BAB III KEBIJAKAN KEPOLISIAN RESOR KOTA MEDAN DALAM MENJALANKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KEBIJAKAN KEPOLISIAN RESOR KOTA MEDAN DALAM MENJALANKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN"

Transkripsi

1 94 BAB III KEBIJAKAN KEPOLISIAN RESOR KOTA MEDAN DALAM MENJALANKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANAK A. Penyelidikan 1. Pengertian Penyelidikan PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN Sebelum memasuki tahap penyidikan, polisi harus menjalankan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur undang-undang ini 123. Penyelidikan itu dilakukan oleh penyelidik, penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. 2. Fungsi dan Wewenang Penyelidik Kewenangan penyelidik 124, yaitu: 1. Menerima laporan dan pengaduan tentang tindak pidana. 2. Menerima keterangan dan barang bukti. 3. Memberhentikan orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri. 4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan atas perintah penyidik dapat melakukan berupa: a. penangkapan, larangan menginggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan, b. Pemeriksaan dan penyitaan surat 123 M. Karjadi, R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), (Bogor, POLITEIA, 1997), Hal Ibid, Hal. 13

2 95 c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang, d. Membawa dan menghadapkan orang pada penyidik. 3. Jenis-jenis kegiatan dan sasaran penyelidik Kegiatan penyelidikan sebagai berikut 125, yaitu: 1. Pengolahan TKP a. Mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, dan saksi/korban uuntuk kepentingan penyeliidkan selanjutnya b. Mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti, c. Memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi 2. Pengamatan (observasi) a. Melakukan pengawasan terhadap objek, tempat, dan lingkungan tertentu untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan b. Mendapatkan kejelasan atau melengkapi informasi yang sudah ada berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang diketahui sebelumnya 3. Wawancara (interview) a. Mendapatkan keterangan dari pihak-pihak tertentu melalui teknik wawancara secara tertutup maupun terbuka b. Mendapatkan kejelasan tindak pidana yang terjadi dengan cara mencari jawaban atas pertanyaan siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, bagaimana, dan bilamana 4. Pembuntutan (surveillance) a. Mengikuti seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana atau orang lain yang dapat mengarahkan kepada pelaku tindak pidana b. Mencari tahu aktivitas, kebiasaan, lingkungan, atau jaringan, pelaku tindak pidana c. Mengikuti distribusi barang atau tempat penyeimpanan barang hasil kejahatan 5. Penyamaran (under cover) 5.1. Menyusup ke dalam lingkungan tertentu tanpa diketahui identitasnya untuk memperoleh bahan keterangan atau informasi 5.2. Menyatu dengan kelompok tertentu untuk memperoleh peran dari kelompok tersebut, guna mengetahui aktivitas para pelaku tindak pidana 5.3. Khusus kasus peredaran narkoba, dapat digunaka teknik penyamaran sebagai calon pembeli (undercover buy), penyamaran untuk dapat melibatkan diri dalam distribusi sampai tempat tertentu (controlled delivery), penyamaran disertai penindakan/pemberantasan (raid planning execution) 6. Pelacakan (tracking) 125 Perkap No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Sebagai Pengganti Perkap No. 12 Tahun 2009

3 Mencari dan mengikuti keberadaan pelaku tindak pidana dengan menggunakan teknologi informasi 6.2. Melakukan pelacakan melalui kerja sama dengan interpol, kementerian/lembaga/badan/komisi/instansi terkait 6.3. Melakukan pelacakan aliran dana yang diduga dari hasil kejahatan 7. Penelitian dan analisis dokumen 7.1. Mengkompulir dokumen yang diduga ada kaitan dengna tindak pidana 7.2. Meneliti dan menganalisis dokumen yang diperoleh guna menyusun anatomi perkara tindak pidana serta modus operandinya. Sedangkan sasaran penyelidikan meliputi 126 : 1. Orang 2. Benda atau barang 3. Tempat 4. Peristiwa/kejadian 5. Kegiatan Segala tindakan penyelidik dalam menjalankan tugasnya yakni penyelidikan harus dilengkapi dengan Surat Perintah Penyelidikan yang dikeluarkan oleh Atasan Penyidik 127. B. Penyidikan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh penyidik, penyidik adalah 126 Ibid 127 Perkap No 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia

4 97 pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan 128. Kegiatan penyidikan dilaksanakan secara bertahap, meliputi 129 : a..penyelidikan b. pengiriman SPDP, c. upaya paksa, d. pemeriksaan, e. gelar perkara, f. penyerahan berkas perkara ke penuntut umum, g. penyerahan tersangka dan barang bukti, h. penghentian penyidikan. Dalam hal mencari dan mengumpulkan butki-bukti, harus dilakukan secara sistimatis melalui tiga proses, yaitu 130 : 1. Informasi, yaitu menyidik dan mengumpulkan keterangan-keterangan serta bukti-bukti oleh polisi yang biasa disebut mengolah tempat kejadian. 2. Interogasi, yaitu memeriksa dan mendengar orang-orang yang dicurigai dan saksi-saksi yang biasanya dapat diperoleh di tempat kejahatan. 3. Instumentarium, yaitu pemakaian alat-alat teknik untuk penyidikan perkara, seperti photografi, mikroskop, dan lain-lain di tempat kejahatan. Sampai pada akhirnya penyidik telah selesai melaksanakan penyidikannya terhadap suatu perkara dan kemudian memberi berkas perkaranya kepada penuntut umum dan penuntut umum memberitahu penyelesaian perkara sebelum 14 (empat belas) hari kerja. 128 M.Karjadi,R. Soesilo, Op.cit. Hal Perkap No. 14 Tahun 2012, Op.cit 130 M.Karjadi,R. Soesilo, Op.cit. Hal. 97

5 98 C. Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Di Kota Medan 1. Penyelidikan Terhadap Anak Pelaku tindak Pidana Pencabulan Dalam melaksanakan penyelidikan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan, kepolisian melaksanakan penyelidikan tersebut masih sama seperti dengan melaksanakan penyelidikan terhadap tindak pidana lain yang sesuai dengan apa yang telah dituangkan oleh KUHAP dan peraturan kapolri 131. Dalam tahap penyelidikan ini, penyelidik memiliki wewenang, yaitu: a. Menerima laporan dan pengaduan tentang tindak pidana b. Menerima Keterangan dan barang bukti c. Memberhentikan orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: 1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan. 2) Pemeriksaan dan penyitaan surat 3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 4) Membawa dan menghadapkan orang pada penyidik Ully Lubis, Op.cit 132 M. Karjadi, R. Soesilo, Op.cit. Hal. 13

6 99 2. Penyidikan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Mengenai penyidikan, penyidik memiliki kewenangan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 7 KUHAP yang berbunyi penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengna pemeriksaan perkara i. Mengadakan penghentian penyidikan j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab Dalam melaksanakan penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan, kepolisian melaksanakan penyidikan tersebut sesuai dengan apa yang telah dituangkan oleh KUHAP dan peraturan kapolri dan penyidikan di sini sedikit lebih berbeda mengingat perkara ini adalah perkara pencabulan dan pelakunya adalah anak-anak sehingga penyidikan sedikit lebih khusus. Kekhususan penyidikan tersebut adalah dengan cara melakukan penelitian ke Balai Pemasyarakatan (BAPAS) terlebih

7 100 dahulu dan sianak wajib didampingi oleh orangtuanya dan kuasa hukum ketika dalam proses pemeriksaan 133. Tugas dan fungsi Balai Pemasyarakatan (BAPAS) 134 : 1. Pembimbingan dan Pengawasan bagi Klien Pemasyarakatan yang sedang menjalani Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), Assimilasi, Pidana Bersyarat, dan pembimbing lainnya, 2. Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) untuk Sidang Pengadilan Anak, Pengusulan Pembebasan Bersyarat, Pengusulan Cuti Menjelang Bebas, Cuti Mengunjungi Keluarga, Assimilasi, dan lainlain, 3. Pendampingan untuk anak yang berhadapan dengan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan. Dalam proses penyidikan, anak yang pelaku tindak pidana pencabulan wajib didampingi oleh kuasa hukum, dimana pendampingan kuasa hukum memang menjadi hak dari seorang tersangka tindak pidana. Hak didampingi oleh kuasa hukum tersebut tertuang dalam Pasal 115 (1) KUHAP yang berbunyi dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan. Pendampingan oleh kuasa hukum.dapat dihadirkan oleh sitersangka sendiri bahkan dapat dihadirkan atau ditunjuk oleh pihak kepolisian jika si tersangka tidak mampu dalam hal biaya menghadirkan kuasa hukum karena telah dituangkan dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHAP. Dengan adanya kuasa hukum, pemeriksaan itu dapat berjalan dengna baik tanpa ada interpensi dari pihak manapun 133 Ully Lubis, Op,cit di download pada tanggal 30 Mei 2015 Pukul Wib

8 101 Pasal 55 KUHAP berbunyi untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya. Pasal ini mengartikan bahwa tersangka diberikan kebebasan oleh penyidik untuk menghadirkan dan memilih penasihat hukumnya sendiri. Disini tersangka telah memiliki penasihat hukumnya sebelumnya dan tersangka sendiri merasa mampu untuk menghadirkan penasihat hukumnya sendiri. Pasal 56 KUHAP berbunyi dalam hal terasngka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses wajib menunjuk penasihat hukumnya bagi mereka. Pasal ini mengartikan bahwa dalam hal pemeriksaan, tersangka diberi hak oleh penyidik untuk menghadirkan penasihat hukum akan tetapi sitersangka tidak memiliki atau merasa tidak mampu untuk menghadirkan seorang penasihat hukum untuk mendampinginya pada saat pemeriksaan, dan keadaan tersangka dalam hal penunjukan penasihat hukum akan ditunjuk sendiri oleh pejabat yang bersangkutan pada masing-masing tingkat pemeriksaan. Penasihat hukum yang diberikan pejabat tersebut adalah peansihat hukum cuma-cuma karena segala biaya untuk penasihat hukum tersebut telah disediakan Negara.

9 102 Dalam penyidikan, penyidik memeriksa anak yang menjadi tersangka tindak pidana tidak memakai toga atau atribut kedinasan, sesuai dengan apa yang telah ditegaskan di dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Pasal D. Kebijakan Kepolisian Terhadap Proses Pelaksanaan Penyelidikan Dan Penyidikan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Di Kota Medan Setiap kejahatan yang timbul karena perilaku negatif yang dihadirkan oleh seseorang, maka pasti akan ada yang merasa dirugikan akibat dari kejaahatan yang timbul tadi. Setiap orang atau keluarga yang menjadi korban tindak pidana akan melaporkannya langsung kepada aparat penegak hukum jika hak dan kemerdekaan hidup telah direbut oleh pelaku tindak pidana tersebut. Ketika keluarga dari anak perempuan mengetahui bahwa anak telah menjadi korban tindak pidana pencabulan, seketika itu juga keluarganya akan melaporkannya kepada aparat penegak hukum yang diawali dengan melapor kepada kepolisian setempat. Setelah keluarga memberi laporan keluarga itu, maka polisi akan melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara tersebut guna menimbulkan keadilam bagi sikorban. Setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan, maka akan ditemukanlah tersangkanya. Setiap perkara pasti ada penyelesaian yang harus dijalani baik kepada pihak korban maupun kepada pihak pelaku. Dalam perkara tindak pidana pencabulan, polisi akan melakukan mediasi lagi setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan, guna 135 Pasal 22 UU No. 11 Tahun 2012 berbunyi Penyidik, penuntut umum, hakim, pembimbing kemasyarakatan, advokat, atau pemberi bantuan hokum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara anak, anak korban, dan/atau anak saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan.

10 103 menemukan kedua belak pihak tersebut secara langsung dan menanyakan kepada kedua belah pihak soal penyelesaian perkara ini, apakah dengan cara penanganan hukum atau dengan cara berdamai. Mengingat anak adalah generasi penerus bangsa yang akan mengisi kemerdekaan dan akan memimpin bangsa ini, meskipun sianak tersebut melakukan tindak pidana sekalipun, anak tersebut tetap akan dilindungi hak-haknya. Mengenai kebijakan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan tersebut, Kepolisian Resor Kota Medan dalam menangani tindak pidana pencabulan lebih mengutamakan perdamaian antara keluarga korban dan keluarga pelaku 136. Perdamaian tersebut telah diatur di dalam UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Pasal 5 (1) UU No. 11 tahun berbunyi Sistem Peradilan anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif, pasal ini menegaskan bahwa setiap peradilan pidana anak wajib untuk mengarahkan kepada Restorative Justice dengan cara diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana 138. Diversi bertujuan 139 : 1. mencapai perdamaian antara korban dan anak 2. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan 3. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan 136 Ully Lubis, Op.cit 137 UU No. 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 138 Pasa 1 (7) UU No. 11 tahun Pasal 6 UU No. 11 Tahun 2012

11 mendorong masyarakat untuk berpartisipasi 5. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Dalam perkara tindak pidana pencabulan diwajibkan mengutamakan diversi demi terwujudnya suatu keadaan Restorative Justice demi kepentingan terbaik untuk anak 140. Restorative Justice mengandung suatu pengertian yaitu suatu pemulihan hubungan dan penebusan kesalahan yang ingin dilakukan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana tersebut (keluarganya) (upaya perdamaian) di luar pengadilan dengan maksud dan tujuan agar permasalahan hukum yang timbul akibat terjadinya perbuatan pidana tersebut dapat diselesaikan dengan baik dengan tercapainya persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak 141. Restorative Justice merupakan penyelesaian sengketa non-pengadilan melalui cara rekonsiliasi 142, dan cara ini digunakan juga dalam penyelesaian sengketa perkara tindak pidana pencabulan. Restorative Justice memandang bahwa 143 : 1. Kejahatan adalah pelanggaran terhadap rakyat danhubungan antar warga masyarakat, 2. Pelanggaran menciptakan kewajiban, 3. Kaadilan mencakup para korban, para pelanggar, dan warga masyarakat di dalam suatu upaya untuk meletakkan segala sesuatunya secara benar, 4. Fokus sentralnya:: para korban membutuhkan pemulihan kerugian yang dideritanya (baik secara fisik, psikologis, dan materi) dab pelaku bertanggung jawab untuk memulihkannya (biasanya dengan carapengakuan bersalah dari pelaku, permohonan maaf dan rasa penyesalan dari pelaku dan pemberian kompensasi ataupun restitusi). 140 Ully Lubis, Op.cit di unduh pada tanggal 30 Mei 2015 Pukul Wib 142 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan ( Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009), Hal Ibid, Hal. 249

12 105 Setelah diversi tercapai dan hak korban telah terpenuhi, maka korban dapat mencabut laporannya sehingga perkaranya tidak dapat dilanjutkan lagi, sehingga Kepolisian telah menghentikan penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara tindak pidana pencabulan tersebut. Tidak hanya hak-hak korban saja yang harus dipenuhi namun terhadap tersangka tindak pidana pencabulan juga harus diberikan perlindungan hukum dimana hal ini ditegaskan pada pembentukan Sistem Peradilan Anak (juvenile court) pertama di Minos, Amerika Serikat tahun 1889, dimana undang-undangnya didasarkan pada asas parens patrie, yang berarti penguasa harus bertindak apabila anak-anak yang emmbutuhkan pertolongan, sedangkan anak dan pemuda yang melakukan kejahatan sebaiknya tidak diberi pidana melainkan harus dilindungi dan diberi bantuan Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung, Refina Aditama, 2006), Hal. 1

13 106 BAB IV HAMBATAN HAMBATAN YANG TERJADI DALAM PENYIDIKAN KEPOLISIAN KHUSUSNYA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN DI KOTA MEDAN Di dalam menjalankan tugasnya sebagai penyidik, penyidik tidaklah senantiasa menjalankan tugasnya dengan lancar tanpa ada suatu halangan. Tetapi, terdapat halangan yang cukup berat yang dialami seorang penyidik dalam melakukan penyidikannya terutama terhadap perkara tindak pidana pencabulan. Dalam perkara tindak pidana pencabulan, hambatan yang dialami oleh seorang penyidik ketika melakukan penyidikan terdapat 2 hambatan yakni hambatan eksternal dan hambatan internal 145. A. Hambatan Eksternal Hambatan eksternal yang dialami oleh seorang penyidik dalam melaksanakan tugasnya saat menyidik sebuah kasus tindak pidana pencabulan adalah kurangnya alat bukti yang mendukung. Alat bukti yang dimaksud di sini adalah saksi, saksi yang dimaksud tersebut adalah saksi yang melihat langsung peristiwa pidana tersebut 146. Sulitnya menghadirkan saksi yang melihat langsung peristiwa pidana tersebut membuat seorang penyidik cukup kesulitan untuk menyelesaikan tugasnya. Dikarenakan peristiwa pidana pencabulan rata-rata dilakukan oleh tersangka disuatu 145 Ully Lubis, Op.cit 146 Ully Lubis, Ibid

14 107 tempat yang jauh dari keramaian bahkan waktu dan tempat juga tidak diketahui oleh masyarakat disekitar terjadinya peristiwa pidana tersebut. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri 147. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri 148. Mengenai penjabaran keterangan saksi, sebagai berikut 149 : 1. Yang ia dengar, bukan hasil cerita atau hasil pendengaran dari orang lain. Harus langsung secara pribadi didengar oleh saksi sendiri tentang peristiwa pidana yang bersangkutan. 2. Yang ia lihat sendiri, berarti pada waktu kejadian ataupun rentetan kejadian peristiwa pidana yang terjadi, sungguh-sungguh disaksikan oleh mata kepala sendiri. 3. Atau yang dialami sendiri oleh saksi, biasanya saksi yang seperti ini adalah orang yang menjadi korban peristiwa pidana tersebut. 4. Disamping itu baik pendengaran atau penglihatan sendiri maupun pengalaman sendiri dari saksi, harus didukung oleh alasan pengetahuannya. 147 M. Karjadi, R.Soesilo, Op.cit. Hal M. Karjadi, R.Soesilo, Ibid 149 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, (Jakarta,Sinar Grafika, Edisi Kedua, 2006), Hal. 145

15 108 Di dalam KUHAP saja, keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama. Jika tidak keterangan saksi, cukup sulit menentukan sikap terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana. Adapun tata cara pemeriksaan saksi sebagai berikut 150 : 1. Dalam memberikan keterangan kepada penyidik, harus terlepas dari segala macam tekanan baik yang berbentuk apa pun dan dari siapa pun. 2. Saksi seperti halnya tersangka dapat diperiksa oleh penyidik di tempat kediaman saksi, dengan jalan penyidik datang langsung ke tempat kediamannya 3. Seorang saksi yang hendak diperiksa, tapi bertempat tinggal atsu bertempat kediaman di luar wilayah hukum penyidik, pemeriksaan saksi yang bersangkutan dapat didelegasikan pelaksanaan pemeriksaan kepada pejabat penyidik di wilayah hukum tempat tinggal atau kediaman saksi. 4. Saksi diperiksa tanpa sumpah Salah satu prinsip pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, saksi diperiksa tanpa disumpah. Lain halnya pemeriksaan saksi di muka persidangan pengadilan, sebelum diperiksa atau didengar keterangannya, saksi bersumpah atau berjanji lebih dahulu. Terhadap prinsip ini ada pengecualian, saksi dalam pemeriksaan penyidikan dapat dibebani untuk bersumpah, apabila ada cukup alasan untuk menduga bahwa saksi tidak 150 M. Yahya Harahap,Ibid, Hal 142

16 109 akan dapat hadir nanti sebagai saksi dalam pemeriksaaan di sidang pengadilan. 5. Saksi diperiksa sendiri-sediri Prinsip pemeriksaaan yang lain, diperiksa secara terpisah satu per satu. Undang-undang tidak melarang untuk mempertemukan para saksi. Namun, prinsip cara pemeriksan mereka harus sendiri-sendiri dengan bergiliran satu per satu, demi untuk kemurnian keterangan saksi. Kalau diperiksa secara bersamaan, kemungkinan besar akan hilang kemurnian kesaksian seorang saksi akibat pengaruh langsung atau tidak langsung dari saksi lain. 6. Keterangan yang dikemukakan saksi dalam pemeriksaan penyidikan, dicatat dengan teliti oleh penyidik dalam berita acara pemeriksaan. Prinsip pencatatan keterangan saksi serupa dengan pencatatan keterangan tersangka dicatat sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh saksi. 7. Berita acara yang berisi keterangan saksi ditandatangani oleh penyidik dan saksi. Dalam penandatanganan berita acara pemeriksaan, harus diperhatikan dua hal: 7.1 Saksi menandatangani berita acara pemeriksaan setelah lebih dulu isi berita acara tersebut disetujuinya.

17 Undang-undang memberu kemungkinan kepada saksi tidak menandatangani berita acara pemeriksaan. Ketika penyidik memeriksa tersangka, tersangka berhak mengajukan saksi yang menguntungkan dirinya dan penyidik harus menghadirkan serta mendengarkan keterangan kesaksian kemudian mencatatkannya dalam berita acara pemeriksaan. Hal ini ditegaskan dalam KUHAP Pasal 116 (3) yang berbunyi dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara. Saksi yang demikian disebut saksi a decaharge. Hambatan utama Kepolisian dalam penyidikan untuk menyelesaikan perkara tindak pidana pencabulan adalah mencari saksi terhadap tindak pidana pencabulan ini, yang akan memberikan keterangan kepada penyidik adalah saksi yang melihat langsung peristiwa pidana tersebut. Saksi ini sangat sulit untuk dihadirkan karena kebanyakan laporan yang datang kepada kepolisian hanyalah saksi yang menjadi korban peristiwa pidana itu sendiri serta saksi yang hanya mendengar peristiwa pidana tersebut dari orang lain. Saksi-saksi yang hadir dihadapan penyidik demikian tidak cukup kuat untuk membuktikan peristiwa pidana pencabulan tersebut. 151 Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa tindak pidana pencabulan itu tidak selamanya terjadi karena rasa suka sama suka lalu anak perempuan yang menjadi korban tindak pidana pencabulan itu memberanikan diri untuk bercerita kepada orangtuanya lalu orangtuanya menganggap bahwa anaknya telah menjadi 151 Ully Lubis, Op.cit

18 111 korban tindak pidana pencabulan, tetapi tindak pidana pencabulan itu bisa juga terjadi karena unsur paksaan dari lawan jenis seorang perempaun yang tidak mampu untuk menolaknya untuk meneriam keadaan tersebut dan kemudian lawan jenisna tersebut membawa si perempuan pada tempat sepi dan gelap yang tidak memungkinkan kalayak ramai dapat melihat secara langsung proses peristiwa pidana tersebut. Lakilaki yang memaksa si perempuan tadi tidak akan melakukan tindak pidana pencabulan itu dapat diketahui oleh orang sehingga membawanya pada tempattempat yang dianggapnya benar-benar sepi dan gelap sehingga benar-benar aman untuk melakukan aksi tindak pidana tersebut 152. Sehingga dengan keadaan yang sudah direncanakan oleh laki-laki tersebut, tidak akan ada saksi yang melihat langsung peristiwa pidana itu menjadi hambatan Kepolisian untuk menjalankan tugasnya menangani kasus tindak pidana pencabulan tersebut 153. B. Hambatan Internal Hambatan internal di dalam penyidikan tindak pidana pencabulan yang dialami oleh seorang penyidik terdapat 2 (dua) yakni: Ancaman / Intimidasi Ancaman yang dimaksud disini adalah ancaman yang datang dari pihak tersangka kepada seorang saksi/korban yang akan memberikan keterangan terhadap suatu peristiwa pidana yang dilihat dan/atau dialami langsung. Ancaman yang 152 Ully Lubis, Ibidt 153 Ully Lubis, Ibid 154 Ully Lubis, Ibid

19 112 dilakukan oleh pihak tersangka kepada saksi/korban dilakukan agar tidak mempunyai keberanian memberikan keterangan kepada penyidik guna memburamkan peristiwa pidana pencabulan tersebut. Sehingga penyidik seringkali mengalami kendala untuk meminta keterangan seseorang untuk bersaksi terhadap peristiwa pidana pencabulan. 2. Jarak dan waktu Hambatan ini dialami oleh penyidik ketika penyidik memanggil seseorang untuk bersaksi memberikan keterangan terhadap suatu peristiwa pidana pencabulan. Orang yang dipanggil untuk memberikan keterangan tersebut seringkali enggan datang dikarenakan jarak antara rumah saksi dengan kantor polisi tempat penyidik bertugas memiliki jarak tempuh yang cukup jauh sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama juga, sehingga membuat saksi malas untuk datang untuk memberikan keterangan saksi. Saksi lebih mengutamakan pekerjaannya ketimbang membantu menyelesaikan suatu peristiwa pidana.

20 113 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, terhadap ketiga permasalahan dalam penelitian ini telah dapat disimpulkan setelah dilakukan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Penyebab Tindak Pidana Pencabulan a. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan Di Kota Medan: 1) Pergaulan Bebas 2) Narkotika 3) Pacaran 4) Teknologi 5) Iman 6) Kurangnya pengawasan orangtua 7) Pelaku di bawah minuman keras 8) Tidak ada pekerjaan atau kesibukan 9) Peranan korban 10) Adanya niat dan kesempatan 11) Kelainan atau gangguan jiwa 12) Faktor balas dendam b. Penyebab Meningkatnya Tindak Pidana Pencabulan Di Kota Medan: 1) Pergaulan bebas

21 114 2) Lingkungan dan rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi 3) Penegakan hukum yang belum memberi efek jera kepada pelaku dan kurangnya upaya pencegahan dari pemerintah 4) Penyalah gunaan perkembangan teknologi 5) Kurangnya pembekalan orangtua terhadap etika pergaulan anak 2. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Medan sudah sesuai dengan apa yang telah dituangkan dan menjadi tujuan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 3. Hambatan yang dialami oleh kepolisian dalam hal menangani kasus anak pelaku tindak pidana pencabulan di wilayah Kota Medan pada saat penyidikan ialah kepolisian tidak mudah mendapatkan seseorang saksi untuk memberikan keterangan guna menerangkan peristiwa pidana pencabulan tersebut. B. Saran Untuk solusi terhadap ketiga permasalah dalam penelitian ini terkait permasalahn yang telah diteliti, maka saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada masyarakat untuk menjadi insan yang lebih baik dengan memiliki sifat kebaikan yang jauh dari sifat kejahatan, pikiran kotor, mental serta moral yang rendah serta peranan orangtua dalam membina hingga

22 115 mengawasi interaksi sosial yang dilakukan si anak agar semua baik sehingga masyarakat jauh dari tindak pidana khususnya tindak pidana pencabulan. 2. Diharapkan kepada aparat penegak hukum khususnya kepolisian yang menangani tindak pidana pencabulan tetap konsisten dalam menerapkan apa yang menjadi landasan dan tujuan dari sebuah undang-undang mengingat bahwa anak adalah penerus generasi bangsa. 3. Kepolisian harus mampu memaksimalkan kinerjanya dalam hal menangani penyidikan tindak pidana pencabulan dengan cara mencari solusi-solusi lain sehingga kepolisian tidak bertahan pada 1 (satu) alat bukti yaitu saksi mengingat alat bukti menurut KUHAP ada sebanyak 5 (lima) alat bukti sehingga proses penegakan hukum berjalan dengan cepat.

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I BERKAS PENYIDIKAN

BAB I BERKAS PENYIDIKAN BAB I BERKAS PENYIDIKAN Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan, suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, namun untuk menentukan apakah

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG 2.1 Bentuk Kejahatan Narkotika Kejahatan adalah rechtdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

ALUR PERADILAN PIDANA

ALUR PERADILAN PIDANA ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelidikan dan Penyidikan Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA Dompu 2 Januari 2016 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG S A L I N A N BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal : 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber : LN 1981/76;

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/76; TLN NO. 3209 Tentang: HUKUM ACARA PIDANA Indeks: KEHAKIMAN.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA 2.1. Pengertian Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) Dan Terdakwa Sebelum masuk pada pengertian

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus KAJIAN HUKUM TERHADAP PROSEDUR PENANGKAPAN OLEH PENYIDIK MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1981 1 Oleh: Dormauli Lumban Gaol 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimanakah prosedur

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DIREKTUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Copyright@2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Barangsiapa

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN A. Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyidik Memerlukan Keterangan Ahli Di Tingkat Penyidikan Terkait dengan bantuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA 79 BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA A. Tinjauan Umum Keterangan Anak Dalam Hukum Acara Pidana 1. Pengertian Anak Dibawah Umur Dalam Hukum Indonesia Pengertian anak

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN A Pemeriksaan Tersangka di tingkat Kepolisian Berdasarkan KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Kode Etik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.686, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN. Manajemen. Penyidikan. Tindak Pidana. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing: TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini

Lebih terperinci

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-Ol.Hl.07.02 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN MANAJEMEN PENYIDIKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 52/2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA A. Peraturan Perundang-undangan Yang Dapat Dijadikan Penyidik Sebagai Dasar Hukum Untuk Melakukan Penanganan Tempat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka 1 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan: 1) Perlindungan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan

Lebih terperinci

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kedua, Penyidikan Oleh Kepolisian RI 3.2 Penyidikan Oleh Kepolisian RI 3.2.1 Penyelidikan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 40 BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Ketentuan Umum KUHP dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, menurut Simons hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENINDAKAN TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN BUPATI OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BUTON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci