BAB III METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut untuk melakukan penelitian adalah karena : 1. PLTU Labuhan Angin pada tahap operasionalnya menghasilkan emisi udara yang berdampak pada penurunan kualitas udara. 2. Adanya pekerja yang bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah yang setiap hari berada pada kawasan tersebut. 3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang analisis kualitas udara yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2016 sampai April tahun 2017

2 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja dengan jumlah pekerja sebanyak 156 pekerja yang bekerja di kawasan PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Sampel Penelitian Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pekerja pada bagian coal dan ash di PLTU Labuhan Angin. Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Yamane (1967) dikutip dari buku Notoadmodjo tahun 2005 sebagai berikut : Dengan : N : Jumlah populasi N : Jumlah sampel nn = NN 1+NN(dd) 2 d : Tingkat Kepercayaan yang diinginkan 0,1 156 nn = (0,1) nn = (0,01) nn = ,56 nn = 156 2,56 nn = 61 Sehingga dari perhitungan besar sampel di atas maka diperoleh sampel penelitian ini sebanyak 61 pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah dengan teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik quota sampling. 3.4 Titik Pengambilan Sampel Udara Emisi Titik pengambilan sampel udara emisi dapat dilakukan pada sumber emisinya, yaitu: pada bagian cerobong dari PLTU Labuhan Angin. Bagian

3 Cerobong yang dimaksud adalah cerobong yang berukuran delapan kali diameter bawah atau dua kali diameter atas dan bebas dari gangguan aliran seperti bengkokan, ekspansi, atau penyusutan aliran di dalam cerobong. Lubang pengambilan sampel Gambar 4. Titik Pengambilan sampel udara emisi Keterangan : D : Diameter dalam cerobong bawah d : Diameter dalam cerobong atas D e : Diameter Ekuivalen 3.5 Metode Pengumpulan Data 2(dD) d + D Data Primer Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan observasi lapangan, pengukuran Total partikulat, SO 2 dan NO 2 dengan menggunakan alat CEMS (Continous Emission Monitoring System) serta wawancara kepada pekerja atau karyawan di bidang lingkungan dengan

4 bantuan kuesioner untuk mengetahui keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja PLTU Labuhan Angin Data Sekunder Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan semua data data dari perusahaan, BAPEDAL Tapanuli Tengah, peraturan menteri lingkungan hidup, buku dan jurnal yang berhubungan dengan analisis kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran penafasan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin. 3.6 Parameter dan Subjek Penelitian Parameter Penelitian Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah Total partikulat, Sulfur dioksida (SO 2 ), Nitrogen dioksida (NO 2 ) dan Karbonmonoksida (CO) dengan pertimbangan tingginya kadar emisi gas yang dihasilkan oleh PLTU Labuhan Angin Subjek Penelitian Subjek yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Pekerja atau karyawan yang bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah untuk mengetahui keluhan kesehatan yang dirasakan oleh para pekerja. 2. Kualitas udara yang pengukurannya dilakukan pada cerobong dengan menggunakan CEMS. Lokasi CEMS pada cerobong minimal delapan kali diameter cerobong dari gangguan bawah dan dua kali diameter dari ujung atas cerobong. Alasannya bahwa cerobong merupakan sumber emisi yang tidak bergerak sehingga harus diamati kadar dari setiap emisi yang dilepaskan ke udara ambient, agar tidak menimbulkan dampak bagi kesehatan para pekerja di PLTU Labuhan Angin.

5 3.7 Definisi Operasional 1. Emisi adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin. 2. Memenuhi Baku Mutu adalah sesuainya kadar suatu zat denga batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup. 3. Tidak Memenuhi Baku Mutu adalah ketidaksesuaian suatu zat dengan batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan serta dapat menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup. 4. Total partikulat adalah nama umum untuk sejumlah partikel padat kecil dengan diameter 500 mikrometer. 5. Sulfur Dioksida adalah ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap gas lain, tidak berwarna, bau yang tajam, sangat mengiritasi, tidak terbakar dan tidak meledak. 6. Nitrogen dioksida adalah senyawa kimia yang memiliki rumus NO 2, berwarna merah ungu kecokelatan, bau yang menyengat, toksik, korosif dan menyerap banyak cahaya. 7. Umur adalah usia pekerja yang dimulai sejak lahir sampai dengan waktu penelitian ini, data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner. 8. Jenis Kelamin yang dimaksud adalah jenis kelamin pekerja berupa laki laki dan perempuan yang bekerja di PLTU Labuhan Angin

6 9. Masa Kerja yang dimaksud adalah waktu mulai bekerja di PLTU Labuhan Angin sampai waktu penelitian yang dihitung dalam tahun. 10. Jumlah Jam Kerja yang dimaksud adalah lamanya bekerja dalam satu hari dihitung dalam hitungan jam. 11. Keluhan gangguan saluran pernafasan berdasarkan yang dirasakan oleh responden. 3.8 Aspek Pengukuran 1. Pengukuran kadar Total partikulat, SO 2 dan NO 2 yang merupakan emisi dari PLTU Labuhan Angin dengan menggunakan alat CEMS (Continous Emission Monitoring System), pengukuran dilakukan pada cerobong tepatnya pada lubang pengambilan sampel. 2. Hasil pengukuran tersebut dapat dibandingkan dengan baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 tahun Keluhan kesehatan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah dapat diketahui dengan menggunakan kuesioner. 3.9 Cara Kerja Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah CEMS (Continous Emission Monitoring System). CEMS tersebut terdiri dari 2 alat, yaitu MIR 9000 dan DURAG. Model Environnement S.A MIR 9000 dapat mengukur kadar emisi berupa SO 2, NO 2 dan CO sedangkann alat pengukur lainnya yaitu DURAG dapat mengukur kadar emisi berupa Total partikulat. CEMS (Continous Emission Monitoring System) adalah seperangkat peralatan yang berfungsi untuk menganalisa konsentrasi polutan yang diemisikan ke udara

7 ambient oleh pembangkit listrik tenaga uap dan untuk menentukan kuantitas kadar suatu parameter emisi atau laju aliran melalui pengukuran secara periodik yang digunakan secara in-situ di dalam cerobong maupun. Cara kerja alat ini sebagai berikut : g. CEMS (Contious Emission Monitoring System) metode NDIR (Non Dispersive Infrared) yang memanfaatkan radiasi sinar infrared untuk pengukuran Sedangkan O 2 menggunakan sensor eksternal. h. Pastikan CEMS dalam posisi ON untuk digunakan. i. CEMS diintegrasikan pada sebuah controler berupa data logger. j. Controler dihubungkan dengan sebuah komputer / PC k. Controler akan menyajikan hasil pemantauan emisi dan melakukan auto kalibrasi gas analyzer. l. Baca angka dan grafik pada monitor dan catat hasilnya.` 3.10 Metode Analisis Data Data pengukuran kualitas udara berupa kadar debu, SO 2 dan NO 2 yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan membandingakan hasil pengukuran yang diperoleh dengan peraturan menteri lingkungan hidup No. 21 tahun 2008 tentang Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha/ kegiatan pembangkit tenaga listrik termal dan melakukan wawancara terhadap para pekerja tentang keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pekerja menggunakan kuesioner.

8 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Pembangkit Listrik Tenaga Uap Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) labuhan angin terletak di Teluk Tapian Nauli, Desa Tapian Nauli, Kecamatan Tapian Nauli, kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, dengan kapasitas sebesar 2 x 115 MW. Energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Provinsi Sumatera Utara umumnya dan terkhusus untuk Kabupaten Tapanuli Tengah. Kawasan PLTU Labuhan Angin berada pada suatu daerah dengan morfologi landal yang dibentuk oleh batu gamping dan batu gamping berongga pada daerah yang menjorok ke arah laut. Lahan yang membatasi PLTU Labuhan Angin adalah sebagai berikut : - Sebelah utara berbatasan dengan lokasi rencana dermaga pelabuhan pendaratan ikan - Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli - Sebelah selatan berbatasan dengan tanah hak pakai Nomor 10/1995 Dep Hankam RI (TNI AL) - Sebalah barat berbatasan dengan hutan alami Berdasarkan hasil laporan studi pra kelayakan PLTU Labuhan Angin pada tahun 2002, maka ditetapkan di Desa Tapian Nauli 1 sebagai lokasi PLTU

9 dengan koordinat lokasi LU dan BT. Lokasi PLTU Labuhan Angin seluas ± 50 ha yang terdiri atas : - Semak / rawa rawa seluas 25 ha - Hutan sekunder seluas 20 ha - Mangrove seluas 5 ha. 4.2 Sumber Batubara PLTU Labuhan Angin Bahan bakar yang digunakan oleh PLTU Labuhan Angin adalah batubara dengan kalor antara Kcal / kg kondisi diterima (AR). Kebutuhan batubara untuk PLTU Labuhan Angin tersebut diperkirakan sebesar ton per tahun atau sekitar 2500 ton per hari. Daerah Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan diindikasikan adanya cadangan batubara, namun sampai saat ini kepastian cadangan batubara tersebut belum diketahui secara tepat karena belum terpetakan secara rinci. Analisa batubara untuk keperluan desain PLTU Labuhan Angin dengan menggunakan nilai rata-rata dari sumber yang tersedia adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Sumber Batubara PLTU Labuhan Angin Senyawa Kadar Carbon % Hydrogen 3,5 5 % Nitrogen 0,8 1,1 % Sulphur 0,8 1,4 % Oxygen % Total sulphur 0,8 1,4 % Nilai kalori Kcal / kg Sumber : KA ANDAL PLTU Labuhan Angin, 2003

10 4.3 Sistem Pengelolaan Gas Pada PLTU Sistem Pembakaran Sistem pembakaran PLTU Labuhan Angin ini menggunakan ketel dengan batubara yang digiling, tekanan subkritis, sirkulasi terkendali dan tarikan angin seimbang (balance draft) dan unit tipe drum. Panas yang diperoleh dari hasil pembakaran batubara tersebut digunakan untuk memanaskana air ketel, untuk menghasilkan uap panas. Uap dari ketel tersebut dialirkan ke turbin uap yang akan menghasilkan tenaga listrik sebesar 230 MW. Ketel dilengkapi dengan pulverizer (penggiling), kipas aliran isap (Induced Draft Fran), pemanas udara dan sistem pembuang abu dasar. Sistem ini dirancang untuk membakar campuran batubara berkadar sulfur rendah, batubara setengah muda (Sub bituminous) dan atau batubara bituminous. Ketel ini dirancang untuk beroperasi dengan batubara pada beban kira kira 30 % sampai pada kondisi satu silo, pulverizer dan sistem pengumpan tidak berfungsi. Sistem ini dapat beroperasi dengan terus menerus pada satu pemanas air pengisi yang bersuhu tinggi. Disamping itu, terdapat pula sebuah pemanas cadangan apabila pemanas pertama tidak berfungsi. Bahan bakar minyak (solar) digunakan untuk start up. Bahan bakar minyak dialirkan melalui pipa bahan bakar. Bahan bakar minyak digunakan untuk menyulut api pada start up dan melumasi nyala api awal dengan menggunakan alat penyulut api (KA ANDAL PLTU Labuhan Angin, 2003).

11 4.4 Kualitas Udara Kadar kualitas udara emisi di PLTU Labuhan Angin yang diukur pada tanggal 12 maret Titik pengambilan sampel dilakukan pada cerobong, dimana cerobong merupakan sumber emisi tidak bergerak. Pengukuran kualitas udara emisi dilakukan pada keadaan cuaca yang cerah. Adapun hasil pengukuran kualitas udara emisi di PLTU Labuhan Angin dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kualitas Udara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Lokasi Parameter yang dipantau Satuan Alat pengukuran Konsentrasi rata - rata Syarat baku mutu Ket Cerobong Titik koordinat stack N: ; E: Keterangan : emisi mg/m 3 DURAG 112, MS Total partikulat NO 2 mg/m 3 MIR ,3 850 MS SO 2 mg/m 3 MIR ,6 750 MS CO mg/m 3 MIR ,9 100 MS MS : Memenuhi syarat Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari pengukuran emisi yang dilakukan pada cerobong PLTU Labuhan angin tidak terdapat hasil pengukuran yang melebihi baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal. Kadar emisi berupa total partikulat yang dihasilkan dari cerobong sebesar 112,02 mg/m 3, kadar nitrogen dioksida (NO 2 ) sebesar 139,3 mg/m 3, kadar sulfur dioksida (SO 2 ) sebesar 537,6 dan kadar karbonmonoksida (CO) sebesar 17,9. Kadar Total partikulat, nitrogen dioksida, sulfur dioksida dan

12 karbonmonoksida yang diukur pada cerobong tersebut masih memenuhi syarat pada baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 tahun Karateristik Pekerja Untuk mengetahui karateristik pekerja di PLTU Labuhan angin (meliputi: umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kerja per hari dan kebiasaan merokok) dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasil analisa terhadap kuesioner yang telah dilakukan didapatkan tentang karateristik pekerja dan distribusinya yang dituangkan dalam tabel tabel berikut ini : Tabel 4.3 Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja, Lama Kerja Per Hari dan Kebiasaan Merokok di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Variabel Kelompok Jumlah (orang) Presentase (%) Umur tahun 15 24, tahun 19 31, tahun 12 19, tahun 6 9,8 >41 tahun 9 14,8 Jenis Kelamin Laki-laki 57 93,4 Perempuan 4 6,6 Masa kerja 1-2 tahun 12 19,7 Lama Kerja Per Hari Kebiasaan Merokok 3-4 tahun 5-6 tahun 7-8 tahun 9 tahun ,3 19,7 29,5 9,8 8 jam 59 96,7 9 jam 1 1,6 24 jam 1 1,6 Ya 42 68,9 Tidak 19 31,1

13 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja di PLTU Labuhan Angin memiliki usia dalam rentang tahun sebanyak 16 orang (26,2%). Pekerja di PLTU lebih banyak memiliki jenis kelamin laki-laki sebanyak 57 orang (93,4%). Sedangkan masa kerja terbanyak yang dimiliki oleh pekerja berada dalam rentang 7-8 tahun sebanyak 18 orang (29,5%). Adapun Lama kerja responden per hari pada umumnya selama 8 jam per hari sebanyak 59 orang (96,7%). Untuk kebiasan merokok pada umumnya pekerja memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 42 orang (68,9%). 4.6 Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok (meliputi; merokok pada saat bekerja, lama merokok dan jumlah batang rokok yang dihabiskan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini : Tabel 4.4 Distribusi Pekerja yang Merokok dalam Bekerja, Lama Merokok dan Jumlah Batang Rokok yang Dihabiskan Pekerja Per Hari di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Kebiasaan Merokok Jumlah (orang) Presentase (%) Pekerja yang merokok Ya 33 54,1 pada saat bekerja Tidak 28 45,9 Lama Pekerja Merokok Tidak merokok 19 31,1 < 15 tahun 33 54,1 > 15 tahun 9 14,8 Batang Rokok yang Tidak merokok 19 31,1 Dihabiskan Pekerja < 12 batang 32 52,5 >12 batang 10 16,4

14 Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada umumnya pekerja di PLTU Labuhan Angin memiliki kebiasaan merokok pada saat bekerja sebanyak 33 orang (54,1%). Sedangkan lama pekerja merokok lebih banyak kurang dari 15 tahun sebanyak 33 orang (54,1%). Jumlah batang rokok yang dihabiskan pekerja per hari kurang dari 12 batang sebanyak 32 orang (52,5%). 4.7 Riwayat Penyakit Sebelum Bekerja Data riwayat penyakit pekerja sebelum bekerja di PLTU Labuhan Angin didapat dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner pada pekerja batubara, sehingga didapat hasil sebagai berikut ini: Tabel 4.5 Distribusi Pekerja Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelum Bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun Riwayat Penyakit Jumlah (orang) Presentase (%) Sebelum Bekerja Pernah alami Ya 35 57,4 Gangguan Tidak 26 42,6 pernafasan Lama Tidak alami 27 44,3 mengalami < 7 hari 32 52,5 Gangguan > 7 hari 2 3,3 Saluran Pernafasan Mengalami Ya 6 9,8 Sesak nafas Tidak 55 90,2 Memiliki asma Ya Tidak ,3 96,7 Lama Tidak memiliki 59 96,7 memiliki 1 bulan 1 1,6 asma 10 tahun 1 1,6 Mengalami Ya 10 16,4 nyeri dada Tidak 51 83,6

15 Mengalami Ya 0 0,0 Batukdisertai Tidak ,0 darah Mengalami Ya 31 50,8 Peningkatan Tidak 30 49,2 Produksi sputum Gangguan Ya 8 13,1 Saluran Tidak 53 86,9 Pernafasan terjadi Berulang-ulang Melakukan Ya 14 23,0 Pengecekan Tidak 47 77,0 Keluhan Data dari tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat pekerja yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebelum bekerja di PLTU Labuhan Angin sebanyak 35 orang (57,4%). Pada umumnya lamanya pekerja mengalami gangguan saluran pernafasan didominasi kurang dari 7 hari sebanyak 32 orang (52,5%). Pekerja yang mengalami sesak nafas sebelum bekerja di PLTU sebanyak 6 orang (9,8%). Adapun pekerja yang pernah memiliki riwayat penyakit asma sebanyak 2 orang (3,3%). Lamanya pekerja memiliki riwayat penyakit asma terdiri dari 1 bulan sebanyak 1 orang (1,6%) dan 10 tahun sebanyak 1 orang juga (1,6%). Selebihnya 59 orang (96,7%) tidak memiliki riwayat asma. Pekerja yang sering merasakan nyeri dada sebelum bekerja di PLTU sebanyak 10 orang (16,4%) dan sebanyak 61 orang (100,0%) tidak pernah mengalami batuk disertai darah. Namun, pekerja yang mengalami batuk yang produksi sputumnya berlebihan terdapat sebanyak 31 orang (50,8%). Gangguan saluran pernafasan terjadi berulang-ulang pada 8 orang

16 (13,1%). Pengecekan terhadap keluhan pada saluran pernafasan hanya dilakukan oleh 14 orang (23,0%). 4.8 Keluhan Kesehatan Keluhan kesehatan pada pekerja batubara setelah bekerja di PLTU Labuhan Angin diperoleh dengan menggunakan kuesioner, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.6 Distribusi Pekerja Berdasarkan Keluhan Kesehatan setelah bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Keluhan Kesehatan Setelah Bekerja Jumlah (orang) Presentase (%) Mengalami gangguan Ya 56 91,8 pada saluran pernafasan Tidak 5 8,2 setelah bekerja Mengalami gangguan Ya 4 6,6 pada saluran Tidak 57 93,4 pernafasan sepanjang hari Merasa banyak Ya 56 91,8 debu di PLTU Tidak 5 8,2 Labuhan angin Mengalami batuk Ya 55 91,8 Tidak 6 9,8 Mengalami sesak Ya 10 16,4 Nafas Tidak 51 83,6 Mengalami batuk Ya 1 1,6 disertai darah Tidak 60 98,4 Mengalami nyeri dada Ya 12 19,7 Tidak 49 80,1 Gejala terjadi Ya 7 11,5 berulang-ulang Tidak 54 88,5 Pernah berobat Ya 22 36,1 Setelah merasakan Tidak 39 63,9

17 Gejala Pernah dirawat Ya 6 9,8 setelah meraskan Tidak 55 90,8 gejala Lama terpapar ½ jam 2 3,3 Debu 1 jam 10 16,4 2 jam 12 19,7 3 jam 6 9,8 4 jam 9 14,8 5 jam 2 3,3 7 jam 3 4,9 8 jam 17 27,9 Alami gangguan Ya 46 75,4 saluran pernafasan Tidak 15 24,6 karena debu Alami gangguan Ya 23 37,7 saluran pernafasan Tidak 38 62,3 ketika berada di rumah Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan setelah bekerja di PLTU Labuhan Angin sebanyak 56 orang (91,8%) dan pekerja yang mengalami gangguan saluran pernafasan sepanjang hari hanya berjumlah 4 orang (6,6%). Adapun pekerja yang merasakan banyaknya debu di sekitaran kawasan PLTU sebanyak 56 orang (91,8%). Pekerja yang mengalami gejala keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan yang meliputi batuk setelah bekerja sebanyak 55 orang (90,2%), sesak nafas sebanyak 10 orang (16,4%), batuk disertai darah sebanyak 1 orang (1,6%) dan nyeri dada sebanyak 12 orang (19,7%). Gejala Keluhan tersebut dirasakan terjadi berulang-ulang pada pekerja sebanyak 7 orang (11,5%). Pekerja yang pernah berobat karena gejala keluhan

18 kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan tersebut sebanyak 22 orang (36,1%). Adapun pekerja yang pernah dirawat akibat gejala tersebut hanya 6 orang (9,8%). Pekerja yang terpapar debu paling mendominasi selama 8 jam sebanyak 17 orang (27,9%). Pekerja yang merasa gangguan saluran pernafasan yang dirasakannya diakibatkan oleh debu PLTU Labuhan Angin sebanyak 46 orang dan pekerja yang ketika di rumah masih mengalami gangguan saluran pernafasan tersebut sebanyak 23 orang (62,3%). 4.9 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Karateristik Responden Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Umur Responden Responden yang memiliki keluhan saluran pernafasan berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.7 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Umur Pada Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Umur Mengalami Gangguan Saluhan Pernafasan (tahun) Ya (%) Tidak (%) (24,6%) 0 (0,0%) (26,2%) 3 (4,9%) (18,0%) 1 (1,6%) (8,2%) 1 (1,6%) >41 9 (14,8%) 0 (0,0%) Jumlah 56 (91,8%) 5 (8,2%) Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 61 pekerja terdapat sebanyak 16 orang (26,2%) pekerja yang mengalami gangguan saluran pernafasan lebih banyak terjadi pada kelompok umur tahun. Untuk Responden yang berumur tahun yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 15 orang (24,6%). Responden yang memiliki umur tahun yang mengalami

19 gangguan saluran pernafasan sebanyak 11 orang (18,0%). Responden yang memiliki umur tahun sebanyak 5 orang atau sebesar (8,2%). Responden yang memiliki umur > 41 tahun lebih sedikit yang mengalami gangguan saluran pernafasan hanya 9 orang (14,8%). Responden yang memiliki umur pada rentang tahun lebih sedikit jumlahnya dibandingkan pada umur tahun yang mengalami gangguan pernafasan sebanyak 4 orang (6,6%). Responden yang memiliki umur pada rentang tahun yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 7 orang (11,5%). Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan responden yang memiliki umur diatas 45 tahun yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 2 orang (3,3%) Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jenis Kelamin Adapun Responden yang memiliki keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.8 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jenis Kelamin Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Keluhan Saluran Pernafasan Ya (%) Tidak (%) Jenis Kelamin Laki-laki 52 (85,2%) 5 (8,2%) Perempuan 4 (6,6%) 0 (0,0%) Jumlah 56 (91,8%) 5 (8,2%) Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 52 orang (85,2%) dibandingkan pekerja dengan jenis kelamin perempuan hanya 4 orang yang

20 mengalami gangguan saluran pernafasan. Sehingga pada umumnya responden yang memiliki gangguan saluran pernafasan adalah berjenis kelamin laki-laki Keluhan Kesehatan Berdasarkan Masa Kerja Adapun responden yang mengalami keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan berdasarkan masa kerja responden dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.9 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja Keluhan Saluran Pernafasan Ya (%) Tidak (%) 1-2 tahun 10 (16,4%) 2 (3,3%) 3-4 tahun 13 (21,3%) 0 (0,0%) 5-6 tahun 11 (18,0%) 1 (1,6%) 7-8 Tahun 16 (26,2%) 2 (3,3%) 9 tahun 6 (9,8%) 0 (0,0%) Jumlah 56 (91,8%) 5 (8,2%) Tabel 4.9 menunjukkan bahwa responden yang memiliki masa kerja sekitar 7-8 tahun lebih banyak yang mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 16 orang (26,2%). Reponden yang memiliki masa kerja 9 tahun dan mengalami keluhan saluran pernafasan hanya sebanyak 6 orang (9,8%). Adapun responden dengan masa kerja 1-2 tahun yang mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 10 orang (16,4%). Responden yang memiliki masa kerja sekitar 3-4 tahun dan memiliki keluhan saluran pernafasan hanya sekitar 13 orang (21,3%). Responden yang memiliki masa kerja sekitar 5-6 tahun dan mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 11 orang (18,0%) Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jam Kerja Data mengenai Responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan berdasarkan jam kerja responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:

21 Tabel 4.10 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jam Kerja Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Jam Kerja (Hari) Keluhan Saluran Pernafasan Ya (%) Tidak (%) 8 jam 55 (90,2%) 4 (6,6%) 9 jam 1 (1,6%) 0 (0,0%) 24 jam 0 (0,0%) 1 (1,6%) Total 56 (91,8%) 5 (8,2%) Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa responden dengan jam kerja 8 jam paling banyak mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 55 orang (90,2%). Sedangkan responden dengan jam kerja 9 jam hanya 1 orang (1,6%) yang mengalami keluhan saluran pernafasan. Responden dengan jam kerja 24 jam tidak ada yang mengalami keluhan saluran pernafasan. Sehingga responden dengan jam kerja 8 jam yang kebanyakan mengalami keluhan saluran pernafasan Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Kebiasaan Merokok Data mengenai Responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan berdasarkan kebiasaan merokok responden dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.11 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Kebiasaan Merokok Pada Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Kebiasan Merokok Keluhan Saluran Pernafasan Ya (%) Tidak (%) Ya 56 (91,8%) 4 (6,6%) Tidak 18 (29,5%) 1 (1,6%) Jumlah 56 (91,8%) 5 (8,2%) Berdasarkan Tabel 4.11 menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok dan mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 56 orang (91,8%) sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok tetapi memiliki keluhan saluran pernafasan sebanyak 18 orang (29,5%). Responden

22 yang memiliki kebiasaan merokok namun tidak memiliki keluhan saluran pernafasan hanya 4 orang (6,6%). Sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak mengalami keluhan saluran pernafasan hanya 1 orang (1,6%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok lebih banyak mengalami keluhan saluran pernafasan.

23 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karateristik Pekerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin dengan luas ± 50 ha serta memiliki 156 pekerja. Adapun sampel dalam penelitian ini sebanyak 61 responden dari 61 pekerja pada bagian batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik quota sampling. Pada kelompok umur responden, pekerja lebih banyak memiliki rentang umur antara tahun sebanyak 16 responden atau sebesar 26,2% dari total responden. Kelompok umur dengan jumlah responden terkecil adalah kelompok umur > 45 tahun sebanyak 2 responden atau sebesar 3,3% dari total responden. Pekerja pada rentang umur tahun sebanyak 11 responden. Kelompok umur antara tahun dan kelompok umur antara tahun yaitu masing-masing kelompok umur dengan jumlah responden sebanyak 7 responden atau sebesar 11,5%. Kelompok umur tahun sebanyak 13 responden dan kelompok umur antara tahun sebanyak 5 responden. Umur responden yang termuda adalah 21 tahun sedangkan umur tertua adalah diatas 45 tahun. Faal paru pekerja dipengaruhi oleh umur. Secara fisiologis dengan bertambahnya umur maka kemampuan organ-organ tubuh akan mengalami penurunan fungsi paru. Umur merupakan variabel yang penting dalam hal

24 terjadinya gangguan fungsi paru. Semakin bertambahnya umur, terutama disertai dengan kondisi lingkungan yang buruk serta kemungkinan terkena suatu penyakit, maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru dapat terjadi lebih besar (Meita, 2012). Jenis kelamin terbanyak pada pekerja di PLTU Labuhan Angin adalah laki-laki sebanyak 57 orang atau sebesar 93,4% dari total responden. Sedangkan jumlah pekerja perempuan sebanyak 4 orang atau sebesar 6,6% dari total responden. Hal ini dikarenakan tingginya aktivitas pekerja laki-laki pada bagian batubara sehingga lama kontak ataupun terpajan dengan debu batubara lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja perempuan yang hanya bekerja pada kawasan ESP dengan lama kontak pekerja perempuan dengan debu batubara sangat singkat. Kebanyakan pekerja laki-laki di PLTU Labuhan Angin juga merupakan perokok sehingga resiko terkena penyakit saluran pernafasan empat kali lebih besar daripada bukan perokok (Amin, 1996). Kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 liter dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 liter. Sampai pada usia pubertas daya tahan kardiorespirasi antara anak perempuan dan laki-laki tidak berbeda tetapi setelah usia tersebut nilai pada wanita lebih rendah 15-25% dari pria. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kekuatan maksimal, luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah haemoglobin dan elasitas paru (Meita, 2012). Masa kerja pekerja di PLTU Labuhan Angin terbanyak pada rentang 7-8 tahun sebanyak 18 orang atau sebesar 29,5% dari total responden. Sedangkan masa kerja dengan jumlah terkecil yaitu 9 tahun sebanyak 6 orang atau sebesar

25 9,8%. Kelompok responden dengan masa kerja 1-2 tahun dan dengan masa kerja 5-6 tahun masing-masing dengan jumlah pekerja sebanyak 12 orang atau sekitar 19,7% dan kelompok responden dengan masa kerja 3-4 tahun sebanyak 13 orang atau sebesar 21,3%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pekerja di PLTU Labuhan Angin telah memiliki masa kerja pada rentang 7-8 tahun. Dampak dari semakin lamanya masa kerja dapat menyebabkan gangguan fungsi paru. Masa kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya pekerja bekerja di bagian batubara dari awal bekerja sampai pada waktu peneliti melakukan penelitian di PLTU Labuhan Angin. Terjadinya akumulatif timbunan debu berhubungan dengan masa kerja pekerja. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Fahmi, 2012). Pajanan bahan/zat kimia baik akut maupun kronis yang cukup lama dan perpanjangan masa pajanan yang berulang tentu memperbesar resiko efek yang merugikan pada sistem silia di saluran pernafasan. Lama kerja responden terbanyak selama 8 jam dengan jumlah pekerja sebanyak 59 orang atau sebesar 96,7% dari total responden. Sedangkan pekerja yang bekerja selama 9 jam dan 24 jam masing-masing sebnayak 1 orang atau sebesar 1,6%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pekerja di PLTU Labuhan Angin bekerja selama 8 jam. Semakin lama seseorang bekerja di suatu daerah berdebu maka kapasitas paru seseorang akan semakin menurun. Pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan kadar debu lebih

26 tinggi dalam waktu yang lama memiliki resiko tinggi terkena obstruksi paru (Meita, 2012). Sebagian pekerja di PLTU Labuhan Angin memiliki kebiasaan merokok sebanyak 42 orang atau sebesar 68,9%. Sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok sebanyak 19 orang atau sebesar 31,1% dari total responden. Hal ini menunjukkan tingginya resiko pekerja mengalami keluhan saluran pernafasan. Karena asap rokok dapat mengganggu aktivitas bulu getar saluran pernafasan, fungsi makrofag dan mengakibatkan hipertrofi kelenjar mukosa. Resiko penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) yang diakibatkan oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok. Rokok tidak hanya menimbulkan inflamasi tapi juga melemahkan pertahanan terhadap kerja elastase dan reparasi dari matriks ekstrasel (Amin, 1996). 5.2 Kualitas Udara di PLTU Labuhan Angin Hasil pengukuran kualitas udara berupa total partikulat, sulfur dioksida (SO 2 ), nitrogen dioksida (NO 2 ) dan karbonmonoksida (CO) pada PLTU Labuhan angin yang dilakukan pada satu titik yaitu cerobong menunjukkan bahwa konsentrasi total partikulat, SO 2, NO 2 dan CO belum melebihi batas baku mutu emisi sumber tidak bergerak. Hal ini disebabkan karena PLTU labuhan angin memiliki alat yaitu electrostatic precipitator (ESP) yang merupakan alat yang dapat menangkap abu ringan dan memiliki flue gas desulphurization (FGD) yang merupakan alat untuk menurunkan kadar belerang dalam gas sulfur dioksida (SO 2 ) yang dipasang berdekatan dengan cerobong PLTU. Setiap unit mempunyai 1 cerobong dengan tinggi 150 m dan

27 1 flue gas desulphurization (FGD). Oleh sebab itu konsentrasi total partikulat, SO 2, NO 2, dan CO di PLTU Labuhan angin belum melebihi batas baku mutu emisi sumber tidak bergerak. 5.3 Keluhan Saluran Pernafasan Pada Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa keluhan saluran pernafasan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin yang terbanyak adalah batuk yaitu sebanyak 55 orang atau sekitar 90,2%. Sedangkan pekerja yang mengalami batuk disertai darah hanya 1 orang atau sebesar 1,6%. Pekerja yang mengalami sesak nafas sebanyak 10 orang atau sebesar 16,4%. Adapun pekerja yang mengalami nyeri dada sebanyak 12 orang atau sebesar 19,7%. Hal ini disebabkan karena banyak pekerja yang terpapar debu secara langsung selama 8 jam dan tidak menggunakan alat pelindung diri berupa masker pada saat bekerja di kawasan batubara. Sebanyak 42 pekerja atau sebesar 68,9% dari total responden juga merupakan perokok aktif dan pekerja yang tidak merokok juga dapat terkena keluhan saluran pernafasan karena mereka juga merupakan perokok pasif. Pekerja yang merupakan perokok aktif akan lebih besar beresiko mengalami keluhan saluran pernafasan. Selain di tempat kerja, pekerja juga dapat mengalami keluhan saluran pernafasan dari rumah. Hal ini disebabkan karena secara tidak langsung sudah terpapar dengan asap dari proses memasak di rumah atau terpapar asap kendaraan. Pekerja yang non perokok dapat mengalami keluhan saluran pernafasan juga apabila di dalam rumah terdapat salah satu anggota keluarga

28 yang merupakan perokok aktif. Sehingga pekerja non perokok dapat terpapar asap rokok dari perokok aktif tersebut. Asap rokok dapat menimbulkan keradangan di saluran pernafasan dan dapat mengakibatkan menurunnya imun respon pada seseorang terhadap bahan-bahan dihisap dari luar. Hal ini memperjelas bahwa risiko terkena penyakit akan menjadi sama antara perokok aktif dan pasif. Kerusakan dari saluran pernafasan disertai dengan menurunnya imunitas tubuh terhadap inhales agents menyebabkan mudahnya terjadi infeksi pada saluran pernafasan (Pradono et.al). Rokok menghambat kerja lysyl oxisade yaitu enzim yang berperan pada pembentukan tahap pertama cross-link antar molekul elastin. Akibat yang lain dari asap rokok ialah meningkatkan kerja elastase pada jaringan paru dan alveoli serta menghambat elastin paru (Amin, 1996). Sebanyak 46 pekerja atau sebanyak 75,4% dari total responden yang merasakan keluhan saluran pernafasan tersebut menyatakan bahwa keluhan yang mereka alami disebabkan oleh debu dari PLTU labuhan angin. Keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan dapat dialami pekerja tergantung pada beberapa faktor antara lain: ukuran partikel, konsentrasi, daya larut, dan sifat kimiawi serta lama paparan terhadap polutan tersebut. Faktor yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam sistem pernafasan.

29 Zat kimia yang diabsorpsi melalui jalur inhalasi memiliki sifat yang spesifik. Jika gas dan uap sifatnya terlarut dalam air, maka zat tersebut dapat larut di dalam lendir yang melapisi permukaan saluran pernafasan sehingga menimbulkan iritasi dan tidak akan pernah mencapai jalan udara bagian bawah serta alveolus (misalnya: sulfur doksida). Saat kita menarik nafas, partikel-partikel yang menyusun aerosol akan terkumpul di sepanjang saluran pernafasan. Tempat pengumpulan partikel itu akan mempengaruhi tingkat keparahan kerusakan jaringan, besar absorbsi toksikan ke dalam sirkulasi sistemik dan mempengaruhi kemampuan paru untuk mengeluarkan partikel itu. Semakin kecil partikel itu maka semakin jauh jangkauannya di dalam saluran pernafasan. Aerosol yang berukuran 5-30 mikrometer akan mengendap terutama di saluran pernafasan bagian atas (hidung dan tenggorokan). Jarak/kedalaman penetrasi akan bertambah seiring penurunan ukuran aerosol. Aerosol yang berukuran 1-5 mikrometer sebagian besar akan terkumpul di saluran pernafasan bagian bawah (trakea, bronkus, bronkiolus). Endapan partikel itu akan dibersihkan melalui mekanisme bersihan mukosiliar yaitu endapan tersebut akan ditelan dan diabsorpsi dari saluran gastrointestinal. Aerosol yang berukuran 1 mikrometer ke bawah dapat mencapai alveolus. Aerosol akan diabsorpsi ke dalam sistem darah atau dibersihkan oleh sel-sel imun (makrofag) yang akan menelan partikel tersebut di alveolus. Menurut pendapat Nadakavukaren dalam Mukono (2005), bahwa ada hubungan antara peningkatan SO 2 dengan partikel debu. Tingginya kadar debu

30 biasanya diiukuti dengan tingginya gas SO 2, sehingga sulit membedakan efek dari kedua bahan tersebut. Pendapat ini bersesuaian dengan penjelasan dari WHO tahun 2000 bahwa bila sistem kerja silia rusak akibat pajanan bahan/zat kimia baik akut maupun secara kronis menyebabkan tertahannya substansi berbahaya dalam paru untuk waktu yang cukup lama dan perpanjangan masa pajanan yang berulang tentu memperbesar resiko efek yang merugikan. Pemberian NO 2 dengan konsentrasi sebanyak 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan sedikit kesukaran dalam bernafas (Srikandi, 1992). Udara yang tercemar akan meningkatkan jumlah kelenjar mucus dan sel goblet serta terjadi penyumbatan saluran pernafasan serta peningkatan tahanan aliran udara. Gas SO 2 dapat pula masuk ke bronkiolus dan alveolus, mengiritasinya dan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi lendir (Mukono, 2011). Beberapa oksida (SO 2, NO 2 dan CO) serta total partikulat biasanya berhubungan secara sinergis dengan aerosol oksida logam atau nitrat dan dapat berakibat buruk terhadap saluran pernafasan. Total partikulat batubara tidak merubah kondisi makrofag dan makrofag tetap sehat. Oleh karena itu, total partikulat batubara tidak mengganggu fungsi paru namun merubah penampilan paru, yaitu: paru bewarna hitam (Black lung). Gas SO 2 dapat pula bereaksi dengan uap air sehingga terbentuk asam sulfat yang merupakan zat yang sangat iritatif terhadap mukosa saluran pernafasan dan jaringan paru. Hal ini dapat menyebabkan matinya sel silia, sehingga aktivitas respiratory clearance akan terganggu. Jika sampai pada jaringan paru, maka fungsi sel

31 makrofag juga terganggu. Oleh karena itu jika udara pernafasan mengandung bahan pencemar, dapat meningkatkan kepekaan terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan (bronkitis dan emfisema). Bahan polutan gas yang masuk ke dalam saluran pernafasan dapat pula menyebabkan sembab mukosa membran sehingga mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan (Mukono, 2008). Secara umum terpapar dengan gas NO 2 pada waktu yang singkat dan kadar yang rendah tidak akan menyebabkan kelainan pada binatang percobaan. Gas NO 2 dapat memberikan kelainan antara lain berupa: terbentuknya MethHb (Meth Hemoglobin), peningkatan inspiratoryresistance, peningkatan Expiratory resistance, terjadinya sembap paru dan terjadinya fibrosis paru. Bahan polutan gas yang masuk ke dalam saluran pernafasan dapat pula menyebabkan sembab mukosa membran sehingga mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan. Penyempitan saluran pernafasan menyebabkan seseorang meningkatkan upaya untuk bernafas dan menghirup udara lebih banyak. Kesulitan dalam bernafas mengakibatkan benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008). Berdasarkan karateristik pekerja menurut umur, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar yang mengalami keluhan saluran pernafasan pada kelompok umur tahun. Hal ini terjadi karena lebih banyak kelompok umur pada rentang tahun. Seiring bertambahnya umur seseorang secara fisiologis

32 akan terjadi penurunan fungsi dari organ-organ tubuh. Penurunan fungsi ini dapat berbeda pada tiap individu tergantung dari gaya hidup seseorang (Pratama. D, 2012). Berdasarkan karateristik pekerja menurut jenis kelamin, maka dapat dilihat bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih lebih tinggi mengalami keluhan saluran pernafasan dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan pada kawasan batubara di PLTU Labuhan Angin dan sebagian pekerja laki-laki merupakan perokok. Sehingga beresiko lebih tinggi mengalami keluhan saluran pernafasan dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan karateristik pekerja menurut masa kerja, maka dapat dilihat bahwa responden dengan masa kerja selama 5 tahun lebih banyak yang mengalami keluhan saluran pernafasan yaitu sebanyak 10 orang. Sedangkan reponden yang memiliki masa kerja selama 6 tahun hanya terdapat 1 orang yang mengalami keluhan saluran pernafasan. Masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, khususnya gangguan saluran pernafasan. Masa kerja dari pekerja berhubungan dengan masa inkubasi debu berada di dalam tubuh. Sehingga, apabila pekerja dengan masa kerja yang lama maka kondisinya akan berbeda dengan pekerja yang memiliki masa kerja yang singkat (Sholihah. M, 2015). Berdasarkan karateristik pekerja menurut jam kerja, maka dapat dilihat bahwa responden yang bekerja selama 8 jam lebih banyak yang mengalami

33 keluhan saluran pernafasan. Hal ini dikarenakan responden yang bekerja selama 8 jam lebih sering berada dan melakukan aktivitas di kawasan batubara, sehingga lebih beresiko mengalami keluhan saluran pernafasan. Salah satu kerusakan yang disebabkan oleh total partikulat merupakan akibat dari lama paparan atau kontak dengan debu. Semakin lama pekerja bekerja dalam tempat kerja tersebut memungkinkan pekerja mengalami lama paparan yang lebih lama dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan lama paparan yang relatif lebih singkat (Sholihah. M, 2015). Berdasarkan karateristik pekerja menurut kebiasaan merokok, maka dapat dilihat bahwa responden yang merokok lebih banyak yang mengalami keluhan saluran pernafasan dibandingkan jumlah responden yang tidak merokok namun mengalami keluhan saluran pernafasan. Hal tersebut karena pada perokok kadar gas CO dalam darah cukup tinggi sedangkan pada nonperokok kadar HbCO adalah berkisar antara 0,4 sampai 0,7%. Penderita anemia hemolitika darahnya mengandung HbCO berkisar antara 4 sampai 8%. Badan kesehatan dunia WHO, menetapkan batas 2,5 sampai 3% kadar HbCO bagi nonperokok (Mukono, 2011). Merokok merupakan salah satu kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. Menurut WHO seorang perokok memiliki resiko kematian 20 kali lebih besar akibat kanker paru dibandingkan yang bukan perokok dan seorang perokok memiliki resiko penyakit jantung 2-4 kali lebih besar terkena gangguan saluran pernafasan. Berdasarkan karateristik lama merokok, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan telah

34 merokok selama kurang dari 15 tahun sebanyak 30 orang atau sebesar (49,2%). Responden yang merokok lebih beresiko mengalami keluhan saluran pernafasan kemungkinan bergantung pada lama responden merokok. Rokok yang dikonsumsi setiap harinya oleh pekerja mengandung beberapa senyawa yang dapat berbahaya bagi kondisi paru individu. Senyawa itu dapat mengendap dalam paru dan dapat menimbulkan perubahan fisiologis paru. Semakin lama waktu kebiasaan merokok menjadikan semakin banyak endapan yang ada dalam paru, sehingga jalur udara untuk keluar dan masuk menjadi lebih sempit. Gangguan fungsi paru dapat dialami oleh seseorang disebabkan oleh lamanya individu terpapar pada lingkungan yang berdebu serta frekuensi yang dipaparkan secara bertahap dan beberapa faktor internal, yaitu: umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi dan kebiasaan merokok (Sholihah. M, 2015). Berdasarkan karateristik konsumsi rokok, bahwa sebagian responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan mengkonsumsi kurang dari 12 batang per hari sebanyak 29 orang atau sebesar 47,5%.

35 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Kualitas udara yang diukur di PLTU Labuhan Angin berupa total partikulat sebesar 112,02 mg/m 3, NO 2 sebesar 139,3 mg/m 3, SO 2 sebesar 537,6 mg/m 3 dan CO sebesar 17,9 mg/m 3 yang dilakukan pada satu titik yaitu cerobong yang merupakan sumber emisi tidak bergerak. Hasil pengukuran kualitas udara yang dilakukan di PLTU Labuhan angin menunjukkan bahwa masih memenuhi batas baku mutu yang tercantum pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.21 tahun Berdasarkan Karateristik reponden, kelompok umur terbanyak berasal dari kelompok umur tahun sebanyak 16 orang (26,2%) dengan jenis kelamin terbanyak pada laki-laki yaitu sebanyak 57 orang (93,4%). Responden yang memiliki masa kerja terbanyak yaitu 7-8 tahun sebanyak 18 orang (29,5%), responden yang bekerja selama 8 jam sebanyak 59 orang (96,7%), dan responden yang merokok sebanyak 42 orang (68,9%). 3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 61 pekerja, terdapat 35 orang (57,4%) sebelum bekerja di PLTU mengalami keluhan saluran pernafasan dan terdapat sebanyak 56 orang (91,8%) yang mengalami keluhan saluran pernafasan setelah bekerja di PLTU.

36 6.2 Saran 1. Pihak PLTU Labuhan Angin diharapkan lebih memperhatikan kesehatan para pekerja terutama pekerja yang melakukan aktivitas pada kawasan batubara. 2. Pihak PLTU Labuhan Angin diharapkan dapat tetap mempertahankan kualitas udara tidak melewati batas baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal. 2. Bagi para pekerja batubara di PLTU Labuhan Angin sebaiknya menggunakan masker ketika sedang melakukan kegiatan di kawasan batubara sebagai upaya pencegahan terhadap keluhan saluran pernafasan. 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan pengukuran dalam jangka waktu yang lebih lama agar mendapatkan hasil yang representatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paru-paru merupakan alat ventilasi dalam sistem respirasi bagi tubuh, fungsi kerja paru dapat menurun akibat adanya gangguan pada proses mekanisme faal yang salah satunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia saat ini meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran lingkungan terutama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 4.1. ANALISA UNIVARIAT Penelitian dilakukan di Rumah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi memberikan dampak yang besar bagi kelangsung hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling banyak terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Menurut International Labor Organisasion (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi Disusun Oleh : DIMAS SONDANG IRAWAN J 110050028

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan sektor industri di Indonesia semakin meningkat dan berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini sejalan dengan peningkatan antara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan faktor penting kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Perubahan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semburan lumpur panas yang terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur adalah salah satu dari akibat ekplorasi di bidang perminyakan

Lebih terperinci

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan

Lebih terperinci

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua makhluk hidup memerlukan udara, udara merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan. Udara yang ada disekitar kita tidak sepenuhnya bersih. Pada saat ini,

Lebih terperinci

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN SERTA INFORMASI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA B A P E D A L Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor (Chandra,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan bakar bensin merupakan produk komersial dengan volume terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan bakar bensin merupakan produk komersial dengan volume terbesar di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan bakar bensin merupakan produk komersial dengan volume terbesar di dunia. Bahan bakar bensin adalah substansi kompleks dengan komposisi yang bervariasi tergantung

Lebih terperinci

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan Umumnya gejala yang timbul seolah-olah ada benda asing di mata, mata terasa nyeri, gatal atau merah, mata terasa lengket, kornea mata lecet atau terdapat goresan, mata terasa seperti terbakar dan sensitif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah kendaraan di kota besar menyebabkan polusi udara yang meningkat akibat pengeluaran emisi gas kendaraan. Banyak faktor seperti tuntutan pekerjaan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kerja yang penuh oleh debu, uap dan gas dapat mengganggu produktivitas dan sering menyebabkan gangguan pernapasan serta dapat menyebabkan penyakit paru (Suma

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen lingkungan yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat berlangsung tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan salah satu komponen lingkungan yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Pada keadaan normal, sebagian besar udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi mengandung ratusan komponen organik rantai pendek, senyawa rantai pendek volatile dan rantai panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Manusia perlu suplai udara, makanan, minuman, tempat untuk bernaung, tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring tetapi kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES Jenis batubara BATUBARA? C (%) H (%) O (%) N (%) C/O Wood 50,0 6,0 43,0 1,0 1,2 Peat 59,0 6,0 33,0 2,0 1,8

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan (inhalasi). Pneumokoniosis membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul akibat pajanan terhadap bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). Kelainan saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen hidup yang sangat penting untuk manusia maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tanpa minum manusia

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan lingkungan di dunia yang utama adalah pencemaran udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok telah membunuh 50 persen pemakainya, hampir membunuh enam juta orang setiap tahunnya yang merupakan bekas perokok dan 600.000 diantaranya adalah perokok

Lebih terperinci

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA Ema Mayasari Stikes Surya Mitra Husada Kediri Email: eyasa@ymail.com Penyakit ISPA terjadi bukan hanya karena infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, banyak terjadi perubahan dalam berbagai hal, khususnya dalam hal peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi. Seiring dengan kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi makhluk hidup lainnya (UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang bersih adalah kebutuhan dasar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Namun, polusi udara masih menjadi ancaman nyata bagi kesehatan di seluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor kehidupan seperti gangguan sosioekonomi, dampak politik dan

BAB I PENDAHULUAN. sektor kehidupan seperti gangguan sosioekonomi, dampak politik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebakaran hutan telah menjadi masalah bukan hanya di Indonesia tetapi juga berdampak regional di Asia Tenggara yang berpengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan seperti

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU Dwi Purnamasari Zees Program Studi keperawatan, fakultas ilmu ilmu kesehatan dan keolahragaan, universitas negeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya dapat ditimbulkan dari aktivitas kegiatan di tempat kerja setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat sudah banyak yang mengetahui bahwa menghisap rokok adalah kebiasaan yang tidak sehat, tetapi sampai sekarang masyarakat Indonesia masih banyak yang merokok,

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber

Lebih terperinci