REFORMASI DAN REORIENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH Oleh : Dhani Kurniawan*

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REFORMASI DAN REORIENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH Oleh : Dhani Kurniawan*"

Transkripsi

1 REFORMASI DAN REORIENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH Oleh : Dhani Kurniawan* ABSTRACT Reformation instituion region in Indonesian must be understand that reformation is a kind of change of change to be a good. Purpose, without anarcy and keep continuity with system institution in powerty for getting a freedom implementation institution region, every policy of otonomy region must be based on (a) self regulating power (b) self modifiying power, (c) local political support, (d) financial resources and (e) developing brain power. It s based on UU no. 22 Tahun Connected with that purpose policy every region give space to management their importance. It s means that reformation give opportunity institution region to formulation. Process implementation policy in sector development and social. Keywords : Reformation, UU NO. 22 TAHUN 1999, policy A. PENDAHULUAN Dengan telah disahkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah mengisyaratkan adanya secercah harapan bagi daerah terhadap reformasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah di Indonesia, dari kondisi yang selama ini kurang memberikan ruang yang cukup bagi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah, menjadikan daerah sedikit terlepas dari kungkungan Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dalam kaitan dengan implementasi kebijakan reformasi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, yang harus dipahami semua pihak adalah makna dan arti reformasi itu sendiri secara benar, yaitu reformasi sebagai suatu langkah perubahan kearah perbaikan tanpa merusak atau seraya memelihara dengan diprakarsai oleh 732

2 mereka yang memimpin suatu sistem. Hal ini perlu disadari bahwa tanpa reformasi sistem itu bisa goyah, atau dengan kata lain sebaiknya reformasi itu diprakarsai dari sistem itu sendiri sehingga metode reformasi akandapat bersifat gradual, bertahap dan berkesinambungan (Faisal Tamin, 1998:2). Karenanya, arah kebijakan reformasi dan reorientasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah di Indonesia seharusnya mengacu kepada berbagai permasalahan yang selama ini selalu dijadikan bahan perdebatan dalam melakukan kajian terhadap hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah antara lain adalah : a. Distribusi kewenangan yang tergambar sebagai piramida terbalik, dimana kewenangan ditingkat pusat sangat besar dan di tingkat daerah semakin mengecil terlebih lebih pada Daerah Tingkat II. Kondisi ini akibat adanya alasan pembenar yang berasumsi bahwa Pemerintah Daerah belum dianggap mampu untuk melaksanakan sebagian besar urusan-urusan pemerintah, karena dihadapkan pada Sumber Daya Manusia yang terbatas. b. Hubungan Kepala Daerah dan DPRD yang kurang serasi, akibat kedudukan DPRD berada di bawah bayang-bayang Kepala Daerah. Dengan demikian DPRD menjadi sulit untuk dapat bergerak secara proporsional dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat yang bertugas mengawasi dan mengontrol penyelenggaraan pemerintahan, serta sebagai tempat untuk me-nyalurkan aspirasi masyarakat. c. Pendapatan daerah yang kecil menghambat bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan yang terus semakin meningkat untuk memberipkan pelayanan kepada masyarakat. Kecilnya pendapatan daerah seringkali disebabkan oleh lapangan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sangat terbatas. Kondisi seperti ini masih diper-buruk dengan kebijakan pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang masih menggunakan polapola bagi hasil pajak dan non pajak, subsidi daerah otonom (SDO) yang dipandang kurang menguntungkan daerah. 733

3 d. Kelembagaan Pemerintah Daerah dengan Dinas-Dinas Daerahnya, belum mencerminkan adanya suatu Lembaga yang benar-benar dibentuk atas pertimbangan beban kerja atau volume kerja sebagai bagian dari pelaksanaan distribusi kewenangan, sehingga tercermin tidak efisien baik dari segi pembiayaan maupun pengisian personilnya. Terdapat kecenderungan bahwa nomenklatur pembentukan kelembagaan Dinas Daerah sebagai perangkat Pemerintah Daerah diatur secara seragam baik jumlah jabatannya maupun nomenklaturnya, sehingga tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. e. Tersumbatnya partisipasi dan peran serta masyarakat diakibatkan adanya kecenderungan dan anggapan yang kuat bahwa pemerintahlah yang memiliki tanggungjawab yang besar dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan dan kebijakan-kebijakan publik. Akibatnya, banyak kegiatan-kegiatan pembangunan dan pelayanan publik yang seharusnya dapat diserahkan kepada kekuatan di luar pemerintahan seperti LSM atau pihak Swasta, masih sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah. Dengan adanya berbagai permasalahan otonomi daerah sebagaimana yang telah dikemukakan, pemerintah melalui Undang-Undang No.22 Tahun 1999 telah memperluas kewenangan pelaksanaan otonomi daerah dengan menyerahkan sepenuhnya beberapa bidang (desentralisasi politik dan administratif) urusan pemerintahanan kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Bidang-bidang pemerintahan yang wajib dilak-sanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi Pekerjaan Umum, Kesehatan, Pendidikan dan Kebudayaan, Pertanian, Perhubungan, Industri dan Perdagangan, Penanaman Modal, Lingkungan Hidup, Pertanahan, Koperasi, dan Tenaga Kerja. Sementara itu kewenangan Pemerintah Pusat terbatas pada penanganan Bidang Politik Luar Negeri, Hankam, Peradilan, Moneter/ Fiskal dan Agama, serta bidang-bidang tertentu seperti : Kebijakan Perencanaan Nasional, Dana Perimbangan, Sistem Administrasi Negara, Pembinaan dan 734

4 Pemberdayaan Sumberdaya Manusia dan Pemberdayaan Sumber Daya Alam dan teknologi tinggi yang strategis, Konservasi dan Standarisasi Nasional. Sedangkan kewenangan Propinsi baik sebagai Daerah Otonom maupun Wilayah Administratif diberikan batasan kewenangan, yaitu hanya menyelenggarakan bidang-bidang urusan pemerintahan yang tidak mampu ditangani oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Daerah Kota, atau bidangbidang urusan Pemerintahan yang sifatnya lintas Daerah Kabupaten/Kota. Sebagai konsekwensi atas perluasan pelimpahan kewenangan kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota pada sebagian besar bidang pemerintahan tersebut, membawa konsekwensi terhadap kesiapan Daerah untuk menerima peningkatan tugas dan tanggung jawab yang harus diembannya. B. PEMBAHASAN 1. Kebijakan Mendasar Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Untuk dapat mewujudkan otonomi bagi Daerah agar memiliki keleluasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, maka menurut Agus Syamsuddin (1999: 5) terkait dengan beberapa hal sebagai berikut : Pertama, Self Regulating Power, yaitu kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi Daerah demi kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Kedua, Self Modifying Power, yaitu kemampuan melakukan penyesuaian-penyesuaian dari peraturan yang ditetapkan secara nasional dengan kondisi daerah. Ketiga, Local Political Support, yaitu menyelenggarakan pemerintahan daerah yang mempunyai legitimasi luas dari masyarakat baik pada posisi Kepala Daerah sebagai unsur eksekutif maupu DPRD sebagai unsur legislatif. Dukungan politik local ini akan sekaligus menjamin efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Keempat, Financial Recources, yaitu mengembangkan kemampuan dalam mengelola sumber-sumber penghasilan dan keuangan yang memadai untuk membiayai kegiatan-kegiatan 735

5 pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat yang segera menjadi kebutuhannya. Kelima, Developing Brain Power, yaitu membangun sumberdaya manusia aparatur pemerintah dan masyarakat yang handal yang bertumpu pada kapabilitas intelektual dalam menyelesaikan berbagai masalah. 2. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah Dalam Uu. No. 22/1999 Prinsip-prinsip otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah. b. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada prinsipprinsip otonomi luas, dinamis, nyata dan bertanggungjawab dalam kerangka negara kesatuan. c. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh Diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas. d. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi Negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah. e. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, karenanya dalam suatu Daerah Kabupaten dan Kota tidak ada lagi Wilayah Administrasi. f. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif DPRD, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaran Pemerintahan Daerah. g. Pelaksanaan asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah. 736

6 h. Pelaksanaan tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa dengan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. Dengan telah dikeluarkannyanya beberapa macam Peraturan Pemerintah (PP) pada tanggal 6 Mei 2000, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka Bentuk dan Susunan Pemerintahan Daerah akan diwujudkan sebagai berikut : a) Di Daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. b) Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya seperti Dinas-Dinas Daerah. c) Setiap Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif, yang dalam bertugas dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah. d) Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur yang karena jabatannya merangkap sebagai Kepala Wilayah yang merupakan wakil pemerintah. 1) Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD. 2) Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, Gubernur berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. e) Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati dan Kepala Daerah Kota disebut Walikota. sedangkan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya selaku Kepala Daerah, Bupati/ Walikota bertanggungjawab kepada DPRD. f) Perangkat Daerah terdiri dari Sekretaris Daerah, Dinas-Dinas Daerah dan lembaga Tehnis Daerah lainnya sesuai dengan kebutuhan Daerah. g) Sekertariat Daerah. 1) Sekretariat daerah dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah. 737

7 2) Sekretaris daerah Propinsi diangkat oleh Gubernur atas persetujuan pimpinan DPRD dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat. 3) Sekretaris Propinsi karena jabatannya sekaligus merangkap sebagai Sekertaris Wilayah. 4) Sekretaris Daerah Kabupaten atau Sekretaris Daerah Kota diangkat oleh Bupati atau Walikota atas persetujuan Pimpinan DPRD dari PNS yang memenu-hi syarat. 5) Sekretaris Daerah bertanggungjawab kepada Kepala aerah yang mengangkat-nya. 6) Apabila Sekretaris daerah berhalangan dalam melaksanakan tugasnya, maka tugas Sekretaris Daerah dapat dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. h) Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah. Dinas Daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang diangkat oleh Kepala Daerah dari PNS. yang memenuhi syarat atas usul Sekertaris Daerah. Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. i) Penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah (Pusat) kepada Gubernur (Propinsi) selaku Wakil Pemerintah dalam rangka asas Dekonsentrasi, dilaksanakan sepenuhnya oleh Dinas Propinsi. j) Kecamatan. 1) Kecamatan merupakan perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin oleh Kepala Kecamatan (Camat). 2) Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Kabupaten/ Kota dari PNS, yang memenuhi syarat. 3) Camat bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota k) Kelurahan. 1) Kelurahan merupakan perangkat Kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Kelurahan (Lurah) 2) Lurah diangkat dari PNS. Yang memenuhi syarat oleh Walikota/ Bupati atas usul Camat 738

8 3) Lurah dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Camat. l) Pemerintahan Desa. 1) Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa yang disebut dengan nama lain dan Perangkat Desa. 2) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa dari calon yang memenuhi syarat 3) Calon Kepala Desa yang terpilih dengan suara terbanyak, ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa (BPD), dan disyahkan oleh Bupati. 4) Masa jabatan Kepala Desa paling lama 10 tahun atau dua kali masa jabatan. 5) Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa. 3. Reorientasi Dan Perspektif Pelaksanaan Otonomi Daerah Perluasan Otonomi Daerah sebagaimana tercermin dalam kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah merupakan suatu peluang untuk memberdayakan daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Namun demikian dalam pelaksanaannya akan banyak ditemukan masalah dan kendala antara lain sebagai berikut : a. Otonomi Daerah yang berarti kepemilikan kewenangan atau otoritas lokal oleh daerah yang bersangkutan. Pada hakekatnya hal ini merupakan pengembalian hak daerah untuk mengambil inisiatif dan prakarsa kreatif bagi kepentingan masyarakat. Dalam hal ini berarti pula secara administratif dan politis, maka daerah harus dapat secara terkendali dapat menyelenggarakan kekuasa-annya tanpa banyak campur tangan Pemerintah Pusat. Hal ini penting oleh karena untuk menghindari bias operasional dari implementasi UU. No. 22/1999 akan muncul baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Bias operasional ini dapat berupa 739

9 ketidakjelasan atau kerancuan mekanisme dilapangan maupun ketumpang tindihan fungsional kelembagaan. b. Otonomi daerah harus diimplementasikan dalam kerangka orientasi agar daerah benar-benar mampu mengambil inisiatif dan prakarsa kreatif menuju keberlangsungan dan keberhasilan pembangunan daerah yang pada gilirannya nanti, inisiatif dan prakarsa kreatif daerah itu akan dilaksanakan sendiri dan penentuan hasilnya juga akan kembali kepada daerah yang bersangkutan. c. Implementasi otonomi daerah harus di-dukung oleh segenap kemampuan Pemerintah Daerah, struktur kelembagaannya dan masyarakat daerah itu sendiri. Kemampuan tersebut secara nyata harus memiliki tiga komponen dasar berupa kemampuan perencanaan, kemampuan pelaksanaan dan kemampuan kontrol atau pengawasan. Sehingga dengan demikian ke tiga demensi ini yang akan dapat menggerakkan roda pembangunan di daerah secara otonom dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. d. Pemerintah Daerah harus melakukan penataan restrukturisasi kelembagaan daerah agar kondusif bagi pelaksanaan otonomi. Karenanya, arah restrukturisasi harus ditujukan pada penataan kelembagaan sesuai kebutuhan daerah setempat seperti dalam membentuk Dinas Daerah atau penyatuan kelembagaan Kanwil/Kandep kedalam Dinas Daerah menuju kelembagaan yang efektifitas dan efisien sehingga tidak terjebak pada terjadinya keruwetan-keruwetan birokratis pasca perluasan otonomi daerah. e. Proses restrukturisasi kelembagaan daerah harus diiringi dengan penyiapan aparatur Pemerintah sebagai sumberdaya manusia yang benar-benar profesional dan visioner. Sumber Daya Manusia ini nantinya harus dapat diatur dan dikelola secara tepat dalam suatu iklim kerja yang dinamis dan demokratis, baik menyangkut rekruitmen, seleksi dan penempatan maupun pengembangan karier serta komposisi prestasi. Dengan demikian aparatur Pemerintah ini akan dapat menggerakkan lembaga-lembaga daerah melalui ide dan prakarsa- 740

10 prakarsa kreatif menuju terwujudnya otonomi daerah sebagaimana yang diharapkan. f. Untuk dapat tercapainya otonomi daerah sebagaimana yang diharapkan tersebut, maka yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah diperlukan adanya persepsi yang sama dari semua pihak, baik para pengambil keputusan dan pelaksananya, serta masyarakat luas terutama masyarakat di daerah yang nantinya akan merasakan hasilnya melalui pemberdayaan dalam kerangka mencapai masyarakat madani yang diharapkan bersama akan segera dapat terwujud. Implikasi dari kebijaksanaan reformasi penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UU. No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah sebagai berikut : 1) Demokratisasi akan berjalan secara lebih transparan penuh keterbukaan dan semakin menumbuhkan peran dan kemampuan masyarakat untuk melibatkan dirinya dalam proses pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. 2) Kemandirian daerah dalam menyelenggarakan urusan rumah tangganya akan semakin terwujud sehingga mampu menghadapi segenap tantangan, hambatan, gangguan dan ancaman yang akan selalu menghadang pada masa-masa mendatang. 3) Terwujudnya efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang dapat memberdayakan kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya. 4) Pelimpahan kewenangan kepada Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan akan diberikan secara luas, meskipun masih dalam bingkai negara kesatuan. Dalam hal ini distribusi kewenangan yang jelas kepada Daerah menjadi hal yang penting dibanding jenis urusan itu sendiri. 5) Pelimpahan kewenangan harus terwujud dengan adanya pendekatan pengambilan keputusan atas sesuatu kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota, terutama 741

11 dalam proses-proses pemberian perijinan yang mendorong terwujudnya iklim investasi yang kompetitif. 6) Mendorong adanya privatisasi penyelenggaraan sebagian urusan pemerintah (desentralisasi pelayanan publik) kepada pihak swasta dan LSM/NGO secara bertahap dengan secara cermat harus tetap memperhatikan kondisi dan kemampuan masyarakat. C. PENUTUP Dengan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa paradigma otonomi daerah menuntut suatu arah kebijakan reformasi penyelenggaraan pemerintahan, pada upaya memberi ruang pada daerah yang memungkinkan peran serta aktif masyarakat dalam proses-proses kebijakan pemerintahan dan pembangunan. * Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Sultan Fatah Demak 742

12 DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim, 2001, Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta : AMP YKPN Faisal Tamin, 1998, Reformasi dan Reorientasi Paradigma Otonomi Daerah (Makalah), Seminar HMI Cab. Malang Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta : Penerbit Andi Moch. Mafud MD. 2000, Reformasi Tatanan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Makalah), Seminar Otonomi Daerah Unibraw Republik Indonesia, Undang-undang No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah Republik Indonesia, Undang-undang No.25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusar dan Daerah Syamsuddin Agus, 2000, Mengenal Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Makalah), Seminar Kadin-PWI Kabupaten Bondowoso Trilaksono N., 2000, Prospek Otonomi Daerah : Implementasi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Makalah), Pentaloka DPRD Kotamadya Pasuruan 743

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Panduan diskusi kelompok

Panduan diskusi kelompok Panduan diskusi kelompok Mahasiswa duduk perkelompok (5 orang perkelompok) Mahasiswa mengambil dan membaca (DUA KASUS) yang akan di angkat sebagai bahan diskusi. Mahasiswa mendiskusikan dan menganalisis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: PP 7-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 77, 2001 Pemerintah Daerah.Tugas Pembantuan.APBN.APBD.Pembinaan.Pengawasan. (Penjelasan

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 A. Ancaman Disintegrasi 1. Ancaman bermula dari kesenjangan antar daerah Adanya arus globalisasi, batas-batas negara kian tipis, mobilitas faktor produksi semakin tinggi, tidak

Lebih terperinci

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat? LAMPIRAN Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana kinerja aparat desa, terutama dari Sekretaris desa dan juga kaur yang berada dibawah pemerintahan bapak? 2. Bagaimana Hubungan kepala desa dengan BPD di Desa Pohan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan yang dihadapi dewasa ini dan di masa mendatang mensyaratkan perubahan paradigma kepemerintahan, pembaruan sistem kelembagaan, peningkatan kompetensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. Mengingat : bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH

KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH 5 KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH 5.1. Substansi Otonom Daerah Secara subtantif otonomi daerah mengandung hal-hal desentralisasi dalam hal bidang politik, ekonomi dalam rangka kemandirian ekonomi daerah dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 27 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

Lebih terperinci

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN 2004 SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract:In order to establish the local autonomy government, the integration

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi dan kepercayaan yang dialami bangsa Indonesia telah membuka jalan bagi munculnya reformasi total diseluruh aspek kehidupan masyarakat. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, dimana didalam negara kesatuan dibagi menjadi 2 bentuk, yang pertama adalah negara kesatuan dengan sistem sentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan publik merupakan unsur yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun(saragih,2005). Dewasa ini kualitas pelayanan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA Nomor Tahun Seri PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc. Modul ke: 11 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Otonomi Daerah Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Otonomi Daerah 2. Latar Belakang Otonomi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Daerah Provinsi merupakan Otonomi yang

3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Daerah Provinsi merupakan Otonomi yang Pengertian Otonomi Daerah adalah hak dan kewajiban Daerah Otonomi, untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Desentralisasi dan Otonomi Daerah:

Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Teori, Permasalahan, dan Rekomendasi Kebijakan Drs. Dadang Solihin, MA www.dadangsolihin.com 1 Pendahuluan Diundangkannya UU 22/1999 dan UU 25/1999 merupakan momentum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Indonesia berdasarkan UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Indonesia berdasarkan UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Indonesia berdasarkan UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) terdiri dari daerah provinsi, dibagi atas kabupaten dan kota. Kabupaten atau kota sendiri dibagi atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak sendiri ternyata semakin jauh dari kenyataan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Page 1 of 9 NO.14.2003 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemerintah Daerah Provinsi. Kabupaten. Kota. Desentralisasi. Dekosentralisasi. Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. (Penjelasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 jo Undang-Undang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 106 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENEGUHKAN PROFESIONALISME DPRD SEBAGAI PILAR DEMOKRASI DAN INSTRUMEN POLITIK LOKAL DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT H. Marzuki Alie, SE. MM. Ph.D. KETUA DPR-RI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah berimplikasi pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SANGGAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA ANTAR PERANGKAT DAERAH DAN ANTARA KECAMATAN DENGAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 12 TAHUN 2002 BANTUAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA DESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 12 TAHUN 2002 BANTUAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA DESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan otonomi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 14, 2003 PEMERINTAH DAERAH. Pemerintahan Daerah. Provinsi. Kabupaten. Kota. Desentralisasi. Dekosentrasi. Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )* ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )* Koko Andriyanto, Hamdan Majid, Hanggoro Kurniawan, Arif Rahman Hakim Fakultas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Pada masa Orde Baru atau sebelum munculnya reformasi, urusan perhubungan diatur oleh Pemerintah Pusat di bawah

Lebih terperinci

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 94 TAHUN 2007 Oleh : ROMI TRIAWAN No. Mahasiswa : 05410426

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas EKONOMI. Program Studi MANAJEMEN. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas EKONOMI. Program Studi MANAJEMEN.  Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc. Modul ke: 11 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Otonomi Daerah Fakultas EKONOMI Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Otonomi Daerah 2. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR: 5 TAHUN 2002 TENTANG POLA ORGANISASI PEMERINTAHAN KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan yang sifatnya memberikan kemudahan bagi warga masyarakat, dibentuklah Kabupaten Bengkayang yang merupakan daerah pemekaran

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 5 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 737 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KABUPATEN ATAU KOTA DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan asas desentralisasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan asas desentralisasi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan asas desentralisasi dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penggunaan asas ini memberikan kewenangan kepada

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 2008 Nomor 1 Seri D.1

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 2008 Nomor 1 Seri D.1 LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 2008 Nomor 1 Seri D.1 PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000 Tentang : Pedoman Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000 Tentang : Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2000 Tentang : Pedoman Organisasi Perangkat Daerah PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat (1) Undangundang Nomor

Lebih terperinci

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui agenda reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi daerah,

Lebih terperinci

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desa menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang. Pemerintahan Daerah, merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang

I. PENDAHULUAN. Desa menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang. Pemerintahan Daerah, merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan dan kemajuan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula.. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di era globalisasi dan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing

Lebih terperinci