yang diuraikan dalam bab ini juga mengakomodir indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan serta upaya pelyaanan kesehatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "yang diuraikan dalam bab ini juga mengakomodir indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan serta upaya pelyaanan kesehatan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas tahun adalah Kepulauan Anambas Sehat, sedangkan untuk mencapai visi tersebut diperlukan misi Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas. Visi tersebut dapat dicapai melalui upaya-upaya yang terangkum dalam misi sebagai berikut : 1) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui upaya promosi kesehatan guna menumbuhkembangkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. 2) Mewujudkan pelayanan kesehatan yang proaktif dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan dalam rangka upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. 3) Meningkatkan kualitas maupun kuantitas sumberdaya kesehatan guna mendukung upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada semua lapisan masyarakat secara cepat, tepat, nyaman dan terjangkau dengan dilandasi etika profesi. 4) Meningkatkan manajemen kesehatan secara professional secara efektif dan efisien. Dalam mengimplementasikan Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas tersebut, sangat dibutuhkan adanya data dan informasi yang merupakan salah satu cara untuk menggambarkan keberhasilan program kesehatan yang telah dilakukan dalam satu tahun terakhir serta untuk membandingkan tingkat derajat kesehatan di masyarakat khususnya di Kabupaten Kepulauan Anambas dari tahun ke tahun. Menurut WHO, dalam Sistem Kesehatan selalu harus ada Subsistem Informasi yang mendukung subsistem lainnya. Sistem Informasi Kesehatan tersebut tidak mungkin berkeja sendiri melainkan harus bersama subsistem lain. Di dalam SKN 29 terdapat Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan, yang menaungi pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. Salah satu keluaran dari penyelenggaraan sistem informasi kesehatan adalah Profil Kesehatan, yang merupakan suatu paket penyajian data/informasi kesehatan yang lengkap. Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas memuat berbagai data tentang kesehatan, yang meliputi derajat kesehatan, upaya kesehatan, dan sumber daya kesehatan. Profil kesehatan juga menyajikan data pendukung lain yang berhubungan dengan kesehatan seperti data kependudukan dan data lingkungan. Keseluruhan data yang ada merupakan gambaran tingkat pencapaian penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan yang diukur melalui Indikator Indonesia Sehat dan Indikator Kinerja SPM bidang Kesehatan. Tujuan utama diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 214 ini adalah agar diperoleh gambaran keadaan kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas, khususnya untuk tahun 214 dalam bentuk narasi, tabel dan gambar. Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 214 ini terdiri dari 6 (enam) bab, yaitu: Bab I Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang latar belakang diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas serta sistematika penulisannya. Bab II Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Anambas. Bab ini menyajikan informasi meliputi letak geografis, administratif serta faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan faktor-faktor lainnya seperti kependudukan, ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lingkungan. Bab III Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang infikator mengenai angka kematian, angka kesakitan dan angka status gizi masyarakat. Bab IV Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini menyajikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan dalam situasi bencana. Upaya pelayanan kesehatan

2 yang diuraikan dalam bab ini juga mengakomodir indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan serta upaya pelyaanan kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas. Bab V Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan sumber daya kesehatan lainnya. Bab VI Kesimpulan dan Saran. Bab ini menggambarkan secara umum tentang hal-hal yang berkaitan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), pencapaian pembangunan kesehatan, kinerja pembangunan kesehatan, serta saran berupa rekomendasi dalam rangka mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada.

3 BAB II GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK Kabupaten Kepulauan Anambas secara georgrafis berada antara 2 O 1 LU s/d 15 O O 45 BT (Sumber: UU No 33 Tahun 28) dengan wilayah sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Vietnam, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bintan, sebelah barat berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Malaysia, serta sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Natuna. Jumlah seluruh pulau yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas sebanyak 238 pulau dimana 26 diantaranya berpenghuni dan 212 pulau tidak berpenghuni. Selain itu, Kabupaten Kepulaun Anambas memiliki 5 pulau terluar dengan total luas wilayah sebesar 634,37 km 2. Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum tentang Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan kesehatan lingkungan dan keadaan perilaku penduduk. A. KEADAAN PENDUDUK Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kepulauan Anambas, jumlah penduduk pada tahun 214 berjumlah jiwa (data per Januari 214) yang terdiri dari jiwa laki-laki dan perempuan dengan rasio jenis kelamin 18,15 dalam arti terdapat 18 laki-laki diantara 1 perempuan. Rincian menurut kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. GAMBAR XX KEPADATAN PENDUDUK MENURUT WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Sumber: Proporsi Kepadatan Penduduk Menurut Wilayah Kecamatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kepulauan Anambas, 214 Pada gambar kepadatan penduduk diatas, terlihat bahwa penduduk paling banyak berada di Kecamatan Siantan yang merupakan ibukota dari Kabupaten Kepulauan Anambas

4 yaitu dengan kepadatan penduduk sebesar 289,4 penduduk per km 2. Kecamatan Jemaja Timur dan Kecamatan Siantan Selatan memiliki kepadatan penduduk yang kecil dimana Kecamatan Jemaja Timur memiliki kepadatan penduduk sebesar 25,71 penduduk per km 2 dan Kecamatan Siantan Selatan sebesar 29,26 penduduk per km 2. Hal ini juga berpengaruh terhadap luas wilayah dimana Kecamatan Jemaja Timur memiliki luas wilayah daratan terbesar yaitu seluas 154,2 km 2, sementara Kecamatan Siantan Tengah memiliki luas wilayah terkecil yaitu sebesar 22,1 km 2 namun memiliki kepadatan penduduk terbesar kedua setelah Kecamatan Siantan yaitu sebesar 112,4 penduduk per km 2. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas sejak tahun 21 sampai dengan 214 terus meningkat. Jika dilihat berdasarkan proporsi menurut jenis kelamin, penduduk berjenis kelamin laki-laki sejak tahun 21 lebih banyak dibanding dengan penduduk berjenis kelamin perempuan. Pertumbuhan jumlah penduduk diantara keduanya sampai dengan tahun berikutnya juga terlihat setara. Semakin bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas dan tersebarnya penduduk yang tidak merata antar kecamatan, hal ini akan berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah khususnya bidang kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal kepada masyarakat. GAMBAR XX TREN JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN Perempuan Laki-Laki Sumber: Subbag Penyusunan Program Dinas Kesehatan Kabupaten Keulauan Anambas, 214 Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin dapat digambarkan dalam bentuk piramida penduduk. Dasar piramida menunjukkan jumlah penduduk, badan piramida sebelah kiri menunjukkan jumlah penduduk laki-laki, sedangkan badan piramida sebelah kanan menunjukkan jumlah penduduk perempuan. Informasi yang didapat dari piramida penduduk tersebut merupakan gambaran tentang kondisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, usia muda, dewasa dan tua dimana informasi tersebut akan menjadi dasar bagi kebijakan kependudukn, sosial, budaya, dan ekonomi. Piramida penduduk dibawah ini menggambarkan keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 214. Berdasarkan proporsi menurut jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki 18 lebih banyak berbanding dengan 1 penduduk perempuan. Penduduk terbanyak menurut kelompok umur berada panda rentang usia 5-9 tahun dan usia tahun dimana jumlah penduduk semakin diatas 35 tahun semakin berkurang. Usia bayi -4 tahun masih berjumlah lebih rendah dibandingkan dengan usia 5-9 tahun, begitu pula pada usia sekolah produktif (usia 1-24 tahun).

5 GAMBAR XX PIRAMIDA PENDUDUK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN Sumber: Jumlah Penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Kep. Anambas, 214 Indikator lain yang berhubungan dengan jumlah penduduk adalah Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio), yaitu angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk umur produktif (umur tahun). Secara kasar perbandingan angka beban anggungan menunjukkan dinamika beban tanggungan umur produktif terhadap umur non produktif dengan kata lain semakin tinggi rasio beban tanggungan, semakin tinggi pula jumlah penduduk nonproduktif yang ditanggung oleh penduduk umur produktif. Angka Beban Tanggungan di Kabupaten Kepulauan Anambas menunjukkan angka 48 per 1 penduduk yang berarti 1 orang yang masih produktif akan menanggung 48 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi. Jika ditelaah menurut jenis kelamin, maka Angka Beban Tanggunan perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki, yaitu 51% untuk perempuan dan 46% untuk laki-laki. TABEL XX JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF DAN TIDAK PRODUKTIF KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Laki-Laki + Umur Laki-Laki Perempuan Perempuan tahun ke atas Jumlah Angka Beban Tanggungan 45,8 5,6 48,1 Perempuan Laki-Laki Sasaran program kesehatan menyangkut siklus kehidupan, sangat bervariasi, kompleks, berkesinambungan dan dikerjakan dalam satu kurun waktu. Pelayanan yang diberikan mencakup seseorang sejak masih menjadi janin didalam kandungan ibu hamil, lahir menjadi bayi, berkembang menjadi balita, memasuki masa prasekolah, tumbuh dewasa dan bereproduksi untuk memperoleh keterurunan sampai menjadi tua hingga hidup berkomunitas.

6 TABEL XX ESTIMASI SASARAN PROGRAM KESEHATAN DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 No Sasaran Program Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Bayi -12 Bulan Anak Balita Bulan Balita -59 Bulan Pra Sekolah 5-6 Tahun Usia Sekolah 7-19 Tahun Remaja 1-19 Tahun WUS Tahun Lansia <6 Tahun Lansia >75 Tahun Ibu Hamil 1,1 x Lahir Hidup Ibu Bersalin 1,5 x Lahir Hidup Ibu Nifas 1,5 x Lahir Hidup Sumber: Sasaran Program Kesehatan Sub. Bagian Penyusunan Program Dinas Kesehatan, 214 B. KEADAAN PENDIDIKAN Peran penting pendidikan terhadap keberhasilan program kesehatan berkaitan sangat erat dimana penyerapan informasi yang disampaikan kepada masyarakat berpengaruh terhadap tingkat pendidikan yang diperoleh, terlebih teknologi yang semakin berkembang pada saat sekarang ini tentunya akan sangat memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi terutama di bidang kesehatan. Beberapa upaya pemerintah yang telah berjalan adalah program wajib belajar 9 tahun dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). GAMBAR XX PERSENTASE PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN MENURUT JENIS KELAMIN Tidak/Belum Tamat SD SD/MI/ Sederajat 28,45 32,76 28,52 23,55 SMU/SMK/MA/Sederajat 1,3 11,13 Tidak/Belum Pernah Sekolah 6,23 11,71 Laki-Laki SLTP/MTs/Sederajat 9,53 6,76 Perempuan DIII/IV/S1/S2/S3 DIPLOMA I/II 6,48,1 4,37,38, 1, 2, 3, 4, 5, 6, % Sumber: Penduduk Berumur 1 Tahun Ke Atas Yang Melek Huruf dan Ijazah Tertinggi Badan Pusat Statustik Kabupaten Kepulauan Anambas, 214

7 Berdasarkan grafik tersebut diatas, diketahui bahwa persentase penduduk usia lebih dari 1 tahun yang belum tamat SD berada pada proporsi yang paling dominan yaitu sebesar 28,48% dimana penduduk laki-laki sebesar 28,45% dan penduduk perempuan sebesar 28,52%. Penduduk yang telah menamatkan pendidikan Diploma I/II memiliki persentase lebih kecil yaitu sebesar,19% (laki-laki,1% dan perempuan,38%) dibandingkan dengan pendidikan DIII/DIV/S1/S2/S3 yaitu sebesar 5,47% (laki-laki 6,48% dan perempuan 4,37%). C. KEADAAN KESEHATAN LINGKUNGAN Kerjasama lintas sektor dalam menangani kesehatan lingkungan di Kabupaten Kepulauan Anambas sangat diperlukan. Perlunya sarana dan prasarana serta pembinaan kepada masyarakat tentang pentingnya kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemerintah dalam mencapai salah satu indikator Millenium Development Goals (MDG s) indikator ke 7 yaitu menjamin kelestarian lingkungan. 1. Sarana Air Bersih yang Digunakan dan Akses Air Minum Berkualitas Dalam penyediaan sarana air bersih yang berkualitas, Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki 1.29 sarana perpipaan dan sarana bukan perpipaan yang terdiri dari sumur gali terlindung, sumur gali dengan pompa, sumur bor dengan pompa, terminal air, mata air terlindung dan penampungan air hujan. Mayoritas penduduk dalam mendapatkan akses air minum berkualitas lebih banyak menggunakan sumber air bukan perpipaan yaitu mata air terlindung dengan jumlah penduduk pengguna sebesar penduduk dari sarana mata air terlindung yang tersedia, yang berarti rata-rata satu mata air terlindung digunakan oleh empat penduduk. Persentase ketersediaan sarana air bersih dan air minum yang digunakan oleh penduduk antara bukan jaringan perpipaan dan jaringan perpipaan sebesar 81,3% atau berjumlah sarana untuk bukan jaringan perpipaan dan 18,7% atau berjumlah 1.29 sarana untuk jaringan perpipaan. Persentase ketersediaan sarana air dari yang ada tersebut diantaranya 49,2% atau berjumlah sarana air bersih bukan jaringan perpipaan dan 1% atau 1.29 sarana air bersih yang bersumber dari jaringan perpipaan dinyatakan memenuhi syarat, dengan total persentase dari ketersediaan sarana air bersih yang memenuhi syarat sebesar 58,7% atau berjumlah sarana. Sehubungan dengan penduduk yang menggunakan seluruh sarana air bersih yang tersedia tersebut, rata-rata pengguna untuk setiap sarana terdapat 5 penduduk dimana 55,2% atau penduduk diantaranya menggunakan sarana air bersih dan air minum yang memenuhi syarat dan 44,8% atau penduduk lainnya menggunakan sarana air bersih dan air minum yang belum memenuhi syarat. Hal ini sangat berdampak langsung kepada masyarakat, dimana beberapa penyakit dapat ditimbulkan dari air yang sehari-hari digunakan. GAMBAR XX PERSENTASE KETERSEDIAAN AIR BERSIH DAN AIR MINUM MEMENUHI SYARAT Sumber: Penduduk Dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Air Minum Berkualitas (Layak) Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Sanitasi sangat erat berhubungan dengan manusia yang sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Dua elemen penting yaitu air bersih dan sanitasi menjadi salah satu tolok ukur dari masyarakat yang sehat. Kotoran manusia harus keluar dari tubuh karena mengandung zat-zat yang tidak dipakai lagi, namun akan berdampak buruk bagi masyarakat yang tidak mengelola kotorannya tersebut karena akan berkontaminasi terhadap lingkungan. Pembuangan tinja sesuai Millenium Development Goals (MDG s) adalah penggunaan jamban sendiri/bersama dengan jenis kloset leher angsa/latrine dan pembuangan akhir tinjanya adalah tangki septik atau Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL). Di Kabupaten Kepulauan Anambas, persentase sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat sebesar 59,81% dimana jenis sarana sanitasi dasar yang paling banyak digunakan adalah

8 leher angsa yaitu sebesar 39,7% dari seluruh sarana sanitas dasar yang ada, cemplung sebesar 17,5%, plengsengan sebesar 2,4%, dan komunal sebesar,1%. Jumlah penduduk pengguna sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat sebanyak jiwa atau sebesar 43,3% dari jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas diantaranya pengguna leher angsa sebesar 28,7%, cemplung sebesar 12,72%, plengsengan sebesar 1,58%, dan komunal sebesar,93%. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya sanitasi dasar terhadap status kesehatan khususnya untuk lingkungan di sekitarnya. GAMBAR XX PERSENTASE SARANA DAN AKSES TERHADAP SANITASI Sumber: Penduduk Dengan Sanitasi Memenuhi Syarat Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 D. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT 1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Desa STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) adalah desa yang sudah stop BABS (Buang Air Besar Sembarangan) minimal 1 dusun, mempunyai tim kerja STBM atau natural leader, dan telah mempunyai rencana kerja STBM atau rencana tindak lanjut. Dalam pelaksanaan STBM, mencakup lima (5) pilar yaitu: a. Stop buang air besar sembarangan, b. Cuci tangan pakai sabun, c. Pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga, d. Pengelolaan sampah dengan benar, dan e. Pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman. Kabupaten Kepulauan Anambas yang memiliki karakteristik daerah perairan, menghadapi tantangan akan pola perilaku masyarakat dalam hal pembuangan, dimana tempat akhir pembuangan yang paling mudah adalah dilaut. Pemicuan STBM di tingkat desa dan dusun terus dilaksanakan sejak 3 tahun terakhir yang dimotori oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan serta menitikberatkan pada lintas sektor yaitu camat, lurah, sampai kepala desa dan kepala dusun. Pada tahun 214, desa yang telah melaksanakan STBM berjumlah 12 desa (22,2%), sedangkan Desa STOP BABS berjumlah desa (%) dan Desa STBM berjumlah desa (%). Meningkatkan pengetahuan masyarakat yang diharapkan dapat merubah perilaku agar menjadi lebih baik menjadi tantangan tersendiri khususnya di Kabupaten Kepulauan Anambas dimana dalam hal pelaksanaan STBM itu sendiri tidak hanya melibatkan lintas sektor di kecamatan dan kelurahan, namun perlunya melibatkan dinas terkait. 2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Upaya kesehatan promotif melalui pencanagan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) menjadi fokus prioritas dari Bidang Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas. Pembinaan PHBS di rumah tangga yang melibatkan kader kesehatan di lapangan, guru UKS di sekolah serta media-media promosi kesehatan khususnya PHBS terus dilakukan sepanjang tahun 214. Untuk mencapai rumah tangga ber-phbs, terdapat perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau, antara lain: a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, b. Memberi bayi ASI Ekslusif, c. Menimbang balita setiap bulan, d. Menggunakan air bersih, e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, f. Menggunakan jamban sehat, g. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu, h. Makan sayur dan buah setiap hari, i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari, j. Tidak merokok didalam rumah.

9 Tahun 214, persentase rumah tangga ber-phbs tertinggi di Kecamatan Jemaja Timur yaitu sebesar 22,7%, dan terendah terdapat di Kecamatan Siantan Tengah yaitu sebesar 3,2%. Rendahnya cakupan PHBS di Kabupaten Kepulauan Anambas menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya jamban sehat, serta perilaku merokok yang masih banyak ditemukan dalam keluarga khususnya yang memiliki bayi/balita dirumah. GAMBAR XX PROPORSI RUMAH TANGGA BER PHBS Sumber: Rumah Tangga Ber Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Bidang Promosi Kesehatan dan Sistem Informasi Kesehatan, Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kabupaten/Kota Sehat (KKS) merupakan salah satu indikator pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan dalam RPJMN dan Renstra Kementerian Kesehatan KKS adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota. Pada tahun 214, Kabupaten Kepulauan Anambas sudah menyelenggarakan program KKS khususnya di seluruh fasilitas kesehatan namun untuk melaksanakan program KKS di fasilitas pelayanan publik sedang dalam proses penyusunan. Diharapkan pada tahun selanjutnya, program KKS sudah dapat terlaksana sehingga mampu menciptakan lingkungan pelayanan publik yang nyaman bebas asap rokok.

10 BAB II GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK Kabupaten Kepulauan Anambas secara georgrafis berada antara 2 O 1 LU s/d 15 O O 45 BT (Sumber: UU No 33 Tahun 28) dengan wilayah sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Vietnam, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bintan, sebelah barat berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Malaysia, serta sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Natuna. Jumlah seluruh pulau yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas sebanyak 238 pulau dimana 26 diantaranya berpenghuni dan 212 pulau tidak berpenghuni. Selain itu, Kabupaten Kepulaun Anambas memiliki 5 pulau terluar dengan total luas wilayah sebesar 634,37 km 2. Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum tentang Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan kesehatan lingkungan dan keadaan perilaku penduduk. E. KEADAAN PENDUDUK Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kepulauan Anambas, jumlah penduduk pada tahun 214 berjumlah jiwa (data per Januari 214) yang terdiri dari jiwa laki-laki dan perempuan dengan rasio jenis kelamin 18,15 dalam arti terdapat 18 laki-laki diantara 1 perempuan. Rincian menurut kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. GAMBAR XX KEPADATAN PENDUDUK MENURUT WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Sumber: Proporsi Kepadatan Penduduk Menurut Wilayah Kecamatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kepulauan Anambas, 214 Pada gambar kepadatan penduduk diatas, terlihat bahwa penduduk paling banyak berada di Kecamatan Siantan yang merupakan ibukota dari Kabupaten Kepulauan Anambas

11 yaitu dengan kepadatan penduduk sebesar 289,4 penduduk per km 2. Kecamatan Jemaja Timur dan Kecamatan Siantan Selatan memiliki kepadatan penduduk yang kecil dimana Kecamatan Jemaja Timur memiliki kepadatan penduduk sebesar 25,71 penduduk per km 2 dan Kecamatan Siantan Selatan sebesar 29,26 penduduk per km 2. Hal ini juga berpengaruh terhadap luas wilayah dimana Kecamatan Jemaja Timur memiliki luas wilayah daratan terbesar yaitu seluas 154,2 km 2, sementara Kecamatan Siantan Tengah memiliki luas wilayah terkecil yaitu sebesar 22,1 km 2 namun memiliki kepadatan penduduk terbesar kedua setelah Kecamatan Siantan yaitu sebesar 112,4 penduduk per km 2. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas sejak tahun 21 sampai dengan 214 terus meningkat. Jika dilihat berdasarkan proporsi menurut jenis kelamin, penduduk berjenis kelamin laki-laki sejak tahun 21 lebih banyak dibanding dengan penduduk berjenis kelamin perempuan. Pertumbuhan jumlah penduduk diantara keduanya sampai dengan tahun berikutnya juga terlihat setara. Semakin bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas dan tersebarnya penduduk yang tidak merata antar kecamatan, hal ini akan berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah khususnya bidang kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal kepada masyarakat. GAMBAR XX TREN JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN Perempuan Laki-Laki Sumber: Subbag Penyusunan Program Dinas Kesehatan Kabupaten Keulauan Anambas, 214 Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin dapat digambarkan dalam bentuk piramida penduduk. Dasar piramida menunjukkan jumlah penduduk, badan piramida sebelah kiri menunjukkan jumlah penduduk laki-laki, sedangkan badan piramida sebelah kanan menunjukkan jumlah penduduk perempuan. Informasi yang didapat dari piramida penduduk tersebut merupakan gambaran tentang kondisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, usia muda, dewasa dan tua dimana informasi tersebut akan menjadi dasar bagi kebijakan kependudukn, sosial, budaya, dan ekonomi. Piramida penduduk dibawah ini menggambarkan keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 214. Berdasarkan proporsi menurut jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki 18 lebih banyak berbanding dengan 1 penduduk perempuan. Penduduk terbanyak menurut kelompok umur berada panda rentang usia 5-9 tahun dan usia tahun dimana jumlah penduduk semakin diatas 35 tahun semakin berkurang. Usia bayi -4 tahun masih berjumlah lebih rendah dibandingkan dengan usia 5-9 tahun, begitu pula pada usia sekolah produktif (usia 1-24 tahun).

12 GAMBAR XX PIRAMIDA PENDUDUK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN Sumber: Jumlah Penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Kep. Anambas, 214 Indikator lain yang berhubungan dengan jumlah penduduk adalah Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio), yaitu angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk umur produktif (umur tahun). Secara kasar perbandingan angka beban anggungan menunjukkan dinamika beban tanggungan umur produktif terhadap umur non produktif dengan kata lain semakin tinggi rasio beban tanggungan, semakin tinggi pula jumlah penduduk nonproduktif yang ditanggung oleh penduduk umur produktif. Angka Beban Tanggungan di Kabupaten Kepulauan Anambas menunjukkan angka 48 per 1 penduduk yang berarti 1 orang yang masih produktif akan menanggung 48 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi. Jika ditelaah menurut jenis kelamin, maka Angka Beban Tanggunan perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki, yaitu 51% untuk perempuan dan 46% untuk laki-laki. TABEL XX JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF DAN TIDAK PRODUKTIF KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Laki-Laki + Umur Laki-Laki Perempuan Perempuan tahun ke atas Jumlah Angka Beban Tanggungan 45,8 5,6 48,1 Perempuan Laki-Laki Sasaran program kesehatan menyangkut siklus kehidupan, sangat bervariasi, kompleks, berkesinambungan dan dikerjakan dalam satu kurun waktu. Pelayanan yang diberikan mencakup seseorang sejak masih menjadi janin didalam kandungan ibu hamil, lahir menjadi bayi, berkembang menjadi balita, memasuki masa prasekolah, tumbuh dewasa dan bereproduksi untuk memperoleh keterurunan sampai menjadi tua hingga hidup berkomunitas.

13 TABEL XX ESTIMASI SASARAN PROGRAM KESEHATAN DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 No Sasaran Program Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Bayi -12 Bulan Anak Balita Bulan Balita -59 Bulan Pra Sekolah 5-6 Tahun Usia Sekolah 7-19 Tahun Remaja 1-19 Tahun WUS Tahun Lansia <6 Tahun Lansia >75 Tahun Ibu Hamil 1,1 x Lahir Hidup Ibu Bersalin 1,5 x Lahir Hidup Ibu Nifas 1,5 x Lahir Hidup Sumber: Sasaran Program Kesehatan Sub. Bagian Penyusunan Program Dinas Kesehatan, 214 F. KEADAAN PENDIDIKAN Peran penting pendidikan terhadap keberhasilan program kesehatan berkaitan sangat erat dimana penyerapan informasi yang disampaikan kepada masyarakat berpengaruh terhadap tingkat pendidikan yang diperoleh, terlebih teknologi yang semakin berkembang pada saat sekarang ini tentunya akan sangat memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi terutama di bidang kesehatan. Beberapa upaya pemerintah yang telah berjalan adalah program wajib belajar 9 tahun dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). GAMBAR XX PERSENTASE PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN MENURUT JENIS KELAMIN Tidak/Belum Tamat SD SD/MI/ Sederajat 28,45 32,76 28,52 23,55 SMU/SMK/MA/Sederajat 1,3 11,13 Tidak/Belum Pernah Sekolah 6,23 11,71 Laki-Laki SLTP/MTs/Sederajat 9,53 6,76 Perempuan DIII/IV/S1/S2/S3 DIPLOMA I/II 6,48,1 4,37,38, 1, 2, 3, 4, 5, 6, % Sumber: Penduduk Berumur 1 Tahun Ke Atas Yang Melek Huruf dan Ijazah Tertinggi Badan Pusat Statustik Kabupaten Kepulauan Anambas, 214

14 Berdasarkan grafik tersebut diatas, diketahui bahwa persentase penduduk usia lebih dari 1 tahun yang belum tamat SD berada pada proporsi yang paling dominan yaitu sebesar 28,48% dimana penduduk laki-laki sebesar 28,45% dan penduduk perempuan sebesar 28,52%. Penduduk yang telah menamatkan pendidikan Diploma I/II memiliki persentase lebih kecil yaitu sebesar,19% (laki-laki,1% dan perempuan,38%) dibandingkan dengan pendidikan DIII/DIV/S1/S2/S3 yaitu sebesar 5,47% (laki-laki 6,48% dan perempuan 4,37%). G. KEADAAN KESEHATAN LINGKUNGAN Kerjasama lintas sektor dalam menangani kesehatan lingkungan di Kabupaten Kepulauan Anambas sangat diperlukan. Perlunya sarana dan prasarana serta pembinaan kepada masyarakat tentang pentingnya kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemerintah dalam mencapai salah satu indikator Millenium Development Goals (MDG s) indikator ke 7 yaitu menjamin kelestarian lingkungan. 3. Sarana Air Bersih yang Digunakan dan Akses Air Minum Berkualitas Dalam penyediaan sarana air bersih yang berkualitas, Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki 1.29 sarana perpipaan dan sarana bukan perpipaan yang terdiri dari sumur gali terlindung, sumur gali dengan pompa, sumur bor dengan pompa, terminal air, mata air terlindung dan penampungan air hujan. Mayoritas penduduk dalam mendapatkan akses air minum berkualitas lebih banyak menggunakan sumber air bukan perpipaan yaitu mata air terlindung dengan jumlah penduduk pengguna sebesar penduduk dari sarana mata air terlindung yang tersedia, yang berarti rata-rata satu mata air terlindung digunakan oleh empat penduduk. Persentase ketersediaan sarana air bersih dan air minum yang digunakan oleh penduduk antara bukan jaringan perpipaan dan jaringan perpipaan sebesar 81,3% atau berjumlah sarana untuk bukan jaringan perpipaan dan 18,7% atau berjumlah 1.29 sarana untuk jaringan perpipaan. Persentase ketersediaan sarana air dari yang ada tersebut diantaranya 49,2% atau berjumlah sarana air bersih bukan jaringan perpipaan dan 1% atau 1.29 sarana air bersih yang bersumber dari jaringan perpipaan dinyatakan memenuhi syarat, dengan total persentase dari ketersediaan sarana air bersih yang memenuhi syarat sebesar 58,7% atau berjumlah sarana. Sehubungan dengan penduduk yang menggunakan seluruh sarana air bersih yang tersedia tersebut, rata-rata pengguna untuk setiap sarana terdapat 5 penduduk dimana 55,2% atau penduduk diantaranya menggunakan sarana air bersih dan air minum yang memenuhi syarat dan 44,8% atau penduduk lainnya menggunakan sarana air bersih dan air minum yang belum memenuhi syarat. Hal ini sangat berdampak langsung kepada masyarakat, dimana beberapa penyakit dapat ditimbulkan dari air yang sehari-hari digunakan. GAMBAR XX PERSENTASE KETERSEDIAAN AIR BERSIH DAN AIR MINUM MEMENUHI SYARAT Sumber: Penduduk Dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Air Minum Berkualitas (Layak) Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Sanitasi sangat erat berhubungan dengan manusia yang sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Dua elemen penting yaitu air bersih dan sanitasi menjadi salah satu tolok ukur dari masyarakat yang sehat. Kotoran manusia harus keluar dari tubuh karena mengandung zat-zat yang tidak dipakai lagi, namun akan berdampak buruk bagi masyarakat yang tidak mengelola kotorannya tersebut karena akan berkontaminasi terhadap lingkungan. Pembuangan tinja sesuai Millenium Development Goals (MDG s) adalah penggunaan jamban sendiri/bersama dengan jenis kloset leher angsa/latrine dan pembuangan akhir tinjanya adalah tangki septik atau Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL). Di Kabupaten Kepulauan Anambas, persentase sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat sebesar 59,81% dimana jenis sarana sanitasi dasar yang paling banyak digunakan adalah

15 leher angsa yaitu sebesar 39,7% dari seluruh sarana sanitas dasar yang ada, cemplung sebesar 17,5%, plengsengan sebesar 2,4%, dan komunal sebesar,1%. Jumlah penduduk pengguna sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat sebanyak jiwa atau sebesar 43,3% dari jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas diantaranya pengguna leher angsa sebesar 28,7%, cemplung sebesar 12,72%, plengsengan sebesar 1,58%, dan komunal sebesar,93%. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya sanitasi dasar terhadap status kesehatan khususnya untuk lingkungan di sekitarnya. GAMBAR XX PERSENTASE SARANA DAN AKSES TERHADAP SANITASI Sumber: Penduduk Dengan Sanitasi Memenuhi Syarat Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 H. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT 4. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Desa STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) adalah desa yang sudah stop BABS (Buang Air Besar Sembarangan) minimal 1 dusun, mempunyai tim kerja STBM atau natural leader, dan telah mempunyai rencana kerja STBM atau rencana tindak lanjut. Dalam pelaksanaan STBM, mencakup lima (5) pilar yaitu: f. Stop buang air besar sembarangan, g. Cuci tangan pakai sabun, h. Pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga, i. Pengelolaan sampah dengan benar, dan j. Pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman. Kabupaten Kepulauan Anambas yang memiliki karakteristik daerah perairan, menghadapi tantangan akan pola perilaku masyarakat dalam hal pembuangan, dimana tempat akhir pembuangan yang paling mudah adalah dilaut. Pemicuan STBM di tingkat desa dan dusun terus dilaksanakan sejak 3 tahun terakhir yang dimotori oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan serta menitikberatkan pada lintas sektor yaitu camat, lurah, sampai kepala desa dan kepala dusun. Pada tahun 214, desa yang telah melaksanakan STBM berjumlah 12 desa (22,2%), sedangkan Desa STOP BABS berjumlah desa (%) dan Desa STBM berjumlah desa (%). Meningkatkan pengetahuan masyarakat yang diharapkan dapat merubah perilaku agar menjadi lebih baik menjadi tantangan tersendiri khususnya di Kabupaten Kepulauan Anambas dimana dalam hal pelaksanaan STBM itu sendiri tidak hanya melibatkan lintas sektor di kecamatan dan kelurahan, namun perlunya melibatkan dinas terkait. 5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Upaya kesehatan promotif melalui pencanagan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) menjadi fokus prioritas dari Bidang Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas. Pembinaan PHBS di rumah tangga yang melibatkan kader kesehatan di lapangan, guru UKS di sekolah serta media-media promosi kesehatan khususnya PHBS terus dilakukan sepanjang tahun 214. Untuk mencapai rumah tangga ber-phbs, terdapat perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau, antara lain: k. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, l. Memberi bayi ASI Ekslusif, m. Menimbang balita setiap bulan, n. Menggunakan air bersih, o. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, p. Menggunakan jamban sehat, q. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu, r. Makan sayur dan buah setiap hari, s. Melakukan aktivitas fisik setiap hari, t. Tidak merokok didalam rumah.

16 Tahun 214, persentase rumah tangga ber-phbs tertinggi di Kecamatan Jemaja Timur yaitu sebesar 22,7%, dan terendah terdapat di Kecamatan Siantan Tengah yaitu sebesar 3,2%. Rendahnya cakupan PHBS di Kabupaten Kepulauan Anambas menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya jamban sehat, serta perilaku merokok yang masih banyak ditemukan dalam keluarga khususnya yang memiliki bayi/balita dirumah. GAMBAR XX PROPORSI RUMAH TANGGA BER PHBS Sumber: Rumah Tangga Ber Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Bidang Promosi Kesehatan dan Sistem Informasi Kesehatan, Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kabupaten/Kota Sehat (KKS) merupakan salah satu indikator pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan dalam RPJMN dan Renstra Kementerian Kesehatan KKS adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota. Pada tahun 214, Kabupaten Kepulauan Anambas sudah menyelenggarakan program KKS khususnya di seluruh fasilitas kesehatan namun untuk melaksanakan program KKS di fasilitas pelayanan publik sedang dalam proses penyusunan. Diharapkan pada tahun selanjutnya, program KKS sudah dapat terlaksana sehingga mampu menciptakan lingkungan pelayanan publik yang nyaman bebas asap rokok.

17 Per 1. Kelahiran Hidup BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN Derajat Kesehatan merupakan salah satu ukuran kesejahteraan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Beberapa indikator yang digunakan untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah antara lain angka kematian (Mortalitas), angka kesakitan (Morbiditas), dan status gizi. Untuk mendukung keberhasilan pembangunan derajat kesehatan, ada beberapa faktor yang tidak dapat dipisahkan diantaranya ketersediaan sumber daya kesehatan baik sarana, prasarana, maupun tenaga medis, serta faktor-faktor yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. A. MORTALITAS Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya. Angka kematian yang kami uraikan pada bab ini yaitu Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Ibu (AKI). 1. Angka Kematian Balita (AKABA) Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1. kelahiran hidup. Pada tahin 214 di Kabupaten Kepulauan Anambas terdapat 2 kematian balita dari 1.41 kelahiran hidup, atau dengan kata lain Angka Kematian Balita di Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 19 kematian bayi dari 1. kelahiran hidup, sedangkan sasaran MDG s untuk Angka Kematian Balita adalah 32 per 1. kelahiran hidup. GAMBAR. ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) PER 1. KELAHIRAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,4 35,1 14,4 33, AKABA 1 5,1 Target MDG's Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 Berdasarkan kurva di atas, diketahui bahwa terjadi penurunan kematian balita dari tahun 213 ke tahun 214, dimana pada tahun 213 terdapat 23 kematian balita dari 683 kelahiran hidup atau sebesar 33 kematian balita per 1. kelahiran hidup. Kurva tersebut juga menunjukkan belum stabilnya penanganan masalah tingginya kematian balita yang ditandai bahwa terdapat peningkatan pada tahun 211, menurun pada tahun 212, kembali meningkat pada tahun 213 dan menurun pada tahun 214. Dengan demikian, perlu adanya peningkatan program dalam rangka menurunkan angka kematian balita yang berkesinambungan, sehingga diharapkan setiap tahunnya angka kematian balita di Kabupaten

18 per 1. kelahiran hidup Kepulauan Anambas akan terus mengalami penurunan. Untuk rincian kematian balita menurut kecamatan, dapat dilihat pada Lampiran Angka Kematian Bayi (AKB) Angka Kematian bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1. kelahiran hidup pada tahun yang sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan baik terhadap kesakitan maupun kematian. Dari 19 kematian balita yang ada, 84.21% atau berjumlah 16 bayi diantaranya merupakan kematian bayi. GAMBAR ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) PER 1. KELAHIRAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN , ,8 24, , , Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 AKB Target MDG's 215 Berdasarkan kurva diatas, diketahui bahwa tren angka kematian bayi pada tahun 214 di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami penurunan, dimana sebelumnya terjadinya peningkatan pada tahun 213. Target MDG s 215 untuk Angka Kematian Bayi sebesar 23 per 1. kelahiran hidup. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi angka kematian bayi diantaranya fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, tingkat pengetahuan/pendidikan masyarakat tentang kesehatan bayi (usia -11 bulan), serta kondisi perekonomian masyarakat dalam rangka perbaikan gizi di keluarga, sehingga akan berpengaruh bagi tumbuh kembang bayi. Untuk rincian kematian bayi menurut kecamatan dapat dilihat pada Lampiran Angka Kematian Ibu (AKI) Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan dan terjatuh. Angka Kematian Ibu merupakan indikator yang menjadi perhatian penting dalam pencapaian MDG s di Kabupaten Kepulauan Anambas. Faktor yang mempengaruhi kematian antara lain status kesehatan ibu selama hamil secara umum, pendidikan ibu tentang kesehatan pada masa hamil hingga nifas, serta pelayanan kesehatan.

19 per 1. kelahiran hidup GAMBAR ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) PER 1. KELAHIRAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN AKI Target MDG's Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 Pada kurva diatas, diketahui bahwa angka kematian ibu dihitung berdasarkan per 1. kelahiran hidup, dimana target MDG s secara nasional untuk tahun 215 mendatang sebesar 12 kematian ibu dalam 1. kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu di Kabupaten Kepulauan Anambas mencapai 96 per 1. kelahiran hidup dengan jumlah? kematian ibu dari 1.41 kelahiran hidup pada tahun 214. Untuk rincian kematian ibu dapat dilihat pada Tabel Lampiran 6. B. STATUS GIZI 1. Status Gizi Balita Salah satu indikator yang menjadi pusat perhatian pemerintah dalam pembangunan kesehatan adalah status gizi pada balita. Status gizi diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB), dan tinggi badan (TB). Adapun indikator antropometri yang digunakan antara lain berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). GAMBAR BALITA DENGAN BERAT BADAN DI BAWAH GARIS MERAH (BGM) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN Balita 8.37% 41 Balita 13.2% Balita 1.11% 83 Balita 4.9% 1 Balita 3.9% Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 Balita dengan berat badan di bawah garis merah yaitu berat badan balita hasil penimbangan yang dititikkan dalam KMS (Kartu Menuju Sehat) dan berada di garis merah. Menurut gambar diatas pada tahun 214 balita dengan berat badan di bawah garis merah

20 dibandingkan tahun 213 sedikit mengalami peningkatan, dimana pada tahun 213 sebanyak 83 balita atau 4.9% dari jumlah balita yang ada, sedangkan pada tahun214 sebanyak 1 balita atau 3,9% dari jumlah seluruh balita yang ada. GAMBAR.. TREN PERSENTASE GIZI BURUK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,4% 1,2% 1,%,8%,6%,4%,2%,% 1,16%,47%,14% % % % Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 Ditinjau dari tahun sebelumnya, persentase kasus gizi buruk mengalami perubahan yang signifikan. Dari tahun 213 lalu sampai tahun 214 persentase gizi buruk dapat ditekan hingga tidak lagi ditemukan kasus gizi buruk di Kabupaten Kepulauan Anambas, melalui pembinaan kepada keluarga tentang pentingnya gizi serta kerjasama dengan sektor terkait yang diharapkan dapat berkelanjutan sampai dengan tahun berikutnya. C. MORBIDITAS Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insiden maupun angka prevalensi dari suatu penyakit. Mobiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat. 1. Pola 1 Penyakit Terbanyak di Unit Pelayanan Kesehatan Pola 1 penyakit terbanyak pada pasien yang diberikan pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit yang dihimpun dari laporan bulanan dapat dilihat pada gambar berikut. GAMBAR. 1 BESAR PENYAKIT TERBANYAK DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN SE KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Infeksi Pernafasan Atas Akut Hypertensi Diare & Gastroenteritis oleh sebab lainya Arthropatiens Gastritis & Duodenitis Penyakit Pada Gaster Infeksi Pernafasan atas lainnya Kelainan Dermatitis, Eksim & Papulosquama Infeksi Pada Pulpa & Jaringan Apikal Multiple Injury

21 Infeksi pernafasan atas akut masih menduduki peringkat pertama pada 1 penyakit terbanyak di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214, yaitu sebanyak kasus. Selanjutnya diikuti dengan Penyakit Hipertensi sebanyak kasus, Diare dan Gastroenteritis oleh sebab lainnya sebanyak 1.3 kasus dan Arthropatiens sebanyak kasus. 2. Penyakit Menular a. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang menular melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang masuk dalam pengendalian Millenium Development Goals 215 bersama dengan HIV/AIDS dan Malaria. Tahun 214, penderita TB Paru berjumlah 57 penderita dengan Angka Penemuan Kasus/CNR (Case Notification Rate)sebesar 122,54 per 1. penduduk. Menurut jenis kelamin 58% seluruh kasus TB diderita oleh laki-laki dengan jumlah 33 penderita, sedangkan 42% diderita oleh perempuan dengan jumlah 24 penderita. Angka ini lebih rendah dibanding tahun 213 dimana penderita TB berjumlah 74 penderita dengan perevalensi 165 per 1. penduduk. Penderita TB lebih banyak ditemukan di Kecamatan Siantan, dengan jumlah 2 penderita. Sedangkan TB Paru BTA (+) yang ditemukan pada tahun 214 berjumlah 5 penderita, dengan Angka Penemuan Kasus/CNR (Case Notification Rate) TB BTA (+) sebesar 17,49 %. Menurut jenis kelamin, 62 % TB Paru BTA (+) diderita oleh laki-laki dengan jumlah 31 penderita, 38 % diderita oleh perempuan dengan jumlah 19 penderita. Pada TB Paru BTA (+) yang ditemukan dan diobati pada tahun 214 dari 49 penderita, 35 diantaranya diderita oleh laki-laki dan 14 penderita adalah perempuan, dengan perbandingan 1 penderita perempuan terdapat 2 penderita TB Paru BTA (+) laki-laki. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penderita TB Paru BTA (+) laki-laki mengalami penurunan, dimana pada tahun 213 penderita TB Paru BTA (+) laki-laki berjumlah 47, sedangkan perempuan berjumlah 27 dengan Angka Penemuan Kasus (CDR) 64,31 %. Menurut kelompok umur penderita TB BTA (+) 37 penderita, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada kelompok umur tahun yaitu sebesar 62.1% dengan jumlah 23 penderita, diikuti kelompok umur tahun sebesar 32.4% dengan jumlah 12 penderita, sedangkan umur 65 tahun ke atas yaitu sebesar 5.4% dengan jumlah 2 penderita. Proporsi pasien baru TB BTA (+) di antara semua kasus adalah persentase pasien baru TB BTA (+) diantara semua pasien TB Paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular di antara seluruh pasien TB paru yang diobati. Angka ini diharapkan tidak lebih rendah dari 65%, apabila proporsi pasien baru TB BTA (+) dibawah 65% maka hal itu menunjukkan mutu diagnosis yang rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien TB BTA positif). GAMBAR PROPORSI PENDERITA TB BTA (+) MENURUT UMUR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214

22 2 penderita 12 penderita 23 penderita tahun tahun 65 tahun keatas Proporsi Kasus TB Anak Proporsi kasus TB anak adalah persentase pasien TB anak umur -14 tahun di antara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Tahun 214 kasus TB anak -14 hanya 1 kasus atau 2% diantara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini lebih rendah dibanding tahun 213, dimana terdapat 19 kasus atau 26% diantara seluruh pasien TB tercatat. Angka Notifikasi Kasus atau Case Notification Rate (CNR) Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 1. penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) sebagar strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagar strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif, yang terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu (1) Komitmen politis, (2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, (3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan, (4) Jaminan ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang bermutu, dan (5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. b. HIV/AIDS HIV / AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquarired Immunodefiency Syndrome) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Dari Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas, sudah pernah melaksanakan skrining HIV bersama dengan Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau di beberapa tempat yang beresiko terjadinya penularan HIV. Pada tahun 214 kasus HIV sebanyak 8 kasus, 75% atau 6 kasus berjenis kelamin laki-laki sedangkan 25% atau 2 kasus berjenis kelamin perempuan. Untuk kasus AIDS pada tahun 213 dan tahun 214 sebanyak 6 kasus, 66.67% atau 4 kasus berjenis kelamin laki-laki sedangkan 33.33% atau 2 kasus berjenis kelamin perempuan.

23 Dibandingkan tahun 213, jumlah kasus HIV mengalami penurunan dimana kasus HIV sebanyak 9 kasus, 77.78% atau 7 kasus berjenis kelamin perempuan sedangkan 22.22% atau 2 kasus berjenis kelamin laki-laki. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 11. c. Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit pneumonia ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, maupun terserap bahan kimia yang beracun. Pada tahun 214 pusat perhatian penanganan pneumonia yaitu pada anak Balita. Pneumonia pada tahun 213 yang ditemukan dan ditangani sebanyak 12 kasus, atau sebesar 2,1% dari perkiraan penderita. Sedangkan pada tahun 214 Pneumonia pada Balita yang ditemukan dan ditangani sebanyak 6 kasus, atau sebesar,99 % dari perkiraan penderita. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. GAMBAR PERSENTASE CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN PNEMONIA BALITA DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN , % 1,5 %.99% 1.5%,5.2%.% Dari grafik tersebut diatas, terlihat bahwa cakupan penanganan dan penemuan penderita pneumonia masih rendah, akan tetapi jika dibandingkan tahun 213 pneumonia pada balita penderita ditemukan dan ditangani di tahun 214 ini mengalami penurunan. Perlu adanya peningkatan pengetahuan masyarakat khususnya orang tua tentang bahaya pneumonia pada bayi dan balita, serta peningkatan kapasitas tenaga kesehatan tentang tatalaksana pneumonia. d. Kusta Kusta atau Lepra adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Leprae. Kasus yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan penderita menjadi cacat baik pada kulit, anggota gerak, hingga kerusakan saraf. Tahun 2, Indonesia telah berhasil mencapai status eliminasi yang didefinisikan sebagai pencapaian jumlah penderita terdaftar kurang dari 1 kasus per 1. penduduk. Dengan demikian, sejak tahun tersebut kusta bukan lagi menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia maupun di dunia. Namun demikian, pelacakan dan tatalaksana kasus tetap harus dilaksanakan sebaik-baiknya. GAMBAR ANGKA PREVALENSI DAN PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (NCDR) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

24 per 1. penduduk ,89 8,89 6,71 NCDR 5,33 Prev 2,26,53,89 1,13,67 2, Tahun 214, terdapat 6 penderita kusta yang terdiri dari penderita kasus tipe Pausi Basiler (Kusta Kering) dengan jenis kelamin penderita perempuan, sedangkan New Case Detection Rate (NCDR) sebesar 12,89 per 1. penduduk. Dibandingkan tahun 213 jumlah penderita kusta di tahun 214 mengalami peningkatan, tahun 213 terdapat 3 penderita kusta yang terdiri dari 1 penderita kasus tipe Pausi Basiler dengan jenis kelamin laki-laki, dan 2 penderita kasus tipe Multi Basiler jenis kelamin perempuan dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 6,71 per 1. penduduk. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI menetapkan 33 provinsi di Indonesia ke dalam 2 kelompok beban kusta, yaitu provinsi dengan beban kusta tinggi (high endemic) dan beban kusta rendah (low endemic). Provinsi dengan high endemic jika NCDR > 1 per 1. penduduk atau jumlah kasus baru lebih dari 1., sedangkan low endemic jika NCDR < 1 per 1. penduduk atau jumlah kasus baru kurang dari 1. kasus. Dengan demikian, pada gambar tersebut di atas terlihat bahwa Kabupaten Kepulauan Anambas masuk dalam beban kusta rendah (low endemic). Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 14. e. Diare Di Kabupaten Kepulauan Anambas, diare masih menjadi masalah kesehatan dimana kasus ini menempati urutan ke 3 dalam 1 penyakit terbesar tahun 214 dengan tidak ditemukan penderita yang meninggal. Cakupan penemuan dan penanganan penderita diare tahun 214 mengalami peningkatan dari 63,2% pada tahun 213 menjadi 8,%. Perlu penguatan sistem surveilans diare dalam melakukan pelacakan kasus di lapangan serta penanganannya. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 13. GAMBAR.. TREND CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN DIARE KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,% 8,% 7,% 6,% 5,% 4,% 3,% 2,% 1,%,% 81,2% 8,9% 8,% 74,1% 63,2% 53,2%

25 3. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD31) a. Tetanus Neonatorum Tetanus Neonatorum (TN) adalah penyakit yang disebabkan oleh basil Clostridium Tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Sasaran dari penyakit ini adalah bayi baru lahir dengan pemotongan tali pusat yang tidak steril. Sejak tahun 21, kasus Tetanus Neonatorum tidak pernah ditemukan di Kabupaten Kepulauan Anambas, yang didukung juga tenaga pelayanan kesehatan yang tersedia hingga di pedesaan. b. Campak Penyakit Campak disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus dengan cara penularan melalui droplet di udara. Pada umumnya, penyakit campak lebih banyak menyerang anak-anak usia pra sekolah dan usia SD. Namun demikian, anak yang sudah pernah menderita campak maka secara otomatis ia telah mendapatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya. Pada tahun 214, jumlah penderita campak berjumlah 46 orang dan tidak ditemukan penderita meninggal sejak tahun 21 hingga sekarang. Jumlah kasus pada tahun ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berjumlah 2 kasus pada tahun 213. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2. GAMBAR.. JUMLAH KASUS PENEMUAN CAMPAK KABUPATEN KELULAUAN ANAMBAS TAHUN Dari grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah kasus campak di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami peningkatan dengan 46 kasus, karena belum semua desa di Kabupaten Kepulauan Anambas masuk dalam katagori desa UCI (Universal Child Immunisation), hal ini disebabkan Kabupaten Kepulauan Anambas masih dalam proses pemekaran, tenaga kesehatan belum sampai ke desa-desa dan pelaksanaan imunisasi masih dilakukan di puskesmas tarempa. Kabupaten Kepualauan Anambas terdiri dari beberapa pulau yang sangat dipengaruhi cuaca untuk menuju ke puskesma tarempa dan melakukan imunisasi campak, apabila cuaca buruk maka orang tua enggan membawa anak mereka untuk melakukan imunisasi campak. Sedangkan tahun 214 Case Fatality Rate atau tidak ditemukan penderita campak yang meninggal. c. Difteri Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae yang menyerang sistem pernafasan bagian atas. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak usia 1-1 tahun. Jumlah kasus difteri di Kabupaten Kepulauan Anambas berjumlah kasus. Hal ini

26 per 1. pendudduk juga didukung dengan program Imunisasi khususnya DPT-HB dalam rangka menekan terjadinya kasus difteri. d. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut) Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem saraf dimana dapat membuat penderita mengalami kelumpuhan. Acute Flaccid Paralysis (AFP) merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan. Non Polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus Polio sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus Polio. Kementerian Kesehatan menetapkan kasus Non Polio AFP ditemukan minimal 2 dari 1. penduduk berusia dibawah 15 tahun. Sejak tahun 21, kasus AFP di Kabupaten Kepulauan Anambas tidak pernah ditemukan. 4. Penyakit Bersumber Binatang Terdapat beberapa penyakit yang penularannya bersumber dari binatang. Penyakit bersumber dari binatang yang akan dijelaskan dibawah ini antara lain Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, dan Rabies. a. Malaria Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium melalui nyamuk betina Anopheles, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Penanganan penyakit Malaria masuk penanganan masalah global dalam Millenium Development Goals (MDG s). Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan stratifikasi endemisitas malaria suatu wilayah menjadi 4 strata, yaitu: 1. Endemis Tinggi bila API (Annual Parasit Incident) >5 per 1. penduduk. 2. Endemis Sedang bila API berkisar antara 1-5 per 1. penduduk. 3. Endemis Rendah bila API -1 per 1. penduduk. 4. Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (Daerah pembenasan malaria) atau API=. GAMBAR.. TREND ANNUAL PARASIT INCIDENT (API) MALARIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,8 15,9 16,1 1,5 5 3,

27 per 1. penduduk Dari grafik tersebut di atas, diketahui bahwa Annual Parasite Incident (API) Malaria di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 sebesar 3, per 1. penduduk. Angka ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,5 per 1. penduduk dengan kata lain masuk dalam strata Endemis Sedang. Jumlah penderita yang meninggal tahun 214 tidak ditemukan. b. Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular oleh virus Dengue yang menyerang sistem peredaran darah melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vector yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Virus tersebut dibawa oleh nyamuk dari darah orang yang telah terinfeksi sebelumnya lalu mentransmisikan kepada orang yang sehat setelah masa inkubasi virus Dengue selama 8-1 hari di dalam nyamuk tersebut. Pada tahun 214 penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Kepulauan Anambas berjumlah 12 kasus dengan Incidence Rate 25.8 per 1. penduduk.. Jumlah ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 213 sebesar 4 kasus dengan Incidence Rate 8.9 per 1. penduduk. GAMBAR INCIDENCE RATE DEMAM BERDARAH DENGUE PER 1. KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,19 25,8 13,34 8,9, Walaupun insiden DBD tahun 214 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 213 berjumlah 12 kasus dengan Incidence Rate 25.8 per 1. penduduk, namun upaya penanggulangan kasus,pengendalian vektor dan upaya-upaya pemutusan rantai penularan penyakit terus ditingkatkan dan dioptimalkan dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif antara lain dengen meningkatkan peran serta masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3 M Plus. c. Chikungunya Chikungunya merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chik melalui nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang telah terinfeksi virus tersebut. Tanda dan gejala demam Chikungunya ini antara lain demam, ruam/bercak kemerahan di kulit dan nyeri pada persendian, seperti pada umumnya Demam Berdarah Dengue. Pada tahun 214 demam Chikungunya tidak pernah ditemukan di Kabupaten Kepulauan Anambas, begitu pula pada tahun-tahun sebelumnya. d. Rabies Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rabies yang ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan serigala yang didalam tubuhnya mengandung virus rabies.

28 Terdapat beberapa indicator yang digunakan dalam mamantau upaya pengendalian rabies, yaitu GHPR (kasus Gigitan Hewan Penular Rabies), kasus yang divaksinasi dengan Vaksin Anti Rabies (VAR), dan kasus yang positif rabies dan mati berdasarkan uji Lyssa. Sejak tahun 21 sampai tahun 214 di Kabupaten Kepulauan Anambas tidak ditemukan kasus rabies. 5. Penyakit Tidak Menular a. Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi Dalam 1 Terbesar Penyakit Tidak Menular tahun 214 didapatkan bahwa penyakit Hipertensi menempati urutan pertama dengan 1176 penderita. Hipertensi dapat disebabkan oleh faktor usia, berat badan, keturunan, serta pola hidup yang tidak sehat. GAMBAR GRAFIK 1 TERBESAR PENYAKIT TIDAK MENULAR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Hipertensi 1176 Asma 212 Cedera Akibat Lain Stroke Diabetes Melitus Cedera Akibat Kecelakaan PPOK Osteoporosis Ginjal Kronik Cedera Akibat Kekerasan Perlu adanya peningkatan pengetahuan masyarakat khususnya di Kabupaten Kepulauan Anambas tentang bahaya Hipertensi, karena tatalaksana yang terlambat dapat menyebabkan penyakit yang lebih kompleks. b. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus merupakan penyakit tidak menular yang disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat baik nutrisi, aktivitas fisik, dan stress. Penyakit ini menjadi faktor penyebab kematian yang cukup banyak karena sangat mudah menimbulkan penyakit komplikasi yang lain seperti hipertensi dan gagal ginjal. Diabetes mellitus berada di urutan ke lima pada 1 terbesar penyakit tidak menular Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 setelah stroke dan cedera akibat lain.

29 5 GAMBAR.. PROPORSI PENDERITA DIABETES MELLITUS MENURUT USIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN hr 8-28 hr <1 th 1-4 th 5-9 th 1-14 th th 2-44 th th th 6-69 th >7 th Menurut gambar diatas jumlah penderita diabetes mellitus tertinggi pada kelompok usia tahun sebanyak 47 penderita, diikuti kelompok usia 2-44 tahun sebanyak 27 penderita dan kelompok usia tahun sebanyak 21 penderita. Tiga urutan tertinggi penderita diabetes mellitus berada di kelompok usia produktif, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat akan menjaga pola hidup sehat, dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang. Hal ini juga bisa disebabkan kurang berminatnya masyarakat untuk mengkonsumsi buah dan sayur, dikarnakan harga buah dan sayur di Kabupaten Kepulauan Anambas tergolong tinggi.

30 BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan pemerintah atau masyarakat. Upaya kesehatan ini terbagi menjadi dua, yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas, diantaranya sebagai berikut: 1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Fokus pembangunan kesehatan di Indonesia salah satunya adalah menurunkan angka kematian ibu dan anak, yang dapat diupayakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pembangunan kesehatan ini juga masuk dalam komitmen global Millenium Development Goals tahun 215. a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Pelayanan antenatal merupkan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya. Pelayanan ini dilaksanakan sesuai standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kesehatan (SPK) yang meliputi timbang berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT), pemberian zat besi minimal 9 tablet selama kehamilan, test laboratorium, tatalaksana khusus, temu wicara (konseling) dan termasuk persalinan dan pencegahan (P4K) serta KB pasca persalinan. Pemeriksaan hamil (antenatal care) dilakukan minimal 4 kali, yaitu pada trimester pertama minimal 1 kali, trimester kedua minimal 1 kali, dan trimester ketiga minimal 2 kali. Tujuan diberikan pelayanan tersebut adalah untuk memberikan perlindungan kepada ibu hamil dan janin dari faktor resiko, komplikasi kehamilan dan persalinan serta penanganan dini. Hasil pencapaian program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilihat dari capaian kunjungan pertama (K1) dan keempat (K4). Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan kesehatan kehamilan pertama kali dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali pada jadwal yang dianjurkan (trimester ketiga) dibandingkan sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut yang memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.

31 GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K1 DAN K4 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,4 85,9 1 88,8 98,4 (%) ,4 77,3 6,2 81,9 94,8 K1 K Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Grafik diatas menunjukkan bahwa cakupan K1 dan K4 dari tahun mengalami peningkatan, dimana cakupan pelayanan antenatal K1 tahun 214 sebesar 98,4% sedangkan tahun 213 yaitu sebesar 88,8%. Selain itu, cakupan pelayanan antenatal K4 tahun 214 juga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 81,9% menjadi 94,8%. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Tarempa 119,9 Siantan Tengah Kab. Kep Anambas Jemaja Timur Palmatak Letung 98,8 94,8 93,7 89,8 84,1 Siantan Timur 75 Siantan Selatan (%) Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Target pencapaian Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4 adalah 95%. Sementara itu, tahun 214 pencapaian Cakupan K4 yang terealisasi di Kabupaten Kepulauan Anambas

32 hampir mencapai 95% yaitu sebesar 94,8%. Hal ini dikarenakan masih banyaknya ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya lebih dari satu fasilitas kesehatan yang menyebabkan sulitnya melacak status K4 ibu hamil di puskesmas. Walaupun secara nasional target cakupan K4 belum tercapai, namun masih terdapat kesenjangangan cakupan antarkecamatan. Menurut laporan yang diperoleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214, capaian tertinggi terdapat di Kecamatan Siantan yaitu 119,9% dan diikuti Kecamatan Siantan Tengah yaitu sebesar 98,8%. Sedangkan untuk capaian terendah terdapat di Kecamatan Siantan Selatan yaitu sebesar 64% dan diikuti Kecamatan Siantan Timur sebesar 75%. Jika dibandingkan dengan target cakupan K4 tahun 214 yaitu 95%, maka terdapat 2 Kecamatan yang memcapai target yaitu Kecamatan Siantan dan Kecamatan Siantan Tengah. Program yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu ini antara lain meningkatkan jaringan pelayanan kesehatan sampai di tingkat desa baik sarana dan prasarana pelayanan dan tenaga kesehatan. Selain itu, dengan adanya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) melalui Tugas Pembantuan Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan sangat membantu kegiatan di tingkat puskesmas dan jaringannya untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dalam bentuk kegiatan antara lain kelas ibu hamil, sweeping ibu hamil dengan resiko tinggi, kemitraan bidan dan dukun, kegiatan penyuluhan dan lain sebagainya. b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Upaya kesehatan ibu bersalin ini ditujukan untuk mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan bayi. GAMBAR X CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) ,6 79,5 92,8 61,1 91, Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Pada tahun 214, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 91,5%. Peningkatan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan disebabkan oleh adanya peningkatan tenaga kesehatan baik dari segi sarana prasarana maupun sumber daya kesehatan.

33 GAMBAR X CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Siantan 118,6 Kab. Kep. Anambas Pamatak Jemaja Timur 91,5 9,6 88,3 Jemaja Siantan Tengah Siantan Timur 74,4 71,7 79,6 Siantan Selatan 62, (%) Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Pada tahun 214, pencapaian indikator Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat terealisasi dengan baik yaitu mencapai 91,5% dari target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 9%. Walaupun secara umum target indikator telah tercapai, namun masih terdapat kesenjangan antar kecamatan. Menurut laporan Bidang Kesga dan Gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214, kecamatan dengan cakupan tertinggi adalah Kecamaan Siantan sebesar 118,6% dan diikuti oleh Kecamatan Palmatak yaitu sebesar 9,6%. Sedangkan untuk pencapaian terendah adalah Kecamatan Siantan Selatan sebesar 62,5% dan Kecamatan Siantan Timur sebesar 71,7%. Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan melakukan penyebaran tenaga kesehatan yang merata di daerah serta melakukan penjaringan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. c. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Pelayanan nifas sesuai standar diberikan minimal 3 kali, yaitu pada 6 jam pasca persalinan sampai dengan 3 hari, pada minggu ke II, dan pada minggu ke VI termasuk pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan pemasangan KB pasca persalinan. Jenis pelayanan ibu nifas yang diberikan meliputi: 1. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu); 2. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri); 3. Pemeriksaan lokhea dan cairan per vaginam lain; 4. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI Ekslusif; 5. Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana;

34 6. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan. GAMBAR X CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF 3) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) , , Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Gambar diatas menunjukkan bahwa pada tahun 214 capaian indikator cakupan kunjungan nifas (KF3) di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami peningkatan sebesar 91,5% jika dibandingkan dengan tahun 213 yaitu sebesar 64%. Berdasarkan target capaian nasional adalah 9%. Hal ini berarti bahwa cakupan kunjungan nifas (KF3) tahun 214 terealisasi dengan baik. d. Pelayanan/Penanganan Komplikasi Maternal Komplikasi maternal merupakan kesakitan yan terjadi pada ibu hamil, bersalin, nifas dan janin dalam kandungan, baik secara langsung maupu tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan janin. Pencegahan dan penanganan komplikasi maternal adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi maternal untuk mendapatkan perlindungan/pencegahan dan penanganan definitive sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan yang dapat diukur melalui indicator cakupan penanganan komplikasi maternal (Cakupan PK). GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN/PENANGANAN KOMPLIKASI MATERNAL KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

35 1 (%) ,3 26,6 93,8 45,5 28, Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan grafik diatas. cakupan pelayananpenanganan komplikasi maternal di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami penurunan yaitu sebesar 28,8%, jika dibandingkan dari tahun sebelumnya, cakupan pelayanan/penanganan kompikasi maternal mencapai 45,5%. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN/PENANGANAN KOMPLIKASI MATERNAL KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Palmatak 13,2 Siantan Timur 7 Jemaja 47,1 Siantan Tengah Kab. Kep. Anambas 28,8 34,9 Siantan Selatan Siantan 19,2 15,6 Jemaja Timur 7, (%) Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Pada gambar diatas, cakupan pelayanan/penanganan komplikasi maternal di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 adalah sebesar 28,8%. Diketahui bahwa capaian target nasional pada cakupan ini belum mencapai target tahun 214 sebesar 8%. Disamping itu, terdapat kesenjangan pencapaian pada cakupan pelayanan/penanganan komplikasi maternal, dimana capaian tertinggi adalah Kecamatan Palmatak sebesar 13,2% Rendahnya cakupan pelayanan/penanganan komplikasi maternal yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dikarenakan banyaknya ibu hamil yang memilih untuk memeriksakan kesehatannya di pelayanan kesehatan di luar Kabupaten Kepulauan Anambas. Selain itu disebabkan oleh sistem pencatatan dan pelaporan dalam penanganan komplikasi maternal yang dilakukan petugas kesehatan belum terakomodir dengan baik di fasilitas kesehatan dasar.

36 e. Penanganan Neonatal Komplikasi Neonatal komplikasi adalah neonatus dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian seperti asfiksia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah < 2.5 gram (BBLR), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan kongenital. Penanganan Neonatus komplikasi adalah neonatus sakit atau neonatus dengan kelainan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat)baik di rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan tersebut sesuai dengan standar Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah, pedoman pelayanan neonatal essensial di tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional pelayanan lainnya. GAMBAR X CAKUPAN PENANGANAN NEONATAL KOMPLIKASI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) ,6 27,8 31,4 18,9 18, Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Cakupan penanganan Neonatal Komplikasi di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 81,6%, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya mencapai 31,4%. Berdasarkan target capaian nasional tahun 214, cakupan penanganan neonatal dengan komplikasi di Kabupaten Kepulauan Anambas terealisasi dengan baik yaitu mencapai 81,6% dari target nasional yang telah ditetapkan yaitu sebesar 8%. Peningkatan ini terjadi karena adanya penyebaran petugas kesehatan secara merata di Kabupaten Kepulauan Anambas serta tersedianya penjaringan pelayanan kesehatan yang lebih mudah diakses oleh masyarakat. f. Kunjungan Neonatal Neonatal (neonatus) merupakan bayi baru lahir yang berumur -28 hari. Pada masa neonatus memiliki resiko gangguan kesehatan paling tinggi, dimana untuk mengurangi resiko tersebut dapat dilakukan upaya kesehatan dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pada kunjungan bayi baru lahir. Berdasarkan Riskesdes (27), kematian bayi terjadi pada minggu pertama yaitu pada usia -6 hari dengan persentase 78,5%. Mengingat besarnya resiko kematian pada minggu

37 pertama, maka setiap bayi baru lahir harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang lebih sering dalam minggu pertama sesuai dengan standar pelayanan neonatal. Kunjungan neonatal dilakukan sebanyak 3 kali, diantaranya pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari dan umur 8-28 hari. Pelayanan yang diberikan pada kunjungan neonatus adalah pemeriksaan sesuai dengan standar Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM), yang terdiri dari: 1. Pemeriksaan tanda vital; 2. Konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI Eksklusif; 3. Injeksi Vitamin K1; 4. Imunisasi HB (Hepatitis); 5. Penanganan dan rujukan kasus; 6. Perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA. GAMBAR X CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL KN1 DAN KN3 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,4 1 88,6 97,3 (%) ,9 89,6 65,5 59,5 58,6 86,5 KN1 KN Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan gambar diatas, cakupan kunjungan neonatal (KN1) mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 214 yaitu sebesar 97,3% jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 65,5%. Sedangkan cakupan kunjungan neonatal (KN3) pada tahun 214 juga mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 86,5% jika dibandingkan dengan tahun 213 sebesar 58,6%. GAMBAR X CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL KN3 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214

38 Siantan Jemaja Timur Siantan Tengah Kab. Kep. % Palmatak Siantan Timur Jemaja Siantan Selatan 66,9 63,7 71,6 91,2 89,7 86,5 85,3 17, Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Pada gambar diatas, cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN3) di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 214 yaitu sebesar 86,5%. Sementara itu, target nasional mencapai 9%. Hal ini berarti bahwa cakupan kunjungan neonatal belum mencapai target nasional. Selain itu, terjadi kesenjangan pencapaian yang sangat signifikan dimana capaian tertinggi terdapat di Kecamatan Siantan sebesar 17,6% dan Kecamatan Jemaja Timur sebesar 91,2%. Sedangkan untuk capaian terendah adalah Kecamatan Siantan Selatan sebesar 63,7%, Kecamatan Jemaja sebesar 66,9% dan Kecamatan Siantan Timur sebesar 71,6%. Rendahnya cakupan kunjungan neonatal di Kabupaten Kepulauan Anambas disebabkan oleh sistem pencatatan dan pelaporan dalam kunjungan neonatal yang dilakukan petugas kesehatan belum terakomodir dengan baik di fasilitas kesehatan dasar. g. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Pelayanan kesehatan bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari-11 bulan yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan (dokter, bidan dan perawat) minimal 4 kali. Pelayanan kesehatan ini terdiri dari: 1. Pemberian Imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3, Polio 1-4 dan Campak); 2. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) bayi; 3. Pemberian Vitamin A; 4. Penyuluhan perawatan kesehatan bayi; 5. Penyuluhan ASI Eksklusif, MP-ASI dan lain-lain. Indikator cakupan pelayanan kesehatan bayi merupakan penilaian terhadap upaya peningkatan akses bayi dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas hidup bayi. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BAYI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

39 ,5 64,7 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Gambar diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayan kesehatan bayi di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 214 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 61,3% jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yaitu 17,6%. Secara umum, target capaian Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi adalah sebesar 9%. Sementara itu, tahun 214 pencapaian Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi yang terealisasi di Kabupaten Kepulauan Anambas hanya mencapai 61,3%. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran orangtua menbawa bayinya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan baik berupa berat badan, panjang badan, imunisasi, pemberian vitamin dan sebagainya di pelayanan kesehatan. h. Pelayanan Kesehatan Pada Anak Balita Anak balita merupakan anak yang telah menginjak usia 1-3 tahun (balita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Pelayanan kesehatan anak balita aadalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak balita. Pelayanan yang dilakukan meliputi: 1. Pemantauan pertumbuhanndan perkembangan serta stimulasi tumbuh kembang pada anak dengan menggunakan instrument (SDIDTK); 2. Pembinaan posyandu; 3. Pembinaan anak prasekolah (PAUD) dan konseling keluarga; 4. Perawatan anak balita dengan pemberian ASI sampai 2 tahun; 5. Makan gizi seimbang dan Vitamin A. 72,1 17,6 GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,

40 % ,4 44,3 44,3 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Gambar diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan kesehatan anak balita di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami peningkatan sebesar 43,%, sedangkan pada tahun 213 cakupan ini hanya mencapai 9,8%. Jika dibandingkan dengan capaian target nasional yang mencapai 9%, cakupan pelayan kesehatan anak balita di Kabupaten Kepulauan Anambas tidak terealisasi dengan baik. Hal ini dikarenakan masih rendahnya kesadaran orangtua membawa anak balitanya ke posyandu untuk memeriksakan tumbuh kembang anak. i. Pelayanan Kesehatan Pada Siswa SD dan Setingkat Masalah kesehatan anak usia sekolah semakin kompleks. Pada anak usia sekolah dasar biasanya berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun. Beberapa masalah yang sering dialami anak usia sekolah adalah karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan, dan masalah gizi. Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka juga merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan untuk siswa SD/sederajat kelas 1. Penjaringan kesehatan sangat perlu dilakukan terhadap siswa sekolah dasar atau setingkat agar dapat mengetahui masalah kesehatan yang dialami siswa tersebut dan dapat melakukan penanganan sedini mungkin. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN PADA SISWA SD & SETINGKAT MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 9,8 43, Tahun

41 Jemaja Timur Kab. Kep. Anambas Siantan Tengah Siantan Selatan Siantan Timur Palmatak Jemaja Siantan 5, Sumber: Bidang Promosi Kesehatan dan SIK, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Berdasarkan target nasional pada cakupan pelayanan kesehatan pada siswa SD dan Setingkat mencapai 1%, sedangkan capaian cakupan tersebut di Kabupaten Kepulauan Anambas hanya mencapai 5,8%. Rendahnya capaian ini dikarenakan kegiatan penjaringan kesehatan siswa SD dan Setingkat tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya defisit anggaran di Kabupaten Kepulauan Anambas. j. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja melalui pendekatan yang menyenangkan, memperlakukan remaja dengan tangan terbuka, dan menghargainya, menjaga kerahasiaan, serta peka akan kebutuhan yang terkait dengan kesehatannya yang dijalankan secara efektif & efisien. Tujuan khusus dari PKPR antara lain: 1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi dan perilaku hidup sehat; 2. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada remaja. Puskesmas yang memiliki PKPR memberikan layanan baik di dalam maupun di luar gedung yang ditujukan bagi kelompok remaja berbasis sekolah ataupun masyarakat. Hal ini dilakukan agar layanan yang diberikan dapat menjangkau semua kelompok remaja (1-19 tahun). Kriteria yang ditetapkan bagi Puskesmas yang mampu laksana PKPR yaitu: a. Melakukan pembinaan pada minimal 1 sekolah (sekolah umum, sekolah berbasis agama) dengan melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) di sekolah binaan minimal 2 kali dalam setahun; b. Melatih Kader Kesehatan Remaja di sekolah minimal sebanyak 1% dari jumlah murid di sekolah binaan; dan c. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling yang kontak dengan petugas PKPR. Layanan kesehatan diberikan secara komprehensif, dengan penekanan pada langkah promotif/preventif berupa pembekalan kesehatan dan peningkatan keterampilan psikososial dengan pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS). Konseling merupakan ciri khas dari PKPR, dimana konseling di berikan oleh tenaga kesehatan yang terampil, ramah dan berwawasan. Tenaga kesehatan juga melaksanakan kegiatan KIE ke sekolah dan kelompokkelompok remaja lainnya melalui penyuluhan atau Focus Group Discussion (FGD). k. Pelayanan Kesehatan Pada Kasus Kekerasan Terhadap Anak (KTA) %

42 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Semua anak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpastisipasi, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dari jutaan anak di dunia yang tidak mendapat perlindungan penuh, banyak diantara mereka terlibat dalam kekerasan, terbuang, terlantar, dijadikan pekerja, terabaikan dan dilecehkan. Berbagai bentuk kekerasan membatasi kesempatan anak-anak untuk bertahan hidup, tumbuh, berkembang dan mewujudkan impian mereka. Menurut KOMNAS Perlindungan Anak (26), pemicu kekerasan terhadap anak diantaranya adalah: 1. Kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua; 2. Disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Adanya disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi; 3. Faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. 4) Pandangan keliru tentang posisi anak dalam keluarga. Orangtua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua. Disamping itu, kekerasan pada anak terinspirasi dari tayangan-tayangan televisi maupun media-media lainnya yang tersebar dilingkungan masyarakat. Pengertian kekerasan terhadap anak (WHO) adalah semua bentuk tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun secara emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi, komersial atau lainnya, yang mengakibatkan cedera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggungjawab. Upaya penanganan di bidang kesehatan adalah menyediakan akses pelayanan kesehatan bagi korban kekerasan pada anak yang terdiri dari pelayanan di tingkat dasar melalui puskesmas maupun tatalaksana kekerasan terhadap anak dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di rumah sakit untuk penanganan kasus rujukan. Puskesmas mampu melakukan tatalaksana kekerasan terhadap anak dalam memberikan pelayanan penanganan gawat darurat, konseling, medikolegal dan rujukan (medis dan psikososial). Pelayanan terpadu di rumah sakit menangani pelayanan spesialistik yang melaliui IGD, perawatan, medikolegal dan psikososial (bantuan hokum dan perlindungan sosial bagi anak melalui panggilan telepon pada saat diperlakkan). l. Pelayanan Kesehatan Anak Terlantar dan Anak Jalanan di Panti Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak jalanan (usia tahun). Masalah kesehatan yang dialami anak jalanan terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Kondisi anak jalanan yang tidak memiliki tempat tinggal yang sehat dan aktivitas dijalanan menyebabkan mereka renan terhadap gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan, diare, kulit dan lain sebagainya. Secara psikologis, anak jalanan memiliki konsep diri negative, tidak atau kurang percaya diri, mudah tersinggung, ketergantungan pada orang lain dan emosi yang tidak stabil. Kondisi ini menyebabkan mereka mudah terpengaruh orang lain dan cenderung berperilaku antisocial (berkelahi, mencuri, merampas, menggunakan Narkoba dan menjalankan bisnis NAPZA dan berperilaku seks bebas). Selain itu, anak dapat mengalami berbagai bentuk eksploitasi fisik dan seksual terutama oleh orang dewasa hingga kehilanan nyawa, sehingga

43 timbl masalah kesehatan yang terkait kesehatan reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS. Upaya kesehatan bagi anak terlantar dilakukan pada kelompok-kelompok sasaran seperti di panti/lksa anak terlantar/anak jalanan, shelter, rumah singgah dan lainlain.upaya penanganan dibidang kesehatan bagi anak terlantar/anak jalanan meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative melalui pendekatan pada kelompok-kelompok sasaran seperti dip anti anak terlantar/anaka jalanan, shelter, rumah singgah dan lain-lain. Pelayanan diberikan oleh tenaga kesehatan di puskesmas bekerjasama dengan unsure dari sector terkait dan LSM di wilayah kerjanya serta masyarakat lainnya. m. Pelayanan Kesehatan Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Lapas/Rutan Masalah kesehatan yang banyak ditemukan di masyarakat hampir seluruhnya berkaitan dengan rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja, rendahnya kualitas kesehatan lingkungan dan tidak kondusifnya kondisi lingkungan psikososial seperti bullying. Masalah kesehatan yang dialami Anak yang berhadapan dengan Hukum (ABH) di lapas/rutan antara lain penyakit kulit (scabies), Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA, TB), Infeksi Menular Seksual termasuk HIV & AIDS, NAPZA dan sanitasi lingkungan lapas masih kurang. Kebijakan dan strategi dalam program kesehatan bagi ABH dikembangkan sesuai dengan indikator pada Inpres No 3 Tahun dilanjutkan pada tahun sebagai RAN HAM, yaitu: pembinaan kesehatan bagi ABH di Lapas/Rutan dan rujukan di Rumah Sakit. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyuluhan PHBS, penyuluhan tentang kesehatan anak, penyuluhan tentang kesehatan lingkungan, penjaringan kesehatan, pemberantasan sarang nyamuk, imunisasi, pengobatan, dan lain lain. Upaya penanganan di bidang kesehatan bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di lapas/rutan meliputi aspek promotif, preventif, kiuratif dan rehabilitative yang dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan di poliklinik Lapas/Rutan atau melalui sistem pelayanan kesehatan yang ada yaitu pelayanan strata pertama (Puskesmas) dan pelayanan rujukan (rumah sakit). n. Pelayanan Kesehatan Anak Penyandang Cacat Melalui Program UKS di Sekolah Luar Biasa (SLB) Anak berkelainan/anak dengan kecacatan merupakan anak yang paling rentan terhadap masalah kesehatan karena lebih beresiko mendapat kekerasan dari orangtua/lingkungannya akibat dari kelainan/kecacatan tersebut. Mereka juga mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gizi karena ketidakmampuananak dalam kebersihan perorangan (kebersihan mulut, alat reproduksi dan lainnya). Upaya penanganan di bidang kesehatan bagi anak penyandang cacat dilaksanakan secara komprehensif, diutamakan pada upaya pengobatan dan pemulihan kesehatan secara terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan. Paket program yang dilaksanakan bersifat responsive terhadap permasalahan kesehatan anak dengan kecacatan dapat mengantisipasi kebutuhan sesuai proses tumbuh kembang anak. Kriteria Puskesmas membina kesehatan anak penyandang cacat adalah puskesmas yang melakukan pembinaan kesehatan anak penyandang cacat melalui program UKS yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Kegiatannya meliputi penyuluhan PHBS, kesehatan reproduksi, gizi, kesehatanlingkungan, pencegahan penularan penyakit dengan menggunakan media yang dapat dimengerti anak, imunisasi, pengobatan dan rehabilitasi. Pada kondisi anak dengan kecacatan yang membutuhkan pelayanan rujukan dapat dilakukan rujukan kuratif dan rehabilitative ke Puskesmas atau langsung ke rumah sakit.

44 2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana (KB) adalah suatu program yang dirancang pemerintah dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Pelayanan KB merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, jenis pelayanan yang dapat diberikan kepada konsumen pada kemampuan fasilitas kesehatan dan ini berhubungan dengan jenjang pelayanan. Pelayanan keluarga berencana meliputi pemilihan alat Kontrasepsi, pelayanan aborsi yang aman (bila diperlukan untuk kesehatan ibu) dan kesehatan ibu. Pelayanan tambahan meliputi pencegahan penyakit kelamin termasuk AIDS, KB untuk ibu menyusui, perawatan setelah aborsi, diagnosis dan penobatan infeksi saluran reproduksi, pelayanan pengaduan tentang kesuburan dan Pap-smear. Fasilitas pelayanan KB professional dapat bersifat teknik statis atau mobile (TKBK, Pusling) dan diselenggarakan oleh tenaga professional, yaitu dokter spesialis, dokter umum, bidan atau perawat kesehatan. Pelayanan yang mobile diperlukan untuk menjangkau pedesaan yang terpencil. Fasilitas pelayanan KB professional statis meliputi pelayanan KB sederhana, lengkap, sempurna dan paripurna. Fasilitas pelayanan KB sederhana menyediakan jenis alat kontrasepsi seperti kondom, obat vaginal, pil KB, suntik KB, IUD, menanggulangi efek samping, dan berupaya rujukan. Tenaga pelaksanannya minimal perawat kesehatan atau bidan yang dilatih. Tingkat pencapaian pelayanan keluarga berencana dapat dilihat dari cakupan Pasangan Usia Subur (PUS) yang sedang menggunakan alat kontasepsi, cakupan peserta KB yang baru menggunakan alat kontrasepsi, tempat pelayanan KB dan jeis kontrasepsi yang digunakan akseptor. Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi berusia tahun berstatus menikah. GAMBAR X CAKUPAN PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,9 78,4 86,5 78,4 64,9 % ,1 19,3 2,2 8,8 7,1 KB BARU KB AKTIF Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan gambar diatas, cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami penurunan. Dimana capaian KB baru pada tahun 214 hanya sebesar 7,1% sedangkan tahun 213 sebesar 8,8%. Sementara itu, cakupan KB Aktif tahun 214 mencapai 64,9%, sedangakan tahun 213 sebesar 69,6%. GAMBAR X CAKUPAN PESERTA KB AKTIF

45 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 (%) ,8 79,1 76,6 71,7 66,9 64,9 55,9 51,1 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Pada gambar diatas, cakupan peserta KB Aktif di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 adalah sebesar 64,9%. Diketahui bahwa capaian target nasional pada cakupan ini belum mencapai target sebesar 7%. Disamping itu, terdapat kesenjangan pencapaian pada cakupan peserta KB Aktif, dimana capaian tertinggi adalah Kecamatan Siantan Tengah yaitu sebesar 83,8%, diikuti oleh Kecamatan Jemaja Timur sebesar 79,1%, Kecamatan Siantan Selatan sebesar 76,6% dan Kecamatan Jemaja sebesar 71,7%. Rendahnya cakupan peserta KB Aktif di Kabupaten Kepulauan Anambas dikarenakan masih banyaknya pasangan usia subur yang mendapatkan pelayanan KB lebih dari satu fasilitas kesehatan, selain itu masih lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan yang dilakukan tenaga kesehatan dalam mengakomodir semua laporan di pelayanan kesehatan dasar. 3. Pelayanan Imunisasi Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak. Penyakit menular yang kerap dikenal sebagai penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi (PD3I) seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya. a. Imunisasi Dasar pada Bayi Imunisasi melindungi anak terhadap beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Seorang anak diimunisasi dengan vaksin yang disuntikkan atau diteteskan melalui mulut. Pada beberapa negara hepatitis masih menjadi masalah. Sepuluh dari 1 orang akan menderita hepatitis sepanjang hidupnya jika tidak diberi vaksin hepatitis B. Sampai dengan seperempat dari jumlah anak yang menderita hepatitis B dapat berkembang menjadi kondisi penyakit hati yang serius, seperti kanker hati. Disamping itu wajib diberikan

46 imunisasi hepatitis B segera setelah bayi lahir untuk mencegah penularan virus hepatitis dari ibu kepada anaknya. Imunisasi BCG dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis. Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus. Diptheri menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, yang dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kesulitan bernafas bahkan kematian. Tetanus menyebabkan kekakuan otot dan kekejangan otot yang menyakitkan dan dapat mengakibatkan kematian. Pertusis atau batuk rejan mempengaruhi saluran pernafasan dana dapat menyebabkan batuk hingga delapan minggu. Semua anak perlu mendapatkan imunisasi polio. Tanda-tanda polio adalah tungkai tiba-tiba lumpuh dan sulit untuk bergerak. Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 9%. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN IMUNISASI DASAR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,6 75, ,2 88,1 % Hb BCG DPT-HB Polio Campak Jenis Imunisasi Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Imunisasi dasar terdiri dari Imunisasi Hb, BCG, DPT-HB, Polio dan campak. Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa cakupan imunisasi Hb sebanyak 82,6%, BCG sebanyak 75,1%, DPT-HB sebanyak 95%, Polio sebanyak 98,2% dan campak sebanyak 88,1%. Campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN IMUNISASI DASAR LENGKAP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214

47 Jemaja Timur Siantan Tengah Jemaja Siantan Timur Palmatak Siantan Selatan Kab. Kep. Anambas Siantan 54,9 15,8 13,6 96,2 95,7 9,4 86,4 141, (%) Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Pada gambar diatas, cakupan pelayanan imunisasi dasar lengkap di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mencapai 86,4%, Diketahui bahwa capaian target pada cakupan ini belum mencapai target pada tahun 214 sebesar 95%. Disamping itu, terdapat kesenjangan pencapaian pada cakupan pelayanan imunisasi dasar lengkap,, dimana capaian tertinggi adalah Kecamatan Jemaja Timur sebesar 141,9%, Siantan Tengah sebesar 15,8%, Jemaja sebesar 13,6%, Siantan Timur sebesar 96,2% dan Palmatak sebesar 95,7%. Universal Child Immunization (UCI) merupakan gambaran suatu desa/kelurahan dimana 8% dari jumlah bayi (-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. GAMBAR X CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Siantan Tengah Jemaja Timr Siantan Selatan Palmatak Jemaja Kab. Kep. Anambas ,3 Siantan Siantan Timur 85,7 83, Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Cakupan desa/kelurahan UCI di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 adalah sebesar 96,3%. Hal ini berarti belum tercapainya target pada cakupan desa/kelurahan UCI di Kabupaten Kepulauan Anambas jika dilihat dari target Renstra tahun 214 yaitu sebesar 95%. Di Kabupaten Kepulauan Anambas hanya terdapat 2 (dua) Kecamatan yang tidak (%)

48 mencapai target, diantaranya Kecamatan Siantan Timur sebesar 83,3% dan Kecamatan Siantan sebesar 85,7%. b. Imunisasi pada Ibu Hamil Persalinan yang tidak steril akan memicu resiko ibu maupun bayi terkena tetanus. Tetanus disebabkan oleh toksin yang diproduksi bakteri Clostridium tetani. Tetanus bias menyerang bayi (Tetanus Neonatorum) yang ditularkan melalui ibunya yang terinfeksi Tetanus atau pada saat persalinan. Program untuk menurunkan kejadian tetanus salah satunya adalah Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE). Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program eliminasi tetanus pada neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. Strategiyang dilakukan untuk mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah: 1. Pertolongan persalinan ang aman dan bersih; 2. cakupan imunisasi rutin TT yang tinggi dan merata; dan 3. penyelenggaraan surveilans Tetanus Neonatorum. Ibu yang menerima vaksin selama kehamilan sudah memberikan perlindungan untuk bayinya yang tentu saja akan mengurangi resiko terkena tetanus. Perlindungan tersebut cukup untuk masa dua bulan setelah kelahiran dimana bayi akan mendapat imunisasi kombinasi. GAMBAR X CAKUPAN IMUNISASI TT2+ PADA IBU HAMIL KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) ,3 68,3 57,2 5 53, Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa cakupan imunisasi TT2+ pada ibu hamil di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 sebesar 53,1%. Capaian cakupan ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 5%. Capaian ini belum memenuhi target pencapaian program yang telah ditetapkan yaitu sebesar 8%. 4. Ketersediaan Obat Obat adalah salah satu kebutuhan dasar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan merupakan barang publik yang perlu djamin ketersediaanya dalam upaya pemenuhan pelayanan kesehatan. Program peningkatan ketersediaan obat dan vaksin

49 dilaksanakan sebagaimana yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 21 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Dalam rangka mendukung program tersebut dilakukan pengadaan buffer stock obat untuk menjamin ketersediaan obat, pemerataan pelayanan dan terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan sampai ke masyarakat. Dalam hal perencanaan dan penyususnan kebutuhan obat (RKO) buffer stock diperlukan data kebutuhan dari masing-masing kabupaten/kota. Dalam erhitungan tersebut, tingkat kecukupan obat harus dapat tersedia untuk kurun waktu minimal selama 18 bulan dengan asumsi 12 bulan untuk pemenuhan kebutuhan obat selama 1 tahun anggaran dan 6 bulan untuk pemenuhan kebutuhan selama waktu tunggu proses pengadaan obat ditahun anggaran selanjutnya. Daftar obat yang disertakan dalam perhitungan tersebut terdiri dari 135 jenis obat dan 9 jenis vaksin sehingga di dapat total ketersediaan untuk 144 jenis obat dan vaksin yang direkapitulasi per kabupaten/kota di 33 provinsi secara nasional. Capaian ketersediaan obat yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Instalasi Farmasi Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 73,4%. Capaian ini belum mencapai target Renstra tahun 214 yaitu 95%. Rendah capaian ketersediaan obat di Kabupaten Kepulauan Anambas disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya penyediaan vaksin imunisasi sebagian besar dari Provinsi dan kelangkaan stock obat hingga tidak semua obat bisa dipenuhi. 5. Pelayanan Kesehatan Haji Ibadah haji merupakan bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Untuk menjaga dan meningkatkan kondisi fisik dari calon jemaah haji sebelum dan selama berada di tempat kegiatan haji, maka Penyelenggara ibadah haji diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 28 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaikbaiknya bagi jemaah haji. Dengan itu, pemerintah berkewajiban memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan dan hal-hal lain yang diperlukan. Berkaitan dengan pelayanan kesehatan, menteri Kesehatan berkewajiban melakukan pembinaan dan pelayanan kesehatan haji secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Penyelenggaraan kesehatan haji merupakan kegiatan pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji, pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, SIstem Kewaspadaan Dini (SKD) dan respon KLB, penanggulangan KLB dan musibah masal, kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji. Tujuan dari penyelenggaraan kesehatan haji adalah: 1. Menngkatkan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan. 2. Menjaga agar jamaah haji daam kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai tiba kembali di tanah air. 3. Mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh jamaah haji. Pada penyelenggaraan ibadah haji terdapat jemaah haji yang tergolong resiko tinggi yaitu jemaah dengan kondisi kesehatan yang secara epidemiologi beresiko sakit atau meninggal selama perjalanan ibadah haji, meliputi jemaah haji lanjut usia, jemaah menderita penyakit menular tertentu yang tidak boleh terbawa keluar negeri berdasarkan peraturan

50 kesehatan, jemaah wanita hamil (14-26 minggu dan telah di vaksin meningitis), jemaah dengan ketidakmampuan tertentu terkait penyakit kronis atau penyakit tertentu. a. Penyelenggaraan Pra Operasional Haji Penyelenggaraan Pra operasional Haji terdiri dari pelayanan kesehatan di daerah (pra embarkasi), pembinaan jemaah, rekrutmen dan pelatihan petugas kesehatan haji dan penyehatan lingkungan dan sanitasi makanan asrama haji. Pelayanan kesehatan pra embarkasi merupakan rangkaian pelayanan kesehatan yang bersifat kontinum dan komprehensif dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan jemaah sesuai standar. Pelayanan dilakukan di Puskesmas dan Rumah Saki oleh enaga kesehatan yang sudah dilaktih dan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kegiatan ini diaksanakan paling lambat 1 bulan sebelum jemaah berangkat yang meliputi: 1. Pemeriksaan kesehatan awal di puskesmas oleh tim pemeriksa yang telah ditetapkan dan dilatih; 2. Pemeriksaan lanjut yang merupakan pemeriksaan setelah pemeriksaan awal, dimana pemeriksaan ini sebagai rujukan bagi jemaah yang beresiko tinggi; dan 3. Vaksinasi Meningitis meningococcus. Pelayanan pada kesehatan pada tahap ini merupakan penetapan awal status kesehatan jemaah yang menghasilkan status mendiri (sehat), observasi (perlu perawatan), pengawasan (perlu perawatan dan pendampingan), tunda (tidak memenuhi criteria kesehtan untuk berangkat) dan beresiko tinggi atau tidak. Dalam upaya menyediakan tenaga kesehatan yang akan melayani jemaah pada saat operasional dilakukan perekrutan Petugas Kesehatan Haji Indonesia. Petugas yang direkrut adalah Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) yang ditugaskan menyertai jemaah disetiap kloternya dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). b. Penyelenggaraan Operasional Haji Penyelenggaraan operasional haji dilaksanakan pada saat jemaah tiba di embarkasi, selama beribadah di Arab Saudi dan saat tiba kembali di tanah air. Pemeriksaan kesehatan akhir jemaah sebelum berangkat ke Arab Saudi di joordinasikan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) embarkasi. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kelengkapan dokumen kesehatan, identifikasi jemaah resiko tinggi, proses kekarantinaan, rawat jalan dan rawat inap 24 jam serta rujukan. Pelayanan kesehatan haji selama di Arab Saudi dilakukan di tiga lokasi, yaitu: a) Pelayanan kesehatan di kloter Pelayanan kesehatan terhadap jemaah oleh petugas TKHI kloter secara pasif dan aktif. Secara pasif dimana jemaah datang memeriksakan kesehatan atau berobat jalan kepada petugas TKHI. Secara aktif dimana petugas TKHI melakukan pemantauan dan bimbingan terhadap jemaah haji di kloternya. Petugas juga melakukan identifikasi kemungkinan terjadinya KLB penyakit. b) Pelayanan kesehatan di sektor Pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap sederhana oleh petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), jika tidak dapat ditangani di sector maka dirujuk ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) ataupun Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS). Disektor tersedia tenaga kefarmasian untuk mengelola apotek dan ketersediaan obat. c) Pelayanan kesehatan di BPHI dan RSAS

51 Kesehatan disini berupa pelayanan rawat jalan dan rawat inap dengan daya tamping dan fasilitas yang setara dengan rumah sakit tipe C. 6. Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer Pelayanan kesehatan tradisional merupakan warisan budaya yang telah dimanfaatkan sejak dulu. Pelayanan kesehatan tradisional hingga kini masih diakui keberadaannya di masyarakat dan cukup potensial perannya dalam menunjang peningkatan kesehatan. Pelayanan kesehatan tradisional sebagai bagian dari penyelenggaraan upaya kesehatan juga diamanatkan pada UU Nomor 36 Tahun 29 tentang Kesehatan. Renstra Kementerian Kesehatan menetapkan dua indicator yaitu cakupan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional, alternative dan komplementer serta jumlah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat sebagai pelayanan alternative dan komplementer. Cakupan Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan program pelayanan kesehatan tradisonal diartikan sebagai kabupaten/kota yang minimal memiliki dua Puskesmas yang melaksanakan pembinaan terhadap pengobatan tradisional dan pembinaan kepada masyarakat tentang pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN 1. Kunjungan Rawat Inap Data dan informasi terkait kunjungan rawat inap pasien di rumah sakit menggambarkan jumlah pasien rawat inap keluar hidup, jumlah pasien rawat inap keluar mati <48 jam, jumlah pasien rawat inap keluar mati 48 jam, jumlah hari perawatan dan lama di rawat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pelayanan Kesehatan dan Farmamin, jumlah pasien keluar hidup+mati di rumah sakit pada tahun 214 berjumlah 1.14 pasien, sedangkan pasien keluar mati pada tahun 214 berjumlah 5 pasien dan pasien mati keluar mati 48 jam dirawat berjumlah 46 pasien. Informasi lebih rinci 2. Indikator Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisien pelayanan. Beberapa indicator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), rata-rata lama hari perawatan (Length of Stay/LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (Bed Turn Over/BTO), ratarata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn Over Interval/TOI), persentase pasien keluar yang meninggal (Gross Death Rate/GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal 48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR). Gross Death Rate (GDR) yaitu angka kematian umum untuk tiap-tiap 1. penderita keluar. Pada GDR, tidak melihat berapa lama pasien berada dirumah sakit dari masuk sampai meninggal. Nilai GDR yang baik yaitu tidak lebih dari 45 per 1. penderita keluar. Indikator pendukung lain yaitu Net Death Rate (NDR) yang merupakan angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1. penderita keluar. Asumsinya jika ada pasien meninggal setelah mendapatkan perawatan 48 jam berarti ada faktor pelayanan rumah sakit yang terlibat dengan kondisi meninggalnya pasien. Namun, jika pasien meninggal <48 jam masa perawatan maka dianggap faktor keterlambatan pasien datang ke rumah sakit yang menjadi penyebab utama pasien meninggal. Nilai NDR yang dianggap masih bisa di tolerir adalah kurang dari 25 per 1. penderita keluar. GAMBAR X

52 GROSS DEATH RATE (GDR) & NET DEATH RATE (NDR) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,9 (%) ,1 39,1 RS. Lapangan Palmatak 32,2 RS. Bergerak Jemaja GDR NDR Sumber: Bidang Pelayanan Kesehatan dan Farmamin, 214 Berdasarkan indikator GDR dan NDR dari gambar di atas dapat terlihat bahwa RS Lapangan Palmatak memiliki nilai GDR sebesar 39,1% dan RS Bergerak Jemaja sebesar 43,9%. Sedangkan nilai NDR di RS Lapangan Palmatak sebesar 39,1% dan RS Bergerak Jemaja sebesar 32,2%. Indikator lainnya yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pelayanan rumah sakit adalah BOR, LOS dan TOI. Pemanfaatan tempat tidur dilihat melalui indicator BOR dengan memperhitungkan jumlah hari perawatan di rumah sakit terhadap jumlah tempat tidur dan jumlah hari dalam setahun. Indikator LOS mencerminkan rata-rata lama hari perawatan yang diperoleh dari perbandingan jumlah hari perawatan pasien keluar terhadap jumlah pasien keluar baik hidup maupun mati. Sedangkan indikator TOI merupakan rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur di rumah sakit. Data mengenai Indikator Kinerja Pelayanan Rumah Sakit di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 dapat dilihat pada Tabel Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Jenis pelayanan kesehatan gigi dan mulut dari tumpatan gigi tetap, tumpatan gigi sulung, pengobatan pulpa/tumpatan sementara, pencabutan gigi tetap, pencabutan gigi sulung, pengobatan periodontal, pengobatan abses, pembersihan karang gigi, prothese lengkap, prothese cekat, orthodonsi dan bedah mulut. GAMBAR X JUMLAH PEMERIKSAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

53 PADA ANAK SD & SETINGKAT KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,5 78,4 1 87,2 84,9 (%) Tahun Sumber: Bidang Pelayanan Kesehatan dan Farmamin, 214 Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa jumlah pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD dan setingkat di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 214 mengalami penurunan menjadi 84,9%. Sedangkan pada tahun sebelumnya jumlah pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD dan setingkat sebesar 87,2%. Menurunnya cakupan ini dikarenakan oleh kurangnya dorongan orangtua untuk mengajak anaknya melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut. C. PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yaitu untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka kematian bayi dan balita serta menurunkan angka kelahiran disamping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan hampir miskin di Puskesmas dan jaringannya, pelayanan kesehatan di rumah sakit serta memberikan perlindungan financial dari pengeluaran kesehatan akibat sakit. Berdasarkan Undang-undang, Kementerian Kesehatan sejak tahun 25 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM (25)atau yang dikenal dengan program Askeskin (25-27) yang kemudian berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sampai dengan sekarang. Pelaksanaan program jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas, transparan, efisien dan efektif. Pelaksanaan program Jamkesmas tersebut merupakan upaya untuk menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang merupakan masa transisi sampai dengan diserahkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai UU SJSN. D. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT 1. Pengendalian Penyakit Polio

54 Polio merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD3I. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit ini umumnya menyerang anak berumur -3 tahun yang ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan. Pada tahun 1988, siding ke-41 WHA (World Health Assembly) telah menetapkan program eradikasi polio secara global (global polio eradication initiative) yang ditujukan untuk mengeradikasi penyakit polio pada tahun 2. Kesesepakatan ini diperkuat dengna siding World Summit for Children pada tahun 1989, dimana Indonesia turut menandatangani kesepakatan tersebut. Eradikasi polio yaitu apabila tidak ditemukan virus Polio liar indigenous selama 3 tahun berturut-turut di suatu region yang dibuktikan dengan surveilans AFP yang sesuai standar sertifikasi. Dasar peemikiran Eradikasi Polio adalah: a. Manusia satu-satunya reservoir dan tidak ada longterm carrier pada manusia. b. Sifat virus Polio yang tidak tahan lama hidup dilingkungan. c. Tersedianya vaksin yang mempunyai efektifitas >9% dan mudah dalam pemberian. d. Layak dilaksanakan secara operasional. Salah satu strategi yang dilakukan untuk mencapai eradikasi polio yaitu melaksanakan surveilans AFP sesuai dengan standar sertifikasi. Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh akut pada anak usia <15 tahun yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit polio. Tujuan surveilans AFP antara lain mengidentifikasi daerah beresiko terjadinya transmisi virus Polio liar, memantau perkembangan program Eradikasi Polio dan membuktikan Indonesia bebas polio. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi polio. Upaya tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi terhadap kasus AFP. Untuk mencari kemungkinan adanya virus Polio liar, perlu dilakukan pemeriksaan specimen tinja yang adekuat. Semakin besar persentase pemeriksaan specimen yang adekuat, maka semakin baik surveilans AFP tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anamba tahun 214 tidak ditemukannya penyakit polio pada anak <15 tahun. Data tersebut dapat dilihat Tidak ditemukannya penyakit polio di Kabupaten Kepulauan Anambas didukung dengan tercapainya imunisasi polio sebesar 98,2%. 2. Pengendalian TB Paru Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Tuberculosis, yang menluar melalui droplet penderita TB. TB Paru merupakan salah satu penyakit yang masuk dalam pengendalian Millenium Development Goals (MDG s) yang memiliki tujuan dibidang kesehatan, diantaranya adalah: a. Menurunkan insidens TB Paru pada tahun 215; b. menurunkan prevalensi TB Paru dan angka kematian akibat TB Paru menjadi setengahnya pada tahun 215 dibandingkan tahun 199; c. sedikitnya 7% kasus TB Paru BTA+ terdeteksi dan dobati melaui program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO); d. sedikitnya 85% tercapai Succes Rate (SR). DOTS merupakan strategi penyembuhan TB Paru jangka pendek yang menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB paru agar mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan ketentuan dan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS direkomendaikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB Paru, karena menghasilkan angka

55 kesembuhan yang tinggi yaitu mencapai 95% sehingga proses penyembuhan TB Paru dapat berlangsung secara cepat. a. Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di Antara Suspek yang Diperiksa Upaya Pemerintah dalam menanggulangi TB Paru setiap tahunnya semakin menunjukkan kemajuan. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya jumlah penderita yang ditemukan dan disembuhkan setiap tahun. GAMBAR X PERSENTASE ANGKA PENEMUAN KASUS TB PARU BTA+ KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN % ,5 23,3 16,6 Siantan Siantan Timur Siantan Selatan Jemaja Timur Siantan Tengah Kab. Kep. Anambas Palmatak Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Jemaja Berdasarkan gambar diatas, persentase angka penemuan kasus TB Paru BTA+ di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 adalah sebesar 44,5%. Jika dilihat dari target pencapaian program mencapai 1% berarti angka penemuan kasus TB Paru BTA+ belum mencapai target. Sementara itu, ada 2 (dua) kecamatanyang memiliki capaian terendah yaitu Kecamatan Jemaja sebesar 16,6% dan Kecamatan Palmatak 23,3%. b. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+ (Case Detection Rat/CDR) dan Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate/SR) Case Detection Rate atau angka penemuan kasus TB Paru BTA+ menggambarkan proporsi antara penemuan TB Paru BTA+ terhadap jumlah perkiraan kasus TB Paru. Indikator lain yang digunakan dalam upaya pengendalian TB adalah Succes Rate atau angka keberhasilan pengobatan. GAMBAR X

56 PERSENTASE KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,6 79,5 66,6 66,6 63,6 6 (%) 4 2 Siantan Timur Siantan Selatan Siantan Tengah Siantan Kab. Kep. Anambas Palmatak Jemaja Timur Jemaja Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Pada gambar diatas menunjukkan bahwa persentase keberhasilan pengobatan TB Paru di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 sebesar 79,5%. Sementara itu, capaian target Renstra tahun 214 adalah sebesar 75%. Hal ini berarti persentase keberhasilan pengobatan TB Paru di Kabupaten Kepulauan Anambas mencapai target. Disamping itu, ada beberapa kecamatan yang tidak mencapai target, diantaranya adalah Kecamatan Jemaja sebesar 63,6%, Kecamatan Palmatak sebesar 66,6% dan Kecamatan Jemaja Timur sebesar 66,6%. 3. Pengendalian Penyakit ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. Hal ini dapat dilihat melalui hasil survey mortalitas subdit ISPA pada tahun 25 di 1 provinsi, diketahui bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada bayi dan anak balita di Indonesia, yaitu sebesar 22,3% dan 23,6% dari seluruh kematian bayi dan anak balita. Studi mortalitas pada Riskesdes 27 menunjukkan bahwa proporsi kematian pada bayi karena pneumonia sebesar 23,8% dan pada anak balita sebesar 15,5%. Pneumonia adalah penyakit yang disebabkan kuman pneumococcus, staphylococcus, streptococcus, dan virus. Gejala penyakit pneumonia yaitu menggigil, demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Program Pengendalian Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu Pneumonia dan bukan Pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu Pneumonia Berat dan Pneumonia Tidak Berat. Penyakit batuk pilek seperti rhinitis, faringitis, tonsillitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya di golongkan sebagai Bukan Pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini adalah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang ditemukan harus ditatalaksana sesua standar, dengan demikian angka penemuan kasus pneumonia juga menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA.

57 GAMBAR X CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA PADA BALITA DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 2,5 2,3 2,3 2 1,5 (%) 1,5 1,2,9,5 Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Berdasarkan gambar diatas, rata-rata cakupan penemuan penderita pneumonia pada balita di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 sebesar,9%. Sementara itu, ada beberapa kecamatan yang tidak ditemukannya kasus pneumonia pada balita, diantaranya adalah Kecamatan Siantan Timur, Siantan Selatan dan Jemaja Timur. 4. Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS dan PMS HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquarired Immunodefiency Syndrome) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV Positif dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counseling and Testing (VCT), sero survey dan Surveri Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP). Upaya pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV dan AIDS disamping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini yang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Upaya penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV dan AIDS terhadap darah donor, pemantauan pada kelompok beresiko penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti Wanita Penjaja Seks (WPS), penyalahguna NAPZA dengan suntikan (IDUs), penghuni Lapas (Lembaga Permasyarakatan) atau sesekali dilakukan penelitian pada kelompok beresiko rendah seperti ibu rumah tangga dan sebagainya. TABEL X PENEMUAN KASUS HIV & AIDS MENURUT KELOMPOK UMUR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214

58 No Kelompok Umur HIV AIDS Penderita AIDS Meninggal 1. 4 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Sumber: Klinik VCT Kabupaten Kepulauan Anambas, 214 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelompok umur yang terkena HIV dan AIDS, bahkan terdapat juga penderita AIDS yang meninggal. Pada kelompok umur 4 tahun terdapat 1 penderita HIV, kelompok umur 5-14 tahun juga terdapa 1 penderita HIV dan 1 penderita AIDS yang meningal, sedangkan untuk kelompok umur tahun terdapat 6 penderita HIV dan 6 penderita AIDS serta 3 penderita AIDS yang meninggal. 5. Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular oleh virus Dengue yang menyerang sistem peredaran darah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus tersebut dibawa oleh nyamuk dari darah orang yang telah terinfeksi sebelumnya lalu mentransmisikan kepada orang yang sehat setelah masa inkubasi virus Dengue selama 8-1 hari di dalam nyamuk tersebut. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa di Indonesia. Upaya pemberantasan DBD terdiri dari peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans vector, diagnosis dini dan pengobatan dini, peningkatan upaya pemberantasan vector penular penyakit DBD. Upaya pemberantasan vector ini yaitu dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan pemeriksaan jentik berkala. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). 6. Pengendalian Penyakit Malaria Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium melalui nyamuk betina Anopheles. Penanganan penyakit Malaria masuk penanganan masalah global dalam Millenium Development Goals (MDG s). Kejadian penyakit malaria dan terjadinya Kejadian Luar Biasa malaria di Indonesia sangat berkaitan erat dengan beberapa hal berikut ini: a. Adanya perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukan nyamuk penular malaria b. Mobilitas penduduk yang cukup tinggi. c. Perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang dari musim kemarau. d. Krisis ekonomi yang berkepanjangan memberikan dampak pada daerah-daerah tertentu dengan adanya masyarakat yang mengalami gizi buruk sehingga lebih rentan untuk terserang malaria. e. Tidak efektifnya pengobatan karena resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin dan meluasnya daerah resisten. f. Menurunnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap upaya penanggulangan malaria secara terpadu. a. Persentase Penderita Malaria yang Diobati Persentase penderita malaria yang diobati merupakan persentase penderita malaria yang diobati sesuai pengobtan standar dalam kurun waktu satu tahun dibandingkan dengan

59 tersangka malaria atau positif malaria yang datang ke sarana pelayanan kesehatan. Pengobatan malaria harus dilakukan secara efektif. Pemberian jenis obat harus benar dan cara meminumnya harus tepat waktu yang sesuai dengan acuan program pengendalian malaria. Pengobatan efektif adalah pemberian ACT (Artemicin-based Combination Therapy) pada 24 jam pertama pasien panas dan obat harus diminum habis dalam 3 hari. b. Pencapaian Pemeriksaan Sediaan Darah (Konfirmasi Laboratorium) Berdasarkan cakupan konfirmasi laboratorium belum semua suspek malaria dilakukan pemeriksaan sediaan darahnya. GAMBAR X CAKUPAN PEMERIKSAAN SEDIAAN DARAH POSITIF MALARIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) ,22 25,9 23,1 2,7 2 13,4 7,8 Jemaja Timur Siantan Timur Siantan Selatan Kab. Kep. Anambas Siantan Palmatak Siantan Tengah Jemaja Kecamatan Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Pada gambar diatas, cakupan pemeriksaan sediaan darah yang positif malaria di Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 25,9%. Pencapaian tertinggi dalam pemeriksaan sediaan darah adalah Kecamatan Jemaja Timur mencapai 1%, sedangkan capaian terendah terdapat di Kecamatan Jemaja hanya mencapai 7,8%. GAMBAR X CAKUPAN ANGKA KESAKITAN AKIBAT MALARIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214

60 2 16,8 15,8 16,1 15 1,4 11,3 (%) Tahun Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Angka kesakitan akibat malaria di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami peningkatan sebesar 11,3%. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya sebesar 1,4%. 7. Pengendalian Penyakit Kusta Kusta atau Lepra (leprosy) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae. Penyakit tersebut sering menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia dalam jangka panjang yang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kasus yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan penderita menjadi cacat baik pada kulit, anggota gerak, hingga kerusakan saraf. Penularan kusta secara pasti belum diketahui. Sebagian besar ahli berpendapat bahwa kusta dapat menular melalui udara dan dengan adanya kontak kulit dengan kulit penderita yang berlangsung lama. Kusta yang menular adalah kusta tipe basah yang belum mendapat pengobatan, dimana masa inkubasiny aberlangsung lama yaitu rata-rata 2-5 tahun bahkan bisa mencapai 4 tahun. Namun, penyakit ini bisa disembuhkan tergantung dari tipe penyakit dan cepatnya penemuan. Ada dua penyakit jenis kusta yaitu Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Jenis PB memerlukan waktu pengobatan 6 bulan, sedangkan MB memerlukan waktu pengobatan 12 bulan. Bila kasus ditemukan masih dalam keadaan dini maka pengobatannya mudah dan sembuh tanpa cacat fisik. Penyakit kusta timbul karena masyarakat kurang memperhatikan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan. Melalui pola hidup sehat, penyakit ini bisa dihindari. TABEL X CAKUPAN PENEMUAN KASUS BARU (NCDR) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

61 14 12, ,89 (%) 8 6 5,33 6, , Tahun Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Pada gambar diatas, NCDR per 1. penduduk menunjukkan peningkatan, yaitu dari 6,71% pada tahun 212 menjadi 12,89% pada tahun 214. Hal ini berarti terjadinya peningkatan kasus baru kusta di Kabupaten Kepulauan Anambas. 8. Pengendalian Penyakit Filariasis Filariasis (Kaki Gajah) adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria, yang terdiri dari 3 (tiga) spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia Timori. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya dan menginfeksi jaringan limfe (getah bening), dimana di dalam tubuh manusia cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkkan di kaki, tungkai, payudara, lengan, dan organ genital. Pada tahun 214 tidak ditemukannya penyakit filariasis di Kabupaten Kepulauan Anambas. Untuk data dan informasi yang lebih rinci bisa dilihat pada Tabel Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Penyakit jantung merupakan kondisi dimana jantung tidak mampu bekerja dengan maksimal atau bekerja dengan baik. Ruang lingkup pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) yang menjadi tanggung jawab Subdirektorat Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Ditjen PPPL meliputi hipertensi essensial, penyakit ginjal hipertensi, penyakit jantung hipertensi, stroke gagal jantung, Penyakit Jantung Koroner (PJK), kardiomipathy, penyakit jantung rheumatic, penyakit jantung bawaan dan infark miocard akut. Prioritas program pengendalian tahun 21 memperhatikan pada pengendalian faktor risiko PJPD berbasis masyarakat, deteksi dini, dan jejaring kerja dengan tahapan kegiatan sebagai berikut : 1. Penyusunan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK). Sampai dengan tahun 21, NSPK yang telah disusun berupa: a. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 854/MENKES/SK/IX/29 Tentang Pedoman Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 853/MENKES/SK/IX/29 Tentang JejaringKerja Nasional c. Buku pedoman Pengendalian Hipertensi pada Ibu Hamil d. Buku Deteksi Dini Faktor Risiko penyakit Jantung dan pembuluh Darah. 2. Pengembangan SDM yang terdiri dari Training of Trainers (TOT) di 15 wilayah, dan kalakarya di lokasi pelaksanaan bimbingan teknis dan sosialisasi.

62 Penderita 3. Penyediaan alat stimulan berupa masscrening yang terdiri dari timbangan badan, alat ukur tinggi badan, lingkar pinggang, tekanan darah, cardiochek, dan EKG yang didistribusikan ke 17 provinsi dan 36 kabupaten/kota. 4. Surveilans Epidemiologi. Kegiatan ini berupa penemuan dan tata laksana penyakit jantung dan pembuluh darah. Salah satu kegiatan pokok pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yaitu penemuan dan tatalaksana yang dilaksanakan melalui deteksi dini faktor risiko. 5. Pengendalian faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah berbasis masyarakat melalui peningkatan pemberdayaan peran serta masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan melatih kader-kader Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) di 17 provinsi dan 36 kabupaten/kota. 6. Jejaring kerja berdasarkan faktor risiko PJPD. Kegiatan ini dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan lintas sektor, lintas program dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Salah satu penyebab penyakit jantung adalah tekanan darah tinggi (hipertensi).tekanan darah tinggi yang berlangsung lama dapat menyebabkan penyakit jantung, dimana hipertensi dapat melukai dinding arteri dan memungkinkan kolesterol LDL memasuki saluran arteri dan meningkatkan penimbunan plak. TABEL X CAKUPAN PENDERITA TEKANAN DARAH TINGGI (HIPERTENSI) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN Palmatak Jemaja Timur Siantan Jemaja Siantan Tengah Siantan Timur Siantan Selatan Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Pada tahun 214, hipertensi berada di urutan pertama dari 1 penyakit terbesar yang tidak menular di Kabupaten Kepulauan Anambas dengan jumlah 1.41 penderita. Sedangkan di Kecamatan, penderita hipertensi terbanyak terdapat di Kecamatan Palmatak yaitu sebanyak 62 penderita. 1. Pengendalian Penyakit Kanker Program pengendalian penyakit kanker dilakukan untuk semua jenis kanker, tetapi yang di prioritaskan pada saat ini adalah dua kanker yang tertinggi di Indonesia yaitu kanker leher rahimdan kanker payudara. Kegiatan yang dilakukan meliputi pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer dilakukan melalui pengendalian faktor risiko dan

63 peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi. Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan melalui deteksi dini dan tatalaksana yang dilakukan di Puskesmas dan rujukan ke rumah sakit. Deteksi dini kanker leher rahim menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan krioterapi untuk IVA (lesi pra kanker leher rahim) positif, sedangkan deteksi dini kanker payudara menggunakan metode Clinical Breast Examiniaton (CBE). Pencegahan tersier dilakukan melalui perawatan paliatif dan rehabilitative di unit-unit pelayanan kesehatan yang menangani kanker dan pembentukan kelompok survivor kanker di masyarakat. Selain itu, dilakukan juga pengembangan registrasi kanker sebagai suatu sistem surveilans dengan menggunakan software SriKanDI (Sistem Registrasi Kanker di Indonesia) didki Jakarta sebagai model, yang akan dikembangkan ke daerah lain di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian penyakit kanker antara lain: 1. Pencegahan dan pengendalian faktor risiko. Sampai dengan tahun 21 telah disusun Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker yang menjadi acuan bagi petugas kesehatan dan berbagai pihak yang terlibat dalam pengendalian kanker. Pengendalian faktor risiko kanker juga dilakukan dengan memberikan konseling dan penyuluhan bagi perempuan yang melakukan deteksi dini kanker leher rahim dan payudara di Puskesmas. 2. Penemuan dan tatalaksana kasus Program deteksi dini dan tatalaksana yang dilakukan masih diprioritaskan pada 2 kanker tertinggi di Indonesia yaitu kanker payudara dan kanker leher rahim. Program ini dimulai sejak tahun 27 dan telah dicanangkan sebagai program nasional yang dicanangkan oleh Ibu Negara pada 21 April 28. Program tersebut dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dan Female Cancer Program (FCP). 3. Peningkatan surveilans epidemiologi Dalam upaya meningkatkan kualitas surveilans epidemiologi penyakit kanker, agar diperoleh data kanker yang valid dan tidak ada duplikasi pencatatan di masyarakat, maka dikembangkan modeling registrasi kanker berbasis populasi di DKI Jakarta. Program tersebut akan dikembangkan ke daerah lain di Indonesia. Sampai tahun 21, registrasi di DKI Jakarta telah dilaksanakan di 79 rumah sakit, 2 klinik, 9 laboratorium patologi, dan 34 Puskesmas kecamatan yang membawahi 31 Puskesmas kelurahan. 4. Peningkatan jejaring kerja dan kemitraan Dalam mengembangkan program pengendalian kanker di Indonesia, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan lintas sektor terkait, pemerintah daerah, organisasi profesi, LSM dalam dan luar negeri, dan pihak-pihak lainnya. Kerjasama ini diantaranya diwujudkan dalam penyusunan rencana kerja 5 tahun (21-214), yaitu Indonesian Cancer Control Program (ICCP) yang disusun dari rencana kerja semua pihak yang diintegrasikan. Rencana kerja tersebut meliputi aspek pencegahan, deteksi dini, diagnosis dan pengobatan, pelayanan paliatif, surveilans epidemiologi, riset/penelitian, support dan rehabilitasi. Rencana kerja ini diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun rencana kegiatan pengendalian kanker di masing-masing daerah. 11. Pengendalian Penyait Diabeter Mellitus dan Penyakit Metabolik Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Secara etiologi DM dapat dibagi menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, DM dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain. DM merupakan salah satu penyebab utama kematian yang disebabkan oleh karena pola makanan/nutrisi, perilaku tidak sehat, kurang aktifitas fisik dan stress. Penyakit ini menjadi

64 faktor penyebab kematian yang cukup banyak karena sangat mudah menimbulkan penyakit komplikasi yang lain seperti hipertensi dan gagal ginjal. Ruang lingkup pengendalian penyakit diabetes melitus dan penyakit metabolik yang ditangani oleh Subdirektorat Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik adalah diabetes melitus, obesitas, gangguan kelenjar tiroid, dislipidemia, gangguan metabolism kalsium, gangguan sekresi korteks adrenal, dan gangguan kelenjar hipotalamus. Diabetes melitus disebabkan oleh pola makan/nutrisi, kebiasaan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, dan stress. Tujuan program pengendalian diabetes mellitus dan penyakit metabolic adalah terselenggaranya peningkatan kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular dengan melibatkan pengelola program pusat, daerah, UPT, lintas program, lintas sector, organisasi profesi, LSM dan asyarakat, Kegiatan pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik yang telah dilaksanakan terdiri dari pokok-pokok kegiatan yakni sebagai berikut. 1. Penyusunan pedoman 2. Peningkatan kapasitas SDM 3. Menjalin kemitraan Penyakit ini menjadi faktor penyebab kematian yang cukup banyak karena sangat mudah menimbulkan penyakit komplikasi yang lain seperti hipertensi dan gagal ginjal. Di Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 214, penyakit Diabetes Mellitus berada di urutan ke-5 (lima) pada 1 (sepuluh) terbesar penyakit tidak menular setelah stroke dan cedera akibat lain. E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Upaya perbaikan gizi masyarakat dimaksud untuk menangani permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Permasalahan gizi yang sering dijumpai seperti anemia gizi besi, kekurangan vitamin A dan gangguan akibat kekurangan yodium. 1. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil (Fe) Anemia gizi adalah rendahnya kadar Haemoglobin dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pementukan Hb tersebut. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan II atau <1 gr% pada trimester II. GAMBAR X CAKUPAN IBU HAMIL YANG MENDAPATKAN TABLET Fe3 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

65 (%) ,8 78,6 71,9 63,9 61, Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan gambar diatas, cakupan ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe3 di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami peningkatan, yaitu 61,1% pada tahun 213 menjadi 94,8% pada tahun 214. GAMBAR X CAKUPAN IBU HAMIL YANG MENDAPATKAN TABLET Fe3 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN , ,8 94,8 93,6 89,7 84, (%) Siantan Siantan Tengah Kab. Kep. Anambas Jemaja Timur Palmatak Jemaja Siantan Timur Siantan Selatan Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Cakupan pemberian tablet penambah darah (Fe3) di Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 214 mencapai rata-rata 94,8%. Kecamatan yang memiliki capaian tertinggi adalah Kecamatan Siantan yaitu sebesar 119,8% dan capaian terendah adalah Kecamatan Siantan Selatan sebesar 64%. Cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil berhubungan erat dengan antenatal care (ANC), terutama pada kunjungan keempat (K4). Dimana salah satu kriteria K4 adalah ibu hamil mendapatkan tablet Fe sebanyak 9 tablet yang diindikasikan dengan besarnya cakupan Fe3. Oleh karena itu, cakupan Fe3 lebih besar atau sama dengan besarnya cakupan

66 K4. Pada tahun 214, cakupan pelayanan K4 di Kabpaten Kepulauan Anambas sebesar 94,8%. Berarti cakupan ini sama dengan cakupan pelayanan K4 pada ibu hamil. 2. Pemberian Kapsul Vitamin A Vitamin A merupakan zat gizi penting bagi manusia terutama kesehatan mata. Selain itu, vitamin A juga dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Anak-anak yang cukup mendapatkan vitamin A tidak mudah terkena penyakit seperti diare, campak atau penyakit infeksi lainnya. Tujuan pemberian kapsul Vitamin A adalah untuk menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan vitamin A (KVA) pada balita. Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar diseluruh dunia terutama di Negara berkembang dn dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan-4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang. Kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pada masyarakat apabila cakupannya tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul A biru dengan dosis 1. SI yang diberikan pada bayi berumur 6-11 bulan dan kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 2. SI yang diberikan pada anak umur bulan yang diberikan pada bulan Februari dan Agustus setiap tahunnya. Selain itu, ibu nifas juga diberikan kapsul Vitamin A dengan dosis 2. SI, sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI. GAMBAR X CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA BALITA (6-59 BULAN) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN % ,8 41 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan gambar diatas, cakupan pemberian vitamin A pada balita di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami peningkatan, yaitu 75,4% pada tahun 213 menjadi 82,3% pada tahun 214. Walaupun adanya peningkatan, maka masih perlu melakukan upaya untuk meningkatkan cakupan pemberian kapsul vitamin A. Upaya tersebut antara lain melalui peningkatan integrasi pelayanan kesehatan anak, sweeping pada daerah yang cakupannya masih rendah dan kampanye pemberian kapsul vitamin A. 81,6 75,4 82, Tahun

67 GAMBAR X CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA IBU NIFAS MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,6 4 91,5 9,5 88,3 79,6 74,3 71,7 62,5 2 Siantan Kab. Kep. Anambas Palmatak Jemaja Timur Jemaja Siantan Tengah Siantan Timur Siantan Selatan Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Pada tahun 214, Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki cakupan pemberian vitamin A pada ibu nifas sebesar 91,5%. Capaian tertinggi pada cakupan ini terdapat di Kecamatan Siantan yaitu sebesar 118,6% dan capaian terendah adalah Kecamatan Siantan Selatan sebesar 62,5%. 3. Cakupan Pemberian ASI Ekslusif ASI Eksklusif merupakan air susu ibu yang diberikan kepada bayi sejak baru lahir sampai berumur 6 bulan tanpa makanan tambahan apapun termasuk air putih. Pemberian ASI Eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya 6 bulan dan setelah bayi berumur 6 bulan dilanjutkan dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya. GAMBAR X CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI (-6 BULAN) DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,5 5 4 % 3 26,2 24,7 21, , Tahun

68 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Pada tahun 214, cakupan pemberian ASI Ekslusif pada bayi (-6 bulan) di Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 21,2%. Cakupan ini tidak mencapai target Renstra tahun 214 yang telah ditetapkan yaiutu 8%. Capaian cakupan ini menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 24,7% pada tahun 213 menjadi 21,2% pada tahun 214. Rendahnya cakupan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah masih banyaknya pemasaran susu formula untuk bayi -6 bulan yang tidak ada masalah medis, kurangnya dorongan ibu untuk memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya, masih terbatasnya tenaga konselor ASI dan belum maksimalnya kegiata edukasi, sosialisasi, advokasi dan kampanye terkait pemberian ASI Ekslusif. 4. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S) Cakupan penimbangan balita di Posyandu (D/S) merupaka indikator yng berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi serta penanganan prevalensi gizi kurang pada balita. Semakin tinggi cakupan D/S, maka semakin tinggi pula cakupan vitamin A, semakin tinggi cakupan imunisasi dan diharapkan semakin rendah prevalensi gizi kurang. Masalah gizi buruk mempunyai dimensi yang sangat luas terhadap penurunan kualitas sumberdaya manusia. Gizi buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan tingkat kecerdasan anak, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak serta menurunkan produktivitas. Gizi buruk secara langsung disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung disebabkan ketersediaan pangan, sanitasi pelayanan kesehatan, pendidikan dan pengetahuan. GAMBAR X CAKUPAN PENIMBANGAN BALITA (D/S) MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Jemaja Timur Siantan Tengah Jemaja Palmatak Kab. Kep. Anambas Siantan Timur Siantan Selatan Siantan 65,5 6,2 53,5 45,4 41, , (%) Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Cakupan penimbangan balita (D/S) di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 sebesar 6,2%. Kecamatan yang memiliki capaian tertinggi adalah Kecamatan Jemaja Timur sebesar 11,9% dan capaian terendah terdapat di Kecamatan Siantan sebesar 41,2%.

69 Per 1. Kelahiran Hidup BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN Derajat Kesehatan merupakan salah satu ukuran kesejahteraan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Beberapa indikator yang digunakan untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah antara lain angka kematian (Mortalitas), angka kesakitan (Morbiditas), dan status gizi. Untuk mendukung keberhasilan pembangunan derajat kesehatan, ada beberapa faktor yang tidak dapat dipisahkan diantaranya ketersediaan sumber daya kesehatan baik sarana, prasarana, maupun tenaga medis, serta faktor-faktor yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. D. MORTALITAS Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya. Angka kematian yang kami uraikan pada bab ini yaitu Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Ibu (AKI). 4. Angka Kematian Balita (AKABA) Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1. kelahiran hidup. Pada tahin 214 di Kabupaten Kepulauan Anambas terdapat 2 kematian balita dari 1.41 kelahiran hidup, atau dengan kata lain Angka Kematian Balita di Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 19 kematian bayi dari 1. kelahiran hidup, sedangkan sasaran MDG s untuk Angka Kematian Balita adalah 32 per 1. kelahiran hidup. GAMBAR. ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) PER 1. KELAHIRAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,4 35,1 14,4 33, AKABA 1 5,1 Target MDG's Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 Berdasarkan kurva di atas, diketahui bahwa terjadi penurunan kematian balita dari tahun 213 ke tahun 214, dimana pada tahun 213 terdapat 23 kematian balita dari 683 kelahiran hidup atau sebesar 33 kematian balita per 1. kelahiran hidup. Kurva tersebut juga menunjukkan belum stabilnya penanganan masalah tingginya kematian balita yang ditandai bahwa terdapat peningkatan pada tahun 211, menurun pada tahun 212, kembali meningkat pada tahun 213 dan menurun pada tahun 214. Dengan demikian, perlu adanya peningkatan program dalam rangka menurunkan angka kematian balita yang berkesinambungan, sehingga diharapkan setiap tahunnya angka kematian balita di Kabupaten

70 per 1. kelahiran hidup Kepulauan Anambas akan terus mengalami penurunan. Untuk rincian kematian balita menurut kecamatan, dapat dilihat pada Lampiran Angka Kematian Bayi (AKB) Angka Kematian bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1. kelahiran hidup pada tahun yang sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan baik terhadap kesakitan maupun kematian. Dari 19 kematian balita yang ada, 84.21% atau berjumlah 16 bayi diantaranya merupakan kematian bayi. GAMBAR ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) PER 1. KELAHIRAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN , ,8 24, , , Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 AKB Target MDG's 215 Berdasarkan kurva diatas, diketahui bahwa tren angka kematian bayi pada tahun 214 di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami penurunan, dimana sebelumnya terjadinya peningkatan pada tahun 213. Target MDG s 215 untuk Angka Kematian Bayi sebesar 23 per 1. kelahiran hidup. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi angka kematian bayi diantaranya fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, tingkat pengetahuan/pendidikan masyarakat tentang kesehatan bayi (usia -11 bulan), serta kondisi perekonomian masyarakat dalam rangka perbaikan gizi di keluarga, sehingga akan berpengaruh bagi tumbuh kembang bayi. Untuk rincian kematian bayi menurut kecamatan dapat dilihat pada Lampiran Angka Kematian Ibu (AKI) Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan dan terjatuh. Angka Kematian Ibu merupakan indikator yang menjadi perhatian penting dalam pencapaian MDG s di Kabupaten Kepulauan Anambas. Faktor yang mempengaruhi kematian antara lain status kesehatan ibu selama hamil secara umum, pendidikan ibu tentang kesehatan pada masa hamil hingga nifas, serta pelayanan kesehatan.

71 per 1. kelahiran hidup GAMBAR ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) PER 1. KELAHIRAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN AKI Target MDG's Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 Pada kurva diatas, diketahui bahwa angka kematian ibu dihitung berdasarkan per 1. kelahiran hidup, dimana target MDG s secara nasional untuk tahun 215 mendatang sebesar 12 kematian ibu dalam 1. kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu di Kabupaten Kepulauan Anambas mencapai 96 per 1. kelahiran hidup dengan jumlah? kematian ibu dari 1.41 kelahiran hidup pada tahun 214. Untuk rincian kematian ibu dapat dilihat pada Tabel Lampiran 6. E. STATUS GIZI 2. Status Gizi Balita Salah satu indikator yang menjadi pusat perhatian pemerintah dalam pembangunan kesehatan adalah status gizi pada balita. Status gizi diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB), dan tinggi badan (TB). Adapun indikator antropometri yang digunakan antara lain berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). GAMBAR BALITA DENGAN BERAT BADAN DI BAWAH GARIS MERAH (BGM) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN Balita 8.37% 41 Balita 13.2% Balita 1.11% 83 Balita 4.9% 1 Balita 3.9% Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 Balita dengan berat badan di bawah garis merah yaitu berat badan balita hasil penimbangan yang dititikkan dalam KMS (Kartu Menuju Sehat) dan berada di garis merah. Menurut gambar diatas pada tahun 214 balita dengan berat badan di bawah garis merah

72 dibandingkan tahun 213 sedikit mengalami peningkatan, dimana pada tahun 213 sebanyak 83 balita atau 4.9% dari jumlah balita yang ada, sedangkan pada tahun214 sebanyak 1 balita atau 3,9% dari jumlah seluruh balita yang ada. GAMBAR.. TREN PERSENTASE GIZI BURUK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,4% 1,2% 1,%,8%,6%,4%,2%,% 1,16%,47%,14% % % % Sumber: Bidang Kesga dan Gizi Dinas Kesehatan Kab. Kep. Anambas, 214 Ditinjau dari tahun sebelumnya, persentase kasus gizi buruk mengalami perubahan yang signifikan. Dari tahun 213 lalu sampai tahun 214 persentase gizi buruk dapat ditekan hingga tidak lagi ditemukan kasus gizi buruk di Kabupaten Kepulauan Anambas, melalui pembinaan kepada keluarga tentang pentingnya gizi serta kerjasama dengan sektor terkait yang diharapkan dapat berkelanjutan sampai dengan tahun berikutnya. F. MORBIDITAS Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insiden maupun angka prevalensi dari suatu penyakit. Mobiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat. 5. Pola 1 Penyakit Terbanyak di Unit Pelayanan Kesehatan Pola 1 penyakit terbanyak pada pasien yang diberikan pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit yang dihimpun dari laporan bulanan dapat dilihat pada gambar berikut. GAMBAR. 1 BESAR PENYAKIT TERBANYAK DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN SE KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Infeksi Pernafasan Atas Akut Hypertensi Diare & Gastroenteritis oleh sebab lainya Arthropatiens Gastritis & Duodenitis Penyakit Pada Gaster Infeksi Pernafasan atas lainnya Kelainan Dermatitis, Eksim & Papulosquama Infeksi Pada Pulpa & Jaringan Apikal Multiple Injury

73 Infeksi pernafasan atas akut masih menduduki peringkat pertama pada 1 penyakit terbanyak di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214, yaitu sebanyak kasus. Selanjutnya diikuti dengan Penyakit Hipertensi sebanyak kasus, Diare dan Gastroenteritis oleh sebab lainnya sebanyak 1.3 kasus dan Arthropatiens sebanyak kasus. 6. Penyakit Menular f. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang menular melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang masuk dalam pengendalian Millenium Development Goals 215 bersama dengan HIV/AIDS dan Malaria. Tahun 214, penderita TB Paru berjumlah 57 penderita dengan Angka Penemuan Kasus/CNR (Case Notification Rate)sebesar 122,54 per 1. penduduk. Menurut jenis kelamin 58% seluruh kasus TB diderita oleh laki-laki dengan jumlah 33 penderita, sedangkan 42% diderita oleh perempuan dengan jumlah 24 penderita. Angka ini lebih rendah dibanding tahun 213 dimana penderita TB berjumlah 74 penderita dengan perevalensi 165 per 1. penduduk. Penderita TB lebih banyak ditemukan di Kecamatan Siantan, dengan jumlah 2 penderita. Sedangkan TB Paru BTA (+) yang ditemukan pada tahun 214 berjumlah 5 penderita, dengan Angka Penemuan Kasus/CNR (Case Notification Rate) TB BTA (+) sebesar 17,49 %. Menurut jenis kelamin, 62 % TB Paru BTA (+) diderita oleh laki-laki dengan jumlah 31 penderita, 38 % diderita oleh perempuan dengan jumlah 19 penderita. Pada TB Paru BTA (+) yang ditemukan dan diobati pada tahun 214 dari 49 penderita, 35 diantaranya diderita oleh laki-laki dan 14 penderita adalah perempuan, dengan perbandingan 1 penderita perempuan terdapat 2 penderita TB Paru BTA (+) laki-laki. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penderita TB Paru BTA (+) laki-laki mengalami penurunan, dimana pada tahun 213 penderita TB Paru BTA (+) laki-laki berjumlah 47, sedangkan perempuan berjumlah 27 dengan Angka Penemuan Kasus (CDR) 64,31 %. Menurut kelompok umur penderita TB BTA (+) 37 penderita, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada kelompok umur tahun yaitu sebesar 62.1% dengan jumlah 23 penderita, diikuti kelompok umur tahun sebesar 32.4% dengan jumlah 12 penderita, sedangkan umur 65 tahun ke atas yaitu sebesar 5.4% dengan jumlah 2 penderita. Proporsi pasien baru TB BTA (+) di antara semua kasus adalah persentase pasien baru TB BTA (+) diantara semua pasien TB Paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular di antara seluruh pasien TB paru yang diobati. Angka ini diharapkan tidak lebih rendah dari 65%, apabila proporsi pasien baru TB BTA (+) dibawah 65% maka hal itu menunjukkan mutu diagnosis yang rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien TB BTA positif). GAMBAR PROPORSI PENDERITA TB BTA (+) MENURUT UMUR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214

74 2 penderita 12 penderita 23 penderita tahun tahun 65 tahun keatas Proporsi Kasus TB Anak Proporsi kasus TB anak adalah persentase pasien TB anak umur -14 tahun di antara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Tahun 214 kasus TB anak -14 hanya 1 kasus atau 2% diantara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini lebih rendah dibanding tahun 213, dimana terdapat 19 kasus atau 26% diantara seluruh pasien TB tercatat. Angka Notifikasi Kasus atau Case Notification Rate (CNR) Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 1. penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) sebagar strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagar strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif, yang terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu (1) Komitmen politis, (2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, (3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan, (4) Jaminan ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang bermutu, dan (5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. g. HIV/AIDS HIV / AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquarired Immunodefiency Syndrome) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Dari Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas, sudah pernah melaksanakan skrining HIV bersama dengan Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau di beberapa tempat yang beresiko terjadinya penularan HIV. Pada tahun 214 kasus HIV sebanyak 8 kasus, 75% atau 6 kasus berjenis kelamin laki-laki sedangkan 25% atau 2 kasus berjenis kelamin perempuan. Untuk kasus AIDS pada tahun 213 dan tahun 214 sebanyak 6 kasus, 66.67% atau 4 kasus berjenis kelamin laki-laki sedangkan 33.33% atau 2 kasus berjenis kelamin perempuan.

75 Dibandingkan tahun 213, jumlah kasus HIV mengalami penurunan dimana kasus HIV sebanyak 9 kasus, 77.78% atau 7 kasus berjenis kelamin perempuan sedangkan 22.22% atau 2 kasus berjenis kelamin laki-laki. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 11. h. Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit pneumonia ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, maupun terserap bahan kimia yang beracun. Pada tahun 214 pusat perhatian penanganan pneumonia yaitu pada anak Balita. Pneumonia pada tahun 213 yang ditemukan dan ditangani sebanyak 12 kasus, atau sebesar 2,1% dari perkiraan penderita. Sedangkan pada tahun 214 Pneumonia pada Balita yang ditemukan dan ditangani sebanyak 6 kasus, atau sebesar,99 % dari perkiraan penderita. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. GAMBAR PERSENTASE CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN PNEMONIA BALITA DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN , % 1,5 %.99% 1.5%,5.2%.% Dari grafik tersebut diatas, terlihat bahwa cakupan penanganan dan penemuan penderita pneumonia masih rendah, akan tetapi jika dibandingkan tahun 213 pneumonia pada balita penderita ditemukan dan ditangani di tahun 214 ini mengalami penurunan. Perlu adanya peningkatan pengetahuan masyarakat khususnya orang tua tentang bahaya pneumonia pada bayi dan balita, serta peningkatan kapasitas tenaga kesehatan tentang tatalaksana pneumonia. i. Kusta Kusta atau Lepra adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Leprae. Kasus yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan penderita menjadi cacat baik pada kulit, anggota gerak, hingga kerusakan saraf. Tahun 2, Indonesia telah berhasil mencapai status eliminasi yang didefinisikan sebagai pencapaian jumlah penderita terdaftar kurang dari 1 kasus per 1. penduduk. Dengan demikian, sejak tahun tersebut kusta bukan lagi menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia maupun di dunia. Namun demikian, pelacakan dan tatalaksana kasus tetap harus dilaksanakan sebaik-baiknya. GAMBAR ANGKA PREVALENSI DAN PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (NCDR) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

76 per 1. penduduk ,89 8,89 6,71 NCDR 5,33 Prev 2,26,53,89 1,13,67 2, Tahun 214, terdapat 6 penderita kusta yang terdiri dari penderita kasus tipe Pausi Basiler (Kusta Kering) dengan jenis kelamin penderita perempuan, sedangkan New Case Detection Rate (NCDR) sebesar 12,89 per 1. penduduk. Dibandingkan tahun 213 jumlah penderita kusta di tahun 214 mengalami peningkatan, tahun 213 terdapat 3 penderita kusta yang terdiri dari 1 penderita kasus tipe Pausi Basiler dengan jenis kelamin laki-laki, dan 2 penderita kasus tipe Multi Basiler jenis kelamin perempuan dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 6,71 per 1. penduduk. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI menetapkan 33 provinsi di Indonesia ke dalam 2 kelompok beban kusta, yaitu provinsi dengan beban kusta tinggi (high endemic) dan beban kusta rendah (low endemic). Provinsi dengan high endemic jika NCDR > 1 per 1. penduduk atau jumlah kasus baru lebih dari 1., sedangkan low endemic jika NCDR < 1 per 1. penduduk atau jumlah kasus baru kurang dari 1. kasus. Dengan demikian, pada gambar tersebut di atas terlihat bahwa Kabupaten Kepulauan Anambas masuk dalam beban kusta rendah (low endemic). Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 14. j. Diare Di Kabupaten Kepulauan Anambas, diare masih menjadi masalah kesehatan dimana kasus ini menempati urutan ke 3 dalam 1 penyakit terbesar tahun 214 dengan tidak ditemukan penderita yang meninggal. Cakupan penemuan dan penanganan penderita diare tahun 214 mengalami peningkatan dari 63,2% pada tahun 213 menjadi 8,%. Perlu penguatan sistem surveilans diare dalam melakukan pelacakan kasus di lapangan serta penanganannya. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 13. GAMBAR.. TREND CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN DIARE KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,% 8,% 7,% 6,% 5,% 4,% 3,% 2,% 1,%,% 81,2% 8,9% 8,% 74,1% 63,2% 53,2%

77 7. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD31) e. Tetanus Neonatorum Tetanus Neonatorum (TN) adalah penyakit yang disebabkan oleh basil Clostridium Tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Sasaran dari penyakit ini adalah bayi baru lahir dengan pemotongan tali pusat yang tidak steril. Sejak tahun 21, kasus Tetanus Neonatorum tidak pernah ditemukan di Kabupaten Kepulauan Anambas, yang didukung juga tenaga pelayanan kesehatan yang tersedia hingga di pedesaan. f. Campak Penyakit Campak disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus dengan cara penularan melalui droplet di udara. Pada umumnya, penyakit campak lebih banyak menyerang anak-anak usia pra sekolah dan usia SD. Namun demikian, anak yang sudah pernah menderita campak maka secara otomatis ia telah mendapatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya. Pada tahun 214, jumlah penderita campak berjumlah 46 orang dan tidak ditemukan penderita meninggal sejak tahun 21 hingga sekarang. Jumlah kasus pada tahun ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berjumlah 2 kasus pada tahun 213. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2. GAMBAR.. JUMLAH KASUS PENEMUAN CAMPAK KABUPATEN KELULAUAN ANAMBAS TAHUN Dari grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah kasus campak di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami peningkatan dengan 46 kasus, karena belum semua desa di Kabupaten Kepulauan Anambas masuk dalam katagori desa UCI (Universal Child Immunisation), hal ini disebabkan Kabupaten Kepulauan Anambas masih dalam proses pemekaran, tenaga kesehatan belum sampai ke desa-desa dan pelaksanaan imunisasi masih dilakukan di puskesmas tarempa. Kabupaten Kepualauan Anambas terdiri dari beberapa pulau yang sangat dipengaruhi cuaca untuk menuju ke puskesma tarempa dan melakukan imunisasi campak, apabila cuaca buruk maka orang tua enggan membawa anak mereka untuk melakukan imunisasi campak. Sedangkan tahun 214 Case Fatality Rate atau tidak ditemukan penderita campak yang meninggal. g. Difteri Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae yang menyerang sistem pernafasan bagian atas. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak usia 1-1 tahun. Jumlah kasus difteri di Kabupaten Kepulauan Anambas berjumlah kasus. Hal ini

78 per 1. pendudduk juga didukung dengan program Imunisasi khususnya DPT-HB dalam rangka menekan terjadinya kasus difteri. h. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut) Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem saraf dimana dapat membuat penderita mengalami kelumpuhan. Acute Flaccid Paralysis (AFP) merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan. Non Polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus Polio sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus Polio. Kementerian Kesehatan menetapkan kasus Non Polio AFP ditemukan minimal 2 dari 1. penduduk berusia dibawah 15 tahun. Sejak tahun 21, kasus AFP di Kabupaten Kepulauan Anambas tidak pernah ditemukan. 8. Penyakit Bersumber Binatang Terdapat beberapa penyakit yang penularannya bersumber dari binatang. Penyakit bersumber dari binatang yang akan dijelaskan dibawah ini antara lain Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, dan Rabies. e. Malaria Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium melalui nyamuk betina Anopheles, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Penanganan penyakit Malaria masuk penanganan masalah global dalam Millenium Development Goals (MDG s). Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan stratifikasi endemisitas malaria suatu wilayah menjadi 4 strata, yaitu: 6. Endemis Tinggi bila API (Annual Parasit Incident) >5 per 1. penduduk. 7. Endemis Sedang bila API berkisar antara 1-5 per 1. penduduk. 8. Endemis Rendah bila API -1 per 1. penduduk. 9. Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (Daerah pembenasan malaria) atau API=. GAMBAR.. TREND ANNUAL PARASIT INCIDENT (API) MALARIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,8 15,9 16,1 1,5 5 3,

79 per 1. penduduk Dari grafik tersebut di atas, diketahui bahwa Annual Parasite Incident (API) Malaria di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 sebesar 3, per 1. penduduk. Angka ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,5 per 1. penduduk dengan kata lain masuk dalam strata Endemis Sedang. Jumlah penderita yang meninggal tahun 214 tidak ditemukan. f. Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular oleh virus Dengue yang menyerang sistem peredaran darah melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vector yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Virus tersebut dibawa oleh nyamuk dari darah orang yang telah terinfeksi sebelumnya lalu mentransmisikan kepada orang yang sehat setelah masa inkubasi virus Dengue selama 8-1 hari di dalam nyamuk tersebut. Pada tahun 214 penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Kepulauan Anambas berjumlah 12 kasus dengan Incidence Rate 25.8 per 1. penduduk.. Jumlah ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 213 sebesar 4 kasus dengan Incidence Rate 8.9 per 1. penduduk. GAMBAR INCIDENCE RATE DEMAM BERDARAH DENGUE PER 1. KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,19 25,8 13,34 8,9, Walaupun insiden DBD tahun 214 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 213 berjumlah 12 kasus dengan Incidence Rate 25.8 per 1. penduduk, namun upaya penanggulangan kasus,pengendalian vektor dan upaya-upaya pemutusan rantai penularan penyakit terus ditingkatkan dan dioptimalkan dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif antara lain dengen meningkatkan peran serta masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3 M Plus. g. Chikungunya Chikungunya merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chik melalui nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang telah terinfeksi virus tersebut. Tanda dan gejala demam Chikungunya ini antara lain demam, ruam/bercak kemerahan di kulit dan nyeri pada persendian, seperti pada umumnya Demam Berdarah Dengue. Pada tahun 214 demam Chikungunya tidak pernah ditemukan di Kabupaten Kepulauan Anambas, begitu pula pada tahun-tahun sebelumnya. h. Rabies Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rabies yang ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan serigala yang didalam tubuhnya mengandung virus rabies.

80 Terdapat beberapa indicator yang digunakan dalam mamantau upaya pengendalian rabies, yaitu GHPR (kasus Gigitan Hewan Penular Rabies), kasus yang divaksinasi dengan Vaksin Anti Rabies (VAR), dan kasus yang positif rabies dan mati berdasarkan uji Lyssa. Sejak tahun 21 sampai tahun 214 di Kabupaten Kepulauan Anambas tidak ditemukan kasus rabies. 1. Penyakit Tidak Menular c. Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi Dalam 1 Terbesar Penyakit Tidak Menular tahun 214 didapatkan bahwa penyakit Hipertensi menempati urutan pertama dengan 1176 penderita. Hipertensi dapat disebabkan oleh faktor usia, berat badan, keturunan, serta pola hidup yang tidak sehat. GAMBAR GRAFIK 1 TERBESAR PENYAKIT TIDAK MENULAR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Hipertensi 1176 Asma 212 Cedera Akibat Lain Stroke Diabetes Melitus Cedera Akibat Kecelakaan PPOK Osteoporosis Ginjal Kronik Cedera Akibat Kekerasan Perlu adanya peningkatan pengetahuan masyarakat khususnya di Kabupaten Kepulauan Anambas tentang bahaya Hipertensi, karena tatalaksana yang terlambat dapat menyebabkan penyakit yang lebih kompleks. d. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus merupakan penyakit tidak menular yang disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat baik nutrisi, aktivitas fisik, dan stress. Penyakit ini menjadi faktor penyebab kematian yang cukup banyak karena sangat mudah menimbulkan penyakit komplikasi yang lain seperti hipertensi dan gagal ginjal. Diabetes mellitus berada di urutan ke lima pada 1 terbesar penyakit tidak menular Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 setelah stroke dan cedera akibat lain.

81 5 GAMBAR.. PROPORSI PENDERITA DIABETES MELLITUS MENURUT USIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN hr 8-28 hr <1 th 1-4 th 5-9 th 1-14 th th 2-44 th th th 6-69 th >7 th Menurut gambar diatas jumlah penderita diabetes mellitus tertinggi pada kelompok usia tahun sebanyak 47 penderita, diikuti kelompok usia 2-44 tahun sebanyak 27 penderita dan kelompok usia tahun sebanyak 21 penderita. Tiga urutan tertinggi penderita diabetes mellitus berada di kelompok usia produktif, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat akan menjaga pola hidup sehat, dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang. Hal ini juga bisa disebabkan kurang berminatnya masyarakat untuk mengkonsumsi buah dan sayur, dikarnakan harga buah dan sayur di Kabupaten Kepulauan Anambas tergolong tinggi.

82 BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan pemerintah atau masyarakat. Upaya kesehatan ini terbagi menjadi dua, yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. F. PELAYANAN KESEHATAN DASAR Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas, diantaranya sebagai berikut: 7. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Fokus pembangunan kesehatan di Indonesia salah satunya adalah menurunkan angka kematian ibu dan anak, yang dapat diupayakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pembangunan kesehatan ini juga masuk dalam komitmen global Millenium Development Goals tahun 215. o. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Pelayanan antenatal merupkan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya. Pelayanan ini dilaksanakan sesuai standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kesehatan (SPK) yang meliputi timbang berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT), pemberian zat besi minimal 9 tablet selama kehamilan, test laboratorium, tatalaksana khusus, temu wicara (konseling) dan termasuk persalinan dan pencegahan (P4K) serta KB pasca persalinan. Pemeriksaan hamil (antenatal care) dilakukan minimal 4 kali, yaitu pada trimester pertama minimal 1 kali, trimester kedua minimal 1 kali, dan trimester ketiga minimal 2 kali. Tujuan diberikan pelayanan tersebut adalah untuk memberikan perlindungan kepada ibu hamil dan janin dari faktor resiko, komplikasi kehamilan dan persalinan serta penanganan dini. Hasil pencapaian program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilihat dari capaian kunjungan pertama (K1) dan keempat (K4). Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan kesehatan kehamilan pertama kali dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali pada jadwal yang dianjurkan (trimester ketiga) dibandingkan sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut yang memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.

83 GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K1 DAN K4 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,4 85,9 1 88,8 98,4 (%) ,4 77,3 6,2 81,9 94,8 K1 K Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Grafik diatas menunjukkan bahwa cakupan K1 dan K4 dari tahun mengalami peningkatan, dimana cakupan pelayanan antenatal K1 tahun 214 sebesar 98,4% sedangkan tahun 213 yaitu sebesar 88,8%. Selain itu, cakupan pelayanan antenatal K4 tahun 214 juga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 81,9% menjadi 94,8%. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Tarempa 119,9 Siantan Tengah Kab. Kep Anambas Jemaja Timur Palmatak Letung 98,8 94,8 93,7 89,8 84,1 Siantan Timur 75 Siantan Selatan (%) Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Target pencapaian Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4 adalah 95%. Sementara itu, tahun 214 pencapaian Cakupan K4 yang terealisasi di Kabupaten Kepulauan Anambas

84 hampir mencapai 95% yaitu sebesar 94,8%. Hal ini dikarenakan masih banyaknya ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya lebih dari satu fasilitas kesehatan yang menyebabkan sulitnya melacak status K4 ibu hamil di puskesmas. Walaupun secara nasional target cakupan K4 belum tercapai, namun masih terdapat kesenjangangan cakupan antarkecamatan. Menurut laporan yang diperoleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214, capaian tertinggi terdapat di Kecamatan Siantan yaitu 119,9% dan diikuti Kecamatan Siantan Tengah yaitu sebesar 98,8%. Sedangkan untuk capaian terendah terdapat di Kecamatan Siantan Selatan yaitu sebesar 64% dan diikuti Kecamatan Siantan Timur sebesar 75%. Jika dibandingkan dengan target cakupan K4 tahun 214 yaitu 95%, maka terdapat 2 Kecamatan yang memcapai target yaitu Kecamatan Siantan dan Kecamatan Siantan Tengah. Program yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu ini antara lain meningkatkan jaringan pelayanan kesehatan sampai di tingkat desa baik sarana dan prasarana pelayanan dan tenaga kesehatan. Selain itu, dengan adanya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) melalui Tugas Pembantuan Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan sangat membantu kegiatan di tingkat puskesmas dan jaringannya untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dalam bentuk kegiatan antara lain kelas ibu hamil, sweeping ibu hamil dengan resiko tinggi, kemitraan bidan dan dukun, kegiatan penyuluhan dan lain sebagainya. p. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Upaya kesehatan ibu bersalin ini ditujukan untuk mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan bayi. GAMBAR X CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) ,6 79,5 92,8 61,1 91, Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Pada tahun 214, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu 91,5%. Peningkatan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan disebabkan oleh adanya peningkatan tenaga kesehatan baik dari segi sarana prasarana maupun sumber daya kesehatan.

85 GAMBAR X CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Siantan 118,6 Kab. Kep. Anambas Pamatak Jemaja Timur 91,5 9,6 88,3 Jemaja Siantan Tengah Siantan Timur 74,4 71,7 79,6 Siantan Selatan 62, (%) Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Pada tahun 214, pencapaian indikator Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat terealisasi dengan baik yaitu mencapai 91,5% dari target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 9%. Walaupun secara umum target indikator telah tercapai, namun masih terdapat kesenjangan antar kecamatan. Menurut laporan Bidang Kesga dan Gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214, kecamatan dengan cakupan tertinggi adalah Kecamaan Siantan sebesar 118,6% dan diikuti oleh Kecamatan Palmatak yaitu sebesar 9,6%. Sedangkan untuk pencapaian terendah adalah Kecamatan Siantan Selatan sebesar 62,5% dan Kecamatan Siantan Timur sebesar 71,7%. Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan melakukan penyebaran tenaga kesehatan yang merata di daerah serta melakukan penjaringan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. q. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Pelayanan nifas sesuai standar diberikan minimal 3 kali, yaitu pada 6 jam pasca persalinan sampai dengan 3 hari, pada minggu ke II, dan pada minggu ke VI termasuk pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan pemasangan KB pasca persalinan. Jenis pelayanan ibu nifas yang diberikan meliputi: 7. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu); 8. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri); 9. Pemeriksaan lokhea dan cairan per vaginam lain; 1. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI Ekslusif; 11. Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana; 12. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.

86 GAMBAR X CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF 3) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) , , Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Gambar diatas menunjukkan bahwa pada tahun 214 capaian indikator cakupan kunjungan nifas (KF3) di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami peningkatan sebesar 91,5% jika dibandingkan dengan tahun 213 yaitu sebesar 64%. Berdasarkan target capaian nasional adalah 9%. Hal ini berarti bahwa cakupan kunjungan nifas (KF3) tahun 214 terealisasi dengan baik. r. Pelayanan/Penanganan Komplikasi Maternal Komplikasi maternal merupakan kesakitan yan terjadi pada ibu hamil, bersalin, nifas dan janin dalam kandungan, baik secara langsung maupu tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan janin. Pencegahan dan penanganan komplikasi maternal adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi maternal untuk mendapatkan perlindungan/pencegahan dan penanganan definitive sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan yang dapat diukur melalui indicator cakupan penanganan komplikasi maternal (Cakupan PK). GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN/PENANGANAN KOMPLIKASI MATERNAL KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) ,3 26,6 93,8 45,5 28, Tahun

87 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan grafik diatas. cakupan pelayananpenanganan komplikasi maternal di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami penurunan yaitu sebesar 28,8%, jika dibandingkan dari tahun sebelumnya, cakupan pelayanan/penanganan kompikasi maternal mencapai 45,5%. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN/PENANGANAN KOMPLIKASI MATERNAL KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Palmatak 13,2 Siantan Timur 7 Jemaja 47,1 Siantan Tengah Kab. Kep. Anambas 28,8 34,9 Siantan Selatan Siantan 19,2 15,6 Jemaja Timur 7, (%) Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Pada gambar diatas, cakupan pelayanan/penanganan komplikasi maternal di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 adalah sebesar 28,8%. Diketahui bahwa capaian target nasional pada cakupan ini belum mencapai target tahun 214 sebesar 8%. Disamping itu, terdapat kesenjangan pencapaian pada cakupan pelayanan/penanganan komplikasi maternal, dimana capaian tertinggi adalah Kecamatan Palmatak sebesar 13,2% Rendahnya cakupan pelayanan/penanganan komplikasi maternal yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dikarenakan banyaknya ibu hamil yang memilih untuk memeriksakan kesehatannya di pelayanan kesehatan di luar Kabupaten Kepulauan Anambas. Selain itu disebabkan oleh sistem pencatatan dan pelaporan dalam penanganan komplikasi maternal yang dilakukan petugas kesehatan belum terakomodir dengan baik di fasilitas kesehatan dasar. s. Penanganan Neonatal Komplikasi Neonatal komplikasi adalah neonatus dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian seperti asfiksia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah < 2.5 gram (BBLR), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan kongenital. Penanganan Neonatus komplikasi adalah neonatus sakit atau neonatus dengan kelainan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat)baik di rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan tersebut sesuai dengan standar Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah,

88 pedoman pelayanan neonatal essensial di tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional pelayanan lainnya. GAMBAR X CAKUPAN PENANGANAN NEONATAL KOMPLIKASI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) ,6 27,8 31,4 18,9 18, Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Cakupan penanganan Neonatal Komplikasi di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 81,6%, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya mencapai 31,4%. Berdasarkan target capaian nasional tahun 214, cakupan penanganan neonatal dengan komplikasi di Kabupaten Kepulauan Anambas terealisasi dengan baik yaitu mencapai 81,6% dari target nasional yang telah ditetapkan yaitu sebesar 8%. Peningkatan ini terjadi karena adanya penyebaran petugas kesehatan secara merata di Kabupaten Kepulauan Anambas serta tersedianya penjaringan pelayanan kesehatan yang lebih mudah diakses oleh masyarakat. t. Kunjungan Neonatal Neonatal (neonatus) merupakan bayi baru lahir yang berumur -28 hari. Pada masa neonatus memiliki resiko gangguan kesehatan paling tinggi, dimana untuk mengurangi resiko tersebut dapat dilakukan upaya kesehatan dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pada kunjungan bayi baru lahir. Berdasarkan Riskesdes (27), kematian bayi terjadi pada minggu pertama yaitu pada usia -6 hari dengan persentase 78,5%. Mengingat besarnya resiko kematian pada minggu pertama, maka setiap bayi baru lahir harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang lebih sering dalam minggu pertama sesuai dengan standar pelayanan neonatal. Kunjungan neonatal dilakukan sebanyak 3 kali, diantaranya pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari dan umur 8-28 hari. Pelayanan yang diberikan pada kunjungan neonatus adalah pemeriksaan sesuai dengan standar Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM), yang terdiri dari: 7. Pemeriksaan tanda vital; 8. Konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI Eksklusif; 9. Injeksi Vitamin K1;

89 1. Imunisasi HB (Hepatitis); 11. Penanganan dan rujukan kasus; 12. Perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA. GAMBAR X CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL KN1 DAN KN3 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,4 1 88,6 97,3 (%) ,9 89,6 65,5 59,5 58,6 86,5 KN1 KN Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan gambar diatas, cakupan kunjungan neonatal (KN1) mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 214 yaitu sebesar 97,3% jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 65,5%. Sedangkan cakupan kunjungan neonatal (KN3) pada tahun 214 juga mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 86,5% jika dibandingkan dengan tahun 213 sebesar 58,6%. GAMBAR X CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL KN3 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Siantan 17,6 Jemaja Timur Siantan Tengah 91,2 89,7 % Kab. Kep. Palmatak 86,5 85,3 Siantan Timur Jemaja Siantan Selatan 66,9 63,7 71, Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas,

90 Pada gambar diatas, cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN3) di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 214 yaitu sebesar 86,5%. Sementara itu, target nasional mencapai 9%. Hal ini berarti bahwa cakupan kunjungan neonatal belum mencapai target nasional. Selain itu, terjadi kesenjangan pencapaian yang sangat signifikan dimana capaian tertinggi terdapat di Kecamatan Siantan sebesar 17,6% dan Kecamatan Jemaja Timur sebesar 91,2%. Sedangkan untuk capaian terendah adalah Kecamatan Siantan Selatan sebesar 63,7%, Kecamatan Jemaja sebesar 66,9% dan Kecamatan Siantan Timur sebesar 71,6%. Rendahnya cakupan kunjungan neonatal di Kabupaten Kepulauan Anambas disebabkan oleh sistem pencatatan dan pelaporan dalam kunjungan neonatal yang dilakukan petugas kesehatan belum terakomodir dengan baik di fasilitas kesehatan dasar. u. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Pelayanan kesehatan bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari-11 bulan yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan (dokter, bidan dan perawat) minimal 4 kali. Pelayanan kesehatan ini terdiri dari: 6. Pemberian Imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3, Polio 1-4 dan Campak); 7. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) bayi; 8. Pemberian Vitamin A; 9. Penyuluhan perawatan kesehatan bayi; 1. Penyuluhan ASI Eksklusif, MP-ASI dan lain-lain. Indikator cakupan pelayanan kesehatan bayi merupakan penilaian terhadap upaya peningkatan akses bayi dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas hidup bayi. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BAYI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,5 64,7 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Gambar diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayan kesehatan bayi di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 214 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 61,3% jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yaitu 17,6%. Secara umum, target capaian Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi adalah sebesar 9%. Sementara itu, tahun 214 pencapaian Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi yang 72,1 17,6 61,

91 terealisasi di Kabupaten Kepulauan Anambas hanya mencapai 61,3%. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran orangtua menbawa bayinya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan baik berupa berat badan, panjang badan, imunisasi, pemberian vitamin dan sebagainya di pelayanan kesehatan. v. Pelayanan Kesehatan Pada Anak Balita Anak balita merupakan anak yang telah menginjak usia 1-3 tahun (balita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Pelayanan kesehatan anak balita aadalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak balita. Pelayanan yang dilakukan meliputi: 6. Pemantauan pertumbuhanndan perkembangan serta stimulasi tumbuh kembang pada anak dengan menggunakan instrument (SDIDTK); 7. Pembinaan posyandu; 8. Pembinaan anak prasekolah (PAUD) dan konseling keluarga; 9. Perawatan anak balita dengan pemberian ASI sampai 2 tahun; 1. Makan gizi seimbang dan Vitamin A. % GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,4 44,3 44,3 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Gambar diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan kesehatan anak balita di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami peningkatan sebesar 43,%, sedangkan pada tahun 213 cakupan ini hanya mencapai 9,8%. Jika dibandingkan dengan capaian target nasional yang mencapai 9%, cakupan pelayan kesehatan anak balita di Kabupaten Kepulauan Anambas tidak terealisasi dengan baik. Hal ini dikarenakan masih rendahnya kesadaran orangtua membawa anak balitanya ke posyandu untuk memeriksakan tumbuh kembang anak. w. Pelayanan Kesehatan Pada Siswa SD dan Setingkat Masalah kesehatan anak usia sekolah semakin kompleks. Pada anak usia sekolah dasar biasanya berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti 9,8 43, Tahun

92 menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun. Beberapa masalah yang sering dialami anak usia sekolah adalah karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan, dan masalah gizi. Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka juga merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan untuk siswa SD/sederajat kelas 1. Penjaringan kesehatan sangat perlu dilakukan terhadap siswa sekolah dasar atau setingkat agar dapat mengetahui masalah kesehatan yang dialami siswa tersebut dan dapat melakukan penanganan sedini mungkin. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN PADA SISWA SD & SETINGKAT MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Jemaja Timur Kab. Kep. Anambas Siantan Tengah Siantan Selatan Siantan Timur Palmatak Jemaja Siantan 5, Sumber: Bidang Promosi Kesehatan dan SIK, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Berdasarkan target nasional pada cakupan pelayanan kesehatan pada siswa SD dan Setingkat mencapai 1%, sedangkan capaian cakupan tersebut di Kabupaten Kepulauan Anambas hanya mencapai 5,8%. Rendahnya capaian ini dikarenakan kegiatan penjaringan kesehatan siswa SD dan Setingkat tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya defisit anggaran di Kabupaten Kepulauan Anambas. x. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja melalui pendekatan yang menyenangkan, memperlakukan remaja dengan tangan terbuka, dan menghargainya, menjaga kerahasiaan, serta peka akan kebutuhan yang terkait dengan kesehatannya yang dijalankan secara efektif & efisien. Tujuan khusus dari PKPR antara lain: 3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi dan perilaku hidup sehat; 4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada remaja. Puskesmas yang memiliki PKPR memberikan layanan baik di dalam maupun di luar gedung yang ditujukan bagi kelompok remaja berbasis sekolah ataupun masyarakat. Hal ini dilakukan agar layanan yang diberikan dapat menjangkau semua kelompok remaja (1-19 tahun). Kriteria yang ditetapkan bagi Puskesmas yang mampu laksana PKPR yaitu: %

93 d. Melakukan pembinaan pada minimal 1 sekolah (sekolah umum, sekolah berbasis agama) dengan melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) di sekolah binaan minimal 2 kali dalam setahun; e. Melatih Kader Kesehatan Remaja di sekolah minimal sebanyak 1% dari jumlah murid di sekolah binaan; dan f. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling yang kontak dengan petugas PKPR. Layanan kesehatan diberikan secara komprehensif, dengan penekanan pada langkah promotif/preventif berupa pembekalan kesehatan dan peningkatan keterampilan psikososial dengan pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS). Konseling merupakan ciri khas dari PKPR, dimana konseling di berikan oleh tenaga kesehatan yang terampil, ramah dan berwawasan. Tenaga kesehatan juga melaksanakan kegiatan KIE ke sekolah dan kelompokkelompok remaja lainnya melalui penyuluhan atau Focus Group Discussion (FGD). y. Pelayanan Kesehatan Pada Kasus Kekerasan Terhadap Anak (KTA) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Semua anak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpastisipasi, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dari jutaan anak di dunia yang tidak mendapat perlindungan penuh, banyak diantara mereka terlibat dalam kekerasan, terbuang, terlantar, dijadikan pekerja, terabaikan dan dilecehkan. Berbagai bentuk kekerasan membatasi kesempatan anak-anak untuk bertahan hidup, tumbuh, berkembang dan mewujudkan impian mereka. Menurut KOMNAS Perlindungan Anak (26), pemicu kekerasan terhadap anak diantaranya adalah: 4. Kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua; 5. Disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Adanya disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi; 6. Faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. 4) Pandangan keliru tentang posisi anak dalam keluarga. Orangtua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua. Disamping itu, kekerasan pada anak terinspirasi dari tayangan-tayangan televisi maupun media-media lainnya yang tersebar dilingkungan masyarakat. Pengertian kekerasan terhadap anak (WHO) adalah semua bentuk tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun secara emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi, komersial atau lainnya, yang mengakibatkan cedera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggungjawab. Upaya penanganan di bidang kesehatan adalah menyediakan akses pelayanan kesehatan bagi korban kekerasan pada anak yang terdiri dari pelayanan di tingkat dasar melalui puskesmas maupun tatalaksana kekerasan terhadap anak dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di rumah sakit untuk penanganan kasus rujukan. Puskesmas mampu melakukan tatalaksana kekerasan terhadap anak dalam memberikan pelayanan penanganan gawat darurat, konseling, medikolegal dan rujukan (medis dan psikososial). Pelayanan terpadu di rumah sakit menangani pelayanan spesialistik yang melaliui IGD, perawatan,

94 medikolegal dan psikososial (bantuan hokum dan perlindungan sosial bagi anak melalui panggilan telepon pada saat diperlakkan). z. Pelayanan Kesehatan Anak Terlantar dan Anak Jalanan di Panti Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak jalanan (usia tahun). Masalah kesehatan yang dialami anak jalanan terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Kondisi anak jalanan yang tidak memiliki tempat tinggal yang sehat dan aktivitas dijalanan menyebabkan mereka renan terhadap gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan, diare, kulit dan lain sebagainya. Secara psikologis, anak jalanan memiliki konsep diri negative, tidak atau kurang percaya diri, mudah tersinggung, ketergantungan pada orang lain dan emosi yang tidak stabil. Kondisi ini menyebabkan mereka mudah terpengaruh orang lain dan cenderung berperilaku antisocial (berkelahi, mencuri, merampas, menggunakan Narkoba dan menjalankan bisnis NAPZA dan berperilaku seks bebas). Selain itu, anak dapat mengalami berbagai bentuk eksploitasi fisik dan seksual terutama oleh orang dewasa hingga kehilanan nyawa, sehingga timbl masalah kesehatan yang terkait kesehatan reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS. Upaya kesehatan bagi anak terlantar dilakukan pada kelompok-kelompok sasaran seperti di panti/lksa anak terlantar/anak jalanan, shelter, rumah singgah dan lainlain.upaya penanganan dibidang kesehatan bagi anak terlantar/anak jalanan meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative melalui pendekatan pada kelompok-kelompok sasaran seperti dip anti anak terlantar/anaka jalanan, shelter, rumah singgah dan lain-lain. Pelayanan diberikan oleh tenaga kesehatan di puskesmas bekerjasama dengan unsure dari sector terkait dan LSM di wilayah kerjanya serta masyarakat lainnya. aa. Pelayanan Kesehatan Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Lapas/Rutan Masalah kesehatan yang banyak ditemukan di masyarakat hampir seluruhnya berkaitan dengan rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja, rendahnya kualitas kesehatan lingkungan dan tidak kondusifnya kondisi lingkungan psikososial seperti bullying. Masalah kesehatan yang dialami Anak yang berhadapan dengan Hukum (ABH) di lapas/rutan antara lain penyakit kulit (scabies), Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA, TB), Infeksi Menular Seksual termasuk HIV & AIDS, NAPZA dan sanitasi lingkungan lapas masih kurang. Kebijakan dan strategi dalam program kesehatan bagi ABH dikembangkan sesuai dengan indikator pada Inpres No 3 Tahun dilanjutkan pada tahun sebagai RAN HAM, yaitu: pembinaan kesehatan bagi ABH di Lapas/Rutan dan rujukan di Rumah Sakit. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyuluhan PHBS, penyuluhan tentang kesehatan anak, penyuluhan tentang kesehatan lingkungan, penjaringan kesehatan, pemberantasan sarang nyamuk, imunisasi, pengobatan, dan lain lain. Upaya penanganan di bidang kesehatan bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di lapas/rutan meliputi aspek promotif, preventif, kiuratif dan rehabilitative yang dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan di poliklinik Lapas/Rutan atau melalui sistem pelayanan kesehatan yang ada yaitu pelayanan strata pertama (Puskesmas) dan pelayanan rujukan (rumah sakit). bb. Pelayanan Kesehatan Anak Penyandang Cacat Melalui Program UKS di Sekolah Luar Biasa (SLB) Anak berkelainan/anak dengan kecacatan merupakan anak yang paling rentan terhadap masalah kesehatan karena lebih beresiko mendapat kekerasan dari orangtua/lingkungannya akibat dari kelainan/kecacatan tersebut. Mereka juga mengalami

95 hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gizi karena ketidakmampuananak dalam kebersihan perorangan (kebersihan mulut, alat reproduksi dan lainnya). Upaya penanganan di bidang kesehatan bagi anak penyandang cacat dilaksanakan secara komprehensif, diutamakan pada upaya pengobatan dan pemulihan kesehatan secara terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan. Paket program yang dilaksanakan bersifat responsive terhadap permasalahan kesehatan anak dengan kecacatan dapat mengantisipasi kebutuhan sesuai proses tumbuh kembang anak. Kriteria Puskesmas membina kesehatan anak penyandang cacat adalah puskesmas yang melakukan pembinaan kesehatan anak penyandang cacat melalui program UKS yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Kegiatannya meliputi penyuluhan PHBS, kesehatan reproduksi, gizi, kesehatanlingkungan, pencegahan penularan penyakit dengan menggunakan media yang dapat dimengerti anak, imunisasi, pengobatan dan rehabilitasi. Pada kondisi anak dengan kecacatan yang membutuhkan pelayanan rujukan dapat dilakukan rujukan kuratif dan rehabilitative ke Puskesmas atau langsung ke rumah sakit. 8. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana (KB) adalah suatu program yang dirancang pemerintah dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Pelayanan KB merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, jenis pelayanan yang dapat diberikan kepada konsumen pada kemampuan fasilitas kesehatan dan ini berhubungan dengan jenjang pelayanan. Pelayanan keluarga berencana meliputi pemilihan alat Kontrasepsi, pelayanan aborsi yang aman (bila diperlukan untuk kesehatan ibu) dan kesehatan ibu. Pelayanan tambahan meliputi pencegahan penyakit kelamin termasuk AIDS, KB untuk ibu menyusui, perawatan setelah aborsi, diagnosis dan penobatan infeksi saluran reproduksi, pelayanan pengaduan tentang kesuburan dan Pap-smear. Fasilitas pelayanan KB professional dapat bersifat teknik statis atau mobile (TKBK, Pusling) dan diselenggarakan oleh tenaga professional, yaitu dokter spesialis, dokter umum, bidan atau perawat kesehatan. Pelayanan yang mobile diperlukan untuk menjangkau pedesaan yang terpencil. Fasilitas pelayanan KB professional statis meliputi pelayanan KB sederhana, lengkap, sempurna dan paripurna. Fasilitas pelayanan KB sederhana menyediakan jenis alat kontrasepsi seperti kondom, obat vaginal, pil KB, suntik KB, IUD, menanggulangi efek samping, dan berupaya rujukan. Tenaga pelaksanannya minimal perawat kesehatan atau bidan yang dilatih. Tingkat pencapaian pelayanan keluarga berencana dapat dilihat dari cakupan Pasangan Usia Subur (PUS) yang sedang menggunakan alat kontasepsi, cakupan peserta KB yang baru menggunakan alat kontrasepsi, tempat pelayanan KB dan jeis kontrasepsi yang digunakan akseptor. Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi berusia tahun berstatus menikah.

96 GAMBAR X CAKUPAN PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,9 78,4 86,5 78,4 64,9 % ,1 19,3 2,2 8,8 7,1 KB BARU KB AKTIF Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan gambar diatas, cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mengalami penurunan. Dimana capaian KB baru pada tahun 214 hanya sebesar 7,1% sedangkan tahun 213 sebesar 8,8%. Sementara itu, cakupan KB Aktif tahun 214 mencapai 64,9%, sedangakan tahun 213 sebesar 69,6%. GAMBAR X CAKUPAN PESERTA KB AKTIF KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 (%) ,8 79,1 76,6 71,7 66,9 64,9 55,9 51,1 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, 214 Pada gambar diatas, cakupan peserta KB Aktif di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 adalah sebesar 64,9%. Diketahui bahwa capaian target nasional pada cakupan ini belum mencapai target sebesar 7%. Disamping itu, terdapat kesenjangan pencapaian pada cakupan peserta KB Aktif, dimana capaian tertinggi adalah Kecamatan Siantan Tengah yaitu sebesar 83,8%, diikuti oleh Kecamatan Jemaja Timur sebesar 79,1%, Kecamatan Siantan Selatan sebesar 76,6% dan Kecamatan Jemaja sebesar 71,7%.

97 Rendahnya cakupan peserta KB Aktif di Kabupaten Kepulauan Anambas dikarenakan masih banyaknya pasangan usia subur yang mendapatkan pelayanan KB lebih dari satu fasilitas kesehatan, selain itu masih lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan yang dilakukan tenaga kesehatan dalam mengakomodir semua laporan di pelayanan kesehatan dasar. 9. Pelayanan Imunisasi Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak. Penyakit menular yang kerap dikenal sebagai penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi (PD3I) seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya. c. Imunisasi Dasar pada Bayi Imunisasi melindungi anak terhadap beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Seorang anak diimunisasi dengan vaksin yang disuntikkan atau diteteskan melalui mulut. Pada beberapa negara hepatitis masih menjadi masalah. Sepuluh dari 1 orang akan menderita hepatitis sepanjang hidupnya jika tidak diberi vaksin hepatitis B. Sampai dengan seperempat dari jumlah anak yang menderita hepatitis B dapat berkembang menjadi kondisi penyakit hati yang serius, seperti kanker hati. Disamping itu wajib diberikan imunisasi hepatitis B segera setelah bayi lahir untuk mencegah penularan virus hepatitis dari ibu kepada anaknya. Imunisasi BCG dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis. Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus. Diptheri menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, yang dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kesulitan bernafas bahkan kematian. Tetanus menyebabkan kekakuan otot dan kekejangan otot yang menyakitkan dan dapat mengakibatkan kematian. Pertusis atau batuk rejan mempengaruhi saluran pernafasan dana dapat menyebabkan batuk hingga delapan minggu. Semua anak perlu mendapatkan imunisasi polio. Tanda-tanda polio adalah tungkai tiba-tiba lumpuh dan sulit untuk bergerak. Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 9%.

98 GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN IMUNISASI DASAR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,6 75, ,2 88,1 % Hb BCG DPT-HB Polio Campak Jenis Imunisasi Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Imunisasi dasar terdiri dari Imunisasi Hb, BCG, DPT-HB, Polio dan campak. Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa cakupan imunisasi Hb sebanyak 82,6%, BCG sebanyak 75,1%, DPT-HB sebanyak 95%, Polio sebanyak 98,2% dan campak sebanyak 88,1%. Campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita. GAMBAR X CAKUPAN PELAYANAN IMUNISASI DASAR LENGKAP KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Jemaja Timur 141,9 Siantan Tengah 15,8 Jemaja 13,6 Siantan Timur 96,2 Palmatak 95,7 Siantan Selatan 9,4 Kab. Kep. Anambas 86,4 Siantan 54, (%) Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Pada gambar diatas, cakupan pelayanan imunisasi dasar lengkap di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 mencapai 86,4%, Diketahui bahwa capaian target pada cakupan ini belum mencapai target pada tahun 214 sebesar 95%. Disamping itu, terdapat kesenjangan pencapaian pada cakupan pelayanan imunisasi dasar lengkap,, dimana capaian

99 tertinggi adalah Kecamatan Jemaja Timur sebesar 141,9%, Siantan Tengah sebesar 15,8%, Jemaja sebesar 13,6%, Siantan Timur sebesar 96,2% dan Palmatak sebesar 95,7%. Universal Child Immunization (UCI) merupakan gambaran suatu desa/kelurahan dimana 8% dari jumlah bayi (-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. GAMBAR X CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI MENURUT KECAMATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 Siantan Tengah Jemaja Timr Siantan Selatan Palmatak Jemaja Kab. Kep. Anambas ,3 Siantan Siantan Timur 85,7 83, Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Cakupan desa/kelurahan UCI di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 adalah sebesar 96,3%. Hal ini berarti belum tercapainya target pada cakupan desa/kelurahan UCI di Kabupaten Kepulauan Anambas jika dilihat dari target Renstra tahun 214 yaitu sebesar 95%. Di Kabupaten Kepulauan Anambas hanya terdapat 2 (dua) Kecamatan yang tidak mencapai target, diantaranya Kecamatan Siantan Timur sebesar 83,3% dan Kecamatan Siantan sebesar 85,7%. d. Imunisasi pada Ibu Hamil Persalinan yang tidak steril akan memicu resiko ibu maupun bayi terkena tetanus. Tetanus disebabkan oleh toksin yang diproduksi bakteri Clostridium tetani. Tetanus bias menyerang bayi (Tetanus Neonatorum) yang ditularkan melalui ibunya yang terinfeksi Tetanus atau pada saat persalinan. Program untuk menurunkan kejadian tetanus salah satunya adalah Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE). Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program eliminasi tetanus pada neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. Strategiyang dilakukan untuk mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah: 4. Pertolongan persalinan ang aman dan bersih; 5. cakupan imunisasi rutin TT yang tinggi dan merata; dan 6. penyelenggaraan surveilans Tetanus Neonatorum. Ibu yang menerima vaksin selama kehamilan sudah memberikan perlindungan untuk bayinya yang tentu saja akan mengurangi resiko terkena tetanus. Perlindungan tersebut cukup untuk masa dua bulan setelah kelahiran dimana bayi akan mendapat imunisasi kombinasi. (%)

100 GAMBAR X CAKUPAN IMUNISASI TT2+ PADA IBU HAMIL KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) ,3 68,3 57,2 5 53, Tahun Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Kep. Anambas, Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa cakupan imunisasi TT2+ pada ibu hamil di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 sebesar 53,1%. Capaian cakupan ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 5%. Capaian ini belum memenuhi target pencapaian program yang telah ditetapkan yaitu sebesar 8%. 1. Ketersediaan Obat Obat adalah salah satu kebutuhan dasar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan merupakan barang publik yang perlu djamin ketersediaanya dalam upaya pemenuhan pelayanan kesehatan. Program peningkatan ketersediaan obat dan vaksin dilaksanakan sebagaimana yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 21 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Dalam rangka mendukung program tersebut dilakukan pengadaan buffer stock obat untuk menjamin ketersediaan obat, pemerataan pelayanan dan terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan sampai ke masyarakat. Dalam hal perencanaan dan penyususnan kebutuhan obat (RKO) buffer stock diperlukan data kebutuhan dari masing-masing kabupaten/kota. Dalam erhitungan tersebut, tingkat kecukupan obat harus dapat tersedia untuk kurun waktu minimal selama 18 bulan dengan asumsi 12 bulan untuk pemenuhan kebutuhan obat selama 1 tahun anggaran dan 6 bulan untuk pemenuhan kebutuhan selama waktu tunggu proses pengadaan obat ditahun anggaran selanjutnya. Daftar obat yang disertakan dalam perhitungan tersebut terdiri dari 135 jenis obat dan 9 jenis vaksin sehingga di dapat total ketersediaan untuk 144 jenis obat dan vaksin yang direkapitulasi per kabupaten/kota di 33 provinsi secara nasional. Capaian ketersediaan obat yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Instalasi Farmasi Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 73,4%. Capaian ini belum mencapai target Renstra tahun 214 yaitu 95%. Rendah capaian ketersediaan obat di Kabupaten Kepulauan Anambas disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya penyediaan vaksin imunisasi sebagian besar dari Provinsi dan kelangkaan stock obat hingga tidak semua obat bisa dipenuhi.

101 11. Pelayanan Kesehatan Haji Ibadah haji merupakan bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Untuk menjaga dan meningkatkan kondisi fisik dari calon jemaah haji sebelum dan selama berada di tempat kegiatan haji, maka Penyelenggara ibadah haji diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 28 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaikbaiknya bagi jemaah haji. Dengan itu, pemerintah berkewajiban memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan dan hal-hal lain yang diperlukan. Berkaitan dengan pelayanan kesehatan, menteri Kesehatan berkewajiban melakukan pembinaan dan pelayanan kesehatan haji secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Penyelenggaraan kesehatan haji merupakan kegiatan pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji, pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, SIstem Kewaspadaan Dini (SKD) dan respon KLB, penanggulangan KLB dan musibah masal, kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji. Tujuan dari penyelenggaraan kesehatan haji adalah: 4. Menngkatkan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan. 5. Menjaga agar jamaah haji daam kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai tiba kembali di tanah air. 6. Mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh jamaah haji. Pada penyelenggaraan ibadah haji terdapat jemaah haji yang tergolong resiko tinggi yaitu jemaah dengan kondisi kesehatan yang secara epidemiologi beresiko sakit atau meninggal selama perjalanan ibadah haji, meliputi jemaah haji lanjut usia, jemaah menderita penyakit menular tertentu yang tidak boleh terbawa keluar negeri berdasarkan peraturan kesehatan, jemaah wanita hamil (14-26 minggu dan telah di vaksin meningitis), jemaah dengan ketidakmampuan tertentu terkait penyakit kronis atau penyakit tertentu. c. Penyelenggaraan Pra Operasional Haji Penyelenggaraan Pra operasional Haji terdiri dari pelayanan kesehatan di daerah (pra embarkasi), pembinaan jemaah, rekrutmen dan pelatihan petugas kesehatan haji dan penyehatan lingkungan dan sanitasi makanan asrama haji. Pelayanan kesehatan pra embarkasi merupakan rangkaian pelayanan kesehatan yang bersifat kontinum dan komprehensif dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan jemaah sesuai standar. Pelayanan dilakukan di Puskesmas dan Rumah Saki oleh enaga kesehatan yang sudah dilaktih dan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kegiatan ini diaksanakan paling lambat 1 bulan sebelum jemaah berangkat yang meliputi: 4. Pemeriksaan kesehatan awal di puskesmas oleh tim pemeriksa yang telah ditetapkan dan dilatih; 5. Pemeriksaan lanjut yang merupakan pemeriksaan setelah pemeriksaan awal, dimana pemeriksaan ini sebagai rujukan bagi jemaah yang beresiko tinggi; dan 6. Vaksinasi Meningitis meningococcus. Pelayanan pada kesehatan pada tahap ini merupakan penetapan awal status kesehatan jemaah yang menghasilkan status mendiri (sehat), observasi (perlu perawatan), pengawasan

102 (perlu perawatan dan pendampingan), tunda (tidak memenuhi criteria kesehtan untuk berangkat) dan beresiko tinggi atau tidak. Dalam upaya menyediakan tenaga kesehatan yang akan melayani jemaah pada saat operasional dilakukan perekrutan Petugas Kesehatan Haji Indonesia. Petugas yang direkrut adalah Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) yang ditugaskan menyertai jemaah disetiap kloternya dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). d. Penyelenggaraan Operasional Haji Penyelenggaraan operasional haji dilaksanakan pada saat jemaah tiba di embarkasi, selama beribadah di Arab Saudi dan saat tiba kembali di tanah air. Pemeriksaan kesehatan akhir jemaah sebelum berangkat ke Arab Saudi di joordinasikan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) embarkasi. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kelengkapan dokumen kesehatan, identifikasi jemaah resiko tinggi, proses kekarantinaan, rawat jalan dan rawat inap 24 jam serta rujukan. Pelayanan kesehatan haji selama di Arab Saudi dilakukan di tiga lokasi, yaitu: d) Pelayanan kesehatan di kloter Pelayanan kesehatan terhadap jemaah oleh petugas TKHI kloter secara pasif dan aktif. Secara pasif dimana jemaah datang memeriksakan kesehatan atau berobat jalan kepada petugas TKHI. Secara aktif dimana petugas TKHI melakukan pemantauan dan bimbingan terhadap jemaah haji di kloternya. Petugas juga melakukan identifikasi kemungkinan terjadinya KLB penyakit. e) Pelayanan kesehatan di sektor Pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap sederhana oleh petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), jika tidak dapat ditangani di sector maka dirujuk ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) ataupun Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS). Disektor tersedia tenaga kefarmasian untuk mengelola apotek dan ketersediaan obat. f) Pelayanan kesehatan di BPHI dan RSAS Kesehatan disini berupa pelayanan rawat jalan dan rawat inap dengan daya tamping dan fasilitas yang setara dengan rumah sakit tipe C. 12. Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer Pelayanan kesehatan tradisional merupakan warisan budaya yang telah dimanfaatkan sejak dulu. Pelayanan kesehatan tradisional hingga kini masih diakui keberadaannya di masyarakat dan cukup potensial perannya dalam menunjang peningkatan kesehatan. Pelayanan kesehatan tradisional sebagai bagian dari penyelenggaraan upaya kesehatan juga diamanatkan pada UU Nomor 36 Tahun 29 tentang Kesehatan. Renstra Kementerian Kesehatan menetapkan dua indicator yaitu cakupan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional, alternative dan komplementer serta jumlah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat sebagai pelayanan alternative dan komplementer. Cakupan Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan program pelayanan kesehatan tradisonal diartikan sebagai kabupaten/kota yang minimal memiliki dua Puskesmas yang melaksanakan pembinaan terhadap pengobatan tradisional dan pembinaan kepada masyarakat tentang pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). G. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN 4. Kunjungan Rawat Inap Data dan informasi terkait kunjungan rawat inap pasien di rumah sakit menggambarkan jumlah pasien rawat inap keluar hidup, jumlah pasien rawat inap keluar mati

103 <48 jam, jumlah pasien rawat inap keluar mati 48 jam, jumlah hari perawatan dan lama di rawat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pelayanan Kesehatan dan Farmamin, jumlah pasien keluar hidup+mati di rumah sakit pada tahun 214 berjumlah 1.14 pasien, sedangkan pasien keluar mati pada tahun 214 berjumlah 5 pasien dan pasien mati keluar mati 48 jam dirawat berjumlah 46 pasien. Informasi lebih rinci 5. Indikator Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisien pelayanan. Beberapa indicator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), rata-rata lama hari perawatan (Length of Stay/LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (Bed Turn Over/BTO), ratarata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn Over Interval/TOI), persentase pasien keluar yang meninggal (Gross Death Rate/GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal 48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR). Gross Death Rate (GDR) yaitu angka kematian umum untuk tiap-tiap 1. penderita keluar. Pada GDR, tidak melihat berapa lama pasien berada dirumah sakit dari masuk sampai meninggal. Nilai GDR yang baik yaitu tidak lebih dari 45 per 1. penderita keluar. Indikator pendukung lain yaitu Net Death Rate (NDR) yang merupakan angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1. penderita keluar. Asumsinya jika ada pasien meninggal setelah mendapatkan perawatan 48 jam berarti ada faktor pelayanan rumah sakit yang terlibat dengan kondisi meninggalnya pasien. Namun, jika pasien meninggal <48 jam masa perawatan maka dianggap faktor keterlambatan pasien datang ke rumah sakit yang menjadi penyebab utama pasien meninggal. Nilai NDR yang dianggap masih bisa di tolerir adalah kurang dari 25 per 1. penderita keluar. GAMBAR X GROSS DEATH RATE (GDR) & NET DEATH RATE (NDR) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,9 (%) ,1 39,1 RS. Lapangan Palmatak 32,2 RS. Bergerak Jemaja GDR NDR Sumber: Bidang Pelayanan Kesehatan dan Farmamin, 214 Berdasarkan indikator GDR dan NDR dari gambar di atas dapat terlihat bahwa RS Lapangan Palmatak memiliki nilai GDR sebesar 39,1% dan RS Bergerak Jemaja sebesar

104 43,9%. Sedangkan nilai NDR di RS Lapangan Palmatak sebesar 39,1% dan RS Bergerak Jemaja sebesar 32,2%. Indikator lainnya yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pelayanan rumah sakit adalah BOR, LOS dan TOI. Pemanfaatan tempat tidur dilihat melalui indicator BOR dengan memperhitungkan jumlah hari perawatan di rumah sakit terhadap jumlah tempat tidur dan jumlah hari dalam setahun. Indikator LOS mencerminkan rata-rata lama hari perawatan yang diperoleh dari perbandingan jumlah hari perawatan pasien keluar terhadap jumlah pasien keluar baik hidup maupun mati. Sedangkan indikator TOI merupakan rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur di rumah sakit. Data mengenai Indikator Kinerja Pelayanan Rumah Sakit di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 dapat dilihat pada Tabel Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Jenis pelayanan kesehatan gigi dan mulut dari tumpatan gigi tetap, tumpatan gigi sulung, pengobatan pulpa/tumpatan sementara, pencabutan gigi tetap, pencabutan gigi sulung, pengobatan periodontal, pengobatan abses, pembersihan karang gigi, prothese lengkap, prothese cekat, orthodonsi dan bedah mulut. GAMBAR X JUMLAH PEMERIKSAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK SD & SETINGKAT KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,5 78,4 1 87,2 84,9 (%) Tahun Sumber: Bidang Pelayanan Kesehatan dan Farmamin, 214 Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa jumlah pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD dan setingkat di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 214 mengalami penurunan menjadi 84,9%. Sedangkan pada tahun sebelumnya jumlah pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD dan setingkat sebesar 87,2%. Menurunnya cakupan ini dikarenakan oleh kurangnya dorongan orangtua untuk mengajak anaknya melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut. H. PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yaitu untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan

105 efisien. Melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka kematian bayi dan balita serta menurunkan angka kelahiran disamping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan hampir miskin di Puskesmas dan jaringannya, pelayanan kesehatan di rumah sakit serta memberikan perlindungan financial dari pengeluaran kesehatan akibat sakit. Berdasarkan Undang-undang, Kementerian Kesehatan sejak tahun 25 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM (25)atau yang dikenal dengan program Askeskin (25-27) yang kemudian berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sampai dengan sekarang. Pelaksanaan program jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas, transparan, efisien dan efektif. Pelaksanaan program Jamkesmas tersebut merupakan upaya untuk menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang merupakan masa transisi sampai dengan diserahkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai UU SJSN. I. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT 12. Pengendalian Penyakit Polio Polio merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD3I. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit ini umumnya menyerang anak berumur -3 tahun yang ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan. Pada tahun 1988, siding ke-41 WHA (World Health Assembly) telah menetapkan program eradikasi polio secara global (global polio eradication initiative) yang ditujukan untuk mengeradikasi penyakit polio pada tahun 2. Kesesepakatan ini diperkuat dengna siding World Summit for Children pada tahun 1989, dimana Indonesia turut menandatangani kesepakatan tersebut. Eradikasi polio yaitu apabila tidak ditemukan virus Polio liar indigenous selama 3 tahun berturut-turut di suatu region yang dibuktikan dengan surveilans AFP yang sesuai standar sertifikasi. Dasar peemikiran Eradikasi Polio adalah: e. Manusia satu-satunya reservoir dan tidak ada longterm carrier pada manusia. f. Sifat virus Polio yang tidak tahan lama hidup dilingkungan. g. Tersedianya vaksin yang mempunyai efektifitas >9% dan mudah dalam pemberian. h. Layak dilaksanakan secara operasional. Salah satu strategi yang dilakukan untuk mencapai eradikasi polio yaitu melaksanakan surveilans AFP sesuai dengan standar sertifikasi. Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh layuh akut pada anak usia <15 tahun yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit polio. Tujuan surveilans AFP antara lain mengidentifikasi daerah beresiko terjadinya transmisi virus Polio liar, memantau perkembangan program Eradikasi Polio dan membuktikan Indonesia bebas polio. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi polio. Upaya tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi terhadap kasus AFP. Untuk mencari kemungkinan adanya virus Polio liar, perlu dilakukan pemeriksaan specimen tinja yang adekuat. Semakin besar persentase pemeriksaan specimen yang adekuat, maka semakin baik surveilans AFP tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anamba tahun 214 tidak ditemukannya

106 penyakit polio pada anak <15 tahun. Data tersebut dapat dilihat Tidak ditemukannya penyakit polio di Kabupaten Kepulauan Anambas didukung dengan tercapainya imunisasi polio sebesar 98,2%. 13. Pengendalian TB Paru Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Tuberculosis, yang menluar melalui droplet penderita TB. TB Paru merupakan salah satu penyakit yang masuk dalam pengendalian Millenium Development Goals (MDG s) yang memiliki tujuan dibidang kesehatan, diantaranya adalah: e. Menurunkan insidens TB Paru pada tahun 215; f. menurunkan prevalensi TB Paru dan angka kematian akibat TB Paru menjadi setengahnya pada tahun 215 dibandingkan tahun 199; g. sedikitnya 7% kasus TB Paru BTA+ terdeteksi dan dobati melaui program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO); h. sedikitnya 85% tercapai Succes Rate (SR). DOTS merupakan strategi penyembuhan TB Paru jangka pendek yang menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB paru agar mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan ketentuan dan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS direkomendaikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB Paru, karena menghasilkan angka kesembuhan yang tinggi yaitu mencapai 95% sehingga proses penyembuhan TB Paru dapat berlangsung secara cepat. c. Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di Antara Suspek yang Diperiksa Upaya Pemerintah dalam menanggulangi TB Paru setiap tahunnya semakin menunjukkan kemajuan. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya jumlah penderita yang ditemukan dan disembuhkan setiap tahun. GAMBAR X PERSENTASE ANGKA PENEMUAN KASUS TB PARU BTA+ KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN % ,5 23,3 16,6 Siantan Siantan Timur Siantan Selatan Jemaja Timur Siantan Tengah Kab. Kep. Anambas Palmatak Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Jemaja Berdasarkan gambar diatas, persentase angka penemuan kasus TB Paru BTA+ di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 adalah sebesar 44,5%. Jika dilihat dari target

107 pencapaian program mencapai 1% berarti angka penemuan kasus TB Paru BTA+ belum mencapai target. Sementara itu, ada 2 (dua) kecamatanyang memiliki capaian terendah yaitu Kecamatan Jemaja sebesar 16,6% dan Kecamatan Palmatak 23,3%. d. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA+ (Case Detection Rat/CDR) dan Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate/SR) Case Detection Rate atau angka penemuan kasus TB Paru BTA+ menggambarkan proporsi antara penemuan TB Paru BTA+ terhadap jumlah perkiraan kasus TB Paru. Indikator lain yang digunakan dalam upaya pengendalian TB adalah Succes Rate atau angka keberhasilan pengobatan. GAMBAR X PERSENTASE KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,6 79,5 66,6 66,6 63,6 6 (%) 4 2 Siantan Timur Siantan Selatan Siantan Tengah Siantan Kab. Kep. Anambas Palmatak Jemaja Timur Jemaja Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Pada gambar diatas menunjukkan bahwa persentase keberhasilan pengobatan TB Paru di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 sebesar 79,5%. Sementara itu, capaian target Renstra tahun 214 adalah sebesar 75%. Hal ini berarti persentase keberhasilan pengobatan TB Paru di Kabupaten Kepulauan Anambas mencapai target. Disamping itu, ada beberapa kecamatan yang tidak mencapai target, diantaranya adalah Kecamatan Jemaja sebesar 63,6%, Kecamatan Palmatak sebesar 66,6% dan Kecamatan Jemaja Timur sebesar 66,6%. 14. Pengendalian Penyakit ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. Hal ini dapat dilihat melalui hasil survey mortalitas subdit ISPA pada tahun 25 di 1 provinsi, diketahui bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada bayi dan anak balita di Indonesia, yaitu sebesar 22,3% dan 23,6% dari seluruh kematian bayi dan anak balita. Studi mortalitas pada Riskesdes 27 menunjukkan bahwa proporsi kematian pada bayi karena pneumonia sebesar 23,8% dan pada anak balita sebesar 15,5%. Pneumonia adalah penyakit yang disebabkan kuman pneumococcus, staphylococcus, streptococcus, dan virus. Gejala penyakit pneumonia yaitu menggigil, demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Populasi yang rentan terserang pneumonia

108 adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Program Pengendalian Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu Pneumonia dan bukan Pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu Pneumonia Berat dan Pneumonia Tidak Berat. Penyakit batuk pilek seperti rhinitis, faringitis, tonsillitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya di golongkan sebagai Bukan Pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini adalah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang ditemukan harus ditatalaksana sesua standar, dengan demikian angka penemuan kasus pneumonia juga menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA. GAMBAR X CAKUPAN PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA PADA BALITA DI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 2,5 2,3 2,3 2 1,5 (%) 1,5 1,2,9,5 Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Berdasarkan gambar diatas, rata-rata cakupan penemuan penderita pneumonia pada balita di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 214 sebesar,9%. Sementara itu, ada beberapa kecamatan yang tidak ditemukannya kasus pneumonia pada balita, diantaranya adalah Kecamatan Siantan Timur, Siantan Selatan dan Jemaja Timur. 15. Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS dan PMS HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquarired Immunodefiency Syndrome) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV Positif dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counseling and Testing (VCT), sero survey dan Surveri Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP). Upaya pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV dan AIDS disamping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini yang dilanjutkan dengan kegiatan konseling.

109 Upaya penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV dan AIDS terhadap darah donor, pemantauan pada kelompok beresiko penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti Wanita Penjaja Seks (WPS), penyalahguna NAPZA dengan suntikan (IDUs), penghuni Lapas (Lembaga Permasyarakatan) atau sesekali dilakukan penelitian pada kelompok beresiko rendah seperti ibu rumah tangga dan sebagainya. TABEL X PENEMUAN KASUS HIV & AIDS MENURUT KELOMPOK UMUR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 214 No Kelompok Umur HIV AIDS Penderita AIDS Meninggal 1. 4 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Sumber: Klinik VCT Kabupaten Kepulauan Anambas, 214 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelompok umur yang terkena HIV dan AIDS, bahkan terdapat juga penderita AIDS yang meninggal. Pada kelompok umur 4 tahun terdapat 1 penderita HIV, kelompok umur 5-14 tahun juga terdapa 1 penderita HIV dan 1 penderita AIDS yang meningal, sedangkan untuk kelompok umur tahun terdapat 6 penderita HIV dan 6 penderita AIDS serta 3 penderita AIDS yang meninggal. 16. Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular oleh virus Dengue yang menyerang sistem peredaran darah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus tersebut dibawa oleh nyamuk dari darah orang yang telah terinfeksi sebelumnya lalu mentransmisikan kepada orang yang sehat setelah masa inkubasi virus Dengue selama 8-1 hari di dalam nyamuk tersebut. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa di Indonesia. Upaya pemberantasan DBD terdiri dari peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans vector, diagnosis dini dan pengobatan dini, peningkatan upaya pemberantasan vector penular penyakit DBD. Upaya pemberantasan vector ini yaitu dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan pemeriksaan jentik berkala. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). 17. Pengendalian Penyakit Malaria Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium melalui nyamuk betina Anopheles. Penanganan penyakit Malaria masuk penanganan masalah global dalam Millenium Development Goals (MDG s). Kejadian penyakit malaria dan terjadinya Kejadian Luar Biasa malaria di Indonesia sangat berkaitan erat dengan beberapa hal berikut ini: g. Adanya perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukan nyamuk penular malaria h. Mobilitas penduduk yang cukup tinggi. i. Perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang dari musim kemarau.

110 j. Krisis ekonomi yang berkepanjangan memberikan dampak pada daerah-daerah tertentu dengan adanya masyarakat yang mengalami gizi buruk sehingga lebih rentan untuk terserang malaria. k. Tidak efektifnya pengobatan karena resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin dan meluasnya daerah resisten. l. Menurunnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap upaya penanggulangan malaria secara terpadu. c. Persentase Penderita Malaria yang Diobati Persentase penderita malaria yang diobati merupakan persentase penderita malaria yang diobati sesuai pengobtan standar dalam kurun waktu satu tahun dibandingkan dengan tersangka malaria atau positif malaria yang datang ke sarana pelayanan kesehatan. Pengobatan malaria harus dilakukan secara efektif. Pemberian jenis obat harus benar dan cara meminumnya harus tepat waktu yang sesuai dengan acuan program pengendalian malaria. Pengobatan efektif adalah pemberian ACT (Artemicin-based Combination Therapy) pada 24 jam pertama pasien panas dan obat harus diminum habis dalam 3 hari. d. Pencapaian Pemeriksaan Sediaan Darah (Konfirmasi Laboratorium) Berdasarkan cakupan konfirmasi laboratorium belum semua suspek malaria dilakukan pemeriksaan sediaan darahnya. GAMBAR X CAKUPAN PEMERIKSAAN SEDIAAN DARAH POSITIF MALARIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN (%) ,22 25,9 23,1 2,7 2 13,4 7,8 Jemaja Timur Siantan Timur Siantan Selatan Kab. Kep. Anambas Siantan Palmatak Siantan Tengah Jemaja Kecamatan Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Pada gambar diatas, cakupan pemeriksaan sediaan darah yang positif malaria di Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar 25,9%. Pencapaian tertinggi dalam pemeriksaan sediaan darah adalah Kecamatan Jemaja Timur mencapai 1%, sedangkan capaian terendah terdapat di Kecamatan Jemaja hanya mencapai 7,8%.

111 GAMBAR X CAKUPAN ANGKA KESAKITAN AKIBAT MALARIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ,8 15,8 16,1 15 1,4 11,3 (%) Tahun Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Angka kesakitan akibat malaria di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami peningkatan sebesar 11,3%. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya sebesar 1,4%. 18. Pengendalian Penyakit Kusta Kusta atau Lepra (leprosy) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae. Penyakit tersebut sering menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia dalam jangka panjang yang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kasus yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan penderita menjadi cacat baik pada kulit, anggota gerak, hingga kerusakan saraf. Penularan kusta secara pasti belum diketahui. Sebagian besar ahli berpendapat bahwa kusta dapat menular melalui udara dan dengan adanya kontak kulit dengan kulit penderita yang berlangsung lama. Kusta yang menular adalah kusta tipe basah yang belum mendapat pengobatan, dimana masa inkubasiny aberlangsung lama yaitu rata-rata 2-5 tahun bahkan bisa mencapai 4 tahun. Namun, penyakit ini bisa disembuhkan tergantung dari tipe penyakit dan cepatnya penemuan. Ada dua penyakit jenis kusta yaitu Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Jenis PB memerlukan waktu pengobatan 6 bulan, sedangkan MB memerlukan waktu pengobatan 12 bulan. Bila kasus ditemukan masih dalam keadaan dini maka pengobatannya mudah dan sembuh tanpa cacat fisik. Penyakit kusta timbul karena masyarakat kurang memperhatikan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan. Melalui pola hidup sehat, penyakit ini bisa dihindari.

112 TABEL X CAKUPAN PENEMUAN KASUS BARU (NCDR) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN , ,89 (%) 8 6 5,33 6, , Tahun Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Pada gambar diatas, NCDR per 1. penduduk menunjukkan peningkatan, yaitu dari 6,71% pada tahun 212 menjadi 12,89% pada tahun 214. Hal ini berarti terjadinya peningkatan kasus baru kusta di Kabupaten Kepulauan Anambas. 19. Pengendalian Penyakit Filariasis Filariasis (Kaki Gajah) adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria, yang terdiri dari 3 (tiga) spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia Timori. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya dan menginfeksi jaringan limfe (getah bening), dimana di dalam tubuh manusia cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkkan di kaki, tungkai, payudara, lengan, dan organ genital. Pada tahun 214 tidak ditemukannya penyakit filariasis di Kabupaten Kepulauan Anambas. Untuk data dan informasi yang lebih rinci bisa dilihat pada Tabel Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Penyakit jantung merupakan kondisi dimana jantung tidak mampu bekerja dengan maksimal atau bekerja dengan baik. Ruang lingkup pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) yang menjadi tanggung jawab Subdirektorat Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Ditjen PPPL meliputi hipertensi essensial, penyakit ginjal hipertensi, penyakit jantung hipertensi, stroke gagal jantung, Penyakit Jantung Koroner (PJK), kardiomipathy, penyakit jantung rheumatic, penyakit jantung bawaan dan infark miocard akut. Prioritas program pengendalian tahun 21 memperhatikan pada pengendalian faktor risiko PJPD berbasis masyarakat, deteksi dini, dan jejaring kerja dengan tahapan kegiatan sebagai berikut : 7. Penyusunan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK). Sampai dengan tahun 21, NSPK yang telah disusun berupa: e. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 854/MENKES/SK/IX/29 Tentang Pedoman Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

113 Penderita f. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 853/MENKES/SK/IX/29 Tentang JejaringKerja Nasional g. Buku pedoman Pengendalian Hipertensi pada Ibu Hamil h. Buku Deteksi Dini Faktor Risiko penyakit Jantung dan pembuluh Darah. 8. Pengembangan SDM yang terdiri dari Training of Trainers (TOT) di 15 wilayah, dan kalakarya di lokasi pelaksanaan bimbingan teknis dan sosialisasi. 9. Penyediaan alat stimulan berupa masscrening yang terdiri dari timbangan badan, alat ukur tinggi badan, lingkar pinggang, tekanan darah, cardiochek, dan EKG yang didistribusikan ke 17 provinsi dan 36 kabupaten/kota. 1. Surveilans Epidemiologi. Kegiatan ini berupa penemuan dan tata laksana penyakit jantung dan pembuluh darah. Salah satu kegiatan pokok pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yaitu penemuan dan tatalaksana yang dilaksanakan melalui deteksi dini faktor risiko. 11. Pengendalian faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah berbasis masyarakat melalui peningkatan pemberdayaan peran serta masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan melatih kader-kader Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) di 17 provinsi dan 36 kabupaten/kota. 12. Jejaring kerja berdasarkan faktor risiko PJPD. Kegiatan ini dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan lintas sektor, lintas program dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Salah satu penyebab penyakit jantung adalah tekanan darah tinggi (hipertensi).tekanan darah tinggi yang berlangsung lama dapat menyebabkan penyakit jantung, dimana hipertensi dapat melukai dinding arteri dan memungkinkan kolesterol LDL memasuki saluran arteri dan meningkatkan penimbunan plak. TABEL X CAKUPAN PENDERITA TEKANAN DARAH TINGGI (HIPERTENSI) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN Palmatak Jemaja Timur Siantan Jemaja Siantan Tengah Siantan Timur Siantan Selatan Sumber: Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 214 Pada tahun 214, hipertensi berada di urutan pertama dari 1 penyakit terbesar yang tidak menular di Kabupaten Kepulauan Anambas dengan jumlah 1.41 penderita. Sedangkan

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2014

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2014 PROFIL KESEHATAN DINAS KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 2011-2015 adalah Kepulauan Anambas Sehat, sedangkan untuk mencapai visi tersebut diperlukan misi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2013 PROFIL KESEHATAN DINAS KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia adalah memperoleh manfaat, mendapatkan

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Gorontalo, Agustus 2011 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

KATA PENGANTAR. Gorontalo, Agustus 2011 KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-nya sehingga Buku Profil Kesehatan Provinsi

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i KATA PENGANTAR Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Taufik dan Hidayah - NYA, sehingga buku Profil Kesehatan Tahun dapat disusun. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun merupakan gambaran pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis. Mikrobakterium ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tuberkulosis 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah utama yang terjadi dalam kesehatan global. TB menjadi peringkat kedua penyebab kematian didunia setelah HIV. Angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk

Lebih terperinci

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR REVIEW INDIKATOR DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR 2015-2019 MISI 1 : Menyediakan sarana dan masyarakat yang paripurna merata, bermutu, terjangkau, nyaman dan berkeadilan No Tujuan No Sasaran Indikator Sasaran

Lebih terperinci

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas Indikator Kinerja Utama Pemerintah Kota Tebing Tinggi 011-016 3 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KESEHATAN TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 DAFTAR ISI hal. KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii iv v x BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3 A. KEADAAN PENDUDUK 3 B. KEADAAN EKONOMI 8 C. INDEKS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penulisan Sumber Data... 3

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penulisan Sumber Data... 3 DAFTAR ISI SAMBUTAN BUPATI POLEWALI MANDAR....... i DAFTAR ISI............ iii DAFTAR TABEL............ vi DAFTAR GRAFIK............ ix DAFTAR GAMBAR............ xiii DAFTAR SINGKATAN............ xiv PETA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan masalah utama bidang kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru TB, dan lebih dari 2 juta orang meninggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Price & Wilson, 2006). Penyakit ini dapat menyebar melalui

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru

Lebih terperinci

KABUPATEN TANAH LAUT

KABUPATEN TANAH LAUT KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014 dapat diselesaikan dengan baik. Profil Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis pada tahun 2014. Insiden TB diperkirakan ada 9,6 juta (kisaran 9,1-10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama lebih dari tiga dasawarsa, Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 PRIORITAS 3 Tema Prioritas Penanggung Jawab Bekerjasama dengan PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipelihara dan ditingkatkan. Hendrik L. Bloom dalam Notoadmojo (2007)

BAB I PENDAHULUAN. dipelihara dan ditingkatkan. Hendrik L. Bloom dalam Notoadmojo (2007) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak dasar manusia yang merupakan karunia tuhan yang sangat tinggi nilainya. Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek pelayanan yaitu bidang promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, termasuk keluarga

Lebih terperinci

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rakhmatnya sehingga buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana di maksud

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Perilaku masyarakat adalah perilaku proakftif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2016 i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberi rahmat dan hidayah Nya sehingga dapat tersusunnya Profil Kesehatan Dinas Kesehatan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN (KESLING) PUSKESMAS MANIMPAHOI

KERANGKA ACUAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN (KESLING) PUSKESMAS MANIMPAHOI KERANGKA ACUAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN (KESLING) A. PENDAHULUAN Upaya kesehatan lingkungan adalah pengendalian factor-faktor risiko lingkungan fisik, biologis,social yang dapat menimbulkan hal-hal

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KESEHATAN

PROFIL DINAS KESEHATAN PROFIL DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2012 DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KATA PENGANTAR Alhamdulillahirrabbil alamiin. Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Matraman Tahun 2017 selesai disusun. Laporan Tahunan dan Profil

Lebih terperinci

TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN

TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN TREND JAWA TIMUR TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2000 2011 Jl. A. Yani 118 Surabaya HTTP://dinkes.jatimprov.go.id Email : info@dinkesjatim.go.id DINAS Tahun KESEHATAN 2012 PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menyerang paru paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat menular melalui udara atau sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) adalah delapan tujuan pembangunan sebagai respons atas permasalahan global yang akan dicapai pada 2015. Delapan tujuan tersebut antara

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA

INDIKATOR KINERJA UTAMA KABUPATEN/KOTA : Makassar TAHUN : 2015 SKPD : Dinas Visi : Makassar Sehat dan Nyaman Untuk Semua Menuju Kota Dunia Misi : 1. Meningkatkan yang merata, bermutu dan terjangkau berbasis tehnologi 2. Meningkatkan

Lebih terperinci

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 214 GAMBARAN UMUM Kota Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dan merupakan pintu gerbang dan pusat perdagangan Kawasan Timur Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Berdasarkan visi dan misi pembangunan jangka menengah, maka ditetapkan tujuan dan sasaran pembangunan pada masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly Observed Treatment Short-course

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat menyebar melalui droplet

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat menyebar melalui droplet BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat menyebar melalui droplet orang yang terinfeksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2014 ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Piere Tendean No. 24 Semarang Telp. 024-3511351 (Pswt.313) Fax. 024-3517463 Website : www.dinkesjatengprov.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa situasi Tuberkulosis (TB) dunia semakin memburuk, dimana jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

3.2 Pencapaian Millenium Development Goals Berdasarkan Data Sektor Tingkat Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar Tahun

3.2 Pencapaian Millenium Development Goals Berdasarkan Data Sektor Tingkat Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar Tahun 3.2 Pencapaian Millenium Development Goals Berdasarkan Data Sektor Tingkat di Mandar 2007-2009 Indikator 2 3 4 5 6 7 8 9 0 2 3 4 5 6 7 8 9 20 Tujuan Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Menurunkan Proporsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun Development Goals (MDGs) yang disepakati seluruh negara di dunia termasuk Indonesia, menetapkan

Lebih terperinci

METODOLOGI. 3. Cakupan Imunisasi Lengkap, Departemen Kesehatan RI Badan Pusat Statistik RI (BPS RI)

METODOLOGI. 3. Cakupan Imunisasi Lengkap, Departemen Kesehatan RI Badan Pusat Statistik RI (BPS RI) 28 METODOLOGI Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder yang berasal dari berbagai instansi terkait. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumahan dan permukiman yang dikelola dengan baik merupakan sebuah indikator kesejahteraan dan target intervensi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat (Thomson, 2001).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Visi Indonesia Sehat 2010 merupakan gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kini mengalami beban ganda akibat penyakit tidak menular terus bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit infeksi menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di sebagian besar negara di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat,

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Piere Tendean No. 24 Semarang Telp. 024-3511351 (Pswt.313) Fax. 024-3517463 Website : www.dinkesjatengprov.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global utama. Hal ini menyebabkan gangguan kesehatan pada jutaan orang setiap tahunnya dan merupakan peringkat kedua

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana kegagalan penderita TB dalam pengobatan TB yang masih tinggi walau penanggulan TB sudah dilakukan

Lebih terperinci

Strategi Pemecahan Masalah pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut :

Strategi Pemecahan Masalah pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut : 4. Sistem Informasi pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kota Provinsi yang belum tepat waktu Strategi Pemecahan Masalah pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan pembangunan pada dasarnya disusun untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sebesarbesarnya yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor DATA/INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN LAMONGAN Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI 2012 Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi buang air besar. Diare dapat juga didefinisikan bila buang air besar tiga kali atau lebih dan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011

Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011 Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011 Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo i Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2011 KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirobbilalamin,

Lebih terperinci

secara sosial dan ekonomis (Notoatmodjo, 2007).

secara sosial dan ekonomis (Notoatmodjo, 2007). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Bakteri Tahan Asam (BTA) Mycobacterium tuberculosa. Sebagian besar bakteri ini menyerang paru-paru

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN KANTOR PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH LANTAI V JL. JEND SUDIRMAN KM 12 CAMBAI KODE POS 31111 TELP. (0828) 81414200 Email: dinkespbm@yahoo.co.id KOTA PRABUMULIH Lampiran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan Tahun 2016 i

Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan Tahun 2016 i COVER i KATA PENGANTAR Atas Asung Kerta Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa /Tuhan Yang Maha Esa, ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya dari rangkaian penyajian data dan informasi. Profil Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga dapat menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru. Penderita TB paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

PROFIL KESEHATAN KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2012 PROFIL KESEHATAN KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2012 DINAS KESEHATAN KOTA BUKITTINGGI Kata Pengantar Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-nya telah selesai disusun buku Profil Kesehatan Kota Bukittinggi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health Organization (1) pada tahun 1984 mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat. Pada misi V yaitu Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat telah didukung dengan 8 sasaran sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium 75 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang menyerang paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium Tuberculosis. TB Paru

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya Tuberkulosis terjadi pada paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya menjaga kesehatan bagi masyarakat adalah hal mutlak. Karena dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat terus produktif.

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG BERKUALITAS Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah aset yang paling berharga yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk menjalankan segala aktivitas dalam kehidupan. Mendapatkan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci