KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Jenjang Pendidikan Diploma III Kebidanan. Disusun Oleh : NANDA NUR AINI B
|
|
- Erlin Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KARYA TULIS ILMIAH PENGGUNAAN MINUMAN HERBAL JAHE MADU UNTUK KENYAMANAN DAN KENYENYAKAN TIDUR AN. N UMUR 4 TAHUN 4 BULAN SELAMA MENGALAMI INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI BPM HARIYATI ADIMULYO KEBUMEN Diajukan Untuk Memenuhi Jenjang Pendidikan Diploma III Kebidanan Disusun Oleh : NANDA NUR AINI B PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2016 i i
2 ii
3 iii
4 iv
5 KARYA TULIS ILMIAH PENGGUNAAN MINUMAN HERBAL JAHE MADU UNTUK KENYAMANAN DAN KENYENYAKAN TIDUR AN. N UMUR 4 TAHUN 4 BULAN SELAMA MENGALAMI INFEKSI SALURAN PERNAFASAN DI BPM HARIYATI ADIMULYO KEBUMEN 1 Nanda Nur Aini 2, Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT., MPH 3 INTISARI Latar Belakang: ISPA merupakan penyakit yang sering dialami oleh balita. ISPA dapat menyebabkan masalah diantaranya yaitu gangguan tidur. Hal ini menyebabkan tidur menjadi tidak berkualitas sehingga membuat ibu khawatir dengan keadaan anaknya. Tidur diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Apabila anak tidak mendapat tidur yang cukup, dia akan menjadi mudah lelah sehingga rewel, mudah menangis dan juga akan sulit mengerti keadaan disekelilingnya. Gangguan tidur penurunan tingkat kecerdasan, konsentrasi, daya ingat menjadi lemah serta fungsi kognitif terganggu akibatnya dia akan menjadi lebih agresif, hiperraktif dan menjadi tidak kooperatif. Oleh karena itu gangguan tidur perlu segera diatasi agar tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan balita. Tujuan: Mengatasi gangguan tidur pada balita selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA. Metode: Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode penulisan deskriptif kualitatif jenis studi kasus. Pengumpulan data pada studi kasus dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer. Sedangkan metode pengolahan data dilakukan menggunakan 3 cara yaitu reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil: Setelah diberi minuman herbal jahe madu kepada An. N selama 5 hari berturut-turut (Dengan dosis 100 ml setiap 30 menit sebelum tidur) An. N berangsur-angsur bisa tidur dengan nyaman dan nyenyak. Hal itu terjadi seiring dengan gejala ISPA seperti batuk, pilek dan tenggorokan gatal yang juga berangsur-angsur sembuh. Kesimpulan: Minuman herbal jahe madu terbukti dapat membantu An. N tidur dengan nyaman dan nyenyak, sehingga gangguan tidurnya selama mengalami ISPA dapet teratasi. Kata kunci : ISPA, gangguan tidur, minuman herbal jahe madu Kepustakaan : 20 Literatur (tahun ) Jumlah halaman : 53 Lembar 1 Judul 2 Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan 3 Dosen STIKES Muhammadiyah Gombong v
6 SCIENTIFIC PAPER THE USE OF HONEY GINGER HERBAL DRINK FOR COMFORTABLE AND SOUNDLY SLEEP TOWARDS N, A 4, 4 YEAR-OLD BOY DURING HIS SUFFER FROM RESPIRATORY INFECTION IN PRIVATE MIDWIFERY CLINIC OF MIDWIFE HARIYATI AT ADIMULYO, KEBUMEN ABSTRACT Backgroud: Accute Respiratory Infection (ARI) is a disease that is often suffered by toddler. ARI can cause some problems. One of the problems is sleep disorder. This may cause unqualified sleep. Sleep is important for the growth and development of toddler. If a child does not sleep enough and well, he will get tired easily. This will make him so fussy and easily to cry. It is also difficult for him to understand the circumstances around it. Besides, it can also decrease the level of intelligence and concentration. The memory is weakening and there will be cognitive disturbance. Consequently, he becomes more aggressive, hyperactive, and uncooperative. Therefore, sleep disorder needs to be overcome so as not to disturb the growth and development of toddler. Objective: To overcome sleep disorder of a toddler during the suffer of acute respiratory infections (ARI). Method: This scientific paper uses qualitative descriptive with case study type. The data collection of this case study was conducted by collecting secondary data and primary data. Whereas the data processing was done by using three different kinds of methods reduction, data presentation and conclusion. Results: After being given honey ginger herbal drink during 5 days (with the dose of 100 ml every 30 minutes before bedtime), N is gradually able to sleep comfortably and soundly. This happened simultaneously with ARI symptoms, such as cough, runny nose and itchy throat which are also getting fine. Conclusion: Honey ginger herbal drink is really able to help a toddler sleep comfortably and soundly. Therefore sleep disorders can be overcome. Keywords : ARI, Sleep Disorder, Ginger Honey Herbal Drink Literature : 38 Literatures ( ) Number of Pages : 53 pages 1 Title 2 Student of DIII Program of Midwifery Dept. 3 Lecturer of Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong vi
7 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh Puji syukur kehadirat Alloh Subhanahu Wata ala (SWT), yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan karya tulis ilmiah dengan judul Penggunaan Minuman Herbal Jahe Madu. Laporan asuhan kebidanan ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar ahli madya kebidanan. Selama penyusunan laporan karya tulis ilmiah ini penulis mendapat bimbingan, masukan dan dukungan dari beberapa pihak, sehingga laporan asuhan kebidanan ini dapat terselesaikan dengan baik, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. M. M Anis, S. Kep., Ns. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong. 2. Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT., MPH selaku Ketua Program Studi DIII Kebidanan STIKes Muhammadiyah Gombong. 3. Siti Muthoharoh S.ST., MPH selaku Penguji I yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik. 4. Hastin Ika Indriyastuti, S.SiT., MPH selaku pembimbing akademik dan penguji II yang telah membimbing penulis dengan baik dan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat waktu. 5. Bidan Hariyati Amd. Keb selaku penmbimbing lahan dan penguji III yang telah banyak membimbing dan membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. 6. Ny. M dan An. N selaku pasien inovasi neonatus penulis yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini. 7. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik materiil maupun moriil, dorongan semangat dan doa yang tiada henti untuk penulis. 8. Semua teman-teman DIII Kebidanan STIKes Muhammadiyah Gombong seangkatan 2013, yang telah memberi semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan laporan karya tulis ilmiah ini. Penulis menyadari banyak berbagau keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, baik pengetahuan maupun pengalaman tentunya laporan karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga Alloh SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah yang tidak berkesudahan dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua (Aamiin). Wassalamu alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh Gombong, Juni 2016 Penulis vii
8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii HALAMAN PERNYATAAN...iv INTISARI...v ABSTRACT...vi KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI...ix DAFTAR TABEL...x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan...4 C. Manfaat...5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Terapi Herbal Tidur...32 B. KERANGKA TEORI...35 BAB III METODE PENULISAN A. Jenis Penelitian...36 B. Tempat dan Waktu Penelitian...37 C. Subjek Penelitian...37 D. Instrumen Penelitian...38 E. Teknik Pengumpulan Data...38 F. Teknik Analisis Data...40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil...43 B. Pembahasan...46 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...51 B. Saran...52 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii
9 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Nutrisi yang Terkandung pada Madu...28 Tabel 2.2 Rincian Biaya...30 Tabel 4.1 Hasil Observasi Pemberian Minuman Herbal Jahe Madu...45 ix
10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Teori x
11 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak umur bawah 5 tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Penyakit Infeksi yang sering terjadi pada anak balita diantaranya adalah penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA (Harsono, 1999 dalam Maitatorum 2009). ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut para ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila dalam satu rumah anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi menyebab kan kecacatan seperti otitis media akuta (OMA) dan mastoiditis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia (Anonim, 2010). Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat di dunia, karena penyebab ISPA merupakan salah satu hal yang angat akrab di masyarakat. ISPA merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA menjadi perhatian bagi anak-anak (termasuk 1
12 2 balita) baik dinegara berkembang maupun dinegara maju karena ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Anak-anak dan balita akan sangat rentan terinfeksi penyebab ISPA karena sistem tubuh yang masih rendah, itulah yang menyebabkan prevalensi dan gejala ISPA sangat tinggi bagi anak-anak dan balita (Riskesdas, 2007). ISPA adalah Infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat (Depkes RI, 2012). Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan seperti pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Sedangkan faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada balita atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit ISPA serta perilaku kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok dalam keluarga (Maryunani, 2010). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dapat menimbulkan beberapa masalah diantaranya tidur yang tidak berkualitas, sering batuk, kesulitan bernafas, tenggorokan gatal dan sakit, pilek dan kehilangan nafsu makan. Menurut Robotham (2011) Tidur juga mempengaruhi kemampuan kita dalam menggunakan bahasa, mempertahankan konsentrasi, memahami apa yang kita baca dan menyimpulkan apa yang kita dengarkan. Selain itu tidur juga mempengaruhi sistem imun tubuh.
13 3 Pada usia pra sekolah (4-6 tahun) biasanya memerlukan waktu tidur jam. Kebanyakan pada usia ini tidak menyukai waktu tidur, bisa jadi anak usia 4-5 tahun mengalami kurang istirahat dan mudah sakit jika kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi (Asmadi, 2008). Balita usia 3-5 tahun dan anak usia 6 tahun memerlukan waktu tidur jam perhari. Waktu tidur siang mereka makin lama makin sedikit dan umumnya usia 5 tahun, anak tidak lagi tidur siang (Benaroch, 2012). Kemampuan anak untuk menjalankan segala kegiatannya tergantung dari seberapa banyak tidur yang didapatnya. Bila anak tidak cukup tidur, dia mudah lelah sehingga rewel, menangis dan sulit mengerti keadaan disekelilingnya. Setiap anak memerlukan waktu tidur yang berbeda, jadi berapa banyak waktu tidur yang diperlukan oleh setiap anak akan bervariasi. Ada anak yang memerlukan waktu lebih banyak dibandingkan yang lain (Suririnah, 2010). Hasil penelitian menunjukkan secara empiris bahwa lonjakan pertumbuhan tidak hanya terjadi saat tidur, tetapi juga secara signifikan memengaruhi waktu tidur. Waktu tidur panjang terkait dengan pertumbuhan yang lebih besar (Dr. Michelle lampl dari Deparment Antropologi di Emory Uniersity, 2008) Menurut Jurnal Solyom dan Baghiu (2013), gangguan tidur dapat terjadi akibat kondisi medis diantaranya penyakit psikiatris, penyakit saraf, penyakit saluran pernapasan, penyakit lain dan gangguan tidur yang disebabkan karena mengkonsumsi zat tertentu.
14 4 Beberapa gejala anak yang kurang tidur di antaranya sulit di bangunkan di pagi hari, emosional, impulsif, rewel, mudah frustasi, penurunan tingkat kecerdasannya, kurang konsentrasi, daya ingat menjadi lemah, serta gangguan fungsi kognitif, sehingga dia lebih agresif dan hiperaktif, menjadi tidak kooperatif (dr. Ram Peter, 2007). Jahe memiliki efek yang menghangatkan dan melegakan saat batuk, demam, flu, dan masalah pernapasan lainnya. Madu memiliki efek sedaktif sehingga dapat menyebabkan tidur nyenyak. Di dalam tubuh, madu dimetabolosir seperti halnya gula sehingga menyebabkan kadar sinotonin (suatu senyawa yang dapat meredakan aktivitas otak) dalam otak meninggi yang menginduksi pada relaksasi dan keinginan untuk tidur ( Sarwono, 2006). Dari uraian diatas disimpulkan bahwa tidur adalah proses fisiologis yang sangat penting bagi anak-anak khususnya balita, pada saat tidur terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan pada balita yang lebih cepat atau signifikan daripada saat ia terjaga, selain itu juga karena selama ini pengobatan balita sakit dengan ISPA hanya dilakukan dengan cara medis sehingga penulis ingin membuat inovasi Minuman hebal jahe madu untuk membantu kenyamanan dan kenyenyakan tidur An.N selama mengalami ISPA yang dilaksanakan di BPM Hariyati Desa Sugihwaras, Kecamatan Adimulyo, Kabupaten Kebumen.
15 5 B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengatasi gangguan tidur pada balita selama mengalami Infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kenyamanan dan kenyenyakan tidur balita sebelum diberikan minuman jahe madu. b. Mengetahui kenyamanan dan kenyenyakan tidur balita setelah diberikan minuman jahe madu. c. Mengetahui khasiat jahe madu untuk membantu melegakan tenggorokan selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). C. Manfaat 1. Manfaat Praktis a. Bagi Pasien dan Keluarga Membantu balita merasa lebih nyaman dan nyenyak tidur selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan mengonsumsi minuman herbal jahe madu yang dapat berfungsi untuk melegakan tenggorokan.
16 6 b. Bagi Penulis Penulis dapat mengembangkan ide tentang membuat minuman herbal jahe madu yang berkhasiat untuk melegakan tenggorokan, sehingga dapat membantu kenyamanan dan kenyenyakan tidur balita selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). 2. Manfaat Teoritis a. Bagi Bidan Menambah pengetahuan Bidan tentang pengobatan alternatif yang dapat membantu balita mengatasi masalah gangguan tidur selama mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). b. Bagi Institusi Karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk menambah keragaman pustaka bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Muhammadiyah Gombong khususnya program studi DIII Kebidanan tentang hasil inovasi mahasiswa.
17 DAFTAR PUSTAKA Asmadi Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC. American Academy of Sleep Medicine The International Classification of Sleep Disorder. One Westbook Corporate Center. USA: Arikunto, Suharsimin Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatya. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi IV: Rineka Cipta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Buletin Jendela Epidemiologi Pnemonia Balita. Jakarta : Depkes RI. Depkes RI Pedoman Tatalaksanaan Pnemonia Balita. Dirjen PP & PL. Jakarta. Hamad, S Terapi Madu. Jakarta : Pustaka Iman. 30 hlm. Herdiansyah, haris Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Salemba Humanika. Hidayat Metodologi Penelitian. Jakarta : Pustaka Pelajar. Maryunani, A Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta. Trans Info Media. Manurung, Santa Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakrta Timur : CV. Trans Indo Media. Mubarak, Wahit & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : Salemba Medika. Nastiti Rahajoe, dkk Buku Ajar Respirologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Notoatmodjo, S Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsi-Prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoatmodjo, S Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Purbaya, J.Rio Mengenal Madu Alami. Bandung Pionir Jaya. Rahajoe, N. Nastiti dkk Respirologi Anak. Jakarta: IDAI.
18 Rostita Berkat Madu Sehat, Cantik, dan Penuh Vitalitas. Bandung : PT Mizan Pustaka. Sarwono, B Lebah Madu cetakan III. Jakarta : Agromedia Pustaka. Saryono (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia. Sugiyono Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabetha. Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R& D. Bandung: Alfabetha. Sukarni K Icesmi, Margareth ZH. (2013) Kehamilan, Persalinan dan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika. Suririnah Buku Pintar Mengasuh Balita: Panduan Bagi Orang Tua untuk Merawat dan Membimbing Anak 1-3 tahun Secara Sehat dan menyenangkan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Widoyono Penyakit Tropis, epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan. Jakarta : hal Jurnal : Combest. W.L Ginger Herbal Therapy. Denyer, C.V., P. Jackson, D.M. Loakes, M.R. Ellis dan D.A.B. Yound Isolation of antirhinoviral sesquiterpenes from ginger ( Zingiber Officinale). J Nat Products. 57 : Ramadhani, A.N, Novayelinda, R., & Woferst, R. (2014). Efektifitas Pemberian Minuman Herbal Jahe Madu Terhadap Keparahan Batuk pada Anak dengan ISPA : Universitas Riau. Program Studi Ilmu Keperawatan, 8 (VOL 1) 1-8 Soylom & Baghiu D.M (2013). Sleep Disorders The Disease Of The Modern world Literature Review. AMT;II(2): Internet : Anonim Skripsi. Diakses pada pada tanggal 1 Mei 2016 pukul WIB
19 Benaroch, R How Much sleep Do Children Need?. Soong. Diunduh dari pada 21 April jam WIB Robotham, D.,Chakkalackal, L., Cyhlarova, E., Robotham : the impact of sleep on health and wellbeing, mental Health foundation. Available from : pdf. Diakses pada 1 Mei 2016 pukul WIB Komposisi dan Kandungan Madu. Di akses pukul WIB pada tanggal 4 April Manfaat dan Kandungan Jahe sebagai kesehatan tubuh. Di akses pukul WIB pada 4 April 2016 WHO Traditional Medicine. dari Diakses pada tanggal 22 Maret 2016 pukul WIB WHO Traditional Medicine. dari 22 maret 2016 pukul WIB Diperoleh tanggal
20 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUATAN MINUMAN HERBAL JAHE MADU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBUATAN MINUMAN HERBAL JAHE MADU PENGERTIAN adalah minuman yang dibuat dari jahe putih dan madu yang diramu menjadi sebuah minuman herbal yang bermanfaat untuk menghangatkan tenggorokan, sehingga balita dapat tidur dengan nyaman dan nyenyak TUJUAN Mengatasi masalah gangguan tidur pada balita saat mengalami ISPA ALAT DAN BAHAN ml air putih (2/3 gelas) 2. 1 sendok madu asli 3. 4 cm jahe putih INDIKASI Balita dengan ISPA yang mengalami gangguan tidur SIKAP DAN PERILAKU 1. Menyambut pasien, memberi salam dan memperkenalkan diri 2. Menjelaskan maksud dan tujuan 3. Menanyakan kesiapan pasien 4. Menjaga privasi pasien 5. Mengawali dengan tazmiah dan mengakhiri dengan tahmid PROSEDUR KERJA 1. Siapkan 4 cm jahe lalu di kupas sampai bersih. 2. Cuci jahe yang sudah dikupas dengan air bersih. 3. Kemudian geprek jahe, tetapi jangan sampai hancur. 4. Siapkan panci kecil dan masukkan air 2/3 gelas tadi ke dalamnya. 5. Lalu masukkan jahe yang sudah digeprek kedalam air yang mendidih, aduk beberapa kali. 6. Tunggu 1 menit setelah air mendidih. 7. Kemudian angkat lalu diamkan sampai air jahe hangat. 8. Setelah hangat, tuangkan air jahe dan di pindahkan dari panci ke dalam gelas ukuran 200 ml. 9. Setelah itu tambahkan 1 sendok makan madu, aduk hingga tercampur rata. 10. Berikan minuman herbal jahe madu pada balita dengan dosis 1 kali sehari sebanyak ½ gelas pada malam hari, 30 menit sebelum tidur, pemberian minuman herbal jahe madu dilakukan selama 5 hari berturut-turut. TEKNIK 1. Teruji melakukan tindakan dengan sistematis dan berurutan SKOR Ya Tidak
21 2. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien dan melakukan kontak mata dengan pasien 3. Teruji percaya diri dan tidak ragu-ragu. 4. Teruji sabar dan teliti 5. Dokumentasi
22 Gambar 1.1 Alat dan Bahan yang dibutuhkan Gambar 1.2 Saat melakukan pemberian minuman herbal jahe madu hari ke 5
23
24 LEMBAR OBSERVASI 1. Apakah anak mau meminum minuman herbal jahe madu yang diberikan? a. Ya b. Tidak 2. Jika iya, apakah anak mau meminumnya sampai habis? a. Ya b. Tidak 3. Setelah meminum jahe madu apakah ada perubahan pada pola tidur anak? a. Ya b. Tidak 4. Jika iya, apakah tidurnya menjadi nyenyak dan tidak sering bangun? a. Ya b. Tidak 5. Apakah menurut ibu minuman herbal ini membantu ibu dalam menjaga pola istirahat/ tidur anaknya saat sedang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)? a. Ya, alasannya b. Tidak, alasannya Apakah ibu akan menggunakan resep minuman herbal ini setiap kali untuk membantu membuat anaknya tidur nayaman dan nyenyak selama mengalami sakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)? a. Ya b. Tidak
25 EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN JAHE MADU TERHADAP KEPARAHAN BATUK PADA ANAK DENGAN ISPA Apri Nur Ramadhani 1, Riri Novayelinda 2, Rismadefi Woferst 3 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau apridhani@gmail.com Abstract This research aims to determine the effectiveness of ginger honey ale to children with acute respiration infection (ARI) cough saverity. The method of this research is a quasi-experimental approach with non-equivalent control group. This research was conducted in the working area of Rumbai health center to 52 coughing children with ARI. There population of this study are divided into experimental group with 26 children and the control group with 26 children. The sampling method was purposive sampling using a observation shee of cough saverity. Data analized with independent t test, the result show while in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale obtained p-value (0,001) > α (0,05) it can be concluded there is difference in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale. The results of this study recommends to giving honey ginger ale to be one of the nursing intervention in addressing the severity of cough in children with ARI. Keywords:honey ginger ale, cough saverity PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA merupakan masalah kesehatan yang sangat serius baik di dunia maupun di Indonesia. United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 telah melaporkan bahwa ISPA merupakan penyebab kematian paling besar pada manusia dibandingkan dengan jumlah kematian akibat AIDS, malaria dan campak. ISPA menyebabkan lebih dari 2 juta anak meninggal dunia tiap tahunnya, yang didominasi balita umur 1 sampai 4 tahun. Kasus kematian balita seluruhnya dari umur 1-5 tahun akibat ISPA, tiga perempatnya terjadi pada 15 negara. Indonesia menempati peringkat keenam di dunia dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 juta kasus per tahun (Depkes RI, 2010). Data Kemenkes Indonesia, kasus ISPA pada tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 terdapat 7,2 juta kasus ISPA dan tahun 2011 kasus menjadi 18,79 juta kasus ISPA. Berdasarkan hasil survei demografi kesehatan Indonesia, angka kematian balita (AKABA) 1-4 pada tahun 2007 sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, 15,5 persen atau sebesar kematian pada balita usia 1-5 tahun disebabkan oleh ISPA. Ini berarti secara rata-rata di Indonesia 83 orang balita meninggal setiap harinya karena ISPA (Iptek kesehatan, 2012). Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan seperti pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian. Sedangkan faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada balita atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit ISPA serta perilaku kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok dalam keluarga (Maryunani, 2010). ISPA disebabkan oleh berbagai pemicu, seperti keadaan sosial ekonomi menurun, gizi buruk, pencemaran udara dan asap rokok (Depkes, 2002). Pencemaran udara contohnya tiap tahun biasanya terjadi kabut asap di daerah Riau kususnya di Kota Pekanbaru. Asap kebakaran menyebabkan kondisi udara tidak sehat. Diperoleh dari data Dinas Kesehatan Propinsi Riau sedikitnya anak berumur kurang dari 5 tahun (balita) menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) akibat menghirup asap sisa kebakaran hutan dan lahan yang mencemari udara di Propinsi Riau (Yohanes, 2013). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, kejadian infeksi saluran pernafasan pada bayi dan balita tahun 2012 sebanyak kejadian. Sedangkan yang 1 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014
26 terbanyak dalam 3 tahun terakhir dari 20 puskesmas di Kota Pekanbaru ditemukan di Puskesmas Rumbai yaitu mencapai 591 kejadian ISPA pada tahun 2010, pada tahun 2011 angka kejadian ISPA mencapai 596 kejadian dan pada tahun 2012 angka kejadian ISPA mencapai 357 kejadian (Dinas kesesehatan Kota Pekanbaru, 2012). Salah satu tanda dan gejala ISPA adalah batuk. Batuk merupakan alasan kunjungan rawat jalan yang hampir mencapai tiga persen dari semua kunjungan rawat jalan di Amerika Serikat paling banyak dalam hubungannya dengan ISPA (Paul, dkk, 2007). Batuk menyebabkan terganggunya kualitas tidur pada anak. Jika kebutuhan tidur tidak cukup sel darah putih dalam tubuh akan menurun, sehingga memiliki dampak yang sangat merugikan pada pertumbuhan dan perkembangan fisik anak dan efektifitas sistem daya tahan tubuh anak juga menurun menyebabkan pertumbuhan dan kemampuan berpikirnya akan terganggu. Selain itu, bayi atau anak yang kurang tidur akan menjadi rewel, gampang marah dan sulit diatur (Lamberg, 2002). Pengobatan yang dilakukan untuk menangani batuk pada ISPA diantaranya dengan pengobatan tradisional, World Health Organization (WHO) merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003). Obat tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia, negaranegara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Di Afrika, sebanyak 80 persen dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Negara Cina dari total konsumsi obat, sebesar 30 sampai 50 persen menggunakan obatobat tradisional (WHO, 2003). Penelitian oleh Department of Pediatrics di Amerika, madu merupakan salah satu pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala ISPA, diantaranya dapat menurunkan keparahan batuk dan dapat meningkatkan kualitas tidur anak pada malam hari. Penelitian Yulvina (2011), pemberian minuman jahe juga efektif untuk menurunkan keparahan batuk pada anak dengan ISPA. Peneliti melakukan wawancarai terhadap 5 orang tua yang mempunyai anak antara usia 1 sampai 5 tahun yang menderita ISPA di Puskesmas Rumbai Pesisir, orang tua mengatakan aktifitas anak tergannggu, tidur anak tidak efektif pada malam hari, anak rewel akibat batuk. METODE Desain penelitian Desain penelitian adalah bentuk rancangan yang di gunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2009). Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan rancangan penelitian Non-Equivalent Control Group. Rancangan ini bertujuan untuk membandingkan hasil yang didapat sebelum dan sesudah diberi perlakuan pada kelompok intervensi dan tidak diberi perlakuan pada kelompok kontrol. Pada rancangan ini, kelompok intervensi diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan (Nursalam,2008). Pada kedua kelompok di awali dengan pre test, dan setelah pemberian perlakuan di adakan pengukuran kembali (post test) (Nursalam, 2008). HASIL PENELITIAN Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah sebagai berikut: A. Analisa Univariat Tabel 3. Distribusi karakteristik responden Tabel 3 di atas diketahui bahwa dari 52 orang responden yang diteliti, distribusi responden menurut jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 31 orang responden (59,6%), sedangkan usia responden 2 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014
27 yang terbanyak adalah kelompok usia 3 tahun dengan jumlah 25 orang responden ( 48,07%). Tabel 4 Distribusi tingkat keparahan batuk sebelum diberikan intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tabel 4 di atas dapat dilihat nilai rata-rata tingkat keparahan batuk pada anak dengan ISPA sebelum diberikan intervensi minuman jahe madu yaitu 22,00 pada kelompok eksperimen dan 26,96 pada kelompok kontrol. Standar deviasi pada kelompok eksperimen yaitu 1,918 dan 2,596 pada kelompok kontrol. Tabel 5 Disribusi tingkat keparahan batuk sesudah diberikan intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Homogenitas keparahan batuk sebelum diberikan intervensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Tabel 7 diatas dari hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan batuk anak sebelum diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan 26,96 pada kelompok kontrol dengan standar deviasi 2,270. Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α (0,05), berarti tingkat kerahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan minuman jahe madu adalah homogen. Tabel 8 Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu Tabel 5 dapat dilihat nilai rata-rata tingkat keparahan batuk sesudah diberikan minuman jahe madu yaitu 16,62 pada kelompok eksperimen dan 23,58 pada kelompok kontrol. Standar deviasi pada kelompok eksperimen yaitu 1,517 dan 3,417 pada kelompok kontrol. B. Analisa Bivariat Tabel 6 Homogenitas karakteristik responden Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa semua karakteristik responden (jenis kelamin dan umur anak) baik antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah homogen dengan p (0,195-0,653) > α (0,05) (tabel 6). Tabel 8 diatas dari hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan batuk sebelum diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan 16,62 sesudah diberikan minuman jahe madu dengan standar deviasi 1,517. Hasil analisa diperoleh p (0,032) < α (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara mean keparahan batuk anak sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen sebanyak 2 kali sehari dalam waktu 5 hari. Tabel 9 Tingkat keparahan batuk anak pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah tanpa diberikan minuman jahe madu Tabel 7 3 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014
28 Tabel 9 diatas memperlihatkan hasil uji statistik di dapatkan nilai rata-rata tingkat keparahan batuk anak sebelum diberikan minuman jahe pada kelompok kontrol adalah 26,90 dengan standar deviasi 2,270 dan 23,58 sesudah tanpa diberikan minuman jahe dengan standar deviasi 3,049. Hasil analisa diperoleh p (0,134) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok kontrol tanpa pemberian minuman jahe madu selama 5 hari. Tabel 10 Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan minuman jahe madu Tabel 10 diatas memperlihatkan rata-rata tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 22,00 dengan standar deviasi 1,918 dan 26,90 pada kelompok kontrol tanpa diberikan minuman jahe madu dengan standar deviasi 2,270. Hasil analisa diperoleh p (0,074) > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak sebelum diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen dan mean tingkat keparahan batuk anak tanpa diberikan minuman jahe madu pada kelompok kontrol. Tabel 11 Perbedaan tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu Tabel 11 diatas memperlihatkan rata-rata tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen adalah 16,62 dengan standar deviasi 1,499 dan 23,58 pada kelompok kontrol tanpa diberikan minuman jahe madu dengan standar deviasi 3,049. Hasil analisa diperoleh p (0,001) < α (0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen dan mean tingkat keparahan batuk anak tanpa diberikan minuman jahe madu pada kelompok kontrol. PEMBAHASAN Analisa data univariat adalah analisa data yang digunakan untuk mendapatkan gambaran masing-masing variabel yang terdiri dari karakteristik responden, meliputi umur anak dan jenis kelamin responden serta pembahasan tentang keparahan batuk responden sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Analisa bivariat digunakan untuk melihat perbedaan keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kontrol serta melihat efektivitas pemberian minuman jahe madu terhadap keparahan batuk pada anak dengan ISPA. 1. Karakteristik responden a. Jenis kelamin Penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rumbai, didapatkan hasil bahwa jenis kelamin responden hampir seimbang antara laki laki dan perempuan yaitu 21 orang (40,4%) respoden laki-laki dan 31 orang (59,6%) responden perempuan. Data yang ditemukan di BPS (2010) sebaran penduduk di Riau laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa, ini berarti persebaran jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir seimbang. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution, dkk (2009) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan akut pada balita di daerah urban Jakarta menemukan hasil bahwa jenis kelamin hampir seimbang antara laki-laki (51,5%) dan perempuan (48,5%). Pada penetilian tersebut tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin dengan prevalensi ISPA pada balita. b. Umur Hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rumbai, 4 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014
29 didapatkan hasil usia responden terbanyak berada pada rentang umur 3 tahun sebanyak 25 orang (40,07%). Penelitian yang dilakukan oleh Elyana dan Candra (2008) menunjukkan bahwa umur tidak berhubungan dengan frekuensi ISPA. Mikroorganisme penyebab ISPA sangat banyak jenisnya dan bisa menyerang segala usia sehingga infeksi saluran pernafasan atas dapat terjadi pada siapa saja, pada usia berapapun. Walaupun pada umumnya semakin dewasa, daya tahan tubuh sudah semakin sempurna, namun hal ini tidak berpengaruh terhadap kejadian ISPA. 2. Gambaran tingkat keparahan batuk anak sebelum dan sesudah pemberian minuman jahe madu pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Penelitian yang telah dilakukan di wilayah Puskesmas Rumbai didapatkan hasil rata-rata tingkat keparahan batu anak sebelum diberikan minuman jahe madu yaitu 22,00 pada kelompok eksperimen dan 26,96 pada kelompok kontrol. Sedangkan rata-rata tingkat keparahan batuk anak sesudah diberikan minuman jahe madu yaitu 16,62 pada kelompok eksperimen dan 23,58 pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan rata-rata tingkat keparahan batuk sesudah diberikan minuman jahe madu (post test) pada kelompok eksperimen sedangkan pada kelompok kontrol terjadi penurunan rata-rata tingkat keparahan batuk (post test) yang tidak signifikan tanpa diberikan minuman jahe madu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Yulfina (2011) tentang efektifitas pemberian minuman jahe terhadap penurunan keparahan batuk pada anak dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Mimuman jahe madu diberikan 2 kali dalam 1 hari selama 5 hari kepada responden. Jahe yang mengandung minyak atsiri berkisar 3% merupakan sebuah zat aktif yang dapat mengobati batuk. 3. Efektifitas pemberian minuman jahe madu terhadap penurunan keparahan batuk pada anak Penelitian yang telah dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Rumbai, maka didapatkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji t independent diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan tingkat keparahan batuk. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t dependent diperoleh p value (0,032) < α (0,05). Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian minuman jahe madu efektif dalam menurunkan keparahan batuk pada anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulfina (2011) tentang efektifitas pemberian minuman jahe terhadap penurunan keparahan batuk pada anak dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru dengan hasil p value = 0,000 atau p < α (0,05) maka Ho ditolak artinya pemberian minuman jahe efektif untuk menurunkan keparahan batuk pada anak dengan ISPA. Penelitian ini juga didukung sebuah penelitian di Amerika yang dilakukan oleh Cohen, dkk pada tahun Anak-anak dengan ISPA dan batuk malam hari diberi 1 dari 3 produk madu, plasebo pada pemberian 30 menit sebelum tidur dan tanpa ada perawatan. Hasil yang ditemukan madu menghasilkan peningkatan perbaikan yang terbesar. Frekuensi batuk anak yang menerima madu memiliki ratarata peningkatan 1,89 poin, 1,39 poin bagi anak yang menerima plasebo dan 0,92 poin bagi yang tidak memerima perawatan (p 0,01). Pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan keparahan batuk pada anak, karena kandungan minyak atsiri dalam jahe yang merupakan zat aktif yang dapat mengobati batuk (Nooryani, 2007), sedangkan zat antibiotik pada madu yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit infeksi seperti batuk anak pada ISPA (Aden, 2010). Anak yang telah diberikan 5 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014
30 minuman jahe madu oleh peneliti gejala keparahan batuk seperti batuk berdahak, pilek, rewel, tidak nafsu makan dan gejala lainnya menjadi berkurang. Dengan demikian pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan tingkat keparahan batuk pada anak dengan ISPA. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden paling banyak kelompok perempuan (59,6%) dan umur 3 tahun (48,07%). Berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan signifikansi dengan nilai p (0,032) < α (0,05). Pada kelompok kontrol terjadi penurunan keparahan batuk namun tidak signifikan berdasarkan hasil uji t dependent menunjukkan tidak terdapat signifikansi dengan nilai p (0,134) > α (0,05). Hasil uji t independent dimana diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara ratarata tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu. SARAN 1. Bagi pelayanan kesehatan Bagi pelayanan kesehatan disarankan untuk dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu intervensi keperawatan pada anak yang menagalami batuk. 2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan Bagi perkembangan Ilmu Keperawatan khususnya tenaga pengajar dan pelajar disarankan untuk dapat memakai hasil penelitian ini sebagai salah satu sumber informasi mengenai perbandingan efektifitas pemberian minuman jahe madu terhadap keparahan batuk anak dengan ISPA sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu terapi alternatif. 3. Bagi masyarakat Bagi masyarakat khususnya ibu yang anaknya mengalami batuk disarankan untuk dapat mengaplikasikan minuman jahe madu sebagai salah satu metode pengobatan alternatif untuk mengurangi batuk pada anak. 4. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi untuk mengembangkan penelitian lebih aplikatif tentang jahe dan madu terhadap batuk pada anak. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Kepala Puskesmas Rumbai yang telah bersedia memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 1 Apri Nur Ramadhani:Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia 2 Riri Novayelinda: Dosen Departemen Keperawatan Anak Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia 3 Rismadefi Woferst: Dosen Departemen Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (2010). Sensus penduduk 2010 Propinsi Riau. Diperoleh tanggal, 14 juli 2014 dari = &wilayah=Riau. Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Departemen Kesehatan RI. (2010). Kejadian penyakit ISPA pada balita. Diperoleh tanggal 7 Oktober 2013 dari 2&id=2086. Departemen Kesehatan RI. (2002).Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut untuk penanggulangan pnemonia pada balita. Jakarta: Dirjen PPM & PLP. Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2012). Data penemuan penyakit ISPA. Pekanbaru: Dinkes Kota Pekanbaru. Elyana, M. & Candra, A. (2008). Hubungan frekuensi ispa dengan status gizi balita. Diperoleh tanggal 1 juni 2014 dari nutrica/article/view/ JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014
31 Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Riau. Heru, S. K., & Yasril. (2009). Tehnik sampling untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hidayat, A. A (2007). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, A. (2009). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika. Iptek kesehatan. (2012). Perubahan iklim picu wabah penyakit pernapasan. Diperoleh tanggal 25 Oktober 2013 dari /perubahan-iklim-picu-wabah-penyakitpernapasan/. Lamberg, L. (2002). Inadequate sleep. American Medical Association. Diperoleh tanggal 5 September 2013 dari n/ publications/docs/ 16_01_03.pdf&prev/. Maryunani, A. (2010). Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta. Trans Info Media. Mei, E., & Aryu, C. (2008). Hubungan Frekuensi ISPA dengan status gizi balita. Diperoleh pada tanggal 20 juni 2014 dari Nasution, K., dkk. (2009). Infeksi saluran napas akut pada balita di daerah urban Jakarta. Sari Pediatri. Diperoleh tanggal 20 juni 2014 dari 1.pdf. Notoatmodjo, S. (2005). Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2008). Metodologi riset keperawatan: pedoman praktis keperawatan. Surabaya: Salemba medika. Paul, I. M., Beiler J., McMonagle, A., Shaffer, M, L., Duda, L., & Berlin, C, M. (2007). Pengaruh madu, dextromethorphan, dan tidak ada pengobatan batuk pada nocturnal dan kualitas tidur untuk batuk anak-anak dan orang tua mereka. Diperoleh pada tanggal 3 September 2013 dari http// Riset Kesehatan Dasar(2007). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Sofyani, S. (2011). Perbedaan gangguan tidur pada remaja. Diperoleh tanggal 23 September 2013 dari repository.usu.ac.id/bitstream/ /29430/4/Chapter%20II.pdf. Uripi, V. (2004). Menu sehat untuk balita. Jakarta: Puspa Swara. WHO. (2003a). Traditional medicine. Diperoleh tanggal 2 Desember 2013 dari WHO. (2003b). Traditional medicine. Diperoleh tanggal 5 September 2013 dari http // factsheets/fs134/en/. 7 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014
32 EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN JAHE MADU TERHADAP KEPARAHAN BATUK PADA ANAK DENGAN ISPA Apri Nur Ramadhani 1, Riri Novayelinda 2, Rismadefi Woferst 3 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau apridhani@gmail.com Abstract This research aims to determine the effectiveness of ginger honey ale to children with acute respiration infection (ARI) cough saverity. The method of this research is a quasi-experimental approach with non-equivalent control group. This research was conducted in the working area of Rumbai health center to 52 coughing children with ARI. There population of this study are divided into experimental group with 26 children and the control group with 26 children. The sampling method was purposive sampling using a observation shee of cough saverity. Data analized with independent t test, the result show while in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale obtained p-value (0,001) > α (0,05) it can be concluded there is difference in the control and eksperiment group without giving ginger honey ale. The results of this study recommends to giving honey ginger ale to be one of the nursing intervention in addressing the severity of cough in children with ARI. Keywords:honey ginger ale, cough saverity PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA merupakan masalah kesehatan yang sangat serius baik di dunia maupun di Indonesia. United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 telah melaporkan bahwa ISPA merupakan penyebab kematian paling besar pada manusia dibandingkan dengan jumlah kematian akibat AIDS, malaria dan campak. ISPA menyebabkan lebih dari 2 juta anak meninggal dunia tiap tahunnya, yang didominasi balita umur 1 sampai 4 tahun. Kasus kematian balita seluruhnya dari umur 1-5 tahun akibat ISPA, tiga perempatnya terjadi pada 15 negara. Indonesia menempati peringkat keenam di dunia dengan jumlah kasus ISPA sebanyak 6 juta kasus per tahun (Depkes RI, 2010). Data Kemenkes Indonesia, kasus ISPA pada tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 terdapat 7,2 juta kasus ISPA dan tahun 2011 kasus menjadi 18,79 juta kasus ISPA. Berdasarkan hasil survei demografi kesehatan Indonesia, angka kematian balita (AKABA) 1-4 pada tahun 2007 sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, 15,5 persen atau sebesar kematian pada balita usia 1-5 tahun disebabkan oleh ISPA. Ini berarti secara rata-rata di Indonesia 83 orang balita meninggal setiap harinya karena ISPA (Iptek kesehatan, 2012). Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan seperti pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian. Sedangkan faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada balita atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit ISPA serta perilaku kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok dalam keluarga (Maryunani, 2010). ISPA disebabkan oleh berbagai pemicu, seperti keadaan sosial ekonomi menurun, gizi buruk, pencemaran udara dan asap rokok (Depkes, 2002). Pencemaran udara contohnya tiap tahun biasanya terjadi kabut asap di daerah Riau kususnya di Kota Pekanbaru. Asap kebakaran menyebabkan kondisi udara tidak sehat. Diperoleh dari data Dinas Kesehatan Propinsi Riau sedikitnya anak berumur kurang dari 5 tahun (balita) menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) akibat menghirup asap sisa kebakaran hutan dan lahan yang mencemari udara di Propinsi Riau (Yohanes, 2013). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, kejadian infeksi saluran pernafasan pada bayi dan balita tahun 2012 sebanyak kejadian. Sedangkan yang 1 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014
33 terbanyak dalam 3 tahun terakhir dari 20 puskesmas di Kota Pekanbaru ditemukan di Puskesmas Rumbai yaitu mencapai 591 kejadian ISPA pada tahun 2010, pada tahun 2011 angka kejadian ISPA mencapai 596 kejadian dan pada tahun 2012 angka kejadian ISPA mencapai 357 kejadian (Dinas kesesehatan Kota Pekanbaru, 2012). Salah satu tanda dan gejala ISPA adalah batuk. Batuk merupakan alasan kunjungan rawat jalan yang hampir mencapai tiga persen dari semua kunjungan rawat jalan di Amerika Serikat paling banyak dalam hubungannya dengan ISPA (Paul, dkk, 2007). Batuk menyebabkan terganggunya kualitas tidur pada anak. Jika kebutuhan tidur tidak cukup sel darah putih dalam tubuh akan menurun, sehingga memiliki dampak yang sangat merugikan pada pertumbuhan dan perkembangan fisik anak dan efektifitas sistem daya tahan tubuh anak juga menurun menyebabkan pertumbuhan dan kemampuan berpikirnya akan terganggu. Selain itu, bayi atau anak yang kurang tidur akan menjadi rewel, gampang marah dan sulit diatur (Lamberg, 2002). Pengobatan yang dilakukan untuk menangani batuk pada ISPA diantaranya dengan pengobatan tradisional, World Health Organization (WHO) merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003). Obat tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia, negaranegara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Di Afrika, sebanyak 80 persen dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Negara Cina dari total konsumsi obat, sebesar 30 sampai 50 persen menggunakan obatobat tradisional (WHO, 2003). Penelitian oleh Department of Pediatrics di Amerika, madu merupakan salah satu pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala ISPA, diantaranya dapat menurunkan keparahan batuk dan dapat meningkatkan kualitas tidur anak pada malam hari. Penelitian Yulvina (2011), pemberian minuman jahe juga efektif untuk menurunkan keparahan batuk pada anak dengan ISPA. Peneliti melakukan wawancarai terhadap 5 orang tua yang mempunyai anak antara usia 1 sampai 5 tahun yang menderita ISPA di Puskesmas Rumbai Pesisir, orang tua mengatakan aktifitas anak tergannggu, tidur anak tidak efektif pada malam hari, anak rewel akibat batuk. METODE Desain penelitian Desain penelitian adalah bentuk rancangan yang di gunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2009). Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan rancangan penelitian Non-Equivalent Control Group. Rancangan ini bertujuan untuk membandingkan hasil yang didapat sebelum dan sesudah diberi perlakuan pada kelompok intervensi dan tidak diberi perlakuan pada kelompok kontrol. Pada rancangan ini, kelompok intervensi diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan (Nursalam,2008). Pada kedua kelompok di awali dengan pre test, dan setelah pemberian perlakuan di adakan pengukuran kembali (post test) (Nursalam, 2008). HASIL PENELITIAN Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah sebagai berikut: A. Analisa Univariat Tabel 3. Distribusi karakteristik responden Tabel 3 di atas diketahui bahwa dari 52 orang responden yang diteliti, distribusi responden menurut jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 31 orang responden (59,6%), sedangkan usia responden 2 JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014
EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN JAHE MADU TERHADAP KEPARAHAN BATUK PADA ANAK DENGAN ISPA
EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN JAHE MADU TERHADAP KEPARAHAN BATUK PADA ANAK DENGAN ISPA Apri Nur Ramadhani 1, Riri Novayelinda 2, Rismadefi Woferst 3 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau Email
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,
Lebih terperinciJurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN
PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENYAKIT ISPA PADA BALITA SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG TAHUN 2012 Oleh : Amalia Dosen STIK Bina Husada
Lebih terperinciHUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Erni Yuliastuti Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kebidanan email : yuliastutierni @ymail.com Abstrak Latar Belakang : Infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat
Lebih terperinciF. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian yang tersering pada anak-anak di negara yang sedang berkembang dan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita (Kartasasmita, 2010). Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah salah satu perilaku hidup yang tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya khususnya bagi
Lebih terperinciJournal of Health Education
Journal of Health Education 1 (2) (2016) Journal of Health Education http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MEDIA KARTU BERJODOH DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN IBU TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan
Lebih terperinciABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN
ABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN Yuyun Wigati 1 ; Noor Aisyah 2 ; Hj. Rahmi Annissa 3 Infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN
ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Arina Futtuwah An-nisa *, Elvine Ivana Kabuhung 1, Bagus Rahmat Santoso 2 1 Akademi Kebidanan Sari Mulia Banjarmasin
Lebih terperinciRelation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan
Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Hubungan antara Polusi Udara Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia Balita
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PROGRAM PMT PEMULIHAN TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA BALITA STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN BANYUMAS
EFEKTIVITAS PROGRAM PMT PEMULIHAN TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA BALITA STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN BANYUMAS Ersa Anditia, Artathi Eka Suryandari, Walin Akademi kebidanan YLPP Purwokerto Jalan KH.Wahid
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang penting karena
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013
JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.
Lebih terperinciPENGARUH KONSUMSI HATI AYAM TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DI PUSKESMAS NGORESAN KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH KONSUMSI HATI AYAM TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DI PUSKESMAS NGORESAN KARYA TULIS ILMIAH Oleh : RONA LUTHFI FAUZIYYAH NIM. R1114103 PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran pernafasan. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN PENANGANAN BALITA ISPA
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN PENANGANAN BALITA ISPA Tita Restu Yuliasri, Retno Anjar Sari Akademi Kebidanan Ummi Khasanah email : tita_dheta@yahoo.com Abstrak :Hubungan Tingkat
Lebih terperinciHUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG Defi Ratnasari Ari Murdiati*) Frida Cahyaningrum*) *)Akademi kebidanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciSKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PNEUMONIA PADA BALITA DAN PENCEGAHANNYA DI KELURAHAN BULAKAN KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini diare masih menjadi masalah kesehatan di dunia sebagai penyebab mortalitas dan morbiditas. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit
Lebih terperinciErnawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DAN FAKTOR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA WAY HUWI PUSKESMAS KARANG ANYAR KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2012 Ernawati 1 dan Achmad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan yang ibu peroleh dapat menentukan peran sakit maupun peran sehat bagi anaknya. Banyak ibu yang belum mengerti serta memahami tentang kesehatan anaknya, termasuk
Lebih terperinciKata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOTANA WERU KOTA MANADO Cheryn D. Panduu *, Jootje. M. L. Umboh *, Ricky.
Lebih terperinciHUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015
HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015 Oleh : Beti khotipah ABSTRACT Di Negara berkembang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan peradangan atau infeksi pada bronkiolus dan alveolus di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan Ball,2003). Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia
Lebih terperinciKata kunci: Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), media audio visual, pendidikan kesehatan, perilaku ibu, balita
PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL MENINGKATKAN PERILAKU IBU DALAM PENANGANAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI KELURAHAN LEBIJAGA KABUPATEN NGADA Kristina Blandina Wea*, Kristiawati**,
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu
Lebih terperinciPENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia
Lebih terperinciPERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014
PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Eti Rohayati ABSTRAK Angka kejadian pneumonia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling sering mengenai bayi dan anak. Bayi yang masih sangat muda akan sangat mudah tertular, penularan
Lebih terperinciPERAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK PADA ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA
PERAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK PADA ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA THE ROLE OF PARENTS IN THE IMPLEMENTATION OF MEASLES IMMUNIZATION IN SCHOOL CHILDREN IN A GREAT BASIC SCHOOL
Lebih terperinciHUBUNGAN SENAM HAMIL TERHADAP LAMANYA PROSES PERSALINAN PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYAT KLATEN
HUBUNGAN SENAM HAMIL TERHADAP LAMANYA PROSES PERSALINAN PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYAT KLATEN Nur Aini Rahmawati 1), Sutaryono 2), Sri Lestari 3) STIKES Muhammadiyah Klaten ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan yang paling lazim terjadi pada anak. ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang sangat
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diambil kesimpulan bahwa : 1. Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada 2. Ada hubungan
Lebih terperinciGAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS PEMBANTU SIDOMULYO WILAYAH KERJA PUSKESMAS DEKET KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS PEMBANTU SIDOMULYO WILAYAH KERJA PUSKESMAS DEKET KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN Novita Fitrianingrum, Ati ul Impartina, Diah Eko Martini.......ABSTRAK.......
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,
Lebih terperinciEko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK
Volume 1, Nomor 1, Juni 2016 HUBUNGAN STATUS IMUNISASI, STATUS GIZI, DAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI BALAI PENGOBATAN UPTD PUSKESMAS SEKAR JAYA KABUPATEN OGAN KOM ERING ULU TAHUN
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN
HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN Militia K. Wala*, Angela F. C. Kalesaran*, Nova H. Kapantow* *Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi dan anak biasanya rentan terhadap penyakit infeksi salah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Rentan gizi merupakan kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena
Lebih terperinciPHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea
PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare Merry Tyas Anggraini 1, Dian Aviyanti 1, Djarum Mareta Saputri 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Perilaku hidup
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012
EFEKTIFITAS PENYULUHAN KESEHATAN OLEH PEER GROUP DAN TENAGA KESEHATAN TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT (PHBS) CUCI TANGAN BERSIH PADA SISWA SD N 01 DAN 02 BONOSARI SEMPOR KEBUMEN Faisal Reza 1, Marsito
Lebih terperinciIke Ate Yuviska(¹), Devi Kurniasari( 1 ), Oktiana (2) ABSTRAK
JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 3, Oktober 2015: 126-130 HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG EFEK SAMPING IMUNISASI DPT COMBO DENGAN KEJADIAN DEMAM PADA BAYI USIA 2-12 BULAN DI BPS YULIANTI AMD KEB KELURAHAN TALANG
Lebih terperinciUPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA. Fithria
Jurnal Ilmu Keperawatan ISSN: 2338-6371 UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA Family Prevention of Acute Respiratory Infections (ISPA) on Children Under Five
Lebih terperinciKata kunci : Peran Keluarga Prasejahtera, Upaya Pencegahan ISPA pada Balita
PERAN KELUARGA PRASEJAHTERA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI DESA DEPOK KECAMATAN KANDEMAN KABUPATEN BATANG 7 Cipto Roso ABSTRAK Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Lebih terperinciPengetahuan Ibu Menyusui Tentang Asi Ekslusif Di Desa Rambah Samo Kecamatan Rambah Samo I Kabupaten Rokan Hulu
Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang Asi Ekslusif Di Desa Rambah Samo Kecamatan Rambah Samo Knowledge About ASI Exclusive Breastfeeding in Rural Rambah Samo Samo I Rambah District of Rokan Hulu EKA YULI HANDAYANI*LILIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan (Kemenkes RI, 2015: 121). Pada usia ini, balita masih sangat rentan terhadap berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi tinja encer, dapat berwarna hijau atau dapat
Lebih terperinciThe Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya
PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PAPARAN ROKOK DAN TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DUSUN PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ROKOK DAN TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DUSUN PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA Naskah Publikasi Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Sarjana Keperawatan Universitas
Lebih terperinciPENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK
Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI
Lebih terperinciSugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...
Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun di Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Sumbersari Periode 1 Januari-31 Maret 2014 (Study of Antibiotics Use on ARI Patients in Under
Lebih terperinciJurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012
HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai
Lebih terperinciPENGARUH PENYULUHAN MANFAAT POSYANDU TERHADAP SIKAP IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DUSUN NGANGKRIK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT POSYANDU TERHADAP SIKAP IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DUSUN NGANGKRIK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Sheila Anggri Aswari 201410104073 PROGRAM STUDI BIDAN
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN STIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR DAN MOTORIK HALUS TERHADAP PERKEMBANGAN BAYI USIA 3-6 BULAN KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR DAN MOTORIK HALUS TERHADAP PERKEMBANGAN BAYI USIA 3-6 BULAN KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Lebih terperinciHubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014
Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014 Enderia Sari Prodi D III KebidananSTIKesMuhammadiyah Palembang Email : Enderia_sari@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit. Salah satu penyebab terbesar kematian pada anak usia balita di dunia adalah pneumonia.
Lebih terperinciFAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHITERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DESA BOGOARUM KECAMATAN PLAOSAN KABUPATEN MAGETAN
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHITERJADINYA PADA BALITA DI DESA BOGOARUM KECAMATAN PLAOSAN KABUPATEN MAGETAN Lina Mayangsari,Dwi Nurjayanti,Nindy Yunitasari STIKES Buana Husada Ponorogo) E-mail : linamayangsari39@gmail.com
Lebih terperinciPENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAMPING 1 SLEMAN YOGYAKARTA
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAMPING 1 SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : YESI FEBRIYANI J 201110201138
Lebih terperinciINTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN
1 INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN Rianisa Hasty Agustiani 1, Ratih Pratiwi Sari 2, Maria Ulfah 3 Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan
Lebih terperinciHUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DINI DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI DIBAWAH UMUR 6 BULAN
HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DINI DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI DIBAWAH UMUR 6 BULAN Nitasari Wulan J & Ardiani Sulistiani Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK Morbiditas
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK Yumeina Gagarani 1,M S Anam 2,Nahwa Arkhaesi 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum,
Lebih terperinciGAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA. Oleh
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA Oleh M. Kusumastuty 1, O. Cahyaningsih 2, D.M. Sanjaya 3 1 Dosen Prodi D-III Kebidanan STIKES
Lebih terperinciHUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR
HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR Istiqamah 1, Sitti Khadijah 2, Nurul Maulida 2 1 Prodi DIV Bidan
Lebih terperinciDUKUNGAN SUAMI TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA KORIPAN KECAMATAN SUSUKAN
DUKUNGAN SUAMI TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA KORIPAN KECAMATAN SUSUKAN Wahyu Setya Ningsih 1), Ari Andayani 2) 1 Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo email: wahyusetya14@yahoo.co.id 2 Akademi Kebidanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit pembunuh utama pada balita di dunia, kasus tersebut lebih banyak jika dibandigkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di
Lebih terperinciMahasiswa Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang 2
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG VITAMIN A DENGAN KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA USIA 12 59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOSARI KOTA SEMARANG Frida Cahyaningrum 1,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya
Lebih terperinciOleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK
HUBUNGAN KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT BALITA YANG ISPA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BERULANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN
Lebih terperinciOleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK
HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS 1 BANTUL 2012
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS 1 BANTUL 2012 Oleh: Nurul Khoiriyah, Tutik Wahyuningsih ABSTRACT Background : ARI is one cause of the health
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan suatu bangsa, sebab anak sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa Indonesia yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah bayi dan balita merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus mendapat perhatian, karena akan sangat menentukan dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu
BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang menanda tangani Tujuan Pembangunan Millenium Developmen Goals (MDGs) berkomitmen mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya
Lebih terperinciPENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU NIFAS KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU NIFAS KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan ANI MU TAMAROH R1115004 PROGRAM
Lebih terperinciMuhammadiyah Semarang ABSTRAK ABSTRACT
HUBUNGAN PERSEPSI IBU TENTANG PERAN SERTA TENAGA KESEHATAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PNEUMONIA PADA IBU BALITA USIA 0 5 TAHUN DI PUSKESMAS NGESREP KOTA SEMARANG THE CORRELATION BETWEEN MOTHER S PERCEPTIONS
Lebih terperinciOleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PANONGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK Pemberian
Lebih terperinci