu alat komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan dengan sesama anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran resiliensi pada istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan kajian fenomenologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas delapan hal. Pertama, dibahas latar belakang masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa sekolah dasar. Kemudian, dibahas identifikasi

Lebih terperinci