BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. selalu memerlukan pemenuhan kebutuhan berprestasi. Sejak usia dini manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. selalu memerlukan pemenuhan kebutuhan berprestasi. Sejak usia dini manusia"

Transkripsi

1 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, tiap tahap perkembangan yang dilalui selalu memerlukan pemenuhan kebutuhan berprestasi. Sejak usia dini manusia berusaha menunjukkan prestasi kepada lingkungannya, keberhasilan seseorang menunjukkan prestasi kepada lingkungannya akan mempengaruhi penilaian lingkungan terhadap dirinya, selanjutnya penilaian lingkungan tersebut akan mempengaruhi kebanggaan diri. Pada masa remaja prestasi menjadi masalah yang sangat serius karena remaja mulai menyadari bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di masa remaja adalah kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan nyata, berbeda dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya yang lebih banyak berupa kegiatan permainan. Pada masa remaja seseorang mulai menyadari bahwa kesuksesankesuksesan dan kegagalan-kegagalan yang dialami di masa remaja merupakan prediktor untuk keberhasilan hidup di masa dewasa (Santrock, 2007 a). Dikaitkan dengan teori Havighurst (1957) yang memandang bahwa tiap fase kehidupan manusia mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan, manusia dituntut untuk selalu berusaha menyelesaikannya di tiap fase kehidupannya, kegagalan dalam menyelesaikan tugas di suatu fase akan berpengaruh terhadap penyelesaian tugas di fase berikutnya. Seorang anak yang gagal menyelesaikan tugas perkembangan di fase anak-anak, misalnya ia tidak mampu berbicara maka hambatan berkomunikasi ini akan mempengaruhi

2 2 interaksi dia dengan orang lain. Sebaliknya anak yang mampu menyelesaikan tugas perkembangan ini dengan baik maka kesempatan dia untuk memahami berbagai permasalahan di lingkungan dia akan lebih terbuka. Apabila pandangan Havighurst dikaitkan dengan pandangan Erikson (dikutip dari Lerner, 1976) maka untuk tercapainya integritas ego sebagai puncak perkembangan manusia di usia tua orang diharapkan mempunyai prestasi yaitu berhasil menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam fase-fase kehidupan yang dilaluinya. Dalam pandangan Abraham Maslow (dikutip dari Petri, 1981) kebutuhan berprestasi merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia. Dalam perkembangan manusia sejak usia dini sampai usia tua ia mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diklasifikasikan secara bertingkat mulai dari kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis sampai pada kebutuhan yang tertinggi dalam kehidupan manusia yaitu aktualisasi diri. Setiap orang akan berusaha mencapai aktualisasi diri dengan berbagai cara, hanya tidak semua orang dapat mencapainya karena harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya terlebih dahulu. Salah satu persyaratan untuk dapat mencapai aktualisasi diri adalah terpenuhinya kebutuhan berprestasi, dengan berprestasi orang akan dihargai oleh lingkungannya. Keberhasilan untuk menunjukkan prestasi dan dihargai oleh orang lain akan menjadi dasar untuk melangkah lebih lanjut mencapai aktualisasi diri. Prestasi dalam bidang akademik sebagai salah satu prestasi yang penting dalam kehidupan manusia menjadi perhatian banyak pihak, dengan tercapainya prestasi yang memuaskan di suatu lembaga pendidikan akan terbuka peluang untuk meningkatkan prestasi dalam bidang lain. Seorang remaja yang tamat

