BAB II KETIDAKRATAAN JALAN. belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KETIDAKRATAAN JALAN. belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara"

Transkripsi

1 BAB II KETIDAKRATAAN JALAN II.1. Perkerasan Lentur Jalan Raya Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen dan tanah liat. Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas : 1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. 2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasat dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. 3. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.

2 Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan lentur diberikan pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku Perkerasan lentur Perkerasan kaku 1 Bahan pengikat Aspal Semen 2 Repetisi beban Timbul Rutting (lendutan pada jalur roda) Timbul retak-retak pada permukaan 3 Penurunan tanah dasar Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar) Bersifat sebagai balok diatas perletakan 4 Perubahan temperatur Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil Modulus kekakuan tidak berubah. Timbul tegangan dalam yang besar Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung II.1.1 Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari : Gambar 2.1. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur

3 1. Lapisan permukaan (Surface Course) Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak di atas lapis pondasi. Fungsi lapis permukaan antara lain : a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda. b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca. c. Sebagai lapisan aus (wearing course) Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. 2. Lapisan pondasi atas (Base Course) Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar. Fungsi lapis pondasi antara lain : a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda. b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

4 3. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain : a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar beban roda. b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi). c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi. d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar. 4. Lapisan tanah dasar (Subgrade) Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil. MR (psi) = x CBR (2.1) Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain : a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai akibat beban lalu-lintas. b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

5 c. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan konstruksi. d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk jenis tanah tertentu. e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi. II.2 Evaluasi Jalan Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan, keamanan, pelayanan yang efisien kepada penguna jalan, dan memiliki kapasitas struktural yang mampu mendukung berbagai beban lalu lintas dan tahan terhadap dampak dari kondisi lingkungan (Christopher Bennett, 2007). Evaluasi perkerasan jalan harus dilakukan secara teratur untuk megetahui kinerja sebuah perkerasan pada titik tertentu dan pada masa yang akan datang. Evaluasi ini akan menentukan kemampuan sebuah perkerasan jalan dalam memenuhi tiga fungsi dasar perkerasan jala ( kenyamanan, keamanan, dan efisiensi pelayanan). Pada gambar 2.2, skema sederhana fungsi dan karakteristik perkerasan berdasarkan jenis evaluasinya. Tabel 2.2. : Fungsi perkerasan dan Karakteristik perkerasan berdasarkan jenis evaluasi Jenis Fungsi Karakteristik Indikator dan Evaluasi Perkerasan Perkerasan indeks IRI Serviceability Roughness PSI

6 Evaluasi Fungsional Texture QI Makrotekstur Mikroteksture Safety Koefisien skid Skid Resistance resistance IFI Sifat Mekanik Perkerasan Deflections Cracking Evaluasi Kapasitas Structural Kerusakan Jalan Surface Defects Struktural Profile Deformations Referencing System (Location of Pavement Characteristic Data) Sumber: Christopher Bennett, (2007) Data Collection Technologies for Road Management, Washington, D.C. II Jenis Evaluasi Jalan Evaluasi perkerasan ini akan mencatat karakteristik karakteristik yang mampu menggambarkan kinerja perkerasan melalui beberapa indeks. Berdasarkan pada karakteristik yang disurvei, evaluasi perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi evalusi fungsional dan evaluasi structural (Christopher Bennett, 2007). 1. Evaluasi fungsional, yaitu evaluasi berupa informasi tentang karakteristik perkerasan jalan yang secara langsung mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan serta pelayanan jalan. Karakteristik utama yang disurvei pada evaluasi fungsional ini adalah, dalam hal keamanan berupa kekesatan permukaan jalan (skid resistance) dan tekstur permukaan jalan (surface texture), serta ketidakrataan jalan ( road roughness) dalam hal pelayanan (serviceability).

7 2. Evaluasi Struktural, yaitu evaluasi berupa informasi tentang kinerja struktur perkerasan terhadap beban lalu lintas dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini, survei katakteristik juga akan membantu dalam memperoleh informasi tentang kinerja struktur perkerasan, kerusakan perkerasan dan sifat mekanikal/ strukrural jalan. Kerusakan perkerasan secara tidak langsung akan mempengaruhi masalah fungsional jalan seperti kegemukan pada jalan (pavement bleeding) akan mempengaruhi kekesatan permukaan jalan (skid resistance), dan retak pada sambungan jalan yang akan mempengaruhi ketidakrataan jalan ( road roughness). 3. II.2.2 Karakteristik Perkerasan Jalan Karakteristik- karakteristik perkerasan jalan ini akan dievaluasi secara manual atau dengan mengunakan peralatan khusus dan dihitung dengan mengunakan indikator atau kondisi indeks. Oleh karena penggunaan alat yang berbeda- beda, dibutuhkan korelasi persamaan sehingga membuat pengukuran dari peralatan yang berbeda menjadi sebanding. Karakteristik- karakteristik perkerasan jalan terdiri dari 1. Tekstur permukaan jalan Karakteristik ini menentukan keamanan dan kenyamanan penguna jalan. Dalam hal keselamatan, tekstur perkerasan jalan mempengaruhi kemampuan roda bergesekan dengan permukaan jalan dalam kondisi basah. Tekstur perkerasan jalan juga berpengaruh terhadap emisi kebisingan yang disebabkan oleh lalu lintas. Jenis jenis tekstur permukaan jalan : a. Microtekstur, yaitu tekstur yang memungkinkan adhesi antara ban karet dan permukaan jalan, sangat penting untuk menghindari kendaraan selip. b. Makrotekstur, yiatu tekstur yang dapat menyalurkan sebagian besar air dari bagian bawah roda kendaraan. Tekstur ini berkisar antara 0,5 mm samapi 0,5 cm.

8 c. Megatekstur, yaitu tekstur yang berkisar antara 0,5 cm sampai 0,5 m. Megatekstur tidak memungkinkan roda kendaraan melakukan kontak ideal dengan permukaan jalan. Hal ini menyebabkan roda kendaraan terpental dari bagian megatekstur tersebut, yang berarti adhesi yang sesaat hilang antara bagian permukaan roda dengan permukaan jalan. Megatekstur adalah jenis karakteristik jalan yang harus dihindari, sementara mikrotekstur dan makrotekstur keduanya sangat berguna. Gambar 2.2 : Perbedaan Makrotekstur dan Mikrotekstur Sumber: Christopher Bennett, (2007) Data Collection Technologies for Road Management, Washington, D.C. 2. KekesatanPermukaan Jalan ( Skid Resistance ) Canek (2004) di dalam Christopher Bennett (2007) mendefenisikan kekesatan permukaan jalan dan hubungannya antara tekstur permukaan jalan dan kekesatan jalan, yaitu kendaraan akan mengalami selip ketika proses pengereman, percepatan serta manuver karena gesekan yang terjadi melebihi batas kekuatan gesekan yang dihasilkan oleh roda kendaraan dan permukaan jalan. Oleh karena itu, kekesatan permukaan jalan dapat didefenisikan sebagai batas koefisien gesekan antara roda kendaraan terhadap permukaan jalan dan rasio

9 antara gaya horizontal pada proses pengereman, manuver, dan pada proses menikung terhadap gaya vertikal yang terjadi pada roda kendaraan akibat dari beban kendaraan. Kekesatan permukaan jalan dihasilkan dari fungsi utama tekstur permukaan jalan. Ketika tekstur permukaan jalan bersentuhan dengan roda kendaraan, gaya gesekan dapt dihasilkan. Dalam kondisi basah dan kecepatan rendah ( kurang dari 70 km/ jam), mikrotekstur lebih berperan dalam menghasilkan gaya gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan. Namun, dalam kecepatan tinggi ( lebih besar dari 70 km/jam), mikroteksure dan makrotekstur diperlukan untuk menghasilkan gesekan yang tinggi. Kekesatan permukaan jalan diukur dengan membandingkan antara tekstur permukaan dan korelasi gesekan perlawanan. International Friction Index (IFI) adalah salah satu metode penyajian data dari kekesatan permukaan jalan. 3. Sifat Mekanik dan Struktural Jalan Kapasitas Struktural jalan menunjukkan kemampuan perkerasan jalan dalam mendukung beban lalu lintas. Kapasitas struktural perkerasan biasanya ditentukan melalui evaluasi sifat mekanik dari setiap lapisan struktur perkerasan, seperti: modulus elastisitas, sifat kelelahan (fatigue properties), penurunan kondisi (deflection conditions), dan tegangan sisa tarik (residual tensile stresses). Sifat sifat ini dapat diukur dengan penelitian di laboratorium atau dengan melakukan test non-destruktif langsung di lapangan. Gambar 2.3: non destruktif test mengunakan falling Gambar 2.4: resilient modulus test weight deflectometer laboratorium Sumber: WASHINGTON STATE HIGHWAY PAVEMENTS (1999)

10 4. Kerusakan Jalan Kerusakan Jalan disebabkan oleh beban lalu lintas, kondisi lingkungan dan umur dari perkerasan. Jenis kerusakan, luas kerusakan, dan tingkat kerusakan adalah indikator kinerja perkerasan yang berkaitan langsung dengan kapasitas struktural. Evaluasi kerusakan jalan biasanya dilakukan secara manual, seperti retak yang merupakan indikasi paling umum yang sering digunakan. Pengumpulan data kerusakan jalan memiliki banyak metoda yang sehingga bentuk penyajiannya berbeda ( seperti : panjang kerusakan berbanding wilayah ; wilayah kerusakan berbanding angka). Oleh karena itu diperlukan suatu pembakuan dalam penyajian data. IRI merupakan pendekatan standar untuk pengumpulan data kerusakan yang umum digunakan. 5. Ketidakrataan Jalan ( Road Roughness) Ketidakrataan jalan memiliki pengaruh yang berar terhadap biaya operasional kendaraan, keamanan, kenyamanan dan kecepatan perjalanan. Ketidakrataan jalan merupakan hal utama dalam menilai kinerja suatu perkerasan. II.3. Pengertian dan Penyebab Ketidakrtaaan Jalan Ketidakrataan jalan ( Road Roughness) merupakan parameter kondisi yang paling banyak digunakan dalam mengevaluasi perkerasan jalan karena data ketidakrataan jalan relatif mudah untuk diperoleh, obyektif, dan berkorelasi baik dengan biaya operasional kendaraan serta parameter kondisi yang paling relevan dalam pengukuran perilaku fungsional jalan dalam waktu jangka panjang (Martin 1999).

11 Defenisi Ketidakrataan jalan dalam Paterson ( 1987 ) (Road Roughness) adalah: 1. Menurut Paterson (1987), ketidakrataan jalan adalah penyimpangan dari permukaan jalan yang mempengaruhi dinamika bergerak kendaraan, keselamatan, kenyamanan, kecepatan perjalanan serta dampak pada biaya operasi kendaraan. 2. Menurut the American Society of Testing and Materials (ASTM) (E867), ketidakrataan jalan adalah penyimpangan permukaan jalan yang berbeda dengan permukaan jalan normal dengan karakteristik dimensi yang mempengaruhi dinamika kendaraan, kualitas berkendara, dinamika beban, dan drainase. Ada beberapa penyebab ketidakrataan jalan, yaitu: beban lalu lintas, efek dari lingkungan, bahan dari pembuatan jalan serta penyimpangan pada proses konstruksi jalan. Pada proses konstruksi jalan, semua perkerasan jala raya memiliki penyimpangan pengerjaan sehingga menyebabkan ketidakrataan jalan. Ketidakrataan jalan dapat meningkat dikarenakan oleh beban lalu lintas dan lingkungan (Fengxuan Hu,2004). II.4. Pengukuran Ketidakrataan Jalan Pengukuran tingkat ketidakrataan permukaan jalan belum banyak dilakukan di Indonesia mengingat kendala terbatasnya peralatan sehingga persyaratan kerataan dalam pengawasan dan evaluasi terhadap konstruksi jalan yang ada tidak dapat dilakukan secara baik menurut standar nasional bidang jalan. Untuk mengetahui tingkat kerataan permukaan jalan dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan berbagai alat, seperti:

12 1. Roughometer NAASRA Alat ukur roughometer NAASRA adalah alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan yang dibuat oleh NAASRA (SNI ). Alat ini dipasangkan pada kendaraan jenis station wagon, apabila tidak tersedia jenis kendaraan tersebut maka dapat diganti dengan kendaraan Jeep 4 wheel drive, atau pick up dengan penutup pada baknya (Suwardo & Sugiharto, 2004). Gambar 2.5: Alat ukur Roughometerr NAASRA Dalam survai ketidakrataan permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NASSRA diperlukan beberapa alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai alat pengukur perbedaan elevasi, Odometer sebagai alat pengukur jarak tempuh, dua buah beban masing-masing seberat 50 kg dan alat pengukur tekanan ban. Sebelum melakukan survei ketidakrataan permukaan jalan, maka harus ditentukan persamaan korelasi antara Dipstick Floor Profiler dengan alat ukur NAASRA terhadap nilai IRI. Persamaan korelasi ini didapatkan dengan membuat Seksi Percobaan (SP), paling sedikit dilakukan 8 SP yang dipilih dari jalan yang permukaannya sangat rata sampai yang sangat

13 tidak rata, panjang SP adalah 300 meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua ujungnya, kemudian dilakukan pengukuran profil memanjang dengan alat Dipstick FloorProfiler, selanjutnya menjalankan kendaraan survai dengan kecepatan 30 km/jam untuk mencatat ketidakrataan permukaan jalan. 2. Rolling-straight edges Tujuan pengukuran dan analisis kerataan jalan menggunakan Rolling Straight Edge adalah : (1) untuk menganalisis tingkat kerataan permukaan (profil memanjang) jalan dari hasil pengukuran dengan alat Rolling Straight Edge, (2) menganalisis dan mengevaluasi kondisi fungsi pelayanan jalan yang ada. Gambar 2.6 : Rolling-straight edges Sumber : 3. MERLIN MERLIN (Machine for Evaluating Roughness using Low-cost Instrumentation) merupakan instrument yang dioperasikan secara manual yang sering digunakan untuk mengkalibrasi Response-Type Road Roughness Measuring Systems (RTRRMS). Terdiri dari roda tunggal pada frame yang dapat bergerak bergerak sepanjang jalan, dan probe melekat pada lengan digunakan untuk merekam variabilitas dari kekasaran sepanjang jalan.

14 Keuntungan dari MERLIN adalah biaya rendah dan memungkinkan untuk digunakan pada negara berkembang. Gambar 2.7 : MERLIN Sumber : Comparison of Roughness Measuring Instruments (Greggory Morrow, 2006) II.5 Konsep Tingkat Pelayanan Jalan Kinerja perkerasan (pavement performance) harus dapat memberikan pelayanan yang aman dan nyaman selama umur rencana. Secara umum kinerja perkerasan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu cara objektif dan cara subjektif. Dengan cara objektif, parameter kinerja perkerasan diperoleh dari suatu pengukuran, seperti dengan menggunakan alat Roughometer NAASRA, Rolling-straight edges, MERLIN sedangkan dengan cara subjektif didasarkan kepada hasil pengamatan beberapa orang ahli. Suwardo (2004), salah satu parameter kinerja perkerasan yang dapat ditentukan dengan cara objektif adalah International Roughness Index (IRI), disebut juga dengan ketidakrataan permukaan jalan, sedangkan Road Condition Index (RCI), disebut juga dengan indeks kondisi jalan, dapat dikatagorikan kedalam penentuan parameter kinerja perkerasan secara subjektif. Kedua parameter kinerja perkerasan tersebut dikelompokan kedalam kinerja fungsional. Sukirman (1999), kinerja

15 fungsional berhubungan dengan bagaimana jalan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan yaitu berupa kenyamanan mengemudi. Selain kinerja fungsional tedapat juga kinerja struktural yang dipengaruhi oleh beban lalu lintas dan lingkungan yang dapat dinyatakan dengan parameter Present Serviceability Index (PSI). 1. International Roughness Index ( IRI ) International Roughness Index ( IRI ) dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun IRI digunakan untuk menentukan karakteristik profil memanjang dari jalur yang dilewati roda kendaraan untuk menentukan suatu pengukuran tingkat kekasaran permukaan yang standar. Satuan yang biasanya digunakan adalah meter per kilometer (m/km ) atau millimeter per meter (mm/m). Pengukuran IRI didasarkan pada perbandingan akumulasi pergerakan suspensi kendaraan standar ( dalam mm, inchi, dll ) dengan jarak yang ditempuh oleh kendaraan selama pengukuran berlangsung ( dalam m, km, dll ). IRI adalah parameter ketidakrataan yang dihitung dari jumlah kumulatif naik turunnya permukaan arah profil memanjang dibagi dengan jarak/ panjang permukaan yang diukur. Sayer et al (1986) telah mengembangkan nilai IRI untuk berbagai umur perkerasan dan kecepatan. Untuk ketidakrataan permukaan jalan baru nilai IRI < 4 m/km yang dapat ditempuh pada kecepatan 100 km/jam dan untuk jalan lama nilai IRI < 6 m/km dengan kecepatan sekitar 80 km/jam, sepeti terlihat pada gambar di bawah ini:

16 Gambar 2.8 : International Roughness Index Sumber : Fengxuan Hu.( 2004) Development Of A Direct Type Road Roughness Evaluation System 2. Road Condition Index (RCI) Road Condition Index (RCI) atau Indeks kondisi jalan adalah salah satu kinerja fungsional perkerasan yang dikembangkan oleh American Association of State Highway Officials (AASHO) pada tahun 1960an. Indeks kondisi jalan dapat digunakan sebagai indikator tingkat kenyamanan dari suatu ruas jalan yang dapat diestimasi dari ketidakrataan perumkaan jalan. Indeks kondisi jalan dapat juga ditentukan dengan pengamatan langsung secara visual di lapangan oleh beberapa orang ahli. Indeks Kondisi Jalan (Road Condition Index = RCI) adalah skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, dapat diperoleh

17 dari pengukuran dengan alat roughometer ataupun secara visual. Skala angka RCI bervariasi dari nilai 2 10, yang dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini : Tabel 2.3. Kondisi Permukaan Jalan secara Visual Berdasarkan Nilai RCI RCI Kondisi permukaan jalan secara visual 8 10 Sangat rata dan teratur. 7 8 Sangat baik, umumnya rata. 6 7 Baik. 5 6 Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata. 4 5 Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak rata. 3 4 Rusak, bergelombang, banyak lubang. 2 3 Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan hancur. 2 Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD jeep. Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung Dalam penentuan jenis pemeliharaan, maka pada tahap awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi jenis kerusakan yang akan ditinjau dan juga besar atau luasan kerusakan yang terjadi, sehingga didapat angka kerusakan dari tiap kerusakan yang terjadi. Adapun skala kerusakan dari tiap kategori kerusakan yang ditinjau berdasarkan metode bina marga adalah : 1. Keretakan (Cracking), jenis keretakan yang di tinjau adalah retak kulit buaya, acak, melintang, memanjang (dengan skala kerusakan 5, 4, 3, 1), dengan ketentuan lebar retakan 2 mm, 1 2 mm, < 1 mm (dengan skala kerusakan 3, 2, 1), serta luasan kerusakan > 30 %, %, < 10 % (dengan skala kerusakan 3, 2, 1). Masingmasing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan.

18 2. Alur (Rutting), diukur berdasarkan kedalaman kerusakan mulai dari skala > 20 mm, mm, 6 10 mm, 0 5 mm (dengan skala kerusakan 7, 5, 3, 1). Masingmasing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan. 3. Lubang (Potholes) dan Tambalan (Patching), diukur berdasarkan luasan kerusakan yang terjadi yang dimulai dari skala > 30 %, %, %, < 10 % (dengan skala kerusakan 3, 2, 1, 0). Masing-masing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan. 4. Kekasaran permukaan, jenis kerusakan yang ditinjau adalah pengelupasan (Desintegration), pelepasan butir (raveling), kekurusan (hungry), kegemukan (fatty/bleeding), dan permukaan rapat (close texture). Dengan skala kerusakan 4, 3, 2, 1, Amblas (Depression), diukur berdasarkan kedalaman kerusakan yang terjadi dimulai dari skala > 5/100 m, 2 5 /100 m, 0 2 /100 m (dengan skala kerusakan 4, 2, 1). Masing-masing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan. Dari hasil pengamatan tersebut, maka di dapat nilai dari tiap jenis kerusakan yang diidentifikasi, sehingga untuk menentukan penilaian kondisi jalan didapat dengan cara menjumlahkan seluruh nilai kerusakan perkerasan yang terjadi, dapat diketahui bahwa semakin besar angka kerusakan kumulatif maka akan semakin besar pula nilai kondisi jalan, yang berarti bahwa jalan tersebut memiliki kondisi yang buruk sehingga membutuhkan pemeliharaan yang lebih baik.

19 3. Indeks Permukaaan atau Present Seviceability Index Indeks Permukaan (IP) atau Present Serviceability Index (PSI) dikenalkan oleh AASHTO berdasarkan pengamatan kondisi jalan meliputi kerusakankerusakan seperti retak-retak, alur, lubang, lendutan pada lajur roda, ketidakrataan permukaan dan sebagainya yang terjadi selama umur pelayanan. Tabel di bawah ini menunjukkan hubungan antara Indeks Permukaan ( PSI ) dengan Fungsi pelayanan jalan. Tabel 2.4: Hubungan Fungsi Pelayanan dan Indeks Permukaan (IP) No. Indeks Permukaan Fungsi (IP) pelayanan Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung AASHO Road Test selanjutnya memberikan persamaan Present Serviceability Index ( PSI ) yang merupakan fungsi kerusakan perkerasan antara lain : ketidakrataan, retak, alur, dan tambalan yang dinyatakan dalam persamaan : PSI = 5,03 1,09 log ( 1 + SV ) 0,01 C + P 1,38 (RD)² (2.2) Dimana : PSI = Present serviceability index SV = Slope variance ( Derajat kemiringan ) C = Cracking ( Retak ) P = Patching ( Tambalan )

20 RD = Rut dept ( Kedalaman alur ) lainnya, yaitu : Dari ketiga macam konsep tingkat pelayanan jalan ini memiliki hubungan satu sama Sukirman (1999) menyarankan korelasi kedua parameter yaity RCI dan IRI untuk Indonesia adalah seperti dinyatakan pada persamaan : 1, ( 0,0501 ) RCI = 10 EXP IRI (2.3) Dan dapat juga ditentukan berdasarkan hubungan grafik dibawah ini. Gambar 2.9. Korelasi Antara Nilai RCI dan Nilai IRI Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung

21 Tabel 2.5 : Hubungan Antara RCI dengan IRI RCI IRI Kondisi Visual dari Permukaan Perkerasan Jenis Tipikal Permukaan Sangat mulus dan Campuran panas yang baru digelar teratur Sangat baik, umumnya Campuran panas setelah beberapa mulus tahun layanan Baik Lapis Tipis yang lama dari campuran panas, NACAS yang baru, LASBUTAG yang baru Cukup, sangat sedikit atau tidak ada lubang tetapi permukaan tidak teratur Jelek, sesekali berlubang, permukaan tidak teratur Pecah, bergelombang, banyak lubang Sangat pecah-pecah, banyak lubang dan total bidang perkerasan hancur 2 > 16 Tidak dapat dilalui, kecuali 4WD Lapen yang baru, NACAS yang baru, LASBUTAG setelah 2 tahun layanan, NACAS yang lama Lapem setelah 2 tahun layanan, NACAS yang lama Lapen yang lama, NACAS yang lama, jalan kerikil yang kurang terpelihara Semua jenis perkerasan tanpa layanan untuk waktu yang lama Semua jenis perkerasan dianggap diabaikan Sumber : Presentasi Program Jalan jembatan 1 Hubungan korelasi antara IRI dan RCI dapat dinyatakan dalam beberapa korelasi. Indeks Permukaan mempunyai hubungan dengan International Roughness Index (IRI, dalam m/km). IP dinyatakan sebagai fungsi dari IRI dengan rumus : Untuk perkerasan jalan beraspal : PSI = 5 0,2937 X 4 + 1,1771 X 3 1,4045 X 2 1,5803 X (2.4) Di mana : X = Log (1 + SV) ; SV = 2,2704 IRI 2 (2.5)

22 SV = Variasi kemiringan (10 6 x populasi dari variasi kemiringan pada interval 1ft) PSI = Present Serviceability Index IRI = International Roughness Index, m/km Paterson (1986) mengusulkan korelasi tersebut sebagai berikut: RCI ( IRI ) 0,018 = 10EXP (2.6) dan Al Omari (1994) mengusulkan korelasi sebagai berikut: RCI ( IRI ) 0,26 = 10EXP (2.7)

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lebih terperinci

STUDI PERSAMAAN KORELASI ANTARA KETIDAKRATAAN PERMUKAAN JALAN DENGAN INDEKS KONDISI JALAN STUDI KASUS RUAS JALAN LABUAN CIBALIUNG

STUDI PERSAMAAN KORELASI ANTARA KETIDAKRATAAN PERMUKAAN JALAN DENGAN INDEKS KONDISI JALAN STUDI KASUS RUAS JALAN LABUAN CIBALIUNG STUDI PERSAMAAN KORELASI ANTARA KETIDAKRATAAN PERMUKAAN JALAN DENGAN INDEKS KONDISI JALAN STUDI KASUS RUAS JALAN LABUAN CIBALIUNG Suherman Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung Jln. Gegerkalong

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 UMUM Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang diletakkan diatas lapisan tanah dasar yang berfungsi untuk memikul beban lalu lintas. Struktur

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that

Lebih terperinci

TINGKAT KERATAAN JALAN BERDASARKAN ALAT ROLLING STRAIGHT EDGE UNTUK MENGESTIMASI KONDISI PELAYANAN JALAN (PSI DAN RCI) ABSTRAK

TINGKAT KERATAAN JALAN BERDASARKAN ALAT ROLLING STRAIGHT EDGE UNTUK MENGESTIMASI KONDISI PELAYANAN JALAN (PSI DAN RCI) ABSTRAK TINGKAT KERATAAN JALAN BERDASARKAN ALAT ROLLING STRAIGHT EDGE UNTUK MENGESTIMASI KONDISI PELAYANAN JALAN (PSI DAN RCI) Suwardo, ST., MT. Staf Pengajar di Program Diploma Teknik Sipil FT-UGM Jl. Yacaranda,

Lebih terperinci

TATA CARA SURVAI KERATAAN PERMUKAAN PERKERASAN JALAN DENGAN ALAT UKUR KERATAAN NAASRA

TATA CARA SURVAI KERATAAN PERMUKAAN PERKERASAN JALAN DENGAN ALAT UKUR KERATAAN NAASRA TATA CARA SURVAI KERATAAN PERMUKAAN PERKERASAN JALAN DENGAN ALAT UKUR KERATAAN NAASRA BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan bagi petugas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Rekayasa Perkerasan Jalan DOSEN PEMBIMBING Donny DJ Leihitu ST. MT. DISUSUN OLEH NAMA : KHAIRUL PUADI NPM : 11.22201.000014 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalulintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah,

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014)

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ANTARA BINA MARGA DAN AASHTO 93 (STUDI KASUS: JALAN LINGKAR UTARA PANYI NG KI RA N- B ARI BIS AJ AL E NGKA) Abdul Kholiq, S.T.,

Lebih terperinci

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN. BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN. 1.1 SEJARAH PERKERASAN JALAN. A. Sebelum Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut. Setelah manusia diam (menetap) berkelompok disuatu tempat mereka mengenal artinya jarak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Jalan Jalan merupakan suatu akses penghubung asal tujuan, untuk mengangkut atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Infrastrukur jalan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 17 BABUI LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 1. Konstmksi perkerasan lentur ("fleksibel pavement"), yaitu perkerasan yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN NILAI KERATAAN PERMUKAAN, NILAI LENDUTAN, DAN NILAI MODULUS ELASTISITAS PERKERASAN

PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN NILAI KERATAAN PERMUKAAN, NILAI LENDUTAN, DAN NILAI MODULUS ELASTISITAS PERKERASAN PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN NILAI KERATAAN PERMUKAAN, NILAI LENDUTAN, DAN NILAI MODULUS ELASTISITAS PERKERASAN David Rachmat Prabowo MSTT-DTSL, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

Parameter perhitungan

Parameter perhitungan Parameter perhitungan Lapisan konstruksi jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi jalan Fungsi dan kelas jalan Kinerja Perkerasan Umur Rencana Beban Lalu lintas Sifat dan daya

Lebih terperinci

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Lalu lintas Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang berlebihan (Overloaded), panas atau suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruas jalan di persimpangan banyak mengalami kerusakan akibat beban kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan yang melakukan pengereman

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI JALAN KABUPATEN SECARA VISUAL DENGAN KOMBINASI NILAI IRI DAN SDI

EVALUASI KONDISI JALAN KABUPATEN SECARA VISUAL DENGAN KOMBINASI NILAI IRI DAN SDI Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 EVALUASI KONDISI JALAN KABUPATEN SECARA VISUAL DENGAN KOMBINASI NILAI IRI DAN SDI Ilmuddin 1 1 Prodi Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi perkerasan kaku ( Rigid Pavement) banyak digunakan pada kondisi tanah dasar yang mempunyai daya dukung rendah, atau pada kondisi tanah yang mempunyai daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang digunakan berupa batu pecah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Menurut (Sukirman, S 1992) Lapisan perkerasan adalah konstruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban lalu lintas dengan memberikan rasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Menurunnya tingkat pelayanan jalan ditandai dengan adanya kerusakan pada lapisan perkerasan jalan, kerusakan yang terjadi bervariasi pada setiap segmen di sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perkerasan Tanah saja biasanya tidak cukup dan menahan deformasi akibat beban roda berulang, untuk itu perlu adanya lapisan tambahan yang terletak antara tanah dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1) EVALUASI KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN RIGID DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS RUAS JALAN SEI DURIAN RASAU JAYA km 21 + 700 S.D. km 24 + 700) Supardi 1) Abstrak Jalan Sei Durian Rasau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum 1. Peraturan Jalan Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Jalan No 34 Tahun 2006 jalan adalah sebagai salah satu prasarana dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Survei kondisi perkerasan perlu dilakukan secara periodik baik struktural maupun non struktural untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan yang ada. Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai batas antar negara, provinsi ataupun kabupaten. memperhatikan kenyamanan.(sukirman,1999)

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai batas antar negara, provinsi ataupun kabupaten. memperhatikan kenyamanan.(sukirman,1999) BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan adalah merupakan prasarana yang digunakan untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan hasil akhir yang dikehendaki adalah cepat, aman dan

Lebih terperinci

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang BAB II PERKERASAN JALAN RAYA 2.1. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON LAPORAN AKHIR METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Teknik

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian dilakukan pada ruas jalan Jamblangan-Ngepring Desa Purwobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Denah lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natural Rubber Natural rubber (karet alam) berasal dari getah pohon karet atau yang biasa dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet mentah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA 0+900 2+375) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA BAB II PERKERASAN JALAN RAYA 2.1 Jenis Dan Fungsi Lapisan Perkerasan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang berlebihan (Overload), panas atau suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk

Lebih terperinci

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Jurnal Rekayasa Hijau No.1 Vol. I ISSN 2550-1070 Maret 2017 Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Rahmi Zurni, Welly Pradipta,

Lebih terperinci

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA Said Jalalul Akbar 1), Wesli 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Email:

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN Eka Prasetia 1)., Sutarto YM 2)., Eti Sulandari 2) ABSTRAK Jalan merupakan

Lebih terperinci

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128 ABSTRAKSI GaneÇ Swara Vol. 7 No.1 Maret 2013 PERBANDINGAN PERKERASAN KAKU DAN PERKERASAN LENTUR I GUSTI AGUNG AYU ISTRI LESTARI Fak. Teknik Univ. Islam Al-Azhar Mataram Perkerasan jalan merupakan suatu

Lebih terperinci

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO 199 1 Siegfried 2 & Sri Atmaja P. Rosyidi 1. Metoda AASHTO 9 Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Lalu Lintas Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefinisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume

Lebih terperinci

Rangga Mandala Utama 1, Ida Farida 2

Rangga Mandala Utama 1, Ida Farida 2 EVALUASI KONDISI STRUKTURAL PADA JALAN BERDASARKAN HUBUNGAN ANTARA KETIDAKRATAAN PERMUKAAN JALAN (IRI) DAN INDEKS KONDISI JALAN (RCI) (Studi Kasus Ruas Jalan Selajambe-Cibogo-Cibeet, Cianjur) Rangga Mandala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

4.2.4 Pemeriksaan CBR lapangan subgrade dengan Dmamyc Cone

4.2.4 Pemeriksaan CBR lapangan subgrade dengan Dmamyc Cone 3.4.3 Kepadatan beton aspal 21 3.4.4 Penetrasi aspal 21 3.4.5 Titik lembek aspal 21 3.5 Volume lalu lintas 22 3.6 Analisis regresi 23 3.7 Perencanaan lapis tambahan 27 3.7.1 Menentukan lintas ekivalen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Pustaka Ulasan Pustaka Terhadap Penelitian Ini Ringkasan Penelitian Lain...

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Pustaka Ulasan Pustaka Terhadap Penelitian Ini Ringkasan Penelitian Lain... vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT... i

Lebih terperinci

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN PERKERASAN LENTUR 1.KEGEMUKAN ASPAL (BLEEDING) LOKASI : Dapat terjadi pada sebagian atau seluruh permukaan

Lebih terperinci

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016 IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN (STUDI KASUS RUAS JALAN BATAS KOTA PALEMBANG SIMPANG INDERALAYA) Sartika Nisumanti 1), Djaenudin Hadiyana 2) 1),2) Jurusan Teknik Sipil Universitas Indo Global Mandiri Jl Jend.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) Fitra Ramdhani Dosen Program Studi S1 Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berbeda-beda, tiap lapisan perkerasan harus terjamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapanya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya

Lebih terperinci

EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011

EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011 EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011 Seno Saputro Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Secara umum struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur perkerasan kaku (Rigid Pavement).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasifikasi Jalan Perencanaan peningkatan ruas jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor menjadi Jalan Nasional.

Lebih terperinci

BAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA. umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan

BAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA. umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan BAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA II.1 Kerusakan Pada Jalan Raya Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II KERUSAKAN DAN REHABILITASI JALAN

BAB II KERUSAKAN DAN REHABILITASI JALAN BAB II KERUSAKAN DAN REHABILITASI JALAN II. 1. Konstruksi Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang diletakkan diatas lapisan tanah dasar yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perkerasan jalan secara umum dibedakan atas dua macam yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Pada dasarnya perkerasan lentur

Lebih terperinci

Dosen, Diploma 4 Perancangan Jalan dan Jembatan, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Lhokseumawe, Buketrata,

Dosen, Diploma 4 Perancangan Jalan dan Jembatan, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Lhokseumawe, Buketrata, EVALUASI TINGKAT KERUSAKAN PERMUKAAN JALAN UNTUK MENENTUKAN JENIS PENANGANAN DENGAN SISTEM PENILAIAN MENURUT BINA MARGA (Studi Kasus Jalan Nasional Bireuen Bts. Kota Lhokseumawe, Kecamatan Krueng Geukueh

Lebih terperinci

Agus Surandono, Putri Maha Suci

Agus Surandono, Putri Maha Suci ANALISA TEKNIS PERBAIKAN PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE AASHTO (Studi Kasus : Pada Ruas Jalan Ki Hajar Dewantara Kecamatan BatanghariKabupaten Lampung Timur) Agus Surandono, Putri Maha Suci Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 1. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Baru a. Umur Rencana Penentuan umur rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN Nomor 02/M/BM/2013 FAHRIZAL,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Jalan Tanah saja biasanya tidak cukup dan menahan deformasi akibat beban roda berulang, untuk itu perlu adanya lapis tambahan yang terletak antara tanah

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 PRATAMA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Paramater Perencanaan Tebal Lapisan Konstruksi Perkerasan Menurut Alamsyah (2001), lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sejenis Dari penelitian sebelumnya mengenai kekuatan Cement Treated Recycling Base (CTRB) yang pernah dilakukan oleh Nono (2009) dihasilkan kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci