ANALISIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DI KELURAHAN KOTA BARU KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DI KELURAHAN KOTA BARU KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN"

Transkripsi

1 ANALISIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DI KELURAHAN KOTA BARU KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN AGUS FRANGKY HALOMOAN SITOMPUL NIM ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI ABSTRAK Kabupaten Bintan merupakan daerah yang memiliki banyak potensi kepariwisataan dari Sumber Daya Alam (SDA). Salah satu kawasan yang memiliki potensi kepariwisataan di Bintan tersebut adalah Kawasan Wisata Lagoi. keberadaan kawasan wisata Lagoi menjadi penting, dikarenakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bintan sangat tergantung dari sektor pariwisata khususnya dari kawasan wisata Lagoi. Pembangunan di bidang pariwisata tersebut harus diselaraskan dengan pembangunan sumber daya manusia yang mumpuni dan pemberdayaan masyarakat setempat disekitar objek wisata yang dikembangkan. Sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 19 ayat 2,bahwa masyarakat disekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas untuk menjadi pekerja atau buruh,konsinyasi, pengelolaan. Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini berfokus pada Analisis Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 19 ayat 2. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Dari topik yang peneliti angkat tentu yang harus dijawab adalah Penerapan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan pasal 19 ayat 2, maka dari itu metode deskriptif-analisis diperlukan agar dapat memberikan jawaban yang lebih jelas dan terperinci. Konsep teori yang digunakan merupakan sebuah teori William N. Dunn, yang menyebutkan langkah-langkah proses analisa kebijakan. Berdasarkan Analisis yang dilakukan atas wawancara mendalam,metode pengamatan, dan kajian pustaka maka dapat diketahui Indikator pengukuran: Tujuan kebijakan, Analis kebijakan harus dapat merumuskan tujuantujuan tersebut secara jelas, realistis dan terukur. Masalah Kebijakan, dengan indikator melihat masalah yang muncul dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2009 khususnya pada pasal 19 ayat 2 tidak terealisasikan, meskipun disebutkan bahwa penduduk disekitar destinasi pariwisata mayoritas berhak untuk mendapatkan pekerjaan. Evaluasi, dengan indikator ada atau tidaknya tindakan lanjutan dari Dinas Pariwisata maupun Disnaker dalam menangani persoalan penduduk lokal yang belum mendapatkan pekerjaan di destinasi pariwisata dengan melihat data pekerja yang masuk dalam catatan dinas sesuai dengan amanat undang-undang nomor 10 tahun 2009 terutama pada pasal 19 ayat 2. 1

2 Kata Kunci: Analisis, Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009, Kepariwisataan, Ketenagakerjaan, DISNAKER, Penduduk Lokal. A. PENDAHULUAN Pembangunan merupakan salah satu fungsi pemerintah.walau pertumbuhan ekonomi mengalami tren peningkatan diberbagai sektor di Bintan, ternyata hal tersebut tidak selalu memberikan pengaruh yang besar terhadap masalah kemiskinan dan pengangguran.laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bintan pada tahun 2010 mengalami peningkatan namun presentase pengangguran justru bertambah. Nilai LPE Diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan harga konstan pada tahun 2009 tumbuh sebesar 5,11 persen dan pada tahun 2010, atau naik sekitar 5,56 persen. Namun data sebaliknya justru tampak di indeks kemiskinan Kabupaten Bintan.jumlah penduduk miskin di Kabupaten ini masih cukup tinggi. Data tersebut justru mengalami peningkatan dari 7,01 persen atau jiwa pada tahun 2009 menjadi 7,27 persen atau sebanyak jiwa pada tahun 2010.(BPS Kabupaten Bintan) Salah satu kawasan yang memiliki potensi kepariwisataan di Bintan tersebut adalah Kawasan Wisata Lagoi.Keberadaan Kawasan wisata Lagoi menjadi sangat krusial, dikarenakan Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bintan sangat tergantung dari sektor pariwisata khususnya dari kawasan wisata Lagoi. Pada tahun 2012 hingga 2013 diperkirakan lebih dari 50% sumbangan Pendapatan Asli Daerah Bintan berasal dari 2 kawasan wisata Lagoi ini. sedang PAD dari sektor sektor pertambangan, pertanian, industri dan kelautan masih berada di urutan di bawah pendapatan dari sektor pariwisata.(bps Kabupaten Bintan) Pembangunan dibidang pariwisata tersebut tentu harus diselaraskan dengan pembangunan sumber daya manusia yang mumpuni dan pemberdayaan masyarakat setempat disekitar objek wisata yang dikembangkan.pemberdayaan masyarakat setempat ini harus diperhatikan secara serius oleh pemerintah daerah Kabupaten Bintan karena hal tersebut merupakan amanat dari Undang-undang. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan pasal 19 ayat 2 yakni : setiap orang dan /atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas sebagai berikut : 1. Menjadi pekerja / buruh 2. Konsinyasi; dan/atau 3. Pengelolaan Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan sebagai pemimpin daerah yang memiliki otoritas, memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memberikan ruang serta lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya.terlebih lagi dengan pengembangan daerah tersebut sebagai destinasi pariwisata daerah yang bertahap internasional, masyarakat setempat

3 diberikan hak prioritas untuk mengambil bagian dalam pengelolaan objek wisata tersebut.hal ini secara jelas tercantum dalam Undang-undang No.10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan diatas. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya berkaitan dengan kewajiban Pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.pemerintah juga harus selalu memberikan pelatihan dan pengajaran kepada masyarakat sebagai salah satu bentuk pengembangan sumber daya manusia yang baik untuk masyarakat setempat.hal itu tentu guna menunjang keahlian dan keterampilan masyarakat sehingga memiliki daya saing yang tinggi dalam melaksanakan pembangunan daerah. Melihat realitas yang terjadi dalam pengelolaan tenaga kerja lokal di Kabupaten Bintan khususnya Kelurahan Kota Baru, hasil temuan peneliti di lapangan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Bintan dan perusahaan kurang memberdayakan masyarakat setempat untuk bekerja di kawasan wisata lagoi. Saat ini di kawasan pariwisata Lagoi ada sebanyak 40 persen tenaga kerja lokal atau putra daerah yang bekerja, di berbagai perusahaan dan jabatan.setiap resort atau hotel juga diingatkan, untuk menyerap tenaga kerja lokal, sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasinya.di kawasan Lagoi, ada sebanyak lebih tenaga kerja.dari jumlah itu, warga lokal, baik Bintan dan Tanjungpinang. Selaras dengan berita yang disampaikan, camat dari Kecamatan Teluk Sebong menambahkan bahwa pekerja lokal yang berasal dari wilayah kota baru sendiri hanya sekitar 3% dari 40% warga lokal yang bekerja di lokasi pariwisata tersebut. Masyarakat Kelurahan Kota Baru merasakan seakan tidak di perhatikan pemerintah dan perusahaan. Masyarakat hanya dijanjikan oleh pihak pengelola pariwisata nanti akan bekerja di Lagoi, buktinya sampai saat ini mereka hanya diberi janji- janji tanpa ada kepastian untuk bisa bekerja di daerah Lagoi. Dan pekerja yang di wisata lagoi saat ini berasal dari luar daerah bukan masyarakat asli daerah tersebut atau setempat.masyarakat Kelurahan Kota Baru merasakan tidak mendapatkan keadilan dan kurangnya perhatian pemerintah dan perusahaan dalam memprioritaskan masyarakat setempat untuk menjadi pekerja di kawasan wisata Lagoi. Dengan kata lain Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 belum terimplementasi dengan baik. Maka berdasarkan uraian tersebut maka menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul sebagai berikut Analisis Undang- Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan di Kelurahan Kota Baru Kecamatan Teluk SebongKabupaten Bintan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat mengambil pokok permasalahan yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3

4 Bagaimanakah Implementasi Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan DI dalam pasal 19 ayat 2? C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya.sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas.oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif. D. PEMBAHASAN 1. Analisis Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan di Kelurahan Kota Baru Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Sejatinya undang-undang dibuat untuk dilaksanakan sebagaimana perlunya,indonesia adalah negara yang berpayungkan hukum seperti tertulis dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Dalam Pasal 1 ayat (3) disebutkan Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Konsepsi ini dikuatkan penyebutan di dalam fungsi kekuasaan kehakiman seperti tertulis pada Pasal 24 ayat (1), 4 serta penegasan di dalam Pasal 28D ayat (1) tentang memperoleh hak kepastian hukum yang adil dan Pasal 28H bahwa hukum harus dibangun berdasarkan keadilan dan kemanfataan. A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan sudah memenuhi aspek dari hukum ekonomi, yang secara singkat bisa dikatakan bahwa Undang-Undang Pariwisata ini adalah Peraturan yang dibuat hakikatnya untuk menjamin berjalannya proses ekonomi dari sektor pariwisata, baik dari sisi Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah, masyarakat sekitar, dan Pengelola atau Pengusaha Pariwisata yang berada di destinasi pariwisata,khususnya Bintan,Kelurahan Kota Baru yang menjadi Lokasi pada Penelitian ini.landasan terpenting adalah Implementasi dari Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2009 harus berjalan dengan semaksimal mungkin, hingga tiap bulir-bulir pasal yang berada didalamnya. Proses implementasi ini khususnya di Bintan,sebagai Wilayah dengan destinasi pariwisata terbanyak di Kepulauan Riau untuk melaksanakan yang diamanatkan oleh Undang-undang tersebut.hingga tujuan sesungguhnya seperti yang telah diuraikan diatas bisa tercapai. B. UU No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 19 ayat 2 Pasal 19 ayat 2 adalah permasalahan yang muncul dalam implementasi terhadap Undang-undang

5 nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, masalah Pada Pasal 19 ayat 2 ini dapat di ambil beberapa poin penting dari penjelasannya, Salah satunya adalah kata PRIORITAS, bahwa penduduk setempat diprioritaskan di wilayah destinasi pariwisata, kata prioritas sendiri merujuk kepada sesuatu yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lain. Data yang Peneliti temukan saat ini di kawasan pariwisata Lagoi ada sebanyak 40 persen tenaga kerja lokal atau putra daerah yang bekerja, di berbagai perusahaan dan jabatan. Padahal Setiap resort atau hotel telah diingatkan, untuk menyerap tenaga kerja lokal, sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasinya.di kawasan Lagoi, ada sebanyak lebih tenaga kerja. Dari jumlah itu, warga lokal, baik Bintan dan Tanjungpinang warga lokal berbanding dengan yang lain, jumlah ini bahkan tidak mencapai 50 persen dari yang seharusnya, sedangkan pada pasal 19 ayat 2 jelas menyebutkan prioritas diperuntukan kepada warga setempat,khususnya wilayah Kota Baru. Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan sebagai pemimpin daerah yang memiliki otoritas, memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memberikan ruang serta lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Terlebih lagi dengan pengembangan daerah tersebut sebagai destinasi pariwisata daerah yang bertahap internasional, masyarakat setempat diberikan hak prioritas untuk mengambil bagian dalam pengelolaan objek wisata tersebut. 5 C. Rekrutmen Penduduk Lokal Sesuai Pasal 19 Ayat 2 Pada Pasal 19 ayat 2 telah jelas disebutkan bahwa penduduk lokal harus menjadi bagian dari pariwisata, dengan sekurang-kurangnya menjadi pekerja disana. Keterangan dari informan Bapak Samuji selaku ketua Karang Taruna yaitu: kami benar-benar berharap bisa menjadi bagian dalam mengelola pariwisata ditempat kami sendiri, minimal kami dipekerjakan disana. (wawancara tanggal 20 Agustus 2016) Masalah yang paling sering muncul ditempat pariwisata yang memiliki potensial berkembang pesat adalah umumnya pariwisata tersebut dikelola oleh kalangan swasta yang memiliki modal usaha yang besar yang berasal dari luar daerah dan bahkan luar negeri. Sehingga masyarakat lokal yang berada di suatu daerah destinasi pariwisata tidak dapat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata. Ketidakterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata sering kali menimbulkan opini bahwa masyarakat lokal bukan termasuk stakeholders dari pariwisata dan merupakan kelompok yang termarjinalisasi dari kesempatan bisnis dalam bidang pariwisata. Informan Bapak Samuji selaku ketua Karang Taruna juga menambahkan :...pemilik resort,hotel,maupun tempat wisata dikawasan Lagoi kebanyakan investor atau

6 pemiliknya kebanyakan orang luar negeri. (wawancara 20 Agustus 2016) penjelasan Pasal 19 Ayat 2 bahwa Masyarakat lokal harus terlibat secara aktif dalam pengembangan pariwisata, salah satunya dengan memberikan pekerjaan kepada penduduk lokal sebagai karyawan. Dengan demikian Rekrutmen Penduduk lokal untuk bekerja di destinasi pariwisata adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daearah. 2. Faktor yang menghambat Implementasi undang-undang nomor 10 tahun 2009Tentang Kepariwisataan di Kelurahan Kota Baru Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Hambatan atau kendala ini adalah yang paling krusial dalam implementasi Undang-undang nomor 10 tahun 2009, karena untuk menjalankan dalam sektoral lingkup lebih kecil seperti Kecamatan,Kelurahan, ataupun Desa maka Peraturan Daerah (PERDA) jauh lebih cocok, karena fungsi PERDA sendiri adalah untuk memberikan penjabaran lebih lanjut mengenai suatu Undang-undang itu sendiri, PERDA menjadi perpanjang tangan dari Undang-undang yang berada diatasnya. Hal menariknya adalah, Sejak Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan ini diundangkan di Jakartapada tanggal 16 Januari 2009 Oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi ManusiaRepublik Indonesia yang kala itu di pimpin oleh Bapak Andi Mattalatta, maka sampai sekarang 6 telah sampai 5 tahun undang-undang tersebut dijalankan, namun Peraturan Daerah (PERDA) dan Peraturan Bupati khususnya diwilayah Kepulauan Riau, Bintan tidak ada sama sekali kebijakan lanjutan untuk menangani permasalahan Penduduk Lokal yang memiliki hak Prioritas sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, malahan Pemerintah Daerah lebih memprioritaskan dikeluarkannya Peraturan Daerah (PERDA) tentang pekerja asing di destinasi Pariwisata. E. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bintan Kelurahan Kota Baru dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.Keberadaan Kawasan wisata Lagoi menjadi sangat krusial, dikarenakan Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bintan sangat tergantung dari sektor pariwisata khususnya dari kawasan wisata Lagoi. Pada tahun 2012 hingga 2015 diperkirkan lebih dari 50% sumbangan Pendapatan Asli Daerah Bintan berasal dari kawasan wisata Lagoi ini. Dengan demikian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan telah menjadi karakteristik hukum ekonomi, lebih lanjut bahwa Undang-undang Kepariwisataan telah memenuhi ciri atau karakteristik, diantaranya: a.mencakup hukum publik dan hukum privat,hal ini dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

7 2009 Tentang Kepariwisataan yakni mencakup perbuatan pemerintah dan perbuatan masyarakat sebagai individu. b.merupakan perpaduan dari bidang, Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan terdapat sanksi dalam hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi. c. Bersifat interdisipliner, multidisipliner, dan transnasional,maksud interdisipliner adalah bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan tidak hanya mencakup satu bidang hukum saja, tetapi mencakup beberapa hukum lain. Maksud dari multidisipliner adalah bahwaundang- Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan masih memuat landasan ilmu yang lain. Maksud dari transnasional adalah bahwa hukum ekonomi tidak bisa terlepas dari unsur asing dan melintasi batas negara. d. Mengatur secara terinci, Maksudnya dalam bidang kepariwisataan, selain disusun Undang- Undang No.10 tahun 2009 pemerintah juga membuat peraturan pelaksanaan yang lain. e. Menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan kepentingan umum, Maksudnya di sini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan dibuat agar kepentingan individu dan kepentingan umum juga tidak dilanggar sehingga dapat berjalan bersama-sama. pemerintah daerah, setiap orang, setiap wisatawan, setiap pengusaha pariwisata serta larangan kepada setiap orang untuk merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata. 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang KepariwisataanPada Pasal 19 ayat 2 ini dapat di ambil beberapa poin penting dari penjelasannya Salah satunya adalah kata Prioritas, bahwa penduduk setempat diprioritaskan di wilayah destinasi pariwisata, kata prioritas sendiri merujuk kepada sesuatu yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lain. Akan tetapi, pada implementasi dilapangan Bintan tepatnya dikelurahan Kota Baru sendiri penduduk setempat tidak banyak yang bisa mendapatkan pekerjaan diwilayah Lagoi. Data yang Peneliti temukan di kawasan pariwisata Lagoi ada sebanyak 40 persen tenaga kerja lokal atau putra daerah yang bekerja, di berbagai perusahaan dan jabatan. Padahal Setiap resort atau hotel telah diingatkan, untuk menyerap tenaga kerja lokal, sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasinya.di kawasan Lagoi, ada sebanyak lebih tenaga kerja. Dari jumlah itu, warga lokal, baik Bintan dan Tanjungpinang warga lokal berbanding dengan yang lain, jumlah ini bahkan tidak mencapai 50 persen dari yang seharusnya, sedangkan pada pasal 19 ayat 2 jelas menyebutkan prioritas diperuntukan kepada warga setempat,khususnya wilayah Kota Baru.Dengan demikian Pasal 19 ayat 2 belum terealiasasikan dengan baik, dan proses rekrutmen para pekerja lokal belum berjalan meskipun sudah di amanatkan 7

8 oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. 3. Faktor yang menghambat Implementasi undangundang nomor 10 tahun 2009Tentang Kepariwisataan pasal 19 ayat 2 di Kelurahan Kota Baru Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan adalah, terbatasnya kualitas dari Sumber Daya Manusia menjadi alasan dari Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) pelatihan untuk meningkatkan sumber daya manusia dari penduduk lokal belum juga dilaksanakan, dan sudah sewajarnya kualitas dari pelamar, atau penduduk lokal yang ingin mendapatkan pekerjaan di destinasi pariwisata kualitasnya tidak terpenuhi.peran dari Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) amat sangat dituntut dalam hal ini sebagai wadah dari masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang layak jika diterima bekerja di salah satu tempat pariwisata yang sejatinya berada diwilayah mereka sendiri. Hambatan atau kendala lain adalah belum adanya Peraturan Daerah (PERDA)untuk implementasi Undang-undang nomor 10 tahun 2009 pasal 19 ayat 2, karena untuk menjalankan dalam sektoral lingkup lebih kecil seperti Kecamatan,Kelurahan, ataupun Desa maka Peraturan Daerah (PERDA) jauh lebih cocok, karena fungsi PERDA sendiri adalah untuk memberikan penjabaran lebih lanjut mengenai suatu Undang-undang itu sendiri, karena PERDA menjadi perpanjang tangan dari Undang-undang yang berada diatasnya. F. SARAN 8 Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bintan Kelurahan Kota Baru, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut: 1. Pemerintah daerah Kabupaten Bintan harus segera membuat Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati yang mengatur tentang Pekerja Penduduk Lokal di daerah destinasi Pariwisata sebagai turunan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 yang berpusat pada pasal 19 ayat Pemerintah Daerah harus bisa menjamin hak penduduk lokal dengan memprioritaskan mereka untuk mendapatkan pekerjaan di wilayah pariwisata tempat mereka tinggal. 3. Dalam hal rekrutmen Pemerintah Daerah harus saling bersinergi dengan pengusaha pariwisata dalam memberikan penduduk lokal kenyamanan dengan cara membuka peluang serta transparansi dalam proses rekrutmen pekerja disekitar destinasi pariwisata yang berada wilayah mereka. 4. Pemerintah Daerah melalui Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) harus melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, melakukan berbagai pelatihan, agar penduduk lokal khususnya Kota Baru bisa meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang jauh lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Bungin, Burhan Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif dan

9 Kualitatif. Surabaya : Airlangga University Press Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Dunn, William N., 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Hidjaz, Kamal., 2010, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintah Daerah di Indonesia, Cetakan Pertama, Pustaka Refleksi, Makassar Kencana Syafiie, Inu., 2013, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Cetakan Kedelapan, PT Refika Aditama, Bandung Moleong, Lexy J Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan aplikasinya, Jakarta : Rajawali Pers Soehino, 2005, Ilmu Negara, Edisi Ketiga, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta Subarsono, AG., 2009, Analisis Kebijakan Publik, Cetakan Kedua, PT Pustaka Pelajar, Yogyakarta Sugiyono Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Suharno, Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta : UNY Press Sunindhia, YW., 1996, Praktek Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah, Cetakan Kedua, PT Rineka Cipta, Jakarta Suwantoro, Gamal Dasar Dasar Pariwisata. Yogyakarta : Penerbit Andi Tangkilisan.(2003 ). Implementasi Kebijakan Publik. Yoyakarta: Lukman offset YPAPI Widodo, Joko Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan aplikasi Analisis Kebijakan Publik. Malang : Bayu Media. Winarno, Budi Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media Pressindo. Sumber Undang-Undang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tentang Kepariwisataan 9

10 10

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai implementasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai implementasi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai implementasi pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum berjalan secara optimal, karena pemenuhan hak-hak anak seperti

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum berjalan secara optimal, karena pemenuhan hak-hak anak seperti BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan di Kota Yogyakarta belum berjalan secara optimal, karena pemenuhan hak-hak anak seperti yang diamatkan dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukanan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Pelaksanaan Kebijakan Jampersal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

Syabab Azhar Basyir 1

Syabab Azhar Basyir 1 ejournal Pemerintahan Integratif, 2016, 3(4);583-589 ISSN 2337-8670, ejournal.pin.or.id Copyright 2016 IMPLEMENTASI PERDA KABUPATEN KUTAI TIMUR NO 13 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

EVALUASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA EVALUASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PEDAGANG KAKI LIMA SIMPANG LIMA SEMARANG Oleh : Christine Gitta Candra Puspita,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun

BAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebagai kerangka awal untuk memudahkan dan menghindari kesalah pahaman dalam memahami maksud dari judul ini, maka perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu beberapa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dengan melihat hasil penelitian dan pembahasan kinerja BKM Mekar Sari dalam merealisasikan kawasan prioritas PNM terbagi menjadi beberapa tahapan, dari tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional disegala bidang, salah satunya dalam sektor ketenagakerjaan. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai. 1. Implementasi Program PWK Bidang Ekonomi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai. 1. Implementasi Program PWK Bidang Ekonomi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini membahas dua kelompok pengamatan, pertama terhadap proses pelaksanaan (implementasi) program, dan kedua terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, Suharsimi. 1996, Prosedur penelitian, Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Bina Aksara

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, Suharsimi. 1996, Prosedur penelitian, Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Bina Aksara DAFTAR PUSTAKA Ambar T. Sulistiyani & Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan Pembangunan dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta Arikunto, Suharsimi. 1996, Prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penyidikan oleh Polisi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penyidikan oleh Polisi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penyidikan oleh Polisi Air DIY terhadap kasus penambangan pasir putih di Pantai Sadranan Gunungkidul, maka dapat dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Seperti yang dituangkan dalam konsep Masterplan Percepatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Program yang dilaksanakan oleh Ditlantas Polda DIY dalam menekan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Program yang dilaksanakan oleh Ditlantas Polda DIY dalam menekan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Program yang dilaksanakan oleh Ditlantas Polda DIY dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

OLEH TEDDY ANDRIAN NIM

OLEH TEDDY ANDRIAN NIM MEMBANGUN SEMANGAT KEWIRAUSAHAAN KUBE MASYARAKAT DESA DIDALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI KELUARGA ( STUDI DIDESA TOAPAYA SELATAN KECAMATAN TOAPAYA KABUPATEN BINTAN) NASKAH PUBLIKASI OLEH TEDDY ANDRIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang ada menjadi objek penelitian. Format deskriptif kualitatif dianggap tepat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang ada menjadi objek penelitian. Format deskriptif kualitatif dianggap tepat BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti berusaha menggambarkan, meringkas berbagai situasi dan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan di daerah sangat tergantung dari pendapatan asli daerah serta pengelolaan daerah itu sendiri. Hadirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan salah satu pemasukan tertinggi bagi negara, yang digunakan untuk pembangunan Negara dan mensejahterakan masyarakat. Menurut Undang Undang nomor 28 Tahun

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI LAGOI OLEH INVESTOR ASING TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN RIAU

DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI LAGOI OLEH INVESTOR ASING TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN RIAU DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI LAGOI OLEH INVESTOR ASING TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HENI ARI PUTRANTI L2D 097 445 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada kamar kos-kosan yang berlokasi di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada kamar kos-kosan yang berlokasi di BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kamar kos-kosan yang berlokasi di Kelurahan Sumbersari RW 01, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. B. Jenis Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

2008, No Mengingat : 1. c. bahwa pembentukan Kabupaten Pulau Morotai bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan,

2008, No Mengingat : 1. c. bahwa pembentukan Kabupaten Pulau Morotai bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.190, 2008 PEMERINTAH DAERAH. Wilayah. Provinsi Maluku Utara. Kabupaten/Kota. Pulau Morotai. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4937)

Lebih terperinci

TAHUN NASKAH PUBLIKASI SEPTIAN AGUM GUMELAR NIM : PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

TAHUN NASKAH PUBLIKASI SEPTIAN AGUM GUMELAR NIM : PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK IMPLEMENTASI PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENCAIRAN SERTA PENGELOLAAN DANA KEPEDULIAN TERHADAP MASYARAKAT DI DESA GUNUNG KIJANG KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan dan percobaan secara alamiah dalam suatu bidang tertentu, untuk mendapatkan fakta-fakta

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya. maka dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi program pendidikan nonformal

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF PADA AMANAT UPACARA GURU SMK KESEHATAN WIDYA TANJUNGPINANG TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL E-JOURNAL

ANALISIS PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF PADA AMANAT UPACARA GURU SMK KESEHATAN WIDYA TANJUNGPINANG TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL E-JOURNAL ANALISIS PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF PADA AMANAT UPACARA GURU SMK KESEHATAN WIDYA TANJUNGPINANG TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL E-JOURNAL KARMILA NIM 110388201058 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna meningkatkan kualitas manusia

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik. Andalas OLEH : ETRIO FERNANDO

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik. Andalas OLEH : ETRIO FERNANDO PERANAN INSTITUSI DALAM IMPLEMENTASI PERATURAN WALI KOTA BUKITTINGGI NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG STRATEGI DAERAH DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (SDPK) TAHUN 2006-2010 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI STRATEGI DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM MENGURANGI ANGKA PENGANGGURAN MELALUI JOB FAIR DI KABUPATEN BOYOLALI

NASKAH PUBLIKASI STRATEGI DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM MENGURANGI ANGKA PENGANGGURAN MELALUI JOB FAIR DI KABUPATEN BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI STRATEGI DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM MENGURANGI ANGKA PENGANGGURAN MELALUI JOB FAIR DI KABUPATEN BOYOLALI S K R I P S I Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari masa ke masa. Pembangunan merupakan perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wewenang, sampai dengan kepada rincian tugas masing-masing pihak yang terlibat dalam

BAB I PENDAHULUAN. wewenang, sampai dengan kepada rincian tugas masing-masing pihak yang terlibat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta dalam rangka mencapai tujuan secara berhasil guna dan berdaya guna memerlukan adanya pembagian kerja, pelimpahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan problematika terbesar dalam kehidupan. Sebab

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan problematika terbesar dalam kehidupan. Sebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan problematika terbesar dalam kehidupan. Sebab kemiskinan membahayakan terhadap ketenteraman masyarakat, dan dengan kemiskinan, maka banyak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. BUMDES Karangrejek telah berhasil memberi dampak yang positif bagi peningkatan perekonomian desa dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame di Kabupaten Sleman. secara langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

BAB V PENUTUP. 1. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame di Kabupaten Sleman. secara langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame di Kabupaten Sleman Pelaksanaan pemungutan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BERUPA TANAH ASET DESA YANG BERUBAH MENJADI KELURAHAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 5.1 Kesimpulan Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil yang telah dijelaskan pada bab-bab

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 5.1 Kesimpulan Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil yang telah dijelaskan pada bab-bab 106 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Pedoman dalam memberikan kesimpulan, maka data-data yang dipergunakan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun Kabupaten Karimun Dalam Angka BPS. Karimun.

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun Kabupaten Karimun Dalam Angka BPS. Karimun. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun. 2002. Kabupaten Karimun Dalam Angka 2002. BPS. Karimun. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun. 2004. Kabupaten Karimun Dalam Angka 2003. BPS. Karimun.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu ingin mengetahui strategi humas Departemen Agama dalam mengkampanyekan penyelenggaraan ibadah haji untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENGAMANAN OBJEK VITAL DAN FASILITAS PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan didirikannya negara adalah untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, meningkatkan harkat dan martabat rakyat untuk menjadi manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ciri-ciri kependudukan di Indonesia selain jumlah penduduk yang besar, adalah bahwa kepadatan penduduk di perkotaan tinggi, penyebaran penduduk desa kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat akan informasi dan pengetahuan serta pesatnya laju perkembangan teknologi informasi dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ahira, Anne, Konsep Dan Implementasi Analisis Kebijakan Kesehatan,

DAFTAR PUSTAKA. Ahira, Anne, Konsep Dan Implementasi Analisis Kebijakan Kesehatan, DAFTAR PUSTAKA Ahira, Anne, Konsep Dan Implementasi Analisis Kebijakan Kesehatan, http://www.anneahira.com/analisis-kebijakan-kesehatan.htm Anonim, 2011, Negara Berisiko Bangkrut, Medan: Kompas tanggal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

KINERJA APARATUR PEMERINTAH KECAMATAN DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN MELAK KABUPATEN KUTAI BARAT

KINERJA APARATUR PEMERINTAH KECAMATAN DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN MELAK KABUPATEN KUTAI BARAT ejournal llmu Administrasi Negara, 4 (2) 2014 : 1172-1181 ISSN 0000-0000, ejournal.an.fisip-unmul.org Copyright 2014 KINERJA APARATUR PEMERINTAH KECAMATAN DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN MELAK KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan integral dari pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan terarah dan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penduduk Indonesia yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penduduk Indonesia yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan umumnya bekerja di sektor pertanian. Pada hal kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu negara memiliki beberapa tujuan termasuk Indonesia, yang mana salah satu tujuannya ialah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Salah satu ukuran dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUMPULAN DATA. penelitian hukum empiris kualitatif. Penelitian hukum empiris adalah sebuah

BAB III METODE PENGUMPULAN DATA. penelitian hukum empiris kualitatif. Penelitian hukum empiris adalah sebuah BAB III METODE PENGUMPULAN DATA A. Tipe Penelitian Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris kualitatif. Penelitian hukum empiris adalah sebuah metode penelitian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup serta menstimulasikan sektor-sektor produktif lainnya (Pendit,

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup serta menstimulasikan sektor-sektor produktif lainnya (Pendit, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah di amandemen menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Prof.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. tentang Disiplin PNS di BKD Kabupaten Banyumas sudah dilaksanakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. tentang Disiplin PNS di BKD Kabupaten Banyumas sudah dilaksanakan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan keseluruhan pembahasan dan hasil analisis yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi PP No 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PRINGSEWU DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PRINGSEWU DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PRINGSEWU DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: a. bahwa untuk memacu kemajuan Provinsi Lampung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Afrizal Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

DAFTAR PUSTAKA. Afrizal Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. DAFTAR PUSTAKA Buku: Afrizal. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta..1982. Psikologi Sosial. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya alam maupun kebudayaan unik dan tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, Indonesia menjadi

Lebih terperinci