3 3 SMA dengan prestasi tinggi akan terbuka peluang bagi dia untuk diterima di perguruan tinggi yang berkualitas, begitu juga seseorang yang mempunyai prestasi akademik yang tinggi di perguruan tinggi ternama akan memudahkan bagi dia untuk diterima bekerja di tempat yang membanggakan. Apabila pencapaian prestasi akademik dikaitkan dengan fase-fase perkembangan manusia, maka pencapaian prestasi akademik di masa remaja tidak lepas dari karakteristik khas remaja. Menurut Santrock (2007 a) dorongandorongan yang menonjol pada masa remaja adalah : Pertama, dorongan otonomi yang tinggi. Dorongan ini bisa berdampak positif yaitu remaja makin bertanggung jawab dengan keputusan-keputusan yang diambil sehingga semakin matang dan mandiri. Dalam kaitannya dengan pencapaian prestasi akademik di perguruan tinggi dorongan ini sangat besar perannya, karena tanpa harus diawasi oleh orang tua remaja akan berusaha mencapai prestasi setinggitingginya. Kedua, dorongan untuk patuh pada ajakan peer group. Pada masa remaja tekanan dari kelompok sangat kuat, sehingga untuk dapat diterima oleh kelompok, remaja mau patuh mengikuti ajakan kelompok. Kepatuhan yang berlebihan terhadap ajakan kelompok dapat berdampak negatif dan positif terhadap pencapaian prestasi akademik di perguruan tinggi. Apabila peer group remaja adalah orang-orang yang mempunyai dorongan berprestasi rendah maka remaja kurang terpacu untuk berprestasi. Sebaliknya apabila peer group nya adalah orang-orang yang mempunyai dorongan berprestasi tinggi maka remaja akan terpacu untuk mencapai prestasi yang tinggi.. Ketiga, pencarian identitas diri. Siapa saya?, Apa yang akan saya lakukan dalam hidup saya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak muncul pada waktu seseorang masih anak-anak, pertanyaan seperti ini baru muncul pada waktu seseorang sudah menginjak remaja. Pada masa remaja secara perlahan orang merealisasikan apa

4 4 yang menjadi harapan-harapannya (hidup seperti apa yang ingin dijalani nanti). Kemantapan remaja menemukan identitas diri pada masa remaja akhir akan sangat menentukan dorongan dia untuk mengaktualisasikan potensi dirinya secara optimal sehingga dapat mencapai prestasi yang tinggi. Keempat, Emosi yang tidak stabil. Perubahan emosi remaja disebabkan oleh faktor hormonal dan faktor pengalaman. Pengalaman menegangkan yang ikut mempengaruhi emosi remaja antara lain pengalaman seksual dan hubungan romantis. Dalam kaitannya dengan pencapaian prestasi akademik, bagi remaja yang mampu mengelola emosinya maka gejolak emosi tersebut dapat diarahkan untuk pencapaian prestasi yang tinggi, sebaliknya bagi yang tidak mampu, gejolak emosi akan menghambat pencapaian prestasi akademik. Apabila karakteristik remaja dikaitkan dengan pencapaian prestasi akademik maka dapat disebutkan bahwa remaja yang mampu mengaktualisasikan potensi dirinya secara optimal adalah remaja yang mempu mengarahkan dan mengendalikan berbagai potensi dan dorongan yang ada dalam dirinya ke arah yang positif. Pencapaian prestasi akademik pada masa remaja merupakan pengalaman yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Remaja yang berhasil menunjukkan prestasi akademik yang membanggakan dihadapan orang lain, baik itu teman-teman di sekolah, guru-guru, maupun orang tua akan merasa dihargai oleh orang-orang di sekitarnya. Dikaitkan dengan pendapatnya Charles Cooley (dikutip dari Watson, Tregerthan, & Frank, 1984), penilaian diri merupakan refleksi dari penilaian orang lain yang ada disekitarnya, apabila seseorang merasa dinilai positif oleh orangorang di sekitarnya maka persepsi dirinya akan meningkat, ia merasa bangga terhadap dirinya. Penilaian diri yang positif ini selanjutnya akan sangat mempengaruhi kemampuan beradaptasi dalam kehidupan sosial. Orang yang

5 5 menilai dirinya positif serta berani mengambil resiko akan mampu mengarahkan dirinya menuju kematangn diri, yaitu menemukan jati diri, mempunyai otonomi yang kuat, tegas dalam bertindak, serta mampu mengaktualisasikan potensi dirnya secara optimal. Dari apa yang telah dikemukakan nampak bahwa pencapaian prestasi akademik yang tinggi sangat penting dalam perjalanan hidup manusia, lebih-lebih lagi pada masa remaja akhir yang merupakan masa transisi menuju masa dewasa. Keberhasilan menunjukkan prestasi akademik di masa remaja akhir merupakan tonggak awal untuk menunjukkan keberhasilan di masa dewasa. Mengingat begitu pentingnya peran prestasi akademik dalam perkembangan seseorang menuju kematangan diri maka sangat penting untuk diketahui faktor-faktor apa yang berperan dalam pencapaian prestasi akademik tersebut, mengapa ada remaja yang mampu mencapai prestasi akademik yang tinggi, sedangkan yang lainnya tidak dapat mewujudkannya. Pemahaman terhadap faktor-faktor yang sangat berperan dalam pencapaian prestasi akademik merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi orang-orang yang terlibat dalam proses pendidikan, karena dengan pemahaman tersebut akan dapat diambil langkah-langkah yang terarah dan efektif untuk mewujudkan prestasi akademik yang membanggakan. Dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang berperan dalam pencapaian prestasi akademik, penelitian model prestasi akademik yang dilakukan oleh Grolnick, Ryan & Deci (1991) melibatkan delapan variabel penelitian, yaitu : keterlibatan ibu dalam pendidikan, keterlibatan ayah dalam pendidikan, dorongan otonomi dari ibu, dorongan otonomi dari ayah, pemahaman tentang kontrol, perasaan mempunyai kompetensi, otonomi, dan prestasi akademik. Sebagai variabel exogenous adalah : keterlibatan ibu dalam pendidikan, keterlibatan

6 6 ayah dalam pendidikan, dorongan otonomi dari ibu, dan dorongan otonomi dari ayah. Sebagai variabel endogenous adalah : pemahaman tentang kontrol, perasaan mempunyai kompetensi, otonomi, dan prestasi akademik. Dari analisis yang dilakukan secara simultan terhadap delapan variabel tersebut diperoleh hasil : perasaan mempunyai kompetensi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pencapaian prestasi akademik. Perkembangan perasaan mempunyai kompetensi sangat dipengaruhi oleh dorongan otonomi dari ayah. Dari hasil yang ditunjukkan oleh penelitian tersebut dapat disebutkan bahwa orang akan dapat mencapai prestasi akademik yang tinggi apabila keyakinan akan kemampuan diri tinggi. Orang akan memiliki keyakinan akan kemampuan diri tinggi apabila orang tua (terutama ayah) memberi dorongan untuk mandiri. Turner & Johnson (2003) meneliti model prestasi dengan melibatkan tujuh variabel, yaitu : pendidikan orang tua, penghasilan orang tua, efikasi diri orang tua, keyakinan dalam mengasuh anak, hubungan orang tua dengan anak, kemahiran anak, dan prestasi anak. Sebagai variabel exogenous adalah : pendidikan orang tua, penghasilan orang tua, dan efikasi diri orang tua. Sebagai variabel endogenous adalah : keyakinan dalam mengasuh anak, hubungan orang tua dengan anak, kemahiran anak, dan prestasi anak. Hasil analisis data menunjukkan efikasi diri orang tua sangat mempengaruhi kehangatan hubungan antara orang tua dengan anak, kehangatan hubungan antara orang tua dengan anak sangat mempengaruhi ketrampilan (kemahiran) anak, selanjutnya kemahiran anak mempengaruhi prestasi anak. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pembelajar mencapai prestasi yang tinggi sangat ditentukan oleh kehangatan hubungan pembelajar dengan orang tuanya. Penelitian model prestasi akademik yang dilakukan oleh Dharmayana (2010) melibatkan lima variabel penelitian, yaitu : kompetensi emosi, keterikatan

7 7 pada sekolah, inteligensi, rerata nilai ujian nasional SMP, dan prestasi akademik. Sebagai variabel exogenous adalah : kompetensi emosi, inteligensi, dan rerata nilai ujian nasional SMP. Sebagai variabel endogenous adalah keterikatan pada sekolah dan prestasi akademik. Dari analisis yang dilakukan secara simultan diperoleh hasil keterikatan pada sekolah sangat berpengaruh terhadap prestasi akademik. Disamping itu kompetensi emosi juga berperan secara tidak langsung terhadap prestasi akademik. Dari tiga model yang telah dikemukakan nampak bahwa pencapaian prestasi akademik sangat ditentukan oleh proses internal, antara lain : perasaan mempunyai kompetensi, kepercayaan diri, dan kemahiran. Peningkatan (perkembangan) proses internal sangat ditentukan oleh stimulus dari luar atau proses eksternal, antara lain : otonomi orang tua, kehangatan hubungan orang tua dengan anak. Orang tua yang mempunyai dorongan otonomi tinggi akan mampu menjadi model yang membanggakan bagi anak-anaknya sehingga anakanak akan terpacu untuk mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri. Begitu juga hubungan hangat antara orang tua dengan anak akan mempengaruhi penilaian diri anak. Anak-anak yang diasuh dengan penuh kehangatan akan menilai positif dirinya sehingga kepercayaan dirinya berkembang. Otonomi dan kehangatan hubungan merupakan aspek-aspek dalam pola asuh autoritatif, sehingga dapat disebutkan bahwa pola asuh autoritatif merupakan salah satu faktor eksternal yang menentukan perkembangan proses internal. Sejalan dengan tiga model yang telah dikemukakan, teori kognitif sosial berpandangan bahwa pencapaian prestasi akademik sangat ditentukan oleh : 1. Model-model yang pernah diamati oleh pembelajar 2. Proses internal dalam diri pembelajar, antara lain : harapan dan efikasi diri

8 8 3. Tingkah laku berorientasi tujuan pembelajar 4. Tingkah laku regulasi diri pembelajar 5. Adanya reinforcement dan hukuman yang mengarahkan perilaku pembelajar. (Omrod, 2006) Dalam pandangan teori kognitif sosial pencapaian prestasi akademik yang tinggi ditentukan oleh (1) adanya suatu stimulus dari luar (model-model yang diamati pembelajar dan adanya reinforcement dan hukuman yang mengarahkan perilaku pembelajar), dan (2) adanya suatu proses internal dalam diri organisme (harapan, efikasi diri, tingkah laku berorientasi tujuan dan tingkah laku regulasi diri). Dengan demikian dapat disebutkan bahwa model teoritis yang dapat menunjukkan faktor stimulus dan faktor proses internal yang paling berperan dalam pencapaian prestasi akademik merupakan jawaban dari pertanyaan : faktor-faktor apa yang menentukan pencapaian prestasi akademik yang tinggi?. Syah (2004) mengemukakan bahwa faktor personal internal yang ikut berperan dalam pencapaian prestasi akademik adalah : inteligensi, sikap, minat, bakat, motivasi. Disamping faktor-faktor tersebut Bandura (1997) mengemukakan bahwa faktor personal internal yang juga sangat berperan dalam pencapaian prestasi akademik adalah efikasi diri dan harapan-harapan. Goleman (2001) berpendapat bahwa faktor internal yang sangat berperan dalam pencapaian prestasi akademik adalah kecerdasan emosional. Dari beberapa faktor personal internal tersebut yang dipilih sebagai variabel dalam penelitian ini adalah faktorfaktor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap prestasi akademik ditinjau dari dasar teori dan koefisien korelasinya. Faktor-faktor tersebut adalah : (1) inteligensi, (2) efikasi diri, dan (3) kecerdasan emosional.

9 9 Menurut Nick (2007) inteligensi dapat menjadi prediktor terhadap berbagai prestasi dalam kehidupan sehari-hari, salah satu peran inteligensi yang sangat meyakinkan adalah dalam pencapaian prestasi akademik. Inteligensi merupakan prediktor terbaik untuk prestasi di sekolah. Koefisien korelasi antara skor IQ dengan prestasi di sekolah adalah sekitar 0,50, itu berarti IQ menjelaskan sekitar 25% dari hasil ujian yang diperoleh oleh seorang siswa, 75% sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain. Sejalan dengan pendapat Nick, penelitian Alsa & Bachroni (1981) menunjukkan ada korelasi yang sangat meyakinkan antara inteligensi dengan prestasi belajar. Sementara itu penelitian Hadjam (1985) terhadap pelajar SMA kelas 2 juga menunjukkan ada korelasi antara inteligensi dengan prestasi belajar. Begitu juga penelitian Rustam (1988) terhadap siswasiswa Sekolah Dasar juga menunjukkan ada korelasi antara inteligensi dengan prestasi belajar. Makuling (1993) dalam peneltiannya terhadap mahasiswa FKIP juga menunjukkan ada korelasi antara inteligensi dengan prestasi belajar. Begitu juga penelitian terhadap pelajar SMK yang dilakukan Riatmadewita (2002) menunjukkan ada korelasi antara inteligensi dengan prestasi belajar bidang studi dasar keteknikan. Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat disebutkan bahwa inteligensi berperan dalam pencapaian prestasi akademik. Bandura (1997) mengemukakan bahwa kemampuan mengarahkan berbagai potensi dan dorongan yang ada dalam diri sangat berkaitan dengan efikasi diri, yaitu keyakinan mampu mengorganisir, dan keyakinan mampu melakukan tindakan yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Orang yang memiliki taraf efikasi diri tinggi akan mampu menggunakan potensi dirinya secara optimal, sehingga dalam proses pendidikan akan mampu mengaktualisasikan potensi diri menjadi prestasi yang tinggi. Sejalan dengan pendapat Bandura tersebut, banyak peneliti melakukan penelitian mengenai peran efikasi diri

10 10 terhadap pencapaian prestasi, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Pajares & Miller (1994), hasilnya menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi matematika. Begitu juga penelitian Dimyati (2000) menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi polo air. Sejalan dengan itu penelitian Chemers, Hu, & Garcia (2001) juga menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi mahasiswa di tahun pertama. Penelitian Vancouver, Thompson, & Williams (2001) menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi kerja. Penelitan Bell & Kozlowski (2002) juga menunjukkan hasil serupa yaitu ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi kerja. Penelitian Lane, Lane, & Cockerton (2003) menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi. Penelitian Pietsch, Walker, & Chapman (2003) menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi matematika. Penelitian Brown, Jones, & Leigh (2005) menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi. Penelitian Porter (2005) menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi kerja. Penelitian Vancouver, More, & Yoder (2008) menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi kerja. Penelitian Rahimi & Abedini (2009) menunjukkan ada korelasi antara efikasi diri dengan prestasi listening. Meta analisis yang dilakukan oleh Rustika (2009) terhadap sebelas penelitian empiris menunjukkan hasil r = 0,470. sehingga dapat disebutkan bahwa efikasi diri berperan dalam pencapaian prestasi akademik. Goleman (2001) mengemukakan bahwa orang yang memiliki taraf kecerdasan emosional tinggi akan lebih mampu menggunakan potensi dirinya secara optimal dalam proses pendidikan karena ia mampu mengenali dan mengendalikan gejolak emosinya dengan baik serta mempunyai dorongan berprestasi yang tinggi, sehingga prestasi akademik yang dicapai akan lebih tinggi. Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan keterkaitan antara

11 11 kecerdasan emosional dengan prestasi akademik adalah penelitian Marquez, Martin, & Brackettt (2006) yang menunjukkan ada korelasi antara kecerdasan emosional dengan prestasi akademik. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Hassan, Sulaiman, & Ishak (2009) menunjukkan ada korelasi antara kecerdasan emosional dengan prestasi akademik. Penelitian Pishghadam (2009) menunjukkan ada korelasi antara kecerdasan emosional dengan prestasi akademik. Penelitian Bradberry & Su (2006) mengenai hubungan antara beberapa aspek dalam kecerdasan emosional dengan prestasi kerja menunjukkan hasil sebagai berikut : ada korelasi positif antara kesadaran diri dengan prestasi kerja; ada korelasi positif antara pengaturan diri dengan prestasi kerja; ada korelasi positif antara pengaturan hubungan dengan prestasi kerja. Penelitian Aryani (2007) juga menunjukkan ada korelasi positif antara kecerdasan emosional dengan prestasi. Sejalan dengan itu penelitian Risma (2005) menunjukkan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dari apa yang telah dikemukakan dapat disebutkan bahwa kecerdasan emosional berperan dalam pencapaian prestasi akademik. Dari apa yang telah dikemukakan maka dapat disebutkan bahwa ketiga faktor internal yang telah disebutkan yaitu : Inteligensi, efikasi diri dan kecerdasan emosional merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan proses internal dalam pencapaian prestasi akademik. Stimulus dari luar yang berupa model, reinforcement dan hukuman akan dapat diproses menjadi informasi yang positif apabila ketiga faktor tersebut mendukung. Menurut Bandura (1997) taraf efikasi diri seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan memahami hubungan sebab akibat atau taraf inteligensi. Penelitian Kumar & Lal (2006) terhadap 200 remaja menunjukkan ada perbedaan taraf inteligensi antara orang yang memiliki taraf efikasi diri tinggi dengan orang

12 12 yang memiliki taraf efikasi diri rendah (orang yang memiliki taraf efikasi diri tinggi taraf inteligensinya lebih tinggi dibandingkan dengan orang memiliki taraf efikasi diri rendah). Disamping ditentukan oleh taraf inteligensi, taraf efikasi diri juga ditentukan oleh kemampuan mengenali kelebihan dan kekurangan diri secara cermat atau kecerdasan emosional. Hasil penelitian Fabio & Palazzeschi (2008) menunjukkan ada korelasi positif antara kecerdasan emosional dengan efikasi diri. Begitu juga penelitian Villanueva & Sanches (2007) menunjukkan hasil ada korelasi yang sangat meyakinkan antara kecerdasan emosional dengan efikasi kepemimpinan. Sejalan dengan itu, penelitian Marquez, Martin, & Brackett (2006) terhadap pelajar SMA menunjukkan ada korelasi antara kecerdasan emosional dengan kepercayaan diri. Begitu juga penelitian Shah & Thingujam (2008) menunjukkan penilaian terhadap emosi diri (kesadaran diri) berkorelasi positif dengan perencanaan pemecahan masalah (efikasi diri). Dari hasil-hasil penelitian yang telah dikemukakan maka dapat disebutkan bahwa inteligensi dan kecerdasan emosional mempunyai peran yang besar terhadap perkembangan efikasi diri. Dalam kaitannya dengan stimulus lingkungan yang mempunyai peran besar terhadap perubahan faktor internal (efikasi diri dan kecerdasan emosional), Darling (1999) mengemukakan bahwa pola asuh autoritatif paling banyak memberikan dampak positif terhadap perkembangan kepribadian anak karena adanya keseimbangan antara tuntutan terhadap anak supaya menjadi anak yang patuh terhadap aturan dan penghargaan terhadap anak supaya menjadi individu yang dihormati. Perkembangan efikasi diri akan sangat dipengaruhi oleh pola asuh autoritatif karena faktor-faktor yang memacu perkembangan efikasi diri (pengalaman berhasil, model-model yang dilihat, persuasi verbal dari orang lain, serta perubahan fisiologis dan suasana hati) dapat dibangkitkan atau disajikan

13 13 oleh pola asuh ini. Hasil penelitian Taris & Semin (1998) terhadap 253 remaja menunjukkan ada korelasi positif antara pengasuhan care/involvement (autoritatif) dengan efikasi diri. Begitu juga penelitian Wulansari (2002) terhadap 101 mahasiswa menunjukkan hasil ada korelasi positif antara persepsi terhadap pola asuh autoritatif orang tua dengan efikasi diri. Pola asuh autoritatif disamping berpengaruh terhadap perkembangan efikasi diri juga berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan emosional. Pemberian kasih sayang dan penerapan disiplin yang dilakukan oleh orang tua autoritatif akan memacu perkembangan aspek-aspek kecerdasan emosional (kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial). Penelitian Tendean (2001) menunjukkan ada korelasi positif antara persepsi pola asuh orang tua demokratis (autoritatif) dengan kecerdasan emosional. Dari hasil penelitian yang telah ditunjukkan serta teori yang melatar-belakanginya maka dapat disebutkan bahwa pola asuh autoritatif berpengaruh terhadap perkembangan efikasi diri dan kecerdasan emosional. B. Rumusan Permasalahan Pencapaian prestasi akademik yang tinggi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan remaja. Model teoritis yang menunjukkan faktorfaktor yang berperan dalam pencapaian prestasi akademik merupakan jawaban dari pertanyaan: mengapa ada remaja yang mampu mencapai prestasi akademik yang tinggi sedangkan yang lainnya tidak?. Dengan demikian yang perlu dicari jawabannya adalah: apakah model teoritis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik pada remaja yang disusun berdasarkan teori kognitif sosial yang menempatkan pola asuh autoritatif sebagai faktor

14 14 stimulus, inteligensi faktor g, efikasi diri, dan kecerdasan emosional sebagai faktor proses internal, dan prestasi akademik sebagai faktor tingkah laku sesuai dengan data empiris? Rincian permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh inteligensi faktor g, efikasi diri, dan kecerdasan emosional terhadap prestasi akademik? 2. Bagaimana pengaruh inteligensi faktor g dan kecerdasan emosional terhadap efikasi diri?. 3. Bagaimana pengaruh pola asuh autoritatif terhadap efikasi diri dan kecerdasan emosional? C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah membuktikan model teoritis yang diajukan sesuai dengan data empiris, sehingga mampu menjadi jawaban atas pertanyaan faktor-faktor apa yang menentukan pencapaian prestasi akademik?. 2. Manfaat Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan teoritis kepada ilmu pengetahuan khususnya kepada teori kognitif sosial tentang model teoritis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik pada remaja, Dalam teori kognitif sosial belum pernah dikemukakan tentang peran pola asuh autoritatif sebagai faktor stimulus dalam menentukan pencapaian prestasi akademik pembelajar, hanya dikemukakan tentang besarnya peran model yang

15 15 diamati oleh pembelajar serta peran reinforcement dan hukuman dalam pencapaian prestasi akademik. Hasil analisis data dalam penelitian ini akan bermanfaat untuk menunjukkan bagaimana peran pola asuh autoritatif dalam teori kognitif sosial, bagaimana pola asuh autoritatif berperan sebagai faktor stimulus mempengaruhi proses internal seseorang dalam pencapaian prestasi akademik. Secara rinci hasil analisis data akan menunjukkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung pola asuh autoritatif terhadap efikasi diri, serta pengaruh langsung pola asuh autoritatif terhadap kecerdasan emosional. Peran efikasi diri sebagai faktor proses internal dalam pencapaian prestasi akademik telah dikemukakan dalam teori kognitif sosial, hanya belum dikemukakan peran inteligensi faktor g dan kecerdasan emosional sebagai faktor proses internal dalam pencapaian prestasi akademik. Hasil analisis data dari penelitian ini akan bermanfaat menunjukkan peran inteligensi faktor g, efikasi diri dan kecerdasan emosional sebagai aspek mental yang menjembatani (proses internal) antara stimulus (pola asuh autoritatif) dengan perubahan tingkah laku (pencapaian prestasi akademik). Hasil analisis data akan menunjukkan bagaimana pengaruh langsung efikasi diri terhadap prestasi akademik, pengaruh langsung dan tidak langsung inteligensi faktor g terhadap prestasi akademik, serta pengaruh langsung dan tidak langsung kecerdasan emosional terhadap prestasi akademik. D. Keaslian Penelitian Dari penelusuran penulis terhadap hasil-hasil penelitian, baik hasil penelitian yang disimpan di perpustakaan maupun hasil penelitian yang dipublikasikan melalui jurnal di internet dan jurnal yang dicetak, penulis belum

16 16 menemukan penelitian yang mengkaji pola asuh autoritatif dan inteligensi sebagai variabel exogenous dan variabel efikasi diri, kecerdasan emosional dan prestasi akademik sebagai variabel endogenous. Pada penelitian-penelitian sebelumnya yang banyak dilakukan adalah menghubungkan inteligensi dengan prestasi belajar, seperti penelitian yang dilakukan oleh Alsa & Bachroni (1981); Hadjam (1985); Rustam (1988); Makuling (1993); Riatmadewita (2002). Dalam penelitian ini disamping diamati pengaruh langsung inteligensi terhadap prestasi akademik juga diamati pengaruh inteligensi terhadap prestasi akademik melalui efikasi diri. Peran efikasi diri terhadap pencapaian prestasi sudah banyak diteliti, seperti penelitian yang dilakukan oleh Pajares & Miller (1994); Dimyati (2000); Chemers et al. (2001); Vancouver et al. (2001); Bell & Kozlowski (2002); Lane et al. (2003); Pietsch et al. (2003); Brown et al. (2005); Porter (2005); Vancouver et al. (2008); Rahimi & Abedini (2009). Dalam penelitian-penelitian yang telah dilakukan kebanyakan menghubungkan langsung antara efikasi diri dengan prestasi, dalam penelitian ini efikasi diri diposisikan sebagai variabel yang menjembatani antara variabel pola asuh autoritatif dengan prestasi akademik, sebagai variabel yang menjembatani antara variabel inteligensi dengan variabel prestasi akademik, sebagai variabel yang menjembatani antara variabel kecerdasan emosional dengan prestasi akademik. Penelitian mengenai kecerdasan emosional telah banyak dilakukan, penelitian-penelitian yang telah dilakukan lebih banyak mengkaji pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi secara langsung, seperti penelitian yang dilakukan oleh Hassan, Sulaiman, & Ishak (2009); Bar-On (2010); Pishghadam (2009); Zee, Thijs, & Schakel (2002); Mestre, Guil, Lopes, Salovey, & Olarte (2006); Bradberry & Su (2006). Dalam penelitian ini, disamping diamati

17 17 pengaruh langsung kecerdasan emosional terhadap prestasi akademik, juga diamati pengaruhnya terhadap prestasi akademik melalui efikasi diri. Peran pola asuh autoritatif terhadap prestasi juga telah banyak diteliti, penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak menghubungkan antara pola asuh autoritatif dengan prestasi secara langsung, seperti penelitian Garg, Levin, Urajnik, & Kauppi (2005); Chao, (2001); Martinez & Garcia (2008); Kim & Chung (2003); Steinberg, Eisengart, & Cauffman (2006). Dalam penelitian ini pengaruh pola asuh autoritatif terhadap prestasi akademik dijembatani oleh efikasi diri dan kecerdasan emosional. Pada penelitian ini kelima variabel dikaji secara simultan, hal inilah yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian-penelitian sebelumnya analisis data dilakukan secara sendiri-sendiri (tidak simultan). Disamping itu, dalam penelitian-penelitian sebelumnya belum pernah ada penelitian yang memposisikan variabel pola asuh autoritatif dan variabel inteligensi sebagai variabel exogenous dan variabel efikasi diri, kecerdasan emosional dan prestasi akademik sebagai variabel endogenous

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan bergantung kepada orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan merupakan kunci dari masa depan manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h. 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h. 12) menyatakan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Belajar merupakan masalah bagi setiap orang, dan tidak mengenal usia dan waktu lebih-lebih bagi pelajar, karena masalah belajar tidak dapat lepas dari dirinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan olahraga yang dilakukan dengan benar sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, olahraga tidak hanya dijadikan sebagai salah satu kegiatan untuk menyalurkan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai gencar mengembangkan pengadaan Kelas Khusus Olahraga (KKO) atau disebut pula dengan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbincangan mengenai rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bukanlah hal

BAB I PENDAHULUAN. Perbincangan mengenai rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bukanlah hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbincangan mengenai rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan. menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan. menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan berlatih untuk bekerja sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang hubungan kematangan emosi dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP NEGERI IX

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang hubungan kematangan emosi dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP NEGERI IX BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian ini berbentuk skor yang diperoleh dari alat ukur berupa angket tentang hubungan kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang semakin pesat membuat para siswa dituntut untuk menjadi lebih mandiri. Siswa harus dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat umum mengenal intelligence sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk memecahkan problem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendidik anak dengan penuh kasih sayang adalah menjadi tanggung jawab orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa globalisasi sa at ini, anak akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu periode perkembangan yang penting, dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock (1980:206) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai meninggalkan ketergantungannya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya agar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Negeri Se-Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Negeri Se-Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan keaktifan mengikuti kegiatan organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan kemandirian belajar dengan prestasi belajar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Kesiapan Kerja 2.1.1 Pengertian kesiapan kerja Menurut Anoraga (2009) kerja merupakan bagian yang paling mendasar atau esensial dari kehidupan manusia. Sebagai bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan berperan penting bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara. Undang-Undang Nomor 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas. Adapun belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya manusia. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa 114 BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Sesuai analisa data penelitian diperoleh bahwa minat belajar siswa mempunyai pengaruh secara parsial sebesar 0.608 atau 60.80%

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelompok remaja merujuk pada kelompok individu yang berada dalam kisaran usia 12-21 tahun. Kata remaja berasal dari bahasa Latin yang berarti kematangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas dalam setiap tahap perkembangannya. Remaja tidak terlepas dari tahapan demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan. Di kalangan pelajar khususnya pelajar SMP problema sosial moral ini dicirikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia perlu adanya hubungan yang baik antar sesamanya. Manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia merupakan makhluk sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk kemajuan pembangunan bangsa dan negara, karena anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sesuai dengan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 No.1, yang berbunyi: Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melaju dengan pesat, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melaju dengan pesat, untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melaju dengan pesat, untuk menghadapi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan efisiensi, bersikap mental dan berwawasan (Wiratno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dan efisiensi, bersikap mental dan berwawasan (Wiratno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu isue dalam menghadapi era globalisasi, baik persiapan jangka pendek sesuai AFTA 2003 maupun persiapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat mengelola emosionalnya. Kecerdasan

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai faktor penentu tercapainya tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa (Passer & Smith, 2008). Fase remaja menunjukkan perkembangan transisional yang pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada faktor-faktor penyebab stress yang semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada faktor-faktor penyebab stress yang semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa-masa sekarang ini, siswa di seluruh dunia semakin banyak dihadapkan pada faktor-faktor penyebab stress yang semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja, dalam hal ini pelajar dipandang sebagai generasi muda yang memegang peranan penting sebagai generasi penerus dalam pembangunan masyarakat, bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu mengalami perubahan sepanjang kehidupan yakni sejak dalam kandungan sampai meninggal. Fase-fase perkembangan yang terjadi hampir bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat persaingan yang semakin ketat dalam bidang jasa, terutama jasa psikologi. Masyarakat psikologi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tingkat pekerjaan yang sesuai. Serta mengimplementasikan pilihan karir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tingkat pekerjaan yang sesuai. Serta mengimplementasikan pilihan karir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempersiapkan masa depan, terutama karir merupakan salah satu tugas remaja dalam tahap perkembangannya (Havighurst, dikutip Hurlock, 1999). Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci