KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH
|
|
- Djaja Hartanto
- 8 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH 5.1. Substansi Otonom Daerah Secara subtantif otonomi daerah mengandung hal-hal desentralisasi dalam hal bidang politik, ekonomi dalam rangka kemandirian ekonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah pada hakekatnya ialah demokrasi di bidang pemerintahan. Secara filosofis dapat dilihat hal-hal pokok dalam otonomi daerah dimana dengan implementasi otonomi daerah maka akan terdapat indikasi sebagai berikut: 1. Semua persoalan daerah atau lokal akan selesai di tingkat lokal. Jadi masalahmasalah di kabupaten tidak perlu dibawa ke propinsi atau ke pusat, demikian juga persoalan propinsi tidak dibawa ke pusat, persoalan desa tidak harus ke kabupaten dan seterusnya. 2. Daerah akan berkembang dengan prakarsanya sendiri berdasarkan kewenangan dan tanggungjawab yang dimilikimya. 3. sifat-sifat atau ciri-ciri khusus daerah atau lokalitas sangat dihargai dan dipertimbangkan, dan tidak ada lagi upaya-upaya penyeragaman. 4. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab secara tegas antara legislatir dan eksekutif untuk pengembangan daerah bagi kesejahteraan masyarakat yang dipertanggung jawabkan secara administratif, sosial dan moral. 5. Partisipasi masyarakat berkembang, secara dinamis pada setiap denyut daerah sebagai kesatuan masyarakat hukum. Prinsip otonomi daerah yang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan otonomi daerah, yang sebelumnya dilakukan dengan pola bertahap, sekarang dilakukan melalui pola-pola penyerahan urusan total, bulat, utuh dan menyeluruh, kecuali atas bidang hubungan luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan agama. 2. Propinsi dapat diperlakukan sebagai daerah otonom dan wilayah administratrif, karena tetap mendapat tugas dan tanggung jawab desentralisasi dan dekonsentralisasi. Dengan sendirinya, status Gubernur sebagai Kepala Daerah dan sebagai Kepala Wilayah masih tetap dipertahankan. Namun terhadap daerah kabupaten dan kota hanya diperlakukan prinsip desentralisasi, sehingga keduanya berfungsi hanya sebagai daerah otonom. 3. peraturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada masing-masing daerah dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. 4. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya, sedangkan DPRD tidak lagi menjadi unsur pemerintah daerah; melainkan berdiri sendiri dengan fungsinya yang bermitra dengan pemerintah daerah. V-1
2 Fungsinya yang utama adalah pelaksana pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. 5. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah dan tidak perlu disahkan oleh pemerintah pusat. 6. Daerah dibeli kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji dan tunjangan serta kesejahteraan, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan norma, standar, prosedur yang diterapkan oleh pemerintah. 7. Pertimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah diatur dalam mekanisme dan perhitungan yang telah mengakomodir harapan daerah untuk mendapatkan alokasi anggaran perimbangan dan kekayaan sumberdaya alam daerah. Untuk implementasi otonomi daerah, pemerintah telah menetapkan 1 Januari 2001 dimulainya pelaksanaan secara formal otonomi daerah dengan penyelenggaraan/ pelaksanaan APBN TA Persiapan oleh pemerintah telah cukup matang telah diselesaikannya sejumlah 4 UU, 20 PP, dan 15 Peraturan Perundangan lainnya. Sebetulnya otonomi daerah bukanlah barang baru, karena sistem pemerintaan sebetulnya sudah mengenal daerah kecil dan besar serta kewenangan-kewenangannya, misalnya sudah diatur sejak tahun 1945, 1948, 1957 dan akhirnya Namun pada prakteknya memang terjadi berbagai permasalahan Perspektif Pembangunan Perekonomian Daerah Orientasi yang dikembangkan dalam pembangunan nasional 30 tahun ke belakang ialah kebijakansanaan pertumbuhan (dan pemerataan). Dengan orientasi itu jelas bahwa investasi adalah kata kunci dalam menggerakkan roda keberhasilannya. Di waktu yang lalu, bagi daerah, kebijaksanaan pusat di bidang investasi sangat penting dan merupakan sarana yang benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan investasi daerah. Dalam gelombang reformasi saat ini, sangat disadari bahwa pukulan cukup besar terkena pada upaya-upaya pengembangan investasi. Sangat sulit untuk menjaga keamanan investasi karena sulitnya keamanan dan stabilitas politik dalam negeri. Dimana-mana faktor stabilitas sangat dominan mempengaruhi minat investasi, apa lagi mengharapkan investasi dari luar negeri. Dengan demikian, bagi kelompok pengelola investasi tidak ada hal yang dapat dilakukan lebih baik pada saat itu kecuali melihat berbagai peluang stabilitas politik dalam negeri untuk kembali menggelar peluang investasi. Pemerintah terus berupaya sedemikian rupa untuk menata sistem politik dan pola-pola mekanisme politik untuk sampai kepada tatanan mekanisme kedaulatan rakyat sesuai dengan tuntutan masyarakat dalam reformasi serta terselenggaranya negara dan pemerintahan yang diharapkan, demokratis dan memberi peluang akses secara merata. Untuk menuju kemandirian ekonomi daerah perlu dilakukan restrukturisasi ekonomi daerah yang berbasiskan kepada koperasi dan usaha kecil-menengah. Salah satu dampak negatif yang diperkirakan dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terpinggirkannya peranan koperasi dan usaha kecil-menengah. Untuk itu perlu dilakukan upaya restrukturisasi ekonomi daerah yang berbasiskan koperasi dan pengusaha kecilmenengah sebagai penggerak ekonomi daerah. Selain itu diperlukan juga optimalisasi V-2
3 pengembangan sumberdaya ekonomi daerah agar kemandirian ekonomi daerah bisa terwujud. Untuk mendukung hal tersebut maka pemerintah daerah perlu menciptakan iklim usaha yang aman dan tenang agar resiko bisnis bisa ditekan sekecil mungkin. Restrukturisasi ekonomi daerah yang berbasiskan koperasi dan usaha kecilmenengah (UKM) dilakukan dengan cara merangsang partisipasi koperasi dan UKM seluas-luasnya dan pemberian hak-hak khusus (privilige) pengembangan koperasi dan UKM, serta dengan cara menjalankan program pemerataan kepemilikan asset-asset produktif dan sumberdaya ekonomi daerah (program redistribusi asset). Bagi pemerintah Daerah program restrukturisasi ekonomi daerah perlu dilakukan karena dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi kepada pendapatan daerah. Dengan program restrukturisasi yang berbasiskan koperasi dan UKM akan memperluas basis pajak dan memperbesar jumlah pembayar pajak. Program ini juga akan berdampak mengurangi angka pengangguran karena mencakup hampir 99,4% dari jumlah kesempatan kerja serta berfungsi juga sebagai katup pengaman sosial yang pada akhirnya akan memperkuat struktur dan kemandirian ekonomi daerah Pembangunan Koperasi Pada Era Otonomi Daerah Pembangunan ekonomi masa yang akan datang diharapkan pada dua tantangan yaitu : Pertama, meningkatnya daya saing industri nasional melalui peningkatan efisiensi dan pembangunan keunggulan yang kompetitif dan kedua, melaksanakan proses desentralisasi ekonomi secara bertahap agar seluruh sumber daya ekonomi diseluruh daerah dapat segera tergerakkan secara serempak menjadi kegiatan ekonomi yang meluas yang didukung oleh semakin tumbuhnya prakarsa jiwa wirausaha. Dengan demikian peran koperasi menjadi penting sebagai sokoguru dan bagian integral dari tata perekonomian nasional. Koperasi secara bersama-sama dengan usaha swasta, daerah dan negara harus mampu menjadi penggerak utama dalam peran meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan koperasi yang sehat, kuat langgeng, mandiri dan berfungsi sebagai wadah menggalang ekonomi rakyat. Dalam rangka kerja otonomi daerah, bidang koperasi merupakan salah satu kewenangan wajib kabupaten dan kota; utuk itu kebijaksanaan strategis koperasi ke depan dapat dikembangkan sebagai berikut: Pertama, terciptanya koperasi yang berbasis anggota yang mampu melayani kebutuhan pokok anggota, Kedua, meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar baik di daerah, regional, nasional maupun internasional. Ketiga, memperluas akses terhadap permodalan, memperkokoh struktur permodalan serta meningkatkan kemampuan pemanfaatan modal. Keempat, meningkatkan akses terhadap teknologi, manajemen kemampuan sumber daya manusia serta memantapkan kemitraan. Peran pemeritah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan semakin berkurang dan menempatkan swasta dan koperasi untuk ikut berperan dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan melalui mekanisme pasar yang kompetitif. Pemerintah Daerah lebih ditempatkan pada fungsi pengendali dan pengawas atas V-3
4 pekerjaan yang diserahkan kepada Swasta dan Koperasi. Dengan demikian peletakkan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Pada dasarnya otonomi daerah yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 meletakkan semua kewenangan Pemerintah pada daerah Kabupaten dan daerah Kota, kecuali kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Kewenangan daerah dilaksanakan secara luas, utuh, dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan. Sesuai dengan tujuan peletakkan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut, maka dalam pengembangan koperasi di era Otonomi Daerah ini harus mampu dijawab oleh daerah bagaimana memberdayakan seluruh potensi sumber daya daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui wadah koperasi. Ada beberapa hal yang menjadi acuan dasar kewenangan di bidang koperasi, yaitu: 1. Pasal 10 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan ini mempunyai implikasi bahwa daerah dimungkinkan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya yang ada dengan memperhatikan karakteristik dan daya dukungannya (carrying capacity). 2. Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah Kabupaten dan daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri, dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja. 3. Sesuai dengan semangat Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Pasal 1 ayat (3) bulir 6 Peraturan Pemerintahan Nomor 25 Tahun 1999, maka secara umum pembagian kewenangan di bidang perkoperasian adalah sebagai berikut: a. Kewenangan Pusat antara lain berupa: 1) Penempatan pedoman akuntansi koperasi dan pengusaha kecil dan menengah. 2) Penetapan pedoman penyertaan modal pada koperasi. 3) Fasilitasi pengembangan sistem distribusi bagi koperasi dan pengusaha kecil dan menengah. 4) Fasilitasi kerjasama antar koperasi dan pengusaha kecil dan menengah serta kerjasama dengan badan usaha lain. b. Kewenangan Propinsi di Bidang Perkoperasian antara lain berupa penyediaan dukungan pengembangan koperasi. c. Sedangakan dikewenangan Kabupaten/Kota tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000, karena Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 pada dasarnya meletakkan semua kewenangan pemerintah pada daerah V-4
5 Kabupaten/Kota kecuali sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 di atas Ancaman dan Peluang Otonomi daerah Terhadap Perkembangan Koperasi lain: Ancaman yang mungkin dihadapi dalam pengembangan koperasi di daerah antara 1. Tuntutan pendanaan pembangunan daerah membuat Pemerintah Daerah cenderung menarik pajak dan retribusi daripada mengkondisikan daerah agar lebih cepat merangsang pertumbuhan ekonomi. Dikhawatirkan koperasi menjadi sasaran pajak dan retribusi saja tanpa mendapatkan pelayanan publik yang seimbang; 2. Selama ini banyak upaya pemberdayaan masyarakat silakukan oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah dikhawatirkan belum memehami substansi program tersebut. Hal ini dapat mengancam keberlanjutan program pemberdayaan yang dilakukan pemerintah pusat; 3. Alasan percepatan pembangunan membuat Pemerintah Daerah lebih senang memilih pelaku usaha yang sudah mampu daripada melibatkan koperasi dalam pembangunan. Hal ini memang sangat tergantung dari kapabilits koperasi yang berada di daerah tersebut. Sedangkan peluang yang mungkin adalah bahwasannya otonomi daerah membuat pembangunan mengarah pada local based development sekaligus community based development sebab pengambilan keputusan tipologi pembangunan diserahkan pada daerah sehingga tidak ada lagi program dari pusat yang seragam dan tidak terlalu memperhatikan karakteristik daerah Koperasi sebagai Media Pemberdayaan Koperasi sebagai lembaga ekonomi yang mengandalkan social capital maka faktor penting dalam pengembangan memerlukan upaya pemberdayaan bagi anggotanya. Pengembangan masyarakat ini adalah investasi publik sebab nilai tambah yang dihasilkan tidak secara spesifik diterima oleh pihak yang melakukan pemberdayaan. Akan tetapi secara menyebar diterima oleh masyarakat. Dengan karakteristik ini maka aktivitas pemberdayaan harus dilakukan oleh pemerintah. Peran pemerintah daerah dalam pemberdayaan anggota koperasi dapat dilakukan dengan cara membantu dana pelatihan, akses informasi dan teknologi. V-5
6 PERUSAHAAN SWASTA/KOPERASI PEMERINTAH Pemberdayaan masyarakat Peningkatan Kualitas Peningkatan daya Saing Gambar 5.1. Proporsi Peran antara Pemerintah dan Private Tidak perlu diragukan, keberhasilan ekonomi sangat penting bagi pengembangan koperasi secara berkesinambungan. Meskipun demikian, keberhasilan ekonomi semata tidak dapat menunjukkannya sebagai ciri usaha yang khas jika dibandingkan dengan perusahaan komersial. Lebih dari itu, masih ada tujuan dan sasaran yang masih harus dicapai dan budaya organisasi yang harus dipraktekkan. Hal ini berkaitan tidak sematamata pada keberhasilan ekonomi, tetapi lebih pada tujuan jangka panjang untuk memperbaiki kondisi kehidupan sosial, ekonomi, politik dan lingkungan hidup manusia yang sudah merupakan ciri khusus gerakan serta organisasi-organisasinya, sejak dulu hingga nanti. Setelah beberapa dasawarsa terjadi penurunan basis ideologi, politisasi, manipulasi dan penyelenggaraan organisasi koperasi untuk pemerasan, penggunaan SHU yang tidak benar atau upaya untuk memperkaya diri para pimpinannya, maka ada alasan yang kuat untuk menekankan perlunya orientasi nilai-nilai koperasi dapat berfungsi kembali. Mengingat: - Jarak yang semakin lebar antara anggota dan perusahaan koperasi yang terus berkembang, - Keanggotaan yang terpecah belah, karena pelayanan perusahaan koperasi yang sama antara anggota dan non anggota serta kurangnya manfaat konkrit yang dirasakannya sebagai koperasiwan. - Orientasi teknokratis manajemen koperasi yang meningkat - Mekanisme pengawasan demokratis yang tidak lagi efektif V-6
7 Atas hal tersebut di atas dirasakan sangat perlu untuk melakukan pemilu kembali secara cermat mengenai konsep kerja sama secara keseluruhan dengan tujuan untuk membangun kembali gerakan koperasi sebagai kekuatan moral yang diakui dan dihormati, selain gerakan populer yang prestisius, maka memiliki program, pembaharuan di bidang sosial, ekonomi dan lingkungan. Prinsip-prinsip koperasi merupakan pedoman dalam mengacu perkumpulan koperasi sesuai dengan nilai-nilai dasar koperasi. Prinsip-prinsip ini juga berlaku sebagai dasar bagi perundang undangan koperasi. Sementara prinsip identitas sangat penting untuk menjelaskan struktur koperasi yang khas, maka prinsip-prinsip kerjasama yang berdasarkan nilai secara bersama-sama mencerminkan filosofi koperasi antar budaya yang menjadi koperasi di seluruh dunia sebagai budaya organisasi yang utama. Pada saat yang sama prinsip-prinsip koperasi yang berdasarkan pada nilai ini harus dipahami dan diterima oleh koperasiwan. Koperasiwan sebagai norma tingkah laku yang paling sesuai untuk membangun organisasi, yang didirikan di atas prinsip jatidiri bekerja demi kepuasan para anggotanya dan bertahan dalam persaingan dengan perusahaan-perusahaan komersial. Cara-cara melaksanakan prinsip-prinsip koperasi dalam kegiatan sehari-hari (praktek koperasi) dapat berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang berlaku, sepanjang cara-cara tersebut tidak bertentangan dengan budaya organisasi koperasi seperti tercermin dalam prinsip-prinsip komersial. Definisi tentang perkumpulan koperasi berikut dapat dirumuskan dari upaya untuk mengidentifikasikan suatu koperasi: a. Perkumpulan koperasi adalah organisasi yang memusatkan perhatiannya pada orang, bukan pada modal. Koperasi adalah organisasi kerjasama orang-orang untuk jangka panjang untuk memberi manfaat kepada anggota perorangan dan seluruh anggota pada umumnya. Keanggotaan secara sukarela dan kesediaan untuk menerima anggota baru (keanggotaan terbuka) sangat deperlukan untuk pembaharuan kebersamaan (homogenitas) kelompok yang terus menerus untuk beberapa generasi (bebas untuk masuk dan bebas untuk keluar). b.melayani kebutuhan anggota merupakan tujuan utama, yang harus merupakan prioritas utama dibandingkan dengan tujuan perusahaan koperasi lainnya. c. Perkumpulan koperasi harus beraskar di lingkungan atau diwilayah yang bersangkutan dan memiliki struktur pengambilan keputusan dan pengawasan yang otonom, yang memungkinkan anggota untuk menentukan sendiri bagaimana menangani urusannya sendiri. d.bentuk yang paling sesuai untuk menetapkan tujuan dan sasaran, mengambil keputusan dan mengawasi dalam kelompok seperti itu adalah dengan menerapkan ketentuan demokrasi untuk mengarahkan kegiatan perusahaan koperasi dalam mencapai tujuan, yang sebanyak mungkin memenuhi kebutuhan mayoritas anggotanya. e. Untuk menjamin bahwa organisasi tetap memusatkan perhatiannya pada anggota perorangan dan bahwa modal tidak akan memainkan peranan yang dominan, hak suara dan pembagian SHU tidak diberikan sebanding dengan kontribusi modalnya, tetapi dikaitkan dengan orang sebagai anggota (satu anggota satu suara, pembagian SHU sebanding dengan transaksinya dengan perusahaan koperasi). V-7
8 f. Ketentuan untuk kerjasama antara anggota (perorangan) juga diterapkan untuk kerjasama antara koperasi dalam bentuk integrasi horizontal (proyek bersama atau amalgamasi) maupun integrasi vertical (struktur federasi). Definisi tersebut, yang menguraikan inti ideologi koperasi secara singkat, membuktikan bahwa nilai dasar koperasi dan prinsip-prinsip koperasi tidak seharusnya dipandang sebagai doktrin yang kaku, melainkan sebagai norma umu untuk menjadikan koperasi yang berdasar pada prinsip menolong diri sendiri dapat berhasil. V-8
I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciPenyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah
Deddy Supriady Bratakusumah * Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah I. Pendahuluan Sejak beberapa dekade yang lalu beberapa negara telah dan sedang melakukan desentralisasi, motivasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciRencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang
BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha
Lebih terperinciNOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)
Lebih terperinci3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Daerah Provinsi merupakan Otonomi yang
Pengertian Otonomi Daerah adalah hak dan kewajiban Daerah Otonomi, untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan sesuai dengan Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciPUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
2. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian daerah. Otonomi yang diberikan kepada
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciPEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi
PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran 2006-2007) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang telah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada bangsa Indonesia akan pentingnya menggagas kembali konsep otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi dan kepercayaan yang dialami bangsa Indonesia telah membuka jalan bagi munculnya reformasi total diseluruh aspek kehidupan masyarakat. Disamping
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus pada PEMDA Grobogan periode 2006-2008) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia semakin pesat dan banyak membawa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan adanya
Lebih terperinciKebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi Makalah Disampaikan pada
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.
Modul ke: 11 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Otonomi Daerah Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Otonomi Daerah 2. Latar Belakang Otonomi
Lebih terperinciSENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2
SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia desentralisasi dan sentralisasi telah beberapa kali mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
Lebih terperinciIII. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini, berdampak pada percepatan perubahan perilaku masyarakat, terutama yang berkaitan dengan
Lebih terperinci4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?
LAMPIRAN Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana kinerja aparat desa, terutama dari Sekretaris desa dan juga kaur yang berada dibawah pemerintahan bapak? 2. Bagaimana Hubungan kepala desa dengan BPD di Desa Pohan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan
Lebih terperinciDesentralisasi dan Otonomi Daerah:
Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Teori, Permasalahan, dan Rekomendasi Kebijakan Drs. Dadang Solihin, MA www.dadangsolihin.com 1 Pendahuluan Diundangkannya UU 22/1999 dan UU 25/1999 merupakan momentum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanja modal yang sebagai perubahan yang fundamental di dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan
Lebih terperinciKEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH
Jurnal Psikologi September 2015, Vol. III, No. 1, hal 28-38 KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Khoirul Huda Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lebih terperinciAPA ITU DAERAH OTONOM?
APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciMEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 dan UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. Dede Mariana ABSTRAK
MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 dan UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Dede Mariana ABSTRAK Pemberlakuan dua paket UU Otonomi Daerah, yakni UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Lebih terperinciGAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu
BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, walaupun sumber daya alam itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk memanfaatkan sumber-sumber
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu wujud dari amanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang
BAB I PENDAHULIAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat. Ini dapat dibuktikan dengan jelas dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh rakyat, pemerintah daerah harus mempunyai suatu rencana yang matang untuk mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinciNOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE
ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciPERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN
PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Ujian Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara
Lebih terperinciANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)
ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciPENGANTAR PERKOPERASIAN
PENGANTAR PERKOPERASIAN BAB V : NILAI-NILAI DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI OLEH ; LILIS SOLEHATI Y PENTINGNYA IDEOLOGI Ideologi adalah keyakinan atas kebenaran dan kemanfaatan sesuatu, jika sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut dengan Anggaran
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012
1 PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPanduan diskusi kelompok
Panduan diskusi kelompok Mahasiswa duduk perkelompok (5 orang perkelompok) Mahasiswa mengambil dan membaca (DUA KASUS) yang akan di angkat sebagai bahan diskusi. Mahasiswa mendiskusikan dan menganalisis
Lebih terperincilocal accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah
Lebih terperinciMendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciNOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas EKONOMI. Program Studi MANAJEMEN. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.
Modul ke: 11 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Otonomi Daerah Fakultas EKONOMI Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Otonomi Daerah 2. Latar Belakang
Lebih terperinciPARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.
PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. TRIAS POLITIKA BARU Sekarang kita hidup di abad ke-21. Dunia tidak lagi berbatas secara kaku. Beberapa aspek
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciPINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1
PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas
Lebih terperinci