BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN Pada Bab pertama Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, penjelasan tentang produk halal, sertifikasi dan label halal produk di Indonesia, manfaat sertifikasi dan label halal produk bagi konsumen dan produsen, penjelasan mengenai adanya potensi kandungan bahan baku nonhalal pada produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika, serta fenomena perilaku pembelian produk halal oleh konsumen muslim di Indonesia. Di bab ini juga dijelaskan dasar penelitian terdahulu beserta perbedaan dan pengembangannya, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, signifikansi penelitian, serta sistematika penulisan penelitian Latar Belakang Masalah Kasus beredarnya produk nonhalal bukanlah hal baru di Indonesia. Di tahun 1988 masyarakat dikejutkan oleh hasil penelitian Dr. Tri Soesanto, dosen teknologi pangan Universitas Brawijaya Malang, bersama sejumlah mahasiswanya yang menemukan 34 jenis makanan dan minuman dipasaran yang mengandung lemak babi. Dalam perkembangannya, dari hanya 34 jenis produk yang dinyatakan mengandung lemak babi, akibat rumor yang meluas di masyarakat melebar menjadi ratusan, dan berimbas pula pada produk-produk yang sebenarnya tidak mengandung bahan haram. Rumor beredarnya barang haram ini mengakibatkan banyak pengusaha panik. PT. Food Specialties Indonesia, salah satu perusahaan makanan olahan terbesar di Indonesia ketika itu, terpaksa mengeluarkan dana hingga Rp 340 juta untuk mengiklankan diri bahwa produknya tidak haram. Sekjen Departemen Agama saat itu, Tarmizi Taher, bersama tim MUI (Majelis Ulama Indonesia) secara demonstratif minum susu di pabrik Dancow di Pasuruan untuk meredam keresahan masyarakat. Yang terkena dampak sebenarnya bukan hanya produsen makanan dan rumah tangga berskala nasional saja, tetapi juga industri kecil dan rumah tangga karena produk mereka turut diboikot oleh konsumen muslim. Angka penjualan industri kecil dan rumah tangga menurun drastis, akibatnya tidak hanya pada skala mikro, tetapi sudah mencapai skala makro dimana ekonomi nasional ketika itu menjadi terguncang (Cha, 2008). 1

2 Kasali (1998) menjelaskan, kurangnya pengetahuan pemasar tentang bagaimana mengatasi rumor yang berkembang di masyarakat pada tahun 1988 turut menimbulkan ketidakstabilan ekonomi dan politik di Indonesia. Rumor lemak babi yang berkembang telah membuat panik masyarakat dan produsen makanan di Indonesia, karena bagi masyarakat muslim sebagai kalangan mayoritas, halal haramnya makanan merupakan permasalahan yang sensitif, meskipun pada kenyataannya sebagian besar pemasar lebih memilih untuk tidak melakukan tindakan apapun dalam menanggapi rumor tersebut. Citra positif perusahaan pada dasarnya dapat memperlemah atau mengurangi rumor yang berkembang, namun respon masyarakat tidak hanya dipengaruhi reputasi perusahaan semata, tetapi juga pesan dan alasan yang disampaikan perusahaan dalam usaha menyangkal rumor tersebut, misalnya melalui pernyataan-pernyataan di media massa oleh asosiasi produsen yang didukung pakar teknologi pangan terkenal dan instansi pemerintah terkait yang turut menginformasikan pesan-pesan atau alasan-alasan yang jelas dan relevan untuk mengalihkan persepsi masyarakat agar lebih bijak dalam menanggapi rumor sebelum mengetahui kebenarannya. Menurut Kasali (1998), semakin penting rumor itu bagi subyek atau suatu masyarakat, semakin besar pula pengaruh psikologinya, apalagi yang berkaitan dengan konsep keagamaan. Pada tanggal 1 Juni 2009, Kepala Badan POM (Pengawasan Obat dan Makanan) ketika itu, Husniah Rubiani Thamrin Akib, mengumumkan ditemukannya DNA babi pada empat produk dendeng sapi kemasan dengan merek Dua Daun Cabe, Brenggolo, Brenggolo Giling, dan Dua Dinar Bandung, di salah satu gerai Carrefour di Bandung. Label halal yang melekat dikemasan produk dinyatakan palsu. Produk yang sama kemungkinan beredar juga di cabang Carrefour lain di luar Bandung, di toko-toko serba ada, dan di pasar-pasar tradisional lainnya (Nel, 2009). Patria (2001) menjelaskan, masyarakat Indonesia sebelumnya juga pernah dikejutkan dengan dikeluarkannya Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2000 yang menyatakan produk MSG Ajinomoto haram karena menggunakan bahan pendukung bacto soytone yang mengandung enzim babi. PT. Ajinomoto mengaku telah mengganti polypeptone yang biasa diekstrasi dari daging sapi dengan bactosoytone yang diekstrasi dari daging babi karena lebih ekonomis untuk produk MSG yang diproduksi sejak bulan Juni hingga 23 November Menurut PT. Ajinomoto, secara ilmiah ekstrasi daging babi yang digunakan hanyalah sebagai medium dan tidak berhubungan dengan produk akhir. Meskipun secara ilmiah enzim babi itu tidak terbawa pada produk akhir 2

3 Ajinomoto, namun menurut MUI karena adanya pemanfaatan (intifa') zat haram dalam proses produksi, maka produk akhirnya pun tetap haram. Ketika informasi mengenai ketidakhalalan produk MSG Ajinomoto tersebut menyebar, masyarakat secara serempak berhenti mengkonsumsi, membeli atau menjual produk tersebut, bahkan tukang baso keliling dan warung-warung di kampung sekalipun tidak lagi mau menggunakan atau menjual produk tersebut dan tanpa ragu menggantinya dengan produk lain yang jelas kehalalannya. Menyikapi hal ini, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan RI, memutuskan untuk menarik seluruh produk MSG Ajinomoto dari pasaran. Guna meredam keresahan masyarakat, PT.Ajinomoto akhirnya menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia melalui siaran pers nasional serta mengumumkan penarikan produk MSG Ajinomoto secara serentak di seluruh Indonesia yang jumlahnya mencapai 10 ribu ton. Setelah proses penarikan selesai, stok baru hanya akan dipasarkan setelah mendapat sertifikat halal yang baru dari MUI. Akibat kasus ini, PT.Ajinomoto terpaksa memberi ganti-rugi pedagang total hingga Rp 55 milyar (Patria, 2001). Pada akhir tahun 2012 lalu, masyarakat Jakarta kembali dihebohkan oleh adanya kasus pengoplosan daging sapi dengan daging celeng (babi hutan) di tempat penggilingan daging sapi di Pasar Cipete Jakarta Selatan. Tersangka, Eka Prasetia, mengaku sudah tiga tahun lamanya melakukan praktek curang ini demi meraup keuntungan besar. Ia menghabiskan rata-rata 20 kg daging celeng setiap hari. Campuran daging yang sudah digiling halus dijual langsung ke pelanggan yang kebanyakan pedagang bakso. Setelah polisi menggelar operasi pasar bersama Badan POM, Suku Dinas Peternakan, dan PD Pasar Jaya, belakangan ditemukan produk bakso olahan yang mengandung daging babi telah beredar luas disejumlah pasar, salah satunya adalah produk bakso kemasan dengan merek Planitaria 56. Di Jakarta Selatan ditemukan lima sampel bakso yang mengandung babi. Para penjualnya adalah korban Eka. Eka kini mendekam di tahanan Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Ia dijerat diantaranya dengan pasal pengelabuan pada Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan diancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. (Pertiwi dan Putri dalam Koran Tempo, 20/12/2012: A2). Setelah berita kasus pengoplosan daging celeng di Pasar Cipete tersebar di media, Kepala Dinas Peternakan, Pertanian dan Perikanan Kota Depok, Zalfinus Irwan mengaku, pihaknya sudah lebih dulu menemukan kasus serupa di Depok. Namun, kasus itu ia tindaklanjuti secara diam-diam dengan alasan tidak ingin menciptakan keresahan di tengah 3

4 masyarakat. Sama seperti di Pasar Cipete, para pelaku hanyalah penjual, bukan pemasok (Tirta dan Syailendria dalam Koran Tempo, 21/12/2012:C2). Dari tiga orang tersangka pelaku yang ditangkap di Depok, terungkap bahwa pasokan daging babi yang ditemukan di Depok berasal dari Cipete. Pelaku menyuplai daging babi ke Depok melalui pemasok untuk kemusian dijual kembali berupa bakso. Di Jakarta Utara, dari sembilan pasar yang tersebar di enam kecamatan berhasil mengumpulkan 92 sampel dimana dari 30 sampel ada satu sampel yang terindikasi positif mengandung daging babi (Mardianingsih dalam Republika, 21/12/2012:10). Temuan beredarnya daging sapi yang dioplos dengan daging babi di beberapa daerah di Jakarta dan Depok membuat omzet pedagang bakso anjlok hingga 50 persen. Ketua Umum Asosiasi Pedagang Mi dan Bakso Indonesia (Apmiso) mengungkapkan, rata-rata omzet pedagang bakso turun dari Rp 300 ribu menjadi Rp 150 ribu per hari. Untuk mengatasi agar tak semakin buruk, Apmiso bekerjasama dengan pemerintah daerah menggelar inspeksi mendadak di sejumlah tempat penggilingan daging. Turunnya omzet pedagang bakso memaksa pedagang mengurangi pesanan daging, akibatnya turut berimbas pada turunnya omzet pedagang daging sapi. Tholib, pedagang daging sapi di Pasar Kemirimuka Beiji Depok mengaku, rata-rata omzetnya turun dari Rp 3 juta menjadi Rp 1 juta per hari (Murdianingsih dalam Republika, 21/12/2012:10). Sementara itu, Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 20 Desember 2012 juga mendapat laporan tentang dijualnya sepatu yang terbuat dari kulit babi. Sang pelapor adalah Winarto, seorang karyawan di satu badan usaha milik daerah di Jakarta. Ia dan temannya, Beni membeli sepasang sepatu merek Kickers yang didiskon 50% di pusat perbelanjaan di bilangan Senayan. Belakangan Beni menyadari bahwa pada sepatu yang ia beli terdapat tulisan pig skin lining yang berdampingan dengan label halal MUI. Ia lalu menghubungi MUI untuk mengklarifikasi label halal itu. Setelah diteliti, MUI menyampaikan kebenaran laporan tersebut (Hafil dalam Republika, 21/12/2012: 1). MUI menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah dan tidak akan pernah memberikan rekomendasi atau sertifikasi halal untuk produk yang jelas-jelas haram atau najis seperti sepatu yang terbuat dari kulit babi. MUI kemudian meminta produsen sepatu itu untuk menarik produknya dari pasar. Mengacu pada banyaknya pengaduan masyarakat, MUI meyakini bahwa di pasaran banyak produk gunaan berbahan kulit babi yang tidak diinformasikan secara jelas oleh pedagang atau pemilik merek. Seirng dengan derasnya kran impor atas produk gunaan dari luar, terutama dari Cina, maka potensi beredarnya produk gunaan berbahan kulit babipun semakin besar, padahal 4

5 menurut syariat (hukum) Islam, babi dan turunannya adalah haram dikonsumsi dan najis digunakan sebagai barang gunaan (Mahmud, 2013a:7). Ketua MUI, Ma ruf Amin mengaku, lembaganya kesulitan mengawasi halaltidaknya produk-produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika dan produk-produk gunaan lain yang beredar di pasaran. Karena pengajuan sertifikat halal di Indonesia masih bersifat sukarela, pihaknya hanya bisa melakukan kontrol terhadap produsen yang telah mengajukan sertifikasi halal MUI saja. Menurutnya, pengawasan terhadap proses produksi merupakan wewenang pemerintah, MUI hanya melakukan audit, melakukan sertifikasi, lalu mengawasi produsen yang telah mengajukan sertifikasi halal MUI tersebut. Senada dengan itu, Kepala Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan), Lucky S.Slamet mengatakan, tugas lembaganya hanya melakukan razia terhadap produk pangan dalam bentuk olahan yang tidak layak dikonsumsi, seperti produk olahan makanan dan minuman dalam kemasan yang kadaluarsa. Sedangkan untuk bahan pangan yang belum diolah, seperti daging sapi, fungsi Badan POM hanya menjadi sistem pendukung bagi instansi terkait. Lucky menjelaskan, pengawasan terhadap produk segar seperti daging dilakukan Badan POM bersama Dinas Pemerintah yang merupakan sektor terdepan untuk pengawasan (Savitri dkk. dalam Koran Tempo, 20/12/2012: A7). Menurut Damhuri (Republika, 21/12/2012:10), fungsi pengawasan rutin dan inspeksi mendadak kurang berjalan efektif di Indonesia. Bahkan kegiatan inspeksi mendadak ini biasanya baru dijalankan oleh instansi pemerintah terkait jika ada kasus yang muncul. Tragisnya, pemerintah dan otoritas ulama tidak mampu berbuat apa-apa kecuali reaktif dan terkejut. Akibat kejahatan peredaran produk nonhalal di masyarakat tidak hanya berdampak ekonomis, tetapi juga mengganggu ke-islaman konsumen muslim. Hendaknya pemerintah dan instansi terkait bersama MUI segera membuat aksi-aksi yang mendidik terkait hal ini. Pedagang kecil dan menengah harus diedukasi perihal makanan sehat, halal, aman dan tidak merugikan konsumen. Produsen harus diawasi ketat dalam proses produksi. Penyelidikan rutin dan inspeksi mendadak diperlukan setiap waktu untuk mengetahui ada tidaknya produsen atau pedagang yang berlaku curang. Setifikasi halal yang diterbitkan MUI memang belum sepenuhnya efektif dalam memberikan perlindungan kepada umat Islam karena hanya bersifat sukarela. Dengan adanya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) akan menjadi payung hukum yang kuat untuk memberikan mandat kepada pemerintah dalam mengatur kehahalan produk. 5

6 Sejak diajukan tahun 2008, Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal ( RUU JPH) hingga kini masih diproses di Komisi VIII DPR yang rencananya akan segera disahkan pada akhir tahun MUI berharap pembuatan sertifikasi halal bagi pelaku usaha tak lagi bersifat sukarela, tetapi wajib. Persoalan ini memang masih menjadi ganjalan bagi pengesahan RUU JPH. Ketua Panja RUU JPH, Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, masyarakat perlu memperoleh jaminan bahwa produk yang mereka konsumsi halal. Pemerintah sudah seharusnya mendorong pengusaha menjamin kehalalan produknya. Ia berpendapat, sangatlah wajar bila konsumen muslim mempermasalahkan soal kehalalan produk karena terkait dengan keyakinan agama (Nursalikah dalam Republika, 4/9/2013: 25). Persoalan halal haramnya suatu produk bersifat sangat sensitif karena menyangkut persoalan iman dan kepercayaan individual dimana adalah wajar bila di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, kasus ketidakhalalan produk dapat menimbulkan reaksi keras dan berpotensi menimbulkan gejolak yang berpengaruh pada aspek sosial, politik dan ekonomi. Triharja (2003) telah melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar masyarakat muslim di Indonesia memperhatikan produk halal, dan jawaban secara kualitatif adalah sangat besar. Triharja (2003) bersama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dan Yayasan Halalan Thoyyiban melakukan penelitian dengan mewawancarai secara acak masyarakat di daerah Jakarta, Depok dan Bogor sebanyak 500 responden. Untuk mengetahui seberapa besar umat Islam Indonesia memperhatikan produk halal untuk kebutuhannya sehari-hari, hasil survey penelitian menunjukkan 87% masyarakat mempertimbangkan kehalalan produk sebelum membelinya, 4% tidak mempertimbangkan dan 9% tidak tahu. Masyarakat yang menjawab mempertimbangkan, mengaku bahwa halal selalu menjadi pertimbangan utama sebelum membeli produk. Untuk pertanyaan seberapa besar keaktifan masyarakat dalam mencari informasi atau keterangan kehalalan suatu produk, dari 500 responden, 63% aktif mencari informasi halal, 23% tidak dan 14% tidak tahu. Pada kenyataannya, produk-produk di pasaran baru sekitar 20%-nya saja yang sudah mendapat sertifikat halal dari MUI sehingga masyarakat menghadapi kesulitan dalam memilih produk yang dijamin halal. Dari 500 responden, 78% membutuhkan adanya info dan daftar produk halal yang up to date. Ketika ditanya apakah setuju label halal wajib dipasang pada kemasan produk, masyarakat memberikan respon, 91% sangat setuju adanya label halal pada setiap kemasan. Sementara sisanya 9% menyatakan setuju. Ini menunjukkan label halal adalah satu-satunya ciri untuk 6

7 memudahkan masyarakat dalam membeli produk halal. Jadi pelabelan halal pada kemasan produk yang sudah mendapat sertifikat halal menjadi suatu keharusan. Triharja (2003) menyimpulkan bahwa tingkat kepedulian dan perhatian masyarakat terhadap informasi produk halal cukup tinggi dan sebagian besar masyarakat mengandalkan label halal untuk memastikan produk yang dibelinya itu halal. Hasil penelitian Triharja (2003) tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan lembaga riset Fronteir (2001), dimana sebanyak 57.9% konsumen selalu memperhatikan label halal ketika membeli, 86% menginginkan pencatuman label halal diwajibkan. Bila mendapatkan makanan yang tidak berlabel halal, 66.2% konsumen memilih mencari alternatif lain sebagai pengganti dan 40.6% konsumen bersedia membayar lebih mahal untuk produk halal. Menurut Apriyantono (2003), meskipun tingkat kepedulian dan perhatian masyarakat terhadap informasi produk halal cukup tinggi, banyak kalangan di masyarakat yang menilai kurangnya kontrol pemerintah dalam mengawasi produk halal yang beredar di pasar. Sebagian besar konsumen mengandalkan label halal untuk memastikan produk yang dibeli itu halal. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya label halal merupakan tantangan yang harus direspon oleh pemerintah dan pelaku usaha di Indonesia. Meskipun kebijakan di Indonesia tidak mewajibkan pelaku usaha untuk mencantumkan label halal pada kemasan produk dan pengajuan sertifikasi halal hanya bersifat sukarela, namun banyak pelaku usaha yang menyadari bahwa produk halal memiliki keunggulan tersendiri, dari segi keamanan dan potensi pasar, baik di dalam negeri maupun untuk alasan ekspor. Di Amerika, tidak sedikit peternak yang mencium peluang bisnis daging bersertifikat halal. Rumah pemotongan bersertifikat halal mulai tumbuh menjamur. Seorang peternak di Maryland bernama Joe Cole telah menyadari peluang bisnis pemotongan daging halal di Amerika. Cole beralih dari rumah pemotongan konvensional menjadi rumah pemotongan hewan bersertifikat halal dan mulai mempekerjakan ahli memotong hewan dari Pakistan. Salah seorang konsumen Cole bernama Said Hagar Farhat mengaku senang dengan kecenderungan positif bisnis daging halal di Amerika. Farhat yakin bisnis ini bisa berkembang pesat. Farhat menilai setiap muslim di Amerika mengidamkan kemudahan mencari daging halal tanpa harus bersusah payah memotong sendiri. Di Prancis dan Inggris, umat Islam yang menetap di dua negara tersebut mulai dimanjakan dengan keberadaan produk halal lainnya. Sebuah restoran cepat saji terkenal di Prancis bahkan mulai 7

8 mengekspansi produk halal di setiap gerainya. Berdasarkan data jurnal halal di Kuala Lumpur, dalam 10 tahun terakhir, pasar makanan halal dunia sudah bernilai sekitar 632 miliar dolar AS per tahunnya. Menurut perhitungan majalah Time, nilai pasar makanan halal dunia itu setara dengan 16 persen dari total industri makanan di seluruh dunia (Sasongko dan Rachman, 2010). Menurut Girindra (2001), dalam menghadapi globalisasi ekonomi, labelisasi halal makin diperlukan untuk menangkis saingan dari luar. Pasar dalam negeri sudah dibanjiri oleh produk luar negeri yang berlabel halal, sementara produk-produk Indonesia yang diekspor ke beberapa negara yang berpenduduk mayoritas muslim tidak dapat diterima karena tidak mencantumkan label halal. Jaminan kehalalan resmi dari lembaga yang dipercaya jelas dikehendaki pasar negar-negara Islam dan masyarakat muslim dunia yang berjumlah lebih dari seperempat penduduk bumi (1 milyar). Selama ini banyak produkproduk Indonesia yang terhambat menembus pasar tersebut karena masih diragukan kehalalannya. Kondisi ini menimbulkan kecenderungan bagi produsen untuk mendirikan pabrik di Malaysia dan Singapura untuk sekedar memperoleh sertifikat dan label halal dari pemerintah yang bersangkutan. Dengan diberlakukannya era persaingan bebas seperti AFTA 2003, CODEX Allimentarius Commission (Standarisasi dan Regulasi Produk Makanan di antara negara-negara ASEAN) yang didukung WHO dan WTO telah memberlakukan dan mencantumkan ketentuan halal (Girindra, 2001). Adanya label halal pada kemasan produk tidak hanya dapat memberikan ketentraman batin bagi konsumen muslim, tetapi juga ketenangan berproduksi bagi produsen. Maraknya kasus produk nonhalal yang beredar di Indonesia memaksa masyarakat muslim di negeri ini untuk lebih berhati-hati dalam memilih produk sebelum memutuskan untuk membeli atau mengkonsumsinya, salah satunya dengan cara melihat label halalnya. Ajaran Islam mewajibkan umatnya untuk hanya mengkonsumsi produk halal. Islam sangat memperhatikan kebaikan, kesehatan dan kesejahteraan umatnya dimana salah satu hal yang dapat mempengaruhi keadaan tubuh manusia baik langsung maupun tidak langsung adalah makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang halal dan thayyib (baik) bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, masalah makanan dan minuman mendapat perhatian besar dalam Islam. 8

9 1.2. Mengkonsumsi Produk Halal Dalam Pandangan Islam Ajaran Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya adalah amanah Allah kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi agar dipergunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan umat. Untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat, Allah telah memberikan petunjuk melalui para rasul-nya yang meliputi segala hal yang dibutuhkan manusia yang berlandaskan pada aspek akidah, akhlak dan syariah. Akidah dan akhlak sebagai suatu sistem hidup bersifat konstan, artinya tidak mengalami perubahan meskipun berbeda waktu, sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban manusia yang berbeda-beda (Antonio, 2006:38). Kewajiban umat muslim untuk hanya mengkonsumsi produk halal adalah bagian dari akidah, akhlak dan syariah. Akidah menekankan pada keyakinan atau keimanan kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang Maha Tinggi. Untuk mendapatkan ridha-nya, seorang muslim yang yakin dan beriman kepada Allah akan memilih mengkonsumsi produk halal demi mempertahankan hidupnya sesuai batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah. Akhlak menekankan pada upaya seorang muslim untuk berakhlak mulia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari dimana dengan mengkonsumsi produk halal, seorang muslim akan memiliki akhlakul karimah (perilaku terpuji) serta terhindar dari akhlak madzmumah (perilaku tercela). Syariah menekankan pada pelaksanakan ibadah dan muamalah yang baik dan benar dengan memahami pokok-pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aspek ibadah, manfaat utama mengkonsumsi produk halal adalah agar mendapat ridha Allah SWT dan terhindar dari kehinaan di muka bumi. Sedangkan dalam aspek muamalah, mengkonsumsi produk halal bermanfaat untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani demi memperoleh keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Hal ini sejalan dengan metodologi Tawhidy String Relations (TSR) yang dikemukakan oleh Choudhury (2006) yang menjelaskan bahwa tema hubungan sosial dalam Islam sangat terkait dengan pesan utama dalam alquran tentang ke-esaan Allah, dimana pengetahuan yang ada dalam alquran memiliki kebenaran mutlak dan mencakup segala kehidupan secara komprehensif. AlQuran diimplementasikan ke dalam perilaku nyata Rasulullah SAW berupa Hadist yang menjadi sumber ilmu pengetahuan berikutnya. AlQuran dan Hadist kemudian diturunkan ke dalam sistem dunia yang berlangsung dalam 9

10 kehidupan manusia secara terus menerus melalui proses pembelajaran yang disebut dengan shuratic process. Shuratic process menunjukkan adanya proses interaktif, integratif dan pengalaman pembelajaran yang evolusioner, yang timbul dari interrelasi hukum Islam dengan sistem dunia yang bersifat konsultatif dan dinamis, yang berlangsung terus menerus hingga hari akhir. Dengan kata lain, sistem Islam selalu mengaitkan antara dunia dan akhirat secara terintegrasi (Harahap, 2008), termasuk masalah mengkonsumsi produk halal yang bagi umat Islam bertujuan untuk mendapatkan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Menurut Husaini (2013:19), tujuan pengamalan ajaran-ajaran agama pada hakekatnya didasari oleh konsep ilahiah. Konsep ilahiah dalam Islam tertera jelas dalam pondasi dasar Islam yaitu rukun iman dan rukun Islam sebagai aspek keimanan dan ibadah dalam kaitan hubungan manusia dengan Tuhannya (hablumminallah). Dari konsep ilahiah inilah lalu dijabarkan konsep-konsep lainnya seperti konsep tentang manusia, kenabian, alam dan lain-lain sebagai aspek muamalah dalam kaitan hubungan manusia dengan sesama (hablumminannas). Sejalan dengan fungsi dan keyakinan manusia menurut ajaran Islam, maka perilaku seorang muslim yang diharapkan adalah manusia yang memiliki perilaku hablumminallah dan hablumminannas, yang tercermin dari pengetahuannya yang mendalam tentang syariat Islam serta upayanya dalam menjalankan syariat tersebut, termasuk diantaranya mengkonsumsi produk halal dimana keputusan seorang muslim untuk mengkonsumsi produk halal semata-mata bertujuan untuk memperoleh keselamatan hidup di dunia dan di akhirat sebagai konsekuensi dari pengetahuan, keimanan dan pengamalan ajaran-ajaran agama Islam yang dianutnya Produk, Sertifikasi, Dan Label Halal Di Indonesia Produk Halal Indonesia yang berpenduduk 237 juta jiwa dimana 85 persennya muslim merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi produk halal. Umumnya masyarakat mengenal produk halal terbatas hanya pada makanan saja. Padahal jika dikaji lebih jauh, masih banyak produk-produk halal lain seperti layanan perbankan dan keuangan syariah, sekolah, rumah sakit, hotel, apartemen, salon, restoran, supermarket/ retailer, distributor, pergudangan/ warehouse, jasa pengiriman barang/ transporter, rumah pemotongan hewan, dan sebagainya 10

11 yang dikelola berbasis syariah Islam berlandaskan alquran dan Hadits. Dalam pengelolaannya, produk jasa halal mengedepankan aspek kejujuran, etika dan moralitas, melarang adanya praktek riba (bunga), gharar (ketidak jelasan), maisir (judi) dan segalasesuatu yang dilarang (haram) menurut syariat Islam. Sedangkan produk halal berupa barang fisik seperti makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, wadah atau kemasan produk, pakaian, tinta, kertas, dan masih banyak lagi. Karakteristik yang melekat pada produk halal adalah produk yang thayib atau baik, bersih, tidak mengandung barang najis (kotor) maupun yang diharamkan seperti babi, bangkai, darah, khamr (minuman yang memabukkan ) dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah SWT. Di Indonesia, produk-produk jasa keuangan, perbankan dan bisnis halal yang berbasis syariah Islam telah berkembang cukup pesat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan Dewan Syariah Nasional sebagai elemen kelembagaan penting yang berperan sentral dalam mengontrol pengelolaan produk-produk jasa halal agar sesuai dengan syariah Islam. Sedangkan untuk produk halal berupa barang fisik seperti makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika dan lainnya, sudah ada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal. Setiap produk yang telah bersertifikat halal MUI berhak mencantumkan label halal pada kemasannya, dengan terlebih dahulu mengajukan proses perizinan pencatuman label dan informasi produk pada kemasan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Disamping berwenang mengeluarkan sertifikat halal dan perizinan pencantuman label halal pada kemasan produk, LPPOM MUI dan Badan POM juga bertugas membantu instansi pemerintah terkait mengawasi serta mengontrol peredaran produk-produk berlabel halal MUI di pasaran, khususnya produk pangan, obat-obatan, kosmetika dan produk-produk gunaan lainnya yang telah bersertifikat halal MUI. Seringkali orang menganggap bahwa produk halal dan kosher adalah dua hal yang sama, padahal keduanya berasal dari dua terminologi yang berbeda dari dua keyakinan yang berbeda pula. Kosher adalah istilah agama Yahudi yang menurut hukum Talmud kemudian menjadi hukum agama Yahudi. Pengertian kosher menurut Yahudi adalah hewan yang boleh dimakan, sedangkan lawannya adalah trefa, yaitu hewan yang tidak boleh dimakan. Kosher melarang adanya babi dalam bahan makanan dan minuman dan hewan seperti sapi, domba, kambing, dan lain-lain, harus disembelih dengan menggunakan pisau tajam dan tidak boleh dimatikan dengan cara dipukul atau diterkam binatang buas. Meskipun kosher dan halal 11

12 mirip, namun keduanya berbeda. Ada barang yang diharamkan dalam Islam yang masuk kategori kosher, yaitu minuman anggur (wine) dan daging yang meskipun disembelih namun tidak menyebut nama Allah. Disisi lain, ada pula makanan yang dihalalkan dalam Islam, tetapi trefa (tidak kosher) menurut Yahudi, seperti kelinci, unggas liar, ikan yang tidak bersirip, kerang, dan lain-lain. Oleh karena itu, maka nyatalah bahwa halal dan kosher tidak sama (Sari, 2010). Menurut Direktori LPPOM MUI (2013) produk halal artinya segala jenis produk yang tidak tergolong jenis yang dilarang atau diharamkan. Produk halal adalah produk yang memenuhi syariat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, yaitu : 1. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi serta tidak menggunakan alkohol sebagai ingredient yang sengaja ditambahkan. 2. Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam. 3. Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol. 4. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan serta tempat transportasi tidak digunakan untuk babi atau barang tidak halal lainnya, harus terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat Islam. Selain itu, di dalam Islam makanan yang halal adalah makanan yang thayib, yaitu makanan yang baik, bersih, sehat, bergizi, aman dan berkualitas. Sedangkan makanan yang diharamkan adalah: bangkai, darah, babi, hewan yang disembelih dengan nama selain Allah, hewan bertaring, bercakar (untuk menerkam), binatang buas, binatang berbahaya, berbisa, beracun, menjijikkan, binatang yang hidup di dua alam (air dan darat), dan khamr (minuman yang memabukkan). Sebenarnya apa yang diharamkan Allah SWT untuk dimakan jumlahnya sangat sedikit. Selebihnya, apa yang ada di muka bumi ini pada dasarnya adalah halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam alquran dan Hadits. Namun perkembangan teknologi telah menciptakan aneka produk olahan yang kehalalannya diragukan. Banyak dari bahan-bahan haram tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada berbagai produk olahan karena dianggap lebih ekonomis. Akibatnya kehalalan dan keharaman sebuah produk seringkali menjadi tidak jelas atau syubhat (meragukan dan tidak jelas status kehalalannya). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia menyimpulkan bahwa semua produk olahan pada dasarnya adalah syubhat. Oleh karena itu diperlukan kajian dan penelaahan sebelum 12

13 menetapkan status halal haramnya suatu produk. Hal ini dilakukan untuk menentramkan batin umat Islam dalam mengkonsumsi suatu produk (Direktori LPPOM MUI, 2013) Sertifikasi Halal Dalam sistem perdagangan internasional masalah sertifikasi dan label halal mendapat perhatian besar baik dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen umat Islam di seluruh dunia maupun sebagai strategi dalam menghadapi tantangan globalisasi terkait diberlakukannya sistem pasar bebas, seperti dalam kerangka ASEAN - AFTA, NAFTA, ACFTA, Masyarakat Ekonomi Eropa, Organisasi Perdagangan Internasional (WTO), dan lain-lain. Sistem perdagangan internasional sudah lama mengenal ketentuan halal dalam CODEX yang didukung oleh organisasi internasional berpengaruh antara lain WHO, FAO, dan WTO. Negara-negara produsen akan mengekspor produknya ke negaranegara berpenduduk Islam seperti Indonesia. Dalam perdagangan internasional, sertifikasi dan label halal telah menjadi salah satu instrumen penting untuk mendapatkan akses pasar dan memperkuat daya saing produk domestik negara-negara anggota di pasar internasional (Abadi dan Tim, 2011: 5-6). Di Malaysia, kegiatan semacam sertifikasi halal telah dikembangkan sejak Pada 1994, Malaysia yang mempunyai penduduk muslim sebesar 65 persen dari total populasi (26 juta), mulai memperkenalkan sertifikasi dan label halal yang dikeluarkan oleh Bahagian Hal Ehwal Islam. Saat ini sertifikasi halal ditangani oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, lembaga resmi pemerintah yang bekerja dalam bidang dakwah (langsung di bawah Perdana Menteri Malaysia). Divisi yang khusus menangani sertifikasi halal adalah Divisi Poros Halal yang berfungsi melakukan bimbingan, pengawasan, dan penetapan halal produk-produk pangan dan sembelihan di Malaysia. Di Singapura, yang penduduk muslimnya lebih minoritas, pengaturan halal bahkan sudah dimulai sejak Sertifikasi halal di Singapura dilakukan oleh Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) di bawah Kementerian Pembangunan Masyarakat. Dalam urusan sertifikasi halal, MUIS bekerja sama dengan Singapore Institute of Standard and Industrial Research. Secara normatif, masalah halal di Singapura diatur dalam The Administration of Muslim Law Act (AMLA), yang berlaku sejak Pelanggaran terhadap aturan ini adalah pidana, yaitu pidana denda sebesar dolar Singapura dan atau pidana kurungan selama 12 bulan. Di Australia, 13

14 yang jumlah penduduk muslimnya hanya 1,8 persen dari total populasi, lembaga yang menangani masalah halal adalah Perwakilan Umat Islam se-australia (AFIC) dan sebuah perusahaan swasta Halal Certificate Service Itd (HCS). Di Amerika, lembaga yang mengawasi peredaran produk halal diantaranya adalah Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA). Badan ini bersifat independen yang bertugas mensosialisasikan produk halal serta penyembelihan sesuai syariat Islam. Lembaga ini telah mengeluarkan sertifikat halal sejak 1990 (Abadi dan Tim, 2011: 91-92). Di Indonesia, lembaga yang diberi kewenangan melakukan sertifikasi halal adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) yang didirikan tanggal 6 Januari Ditahun-tahun pertamanya, sesuai dengan amanah Majelis Ulama Indonesia, LPPOM MUI mencoba membenahi berbagai masalah mengenai makanan yang terkait dengan kehalalannya agar dapat menentramkan konsumen muslim khususnya dan konsumen Indonesia pada umumnya serta para produsen secara keseluruhan. Lembaga ini berulang kali mengadakan seminar, diskusi dengan para pakar seperti pakar ilmu syari ah, dan melakukan berbagai kunjungan yang bersifat studi banding. Pada awal tahun 1994 barulah LPPOM MUI mengeluarkan sertifikat halal yang pertama. Sertifikat halal dikeluarkan oleh MUI setelah melalui proses audit oleh para ahli di berbagai disiplin ilmu dan dikaji oleh Komisi Fatwa yang menguasai bidang syari ah, ulumul Qur an dan hadits. Melalui sertifikasi halal, MUI telah memberikan jaminan produk halal (Abadi dan Tim, 2011: 55-56). Sertifikasi halal dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini (Direktori Halal Indonesia dalam Abadi dan Tim, 2011: 14-16): 1. Penetapan Kehalalan Produk a. Melakukan kegiatan audit (pemeriksaan) meliputi pengkajian dokumen asal usul bahan, audit di lapangan, mengkaji hasil audit dalam forum rapat tim ahli. b. Mengembangkan mekanisme kontrol dalam menjamin konsistensi dan kesinambungan produk halal dengan cara mewajibkan perusahaan yang disertifikasi halal untuk menerapkan Sistem Jaminan Halal. c. Melakukan pengkajian syar i terhadap temuan hasil audit. d. Menetapkan fatwa kehalalan suatu produk yang dikeluarkan dalam bentuk sertifikat halal (fatwa tertulis). 14

15 2. Penelitian dan Pengkajian Ilmiah a. Melakukan penelitian dan pengkajian serta pengujian kehalalan suatu produk melalui laboratorium. b. Menjawab secara rutin permasalahan yang diajukan oleh perusahaan/ industri dalam pengembangan suatu produk. c. Menetapkan standarisasi metoda pengujian laboratorium terhadap suatu produk berkerjasama dengan laboratorium lembaga penelitian dan Perguruan Tinggi. 3. Standar dan Pelatihan a. Mengembangkan standar tata cara produksi produk halal, sistem jaminan halal, standar persetujuan lembaga sertifikasi halal dan standar kompetensi auditor. b. Melakukan pelatihan calon auditor halal bekerjasama dengan Pemerintah. c. Melakukan pelatihan auditor halal internal perusahaan baik dalam maupun luar negeri secara berkala dalam menyusun strategi dan teknik implementasi Sistem Jaminan Halal. 4. Organisasi dan Kelembagaan a. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga teknis terkait baik pemerintah maupun swasta dalam pelaksanaan sertifikasi dan labelisasi halal, diantaranya Kementerian Agama RI, Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, Kementerian Peindustrian RI, Kementerian Pertanian RI, dan Kementerian Koperasi dan UKM, Pemerintah Daerah serta Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam. b. Melakukan koordinasi dengan Badan Karantina RI dalam pengawasan masuknya produk asal hewan ke dalam wilayah RI. c. Membangun jaringan dan membina Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri agar memenuhi persyaratan sertifikasi halal MUI (Saat ini standar MUI telah dipercaya menjadi referensi lembaga sertifikasi halal dunia). d. MUI telah bekerjasama dengan 41 (empat puluh satu) lembaga sertifikasi halal luar negeri dari 18 negara di dunia tersebar di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia. LPPOM MUI juga menjadi pemimpin di lembaga halal dunia (World Halal Council). Seiring dengan perkembangan kebutuhan, tugas-tugas LPPOM MUI antara lain (Abadi dan Tim, 2011: 59): 1. Melaksanakan program MUI untuk memeriksa kehalalan makanan, obat-obatan dan kosmetika yang beredar, baik produk domestik atau impor. 15

16 2. Mengajukan hasil pemeriksaan dan pengkajian itu secara terperinci kepada Komisi Fatwa MUI sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan status hukum kehalalan produk. 3. Mengadakan berbagai kegiatan untuk menjalin kerjasama dengan instansi-instansi pemerintah dan swasta, dalam dan luar negeri, serta melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh MUI. 4. Bersama-sama dengan dewan Pimpinan MUI membentuk dan mengembangkan LPPOM MUI Daerah. Tata cara pelaksanaan audit halal atau pemeriksaan produk halal mencakup hal-hal berikut (Abadi dan Tim, 2011: 59): a. Manajemen produsen dalam menjamin kehalalan produk (Sistem Jaminan Halal). b. Pemeriksaan dokumen-dokumen spesifikasi yang menjelaskan asal-usul bahan, komposisi dan proses pembuatannya dan/atau sertifikat halal pendukungnya, dokumen pengadaan dan penyimpanan bahan, formula produksi serta dokumen pelaksanaan produksi halal secara keseluruhan. c. Observasi lapangan yang mencakup proses produksi secara keseluruhan mulai dari penerimaan bahan, produksi, pengemasan dan penggudangan serta penyajian untuk restoran/catering/outlet. d. Keabsahan dokumen dan kesesuaian secara fisik untuk setiap bahan harus terpenuhi. e. Pengambilan contoh dilakukan untuk bahan yang dinilai perlu. Bagi perusahaan yang ingin mendaftarkan Sertifikasi Halal ke LPPOM MUI, baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), restoran/ katering, maupun industri jasa (distributor, warehouse, transporter, retailer) harus memenuhi Persyaratan Sertifikasi Halal yang tertuang dalam Buku HAS 23000, berisi tentang kriteria sistem jaminan halal serta kebijakan dan prosedur pengajuan sertifikasi produk. Dari website LPPOM MUI ( rinciannya adalah sebagai berikut: 1. Kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) Perusahaan bebas untuk memilih metode dan pendekatan yang diperlukan dalam menerapkan SJH, asalkan dapat memenuhi 11 kriteria berikut ini : 1) Kebijakan Halal: Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan mensosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan. 16

17 2) Tim Manajemen Halal: Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis dan memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas. 3) Pelatihan dan Edukasi: Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan harus dilaksanakan minimal setahun sekali atau lebih sering jika diperlukan dan harus mencakup kriteria kelulusan untuk menjamin kompetensi personel. 4) Bahan: Bahan tidak boleh berasal dari: Babi dan turunannya, Khamr (minuman beralkohol), Turunan khamr yang diperoleh hanya dengan pemisahan secara fisik, Darah, Bangkai, dan Bagian dari tubuh manusia. 5) Produk: Merek/nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan. Produk retail dengan nama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi. 6) Fasilitas Produksi: Lini produksi dan peralatan pembantu tidak boleh digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dengan yang mengandung babi atau turunannya. 7) Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis: Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis (seleksi bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang, produksi, dan lain-lain), disesuaikan dengan proses bisnis perusahaan yang menjamin semua bahan, produk, dan fasilitas produksi yang digunakan memenuhi kriteria. 8) Kemampuan Telusur (Traceability): Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang disetujui dan dibuat di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria fasilitas produksi. 9) Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria: Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang terlanjur dibuat dari bahan dan pada fasilitas yang tidak memenuhi kriteria. 10) Audit Internal: Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH yang dilakukan secara terjadwal setidaknya enam bulan sekali. Hasil audit internal disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap 17

18 kegiatan yang diaudit dan pihak ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala 6 bulan sekali. 11) Kaji Ulang Manajemen: Manajemen Puncak harus melakukan kajian terhadap efektifitas pelaksanaan SJH satu kali dalam satu tahun atau lebih sering jika diperlukan. Hasil evaluasi harus disampaikan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk setiap aktivitas. Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Sertifikasi Halal Sumber: website LPPOM MUI, 2013 ( 18

19 2. Kebijakan Dan Prosedur Sertifikasi Halal Kebijakan dan prosedur harus dipenuhi oleh perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal. Secara Umum Prosedur Sertifikasi Halal adalah sebagai berikut : a) Perusahaan yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan (produk/ fasilitas) dan perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online. melalui website LPPOM MUI ( atau b) Mengisi data pendaftaran berupa status sertifikasi (baru/ pengembangan/ perpanjangan), data Sertifikat halal, status SJH (jika ada) dan kelompok produk. c) Membayar biaya pendaftaran dan biaya akad sertifikasi halal. d) Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pendaftaran sesuai dengan status pendaftaran (baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses bisnis (industri pengolahan, RPH, restoran, dan industri jasa), diantaranya Manual SJH, Diagram alir proses produksi, data pabrik, data produk, data bahan dan dokumen bahan yang digunakan, serta data matrix produk. e) Setelah selesai mengisi dokumen yang dipersyaratkan, mengacu diagram alir proses sertifikasi halal pada Gambar 1.1, maka tahap selanjutnya adalah pemeriksaan kecukupan dokumen hingga penerbitan sertifikat halal. Untuk pemeriksaan produk yang hendak disertifikasi halal, LPPOM MUI didukung oleh para auditor halal yang bertugas melakukan pemeriksaan produk dari sisi kandungan, proses produksi, penyimpanan, hingga pendistribusiannya. Auditor adalah pencari fakta aspek teknologi melalui proses audit. Auditor LPPOM MUI berperan sebagai wakil ulama dan saksi untuk melihat dan menemukan fakta kegiatan produksi halal di perusahaan. Mereka terdiri dari tenaga ahli dari berbagai bidang ilmu, termasuk ahli pangan, ahli kimia, pertanian, biologi, fisika, dan kedokteran hewan yang tersebar di Pusat dan Daerah. Sedangkan pemeriksaan dari aspek syariah dilakukan oleh Komisi Fatwa MUI, yaitu salah satu komisi dalam MUI yang bertugas memberikan nasehat hukum Islam dan ijtihad untuk menghasilkan suatu hukum Islam terhadap persoalan-persoalan yang sedang dihadapi umat Islam. Sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI merupakan fatwa tertulis dari lembaga yang memiliki kompetensi dalam memberikan fatwa. Keanggotaan komisi fatwa mewakili seluruh organisasi Islam yang ada di Indonesia. Terdiri dari para ahli di bidang syari ah, dakwah, ulumul Qur an, dan ulumul hadits. Hingga kini, setidaknya ada 45 lembaga halal dunia yang menentukan standar kehalalannya merujuk kepada acuan LPPOM MUI, antara 19

20 lain negara-negara ASEAN, Kanada, Inggris, Belanda, Belgia, Turki, Jepang dan Amerika Serikat (Abadi dan Tim, 2011:60-61). Dengan berbekal sertifikat halal MUI, produsen dapat mengajukan proses perizinan pencantuman label halal ke Badan POM, dan setelah disetujui, baru produsen berhak mencantumkan label halal pada kemasan produknya Label Halal Di Indonesia, pengaturan mengenai label pangan diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan (UU Pangan) yang menggariskan bahwa label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan. Sedangkan label halal adalah keterangan atau tanda yang tercantum pada kemasan produk, sebagai bagian tertentu dari produk, atau tempat tertentu yang dinyatakan halal, yang menjadi bukti tanda sah jaminan produk tersebut halal untuk dimakan, diminum, dipakai, atau digunakan (Abadi dan Tim, 2011: 13). Pemberian label pada kemasan produk bertujuan agar masyarakat memperoleh informasi yang benar dan jelas atas setiap produk yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan. Sedangkan pemberian label halal pada kemasan produk ditujukan untuk melindungi masyarakat khususnya yang beragama Islam agar terhindar dari mengkonsumsi produk yang tidak halal. Label halal dijadikan sebagai tanda yang memudahkan konsumen untuk memilih produk-produk pangan yang akan dikonsumsinya sesuai dengan keyakinan agama Islam yang dianutnya. Dalam Penjelasan Pasal 30 ayat (2) butir e UU Pangan dinyatakan bahwa keterangan halal pada suatu produk pangan sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Namun, pencantuman label halal baru merupakan kewajiban apabila setiap orang yang memproduksi pangan dan atau memasukan pangan ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan bahwa pangan yang bersangkutan adalah halal bagi umat Islam. Pencantuman label halal ini dimaksudkan agar masyarakat terhindar dari mengkonsumsi pangan yang tidak halal/ haram (Prasetyo, 2013). Pencantuman label halal pada makanan kemasan dalam negeri (MD) harus seizin Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI. Sedang untuk bahan pangan milik industri rumah tangga (P-IRT), pencantuman label halalnya harus seizin Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) Provinsi. Pada prakteknya, produsen menengah besar yang 20

21 akan mengajukan permohonan pencantuman label halal wajib mendaftarkan produknya ke Badan POM untuk kemudian diaudit oleh petugas tim gabungan dari Badan POM, LPPOM MUI dan Kementerian Agama. LPPOM MUI mengaudit kehalalan bahan dan proses produksi. Badan POM melakukan audit penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB), mutu dan keamanannya. Sedangkan Kementerian Agama melakukan audit dalam hal pertanggungjawaban halal dan layanan karyawan muslim. Hasil audit kemudian dirapatkan di LPPOM MUI lalu dibawa ke Komisi Fatwa MUI untuk diperiksa kembali. Sertifikat halal akan dikeluarkan oleh MUI berdasarkan hasil komisi fatwa. Berdasarkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI inilah kemudian Badan POM akan mengizinkan produsen mencantumkan label halal pada kemasan produknya (Tanty, 2013). Pelaksanaan pencantuman label halal pada kemasan produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika dinilai sangat penting karena memberi kepastian bagi umat Islam bahwa produk yang dikonsumsi terjamin kehalalannya. Upaya pemerintah dalam memberikan jaminan produk halal bagi umat Islam di Indonesia terwujud dengan ditandatanganinya Piagam Kerja Sama antara Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 21 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pencantuman Tulisan Halal Pada Makanan. Pengaturan mengenai label halal lebih lanjut diatur dengan Surat Keputusan (SK) MenKes No.82/Menkes/SK/1996 tentang Pencantuman Tulisan Halal Pada Label Makanan, dan Perubahan SK MenKes No.924/MenKes/SK/1996, SK Dirjen POM HK tanggal 2 September 1996 tentang Tata Cara Pencantuman Tulisan Halal Pada Label Makanan, serta SK Kepala Badan POM No.HK tanggal 13 Januari 2003 tentang Pencantuman Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol dan Batas Kedaluwarsa Pada Penandaan Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Pangan (Prasetyo, 2013). Dasar dari kebijaksanaan pengaturan pencantuman label halal adalah memberikan ketentraman dan kepastian halal, tidak menambah beban harga bagi konsumen, bermutu, aman, dan bersifat sukarela. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pangan, baik mulai dari cara memproduksinya sampai dengan mengedarkannya mengatur bahwa pihak pelaku usaha atau produsen dapat secara sukarela mencantumkan label halal pada setiap kemasan produk yang diproduksinya. Dalam Pasal 34 UU Pangan disebutkan bahwa setiap orang yang menyatakan halal dalam label atau iklan pangan bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan tersebut. Kebenaran pernyataan halal dalam label atau iklan tentang 21

22 pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan, bahan tambahan pangan atau bahan bantu lain yang digunakan dalam memproduksi pangan, tetapi mecakup pula proses pembuatannya. Dalam UU Pangan ditetapkan bahwa keterangan halal pada label harus dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka arab dan huruf latin dalam bentuk yang jelas sehingga dengan mudah dimengerti oleh masyarakat. Penggunaan istilah asing dapat dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, tidak dapat diciptakan padanannya, atau digunakan untuk kepentingan perdagangan pangan ke luar negeri. Setiap orang dilarang mengganti, melabel kembali, atau menukar tanggal bulan dan tahun kadaluarwa pangan yang diedarkan. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) No. 8 Tahun 1999, pengaturan mengenai labelisasi halal antara lain terdapat pada Bab IV mengenai Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha, yaitu Pasal 8 ayat (1) huruf h yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan. Dalam hal ini, pemerintah juga harus melindungi masyarakat terhadap produksi dan peredaran makanan yang tidak memenuhi syarat, terutama dari segi mutu, kesehatan, keselamatan, dan keyakinan agama. Hal ini ditegaskan pengaturannya dalam Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1991 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan (Prasetyo, 2013). Label halal tidak begitu saja dapat dicantumkan oleh pihak produsen karena harus melewati proses sertifikasi halal terlebih dahulu agar dapat memberikan kepastian, jaminan dan ketentraman batin kepada masyarakat Indonesia yang mayoritasnya muslim, sehingga menunjang kelancaran dan kestabilan pembangunan nasional sekaligus menjamin dan memberi kepastian kepada pihak produsen dalam menjalankan usahanya.pencantuman label halal jika dilihat dari sudut kepentingan pelaku usaha dapat dijadikan ajang peningkatan promosi produk karena label halal merupakan cara yang efektif memberikan rasa aman, nyaman dan ketenangan bagi konsumen muslim baik di Indonesia maupun di dunia karena jika aspek kehalalan terpenuhi bukan hanya syariatnya saja yang terpenuhi tetapi juga aspek kesehatan dari produk itu sendiri. Islam menganjurkan umatnya untuk meninggalkan semua hal yang bersifat ragu-ragu (syubhat). Tanpa label halal, suatu produk dikategorikan sebagai barang yang meragukan. Jadi dalam hal ini diharapkan moralitas dari pihak produsen untuk memberikan perlindungan yang baik terhadap konsumen dengan bentuk kerelaan produsen dalam mencantumkan label halal bagi produk yang dipasarkan. Dengan demikian, konsumen 22

23 menjadi lebih nyaman dan terhindar dari rasa khawatir, mengingat bahwa bagi umat Islam kehalalan pangan sangatlah prinsipil karena berkaitan dengan keyakinan agamanya (Prasetyo, 2013). Adapun manfaat sertifikasi dan label halal bagi konsumen dan produsen akan lebih lanjut akan dijelaskan pada sub bab berikut ini Manfaat Sertifikasi Dan Label Halal Lukmanul Hakim, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, pada acara Simposium Makanan Halal Internasional ke-1 tanggal 8 Mei 2013 di Tokyo mengungkapkan, sertifikasi dan label halal bukan hanya bermanfaat bagi umat muslim saja, tetapi untuk kemakmuran dan kebahagiaan manusia secara keseluruhan. Masyarakat perlu memahami sepenuhnya maksud mendasar dari sertifikasi dan label halal produk. Pertimbangan pencatuman label halal didasari unsur sains teknologi dan unsur kepercayaan yaitu berupa fatwa yang dikeluarkan oleh para alim ulama. Produk yang telah berlabel halal tidak lagi menjadi kabur atau berada di daerah abu-abu karena sudah ada kepastian halalnya sehingga aman dikonsumsi atau digunakan (Susilo, 2013). Manfaat sertifikasi dan label halal pada dasarnya dapat dilihat dari dua sudut pandang utama, yaitu manfaat bagi konsumen dan manfaat bagi produsen Manfaat Bagi Konsumen Bagi konsumen muslim, manfaat sertifikasi dan label halal utamanya adalah untuk mendapat kepastian dan jaminan bahwa suatu produk tidak mengandung sesuatu yang tidak halal. Namun bukan hanya menjamin kehalalan kandungan produknya saja, tetapi juga menjamin bahwa proses produksi yang dilakukan sudah sesuai dengan syariat Islam sehingga produk tersebut aman untuk dikonsumsi atau digunakan (Bangkalan, 2013). Dengan demikian, sertifikasi dan label halal produk memberikan kepastian bagi konsumen muslim untuk dapat beribadat sesuai ajaran agamanya. Berdasarkan alquran dan hadits sebagai landasan utama hukum Islam dijelaskan bahwa bagi setiap muslim yang menjaga dirinya untuk hanya mengkonsumsi atau menggunakan produk yang terjamin kehalalannya, akan mendapat perlindungan dari Allah, bersinar agamanya, terjaga keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah, doa-doanya dikabulkan, memperoleh ketenangan jiwa, terjaga kesehatan jasmani dan rohaninya, mulia akhlaknya, mampu menjalin hubungan yang 23

24 harmonis dengan sesama manusia, turut serta memelihara kelangsungan hidup hewan, tumbuhan, alam dan manusia secara keseluruhan. Pembahasan mendalam mengenai landasan hukum halal dan manfaatnya bagi umat Islam berdasarkan alquran dan hadits tersebut di atas akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya. Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tentu sangat berkepentingan mengetahui halal tidaknya suatu produk. Pemerintah Indonesia sudah seharusnya memberi perhatian besar terhadap jaminan kehalalan produk dalam rangka melindungi konsumen muslim. Hal ini adalah bentuk kewajiban negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta mewujudkan kesejahteraan umum. Hal ini juga sebagai wujud jaminan negara dalam rangka memberikan kemerdekaan kepada tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat sesuai ajaran agama dan kepercayaannya itu (Abadi dan Tim, 2011:19). Alserhan (2011:115) menjelaskan bahwa pada dasarnya pasar produk halal terdiri dari pasar untuk konsumen muslim dan non musim. Karenanya, sertifikasi dan labelisasi halal tidak hanya bermanfaat untuk melindungi konsumen muslim saja, tetapi juga bagi konsumen nonmuslim yang ingin memastikan bahwa produk yang dikonsumsinya telah terjamin kebersihannya, menyehatkan, berkualitas dan aman digunakan, karena dengan adanya sertifikasi dan label halal akan mempermudah konsumen, apapun agamanya, untuk memperoleh informasi menyangkut bahan baku dan kualitas produk, kandungan gizi serta keterangan lain yang dibutuhkan konsumen ketika memilih dan menentukan produk mana yang benar-benar terjamin kebersihannya, sehat, berkualitas, aman dan telah melalui proses produksi yang baik dan benar, sesuai dengan yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen. Beberapa langkah yang dapat dilakukan konsumen sebelum membeli produk pangan: 1. Teliti terlebih dahulu apakah produk pangan olahan telah mencantumkan nomor MD (nomor pendaftaran Merek Dagang yang diberikan Badan POM untuk produk pangan olahan lokal yang diproduksi di dalam negeri). Jika sudah, teliti apakah ada label halal MUI-nya (lihat Gambar 1.2). Jika ada maka kehalalannya sudah terjamin karena untuk dapat mencantumkan label halal pada kemasan produk, produsen harus terlebih dahulu mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Jika tidak ada label halal MUI-nya berarti kehalalannya belum terjamin. 2. Untuk produk impor, lihat apakah sudah memiliki nomor ML pada kemasannya (nomor pendaftaran Merek dagang Luar negeri yang diberikan Badan POM untuk produk pangan 24

25 olahan yang berasal dari luar negeri/ import, baik produk yang dikemas langsung maupun yang dikemas ulang untuk dipasarkan di Indonesia). Jika sudah, perhatikan bahasa yang digunakan dalam kemasan, jika berbahasa Indonesia maka perhatikan label halal MUInya. Jika ada maka kehalalannya sudah terjamin. Jika bukan, perhatikan dari negara mana label halal itu dikeluarkan. Untuk mengetahui daftar lembaga sertifikasi halal dunia mana yang telah diakui standarnya oleh LPPOM MUI dan seperti apa label halalnya bisa dicek di website LPPOM MUI ( go_ to_ section/7/43/page). Jika tidak ada label halalnya, konsumen harus berhati-hati karena kehalalannya belum terjamin. Gambar 1.2. Label Halal MUI LPPOM : Untuk produk pangan olahan hasil industri kecil, lihat apakah ada nomor PIRT (Pangan Indistri Rumah Tangga) atau nomor pendaftaran SP (Sertifikat Penyuluhan) yang diberikan kepada pengusaha kecil dengan modal terbatas yang pengawasan diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kodya, sebatas penyuluhan, jika ada perhatikan apakah ada label halal MUI-nya. Jika, maka terjamin kehalalannya. Untuk produk ini konsumen diminta lebih berhati-hati karena tidak sedikit pengusha kecil yang mencantumkan label halal pada kemasan produknya meskipun belum memiliki sertifikat halal MUI. Hal ini kerap terjadi karena kekurangpahaman pengusaha kecil tentang ketentuan sertifikasi dan pencantuman label halal yang berlaku di Indonesia. Konsumen sebaiknya menanyakannya langsung ke penjual atau jika meragukan sebaiknya dihindari. 4. Daftar produk halal yang telah memiliki sertifikat halal resmi dari MUI dan berhak mencantumkan label halal pada kemasan produknya dapat dilihat di Jurnal Halal atau di website LPPOM MUI ( ceklogin_ halal/produk_halal_masuk/1309). 25

26 Manfaat Bagi Produsen Menurut Sugijanto, Ketua Umum LPPOM MUI Jawa Timur dalam seminar nasional Kehalalan Pangan 2010 di Jember, manfaat sertifikasi dan label halal produk bagi produsen terletak pada aspek moral dan aspek bisnis. Pada aspek moral, merupakan bentuk pertanggungjawaban produsen kepada konsumen. Sedangkan pada aspek bisnis, merupakan sarana pemasaran yang dapat meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen (Cardilach, 2012). Dengan kata lain, sertifikasi dan label halal produk dapat meningkatkan peluang bisnis, kepercayaan dan loyalitas konsumen, baik di dalam maupun di luar negeri. Sertifikasi dan label halal produk membuka peluang ekspor yang sangat luas, baik ke negara-negara muslim maupun ke seluruh penjuru dunia. Ketika sertifikat halal yang dimiliki produsen dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi halal yang diakui dunia seperti LPPOM MUI, produk tersebut telah menjadi produk global yang memiliki keunggulan kompetitif yang akan membuka peluang diterimanya produk-produk tersebut ke dalam komunitas konsumen produk halal di seluruh dunia. Manfaat bagi produsen yang telah mensertifikasi dan melabelisasi halal produknya antara lain adalah: 1. Memberikan ketenangan dalam berproduksi 2. Memberikan jaminan halal yang dapat menentramkan konsumen 3. Meningkatkan kepercayaan konsumen 4. Meningkatkan loyalitas konsumen 5. Meningkatkan citra produk 6. Memiliki keunggulan kompetitif 7. Memiliki unic selling product 8. Luasnya peluang pemasaran di pasar domestik dengan target pasar utama 202 juta penduduk muslim di Indonesia 9. Meningkatkan market share produk lokal halal yang masih sangat luas di Indonesia 10. Biaya sertifikasi halal di Indonesia yang tergolong terjangkau menjadikannya aset yang berharga dan menguntungkan dengan biaya investasi yang terjangkau 11. Berpeluang mengekspansi pasar ke negara-negara muslim di dunia 26

27 12. Berpeluang mengekspansi pasar secara global mengingat demand produk halal tidak hanya berasal dari konsumen muslim, tetapi juga konsumen non muslim di dunia yang telah mengakui kebaikan dan kelebihan produk halal 13. Mendukung peningkatan pasar produk halal di tingkat nasional dan global Produsen produk halal Indonesia yang berjumlah ratusan ribu perusahaan sangat berkesempatan menembus pasar produk halal dunia dengan target 1,4 milyar penduduk muslim dan jutaan konsumen nonmuslim lainnya yang memiliki demand tinggi terhadap produk halal. Produk halal berpeluang besar dipasarkan ke 57 negara yang tergabung dalam the Organization of the Islamic Conference (OIC) yang beranggotakan 50 negara muslim dan 7 negara lain yang meskipun bukan negara muslim tetapi memiliki jumlah penduduk muslim yang cukup besar seperti Rusia yang 15 persen penduduknya adalah muslim. Nilai transaksi ekspor impor negara-negara tersebut saat ini bernilai USD 2.4 triliun yang tidak hanya terkait dengan perdagangan minyak, tetapi juga berbagai produk industri dan jasa berbasis produk halal lainnya (Alserhan, 2011:17-18). Di pasar Eropa, makanan halal saat ini telah mencapai nilai sekitar USD 66 miliar, mencakup daging, makanan segar dan beku. Sedangkan di tingkat global nilainya mencapai USD 634 milliar. Nilai tersebut lebih tinggi dari sebelumnya yang mencapai USD 580 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa nilai transaksi produk halal dunia mengalami kenaikan lebih dari tujuh persen setiap tahunnya. Wakil Presiden Eksekutif Nestle, Van Dijk, dalam sebuah Forum Halal Dunia yang berlangsung pada pertengahan 2012 lalu mengungkapkan bahwa bisnis makanan halal dunia akan tumbuh persen dalam satu dekade mendatang (Mahmud, 2013b:13). Pasar produk halal di Prancis menggeliat pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk muslim Prancis yang mencapai hampir 5 juta jiwa. Pasar produk halal Prancis diperkirakan akan semakin meningkat persen per tahun. Geliat tersebut semakin mencapai klimaksnya disepanjang bulan Ramadhan dimana sejumlah supermarket berlomba-lomba menyediakan produk halal. Supermarket Cora misalnya, menawarkan produk susu, rempah-rempah, permen, lasagna beku, dan daging halal. Direktur supermarket Cora, Mathias Michnenaud mengatakan, saat ini Cora mencerminkan keragaman pembeli yang salah satunya umat Islam. Menurut kepala perusahaan riset pasar Solis berbasis di Paris, Abbas Bendali mengatakan, pemasok besar dan supermarket saling berebut memenuhi permintaan konsumen muslim di bulan Ramadhan, mereka berlomba-lomba menawarkan dan mempromosikannya selama Ramadhan. Mounira Ben Maamar, seorang eksekutif bisnis, 27

28 mengatakan satu decade lalu komunitas muslim Prancis hanya memiliki beberapa pilihan ingin mencari produk halal. kini, telah banyak produsen produk halal yang membangun bisnisnya senilai jutaan dolar dan mulai mengembangkan merek mereka sendiri (Nashrullah dalam Republika, 15/11/2013:5). Di Amerika, tidak sedikit peternak yang memasarkan daging bersertifikat halal. Joe Cole, seorang peternak di Maryland telah beralih dari rumah pemotongan konvensional menjadi rumah pemotongan hewan bersertifikat halal dan mulai mempekerjakan ahli memotong hewan dari Pakistan. Salah seorang konsumen Cole bernama Said Hagar Farhat mengaku senang dan yakin bisnis daging halal di Amerika akan berkembang pesat. Umat Islam yang menetap di Inggris juga mulai dimanjakan dengan keberadaan produk halal lainnya. Sebuah restoran cepat saji terkenal di Prancis bahkan telah mengekspansi produk halal di setiap gerainya (Sasongko dan Rachman, 2010). Di Thailand, meskipun muslim adalah minoritas, tetapi kita bisa melihat begitu banyak produk halal yang dijual di berbagai gerai yang dengan bangga memasang logo Halal dan sertifikat Halal CICOT (Central Islamic Committee of Thailand). Logo halal yang berbentuk belah ketupat itu tersebar dimana-mana menghiasi produk-produk unggulan Thailand seperti keripik durian dan nangka, berbagai kukis dan makanan ringan lainnya. Restoran halal pun ada di berbagai sudut dengan tanda yang jelas dan logo yang sama. Kampanye halal ternyata tidak hanya sebatas tersebarnya logo dan sertifikat halal di geraigerai toko dan produk-produk Thailand. Konsumen dapat dengan mudah bertanya langsung kebagian informasi di hotel-hotel dan tempat-tempat wisata untuk mengetahui letak restoran-restoran halal atau toko-toko yang menjual berbagai produk halal. Mereka akan menjawab dengan sangat jelas dan lugas. Tak satupun petugas yang tidak tahu mengenai produk halal. Mereka juga menyediakan katalog berisi daftar restoran halal di Bangkok dan kota-kota lainnya yang diberikan secara cuma-cuma kepada pengunjung. Di Bangkok, tempat-tempat strategis seperti BMK Mall yang menjadi langganan pelancong Indonesia dan Timur Tengah juga menyediakan restoran halal dengan informasi yang mudah terlihat. Dalam skala makro, Thailand bahkan telah mengekspor produk halalnya ke berbagai negara dalam jumlah besar. Persyaratan halal yang kerap menjadi barrier bagi negara-negara muslim berhasil dilewati dan dengan bangga mereka menggunakan isu halal sebagai titik entry point ke berbagai negara muslim seperti negara-negara eks Soviet, Tjikistan, Uzbekistan, Kazakstan dan Turkemistan yang mayoritas berpenduduk muslim (Wahid, 2012:30-31). Berdasarkan data the United Nations Population Funds, jumlah penduduk 28

29 muslim dunia diprediksikan akan mencapai lebih dari 1.6 milyar pada tahun 2015 dan meningkat hingga 2.6 milyar penduduk ditahun Ini berarti 30 persen penduduk dunia adalah muslim. Saat ini diperkirakan dua per tiga dari penduduk dunia di bawah usia 18 tahun adalah muslim (Temporal, 2011: 49). Indonesia sendiri merupakan pasar terbesar produk halal di dunia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tentu saja menjadikan konsumen muslim Indonesia sebagai target pasar global yang besar dan potensial. Jumlah populasi muslim Indonesia yang sangat besar mampu mengalahkan gabungan jumlah penduduk dari negaranegara muslim lainnya seperti Malaysia (30 juta), Arab Saudi (28 juta), Uni Emirat Arab (4 juta), Turki (75 juta), dan Kuwait (3 juta). Sedangkan jumlah penduduk muslim Indonesia hampir mencapai 220 juta dari 245 juta jiwa. Para produsen lokal yang mencapai ratusan ribu perusahaan di Indonesia sebenarnya berpotensi besar memasarkan produk halal di dalam negeri (Mahmud, 2013b: 14). Di Bali saja, meskipun penduduk muslim adalah minoritas, banyak pengusaha-pengusaha makanan baik yang muslim maupun nonmuslim telah mengajukan sertifikasi halal produknya ke MUI. Salah satunya adalah seorang pengusaha yang telah belasan tahun mengelola usaha kuliner dengan resep warisan dari orang tuanya. Tujuh tahun lalu, ia memutuskan untuk mensertifikasi halal produknya dan hingga kini ia tetap konsisten menjaga kehalalan produknya sesuai dengan ketentuan MUI meskipun ia sendiri beragama Kristen. Dalam tempo tujuh tahun, dari modal awal sekitar Rp 150 juta, aset usahanya kini berkembang sangat besar hingga mencapai lebih dari Rp 7 miliar (Muchlis, 2012). Tren produk halal di Indonesia memang menunjukkan peningkatan yang cukup pesat. Hal ini nampak dari meningkatnya permintaan masyarakat atas produk halal dari tahun ke tahun. Dari 70% di tahun 2009, meningkat hingga 92,2 % di tahun Dari jumlah sertifikat halal yang dikeluarkan, hingga akhir tahun 2012 mencapai , dan per ahir November 2013 telah mencapai sertifikat dari perusahaan (Hakim, 2013: 24). Namun meskipun secara prosentase dari tahun ke tahun produk yang bersertifikat halal mengalami peningkatan, secara total angkanya masih cukup rendah. Rendahnya animo pengusaha terhadap sertifikasi halal terbanyak ada di segmen UKM dan pedagang kecil. Bakso misalnya, yang beberapa pecan lalu sempat membuat heboh masyarakat, di Jakarta saja, jumlah pedagang bakso sebanyak pedagang. Jumlah ini baru yang tercatat sebagai anggota Apmiso (Asosiasi Pedangan Mie dan Bakso). Di luar Apmiso jumlahnya 29

30 bisa mencapai ratusan ribu. Dari jumlah tersebut secara nasional yang sudah mengantongi sertifikasi halal baru sekitar 106 pedagang (Mahmud, 2013b: 14). Rendahnya minat pedagang lokal melakukan sertifikasi halal menurut Lukmanul Hakim, Direktur Eksekutif LPPOM MUI, disebabkan beberapa alasan. Pertama, pamahaman dan kepedulian pedagang tentang halal masih sangat sederhana. Dalam persepsi mereka, sepanjang tidak secara langsung menjual makanan bercampur daging babi/celeng, maka produk yang mereka jual otomatis halal. Padahal seiring dengan perkembangan teknologi, babi/celeng dan turunannya bisa merasuk ke hampor semua bahan pangan, misalnya kecap, bumbu masak, minyak goreng, dan sebagainya. Kedua, sifat sertifikasi halal masih voluntary (sukarela) sehingga tak ada kewajiban bagi pedagang untuk mengajukan sertifikasi halal. Padahal, produk yang dikonsumsi secara massal seperti bakso dan daging, semestinya diwajibkan untuk dilakukan sertifikasi halal. Selain itu, banyak Sistem Jaminan Halal (SJH) sebagai salah satu prasyarat dilakukannya sertifikasi halal, yang masih belum mampu dipenuhi oleh pedagang, seperti tempat penggilingan daging yang secara khusus hanya untuk menggiling daging halal. Diperlukan peran pemerintah untuk melakukan penertiban dan pembinaan kepada para pedagang karena menurut Lukman, bidang regulasi dan tata niaga sudah barangtentu menjadi domain pemerintah (Mahmud, 2013b: 14). Maraknya kasus produk nonhalal yang beredar di Indonesia mendorong masyarakat muslim di negeri ini menjadi lebih berhati-hati dalam memilih produk sebelum memutuskan untuk membeli atau mengkonsumsinya. Seiring dengan meningkatnya kesadaran konsumen muslim Indonesia terhadap produk halal, diperlukan upaya serius pemerintah dalam hal pengawasan produk halal di dalam negeri. Memang pengawasan produk-produk yang beredar di masyarakat bukan perkara mudah dan memerlukan mekanisme pengaturan yang jelas. Di Indonesia belum ada pasal pidana yang dapat menjerat tersangka kasus-kasus beredarnya produk nonhalal. Kekosongan payung hukum ini membuat MUI tidak memiliki wewenang untuk mengawasi semua produk pangan yang beredar di masyarakat, kecuali yang bersertifikat halal MUI (Purwata dalam Republika, 20/12/2012: 1). Sertifikasi dan label halal produk tidak hanya memberikan ketentraman batin bagi konsumen muslim, tetapi juga ketenangan berproduksi bagi produsen. Sertifikasi halal yang dikeluarkan MUI merupakan fatwa tertulis dari komisi fatwa yang diwakili oleh para ulama dari seluruh organisasi Islam yang ada di Indonesia. Ketetapan halal melalui komisi fatwa dalam proses sertifikasi halal terbukti mampu mendorong nilai tambah/ keunggulan produk 30

31 tersendiri sehingga berperan sebagai selling point di pasar domestik dan ekspor, terutama untuk produk-produk yang dipasarkan di negeri-negeri dengan penduduk mayoritas muslim, serta menjadi competitive advantage bagi para pengusaha lokal dalam menghadapi serbuan produk impor di era perdagangan bebas saat ini Potensi Kandungan Bahan Baku Non Halal Pada Produk Makanan, Minuman, Obat-obatan dan Kosmetika Terbatasnya pengetahuan konsumen mengenai komposisi produk yang berpotensi mengandung zat nonhalal diduga salah satunya karena tidak banyak media massa yang membahas informasi kehalalan produk. Hanya sedikit konsumen yang mengetahui adanya Jurnal Halal yang diterbitkan oleh LPPOM MUI setiap dua bulan sekali. Jurnal ini membahas berbagai informasi aktual mengenai produk halal dan memuat daftar produk yang telah memiliki sertifikat halal MUI. Daftar produk halal tersebut dibagi kedalam berbagai kelompok, yaitu: kelompok daging dan daging olahan; rumah potong hewan; ikan dan produk olahannya; susu, keju dan es krim; susu dan makanan bayi dan balita; bumbubumbu; flavor; minyak, lemak dan emulsi; mie instan; makanan ringan; bakery dan bahan roti; coklat dan permen; minuman dan bahan minuman; jamu; obat-obatan; vitamin; kosmetik; kelompok restoran; sayuran dan olahannya; roti dan kue; bakery ingredient; tepung-tepungan, pati-patian dan produk turunan atau olahannya; pemanis; ekstrak; selai dan jelly; pembentuk gel; protein dan asam amino; suplement; es dan es cream; enzim; bahan tambahan; telur; beras/ nasi; dan kelompok lain seperti tinta, kertas, kantong plastik, sabun pembersih, tissue, arang dan lain-lain (LPPOM MUI, 2011). Dari daftar tersebut ternyata banyak sekali produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika serta produk lainnya seperti tinta, kertas, kantong plastik, tissue, dan arang, yang berpotensi mengandung bahan baku yang tidak halal. Dewasa ini, perkembangan teknologi telah menciptakan aneka produk olahan yang kehalalannya patut diragukan. Karena lebih ekonomis, banyak produk olahan yang memanfaatkan bahan-bahan haram tersebut sebagai bahan baku, bahan tambahan ataupun bahan penolong. Karena bercampur aduk dengan bahan yang diragukan kehalalannya sebuah produk seringkali menjadi tidak jelas kehalalan dan keharamannyanya. Hal ini menyebabkan berbagai macam produk olahan menjadi syubhat dalam arti meragukan dan 31

32 tidak jelas status kehalalannya (Direktori LPPOM MUI, 2013). Menurut Girindra (2001), perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang makin pesat memungkinkan adanya zat tambahan dalam memproses makanan yang bukan cuma dapat dibuat secara kimiawi atau bioteknologi, tapi juga diekstraksi dari tanaman atau hewan. Disinilah kemungkinan terjadinya perubahan makanan dari halal menjadi tidak halal. Sukar bagi masyarakat membedakan produk mana yang halal dan mana yang haram, terutama jika bahan tambahan yang digunakan berasal dari ekstraksi hewan tak halal, apalagi jika makanan itu sudah mengalami proses setengah jadi ataupun sudah siap saji. Dalam produk mi instan misalnya, menggunakan berbagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang berfungsi memperbaiki sifat dan bentuk pangan, antara lain pewarna, emulsifier, antikempal, pengawet dan penyedap rasa. Pewarna annatto yang larut air perlu diwaspadai karena biasanya menggunakan emulsifier yang dapat berasal dari turunan lemak nabati atau hewani. Untuk kestabilan selama penyimpanan, pewarna tertentu juga dilapisi bahan salut gelatin yang berasal dari kulit atau tulang hewan. Antikepal digunakan pada tepung terigu atau produk berbentuk pupuk/ powder untuk mencegah terjadinya penggumpalan. Anti kepal yang perlu diwaspadai adalah edible bone phosphate (E-542) yang berasal dari tulang hewan, dan magnesium stearat (E-572) serta asam stearat (E-570) yang merupakan turunan lemak. Jika berasal dari hewani, harus dipastikan berasal dari hewan halal (bukan babi) yang disembelih sesuai syariat Islam. Pengawet dan penyedap rasa (flavor enhancer) yang perlu diwaspadai jika dibuat dengan proses fermentasi yang harus dipastikan media fermentasinya terbebas dari bahan haram dan najis (Haryono, Juli-Agustus 2010). Untuk produk minuman berupa air mineral atau air putih dalam kemasan, tidak banyak konsumen yang menyadari bahwa air putih dalam kemasan berpotensi tidak halal. Hal ini sangat mungkin terjadi jika pada proses penyaringannya menggunakan media filter berupa arang aktif yang berpotensi terbuat dari tulang babi. Arang aktif dapat berasal dari tiga sumber, pertama dari tulang hewan, batu bara dan tanaman seperti tempurung kelapa, serbuk gergajian atau dari kayu (Roswiem, Juli-Agustus 2010). Arang aktif ini digunakan dalam proses penyaringan untuk menghilangkan warna dan bau pada air minum. Meskipun tidak banyak, namun penggunaan tulang babi sebagai arang aktif masih dilakukan karena harganya yang lebih murah. Jadi titik kritis keharamannya adalah tulang hewan. Menurut Wakil Direktur LPOM MUI, Ir.Muti Arintawati, apapun yang berasal dari tulang hewan 32

33 kalau untuk dikonsumsi harus dipastikan berasal dari hewan halal dan disembelih sesuai syariah, termasuk tulang di dalamnya (Mahmud, Juli-Agustus 2011). Menurut Haryono (November-Desember 2009) air minum dalam kemasan juga perlu memperhatikan bahan plastik yang digunakan, apakah sudah sesuai dengan tujuan penggunaannya. Jenis plastiknya sendiri ada yang berwarna hijau atau biru transparan dan ada pula yang tidak berwarna (putih transparan). Untuk air minum dalam kemasan botol plastik yang digunakan adalah jenis polyethelene terephthalate (PET), sedangkan untuk air minum dalam kemasan gelas plastik atau cup digunakan polypropylene (PP). Produk halal tidak hanya isinya saja namun juga kemasannya. Ada alasan mengapa bahan kemasan plastik perlu disertifikasi halal. Dalam pembuatannya, kemasan plastik sering ditambahkan bahan lain seperti stabilizer dan antioksidan untuk melindungi proses aging dan oksidasi sinar. Digunakan juga plasticizer untuk memperbaiki sifat plastik dan merubah melting point, fillers untuk memperbaiki sifat mekanis dan terkadang permeabilitas terhadap gas. Bahan lain juga seperti colorant, reinforcements sering juga ditambahkan dalam kemasan plastik. Bahan-bahan penolong tersebut serta monomer kemasan plastik terkadang mampu bermigrasi ke dalam produk makanan dan minuman yang dikemasnya sehingga ikut dikonsumsi oleh konsumen. Dengan demikian kehalalan kemasan plastik juga perlu dipertimbangkan (Cahyana, Maret-April 2011). Untuk obat-obatan, menurut Roswiem dan Haryono (November-Desember 2009), bahan baku obat memiliki titik kritis kehalalan sebab bisa berasal dari bahan haram dan najis seperti babi, alkohol, organ manusia maupun bahan hewani lain yang tidak jelas asal usulnya. Untuk itu perlu dikritisi kehalalan obat dari bentuk sediaannya. Untuk obat berbentuk tablet perlu diwaspadai proses pembuatannya yang sering menggunakan bahan magnesium stearat dan monogliserida yang berasal dari turunan lemak. Demikian juga dengan obat berbentuk serbuk dan kaplet, penggunaan laktosa dalam proses produksi obat serbuk mesti diperhatikan dimana enzim hewani dari babi bisa saja berperan dalam pembuatan laktosa ini. Termasuk juga penggunaan bahan pewarna. Cangkang kapsulpun perlu diperhatikan sebab sebagian besar bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kapsul mempergunakan gelatin yang bisa berasal dari tulang tulang maupun kulit hewan seperti sapi, ikan ataupun babi. Sedangkan obat berbentuk cair atau liquid juga mesti diperhatikan, terutama penggunaan etanol atau alkohol dan flavor (perasa) yang digunakan. Sebab bisa saja flavor tersebut terbuat dari bahan penyusun dan dan pelarut yang tidak jelas 33

34 kehalalannya. Untuk obat berbentuk pil dan injeksi (suntik) juga sama, bahan penyusun obat gliserin yang bisa saja berasal dari turunan lemak, temasuk juga penggunaan bahan gelatin yang banyak digunakan. Demikian pula halnya penggunaan protein darah manusia dalam obat injeksi. Etanol dan gliserin pun dapat digunakan dalam obat berbentuk suntik tersebut. Contoh lain insulin yang bisa berasal dari pankreas babi atau lovenox (obat injeksi anti penggumpalan darah) yang juga berasal dari babi. Oleh karena itu konsumen harus cermat dalam memilih obat-obatan yang tidak hanya ingin mendapatkan kesembuhan semata namun juga ridha dari Allah SWT. Sedangkan untuk kosmetika seperti produk pasta gigi, dalam Dyah dkk. (2010) dijelaskan bahwa pasta gigi termasuk produk kosmetika dimana menurut Peraturan Menkes RI 1976 dan sesuai dengan Federal Food and Cosmetic Act 1958, pasta gigi adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, direkatkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan, dimasukkan dalam, digunakan pada badan manusia dengan maksud membersihkan, memelihara, menambah daya tarik, dan mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat. Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, mengatakan, titik kritis keharaman dalam pasta gigi itu terkandung dalam bahan-bahannya. Pasta gigi mengandung kalsium yang diperoleh dari tulang binatang, apakah babi atau binatang yang lain. Pasta gigi juga mengandung flavor yang bisa berasal dari alkohol, bisa juga dari zat sejenis binatang berang-berang. Agar masyarakat tidak salah memilih pasta gigi yang halal, terang Lukmanul, mereka harus membeli pasta gigi yang telah memiliki sertifikat atau tanda halal. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa hewan babi dan turunannya sangat populer digunakan sebagai bahan baku dalam produksi makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika serta produk gunaan lainnya seperti tas, sepatu, dompet, tinta dan lain-lain. Hal ini terutama karena harganya yang ekonomis. Untuk mengetahui produk-produk apa saja yang berpotensi mengandung bahan baku dari hewan babi dan turunannya dapat dilihat pada Gambar Fenomena Perilaku Pembelian Produk Halal di Indonesia Dalam Bisnis Indonesia (Sihombing, 20/01/2011:6) diberitakan bahwa potensi pasar produk halal dunia diperkirakan mencapai US$2,1 triliun per tahun, dimana, konsumsi makanan halal diprediksi melebihi rata-rata per tahun yang mencapai US$666,7 miliar. Nadzri Shamsudin kepada Bisnis Indonesia (Sihombing, 20/01/2011: 6) mengungkapkan bahwa 34

35 Gambar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah IV. SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah lembaga yang berfungsi membantu Majelis Ulama Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2014 PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Sejauh mana penanganan label halal yang dilakukan oleh MUI (LPPOM) sekarang?

Sejauh mana penanganan label halal yang dilakukan oleh MUI (LPPOM) sekarang? {mosimage} KH M Anwar Ibrahim, Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat Rancangan Undang-undang (RUU) Jaminan Produk Halal kini dalam pembahasan di DPR. Selama proses pembahasan itu mulai terasa ada upaya 'melengserkan'

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan sebagai isi dari apa yang

Lebih terperinci

Persyaratan Sertifikasi Halal. Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2

Persyaratan Sertifikasi Halal. Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2 Persyaratan Sertifikasi Halal Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2 Tujuan : Peserta memahami prinsip-prinsip dari Kebijakan dan Prosedur dalam Sertifikasi Halal. Peserta dapat menerapkan Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM UMKM ( Usaha Mikro Kecil dan Menengah ) merupakan pelaku ekonomi nasional yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian. Karena. kegiatan

Lebih terperinci

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Serial artikel sosialisasi halalan toyyiban PusatHalal.com Materi 5 KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Oleh DR. Anton Apriyantono Mengkonsumsi pangan yang halal dan thoyyib (baik, sehat, bergizi dan aman) adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka pangan harus tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam jenisnya

Lebih terperinci

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal Apa itu Perbuatan Hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara. (Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, Haram) Hukum Halal/Haram Menjadi dasar dalam proses Sertifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya membuka usahanya di

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya membuka usahanya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya membuka usahanya di bidang makanan dan minuman seperti usaha membuka tempat makan (restoran/rumah makan), camilan dan kuliner

Lebih terperinci

BAB I. Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai. dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan

BAB I. Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai. dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan masyarakatnya

Lebih terperinci

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA Konferensi Tingkat Tinggi Association of South East Asia Nations (ASEAN) ke-9 tahun 2003 menyepakati Bali Concord II yang memuat 3 pilar untuk mencapai vision 2020 yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87%

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% beragama Islam merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi produk-produk halal. Apabila

Lebih terperinci

MANUAL Sistem Jaminan Halal

MANUAL Sistem Jaminan Halal MANUAL Sistem Jaminan Halal Perusahaan : (Diisi Nama Perusahaan) Disusun Oleh : Manual SJH 0 HALAMAN PENGESAHAN Manual Sistem Jaminan Halal Perusahaan [.] ini merupakan dokumen perusahaan terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk dengan mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari 237.641.326 penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik Oleh Mahasiswi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga, Jurnal EKonomi, 2016, hal. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik Oleh Mahasiswi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga, Jurnal EKonomi, 2016, hal. 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita tentu ingin selalu tampil cantik di mana pun dan kapan pun. Banyak yang dilakukan untuk mendapatkan tampilan yang diinginkan agar terlihat menawan. Hal yang paling

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB VI JAMINAN KEHALALAN DAN MEKANISMENYA

BAB VI JAMINAN KEHALALAN DAN MEKANISMENYA 44 BAB VI JAMINAN KEHALALAN DAN MEKANISMENYA Sistem jaminan Pproduk Halal dari berbagai negara dievaluasi dengan mengikuti kerangka infrastruktur sistem jaminan keamanan pangan ditambah beberapa hal yang

Lebih terperinci

SISTEM JAMINAN HALAL (S J H)

SISTEM JAMINAN HALAL (S J H) SISTEM JAMINAN HALAL (S J H) 2014 MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ] Disiapkan oleh, Disahkan oleh, (Ketua Tim Manajemen Halal) (Perwakilan Manajemen) DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 Halaman Pengesahan...

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat. Jumlah populasi muslim telah mencapai seperempat dari total populasi dunia dan diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, teknologi dan informasi, maka semakin luas alur keluar dan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, teknologi dan informasi, maka semakin luas alur keluar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dan perdagangan bebas, dengan dukungan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, maka semakin luas alur keluar dan masuknya barang dan jasa melintasi

Lebih terperinci

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA 1 Kebijakan Halal Apakah pimpinan perusahaan memilik kebijakan tertulis yang menunjukkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk memproduksi produk halal secara konsisten? Apakah kebijakan halal disosialisasikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Produk Pangan 1. Pengertian Pangan Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan yang selanjutnya disingkat UUP, Pangan adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan dasar yang dirasakan atau disadari. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, terlebih

Lebih terperinci

Manual SJH. Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan

Manual SJH. Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan MANUAL SJH STANDAR Manual SJH Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan dalam menerapkan SJH Prinsip Manual Sistem Menuliskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi yang dapat diperoleh konsumen akan semakin banyak dan turut pula mempengaruhi pola

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN PANGAN AMAN DAN HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi saat ini, maka kebutuhan hidup manusia kian berkembang pula. Tidak hanya kebutuhan akan

Lebih terperinci

MAKANAN DAN MINUMAN DALAM ISLAM OLEH : SAEPUL ANWAR

MAKANAN DAN MINUMAN DALAM ISLAM OLEH : SAEPUL ANWAR MAKANAN DAN MINUMAN DALAM ISLAM OLEH : SAEPUL ANWAR Konsep dasar halal dan haram dalam islam Halal dan Haram adalah Hak absolut Allah dan RasulNya Kejelasan halal dan haram Dalam islam sesuatu itu terbagi

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA

PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA Dr. HM. Asrorun Ni am Sholeh,MA Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia @ans PENGERTIAN Fatwa adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STANDAR SERTIFIKASI PENYEMBELIHAN HALAL DAN URGENSINYA. A. Analisis Terhadap Standar dan Prosedur Sertifikasi Penyembelihan Halal

BAB IV ANALISIS STANDAR SERTIFIKASI PENYEMBELIHAN HALAL DAN URGENSINYA. A. Analisis Terhadap Standar dan Prosedur Sertifikasi Penyembelihan Halal 60 BAB IV ANALISIS STANDAR SERTIFIKASI PENYEMBELIHAN HALAL DAN URGENSINYA A. Analisis Terhadap Standar dan Prosedur Sertifikasi Penyembelihan Halal 1. Analisis terhadap standar sertifikasi penyembelihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang beragama muslim, ada hal yang menjadi aturan-aturan dan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang beragama muslim, ada hal yang menjadi aturan-aturan dan A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan globalisasi yang berkembang saat ini, gaya hidup masyarakat pada umumnya mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut dapat

Lebih terperinci

populasi konsumen Muslim di Indonesia telah mencapai 90% dari jumlah total penduduk (BPS,2013). Sebagai negara dengan populasi kaum Muslim terbesar,

populasi konsumen Muslim di Indonesia telah mencapai 90% dari jumlah total penduduk (BPS,2013). Sebagai negara dengan populasi kaum Muslim terbesar, BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar dengan menempati peringkat ke 1 di dunia. Jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia, Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. UKM sangat berperan dalam peningkatan lapangan pekerjaan.

Lebih terperinci

MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ]

MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ] MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ] Disiapkan oleh, Disahkan oleh, (Ketua Tim Manajemen Halal) (Perwakilan Manajemen) Daftar Isi... 1 Halaman Pengesahan... 2 1. Pendahuluan...3 1.1 Informasi Umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL -1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYANYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya agar dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di

syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya agar dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan (makanan dan minuman) yang halal dan baik merupakan syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya agar dapat bersaing dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN HEWAN DAN BAHAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam segala bidang di Indonesia akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya perubahan perilaku konsumen, kebijakan

Lebih terperinci

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

Fokus Pagi Edisi Rabu, 29 Juli 2009 Tema : Kebijakan Topik : Nasib Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Fokus Pagi Edisi Rabu, 29 Juli 2009 Tema : Kebijakan Topik : Nasib Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Fokus Pagi Edisi Rabu, 29 Juli 2009 Tema : Kebijakan Topik : Nasib Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Sahabat MQ/ Rancangan Undang Undang tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang kini tengah digodok

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 Pasal 69 Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui: a. Sanitasi Pangan; b. pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan; c. pengaturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, mulai dari hal-hal yang besar hingga bagian terkecil dalam

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. PANGAN HALAL Pangan di dalam UU RI No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam agama yang sempurna, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada. Nabi Muhammad SAW yang memiliki sekumpulan aturan.

BAB I PENDAHULUAN. Islam agama yang sempurna, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada. Nabi Muhammad SAW yang memiliki sekumpulan aturan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam agama yang sempurna, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang memiliki sekumpulan aturan. Menurut An- Nabhani sekumpulan aturan yang

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG RGS Mitra Page 1 of 11 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Lebih terperinci

Undang Undang. Nomor 23 Tahun Republik Indonesia ZAKAT PENGELOLAAN. Tentang

Undang Undang. Nomor 23 Tahun Republik Indonesia ZAKAT PENGELOLAAN. Tentang Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang PENGELOLAAN ZAKAT Kementerian Agama Republik lndonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat Tahun 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, dan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar dalam membantu perekonomian rakyat. UKM Menurut UU No. 20 tahun 2008 Usaha Kecil dan Menengah adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar dalam membantu perekonomian rakyat. UKM Menurut UU No. 20 tahun 2008 Usaha Kecil dan Menengah adalah usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UKM telah teraktualisasi sejak masa krisis sampai saat sekarang ini. Selama masa krisis hingga saat ini, keberadaan UKM mampu menjadi motor penggerak utama ekonomi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bukan hanya umat Islam di pedesaan, tetapi lebih-lebih di perkotaan. Banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. Bukan hanya umat Islam di pedesaan, tetapi lebih-lebih di perkotaan. Banyaknya 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir ini kesadaran beragama umat Islam semakin kuat. Bukan hanya umat Islam di pedesaan, tetapi lebih-lebih di perkotaan. Banyaknya artis-artis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Oleh karena itu pemenuhan akan kebutuhannya merupakan hak asasi setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL

BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL A. UMKM Makanan dan Minuman di Surabaya Usaha mikro kecil menengah (UMKM) merupakan pelaku ekonomi nasional yang mempunyai peran yang sangat

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN A. Pengertian Label Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17 Menurut Tjiptono label merupakan

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH

SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH 86 SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH Pujiati Utami Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi produk yang ditawarkan perusahaan, akan cepat sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. informasi produk yang ditawarkan perusahaan, akan cepat sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era kemajuan teknologi dan informasi dalam dunia usaha atau bisnis, informasi produk yang ditawarkan perusahaan, akan cepat sampai kepada konsumen. Konsumen semakin

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. bakso menggunakan daging sapi dan daging ayam. campuran bakso, dendeng, abon dan produk berbasis bakso lainnya.

BAB. I PENDAHULUAN. bakso menggunakan daging sapi dan daging ayam. campuran bakso, dendeng, abon dan produk berbasis bakso lainnya. BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakso merupakan makanan yang sangat populer di Indonesia. Bakso dapat dijumpai mulai dari pedagang gerobak yang berkeliling hingga restoran di hotel berbintang. Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum syara yang saling berseberangan. Setiap muslim diperintahkan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum syara yang saling berseberangan. Setiap muslim diperintahkan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah muslim terbesar didunia, lebih kurang 80% penduduknya menganut agama Islam. Dalam Islam, halal dan haram adalah bagian

Lebih terperinci

MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH *

MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH * MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH * Pemberitaan mengenai korban minuman beralkohol selalu menghiasi media masa. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen pasar yang potensial dikarenakan pola khusus mereka dalam mengkonsumsi suatu produk. Pola konsumsi ini diatur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 WAHYUNI AMELIA WULANDARI 2, WIWIT ESTUTI 3 dan GUNAWAN 2 2 BPTP Bengkulu, Jl. Irian Km 6,5 Kota Bengkulu 38119 3

Lebih terperinci