BUKU AJAR MATA KULIAH : HUKUM PERNIAGAAN INTERNASIONAL KODE MK : HK Tim Penyusun: Fadia Fitriyanti, S.H.M.Hum.,M.Kn. Ani Yunita, S.H.,M.H.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUKU AJAR MATA KULIAH : HUKUM PERNIAGAAN INTERNASIONAL KODE MK : HK Tim Penyusun: Fadia Fitriyanti, S.H.M.Hum.,M.Kn. Ani Yunita, S.H.,M.H."

Transkripsi

1 BUKU AJAR MATA KULIAH : HUKUM PERNIAGAAN INTERNASIONAL KODE MK : HK Tim Penyusun: Fadia Fitriyanti, S.H.M.Hum.,M.Kn. Ani Yunita, S.H.,M.H. PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADYIAH YOGYAKARTA 2017

2 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Alhamdullillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya atas penulisan bahan ajar ini. Tak lupa pula penulis ucapkan shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW semoga suri tauladan yang ditunjukkan senantiasa mengilhami kita dalam menjalani kehidupan di dunia. Pesatnya perkembangan perniagaan Internasional di belahan bumi ini dan masih kurangnya literatur dibidang hukum perniagaan internasional maka mendorong penulis untuk turut berperan dalam memberikan wacana dan informasi perkembangan hukum perniagaan internasional. Penulis berharap bahan ajar ini akan bermanfaat tidak hanya bagi mahasiswa fakultas hukum, tetapi juga untuk kalangan usaha atau bisnis dan siapa saja yang membutuhkan informasi tentang hukum perniagaan internasional. Penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan dan kelemahan sehingga penulis sangat berharap masukan, saran, dan kritik dari para pembaca. Wassalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh Yogyakarta, 13 Agustus 2017 Hormat Penulis Fadia Fitriyanti, S.H.M.Hum, M.Kn Ani Yunita, S.H.,M.H. ii

3 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL...i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB PENGANTAR HUKUM PERNIAGAAN INTERNASIONAL... 1 A. Pengertian Hukum Perniagaan Internasional... 1 B. Subyek Hukum Perniagaan Internasional... 2 C. Prinsip-Prinsip Hukum Perniagaan Internasional... 7 D. Sumber Hukum Perniagaan Internasional... 9 BAB KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL A. Pengertian Kontrak Dagang Internasional B. Dasar Hukum Kontrak Dagang Internasional C. Perkembangan Bentuk Hukum Kontrak Perdagangan Internasional D. Tahapan dalam Proses Transaksi Perdagangan Ekspor E. World Trade Organization (WTO)...16 BAB HUKUM PENGANGKUTAN A. Pengertian Hukum Pengangkutan B. Subyek Hukum Pengangkutan C. Sumber Hukum Pengangkutan D. Fungsi Pengangkutan E. Asas-Asas Hukum Pengangkutan F. Pengangkutan Darat G. Pengangkutan Laut iii

4 H. Pengangkutan Udara I. Tanggung Jawab Pengangkut BAB 4 ASURANSI A. Pendahuluan B. Definisi...44 C. Dasar Hukum...45 D. Ruang Lingkup Hukum Pertanggungan E. Unsur-Unsur Asuransi...46 F. Jenis Usaha Perasuransian...50 G. Usaha Perasuransian...51 H. Syarat sah Asuransi...53 I. Berakhirnya Asuransi...53 BAB HUKUM SURAT BERHARGA A. Pengertian Surat Berharga B. Fungsi Surat Berharga C. Surat Berharga Di dalam KUHD D. Surat Berharga Di Luar KUHD BAB LETTER OF CREDIT A. Pengertian Letter Of Credit B. Dasar Hukum Letter Of Credit C. Pihak-Pihak Yang Terlibat Di Dalam Penerbitan L/C D. Jenis-Jenis Letter Of Credit iv

5 E. Mekanisme Penerbitan Letter of Credit DAFTAR PUSTAKA v

6 BAB 1 PENGANTAR HUKUM PERNIAGAAN INTERNASIONAL A. Pengertian Hukum Perniagaan Internasional Hukum Perniagaan Internasional atau hukum perdagangan internasional memiliki beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu sebagai berikut: Menurut Professor Clive M. Schimitthof yaitu seorang guru besar ternama dalam hukum dagang internasional dari City of London College bahwa definisi dari hukum perdagangan internasional ialah sebagai berikut:...the body of rules governing commercial relationship of a private law nature involving different nations. 1 Dari definisi tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata. 2. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara. Definisi diatas menunjukkan bahwa aturan-aturan dalam hukum perdagangan internasional bersifat komersial. Hal ini berarti Schimitthof dengan tegas membedakan antara hukum perdata dan hukum publik. Dengan kata lain, Schimitthof menegaskan wilayah hukum perdagangan internasional tidak termasuk aturan-aturan hukum internsional publik yang mengatur hubunganhubungan komersial. Misalnya, aturan-aturan hukum internasional yang mengatur blok-blok perdagangan regional dan aturan mengenai komoditi. M. Rafiqul Islam menekankan keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan hubungan keuangan. Hubungan finansial terkait erat dengan perdagangan internasional. Keterkaitan erat ini tampak karena hubunganhubungan keuangan ini mendampingi transaksi perdagangan antara para pedagang. 2 Dengan adanya keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan keuangan maka Rafiqul Islam memberikan definisi hukum perdagangan dan 1 Huala Adolf, 2013, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta, Rajawali Pers, hlm M.Rafiqul Islam,1999, International Trade Law. Sydney, LBC, hlm.01. 1

7 keuangan sebagai suatu kumpulan aturan, prinsip, norma dan praktik yang menciptakan suatu pengaturan untuk transaksi-transaksi perdagangan internasional dan sistem pembayarannya memiliki dampak terhadap perilaku komersial lembaga-lembaga perdagangan. Kegiatan-kegiatan komersial tersebut dapat dibagi kedalam kegiatan komersial yang berada dalam ruang lingkup hukum perdagangan internasional, perdagangan antar pemerintah atau antar negara yang diatur dalam hukum internasional publik. Berdasarkan hal tersebut maka ruang lingkup hukum perdagangan internasional sangat luas karena kajian bidang hukum ini bersifat lintas batas negara atau transnasional sehingga konsekuensinya dalam perdagangan internasional terkait lebih dari satu sistem hukum yang berbeda. Seorang sarjana Afrika Selatan yaitu Hercules Boysen tidak memberikan definisi secara tegas namun beliau hanya mengungkapkan unsur-unsur dari definisi hukum perdagangan internasional yaitu sebagai berikut: 3 1. Hukum perdagangan internasional dapat dipandang sebagai suatu cabang khusus dari hukum internasional. 2. Hukum perdagangan internasional adalah aturan hukum internasional berlaku terhadap perdagangan barang, jasa dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual. 3. Hukum perdagangan internasional terdiri dari aturan hukum nasional yang memiliki pengaruh langsung terhadap perdagangan internasional secara umum. B. Subyek Hukum Perniagaan Internasional Dalam aktivitas perdagangan internasional terdapat beberapa subjek hukum yang berperan penting dalam hukum perdagangan internasional yaitu sebagai berikut: 1. Para pelaku (stakholders) dalam perdagangan internasional yang mampu mempertahankan hak dan kewajibannya di hadapan badan peradilan. 3 Huala Adolf, Op.cit,hlm.10. 2

8 2. Para pelaku (stakholders) dalam perdagangan internasional yang mampu dan berweanang untuk merumuskan aturan-aturan hukum perdagangan internasional. Dilihat dari batasan dibatas diatas maka yang dapat disebut sebagai subjek hukum ialah sebagai berikut: 4 1. Negara Neagara merupakan subjek hukum terpenting dalam perdagangan internasional. Hal ini dikarenakan: a. Negara memiliki kedaulatan yang berarti negara memiliki kewenangan untuk membuat regulasi yang mengikat segala subjek hukum lainnya. b. Negara berperan baik secara langsung maupun tidak dalam pembentukan organisasi-organisasi (perdagangan) internasional dunia, seperti WTO (World Trade Organization) dan UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law). c. Bersama negara lain mengadakan perjanjian internasional guna mengatur transaksi perdagangan diantara mereka. d. Negara berperan juga sebagai subjek hukum dalam posisinya sebagai pedagang. Salah satu masalah yang sering timbul dalam kaitannya dengan Negara adalah atribut kedaulatan negara itu sendiri. Prinsip umum yang diakui adalah bahwa dengan atribut kedaulatan, negara memiliki imunitas terhadap pengadilan negara lain. Arti imunitas adalah negara tersebut memiliki hak untuk mengklaim kekebalannya atas tuntutan (klaim) terhadap dirinya. Dalam perkembangannya konsep imunitas ini mengalami pembatasan, minimal ada empat pembatasan terhadap muatan imunitas suatu negara: a. Pembatasan oleh hukum internasional Hukum Internasional dalam transaksi perdagangan meskipun mengakui imunitas suatu negara, tetapi juga sekaligus membatasinya. b. Pembatasan oleh hukum nasional Negara tersebut membatasi imunitas negara-negara (asing) masuk ke dalam wilayahnya atau bertransaksi dengan warga negaranya untuk 4 Huala Adolf, Ibidhlm

9 melakukan transaksi perdagangan. Pembatasan imunitas negara tersebut dengan memiliki Undang-Undang mengenai imunitas. Misalnya, Kanada (State Imunity Act 1982), Australia (Foreign State Imunity Act 1985), Amerika Serikat (Foreign Sovereign Immunities Act 1976) dan Inggris (State Imunity Act 1978). c. Pembatasan secara diam-diam dan sukarela Pembatasan ini terjadi ketika suatu negara secara sukarela menundukkan dirinya ke suatu badan peradilan yang mengadili sengketa. Apabila pengadilan tersebut memanggil negara tersebut kemudian negara tersebut memenuhi panggil persidangan maka negara tersebut dianggap menanggalkan imunitas negara. d. Negara memasukkan klausul arbitrase ke dalam kontrak dagangnya. Apabila suatu negara memasukkan klausul arbitrase pada kontrak dagangnya maka negara tersebut dapat dianggap telah menanggalkan imunitasnnya untuk menghadap ke Badan Arbitrase untuk menyelesaikan sengketa negara tersebut. 2. Organisasi Perdagangan Internasional Organisasi perdagangan internasional dibagi menjadi dua kelompok yaitu organisasi internasional antarpemerintah (publik) dan nonpemerintah. a. Organisasi Internasional Antar pemerintah (Publik) Organisasi Internasional yang bergerak di bidang perdagangan internasional memainkan peran yang signifikan. Organisasi internasional dibentuk oleh dua atau lebih negara guna mencapai tujuan bersama. Organisasi Internasional dibawah PBB dewasa ini seperti UNCITRAL atau UNCTAD. UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law) adalah organisasi internasional yang berperan cukup penting dalam perkembangan hukum perdagangan internasional. Badan ini didirikan pada tahun 1966 berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2205 (XXI), 12 Desember Tujuan utama badan ini adalah mendorong harmonisasi dan unifikasi hukum perdagangan internasional secara progresif. 4

10 Wewenang UNCITRAL ialah antara lain sebagai berikut: 5 1) Mengadakan koordinasi dengan usaha dari organisasi-organisasi yang mengadakan kegiatan dalam bidang hukum dagang internasional dan mengusahakan adanya kerjasama. 2) Mengadakan promosi agar dapat tercipta konvensi-konvensi internasional secara lebih meluas dan juga dapat diterima berbagai Model Laws dan Uniform Laws yang telah dibuat oleh berbagai oraganisasi internasional. 3) Mengadakan persiapan-persiapan dan promosi agar dapat diterima konvensi-konvensi internasional yang baru Model Laws dan Uniform Laws serta mengadakan promosi untuk kodifikasi dan penerimaan secara lebih meluas dari pada trade terms internasional, ketentuanketentuan, kebiasaan-kebiasaan, dan praktek dalam perdagangan internasional. 4) Mengadakan promosi agar dapat dipastikan kesatuan interpretasi dan pemakaian secara uniform serta uniform laws dalam bidang hukum dagang internasional. 5) Menghimpun informasi mengenai perundang-undangan nasional dan perkembangan modern di bidang hukum termasuk juga yurisprudensi mengenai bidang hukum dagang internasional. 6) Mengambil lain-lain tindakan yang dapat dianggap berguna untuk dapat memenuhi tugas-tugasnya ini. b. Organisasi Internasional Non Pemerintah Disamping organisasi internasional antar pemerintah, terdapat subjek hukum lainnya yang juga cukup penting yaitu NGO (Non Governmental Organization). NGO internasional dibentuk oleh pihak swasta atau asosiasi dagang. Peran penting NGO dalam mengembangkan aturan-aturan hukum perdagangan internasional, misalnya ICC (International Chamber of Commerce atau Kamar Dagang Internasional) hlm.7. 5 Sudargo Gautama, 2010, Hukum Dagang Internasional, Bandung, PT Alumni, 5

11 telah berhasil merancang dan melahirkan berbagai bidang hukum perdagangan dan keuangan internasional misal, INCOTERMS, Arbitration Rules, Uniform Customs and Practices for Documentary Credits (UCP). Uniform Customs and Practices for Documentary Credits (UCP) menjadi acuan hukum sangat penting bagi pengusaha dalam melaksanakan transaksi perdagangan internasional. Aturan-aturan UCP yang terkait dengan sistem pembayaran melalui perbankan telah ditaati dan di hormati oleh sebagian besar pengusaha-pengusaha besar di dunia. Banyak pengusaha-pengusaha besar juga menggunakan ICC Arbitration Rules untuk menyelesaikan sengketa-sengketa dagang. Para pengusaha sudah banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak dagang internasional sehingga jika terjadi suatu sengketa mengacu kepada ICC Arbitration Rules untuk hukum acara badan arbitrase. 3. Individu Individu atau perusahaan adalah pelaku utama dalam perdagangan internasional. Individulah yang pada akhirnya akan terikat oleh aturanaturan hukum perdagangan internasional. Selain itu, aturan-aturan hukum yang dibentuk oleh negara bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan internasional yang dilakukan individu. Biasanya individu dipandang sebagai subjek hukum dengan sifat hukum perdata. Individu itu sendiri hanya akan terikat oleh ketentuanketentuan hukum nasional yang negaranya buat. Oleh Karena itu, individu tunduk pada hukum nasionalnya. Individu hanya dapat mempertahankan hak dan kewajiban yang berasal dari hukum nasional dihadapan badanbadan peradilan nasional. Apabila individu merasa bahwa hak dalam perdagangan dirugikan maka individu dapat meminta bantuan negaranya untuk memajukan klaim terhadap negara yang merugikan ke badan peradilan internasional. Disebutkan diatas bahwa individu adalah subjek hukum dengan sifat hukum perdata (legal persons of a private law). Subjek hukum lainnya yang termasuk kategori ini ialah: 6

12 1) Perusahaan multinasional Perusahaan multinasional (MNcS atau Multinational Corporations) telah lama di akui sebagai subjek hukum berperan penting dalam perdagangan internasional. Peran perusahaan multinasional sangat penting karena kekuatan finansial yang dimilikinya. Perusahaan multinasional bertujuan mencapai target utama perusahaan, yaitu mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu perlu adanya aturan-aturan hukum untuk menjembataninya. 2) Bank Bank dapat digolongkan sebagai subjek hukum perdagangan internasional. Bank tunduk pada hukum nasional di mana bank tersebut didirikan. Faktor-faktor yang membuat subjek hukum ini penting ialah sebagai berikut: a) Peran bank dalam perdagangan internasional dapat dikatakan sebagai pemain kunci. Tanpa bank perdagangan internasional mgkin tidak dapat berjalan. b) Bank menjembatani antara penjual dan pembeli. Perannya disini adalah peran bank dalam memfasilitasi pembayaran antara penjual dan pembeli. c) Bank berperan penting dalam penciptaan aturan hukum perdagangan internasional khususnya dalam perbankan internasional. Misalnya, salah satu instrumen dalam sistem pembayaran perdagangan internasional yang berkembang saat ini ialah kredit berdokumen (documentary credit). Mekanisme dan praktik ini dikodifikasi dan dirumuskan oleh ICC menjadi UCP. C. Prinsip-Prinsip Hukum Perniagaan Internasional Prinsip-prinsip dasar (fundamental principles) yang dikenal dalam hukum perdagangan internasional diperkenalkan oleh sarjana hukum 7

13 perdagangan internasional yaitu Professor Alekssander Goldstajn. Beliau memperkenalkan 3 (tiga) prinsip dasar yaitu sebagai berikut 6 : 1. Prinsip Dasar Kebebasan Berkontrak a. Kebebasan untuk melakukan jenis-jenis kontrak yang disepakati oleh para pihak. b. Bebas untuk memilih forum penyelesaian sengketa dagangnya. c. Untuk memilih hukum yang akan berlaku terhadap kontrak. 2. Prinsip dasar Pacta Sunt Servanda Prinsip ini bersifat universal yang mensyaratkan bahwa kesepakatan atau kontrak yang telah ditandatangani harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (dengan itikad baik). Setiap sistem hukum di dunia harus menghormati prinsip ini. 3. Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui jalur pengadilan dan diluar pengadilan. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase merupakan penyelesaian diluar pengadilan. Lembaga Arbitrase di Indonesia yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia).Arbitrase dalam perdagangan internasional adalah forum penyelesaian sengketa yang umum digunakan. Selain 3 prinsip diatas terdapat prinsip dasar kebebasan berkomunikasi. Komunikasi atau navigasi adalah kebebasan para pihak untuk berkomunikasi untuk keperluan dagang dengan siapapun juga melalui berbagai sarana komunikasi baik darat, laut, udara, atau melalui sarana elektronik.kebebasan ini sangat esensial bagi terlaksananya perdagangan internasional. 6 Huala Adolf, Ibid,hlm

14 D. Sumber Hukum Perniagaan Internasional Sumber Hukum perniagaan internasional ialah sebagai berikut: 7 1. Perjanjian Internasional Perjanjian Internasional Merupakan salah satu sumber hukum yang terpenting. Secara umum perjanjian internasional terbagi dalam 3 bentuk yaitu: a. perjanjian multilateral Kesepakatan tertulis yang mengikat lebih dari dua pihak (beberapa negara) dan tunduk pada aturan hukum internasional. b. perjanjian bilateral perjanjian yang hanya mengikat dua subyek hukum internasional. c. Perjanjian regional Kesepakatan-kesepakatan di bidang perdagangan internasional yg dibuat oleh negara-negara yang tergolong atau berada dalam suatu regional tertentu. Di Asia Tenggara misalnya terdapat perjanjian pembentukan AFTA (Asean Free Trade) pada tahun Hukum Kebiasaan Internasional Dalam studi hukum perdagangan internasional, sumber hukum ini disebut sebagai lex mercatoria atau hukum para pedagang karena pedagang yang mula-mula menciptakan aturan hukum yang berlaku mereka. Misalnya barter atau counter trade. Hukum kebiasaan internasional merupakan sumber hukum yang tertua dibandingkan sumber hukum perdagangan internasional lainnya. Suatu kebiasaan tidak selamanya bersifat mengikat dan menjadi hukum. Suatu praktik untuk menjadi mengikat dengan syarat sebagai berikut: a. suatu praktik berulang-ulang dilakukan dan diikuti oleh lebih dari dua pihak (praktik negara). b. praktik ini diterima sebagai mengikat (opinio juris sive necessitatis). 7 Fadia Firiyanti dan Sentot Yulianugroho, 2007, Hukum Perniagaan Internasional, Yogyakarta, Lab Hukum UMY, hlm

15 3. Prinsip Hukum Umum Sumber hukum ini mulai berfungsi ketika hukum perjanjian internasional dan hukum kebiasaan internasional tidak memberi jawaban atas suatu persoalan.oleh karena itu, prinsip ini dipandang sebagai sumber hukum penting dalam upaya mengembangkan hukum. Beberapa contoh prinsip-prinsip hukum umum misalnya, prinsip itikad baik, pacta sunt servanda, prinsip ganti rugi. Ketiga prinsip tersebut diakui dalam semua sistem hukum di dunia dan terdapat pula dalam hukum perdagangan internasional. 4. Yurisprudensi atau Putusan-putusan Badan Pengadilan Sumber hukum ini akan memainkan perannya apabila sumbersumber hukum terdahulu tidak memberikan kepastian atas jawaban dari suatu persoalan hukum dibidang perdagangan internasional. 5. Kontrak Sumber hukum perdagangan internasional yang merupakan sumber utama dan terpenting adalah kontrak yang dibuat oleh para pihak (Freedom of contract). Para pelaku perdagangan dalam hukum perdagagangan internasional dalam melakukan transaksi harus dituangkan dalam kontrak sehingga kontrak sangat esensial. 6. Hukum Nasional Peran hukum nasional akan mulai lahir jika terjadi suatu sengketa sebagai akibat dari pelaksanaan kontrak. Peran signifikan dari hukum nasional lahir dari adanya yurisdiksi/kewenangan suatu negara. Kewenangan suatu negara untuk mengatur segala peristiwa hukum, subjek hukum dan benda yang berada di wilayahnya. Kewenangan atas peristiwa hukum misalnya dalam hal hukum perpajakan, ketenagkerjaan, perlindungan HKI, persaingan sehat, perizinan ekspor impor produk dan kesehatan. Kewenangan atas subjek hukum dalam perdagangan internasional mencakup kewenangan negara dalam membuat dan meletakan syarat-syarat berdirinya suatu perusahaan, bentuk perusahaan hingga pengakhiran perusahaan. 10

16 Kewenangan negara untuk mengatur suatu benda yang berada diwilayahnya mencakup pengaturan objek-objek apa saja yang dapat atau tidak dapat diperjualbelikan. Misalnya, masuknya produk yang membahayakan kesehatan manusia, moral, lingkungan dan produk tiruan lainnya. 11

17 BAB 2 KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL A. Pengertian Kontrak Dagang Internasional Menurut Huala Adolf, istilah kontrak internasional dalam bidang komersial atau perniagaan sedangkan perjanjian internasional dalam bidang publik yang bukan bersifat komersial atau perniagaan.istilah perjanjian internasional di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional yang dimaksud dengan perjanjian internasional ialah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulka hak dan kewajiban di bidang hukum publik. 8 Menurut Sudargo Gautama menyatakan bahwa kontrak internasional ialah kontrak nasional yang terdapat unsur luar negri atau foreign element. Secara teoritis yang dapat menjadi indikator suatu kontrak adalha kontrak nasional yang ada unsur asingnya yaitu: 1. Kebangsaan yang berbeda 2. Para pihak memiliki domosili hukum dinegara yang berbeda 3. Hukum yang dipilih adalah hukum asing termasuk aturan-aturan atau prinsip-prinsip kontrak internasional dalam kontrak tersebut. 4. Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negri. 5. Pelaksanaan kontrak tersebut di luar negri. 6. Kontrak tersebut ditandatangani di luar negri. 7. Obyek kontrak di luar negri 8. Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing 9. Digunakannya mata uang asing di dalam kontrak tersebut. 8 Fadia Fitriyanti & Sentot Yulianugroho, Ibid, hlm

18 B. Dasar Hukum Kontrak Dagang Internasional Dasar Hukum kontrak dagang internasional ialah sebagai berikut: 1. Contract provisions Merupakan hal-hal yg diatur dalam kontrak dagang oleh kedua belah pihak dan merupakan dasar hukum utama bagi suatu kontrak. 2. General Contract law General Contract lawdapat dilihat dalam ketentuan yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata. 3. Spesific Contract law Mengatur tentang ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan kontrak-kontrak tertentu. Misalnya, dalam jual beli internasional jika yang berlaku hukum Indonesia maka berlaku juga ketentuan Pasal KUHPerdata. 4. Kebiasaan Bisnis Internasional Kebiasaan Bisnis Internasional merupakan dasar hukum yang dapat dianggap sebagai dasar hukum kontrak perdagangan internasional yang pertama-tama lahir dalam hukum perdagangan internasional. Dari awal perkembangannya yang disebut sebagai hukum perdagangan internasional justru lahir dari adanya praktek-praktek para pedagang yang dilakukan berulang-ulang sehingga kebiasaan yang berulangulang dalam waktu yang relatif lama tersebut menjadi mengikat. Misalnya kebiasaan bisnis yg terkodifikasi dalam kontrakpengiriman barang dll.kekuatan mengikat hukum kebiasaan diakui oleh hukum Indonesia yaitu Pasal 1339 KUHPerdata. 5. Yurisprudensi Peranan yurisprudensi dalam hukum kontrak dagang internasional kurang begitu berarti karena biasanya penyelesaian suatu kasus menggunakan arbitrase sehingga keputusan arbitrase menjadi yurisprudensi. 6. Kaidah Hukum Perdata Internasional Apabila ada perselisihan tentang hukum mana yang berlaku bilamana hal tersebut tidak diatur dalam kontrak maka menggunakan kaidah- 13

19 kaidah hukum perdata internasional. Salahsatu teori yang cukup terkenal yaitu teori the most characteristic connection rule. Menurut teori ini dinyatakan bahwa hukum para pihak mempunyai prestasi yang sangat karakteristik dalam jual beli internasional maka ketentuan hukum dari pihak penjualah yang berlaku karena dianggap mengandung paling banyak karakteristik dalam setiap transaksi perdagangan. 7. International Convention International Conventionmerupakan kesepakatan-kesepakatan internasional yang telah, sedang atau akan diratifikasi oleh negaranegara didunia. Negara-negara tersebut harus merupakan peserta konvensi internasional dan telah meratifikasi sehingga menjadi bagian dari hukum nasional masing-masing negara. Dengan demikian, konvensi internasional dapat mengikat para pihak. C. Perkembangan Bentuk Hukum Kontrak Perdagangan Internasional Hukum kontrak perdagangan internasional sifatnya dinamis, berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan ini secara garis besar ditandai dengan empat bentuk perkembangan hukum kontrak sebagai berikut: 1. Hukum kontrak internasional yang terwujud dalam Lex Mercatoria atau hukum pedagang 2. Hukum kontrak internasional dalam hukum nasional 3. Hukum kontrak internasional dalam bentuk kontrak baku 4. Hukum kontrak internasional dan perjanjian internasional 5. Hukum kontrak internasional dalam dunia Maya (e-contract) D. Tahapan dalam Proses Transaksi Perdagangan Ekspor Proses transaksi perdagangan ekspor melalui 5 (lima) tahapan yaitu: 9 1. Tahap promosi 9 Fadia Fitriyanti & Sentot Yulianugroho, Ibid, hlm

20 Dalam tahapan promosi ini,upaya yang dapat dilakukan oleh penjual untuk memperkenalkan komoditas yang dihasilkan kepada calon pembeli dengan cara sebagai berikut: a. Mengirimkan surat perkenalan kepada calon pembeli diluar negri melalui organisasi perusahaan sejenis. b. Mengikuti pameran dagang baik didalam maupun diluar negri. c. Membuka kios didaerah tujuan wisata dalam negri untuk memasarkan produknya. 2. Tahap Inquiry Jika ada pembeli berminat maka mereka akan menghubungi penjual dengan mengirimkan surat yang disebut dengan an inquiry for a quotation atau surat permintaan harga. 3. Tahap Offersheet Tujuan Offersheet adalah untuk memberikan informasi yang lengkap kepada importir, offersheet yang disetujui pembeli terjadinya kesepakatan jual beli. Penawaran tidak selalu tertulis akan tetapi bisa dilakukan secara lisan. 4. Tahap Ordersheeet Dengan adanya penawaran yang disetujui oleh calon pembeli maka dari aspek hukum telah terjadi transaksi jual beli yg disebut Contract of Sale atau Agreement to Sale. Apabila pembeli tidak menyetujui seluruh syarat penawaran (Firm Offer) maka pembeli dapat mengajukan usulan perubahan yang diinginkan. Permintaan perubahan dari calon pembeli atas suatu firm offer disebut dengan counter offer. 5. Kontrak Dagang Ekspor Berdasarkan firm offer yangtelah diperbaharui maka disusun sales contract dimana kedua belah pihak mengikatkan diri melakukan perjanjian jual beli dengan syarat-syarat telah disepakati. Sales contract ini juga disebut order note yang isinya menyebutkan referensi dari korespondensi terdahulu, pernyataan penempatan pesanan, uraian barang, penentuan harga satuan, jumlah harga, waktu pengiriman barang, cara pengepakan, merk, syarat pembayaran dan lainnya. 15

21 Eksportir menyiapkan kontrak jual beli ekspor sesuai dengan data dari offersheet dan ordersheet diatmbah dengan ketentuan lain misalnya shipment dsb. Importir mempelajari kontrak dagang dan bila menyetujui kemudian ditandatangani dan dikembalikan kepada eksportir. E. World Trade Organization (WTO) World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antar bangsa-bangsa dengan kekuasaan regulasi, judisial, review, dan pengayoman yang didirikan berdasarkan Uruguay Round dan General Agreement Tariffs and Trade (GATT) yang bertujuan untuk mencapai suatu perdagangan dunia yang lebih tertib, lancar, bebas, liberal, transparan, dan prediktif dengan sengketa yang dapat diselesaikan secara adil. 10 WTO didirikan pada tanggal 1 Januari 1995 berdasarkan Marrakesh Agreement Establishing the World Trade Organization (selanjutnya disebut dengan WTO). Hukum dasar WTO dibagi dalam 5 (lima) kategori antara lain peraturan mengenai non diskriminasi, peraturan mengenai akses pasar, peraturan mengenai perdagangan yang tidak adil, pengaturan mengenai hubungan antara liberalisasi perdagangan dan nilainilai serta kepentingan sosial lainnya, dan peraturan mengenai harmonisasi perangkat hukum nasional dalam bidang hukum khusus Tujuan Dan Manfaat Dari World Trade Organization (WTO) Tujuan dan manfaat World Trade Organization (WTO) antara lain sebagai berikut: a. WTO menjaga perdamaian. WTO yang secara konsekuen berusaha untuk menghilangkan trade barriers, menghilangkan proteksi, dan menimalisir besarnya tariffs 10 Munir Fuady, 2004, Hukum Dagang Internasional Aspek Hukum dari WTO, Jakarta, PT Citra Aditya Bakti, hlm Ade Maman Suherman, 2014, Hukum Perdagangan Internasional Lembaga Penyelesaian Sengketa WTO, Jakarta Timur, Sinar Grafika, hlm

22 pada saat perang dagang sehingga dapat menciptakan perdamaian diantara negara-negara yang saling berinteraksi dalam bidang perdagangan. b. WTO menyelesaikan sengketa secara baik. Badan penyelesaian sengketa di WTO memegang peranan yang cukup penting karena dalam interaksi perdagangan antar negara-negara sangat berpotensi timbul sengketa dagang antar negara. Oleh karena itu, diperlukan pembentukan Badan penyelesaian sengketa yang baik untuk menyelesaikan sengketa perdagangan. Sebaliknya, jika tidak ada Badan penyelesaian sengketa yang baik maka hanya akan menimbulkan permusuhan antar negara. c. WTO mendasari aksinya pada aturan main yang jelas. Salah satu kelebihan World Trade Organization (WTO) ialah WTO tidak berdasarkan pada kekuasaan (power) tetapi berdasarkan pada peraturan. Hal ini sangat membantu pihak negara yang kecil untuk mendapatkan kedudukan dan bargaining power yang sama dengan negara yang besar. Sebaliknya, hal tersebut juga sangat membantu pihak negara besar untuk tidak terjebak kedalam negosiasi bilateral yang kompleks dengan tiap-tiap negara mitra dagangnya. Peraturanperaturan dalam WTO berlaku untuk semua negara baik negara kecil maupun besar. d. WTO memangkas biaya-biaya hidup. Sasaran dari WTO ialah mendorong perdagangan bebas antara lain dengan jalan menghapuskan proteksi perdagangan oleh negara manapun. Dengan adanya proteksi dagang maka memerlukan biaya yang mahal sehingga dapat menyebabkan produk yang mahal. Oleh karena itu, dengan menghapuskan proteksi dagang maka barang-barang produksi akan lebih murah. e. WTO melindungi konsumen. Prinsip perdagangan yang dicanangkan oleh WTO merupakan salah satu upaya melindungi konsumen dari berbagai variasi barang impor dan mutu kualitas dari barang. 17

23 f. WTO menaikkan pendapatan. Setelah dibukanya perdagangan bebas maka income negara atau individu semakin tinggi. g. WTO merangsang pertumbuhan ekonomi. Perdagangan bebas dapat merangsang pertumbuhan ekonomi yang berarti juga mempeluas lapangan pekerjaan sedangkan politik proteksionisme dalam jangka panjang akan banyak membawa dampak negatif. h. WTO memangkas biaya perdagangan. Pemberlakuan prinsip-prinsip perdagangan akan banyak memangkas biaya-biaya perdagangan yang tidak diperlukan sehingga membuat sistem perdagangan menjadi semakin efisien. i. WTO menghindari kepentingan sempit dari kelompok tertentu. Kepentingan sempit dari kelompok tertentu misalnya proteksi dagang. Jika suatu negara sudah menjadi anggota WTO maka pemerintahan negara tesebut dengan mudah dapat menghindari politik proteksionisme dengan alasan bertentangan dengan WTO. j. WTO mendorong terciptanya pemerintahan yang baik. Banyak ketentuan dalam WTO yang mendorong baik secara langsung maupun tidak langsung bagi terciptanya suatu pemerintahan yang baik. Misalnya, WTO menganjurkan transparansi bagi pengaturan perdagangan di setiap negara anggota dan pemberlakuan hak yang sama antara masing-masing negara anggota atau mempersamakan kedudukan produsen dalam negri dengan luar negri. 18

24 2. Prinsip-Prinsip Dasar WTO Pada prinsipnya WTO merupakan suatu sarana untuk mendorong terjadinya suatu perdagangan bebas yang tertib dan adil di dunia ini. WTO untuk mendorong terciptanya perdagangan bebas memberlakukan 4 (empat) prinsip dasar sebagai berikut: 12 a. Prinsip Most Favoured Nations Prinsip most favoured nations ialah bahwa suatu perdagangan dijalankan berdasarkan asas non diskriminasi yakni tidak boleh membeda-bedakan antara satu anggota General Agreement on Tariffs and Trade (GATT/World Trade Organization (WTO) dan anggota lainnya. b. Prinsip Tarif Binding Setiap negara anggota WTO terikat dengan berapa pun besarnya tariff yang disepakatinya. Pembatasan perdagangan bebas dengan menggunakan tariff oleh World Trade Orgaization (WTO) di pandang sebagai satu-satunya model pembatasan perdagangan (dengan beberapa perkecualian) yang dapat ditoleransi. Hal ini diharapkan untuk selalu mengurangi besarnya tariff maksimum yang berlaku jika dengan berbagai pertimbangan pengahapusan tariff sama sekali misalnya masih belum munkin dilakukan. Tariff tidak lain dari suatu pajak yang ditarik oleh pemerintah atas barang-barang impor yang menjadi semakin tingginya harga barang tersebut di pasar domestik. c. Prinsip National Treatment Prinsip National Treatment dimaksudkan adalah bahwa negara anggota WTO tidak membeda-bedakan antara perlakuan terhadap pelaku bisnis domestik dan para pelaku bisnis non domestik, terutama berasal dari negara anggota WTO tersebut. d. Prinsip Non Tarrif Barriers Prinsip Non Tarrif barriers atau Non Tariff Measuures adalah tindakan dari negara-negara tertentu anggota World Trade 12 Munir Fuady, Op.cit, hlm

25 Organization (WTO) yang dengan maksud melindungi industri dalam negerinya, melakukan perlindungan-perlindungan tertentu yang dilakukan tidak dengan cara yang bersifat Tariff Measures. Hal ini tidak dapat dibenarkan karena jika harus diberikan perlindungan maka haruslah dengan perlindungan tarriff. Itu pun sedapat mungkin direndahkan tarrifnya sehingga ukuran perlindungan akan menjadi jelas dan masih memungkinkan terjadinya kompetisi sangat beragam. Beberapa contoh model perlindungan yang bersifat non tarrif ialah sebagai berikut: 1) sistem kuota 2) regulasi kesehatan, hewan, tanaman, hak buuh, hak asasi manusia, keamanan nasional. 3) arbitrary tehnical standars 4) kurangnya transparansi 5) technical standard 6) subsidi ekspor 7) subsidi produksi 8) credit guarantees 9) tax incentive 10) custom inspections 11) import or export licenses 12) dumping 13) dan lain-lain. 20

26 BAB 3 HUKUM PENGANGKUTAN A. Pengertian Hukum Pengangkutan Dalam kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata transportasi. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut. Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare berarti mengangkut atau membawa. Dengan demikian, transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan, guna menolong orang atau barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lain lainnya. Sehingga transportasi dapat didefenisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pengangkutan berasal dari kata dasar angkut yang berarti angkat/bawa, muat dan bawa/kirimkan. Pengangkutan adalah pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang/orang. Jadi dapat disimpulkan mengenai pengertian pengangkutan ialah proses kegiatan memuat barang/penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawanya dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan. Dilihat dari aspek perjanjian maka pengangkutan ialah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim dan penumpang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan 21

27 selamat, sedangkan pengirim dan penumpang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 13 Selanjutnya menurut Abdulkadir Muhammad mendefenisikan pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi. Selanjutnya ia menambahkan bahwa pengangkutan memiliki tiga dimensi pokok, yaitu pengangkutan sebagai usaha, pengangkutan sebagai perjanjian dan pengangkutan sebagai proses. Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berdasarkan suatu perjanjian; 2. Kegiatan ekonomi di bidang jasa; 3. Berbentuk perusahaan; 4. Menggunakan alat angkut mekanik. Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang dagang Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang dagangan. Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai serangkaian perbuatanmulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju tempat yang telahditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan31. Sedangkan pendapat lain menyatakan pengangkutan niaga adalah rangkaian kegiatan atau peristiwa pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempat penurunan penumpang atau pembongkaran barang. 13 HMN.Purwosutjipto, 1995, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3: Hukum Pengangkutan, Jakarta: Djambatan, hlm

28 Pengangkutan baik pengangkutan orang maupun pengangkutan barang terdiri atas: 1. Pengangkutan Darat 2. Pengangkutan Laut 3. Pengangkutan Udara B. Subyek Hukum Pengangkutan Subyek hukum pengangkutan adalah pihak pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan. Subyek hukum pengangkutan tersebut meliputi: 1. Pengangkut Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang disebut pengangkut adalah badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian. Menurut Undang-undang tersebut ditentukan bahwa yang dapat menyelenggarakan sarana perkeretaapian adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian. Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaranitentukan bahwa yang pengangkut ialah penyelenggara angkutan di perairan (menyebrang laut) atau pelayaran lainnya. Untuk penyelenggara angkutan di perairan maka pengangkut harus dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang bergerak khusus di bidang usaha angkutan perairan. Sedangkan untuk penyelenggara angkutan rakyat dan sungai, danau boleh dilakukan oleh warga negara Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ditentukan bahwa yang disebut sebagai pengangkut ialah penyelenggara angkutan udara. Menurut Undang-Undang ini, penyelenggara angkutan udara ialah badan hukum Indonesia yang telah mendapatkan ijin. 23

29 2. Pengirim Dilihat dari aspek perjanjian pengangkutan bahwa yang dimaksud dengan pengirim ialah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas barang yang diangkut. Dalam bahasa Inggris, pengirim disebut consigner, tetapi khusus pada pengangkutan perairan disebut dengan shipper. Pengirim adalah pemilik barang, dalam perdagangan pemilik barang juga berfungsi sebagai penjual (eksportir). Pemilik barang dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum yang menjalankan perusahaan. Pemilik barang yang berstatus penjual dalam perdagangan dapat berupa badan hukum atau persekutuan bukan badan hukum. Penjual yang berstatus eksportir dalam perdagangan internasional selalu badan hukum. 3. Penumpang (Passanger) Menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian ditentukan bahwa pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan baik untuk angkutan orang ataupun barang. Dari pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengguna jasa ialah penumpang dan/atau pengirim barang. 4. Ekspeditur Ekspeditur berfungsi sebagai perantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Menurut ketentuan Pasal 86 ayat (1) KUHD disebutkan bahwa ekspeditur ialah orang yang pekerjaannya mencarikan pengangkut barang di darat atau di perairan untuk kepentingan pengirim. Apabila ekspeditur membuat perjanjian pengangkutan dengan pengangkut dan bertindak atas nama pengirim maka pihaknya bukan sebagai ekspeditur melainkan sebagai pengirim. Ekspeditur ialah pengusaha yang menjalankan perusahaan dibidang usaha Ekspedisi Muatan Kereta Api (EMKA), Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), dan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMPU). 24

30 5. Agen Perjalanan Dalam perjanjian pengangkutan penumpang, pihak yang mencarikan penumpang bagi pengangkut adalah agen perjalanan (travel agent). Agen perjalanan ini bertindak untuk kepentingan pengangkut. 6. Perusahaan muat bongkar (stevedoring) Perusahaan muat bongkar ialah perusahaan yang menjalankan bisnis bidang jasa pemuatan barang ke kapal dan pembongkaran barang dari kapal (unloading). Perusahaan muat bongkar merupakan perusahaan yang berdiri sendiri atau juga dapat merupakan bagian dari perusahaan pelayaran. 7. Perusahaan pergudangan Perusahaan pergudangan (warehousing) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang bisnis jasa penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan selama barang yang bersangkutan menunggu pemuatan kedalam kapal, atau menunggu pengeluarannya dari gudang pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Dinas Bea dan Cukai. 8. Penerima (Consignee) Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima ialah pengirim maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam hal penerima ialah pihak ketiga yang berkepentingan maka penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan tetapi tergolong juga sebagai subyek hukum pengangkutan. Subyek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum ataupun perseorangan. Pihak penumpang selalu berstatus perseorangan sedangkan pihak penerima kiriman dapat berstatus perseorangan atau perusahaan. Pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan pengangkutan seperti perusahaan muat bongkar, perusahaan agen perjalanan atau perusahaan ekspedisi 25

31 muatan selalu berstatus badan hukum atau persekutuan bukan badan hukum. C. Sumber Hukum Pengangkutan Secara umum sumber hukum diartikan sebagai tempat dapat menemukan hukum atau tempat mengenali hukum. Sumber hukum dibagi menjadi dua, yaitu sumber hukum material(amaterial sources of law) dan sumber hukum dalam arti formal(a formal sources of law). Sumber hukum materil adalah sumber dari mana diperoleh bahan hukum dan bukankekuatan berlakunya, dalam hal ini keputusan resmi dari hakim/pengadilan yang memberikankekuatan berlakunya, sedangkan sumber hukum formal adalah sumber dari sumber mana suatuperaturan hukum memperoleh kekuatan dan sah berlakunya. Sumber hukum formal adalah kehendak negara sebagai mana dijelaskan dalam undang-undang atau putusan-putusanpengadilan. Sumber hukum yang telah dirumuskan peraturannya dalam suatu bentuk,berdasarkan apa ia berlaku, ia ditaati orang dan mengikat hakim, serta pejabat hukum. Itulahsumber-sumber hukum dalam arti formal, atau dapat juga disebut sumber-sumber berlakunyahukum karena ia adalah sebagai causa efficiens. Hukum pengangkutan merupakan bagian dari hukum dagang yang termasuk dalambidang hukum perdata. Dilihat dari segi susunan hukum normatif, hukum perdata merupakansub sistem tata hukum nasional. Jadi hukum dagang atau perusahaan termasuk dalam subsistem tata hukum nasional. Dengan demikian, hukum pengangkutan adalah bagian dari subsistem hukum nasional. Pengaturan pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan dalamperaturan perundang-undangan, tetapi pengaturan pengangkutan dibuat secara khusus menurutjenis-jenis pengangkutan. Jadi, tiap-tiap jenis pengangkutan diatur di dalam peraturantersendiri, sedangkan jenis-jenis pengangkutan yang ada sekarang ini ada beberapa macam,yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut, dan pengangkutan udara. 26

32 Ketentuan-ketentuan umum mengenai pengangkutan dalam Kitab Undang-UndangHukum Dagang dapat ditemukan di dalam beberapa pasal, yaitu sebagai berikut: 1. Buku 1 Bab V bagian 2 dan 3, mulai dari Pasal 90 sampai dengan Pasal 98 TentangPengangkutan darat Dan Pengangkutan Perairan Darat; 2. Buku II Bab V Pasal 453 sampai dengan Pasal 465 Tentang Pencarteran Kapal, Buku IIBab V A Pasal 466 sampai dengan Pasal 520 Tentang Pengangkutan Barang, dan Buku IIBab V B Pasal 521 sampai Pasal 544a Tentang Pengangkutan Orang; 3. Buku I Bab V Bagian II Pasal 86 sampai dengan Pasal 90 mengenai Kedudukan ParaEkspeditur sebagai Pengusaha Perantara; 4. Buku I Bab XIII Pasal 748 sampai dengan Pasal 754 mengenai Kapal- Kapal yang melaluiperairan darat. Sedangkan ketentuan-ketentuan tentang pengangkutan di luar KUH Dagang terdapat dalam sumber-sumber khusus, yaitu antara lain54: 1. Konvensi-konvensi internasional; 2. Perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral; 3. Peraturan perundang-undangan nasional; 4. Yurisprudensi; 5. Perjanjian-perjanjian antara: a. Pemerintah-Perusahaan Angkutan b. Perusahaan Angkutan- Perusahaan Angkutan c. Perusahaan Angkutan- pribadi/swasta 6. Peraturan-peraturan khusus untuk tiap-tiap jenis pengangkutan. D. Fungsi Pengangkutan Dalam ilmu ekonomi dikenal beberapa bentuk nilai dan kegunaan suatu benda, yaitu nilai atau kegunaan benda berdasarkan tempat (place utility) dan nilai atau kegunaan karena waktu (time utility). Kedua nilai tersebut secara ekonomis akan diperoleh jika barang-barang atau benda 27

33 tersebut diangkut ketempat dimana nilainya lebih tinggi dan dapat dimanfaatkan tepat pada waktunya. Dengan demikian pengangkutan memberikan jasa lepada masyarakat yang disebut jasa pengangkutan. Menurut Sri Redjeki Hartonopengangkutan dilakukan karena nilai barang akan lebih tinggi di tempat tujuan daripada di tempat asalnya, karena itu dikatakan pengangkutan memberi nilai kepada barang yang diangkut dan nilai ini lebih besar daripada biaya-biaya yang dikeluarkan. Nilai yang diberikan adalah berupa nilai tempat (place utility) dan nilai waktu (time utility). Nilai tempat (place utility) mengandung pengertian bahwa dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang berguna atau bermanfaat di tempat asal, akan tetapi setelah adanya pengangkutan nilai barang tersebut bertambah, bermanfaat dan memiliki nilai guna bagi manusia, oleh karena itu apabila dilihat dari kegunaan dan manfaatnya bagi manusia, maka barang tadi sudah berambah nilainya karena ada pengangkutan. Nilai Kegunaan Waktu (time utility), dengan adanya pengangkutan berarti bahwa dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dimana barang tersebut lebih diperlukan tepat pada waktunya. Sementara itu menurut Rustian Kamaludinpada dasarnya, pengangkutan atau transportasi atau perpindahan penumpang atau barang dengan transportasi adalah dengan maksud untuk dapat mencapai tempat tujuan dan menciptakan atau menaikkan utilitas atau kegunaan dari barang yang diangkut, yaitu utilitas karena tempat dan utilitas karena waktu. Selanjutnya dinyatakan bahwa peran penting dari transportasi dikaitkan dengan aspek ekonomi dan sosial-ekonomi bagi masyarakat dan negara, yaitu sebagai berikut: 1. Berperan dalam hal ketersediaan barang (availability of goods); 2. Stabilisasi dan penyamaan harga (stabilization and equalization); 3. Penurunan harga ( price reduction); 4. Meningkatkan nilai tanah (land value); 5. Terjadinya spesialisasi antar wilayah(territorial division of labour); 28

34 6. Berkembangnya usaha skala besar (large scale production); 7. Terjadinya urbanisasi dan konsentrasi penduduk (urbanization and population concentration) dalam kehidupan. E. Asas-Asas Hukum Pengangkutan Dalam setiap undang-undang yang dibuat pembentuk undangundang, biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsipyang mendasari diterbitkannya undang-undang tersebut. Asas-asas hukum merupakan fondasi suatu undang-undang dan peraturan pelaksananya. Bila asas-asas di kesampingkan, maka runtuhlah bangunan undang-undang itu dan segenap peraturan pelaksananya. Mertokusumo memberikan ulasan asas hukum sebagai berikut: bahwa asas hokum bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sufatsifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan kongkrit tersebut. Sejalan dengan pendapat Mertokusumo tersebut, Rahardjo berpendapat bahwa asas hukum bukan merupakan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya, asas-asas hukum memberi makna etis kepada setiap peraturan-peraturan hukum serta tata hukumselanjutnya dipaparkan bahwa asas hukum ia ibarat jantung peraturan hukum atas dasar dua alasan yaitu, pertama asas hukum merpakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa penerapan peraturan-peraturan hukum itu dapat dikembalikan kepada asasasas hukum. Kedua, karena asas hukum mengandung tuntunan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 29

35 Di dalam hukum pengangkutan juga terdapat asas-asas hukum, yang terbagi ke dalam dua jenis, yaitu bersifat publik dan bersifat perdata, asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah. Asas-asas yang bersifat publik biasanya terdapat di dalam penjelasan undang-undang yang mengatur tentang pengangkutan, sedangkan asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang. 1. Asas-asas Hukum Pengangkutan Bersifat Publik Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut: a. Asas manfaat yaitu, bahwa penerbangan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara; b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan; c. Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat; d. Asas keseimbangan yaitu, bahwa penerbangan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional; 30

36 e. Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas; f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar modal transportasi; g. Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan penerbangan; h. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa penerbangan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa. i. Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan. j. Asas berwawasan lingkungan, yaitu penyelenggaraan pengangkutan harus berwawasan lingkungan. k. Asas Kedaulatan Negara, yaitu penyelenggaraan pengangkutan harus dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia. l. Asas Kebangsaan, asas ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Keatuan Republik Indonesia. 2. Asas Hukum Pengangkutan Bersifat Perdata Dalam kegiatan pengangkutan terdapat hubungan hukum antara pihak pengangkut dan penumpang, hubungan hukum tersebut harus di dasarkan pada asas-asas hukum. Asas-asas hukum pengangkutan bersifat perdata terdiri dari : a. Asas konsensual yaitu, perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Akan tetapi, untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudaha ada harus dibuktikan dengan atau didukung dengan dokumen pengangkutan; 31

37 b. Asas Koordinatif yaitu, pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan yang setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Meskipun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang atau pengirim barang, pengangkut bukan bawahan penumpang atau pengirim barang. Pengangkut merupakan salah satu bentuk pemberian kuasa. c. Asas campuran yaitu, pengangkutan merupakan campuran dari 3 (tiga) jenis perjanjian yakni, pemberian kuasa, peyimpanan barang dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan. d. Asas retensi Asas ini mengandung bahwa pengangkut tidak menggunakan hak retensi (hak menahan barang). Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkut hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya. e. Asas pembuktian dengan dokumen yaitu, setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan, tidak ada dokumen pengangkutan berarti tidaka ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan untuk jarak dekat biasanya tidak ada dokumen atau tiket penumpang,contohnya angkutan dalam kota. F. Pengangkutan Darat Pengangkutan darat di Indonesia terdapat 2 (dua) jenis pengangkutan yakni pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor dan pengangkutan dengan kereta api. Kedua jenis pengangkutan darat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengangkutan darat dengan Kendaraan bermotor Pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan 32

38 Angkutan Jalan. Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini maka Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 dan Undang-Undang 14 Tahun 1992 dinyatakan tidak berlaku lagi. Selain diatur dalam Undang- Undang, Pengangkutan darat diatur dalam Buku I Bab V Bagian 2 dan 3 Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Jasa angkutan darat mengangkut orang atau barang dengan kendaraan umum dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum dan Warga Negara Indonesia (WNI) berdasarkan ijin dari pemerintah yakni Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR). Badan Hukum atau WNI yang menyelenggarakan jasa angkutan barang atau orang dengan kendaraan umum biasa disebut dengan Perusahaan Angkutan Umum (PO). Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan TidakBermotor.Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan. Menurut Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dimaksud dengan Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orangdengan dipungut bayaran. Dalam pelaksanaan kegiatan angkutan kendaraan umum harus dilengkapi dokumen angkutan yaitu sebagai berikut: a. Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus dilengkapi dengan dokumen yang meliputi: 1) tiket penumpang umum untuk angkutan dalam trayek; 2) tanda pengenal bagasi; dan 3) manifes. 33

39 b. Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi: 1) surat perjanjian pengangkutan; dan 2) surat muatan barang. 2. Pengangkutan darat dengan kereta api Pengangkutan darat dengan kereta api dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 sebagaimana telah di ubah dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Undang- Undang ini mulai berlaku pada tanggal 23 tahun Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian maka Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 dinyatakan tidak berlaku lagi. Jasa pengangkutan darat dengan menggunakan kereta api dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian berdasarkan ijin dari pemerintah. Dalam pelaksanaan kegiatan angkutan kendaraan umum harus dilengkapi dokumen angkutan yaitu sebagai berikut: a. Karcis penumpang Karcis penumpang dinyatakan dalam Pasal 132 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa karcis penumpang merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan orang yang bisa berbentuk lembaran kertas, karton ataupun tiket elektronik. b. Surat perjanjian pengangkutan barang Surat perjanjian pengangkutan barang dinyatakan dalam Pasal 141 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa surat perjanjian pengangkutan barang merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang. 34

40 G. Pengangkutan Laut Pengangkutan laut atau perairan diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 September1992. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran maka Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992tentang Pelayaran dinyatakan tidak berlaku lagi.selain itu, pengangkutan tentang pengangkutan perairan juga diatur dalam KUHD, yaitu dalam Buku II, Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal, Buku II, Bab VA tentang Pengangkutan Barang dan diatur dalam Buku II, Bab VB tentang pengangkutan orang. Pelayaran adalahn satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhan, keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan maritim. Di Indonesia pengangkutan perairan yaitu suatu kegiatan mengangkut dan atau memindahkan penumpang dan atau barang dengan menggunakan kapal. Pengertian Kapal menurut Pasal 1 butir 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran yang dimaksud dengan kapal yaitu kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga: 1. Mekanik yaitu kapal yang mempunyai alat penggerak mesin. 2. Tenaga angin misalnya, kapal layar 3. Ditarik yakni kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain. 4. Kendaraan yang berdaya dukung dinamis (mengangkut penumpang). Jenis kapal yang dapat dioperasikan dipermukaan air atau diatas permukaan air dengan menggunakan daya dukung dinamis diakibatkan oleh kecepatan dan/ rancang bangun kapal itu sendiri, misalnyajet foil. 5. Kendaraan dibawah permukaan air misalnya, kapal selam 6. Alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah,alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu dan tidak 35

41 berpindah-pindah untuk waktu yang lama misalnya, hotel terapung, unit-unit pemboran lepas pantai. Berdasarkan klasifikasi jenis kapal tersebut yang relevan bagi hukum pengangkutan niaga adalah kapal yang berikut ini: 1. Kapal yang digerakkan oleh tenaga mekanik digunakan untuk mengangkut barang dan/atau penumpang. 2. Kapal yang berdaya dukung dinamis digunakan untuk mengangkut penumpang saja. Kedua jenis kapal tersebut digolongkan sebagai kapal niaga karena pengoperasiannya dilakukan untuk umum (publik) dengan memungut bayaran. Setiap kapal yang akan beroperasi di Wilayah hukum Indonesia maka wajib dilakukan pengukuran dan pendaftaran kapal. Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Pengukuran kapal 2. Pendaftaran kapal 3. Penetapan kebangsaan kapal Kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat pemerintah yang di beri wewenang oleh Mentri Perhubungan. Pengukuran kapal sebagaimana dimaksud dapat dilakukan menurut tiga metode yaitu: 1. Pengukuran dalam negri untuk kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 meter. 2. Pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 meter atau lebih. 3. Pengukuran khusus untuk kapal yang akan melalui terusan tertentu. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan maka diterbitkan surat ukur untuk kapal dengan ukuran tonase sekurang-kurangya GT 7 (tujuh gross tonage). Surat ukur diterbitkan oleh Mentri Perhubungan dan dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk. Pada kapal yang telah diukur dan mendapat surat ukur wajib dipasang tanda selar. Tanda selar 36

42 harus tetap terpasang dengan baik dan mudah dibaca (Pasal 155 dan 156 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran). Kapal yang telah diukur dapat didaftar di Indonesia yang dilakukan oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal. Kapal yang dapat didaftarkan di Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage) 2. Kapal milik WNI atau Badan Hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 3. Kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh WNI. Pendaftaran kapal dicatat dalam buku daftar kapal Indonesia di kantor syahbandar di pelabuhan yang telah ditentukan. Bukti kapal telah didaftar kepada pemilik diberikan surat tanda pendaftaran yng berfungsi pula sebagai bukti hak milik kapal. Surat tanda pendaftaran itu adalah grosse acte yang merupakan salinan pertama dari asli (minute acte). Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang tanda pendaftaran (Pasal 158 dan 159 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran). Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan surat tanda kebangsaan Indonesia oleh Mentri Perhubungan. Surat tanda kebangsaan Indonesia yang dimaksud diberikan dalam bentuk sebagai berikut: 1. Surat laut untuk kapal berukuran GT 175 (seratus tujuh puluh lima gross tonage) atau lebih. 2. Pas besar untuk kapal berukuran GT 7 (tujuh gross tonnage) sampai dengan ukuran kurang dari GT 175 (seratus tujuh puluh lima gross tonage). 3. Pas kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7 sampai dengan ukuran kurang dari GT 175. Tujuan pendaftaran kapal tersebut ialah untuk memperoleh tanda kebangsaan yang digunakan untuk menentukan hukum nasional yang 37

43 berlaku diatas kapal dimanapun kapal tersebut berada.dengan dilakukan pendaftara kapal tersebut sehingga kapal yang telah didaftarkan memiliki akibat hukum dari pendaftaran kapal yakni kapal berubah status hukumnya dari benda bergerak menjadi tidak bergerak. Oleh karena itu, kapal tersebut apabila menjadi jaminan harus dibebani hipotik. H. Pengangkutan Udara Pengangkutan udara diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandarudara, angkutan udara, navigasi penerbangan,keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, sertafasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Pengertian pesawat udara menurut Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan. Pesawat udara yang dimaksud wajib mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan Indonesia. Pesawat udara sipil adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan pengangkutan udara niaga dan bukan niaga. Pengangkutan udara niaga adalah pengangkutan udara yang digunakan untuk umum dengan memungut bayaran. Pengangkutan udara bukan niaga ialah pengangkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan usha pokoknya (Pasal 1 angka 7,8,14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan). Tidak termasuk pengertian pesawat udara adalah alat-alat yang dapat terbang bukan oleh gaya angkat dari reaksi udara melainkan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi, misalnya roket. Pesawat udara sipil yang dapat didaftarkan di Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 38

44 1. tidak terdaftar di negara lain; dan 2. dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki olehbadan hukum Indonesia; 3. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terusmenerus berdasarkan suatu perjanjian; 4. dimiliki oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah,dan pesawat udara tersebut tidak dipergunakan untuk misipenegakan hukum; atau 5. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang pesawat udaranya dikuasai oleh badan hukum Indonesia berdasarkan suatu perjanjian yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan pesawat udara. Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara untuk kegiatan pengangkutan udara wajib memiliki sertifikat. Sertifikat yang dimaksud terdiri atas sertifikat operator pesawat udara (air operator certificate) yang diberikan kepada badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk pengangkutan udara niaga atau sertifikat pengoperasian pesawat udara (operating certificate) yang diberikan kepada orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk pengangkutan udara bukan niaga. Sertifikat yang dimaksud diberikan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian serta pemohon mendemonstrasikan kemampuan pengoperasian pesawat udara. Dalam pelaksanaan kegiatan angkutan udara harus dilengkapi dokumen angkutan yaitu sebagai berikut: 1. tiket penumpang pesawat udara; 2. pas masuk pesawat udara (boarding pass); 3. tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag); dan 4. surat muatan udara (airway bill). Setiap orang didalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut: 39

45 1. Perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan. 2. Penyelenggaraan tata tertib dalam penerbangan. 3. Pengambilan atau perusakan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan. 4. Perbuatan asusila. 5. Perbuatan yang mengganggu ketentraman atau 6. Pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan. I. Tanggung Jawab Pengangkut Dalam hukum pengangkutan dikenal beberapa jenis prinsip tanggung jawab yaitu sebagai berikut: 1. Tanggungjawab karena kesalahan (fault liability) Prinsip tanggungjawab ini menentukan bahwa setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggungjawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Untuk itu, beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pihak pengangkut. Prinsip tanggung jawab karena kesalahan dapat dirinci menjadi 2 yaitu prinsip tanggungjawab berdasarkan kesalahan karena melakukan wan prestasi dan tanggungjawab berdasarkan kesalahan karena melakukan perbuatan melawan hukum. Diterapkan dalam Pasal 234 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. 2. Tanggungjawab karena praduga (presumption of liability). Prinsip tanggungjawab ini menentukan bahwa pengangkut dianggap selalu bertanggungjawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa pengangkut tidak bersalah, maka pengangkut dibebaskan dari tanggung membayar ganti kerugian. Maksud tidak bersalah disini adalah tidak melakukan kelalaian, telah berupaya 40

46 melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Untuk itu, beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan pengangkut. 3. Prinsip dianggap tidak harus bertanggungjawab (Presumption of Non Liability Principle) Prinsip tanggung jawab ini merupakan suatu bentuk tanggungjawab bersyarat, artinya pihak penumpang harus membuktikan kesalahan pihak pengangkut atau orang yang dipekerjakannya. Apabila pihak penumpang tidak dapat membuktikan kesalahan pengangkut maka ganti rugi tidak akan diberikan. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 192 ayat 4 yang menentukan bahwa pengangkut tidak bertanggungjawab atas barang bawaan penumpang kecuali penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut karena kesalahan atau kelalaian dari pengangkut. Pasal 194 ayat 1 menentukan bahwa perusahaan angkutan umum tidak bertanggungjawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan perusahaan angkutan umum. 4. Tanggungjawab mutlak (absolute liability) Prinsip tanggung jawab ini menentukan bahwa pengangkut harus bertanggungjawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian dan unsur kesalahan tidak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggungjawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat : Pengangkut bertanggungjawab atas setiap kerugian yang 41

47 timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini. Dalam Undang-Undang pengangkutan ternyata prinsip tanggungjawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak diatur mungkin karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa pengangkutan tidak perlu dibebani resiko yang terlalu berat. Namun, tidak berarti bahwa pihak-pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan. Pihak-pihak bisa saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggungjawab berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Jika prinsip ini digunakan maka dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas misalnya dimuat pada dokumen pengangkutan. 5. Tanggung jawab tanpa kesalahan (No fault liability principle) Berdasarkan prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan, bahwa seseorang harus bertanggung jawab ketika kerugian terjadi, terlepas dari ada tidaknya kesalahan pada dirinya, sehingga faktor kesalahan bukan lagi merupakan unsur yang harus dibuktikan di pengadilan (Rosa Agustina, 2003:230). Prinsip tanggungjawab tanpa kesalahan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu strict liability principle absolute liability principle. 6. Prinsip Tanggungjawab pengganti (Vicarious liability principle) Dalam situasi tertentu, seseorang dapat dibebani tanggungjawab atas kesalahan perdata yang dilakukan oleh orang lain, walaupun perbuatan melawan hukum itu bukan karena kesalahannya. 42

48 BAB 4 ASURANSI A. Pendahuluan Istilah aslinya dalam bahasa Belanda adalah Verzekering dan Assurantie.Prof R.Sukardono Guru Besar Hukum Dagang menerjemahkannya dengan pertanggungan. Istilah pertanggungan ini umum dipakai dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah assurantie (Belanda), assurance (Inggris) banyak dipakai dalam praktik dunia usaha. Sekarang kedua istilah tersebut pertanggungan dan asuransi dipakai, baik dalam kegiatan bisnis maupun pendidikan hukum di perguruan tinggi hukum sebagai sinonim. 14 Asuransi adalah kebutuhan untuk mengatasi risiko. Risiko adalah suatu kemungkinan menghadapi/ditimpa kerugian. Risiko dibedakan menjadi 2 (dua): 1. Menurut sifatnya a. Risiko spekulatif Apabila akibatnya dapat menimbulkan kerugian atau keuntungan. Terjadinya kerugian bagi seseorang dapat menimbulkan keuntungan bagi pihak lain, contoh: jika seseorang menjual rumahnya pada orang lain dengan rugi maka ini akan berarti untung bagi pihak pembeli. Apakah ia akan berakibat untung atau rugi, tidak dapat dipastikan sebelumnya. Tidak sama dengan pertaruhan atau perjudian (walaupun merupakan risiko spekulatif, tetap ada perbedaannya dengan risiko spekulatif pada pertanggungan). Pada pertanggungan risiko spekulatif tidaklah ditimbulkan oleh adanya pertanggungan, risiko ada sebelum perjanjian diadakan. Risiko inilah yang justru ingin dipertanggungkan dengan perjanjian yang akan dibuat. Sedangkan perjudian atau 14 Abdul Kadir Muhammad, 2002, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, hlm.6. 43

49 gambling risiko spekulatif justru timbul karena gambling atau perjudian. b. Risiko murni Risiko Murni :risiko yang tidak mencampurkan antara 2 unsur yaitu untung dan rugi tetapi selalu membawa akibat yang tidak menguntungkan, betul-betul memperhitungkan kerugian itu benarbenar terjadi. Contoh: risiko yang dihadapi seseorang sebagai pemilik rumah, kalau rumah miliknya terbakar maka pemiliknya dapat dikatakan ditimpa kerugian, usaha pertanggungan justru memusatkan perhatian pada masalah atau problem ekonomis risiko murni ini. 2. Menurut obyek yang dikenai a. Risiko perorangan Risiko terutama mengenai waktu kematian atau ketidakmampuan seseorang, risiko yang mengakibatkan seseorang tidak mampu bekerja lagi, oleh karena itu risiko perorangan dibagi menjadi 2 yaitu risiko mengenai jiwa dan risiko mengenai kesehatan orang itu. b. Risiko harta kekayaan Risiko mengenai harta kekayaan karena dirusak oleh suatu peristiwa secara tiba-tiba. c. Risiko tanggung jawab Risiko mengenai tanggung jawab menurut hukum dari seseorang atas kerugian yang menimpa. B. Definisi Asuransi Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita 44

50 tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, atau b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. C. Dasar Hukum 1.. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. 2. Undang-undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. 3. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian. 4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 5. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). D. Ruang Lingkup Hukum Pertanggungan Ruang lingkup hukum pertanggungan antara lain sebagai berikut: 1. Berdasarkan Ilmu Pengetahuan a. Hukum pertanggungan yang diperuntukkan atau mengatur semua jenis pertanggungan kerugian. Meliputi atau hanya mengatur pergantian kerugian dari suatu kerugian yang dapat dinilai dengan uang, ganti rugi mana harus seimbang dengan kerugian yang diderita dan kerugian itu adalah sebagai akibat dari peristiwa untuk mana diadakan pertanggungan. Apabila penanggung mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi dalam bentuk menggantirugi sepanjang ada kerugian timbul. b. Hukum pertanggungan yang diperuntukkan atau mengatur semua jenis pertanggungan sejumlah uang. 45

51 Mengatur pertanggungan yang memberikan jumlah ganti rugi seperti yang sudah ditentukan sebelumnya dengan tidak perlu ada suatu relasi antara kerugian diderita dengan besarnya jumlah yang diberikan penanggungan sebagai ganti rugi. Apabila penanggung mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi memberikan sejumlah uang yang telah ditentukan sebelumnya. 2. Berdasarkan Berdasarkan Praktek a. Pertanggungan jiwa b. Pertanggungan pengangkutan c. Pertanggungan kebakaran d. Pertanggungan varia e. Pertanggungan sosial 3. Berdasarkan Pasal 247 KUHD a. Pertanggungan bahaya kebakaran b. Pertanggungan bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah c. Pertanggungan jiwa dari seorang atau lebih d. Pertanggungan bahaya-bahaya dilautan e. Pertanggungan bahaya perbudakan f. Pertanggungan bahaya pengangkutan di darat, disungai dan perairan pedalaman E. Unsur-unsur Asuransi Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan sebagai berikut: 1. Para pihak Pihak yang mengadakan perjanjian asuransi adalah pihak penanggung dan tertanggung. Penanggung wajib memikul resiko yang dialihkan padanya dan berhak memperoleh pembayaran premi dan harus berstatus badan hukum yakni: a. Perseroan Terbatas, dalam hal ini maka tunduk pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 46

52 b. Perusahaan Perseroan (PERSERO), dalam hal ini tunduk pada Peratutan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). c. Koperasi, dalam hal ini tunduk pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentan Perkoperasian. d. Usaha Bersama (Mutual), dalam praktek asuransi telah dilakukan dalam bentuk asuransi takaful (asuransi kesejahteraan) berdasarkan prinsip syariah Islam, yang menghindari sistem bunga yang disebut riba. Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial, karena dalam hal ini, Pemerintah memang menugaskan BUMN untuk melakukan pengurusan Program Asuransi Sosial. 2. Obyek Asuransi a. Benda asuransi adalah benda yang menjadi obyek perjanjian asuransi yaitu harta kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi, yang dapat dihargai dengan sejumlah uang.benda asuransi selalu berwujud dan selalu diancam oleh bahaya atau peristiwa yang terjadinya itu tidak pasti.benda asuransi erat hubungannya dengan teori kepentingan. Kepentingan merupakan syarat mutlak dalam setiap asuransi. Obyek asuransi yang diuraikan di atas merupakan obyek asuransi kerugian. Selain itu, ada juga obyek asuransi jumlah, misalnya pada asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan. Obyek asuransi jumlah bukan benda, melainkan jiwa atau raga manusia yang terancam peristiwa yang menjadi sebab kematian atau kecelakaan. Obyek asuransi jumlah tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi sejumlah uang dapat dijadikan ukuran pembayaran santunan jika terjadi peristiwa yang menjadi sebab kematian atau kecelakaan. 47

53 Apabila benda asuransi berpindah kepada pihak lain, misalnya karena dijual, maka asuransi mengikuti kepentingan yang melekat pada benda asuransi itu. Segala hak dan kewajiban tertanggung lama berpindah kepada tertanggung baru, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya antara tertanggung lama dan penanggung. 15 b. Jumlah yang diasuransikan adalah jumlah yang dipakai sebagai ukuran untuk menentukan jumlah maksimum ganti kerugian yang wajib dibayar oleh penanggung dalam suatu asuransi kerugian.jumlah yang diasuransikan erat sekali hubungannya dengan nilai benda asuransi. Dengan ditentukan jumlah yang diasuransikan, dapat diketahui apakah asuransi itu dibawah nilai benda asuransi, atau sama dengan nilai benda asuransi atau melebihi nilai benda asuransi, dengan demikian dapat ditentukan jumlah maksimum ganti kerugian yang dapat dibayar jika timbul kerugian akibat peristiwa yang menjadi beban penanggung. c. Nilai benda asuransi Apabila pada waktu mengadakan asuransi, nilai benda asuransi belum dinyatakan dalam polis, maka jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, tertangggung memberitahukan kepada penanggungnya besar nilai benda asuransi itu dengan menggunakan segala macam alat bukti. d. Premi asuransi Merupakan kewajiban utama yang wajib dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Sebagai perjanjian timbal balik, asuransi bersifat konsensual, artinya sejak terjadi kesepakatan timbullah kewajiban dan hak kedua belah pihak. Akan tetapi, asuransi baru berjalan jika kewajiban tertanggung membayar telah dipenuhi. 3. Peristiwa asuransi Legal Act berupa Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, evenement, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi yang tertuang dalam polis. Evenemen adalah istilah yang diadopsi dari Bahasa Belanda Evenement yang berarti 15 Abdul Kadir Muhammad, Ibid, hlm

54 peristiwa tidak pasti, bahasa Inggrisnya fortuitous event. Evenemen atau peristiwa tidak pasti adalah peristiwa terhadap mana asuransi diadakan tidak dapat dipastikan terjadi dan tidak diharapkan akan terjadi.evenemen yang terjadi itu adalah di luar kekuasaan dan kemampuan manusia, artinya tidak seorang pun manusia normal yang dapat mencegah atau menghalangi terjadinya peristiwa itu. Selama belum terjadi peristiwa penyebab timbulnya kerugian, selama itu pula bahaya yang mengancam obyek asuransi disebut risiko. Apabila risiko itu sungguh-sungguh menjadi kenyataan (terjadi) maka dia berubah menjadi evenemen, yaitu peristiwa yang menimbulkan kerugian. Dalam hal ini, risiko yang menjadi beban ancaman penanggung berubah menjadi kerugian yang wajib diganti oleh penanggung.peristiwaperistiwa apa saja yang dapat digolongkan dalam pengertian evenemen bergantung pada jenis asuransi yang diadakan. Jadi tertanggung dan penanggunglah yang menentukan terhadap peristiwa apa asuransi itu diadakan dan ini harus dicantumkan dengan tegas dalam polis, misalnya terhadap bahaya kebakaran, tersambar petir dan lain-lain Hubungan asuransi Keterikatan secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain (secara timbal balik), artinya sejak tercapai kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada penanggung, dan sejak itu pula penanggung menerima pengalihan risiko.jika terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan ketentuan polis asuransi.akan tetapi, jika tidak terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung. 16 Abdul Kadir Muhammad, Ibid

55 F. Jenis usaha perasuransian 1. Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian a. Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan : 1) Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri, dan 2) Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain. b. Usaha asuransi jiwa Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri. c. Usaha reasuransi ialah perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi. 2. Berdasarkan unsur persesuaian kehendak a. Pertanggungan sukarela Pertanggungan sukarela di antara para pihak tertanggung dan penanggung dalam mengadakan perjanjian tidak ada suatu paksaan dari pihak luar atau dari pihak lawan.penanggung secara sukarela dengan persetujuannya sendiri mengikatkan diri untuk memikul risiko, sedangkan pihak tertanggung dengan sukarela membayar premi sebagai imbalan memperalihkan risikonya kepada pihak penanggung. b. Pertanggungan wajib Dikatakan wajib karena ada salah satu pihak yang mewajibkan kepada pihak lain dalam mengadakan pertanggungan itu, yang mewajibkan adalah pihak pemerintah. Pihak pemerintah adalah penanggung, didasarkan atas pertimbangan melindungi golongan-golongan lemah dari bahaya-bahaya yang menimpanya atau memberikan jaminan sosial bagi masyarakat, pengumpulan sejumlah uang premi yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk suatu tujuan pertanggungan. Contohnya adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalin Jalan. 50

56 H. Usaha Perasuransian Menurut Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian mengatur bahwa perusahaan perasuransian hanya dapat didirikan oleh sebagai berikut: 1. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang secara langsung atau tidak langsung sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau 2. Perusahaan perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan warga negara atau perusahaan perasuransian yang memiliki usaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak dibidang usaha perasuransian sejenis. Warga negara asing dapat menjadi pemilik perusahaan perasuransian hanya melalui transaksi di bursa efek. Berdasarkan ketentuan ini, warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dapat menjadi pendiri Perusahaan Perasuransian, baik dengan pemilikan sepenuhnya maupun dengan membentuk usaha patungan dengan pihak asing. Termasuk dalam pengertian badan hukum Indonesia, antara lain Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan Koperasi. Perusahaan perasuransian yang didirikan atau dimiliki oleh perusahaan perasuransian dalam negeri bersama perusahaan perasuransian asing yang mempunyai kegiatan usaha sejenis dimaksudkan untuk menumbuhkan penyelenggaraan kegiatan usaha perasuransian yang lebih profesional. Selain itu, kerjasama perusahaan perasuransian yang sejenis juga dimaksudkan untuk lebih memungkinkan terjadinya proses alih teknologi 17. Besarnya jumlah modal perusahaan perasuransian ditentukan dalam Pasal 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 67/POJK.05/2016 tentang Perijinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah yaitu sebagai berikut: 17 Abdul Kadir Muhammad, Ibid, hlm

57 1. Perusahaan Asuransi harus memiliki modal disetor pada saat pendirian paling sedikit sebesar Rp (seratus lima puluh miliar rupiah). 2. Perusahaan Reasuransi harus memiliki modal disetor pada saat pendirian paling sedikit sebesar Rp (tiga ratus miliar rupiah). 3. Perusahaan Asuransi Syariah harus memiliki modal disetor pada saat pendirian paling sedikit sebesar Rp (seratus miliar rupiah). 4. Perusahaan Reasuransi syariah harus memiliki modal disetor pada saat pendirian paling sedikit sebesar Rp (seratus tujuh puluh lima miliar rupiah). 5. Modal disetor sebagaimana dimaksud pada no 1 dan 2 wajib disetor secara tunai dan penuh dalam bentuk deposito berjangka dan atau rekening giro atas nama perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi pada salah satu bank umum, bank umum syariah atau unit usaha syariah dari bank umum di Indonesia. 6. Modal disetor sebagaimana dimaksud pada no 3 dan 4 wajib disetor secara tunai dan penuh dalam bentuk deposito berjangka dan atau rekening giro atas nama perusahaan asuransi syariah atau perusahaan reasuransi syariah pada salah satu bank umum syariah, bank umum syariah atau unit usaha syariah dari bank umum di Indonesia. a. Rp ,- (tiga puluh milyar rupiah), bagi Perusahaan Reasuransi. b. Rp ,- (3 milyar rupiah), bagi Perusahaan Pialang Asuransi. c. Rp ,- (3 milyar rupiah), bagi Perusahaan Pialang Reasuransi. 52

58 G. Syarat Sah Perjanjian Asuransi Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUHPerdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi yaitu Pasal 1320 KUHPerdata: 1. Kesepakatan 2. Kecakapan/kewenangan 3. Objek tertentu 4. Kausa yang halal J. Berakhirnya Asuransi Berakhirnya asuransi disebabkan beberapa faktor antara lain sebagai berikut: 1. Jangka waktu berlaku sudah habis 2. Perjalanan berakhir 3. Terjadi evenemen diikuti klaim 4. Asuransi berhenti atau dibatalkan 5. Asuransi gugur. 53

59 BAB 5 HUKUM SURAT BERHARGA A. Pengertian Surat Berharga Istilah surat berharga dalam Bahasa Belanda disebut dengan waarde papiersedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan negotiable instrument. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberikan pengertian mengenai surat berharga secara tegas. Pengertian surat berharga dapat ditemukan dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatifnyanatau kepentingan lain atau suatu kewajiban penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. Menurut Abdul Kadir Muhammad yang dimaksud dengan surat berharga ialah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang tetapi pembayaran tersebut tidak dilakukan dg menggunakan mata uang melainkan dg menggunakan alat bayar lain. Adapun ciri-ciri surat berharga (waarde papier)yang membedakan dengan surat yang mempunyai harga (papier van waarde) sebagai berikut: Diterbitkan sebagai alat pembayaran dari perikatan dasarnya. 2. Mudah dipindahtangankan atau dialihkan. 3. Surat bukti hak tagih bagi yang memegangnya (surat legitimasi) 4. Bentuk surat berharga tersebut ditentukan oleh peraturan-peraturan tertentu. B. Fungsi Surat Berharga Surat berharga selain dilihat dari ciri-cirinya juga dapat dilihat dari fungsi atau kegunaannya yaitu sebagai berikut: James Julianto Irawan, 2014, Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis Dan Praktis, Jakarta: Kencana, hlm

60 1. Sebagai alat pembayaran Sebagai alat pembayaran juga sebagai alat tukar maka surat berharga akan mempumyai fungsi seperti uang tunai sehingga menjadi alat pembayar praktis,mudah dan lancar. Misalnya, seseorang yang membeli barang membayar dengan selembar cek. 2. Sebagai alat bukti perikatan dasar Surat berharga dapat membuktikan adanya perikatan dasar yang menyebabkan diterbitkannya surat berharga. Contohnya: surat saham. Surat saham tersebut dapat menunjukan perikatan dasarnya berupa perjanjian penyertaan modal untuk membentuk suatu Perseroan Terbatas. 3. Sebagai alat untuk mengalihkan hak. Surat berharga dapat berfungsi untuk memindahkan hak tagih yang ada didalamnya. Sebagai contoh ialah cek yang dipindahtangankan dari satu orang ke orang lainnya maka hak tagih yang ada pada cek tsb berpindah atau beralih dari pemegang yang satu kepada pemegang yang lainnya. 4. Sebagai alat/sarana berinvestasi Sebagai sarana berinvestasi maka surat berharga dapat berfungsi sebagai alat untuk berinvestasi bagi pemiliknya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Surat berharga dilihat dari isi perikatannya ialah sebagai berikut: Surat yang bersifat Hukum Kebendaan.Isi dari perikatan surat adalah bertujuan untuk penyerahan barang.contoh : Konosemen (bill of Lading). 2. Surat tanda keanggotaanyaitu berupa saham-saham dari PT/Persekutuan lainnya yang memakai sistem saham.perikatan diwujudkan/terdapat dalam surat seperti ini berupa perikatan antara persekutuan tsb dengan para pemegang saham (berdasarkan perikatan itu, pemegang saham dapat memakai haknya utk memberikan suara). 3. Surat tagihan hutangyaitu semua surat atas unjuk / atas pengganti yang mewujudkan suatu perikatan.contoh : Wesel, Cek, Surat Sanggup James Julianto Irawan, Ibid, hlm Munir Fuady, 2002, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti,hlm

61 C. Surat Berharga Di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang Surat berharga yang diatur dalam titel 6 dan titel 7 KUHD itu dikategorikan menurut bentuknya ada 3 macam yaitu sebagai berikut: 1. Surat sanggup membayar atau janji untuk membayar Dalam surat ini si penandatanganan berjanji atau menyanggupi membayar sejumlah uang kepada pemegang surat itu atau orang yang menggantikannya. Contoh: surat sanggup dan promes atas tunjuk. 2. Surat perintah membayar Dalam surat ini penerbit memerintahkan kepada pihak ketiga (tersangkut) yang namanya disebutkan dalam surat itu untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya. Jika pihak bank tidak mau membayar maka penerbit tetap bertanggungjawab atas pembayaran itu. Contoh: surat wesel dan cek. 3. Surat pembebasan utang Dalam surat ini penerbit memberi perintah kepada pihak ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang yang menunjuk dan menyerahkan surat itu, bagi pihak ketiga yang telah membayar surat itu menajdi bukti bahwa ia telah melunasi hutangnya sehingga ia dibebaskan dari kewajiban membayar kepada penerbit. Contoh: kuitansi atas tunjuk. D. Surat Berharga Di Luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Surat berharga yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur bentuk-bentuk surat berharga, yaitu sebagai berikut: 1. Sertifikat Deposito Menurut Undang-Undang Perbankan bahwa yang dimaksud sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat dipindahtangankan. Surat Keputusan Direktur BI No.21/48/KEP/DIR sertifikat deposito ialah surat berharga atas tunjuk dlm rupiah yg merupakan surat pengakuan utang dari penerbit (bank atau lembaga keuangan bukan bank) dan dapat diperjualbelikan dalam pasar uang. 56

62 2. Sertifikat Bank Indonesia SK Direksi BI No 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli tahun 1998 tentang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia dan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia yang dimaksud Sertifikat Bank Indonesia ialah surat berharga atas tunjuk dalam rupiah yang diterbitkan secara diskonto oleh BI sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. 3. Obligasi Surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman (dalm hal ini pemodal) dengan yang diberi pinjaman (perusahaan). Jadi obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas memberikan pinjaman kepada perusahaan yang mennerbitkan surat obligasi. Atau bukti pengakuan hutang dari perusahaan. 57

63 BAB 6 LETTER OF CREDIT A. Pengertian Letter Of Credit Sistem kredit berdokumen lebih lazim disebut dengan Lettter Of Credit. Cara pembayaran L/C sebenarnya sudah dilakukan sejak abad ke 17 di Inggris. Cara pembayaran ini adalah yang paling ideal karena resiko bagi eksportir dan importir dapat dialihkan pada bank. Letter Of Credit secara mudah dapat diartikan sebagai jaminan pembayaran bersyarat yang merupakan surat yang diterbitkan oleh bank (issuing bank) atas permintaan importir yang ditujukan kepada bank lain di negara eksportir (advising/ negotiating bank) untuk kepentingan pihak eksportir dimana eksportir di beri hak untuk menarik wesel-wesel atas importir yang bersangkutan sebesar jumlah uang yang disebutkan dalam surat itu. Istilah Letter Of credit disebut juga documentary credit dalam bahasa Inggris dan dalam bahasa Indonesia digunakan istilah kredit berdokumen. Pengertian Letter Of Credit yang biasanya disingkat dengan L/C menurut Bank Indonesia adalah: Janji dari issuing bank untuk membayar sejumlah uang kepada eksportir sepanjang ia dapat memenuhi syarat dan kondisi dari Letter of Credit tersebut. 21 Adapun menurut Munir Fuady memberikan definisi L/C ialah sebagai berikut: Letter of Credit adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu bank (bank devisa) atas permintaan dari importir (nasabah/langganan bank tersebut) yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importir itu, yang memberi hak kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam 21 James Julianto Irawan, Op.cit, hlm

64 surat itu. Selanjutnya, bank yang bersangkutan menjamin untuk mengaksep wesel atau menguangkan wesel yang ditarik itu asal saja sesuai dan memenuhi syarat yang tercantum dalam surat itu. Pasal 2 Uniform Custom and Practice for Documentary Credity(UCP) 600 memberi definisi L/C sebagai berikut: L/C adalah janji membayar dari bank penerbit kepada penerima yang pembayarannya hanya dapat dilakukan oleh bank penerbit jika penerima menyerahkan kepada bank penerbit dokumendokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C. B. Dasar Hukum Letter Of Credit Dasar pengaturan Letter of Creditdi Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun Selain itu, Bank Indonesia dengan Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 juga mengatur tentang L/C menyatakan bahwa bank devisa (bank umum) boleh tunduk atau tidak pada Uniform Custom Practice (ketentuan-ketentuan tentang L/C yang dikeluarkan oleh kamar dagang internasional). Pada umumnya bankbank di Indonesia tunduk pada peraturan-peraturan yang terdapat pada UCP. Adapun secara internasional terdapat ketentuan-ketentua yang mengatur tentang L/C yaitu Uniform Custom and Practice for Documentary Credit atau disingkat dengan UCP. UCP ini pertama kali dikeluarkan oleh International Chamber of Commerceyaitu sebuah kamar dagang internasional. Tujuan dari diterbitkannya UCP yaitu untuk memberikan pedoman yang harus dilaksanakan oleh semua negara yang menggunakan L/C. International Chamber of Commerce (ICC) pertama kali menerbitkan UCP pada tahun 1933 dengan brosur Nomor 82. Dalam perkembangan selanjutnya UCP ini mengalami perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan dunia perdagangan. Revisi pertama terjadi pada tahun 1951, revisi kedua pada 1962, revisi ketiga pada 1974, dan 59

65 pada 1983dilakukan revisi keempat yang dikenal dengan sebutan UCP 400. Revisi kelima yaitu pada tahun 1993 dengan Nomor 500 sehingga dikenal dengan UCP 500. Adapun revisi yang terakhir (keenam) yaitu pada tahun 2007 disebut dengan UCP C. Pihak-Pihak Yang Terlibat Di Dalam Penerbitan L/C Dalam menerbitkan sebuah L/C terdapat beberapa pihak yang mempunyai peran dan fungsinya masing-masing. Para pihak tersebut antara lain sebagai berikut: Applicant (Buyer, Importir, Accountee, Consignee) Applicant ialah pihak yang meminta kepada suatu bank untuk membuka L/C atas namanya. Kedudukan applicantdalam transaksi dagang internasional yaitu sebagai pembeli. 2. Beneficiary (Seller, Exporter, Consignor, Vendor) Beneficiary ialah pihak yang untuk menerima pembukaan L/C dan di beri hak untuk menarik uang dari dana L/C yang tersedia. Kedudukan beneficiary dalam transaksi dagang internasional yaitu sebagai penjual. 3. Oppening Bank (Issuing Bank) Oppening Bank ialah bank yang membuka atau menerbitkan L/C atas permintaan applicant. 4. Advising Bank(Confirming Bank) Advising Bank ialah bank yang meneruskan L/C yang diterima dari opening bank kepada beneficiary. Biasanya advising bank merupakan bank yang menjadi koresponden dari opening bank. 5. Negotiating Bank Negotiating Bank ialah bank yang melakukan pembelian atau pengambilalihan atau melakukan negosiasi atas draf atau wesel dan dokumen pengapalan milik seller (biasanya advising bank juga merupakan negotiating bank). Tujuan dari negosiasi yang dilakukan negotiating bank tersebut yaitu untuk melakukan pembayaran kepada 22 James Julianto, Ibid, hlm Joni Emirzon, 2002, Hukum Surat Berharga Dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Prenhallindo, hlm

66 beneficiary dan dengan demikian menjadi pemegang sah atau bofide holder atas dokumen yang telah diambilnya. 6. Reimbursing bank Yang dimaksud dengan reimbursing bank adalah bank yang melakukan pembayaran kembali kepada negotiating bank atas L/C. D. Jenis-Jenis Letter Of Credit Jenis-jenis L/C dapat dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya ialah sebagai berikut: L/C Dilihat dari Sifatnya terhadap perubahan L/C a. Revocable L/C Revocable L/C ialah L/C yang sewaktu-waktu dapat diubah atau dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat didalamnya. b. Irrevocable L/C Irrevocable L/C ialah L/C yang tidak dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat yaitu seller, buyer, opening bank ataupun negotiating bank. Atau dapat dikatakan bahwa irrevocable ialah L/C yang setiap perubahan atau pembatalan harus seizin dari penerbit atau pihakpihak yang terlibat. c. Irrevocable Confirmed L/C Irrevocable Confirmed L/Cialah irrevocable L/C yang mendapatkan konfirmasi suatu bank (confirming bank) dimana bank pengkonfirmasi tersebut menjamin akan melakukan pemabyaran apabila pembeli maupun penerbit melakukan cidera janji sedangkan syarat-syarta L/C sudah dipenuhi. Cidera janji disini apabila barang sudah dikapalkan dan sesuai dengan ketentuan L/C tetapi pembeli atau bank penerbit tidak mau membayar maka bank yang mengkonfirmasi akan melakukan pembayaran atas pengapalan barang tersebut. 24 James Julianto Irawan, Op.cit.,hlm

67 2. L/C Dilihat dari Cara Pembayaran a. Sight L/C Sight L/Cialah L/C yang pembayaran dilakukan secara tunai. Jika suatu bank menerbitkan sight payment L/C maka bank penerus diinstrusikan untuk melakukan pembayaran kepada penerima pada saat pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan L/C beserta dengan wesel/draftnya. b. Usance L/C (Acceptance LC) Usance L/Cadalah L/C yang pembayarannya dilakukan pada suatu jangka waktu tertentu setelah wesel ditunjukkan atau setelah barang dikapalkan. Ussance L/Csecara tidak langsung merupakan pemberian kredit oleh penjual kepada pembeli. Hal ini biasanya disebabkan karena pembeli berada di luar negri. c. Merchant L/C Merchant L/Cadalah suatu L/C yang dibuka untuk memberi kemudahan khususnya bagi proyek Penanaman Modal Asing. Pemerintah telah memberi izin kepada perusahaan yang ada Indonesia untuk mengimpor bahan baku, suku cadang, bahkan mesin-mesin ke Indonesia dengan membuka merchant L/Ckepada kantor induknya di luar negri dengan tenggang waktu pembayaran. 3. L/C Dilihat Dari Syarat Penyerahan Dokumen a. Clean L/C Clean L/Cadalah suatu L/C dimana penarikan wesel tidak mensyaratkan penyerahan dokumen bahkan untuk pengambilan uang dari L/C dpt dilakukan dengan kuitansi biasa. Jadi, dalam transaksi internasional yang menggunakan clean L/C tidak disyaratkan dokumen-dokumen untuk menerima pembayaran. b. Documentary L/C Documentary L/Cadalah suatu L/C dimana penarikan wesel atau penarikan uang dr L/C tsb harus dilengkapi dengan dokumen lain 62

68 sebagaimana disebutkan dalam L/C. Dokumen yg dimaksud misalnya dokumen pengapalan (shipping documents). c. Open L/C(Unrestricted L/C) Yang dimaksud dengan open L/Cialah L/C yang memberikan hak kepada penjual/ penerima L/C untuk menegosiasikan dokumen pengapalan melalui bank mana saja yang dinginkan. Jadi, negosiasi maupun pembayaran atas L/C dapat dilakukan oleh bank mana saja yang dpilih oleh penjual. 4. L/C Sebagai Alat Penjaminan Standby L/C merupakan jenis L/C yang baru akan berfungsi secara efektif apablia pihak yang disebutkan dalam L/C tersebut melakukan wanprestasi (cedera janji). Oleh karena sifatnya yang demikian maka standby L/C menjadi mirip dengan bank garansi. Standby L/C tidak diterbitkan untuk mengcover sutu transaksi perdagangan yang telah diadakan sebelumnya baik transaksi tsb telah dilaksanakan dengan L/C ataupun tanpa L/C. E. Mekanisme Penerbitan Letter of Credit 63

States) juga mengakui bahwa setiap negara memiliki hak untuk melakukan perdagangan

States) juga mengakui bahwa setiap negara memiliki hak untuk melakukan perdagangan MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 11 HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 A. DEFINISI DAN PENDEKATAN HUKUM PERNIAGAAN INTERNASIONAL 2 1. an Introduction Hukum perniagaan/perdagangan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. Perdagangan ini merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

Kekhususan Jual Beli Perusahaan

Kekhususan Jual Beli Perusahaan JUAL BELI DAGANG Suatu perjanjian jual beli sebagai perbuatan perusahaan yakni perbuatan pedagang / pengusaha lainnya yang berdasarkan jabatannya melakukan perjanjian jual beli Kekhususan Jual Beli Perusahaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan letak geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut penghubung antara dua pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia. bagi masing-masing pihak yaitu pihak penjual diwajibkan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia. bagi masing-masing pihak yaitu pihak penjual diwajibkan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan antar negara atau pedagangan luar negeri merupakan salah satu kegiatan yang penting sebagai bagian dari perdagangan internasional. Kegiatan ini juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA

BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA A. Pengangkutan dan Pengaturan Hukumnya Kata pengangkutan sering diganti dengan kata transportasi pada kegiatan sehari-hari. Pengangkutan lebih

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH Pengangkutan atau lebih dikenal dengan istilah transportasi di masa yang segalanya dituntut serba cepat seperti sekarang ini memiliki peran yang sangat besar.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum Dagang SH 1117 3 IV (empat) Marnia Rani, SH.,MH Deskripsi Mata Kuliah Standar Kompetensi Matakuliah Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dengan adanya perkembangan zaman yang semakin modern, dalam dunia internasional tiap-tiap Negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda. Untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda. Untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perdagangan tidak pernah terlepas dari kehidupan masyarakat, terutama dalam pemenuhan akan barang dan jasa. Namun tidak semua barang dan jasa yang dibutuhkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dari perekonomian yang modern dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Salah satu kebutuhan itu adalah tentang kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan A. Ekspor BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Ekspor Ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi seperti globalisasi ekonomi, perdagangan barang selain produk seperti perdagangan jasa secara signifikan meningkat dengan pesat,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip apa yang ada dalam hukum kontrak dagang internasional

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR DIREKTORAT PEMBINAAN KURSUS DAN PELATIHAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL DAN INFORMAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2011 A. Latar Belakang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, bidang transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda kehidupan perekonomian,

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. A. LATAR BELAKANG. BAB I PENDAHULUAN Selama 67 tahun sejak kemerdekaan, Republik Indonesia belum memiliki commercial code di bidang maritim. Commercial code berisi hal-hal yang menyangkut perangkat peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekspor Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dengan beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan

Lebih terperinci

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce.

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce. Peran United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Harmonisasi Hukum Transaksi Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Internasional Oleh: Ni Putu Dewi Lestari Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan Beberapa ahli, memberikan pengertian mengenai pengangkutan di antaranya: a. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN MATA UANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN MATA UANG BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN MATA UANG 2.1. Perjanjian Peningkatan dan perkembangan interaksi antarmanusia di dalam masyarakat baik dari segi kuantitas maupun

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan

BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PENGANGKUTAN BARANG A. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan Kata pengangkutan berasal dari kata angkut yang artinya bawa atau muat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Harus diakui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional negara-negara di dunia, khususnya yang didasarkan pada kepentingankepentingan

I. PENDAHULUAN. internasional negara-negara di dunia, khususnya yang didasarkan pada kepentingankepentingan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Interdependensi telah menjadi ciri dari pola perkembangan dunia modern dalam hubungan internasional negara-negara di dunia, khususnya yang didasarkan pada kepentingankepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 41.

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 41. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan di dalam kehidupan dunia modern merupakan suatu lembaga yang sulit untuk dihindari, karena lembaga ini memiliki fungsi yang diarahkan sebagai

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. 1 BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. I Berkembangnya usaha perniagaan di Indonesia telah membawa pada suatu segi yang lain dari

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG I. UMUM ANGKUTAN MULTIMODA Angkutan multimoda (Multimodal Transport) adalah angkutan barang dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Umum Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber: Starke (1989), Brownlie (1979), Shelton (2006), Riesenfeld (2006) Pengertian: Bahan-bahan aktual yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Pada saat ini, ada beberapa organisasi internasional yang mencoba untuk mengatur teknologi informasi, diantaranya the United Nations

Lebih terperinci

ii Ekonomi Internasional

ii Ekonomi Internasional Pendahuluan ii Ekonomi Internasional Daftar Isi iii EKONOMI INTERNASIONAL Oleh : Lia Amalia Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2007 Hak Cipta 2007 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek dalam kehidupan manusia adalah perdagangan, perdagangan merupakan salah satu upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

BAB XIII PROSEDUR IMPOR - 1

BAB XIII PROSEDUR IMPOR - 1 BAB XIII PROSEDUR IMPOR - 1 Tujuan Instruksional Khusus : Setelah menyelesaikan perkuliahan dengan Pokok Bahasan Prosedur Impor, Mahasiswa akan dapat menjelaskan prosedur dan tata laksana impor di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan tekhnologi dan peningkatan taraf hidup manusia yang. semakin lama semakin berkembang. Manusia cenderung untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan tekhnologi dan peningkatan taraf hidup manusia yang. semakin lama semakin berkembang. Manusia cenderung untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan tekhnologi dan peningkatan taraf hidup manusia yang semakin lama semakin berkembang. Manusia cenderung untuk memenuhi segala kebutuhan sesuai dengan kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek. marketing. Adapun fungsi bidang ekspor ini adalah melakukan pengurusan

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek. marketing. Adapun fungsi bidang ekspor ini adalah melakukan pengurusan BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Bidang pelaksanaan kuliah kerja praktek, penulis lakukan di PT. Alenatex Bandung. Disana penulis ditempatkan pada bidang ekspor, dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG A. Perjanjian dan Pengangkutan Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN. A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN. A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan Menurut Hukumnya Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas

Lebih terperinci

HPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM

HPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM HPI 1 PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX By Malahayati, SH., LLM TOPIK 2 PENGERTIAN CARA PILIHAN HUKUM LEX MERCATORIA LEX LOCI CONTRACTUS TEORI PENGERTIAN 3 Pada prinsipnya hukum yang berlaku di dalam kontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan dalam bidang usaha pada zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan dalam bidang usaha pada zaman modern BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan dalam bidang usaha pada zaman modern sekarang ini, menyebabkan orang-orang serta para pengusaha menginginkan segala sesuatunya bersifat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang antar pengusaha yang masing masing bertempat tinggal di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. barang antar pengusaha yang masing masing bertempat tinggal di negara negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor impor. Perdagangan ini merupakan

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI

PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI Oleh Ida Ayu Reina Dwinanda I Ketut Wirawan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This article

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beribu ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan terdiri atas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Proses tukar menukar atau jual beli barang atau jasa antar satu negara dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan bersama dengan tujuan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pendahuluan Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBAYARAN TRANSAKSI DALAM KONTRAK

TATA CARA PEMBAYARAN TRANSAKSI DALAM KONTRAK TATA CARA PEMBAYARAN TRANSAKSI DALAM KONTRAK I. PENDAHULUAN Pada umumnya dalam kontrak-kontrak bisnis selalu terdapat klausula tentang tata cara pembayaran. Pembayaran (penyerahan sejumlah uang) merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945).

Lebih terperinci

Berbagai Dokumen Penting Ekspor. Pertemuan ke-6

Berbagai Dokumen Penting Ekspor. Pertemuan ke-6 Berbagai Dokumen Penting Ekspor Pertemuan ke-6 BERBAGAI DOKUMEN EKSPOR 1. Invoice 2. Sales Contract 3. PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang ) 4. Full Set on Board Ocean Bill of Lading / Airway bill 5. Packing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN *48854 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci