BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan Iklim Yang dimaksud dengan mitigasi perubahan iklim adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim. Sedangkan adaptasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dilaksanakan di 2 (dua) Wilayah Adat, yakni Lapago dan Saereri antara lain: [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 7

2 Tabel 2. Matrik kegiatan Mitigasi dan Adaptasi pada 2 (dua) Wilayah Adat : No Nama Kegiatan Kab/Kota, Distrik Kampung Titik Koordinat Luasan Lahan Nama Kelompok/ Ketua Jumlah Bantuan (Rp.) 1 Pengembangan Tanaman Buah Merah Kab. Tolikara Distrik Kembu Wulinaga dan Kabori S = E = Ha Kembu Enik Eruwok Pdt. Naftaly Weya , Pengembangan Tanaman Buah Merah Pengembangan Tanaman Mangrove Kab. Yahukimo Distrik Dekai Kab. Biak Numfor Distrik Biak Timur Tomon II Yenusi S = E = S = E = Ha Walhuck Yanus Asso 35 Ha Korpamber Yohanes Rumpaidus , ,00 4 Pengembangan Tanaman Mangrove Kab. Supiori Supiori Selatan Biniki S = E = Ha Sarwom Benard Wanma ,00 5 Pengembangan Tanaman Kopi Kab. Peg. Bintang Distrik Seram Bakom Yapimakot -- 1 Ha Alut Bakon Petrus Singleki ,00 Sumber: Hasil kegiatan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua, 2014 [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 8

3 Sebagaimana apa yang diuraikan pada matrik kegiatan Mitigasi dan Adaptasi perubahan iklim C diatas, jumlah pagu dana untuk menunjang kegiatan ini besar Rp ,00 (dua ratus delapan puluh delapan juta lima ratus lima puluh ribu rupiah). Dari jumlah pagu dana tersebut, realisasi keuangan sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 sebesar Rp ,00 (dua ratus enam puluh sembilan juta delapan ratus empat belas ribu lima ratus rupiah) atau 93,51%, sementara realisasi fisik sebesar 100%. Hasil kegiatan pada Matrik tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut: Budidaya Buah Merah a. Kabupaten Tolikara Kabupaten Tolikara meliputi Distrik Kembu 1 kelompok; adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat dalam pengembangan buah merah Pandanus conoideus, Lam adalah: 1. Melakukan sosialisasi kepada kelompok masyarakat adat untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok; 5. Pelaksana lapangan: Jainal Maruapey, ST, M.Si dan Steveson Ronald Kayoi,S.Si. Peta lokasi penanaman buah merah di Distrik Kembu kabupaten Tolikara pada gambar 1 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 2 [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 9

4 Gambar 1. Peta Lokasi Penanaman Buah Merah di Distrik Kembu [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 10

5 Dokumentasi Lapangan di Distrik Kembu Kabupaten Tolikara. Penyerahan Bantuan melalui BLH Tolikara Penyerahan bantuan kepada masyarakat Lokasi penanaman buah merah (Lokasi 1 di Kampung Wulinaga) Papan informasi kelompok (Lokasi 2 di Kampung Kabori) Gambar 2. Dokumentasi Penanaman Buah Merah di Distrik Kembu [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 11

6 b. Kabupaten Yahukimo Kabupaten Yahukimo meliputi Distrik Dekai 1 kelompok; adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat dalam pengembangan buah merah Pandanus conoideus, Lam adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengar tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok; 5. Pelaksana lapangan : Yopi Amos Bonay, ST. dan Yulius Tiranda. Peta lokasi penanaman buah merah di Distrik Dekai kabupaten Yahukimo pada gambar 3 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 4 [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 12

7 Gambar 3. Peta Lokasi Penanaman Buah Merah Distrik Dekai [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 13

8 Dokumentasi lapangan di Distrik Dekai Kabupaten Yahukimo Sosialisasi ke masyarakat Bibit buah merah Lokasi penanaman buah merah Papan informasi kelompok Gambar 4. Dokumentasi Penanaman Buah Merah Distrik Dekai [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 14

9 c. Kabupaten Pegunungan Bintang Kabupaten Pegunungan Bintang meliputi Distrik Serambakon 2 kelompok; adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat dalam pengembangan kopi Coffea arabica adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan lokasi penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok; 5. Pelaksana lapangan : Robert Junaidi, Amd dan Yafeth G.A. Watori,SP. Peta lokasi penanaman buah merah di Distrik Seram Bakon kabupaten Pegunungan Bintang pada gambar 1 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 2 Peta lokasi penanaman buah merah di Distrik Seram Bakon kabupaten Pegunungan Bintang pada gambar 5 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 6 [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 15

10 Nama Kampung : Yapimakot Luas : ± 1 ha Nama Kelompok : Alut Bakon Ketua Kelompok : Petrus Singleki Nama Kampung : Kabiding Luas : ± 2 ha Nama Kelompok : Atem Abol Gambar 5. Peta Lokasi Penanaman Kopi di Distrik Seram Bakon [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 16

11 Dokumentasi Lapangan di Distrik Seram Bakom Kabupaten Pegunungan Bintang Sosialisasi ke masyarakat Tanaman kopi muda Lokasi penanaman Papan informasi kelompok Kegiatan di Kampung Kabiding Sosialisasi ke masyarakat Tanaman kopi siap panen [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 17

12 Kelompok Atem Abol Pemeliharaan tanaman kopi Gambar 6. Dokumentasi Penanaman Kopi di Distrik Serambakon Kelompok Mangrove a. Kabupaten Biak Numfor Kabupaten Biak Numfor meliputi Distrik Biak Timur 1 kelompok; adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat dalam konservasi mangrove adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok; 5. Pelaksana lapangan : Elvis Franklin Suebu, ST dan Mariana Pattinama, S.Sos. Peta lokasi penanaman mangrove di Distrik Biak Timur kabupaten Biak Numfor pada gambar 7 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 8 [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 18

13 Gambar 7. Peta Lokasi Penanaman Mangrove Distrik Biak Timur [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 19

14 Dokumentasi lapangan di Distrik Biak Timur Kabupaten Biak Numfor Sosialisasi ke masyarakat Bibit mangrove (alami) Lokasi penanaman Papan informasi kelompok Gambar 8. Dokumentasi Penanaman Mangrove Distrik Biak Timur [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 20

15 b. Kabupaten Supiori Kabupaten Supiori meliputi Distrik Supiori Selatan 1 kelompok; adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat dalam konservasi mangrove adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok; 5. Pelaksana lapangan : Riwan Triono S.Hut. M.Si dan Indah Dwi Setyowati, ST Peta lokasi penanaman mangrove di Distrik Supiori Selatan kabupaten Supiori pada gambar 7 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 10. Gambar 9. Peta Lokasi Penanaman Mangrove di Distrik Supiori Selatan Dokumentasi lapangan di Distrik Supiori Selatan Kabupaten Supiori [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 21

16 Sosialisasi ke masyarakat Bibit mangrove Lokasi penanaman Papan informasi kelompok Gambar 10. Dokumentasi Penanaman Mangrove di Distrik Supiori Utara [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 22

17 3.1.3 Pembahasan Kampung Wulinaga/Kabori Distrik Kembu dan Kampung Tomon Distrik Dekai sebagai salah satu daerah budidaya buah merah Pandanus conoideus, Lam memiliki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan sebagai pilot project Proklim. Hal ini tidak terlepas dari asal muasal cerita rakyat akan penemuan buah merah sebagai makanan rakyat yang bergizi, yang diperoleh dari sebuah hasil tanaman hutan yang sejak semula orang takut untuk menyentuh apalagi memakannya. Buah merah merupakan salah satu kekayaan endemik masyarakat, yang mulai diarahkan untuk dibudidayakan di daerah lembah, bukit dan lereng pegunungan papua. Buah merah merupakan buah yang sangat istimewa dan terbukti berkhasiat untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat serta menjadi makanan tradisional rakyat. Buah merah dikategorikan sebagai buah super (super fruit) karena memiliki kandungan nutrisi yang bersifat antioksidan, yang mampu menangkal radikal bebas dan sekaligus berfungsi sebagai sumber provitamin A dan vitamin E, serta mengandung omega 3, 6 dan 9 belum ada tanaman lain tidak seistimewa buah merah. Sebagai buah super, buah merah telah dikembangkan oleh beberapa peneliti untuk menjadi obat dalam bentuk minyak ekstrak maupun kapsul, serta dalam bentuk produk olahan inovatif seperti juice minuman kesehatan, sabun, permen, shampoo, wine dan prosuk lainnya. Mengingat buah merah merupakan buah dengan khasiat ampuh yang juga merupakan produk kearifan lokal yang memiliki potensi bisnis menjanjikan, maka perlu dilakukan upaya-upaya mendasar untuk melakukan suatu konservasi budidaya dan sekaligus menangkap pasar baru, khususnya peningkatan ekonomi pendapatan masyarakat keratif papua. Pengembangan budidaya buah merah yang disatukan dengan konsep agrowisata Proklim memiliki manfaat yang sangat besar [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 23

18 bagi kelestarian lingkungan, ekonomi dan sosial budaya masyarakat lokal. Budidaya dan konservasi buah merah bermanfaat bagi dunia untuk mengurangi efek gas rumah kaca ( global warming ). Untuk kepentingan local, budidaya ini bermanfaat untuk mencegah erosi di lembah-lembah pegunungan. Budidaya buah merah juga dapat mempertahankan kesejukan dan menambah kesegaran udara di kampung. Dalam perspektif ekonomi, buah merah memiliki potensi meningkatkan ekonomi masyarakat local. Adanya suatu pola tanam tradisional untuk budidaya dan pengolahan minyak yang terstandar sangat diperlukan untuk mejamin mutu kualitas minyak yang dihasilkan. Penggabungan konsep budidaya melalui agrowisata proklim terintegrasi dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat yang dapat menjadi pemersatu masyarakat, dan meningkatkan interaksi sosial antara masyarakat lokal dengan para pengunjung wisatawan. Pengembangan agrowisata proklim terintegrasi ini akan dapat memunculkan berbagai usaha mikro kecil menengah ( UMKM ) baru yang akan menggerakkan roda perekonomian masyarakat Papua, mulai dari kampung dimana tanaman tersebut tumbuh. Hal ini akan mendorong tumbuhnya UMKM baru baik yang sejenis maupun yang lain. Teknik budidaya buah merah dapat mengarah pada terbentuknya Agrowisata Proklim sehingga pada akhirnya bisa diarahkan pada pengembangan Infrastruktur yang lebih memadai dan juga diarahkan pada pengembangan Ekowisata yang berbasis budaya. Konversi hutan mangrove secara besar - besaran yang dijadikan sebagai areal tambak, pemukiman, industri, pelabuhan, dan penebangan secara berlebihan untuk diambil kayunya telah menimbulkan dampat negatif yang sangat besar, khususnya pada wilayah pesisir dan pantai. Dampak negatif yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kerusakan lahan yang ada di wilayah pesisir, melainkan juga terhadap kerusakan ekosistem mangrove dan hutan pantai. Secara umum distribusi ekosistem mangrove banyak tersebar di wilayah pantai yang relatif landai dan banyak [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 24

19 bermuara sungai-sungai sehingga menciptakan habitat yang baik bagi pertumbuhan mangrove. Oleh sebab itu sabuk hijau ( green belt ) berupa hutan mangrove di daerah pesisir perlu direhabilitasi kembali sehingga fungsi ekologisnya dapat dikembalikan seperti sediakala atau menjadi lebih baik. Rehabilitasi mangrove adalah suatu kegiatan yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak sejak bertahun-tahun yang lalu, salah satunya adalah keikutsertaan masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove sebagai salah satu program kampung iklim dalam memperbaiki ekosistem pesisir dan pantai. Distrik Biak Timur Kampung Yenusi dan Distrik Supiori Selatan Kampung Biniki sebagai tempat konservasi mengrove. Secara ekologi kehadiran dari ekosistem mangrove memberikan manfaat yang sangat besar terhadap lingkungan di wilayah pesisir. Beberapa manfaat besar yang ditimbulkannnya seperti: 1. Menciptakan iklim mikro yang baik; 2. Mengendalikan abrasi pantai; 3. Mencegah instrusi air laut; 4. Memperbaiki kualitas air; 5. Meningkatkan produktivitas perairan pantai; 6. Sebagai habitat vital bagi pembesaran dan perlindungan ikan-ikan yang bernilai ekonomis penting di perairan pantai. Konservasi mangrove di Kampung Yenusi dengan luas ± 35 ha merupakan kelompok binaan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Biak Numfor. Nama Kelompok ini adalah Korpamber yang diketuai oleh Yohanes Rumpaidus beranggotakan ± 25 orang dengan aktifitas menjaga ekosistem mangrove dari kerusakan seperti menebang mangrove untuk bahan baku kayu arang dan bahan tiang rumah. Kelompok ini juga dibina oleh kepala kampung Yenusi sehingga dengan cara swadaya masyarakat lebih sadar untuk menjaga keberadaan ekosistem mangrove disekitar Kampung Yenusi. Berdasarkan pengamatan lapangan jenis - jenis mangrove yang tumbuh di sekitar Kampung Yenusi adalah [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 25

20 Bruguiera sp dan Xylocarpus sp. Dalam kelompok ini masyarakat mengambil bibit dari anakan alam. Sedangkan konservasi mangrove di Kampung Biniki luas ± 5 ha dengan nama kelompok Sorwam yang diketuai oleh Benard Wanma beranggotakan ± 15 orang merupakan kader konservasi binaan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Supiori. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan jenis mangrove yang tumbuh disekitar Kampung Biniki adalah jenis Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Rhizophora sp dan Nypa. Pengamatan ini berdasarkan akar Rhizophora sp adalah akar mangrove yang paling sering dilihat di wilayah pesisir, karena semenjak umur kurang lebih satu tahun, Rhizophora sp sudah bisa memperlihatkan akar tunjangnya yang bagaikan lengan gurita atau cakar ayam sehingga kita mudah sekali mengenalinya. Untuk kedua jenis mangrove lainnya, yaitu Bruguiera sp dan Xylocarpus sp, juga ditemukan di daerah ini dengan melihat akarnya yang sudah terdeteksi sebagai akar lutut dan akar papan, kedua jenis mangrove ini tumbuh beberapa tahun hingga telah menjadi pohon dewasa. Masyarakat mengambil buah dari jenis Bruguiera sp dan Rhizophora sp digunakan untuk bibit karena lebih tahan dan cepat tumbuh. Kelompok Sorwam melaksanakan pembibitan dengan menggunakan polibag dengan budidaya buah yang dikumpulkan dari alam. Jumlah ± bibit ditanam di pantai kampung lama yang rusak akibat bencana tsunami beberapa tahun yang lalu. Penanaman dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Pada saat ini masyarakat Kampung Biniki telah direlokasi ke arah utara atau lebih ke arah lereng bukit yang merupakan daerah aman dari tsunami. Namun beberapa masyarakat masih tinggal di kampung lama karena aktifitas ibadah gereja masih dilaksanakan di kampung lama. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 26

21 ekosistem mangrove untuk mencari ikan dan jenis kerang untuk dikonsumsi. Mangrove sebagai bagian ekosistem dari keseluruhan ekosistem pesisir tidak pernah berdiri sendiri, sebagaimana hakekatnya keberadaan seluruh alam ini. Sering terlupakan bahwa manusia merupakan bagian dari kehadiran suatu bentukan alam, yang justru memiliki pengaruh paling besar. Pada saat berbagai permasalahan lingkungan muncul dalam beberapa tahun terakhir ini, awalnya manusia lupa bahwa sumber permasalahan adalah manusia Pemberdayaan Institusi Kemasyarakatan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Pemberdayaan Institusi kemasyarakatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dilakukan di 10 Kabupaten dan 1 Kota. Kegiatan tersebut meliputi pemberian dana pembinaan secara tunai kepada 11 kelompok masyarakat masing - masing sebesar Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah), survey lapangan, pengambilan titik koordinatan lokasi kegiatan pemberdayaan dan pemasangan papan nama kelompok. Hasil capaian pelaksanaan kegiatan tersebut dapat dilihat pada matrik kegiatan dibawah ini: [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 27

22 Tabel 3. Matrik Kegiatan Institusi Kemasyarakatan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. No Nama Kegiatan Kab/Kota, Distrik Kampung Titik Koordinat Luasan Lahan Nama Kelompok/Ketua 1 2 Pembinaan Kelompok Masyarakat Adat dalam Penyelamatan Pantai dengan Penanaman Mangrove Pembinaan Kelompok Masyarakat Adat Dalam Penyelamatan Pohon Sagu Waropen Distrik Risei Sayati Mimika Distrik Mimika Timur Nabire Distrik Teluk Kimi Biak Numfor Distrik Oridek Supiori Distrik Kep. Aruri Kota Jayapura Jayapura Utara Waropen Waropen Bawah Kabupaten Jayapura Sentani Timur Segha S = ,8 E = Pigapu S = [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 28 E = Waharia S = E = Tanjung Barari S = E = Ineki S = E = Kayu Batu S = ' E = ' Sawara Jaya S = E = Ha Somiri Karolis Wairara Jumlah Bantuan (Rp) ,00 2 Ha Mapurumane Sebastian Mapareyauw ,00 1 Ha Karang Taruna Huhia Charles Raige 20 Ha Faduru Rudolf Orboy 1 Ha Waisira Efradus Korwa 1 Ha Kelompok Peduli Mangrove Kayu Batu Salmon Makanuay 2 Ha Sabeta Arnold Kaibai , , , , ,00 Asei Besar S = E= Ha Grapeling Clief Ohee ,00

23 3 4 Pembinaan Kelompok Masyarakat Adat Dalam Penyelamatan KEHATI (Gaharu) Pembinaan Kelompok Masyarakat Adat Dalam Penyelamatan KEHATI (Buah Merah) Biak Numfor Warsa Jayawijaya Usilimo Memberamo Tengah Kelila Amoi/Imbari S = E = Wosiana S = E = Odulumo S = E = Odulumo S = E = Kinrok S = E = Ha Kelompok Tani Hutan Sadar Sendiri John Wompere 3 Ha Elagaima Kuntarias Walela 2 Ha Odulumo Sumanus Mabe 2 Ha Walalimo Walikius Walela 5 Ha Kelompok Tani Tawi Yumbunik Pdt. Fredrik Jikwa , , , , ,00 Sumber: Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua, 2014 [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 29

24 Sebagaimana apa yang diuraikan pada matrik kegiatan pemberdayaan institusi kemasyarakatan dalam pengelolaan lingkungan hidup diatas, jumlah pagu dana untuk menunjang kegiatan ini besar Rp ,00 (lima ratus enam juta sembilan ratus lima belas ribu dua ratus rupiah). Dari jumlah pagu dana tersebut, realisasi keuangan sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 sebesar Rp ,00 (lima ratus satu juta tiga ratus lima belas ribu dua ratus rupiah) atau %, sementara realisasi fisik sebesar 100%. Hasil kegiatan pada matrik tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut: A. Pembinaan Kelompok Masyarakat Adat Penyelamatan Pantai dengan Penanaman Mangrove 1. Kabupaten Waropen Kabupaten Waropen meliputi Distrik Risei Sayati 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana lapangan : Irian Andarias Prawar, ST dan Johanis Dominggus Imbiri, SE Peta lokasi penanaman mangrove di Distrik Risei Sayati kabupaten Waropen pada gambar 11 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 12. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 30

25 Kampung : Segha Luas : ± 1 Ha Koordinat : S = 2 14'15.8'' E = Nama Kelompok : Somiri Ketua Kelompok : Karolis Wairara Gambar 11. Peta Lokasi Penanaman Mangrove di Distrik Risei Sayati [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 31

26 Dokumentasi lapangan di Distrik Risei Sayati Kabupaten Waropen Pemasangan Papan Nama Kelompok Penanaman Bibit dengan kelompok Penyerahan Bantuan Penandatanganan Berita Acara Gambar 12. Dokumentasi Penanaman Mangrove di Distrik Risei Sayati [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 32

27 2. Kabupaten Mimika Kabupaten Mimika meliputi Distrik Mimika Timur 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana lapangan : Jainal Maruapey, ST, M.Si dan Rafles Haruway, S.Sos, M.Si Peta lokasi penanaman mangrove di Distrik Mimika Timur kabupaten Mimika pada gambar 13 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 14. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 33

28 Gambar 13. Peta Lokasi Penanaman Mangrove di Distrik Mimika Timur [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 34

29 Dokumentasi lapangan di Distrik Mimika Timur Kabupaten Mimika Diskusi dengan kelompok masyarakat Penanaman Bibit dengan kelompok Penyerahan Bantuan Papan Nama Kelompok Gambar 14. Dokumentasi Penanaman Mangrove di Distrik Mimika Timur [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 35

30 3. Kabupaten Nabire Kabupaten Nabire meliputi Distrik Teluk Kimi 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat dalam adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana lapangan : Sri Hendrika Renyaan dan Stenly. O. Leatemia. Peta lokasi penanaman mangrove di Distrik Teluk Kimi kabupaten Nabire pada gambar 15 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 16. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 36

31 Gambar 15. Peta Lokasi Penanaman Mangrove di Distrik Teluk Kimi [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 37

32 Dokumentasi lapangan di Distrik Teluk Kimi Kabupaten Nabire Lokasi penenaman kelompok Pemasangan papan Nama Kelompok Penyerahan Bantuan kelompok masyarakat Penandatanganan Berita Acara Gambar 16. Dokumentasi Penanaman Mangrove di Distrik Teluk Kimi [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 38

33 4. Kabupaten Biak Numfor Kabupaten Biak Numfor meliputi Distrik Oridek 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat dalam adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana lapangan : Margaretha sermumes, S.Hut dan Indah Dwi Setyowati, ST Peta lokasi penanaman mangrove di Distrik Oridek kabupaten Biak Numfor pada gambar 17 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 18. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 39

34 Kampung; Tanjung Barari Luas : ± 20 Ha Koordinat : S = ' E = ' Nama Kelompok : Faduru Ketua Kelompok : Rudolf Orboy Gambar 17. Peta Lokasi Penanaman Mangrove di Distrik Oridek [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 40

35 Dokumentasi lapangan di Distrik Oridek Kabupaten Biak Numfor Papan Nama kelompok masyarakat Penanaman Bibit dengan kelompok Penyerahan Bantuan Penandatanganan Berita Acara Gambar 18. Dokumentasi Penanaman Mangrove di Distrik Oridek [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 41

36 5. Kabupaten Supiori Kabupaten Supiori meliputi Distrik Kepulauan Aruri 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana lapangan : Nurdian Wahyuni, ST dan Rimba Peta lokasi penanaman mangrove di Distrik Kepulauan Aruri kabupaten Supiori pada gambar 17 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 18. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 42

37 Gambar 17. Peta Lokasi Penanaman Mangrove di Distrik Kepulauan Aruri [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 43

38 Dokumentasi lapangan di Distrik Kepulauan Aruri Kabupaten Supiori Papan Nama kelompok masyarakat Bibit tanaman yang akan ditanam Penyerahan Bantuan Penandatanganan Berita Acara Gambar 18. Dokumentasi Penanaman Mangrove di Distrik Kepulauan Aruri [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 44

39 6. Kota Jayapura Kota Jayapura meliputi Distrik Jayapura Utara 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana lapangan : Jainal Maruapey, ST, M.Si, Yanne Frida Worabay, SE, M.Si Peta lokasi penanaman mangrove di Distrik Jayapura Utara Kota Jayapura pada gambar 19 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 20. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 45

40 Kampung : Kayu Batu Luas : ± 1 Ha Koordinat : S = E = Nama Kelompok : Peduli Mangrove Kayu Batu Ketua Kelompok : Salmon Makanuay Gambar 19. Peta Lokasi Penanaman Mangrove di Distrik Jayapura Utara [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 46

41 Dokumentasi lapangan di Distrik Jayapura Utara Kota Jayapura Papan Nama kelompok masyarakat Lokasi penanaman kelompok masyarakat Penanaman bersama kelompok masyarakat Penyerahan Bantuan Gambar 20. Dokumentasi Penanaman Mangrove di Distrik Jayapura Utara [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 47

42 B. Pembinaan Kelompok Masyarakat Adat Dalam Penyelamatan Pohon Sagu 1. Kabupaten Waropen Kabupaten Waropen meliputi Distrik Waropen Bawah 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana Lapangan : Melkisedek Wamea, SH dan Ferry Adrian Majid Peta lokasi penanaman pohon sagu di Distrik Waropen Bawah Kabupaten Waropen pada gambar 23 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 24. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 48

43 Gambar 23. Peta Lokasi Penanaman Sagu di Distrik Waropen Bawah [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 49

44 Dokumentasi lapangan di Distrik Waropen Bawah Kabupaten Waropen Papan Nama kelompok masyarakat Bibit tanaman yang akan ditanam Penyerahan Bantuan Penandatanganan Berita Acara Gambar 24. Dokumentasi Penanaman Sagu di Distrik Waropen Bawah [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 50

45 1. Kabupaten Jayapura Kabupaten Jayapura meliputi Distrik Sentani Timur 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana lapangan : Jainal Maruapey, ST, M.Si, dan Lina Amamehi, SE Peta lokasi penanaman pohon sagu di Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura pada gambar 23 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 24. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 51

46 Kampung : Asei Besar Luas : ± 20 Ha Koordinat : S = ' E = ' Nama Kelompok : Grapeling Ketua Kelompok : Clief Ohee Gambar 23. Peta Lokasi Penanaman Sagu di Distrik Sentani Timur [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 52

47 Dokumentasi lapangan di Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura Diskusi dengan Kelompok masyarakat Bibit tanaman yang akan ditanam Penyerahan Bantuan Penandatanganan Berita Acara Gambar 24. Dokumentasi Penanaman Sagu di Distrik Sentani Timur [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 53

48 C. Pembinaan Kelompok Masyarakat Adat Dalam Penyelamatan KEHATI (Gaharu dan Buah Merah) a. Gaharu 1. Kabupaten Biak Numfor Kabupaten Biak Numfor meliputi Distrik Warsa 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana lapngan : Margaretha Sermumes, S.Hut, M.Eng dan Robert A.Djunaidi, Amd Peta lokasi penanaman pohon gaharu di Distrik Warsa Kabupaten Biak Numfor pada gambar 25 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 26. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 54

49 Kampung; Amoi Luas : ± 9 Ha Koordinat : S = ' E = ' Nama Kelompok : Kel. tani Hutan Sadar Sendiri Ketua Kelompok : John Wompere Gambar 25. Peta Lokasi Penanaman Gaharu di Distrik Warsa [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 55

50 Dokumentasi lapangan di Distrik Warsa Kabupaten Biak Numfor Koordinasi dengan BLH Kabupaten Biak Numfor Pemasangan Papan Nama Kelompok Area Pembibitan Gaharu Penanaman Bibit gaharu Penyerahan Dana Pembinaan oleh Plt. Bupati Biak Penandatangan Berita Acara Oleh Ketua Kelompok Gambar 26. Peta Lokasi Penanaman Gaharu di Distrik Warsa [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 56

51 b. Buah Merah 1. Kabupaten Jayawijaya Kabupaten Jayawijaya meliputi Distrik Usilimo 3 kelompok; adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana lapngan : Jainal Maruapey, ST, M.Si; Ir. Frans Linthin; Robert A. Djunaidi, Amd; Rafles Haruway, S.Sos, M.Si Peta lokasi penanaman buah merah di Distrik Usilimo Kabupaten Jayawijaya pada gambar 27 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 28. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 57

52 Gambar 27. Peta Lokasi Penanaman Buah Merah di Distrik Usilimo [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 58

53 Dokumentasi lapangan di Distrik Usilimo Kabupaten Jayawijaya Papan nama Kelompok Elagaima Penanaman Bibit buah merah Penyerahan Bantuan kepada Kelompok Elagaima Penandatanganan Berita Acara Diskusi dengan kelompok Odulumo Pemasangan Papan Nama Kelompok [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 59

54 Penanaman Bibit Buah Merah Pemberian Bantuan Pemberian Bantuan Pemasangan Papan Nama Kelompok Area Penanaman Bibit Buah Merah Penanaman Bibit Buah merah Gambar 28. Dokumentasi Penanaman Buah Merah di Distrik Usilimo [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 60

55 3. Kabupaten Mamberamo Tengah Kabupaten Mamberamo Tengah meliputi Distrik Kelila 1 kelompok, adapun kegiatan yang dilakukan untuk pemberdayaan kelompok masyarakat adalah: 1. Melakukan sosialisasi kelompok untuk menjelaskan maksud, tujuan dan mendengarkan tanggapan kelompok serta penyerahan bantuan uang pembinaan sebesar Rp ,00; 2. Melakukan ground chek lapangan; 3. Pengamatan pembibitan dan penanaman; 4. Pemasangan papan nama kelompok. 5. Pelaksana Lapangan : Jainal Maruapey, ST, M.Si dan Emmy Apreditha Wenda, ST Peta lokasi penanaman buah merah di Distrik Kelila Kabupaten Mamberamo Tengah pada gambar 29 dan dokumentasi kegiatan penanaman buah merah pada gambar 30. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 61

56 Kampung : Kinrok Luas : ± 5 Ha Koordinat : S = ' E = ' Nama Kelompok : Kel. Tani Tawi Yumbunik Ketua Kelompok : Pdt. Fredik Jikwa Gambar 29. Peta Lokasi Penanaman Buah Merah di Distrik Kelila [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 62

57 Dokumentasi lapangan di Distrik Kelila Kabupaten Mamberamo Tengah Pemasangan Papan Nama Kelompok Tani Tawi Yumbunik Area penanaman Kelompok Pemberian Bantuan Penandatangan Berita Acara Gambar 30. Dokumentasi Penanaman Buah Merah di Distrik Kelila [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 63

58 3.3. Pemberdayaan Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan Ekowisata Maksud kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi tentang Pengelolaan Ekowisata yang dilaksanakan oleh Masyarakat Adat di Kabupaten Intan Jaya, dan bertujuan : 1. Mendapatkan data dasar dan informasi bagi pemerintah daerah dalam upaya pengelolaan potensi ekowisata di Kabupaten/ kota Provinsi Papua; 2. Menigkatkan pemahaman masyarakat asli Papua terhadap potensi Ekowisata; 3. Mendorong dan meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan Ekowisata yang berkelanjutuan. Sasaran Kegiatan ini meliputi : Tersedianya data dan informasi potensi Ekowisata di Kabupaten Intan Jaya Provinsi Papua: 1. Tersedianya Sumber Daya Manusia yang berkualitas khususnya masyarakat asli Papua dalam pengelolaan Ekowisata di Papua (Wisata Petualang, Wisata Religi, Wisata Budaya, Pekan Wisata, serta sarana dan prasarana pendukungnya); 2. Terlaksananya pemberdayaan masyarakat asli Papua dalam pengelolaan Ekowisata di Provinsi Papua sebanyak 2 kelompok yaitu Kelompok Perempuan dan kelompok Pengembangan Pariwisata setempat. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 64

59 Sehingga memberi manfaat sebagai : 1. Acuan bagi Pemerintah Daerah untuk menyusun kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Potensi Sumber Daya Alam; 2. Media penyebaran informasi potensi Ekowisata bagi masyarakat dan dunia usaha; 3. Motivasi masyarakat adat dalam pengelolaan Ekowisata yang tangguh untuk peningkatan perekonomian masyarakat. Keluaran yang akan dihasilkan dari Kegiatan adalah: 1. Laporan akhir sebanyak 5 Buku; 2. Pemberdayaan Kelompok Ekowisata di Kabupaten Intan Jaya Provinsi Papua sebanyak 2 kelompok. Dokumentasi kegiatan lapangan di kabupaten Intan Jaya dapat dilihat pada gambar 31. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 65

60 Dokumentasi lapangan di Kabupaten Intan Jaya Diskusi dengan masyarakat di Kampung SUGAPA Kabupaten Intan Jaya Tim melakukan audensi dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Intan Jaya didamping oleh Kepala Bagian Pemerintahan dan Kepala Bagian Umum Kabupaten Intan Jaya [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 66

61 Tim berpose bersama dengan Bapak Petrus Tipagau dan Bapak Wilim Kobagau perwakilan masyarakat dari kampung Ugimba. Gambar 31. Dokumentasi Kegiatan Lapangan di kabupaten Intan Jaya Hambatan yang dialami dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah perubahan kondisi alam. hal ini menyebabkan tim tidak dapat mengambil gambar secar baik untuk kondisi pucak cartenz yang telah disepakati. hal lain yaitu perjalanan menuju kampung wisata ugimba memerlukan waktu kira-kira 12 jam dengan berjalan karena tidak ada kendaraan, selain itu, belum diselesaikannya rute jalan dari ibukota Sugapa menuju Kampung Ugimba serta tingginya harga transportasi dalam kota [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 67

62 3.4. Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Penyelamatan Danau Hasil yang diperoleh dari kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Adat Dalam Penyelamatan Danau pada tahun 2014 adalah: a) Pelaksanaan perjalanan dinas di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deyai dan Kabupaten Jajawijaya telah dilaksanakan; b) Pemberian dana pembinaan Rp ,00 hanya dapat terlaksana kepada kelompok masyarakat penyelamat Danau Sentani di Kabupaten Jayapura. Kegiatan yang dilakukan kelompok tersebut adalah pembersihan enceng gondok yang dilakukan oleh tim di beberapa titik lokasi khususnya sentani bagian barat tempat yang di maksudkan adalah kampung Kwadeware, Dondai dan Sosiri, Sentani tengah terdiri dari Kampung Yahim (pantai) kampung Sere dan pinggiran menuju kampung Yoboi, serta di Sentani timur yaitu Yoka Pinggiran khalkote dan Nendali atau Netar. Total personil tim kerja berjumlah 18 orang yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 3 orang perempuan termasuk tenaga komsumsi lihat lampiran jumlah tenaga kerja. Oleh karena pekerjaan ini di danau, maka tim telah memperlengkapi sejumlah Peralatan kerja yaitu : parang, arit, perahu motor dua buah, mantel hujan, bantal renang dan sejumlah peralatan lainya. Hasil yang dicapai dalam kegiatan yang dilakukan kelompok adalah pembersihan eceng gondok dan sampah di Sentani timur dengan lokasi yang padat dengan enceng gondok adalah Pantai Yoka sampai dengan khalkote kearah barat terus memanjang 400 meter di pingiran danau, [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 68

63 beberapa tempat seperti di pingiran Kampung Nendali dan terus maju kearah yabaso sentani. Di sentani tengah kegiatan di pusatkan di Pantai Yahim yang merupakan pusat kiriman terbesar enceng gondok baik yang terbawa oleh angin timur juga oleh angin barat. Kawasan ini memang padat karena enceng gondok mulai memanjang dari kampung Yahim sampai ke Kampung Yoboi. Tingkat kesulitan yang paling hebat dirasakan oleh Tim yang Kerja karena di wilayah ini adalah bahwa wilayah ini sangat dalam dan tidak mempunyai tempat tumpuan untuk para pekerja. Namunpekerja menggunakan perahu - perahu kecil sebagai sarana untuk menahan kaki dan tangan ketika terasa cape dan lelah. Wilayah ini sangat padat karena bobot enceng gondok memanjang dengan panjang 7 kilo meter yang memanjang 2 kampung dengan lebar sekitar meter. Kegiatan di Sentani barat juga kami konsentrasikan di tepian pante/ pelabuhan pathauw dengan volume kerja yang relatif ringan karena bobot enceng gondok di wilayah ini tidak terlalu seberat di wilayah Sentani timur dan sentani tengah, di wilayah ini secara khusus enceng gondok tersebar dengan ketebalan 4-6 meter namun hanya di 4 ( empat ) titik yang relatif terpisah. Hasil capaian kegiatan dapat dilihat dari matrik dibawah ini : [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 69

64 Tabel 4. Hasil Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Penyelamatan Danau No Nama Kegiatan 1 Pemberdayaan masyarakat Adat Dalam Penyelamatan Danau Kab/Kota, Distrik Jayapura Distrik Sentani Kampung Area Kegiatan Yahim - Sentani Barat: Kampung Kwadeware, Dondai dan Sosiri, - Sentani Tengah: Kampung Yahim ( pantai ) kampung Sere dan pinggiran menuju kampung Yoboi - Sentani Timur: Yoka Pinggiran khalkote dan Nendali atau Netar Luasan Nama Lahan Kelompok/Ketua km Tim Peduli Lingkungan Danau Sentani Piet Delson Felle Jumlah Bantuan ,00 Sumber. Hasil kegiatan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua, 2014 [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 70

65 Sebagaimana apa yang diuraikan pada matrik kegiatan pemberdayaan masyarakat adat dalam penyelamatan Danau diatas, jumlah pagu dana untuk menunjang kegiatan ini besar Rp ,00 (seratus delapan puluh lima juta rupiah). Dari jumlah pagu dana tersebut, realisasi keuangan sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 sebesar Rp ,00 (seratus satu juta tiga ratus empat puluh enam ribu rupiah) atau 54,55%, sementara realisasi fisik sebesar 54,75 %. Realisasi keuangan sebesar 54,55% dikarenakan ada 3 (tiga) danau yakni Danau Habema, Paniai dan Tigi yang tidak diserahkan dananya, karena faktor keamanan. Dokumentasi kegiatan lapangan di kabupaten Jayapura dapat dilihat pada gambar 32. Dokumentasi lapangan di Kabupaten Jayapura [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 71

66 Diskusi dengan masyarakat serta penyampaian maksud dan tujuan Penyerahan bantuan Penandatanganan Berita Acara Pembersihan Lokasi Yoka Pembersihan lokasi Yahim Gambar 32. Dokumentasi Kegiatan Lapangan di kabupaten Jayapura [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 72

67 Kendala yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Adat Dalam Penyelamatan Danau pada tahun 2014 adalah: 1. Kondisi jalan yang rusak parah serta kondisi alam yang tidak bersahabat dari Nabire - Enarotali membuat perjalanan menjadi sering terhambat dan lama; 2. Faktor keamanan selama perjalanan ke Kabupaten Paniai dan Kabupaten Deyai yang tidak terjamin, membuat Tim merasa tidak nyaman dan takut dalam bekerja; 3. Dana Pembinaan untuk Kabupaten Paniai, Kabupaten Deyai dan Kabupaten Jayawijaya tidak dapat diserahkan, karena dana tersebut tidak diberikan kepada pelaksana kegiatan; 4. Kurang adanya koordinasi yang baik antara bendahara dengan pelaksana kegiatan sehingga dana pembinaan untuk 3 kabupaten tidak terlaksana Pemberdayaan Pengusaha Asli Papua Pengadaan Barang dan Jasa Hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut didapatkan 3 perusahaan milik pengusaha asli Papua yaitu : [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 73

68 Tabel 5. Daftar nama Pemberdayaan Pengusaha Asli Papua NO No/TGL/KONTRAK URAIAN PEKERJAAN NILAI NAMA REKANAN/PIMPINAN /05/SPMK/ April 2014 Pengadaan Perlengkapan Kantor Rp ,00 CV. Honai Multi Dimensi Janny Q.A Krey /10/SPMK/ Mei 2014 Pengadaan Peralatan Gedung Kantor Rp ,00 CV.Karawing Papua Membangun Winda Maay /06/SPMK/2014 Pemeliharaan Jaringan Rp ,00 CV. Beauty Papua 25 April 2014 Jumlah: Rp ,00 Ruth Imbiri [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 74

69 BAB IV P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pemberdayaan kelompok masyarakat adat untuk pengembangan buah merah, yang dilaksanakan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua pada 1 (satu) wilayah adat yakni Lapago dengan jumlah luasan 15 Ha, dengan rincian adalah Kabupaten Tolikara Distrik Kembu seluas 2 Ha; Kabupaten Mamberamo Tengah Distrik Kelila seluas 5 Ha; Kabupaten Jayawijaya Distrik Usilimo seluas 7 Ha; dan Kabupaten Yahukimo Distrik Dekay seluas 1 Ha. Masing-masing Kelompok masyarakat adat diberikan bantuan uang pembinaan senilai Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah); 2. Pemberdayaan kelompok masyarakat adat untuk pengembangan mangrove, yang dilaksanakan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua pada 3 (tiga) wilayah adat yakni Mamta, Saereri dan Meepago dengan jumlah luasan 66 Ha, dengan rincian adalah Kota Jayapura seluas 1 Ha; Kabupaten Mimika seluas 2 Ha; Kabupaten Biak Numfor seluas 45 Ha; kabupaten Supiori seluas 6 Ha; Kabupaten Waropen seluas 1 Ha, dan Kabupaten Nabire seluas 1 Ha. Masing-masing Kelompok Masyarakat Adat diberikan bantuan uang pembinaan senilai Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah); 3. Pemberdayaan kelompok masyarakat adat untuk pengembangan Sagu, yang dilaksanakan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua pada 2 (dua) wilayah adat yakni Mamta dan Saereri dengan jumlah [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 75

70 luasan 22 Ha, dengan rincian adalah Kabupaten Jayapura seluas 20 Ha; dan Kabupaten Waropen seluas 2 Ha. Masing-masing Kelompok Masyarakat Adat diberikan bantuan uang pembinaan senilai Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah); 4. Pemberdayaan kelompok Masyarakat Adat untuk Pengembangan Kopi, yang dilaksanakan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua pada 1 (satu) Wilayah Adat yakni Laapago dengan jumlah luasan 3 Ha, dengan rincian adalah Kabupaten Pegunungan Bintang seluas 3 Ha. Masing-masing Kelompok Masyarakat Adat diberikan bantuan uang pembinaan senilai Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah); 5. Pemberdayaan Kelompok masyarakat adat untuk pengelolaan Ekowisata Pegunungan Cartenz Kabupaten Intan Jaya, yang dilaksanakan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi. Kelompok masyarakat adat diberikan bantuan uang pembinaan senilai Rp ,00 ( dua puluh lima juta rupiah ); 6. Pemberdayaan kelompok masyarakat adat untuk pengelolaan kawasan Danau ( Danau Sentani, Habema, Tigi dan Paniai ), yang dilaksanakan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi. Masing-masing Kelompok Masyarakat Adat diberikan bantuan uang pembinaan senilai Rp ,00 ( dua puluh lima juta rupiah ). Setiap Danau memiliki permasalahan, karakteristik, potensi, dan sosial budaya yang berbeda beda. Banyak program/kegiatan Kementerian/Lembaga, Daerah dan masyarakat masih dilaksanakan sendiri sendiri dan belum terintegrasi serta bersinergi satu sama lain sehingga perlindungan dan pengelolaan ekosistem Danau belum optimal. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 76

71 4.2. Rekomendasi 1. Untuk mancapai hasil pengembangan buah merah secara optimal perlu didukung oleh Pemerintah Provinsi Papua, dalam bentuk pendataan luasan tanaman buah merah di 5 (lima) Wilayah Adat Provinsi Papua, pembangunan gudang sebagai tempat penampungan buah merah dan pembangunan industri pengolah buah merah untuk menjadi bahan baku setengah jadi, pada wilayah sentra penghasil buah merah seperti di Distrik Kelila Kabupaten Mamberamo Tengah dan Distrik Kembu Kabupaten Tolikara; 2. Pengelolaan kawasan konservasi mangrove pada Wilayah Adat seperti Kabupaten Mimika, Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Waropen perlu dikembangkan sebagai daerah destinasi ekowisata. Karena 3 (tiga) Kabupaten ini memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan pendapatan masyarakat lokal. Disisi lain pengelolaan kawasan mangrove pun untuk menjaga kelestarian lingkungan; 3. Untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor kepariwisataan khususnya ekowisata, kiranya Pemerintah Provinsi Papua perlu menyediakan pembiayaan untuk kegiatan Studi Potensi Ekowisata yang akan dilaksanakan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua pada 5 (lima) wilayah adat di Provinsi Papua; 4. Peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan Danau dapat dilaksanakan secara optimal, perlu ditunjang dengan pendanaan yang berkelanjutan baik pendanaan yang bersumber dari APBN, APBD maupun investasi swasta. Pendanaan dimaksud untuk pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar danau untuk menjaga kelestariannya dan pemanfaatan Danau secara berkelanjutan. [Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup] 77

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2020 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA (1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

Lebih terperinci

MATRIK EVALUASI KINERJA PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2015 INDOKATOR KINERJA TOLOK UKUR/INDIKATOR KINERJA (NARASI)

MATRIK EVALUASI KINERJA PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2015 INDOKATOR KINERJA TOLOK UKUR/INDIKATOR KINERJA (NARASI) Urusan Wajib : Lingkungan Hidup S K P D : Badan Pengelola Lingkungan Hidup MATRIK EVALUASI PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2015 NO PROGRAM KEGIATAN 1 Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Drg. Josef Rinta R, M.Kes.MH Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua

Drg. Josef Rinta R, M.Kes.MH Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Drg. Josef Rinta R, M.Kes.MH Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Terbatasnya sistem transportasi terpadu yang menghubungkan antar pusat pelayanan Ada beberapa kabupaten pemekaran yang wilayahnya sebagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

A. CABAI BESAR C. BAWANG MERAH

A. CABAI BESAR C. BAWANG MERAH No. 44/08/94/ Th. III, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 Produksi Cabai Besar Sebesar 3.089 Ton, Cabai Rawit Sebesar 3.649 Ton, Dan Bawang Merah Sebesar 718

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/PMK.07/2017 TENTANG PELAKSANAAN DANA ALOKASI UMUM DAN TAMBAHAN DANA ALOKASI KHUSUS FISH( PADA ANGGARAN

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

Sejak tahun 2009, tingkat kemiskinan terus menurun namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan.

Sejak tahun 2009, tingkat kemiskinan terus menurun namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan. Jiwa (Ribu) Persentase (%) 40 37.08 37.53 36.8 35 30 31.98 30.66 31.53 27.8 25 20 15 10 5 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2009, tingkat kemiskinan terus menurun namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA SOMBOKORO

DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA SOMBOKORO DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA SOMBOKORO 0-06 KABUPATEN TELUK WONDAMA 0 RPDP Sombokoro 0-06 Tabel. Program kegiatan perencanaan pembangunan Sombokoro 0-06 No Program Kegiatan Tujuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 48 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA UNTUK KEGIATAN PENANAMAN MASSAL DALAM RANGKA PROGRAM GREEN SCHOOL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap TEMA : Pengembangan Pariwisata (Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap Oleh Kartika Pemilia Lestari Ekowisata menjadi salah satu

Lebih terperinci

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Kartini V.A. Sitorus 1, Ralph A.N. Tuhumury 2 dan Annita Sari 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN MUARA SUNGAI DAN PANTAI DALAM WILAYAH KABUPATEN BULUNGAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Jayapura, Desember 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. Ir. Didik Koesbianto, M.Si

Seuntai Kata. Jayapura, Desember 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. Ir. Didik Koesbianto, M.Si Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan sekitar 5,30 juta hektar jumlah hutan itu telah rusak (Gunarto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan sekitar 5,30 juta hektar jumlah hutan itu telah rusak (Gunarto, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai hutan mangrove (hutan bakau) terbesar di dunia, yaitu mencapai 8,60 juta hektar, meskipun saat ini dilaporkan sekitar

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PENGALOKASIAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI PAPUA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam dan jenis endemiknya sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN MENANAM POHON BELITUNG TIMUR PELANGI

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN MENANAM POHON BELITUNG TIMUR PELANGI SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN MENANAM POHON BELITUNG TIMUR PELANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA 48 BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA 6.1. Dampak Konversi Mangrove Kegiatan konversi mangrove skala besar di Desa Karangsong dikarenakan jumlah permintaan terhadap tambak begitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA YOPMEOS

DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA YOPMEOS DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN DESA PESISIR (RPDP) DESA YOPMEOS 2012-2016 KABUPATEN TELUK WONDAMA 2012 RPDP Yopmeos 2012-2016 1 Tabel 12. Program kegiatan perencanaan pembangunan Yopmeos 2012-2016 No Program

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

PERSEN TASE (%) Dinas Kelautan dan Perikanan ,81 JUMLAH ,81

PERSEN TASE (%) Dinas Kelautan dan Perikanan ,81 JUMLAH ,81 05. A. KEBIJAKAN PROGRAM Arah kebijakan program pada Urusan Pilihan Kelautan dan Perikanan diarahkan pada Peningkatan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan secara Optimal, dengan tetap menjaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI KEEROM PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KOTA TERPADU MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI PAPUA BUPATI KEEROM PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KOTA TERPADU MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI PAPUA BUPATI KEEROM PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KOTA TERPADU MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEEROM, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk mencapai

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target (1) (2) (3) (4) 1 Menurunnya angka 1 Angka Kemiskinan (%) 10-10,22 kemiskinan 2 Pendapatan per kapita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat berarti terhadap pembangunan, karena melalui pariwisata dapat diperoleh dana dan jasa bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.2 1. Tempat pelestarian hewan langka orang hutan di Tanjung Puting bertujuan agar Tidak merusak pertanian dan mampu berkembangbiak

Lebih terperinci

ProKlim Asdep Adaptasi Perubahan Iklim Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkugan dan Perubahan Ikllim Kementerian Lingkungan Hidup Maret 2012

ProKlim Asdep Adaptasi Perubahan Iklim Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkugan dan Perubahan Ikllim Kementerian Lingkungan Hidup Maret 2012 ProKlim Asdep Adaptasi Perubahan Iklim Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkugan dan Perubahan Ikllim Kementerian Lingkungan Hidup Maret 2012 Krisdinar.wordpress.com Latar belakang Bencana di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MASYARAKAT HUKUM ADAT (IUPHHK-MHA) KEPADA CV. BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT HUKUM ADAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PINGGIRAAN MELALUI SAGU

PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PINGGIRAAN MELALUI SAGU REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PINGGIRAAN MELALUI SAGU Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 9 November 2016 1 1. MENGHADIRKAN KEMBALI NEGARA UNTUK MELINDUNGI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 17.A TAHUN 2014 TENTANG PENGALOKASIAN DANA TAMBAHAN INFRASTRUKTUR KEPADA KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI PAPUA TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SALINAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang oleh air laut, komunitasnya dapat bertoleransi terhadap air garam, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 8.100 km serta memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan memiliki lebih dari 17.508 pulau, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci