NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT GIZI MIKRO (BESI, VITAMIN A, SENG) ANTARA ANAK SD STUNTING DAN NON STUNTING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT GIZI MIKRO (BESI, VITAMIN A, SENG) ANTARA ANAK SD STUNTING DAN NON STUNTING"

Transkripsi

1 NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT GIZI MIKRO (BESI, VITAMIN A, SENG) ANTARA ANAK SD STUNTING DAN NON STUNTING DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun Oleh : IRMA AYUMI CAHYA J PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

2 HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI Judul Penelitian Nama Mahasiswa : Perbedaan Tingkat Asupan Energi, Protein dan Zat Gizi Mikro (Besi, Vitamin A, Seng) antara Anak SD dan Non di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo : Irma Ayumi Cahya Nomor Induk Mahasiswa : J Telah disetujui untuk dipublikasikan oleh Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Surakarta, Juli 2014 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II (Muwakidah, SKM., M. Kes) NIK. 865 NIK. - (Elida Soviana, M. Gizi) Mengetahui, Ketua Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta (Setyaningrum Rahmawaty, A., M.Kes., Ph.D) NIK. 744

3 PERBEDAAN TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN ZAT GIZI MIKRO (BESI, VITAMIN A, SENG) ANTARA ANAK SD STUNTING DAN NON STUNTING DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO Irma Ayumi Cahya Program S1 Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Cluster of children in the age of elementary school is between 6-12 years old which have slow on growth. Among the nutrient intake that affects child growth are energi sources, protein, Fe, vit A and Zn. If these are not sufficiently acquired, children will grow stunting. This research is on purpose to figure out the difference in level of energi intake, protein, and micronutrient (Fe, vit A, Zn) between stunting and nonstunting of elementary school students in region of Kartasura, Sukoharjo. The type of this research is observational in nature, consist of stunting elementary school students and non-stunting elementary school students in sub-district of Kartasura, Sukoharjo. The measurement of children s nutrition status and 24 hours 3 days recall interview is non consecutive. Data analysis of energi intake, protein, Fe, vitamin A, and Zn, is using hypothesis statistic examination with Independent Sample T Test. The result of this study shows that the deficit of energi intake, protein, Fe, vitamin A, and Zn, of stunting elementary school students are 41%, 44%, 66%, 34%, 47%, and non-stunting elementary school students are 3%, 6%, 28%, 22%, 9%, in region of Kartasura, Sukoharjo. There are varieties on the level of energi intake, protein intake, Fe intake, vitamin A intake and Zn intake of stunting and non-stunting children in in region of Kartasura, Sukoharjo p value <0,005. There are differences in level of energi intake, protein, and micronutrient (Fe, vit A, Zn) between stunting and non-stunting of elementary school students in region of Kartasura, Sukoharjo Keywords : stunting, energi intake, protein, Fe, Vit A and Zn 1

4 PENDAHULUAN Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi namun tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya yaitu pada masa bayi atau pada masa remaja nantinya (Sulistyoningsih, 2011). Pertumbuhan anak pendek (stunting) tinggi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya kurangnya asupan zat gizi. Kejadian stunting pada anak usia sekolah dasar merupakan manifestasi dari stunting pada waktu balita, karena tidak ada perbaikan tumbuh kejar (catch up growth) asupan zat gizi makro dan mikro yang tidak sesuai kebutuhan dalam jangka lama, disertai penyakit infeksi (Ramli dalam Rahmawati dan Wirawanni, 2012). Pertumbuhan anak usia sekolah dasar membutuhkan asupan energi, zat gizi makro dan zat gizi mikro. Menurut Sjostrom et al (2012), menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dan zat gizi makro terhadap pertumbuhan bayi di Swedia. Bayi premature di Swedia yang mendapat asupan energi rendah mengalami gagal pertumbuhan, sehingga asupan energi dan zat gizi makro pada bayi dioptimalkan untuk mencegah kegagalan pertumbuhan di masa anak. Besi mempunyai peran penting di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2009). Penelitian Rahfiludin (2002), menjelaskan bahwa pemberian suplementasi Fe 30mg dan Vitamin C 20mg pada anak prasekolah di Indonesia, menunjukkan adanya peningkatan z- score dari indikator TB/U pada kurun waktu dua bulan. Berdasarkan penelitian Hadi et al (2000), menjelaskan suplementasi vitamin A akan membantu meningkatkan tinggi badan 0,10cm setiap 4 bulan pada anak usia <24 bulan dan penambahan tinggi badan 0,22cm tiap 4 bulan pada anak usia 24 bulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stewart et al (2009), menjelaskan bahwa suplementasi asam folat, Fe dan Zn pada ibu hamil muda akan mempengaruhi 2

5 Body Massa Indeks (BMI) anak atau keadaan stunting pada anak. Status gizi anak sekolah dasar dapat diketahui dengan menggunakan parameter antropometri dengan indeks pengukuran berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Menurut Kemenkes (2010), bahwa indeks pengukuran TB/U dapat dikategorikan sebagai berikut: sangat pendek (z-score <-3SD), pendek (z-score -3SD s/d < -2SD), normal (z-score -2SD s/d 2 SD) dan tinggi (z-score >2SD). Keadaan stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan karena malnutrisi kronis. Keadaan stunting dapat diketahui dengan melihat TB/U yang dihubungkan dengan umur dan jenis kelamin yang telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO). Kejadian stunting di Indonesia masih menjadi perhatian, prevalensi stunting pada anak usia 6-12 tahun sebesar 35,6%. Hasil penelitian di provinsi Jawa Tengah, status gizi pada anak umur 6-12 tahun (usia sekolah) mempunyai prevalensi stunting sebesar 34,1% yang terdiri dari anak sangat pendek sebesar 14,9 % dan anak pendek 19,2% (Riskesdas, 2010). Data hasil survey di enam Sekolah Dasar wilayah Sukoharjo yang terdiri dari 413 anak terdapat 17,43% anak yang memiliki status gizi stunting dan 82,57% anak dengan status gizi normal. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti akan melakukan penelitian tentang perbedaan tingkat asupan energi, protein dan zat gizi mikro (Fe, vitamin A, Zn) antara anak SD stunting dan non stunting di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan melakukan pendekatan Cross Sectional. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Waktu penelitian ini akan dilakukan secara bertahap, yaitu mulai bulan Mei 2013 sampai dengan Februari Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel penelitian ini sebanyak 64 sampel yang terdiri dari anak SD stunting dan anak SD non stunting. Berikut ini 3

6 merupakan kriteria sampel dalam penelitian ini: a. Kriteria Inklusi 1) Siswa kelas III, IV dan V di SD N kecamatan Kartasura 2) Siswa yang dapat diukur tinggi badannya menggunakan microtoice (tidak cacat pada kaki) 3) Siswa yang bersedia menjadi responden 4) Kriteria inklusi untuk kelompok stunting adalah yang pendek (TB/U <-2 SD standar dari Kemenkes RI, 2010). 5) Kriteria inklusi untuk kelompok non stunting adalah normal (TB/U -2 SD standar dari Kemenkes RI, 2010). b. Kriteria Eksklusi 1) Siswa yang sakit pada saat pengembilan data 2) Siswa yang pindah sekolah 3) Siswa yang tidak mempunyai data tanggal lahir. Sampel dihitung dengan menggunakan rumus Sastroasmoro (1995), dengan proporsi anak stunting sebesar 17,43% (berdasarkan hasil pengukuran anak SD di Kartasura kabupaten Sukoharjo bulan Mei sampai Juni 2013). Perhitungan besar sampel tersebut adalah sebagai berikut : Keterangan : n : Jumlah sampel p1 : Proporsi pada kelompok stunting (studi pendahuluan menurut Riskesdas 2010 adalah 0,34) p2 : Proporsi pada kelompok stunting (studi pendahuluan yang dilakukan peneliti adalah 0,17) d : Derajat ketepatan (0,21) α :Tingkat kemaknaan (95% = 1,96) Data primer dari penelitian ini meliputi : data identitas responden, tinggi badan, dan data asupan makan anak berupa tingkat konsumsi energi, protein, Fe, vitamin A dan Zn. Data sekunder dari penelitian ini meliputi : gambaran umum SD di Kartasura kabupaten Sukoharjo, identitas orang tua subyek penelitian, identitas subyek penelitian Microtoice digunakan untuk mengukur tinggi badan anak dengan ketelitian 0,1 cm. Wawancara tingkat asupan energi, protein, Fe, Vitamin A dan Zn dengan form recall 24 jam selama 3 hari tidak berturut-turut. 4

7 persentase asupan (%) persentase asupan (%) HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Distribusi Tingkat Asupan Energi defisit kurang ringan normal lebih stunting 40,6 6, ,1 non stunting 3,1 9,4 18,8 68,8 0 Gambar 1. Distribusi Asupan Energi antara Anak SD dan Non Berdasarkan Gambar 1 di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat asupan energi defisit pada anak SD stunting lebih besar daripada anak SD non stunting. Tingkat asupan energi defisit pada anak SD stunting adalah sebesar 40,6% dan untuk anak SD non stunting adalah sebesar 3,1% (tidak terdapat yang mengalami asupan energi defisit). Hal ini dapat terjadi karena asupan energi melalui makanan masih kurang dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan. Ketidakseimbangan masukan energi dengan kebutuhan yang berlangsung dalam jangka lama akan menimbulkan masalah kesehatan anak terutama pertumbuhan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2013). 2. Distribusi Tingkat Asupan Protein defisit kurang ringan normal lebih STUNTING 43,8 0 18,8 28,1 9,4 NON STUNTING 6,3 6,3 12,5 65,6 9,4 Gambar 2. Distribusi Asupan Protein antara Anak SD dan Non 5

8 persentase asupan (%) Berdasarkan Gambar 2 dapat disimpulkan bahwa tingkat asupan protein defisit pada anak SD stunting lebih besar daripada asupan anak SD non stunting. Asupan protein defisit pada anak defisit pada anak SD non stunting sebesar 6,3%. Menurut Barasi (2007), asupan protein anak yan 3. Distribusi Tingkat Asupan Fe masih kurang akan menjadikan anak mengalami gangguan pertumbuhan yaitu anak akan tumbuh stunting, kehilangan masa otot, luka yang sukar sembuh dan meningkatkan resiko penyakit infeksi. Penelitian Hidayati et al (2010), menyebutkan bahwa anak balita stunting adalah sebesar 65,6% dan anak SD non stunting sebesar 28,1% defisit kurang ringan normal lebih STUNTING 65,6 9,4 9,4 15,6 0 NON STUNTING 28,1 21,9 21,9 28,1 0 Gambar 3. Distribusi Asupan Fe antara Anak SD dan Non Berdasarkan Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa tingkat asupan Fe defisit pada anak SD stunting lebih besar daripada anak SD yang non stunting. Asupan Fe anak SD yang asupan proteinnya kurang mempunyai resiko 3,46 kali akan menjadi anak stunting dibandingkan anak yang asupan proteinnya cukup. Hal ini terjadi karena tidak adanya kandungan Fe pada makanan yang diasupan anak. defisiensi Fe merupakan defisiensi gizi yang banyak terjadi pada anak, baik di negara maju dan berkembang. Defisiensi Fe terjadi dalam tiga tahap diantaranya terjadi bila simpanan Fe berkurang, terlihat karena habisnya simpanan Fe dan terjadi anemia gizi besi. Menurut Nasution (2004), menjelaskan bahwa keseimbangan Fe ditentukan oleh simpanan Fe di dalam tubuh, absorbsi Fe dan Fe yang hilang. 6

9 persen asupan (%) persentase asupan (%) 4. Distribusi Tingkat Asupan Vitamin A defisit kurang ringan normal lebih STUNTING 34,4 12,5 28,1 15,6 9,4 NON STUNTING 21,9 3,1 6,3 46,9 21,9 Gambar 4. Distribusi Asupan Vitamin A antara Anak SD dan Non Berdasarkan Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa tingkat asupan vitamin A defisit pada anak SD stunting lebih besar daripada anak SD non stunting. Tingkat asupan vitamin A anak SD stunting sebesar 34,4% dan untuk anak SD non stunting adalah sebesar 21,9%. Almatsier (2009) menjelaskan bahwa defisiensi vitamin A primer terjadi akibat kurang asupan atau defisiensi sekunder karena adanya gangguan penyerapan dan penggunaan di dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat ataupun karena adanya gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. 5. Distribusi Tingkat Asupan Zn defisit kurang ringan normal lebih STUNTING 46,9 21,9 3,1 28,1 0 stunting. Sumber Zn yang paling NON STUNTING 9,4 15,6 12,5 56,3 6,3 Gambar 5. Distribusi Asupan Zn antara Anak SD dan Non Berdasarkan Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa tingkat asupan Zn defisit anak SD stunting lebih besar daripada anak SD non stunting. Tingkat Asupan Zn defisit pada anak SD stunting sebesar 7

10 46,9% sedangkan pada anak SD non stunting sebesar 9,4%. Hal ini berkaitan dengan kurangnya frekuesi asupan makanan yang mengandung Zn pada anak non stunting. Sumber Zn yang paling baik berasal dari sumber protein hewani seperti daging, hati, kerang dan telur. Bahan sumber protein nabati juga terdapat kandungan Zn, seperti serealia tumbuk dan kacangkacangan namun dalam hal ini memiliki ketersediaan biologik rendah. Defisiensi Zn pada anak akan mempengaruhi tubuh pendek dan mengganggu metabolisme vitamin A (Almatsier, 2009). 6. Perbedaan Tingkat Asupan Energi antara Anak SD dan Non Tabel 1. Perbedaan Tingkat Asupan Energi antara Anak SD dan Non Status Gizi N Mean Min Max SD Anak SD Non p-value : Berdasarkan Tabel 1 hasil uji statistik menggunakan uji Independent Sample T Test, didapatkan dengan nilai p sebesar yang berarti ada perbedaan tingkat asupan energi antara anak SD stunting dan non stunting di wilayah Kecamatan Kartasura. Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat (2013), bahwa ketidakseimbangan masukan energi dengan kebutuhan yang berlangsung dalam jangka lama akan menimbulkan masalah kesehatan anak terutama pertumbuhan anak. Data hasil penelitian ini sumber energi yang dikonsumsi oleh kedua sampel tidaklah jauh berbeda. Keduanya sama-sama mengkonsumsi sumber energi dari karbohidrat, protein dan lemak seperti nasi, telur, daging ayam, tempe, tahu dan sayuran, yang membedakannya adalah jumlah bahan makanan yang diasupan anak. Rata-rata jumlah bahan makanan yang diasupan oleh anak SD non stunting (1921,29 kkal/hari) lebih banyak daripada anak SD stunting (1540,49 kkal/hari). 8

11 7. Perbedaan Tingkat Asupan Protein antara Anak SD dan Non Tabel 2. Perbedaan Tingkat Asupan Protein antara Anak SD dan Non Status Gizi N Mean Min Max SD Anak SD Non p-value : Berdasarkan Tabel 2 hasil uji statistik dengan menggunakan uji Independent Sample T Test, didapatkan dengan nilai p sebesar yang berarti ada perbedaan tingkat asupan protein antara anak SD stunting dan non stunting di wilayah Kecamatan Kartasura. Terdapatnya perbedaan asupan protein antara anak SD stunting dan non stunting dalam penelitian diketahui dari jumlah dan sumber protein yang dikonsumsi. Anak stunting memmpunyai rata-rata asupan protein lebih rendah dibanding anak non stunting yaitu masing-masing gr/hari dan gr/hari. Data hasil penelitian bahan makanan sumber protein yang dikonsumsi oleh kedua sampel tidaklah jauh berbeda. Keduanya sama-sama mengasupan sumber protein hewani dan nabati, namun ada perbedaan selai pada jumlah yaitu jenis bahan sumber protein hewani yang diasupan anak non stunting lebih sering daripada anak stunting, sumber protein hewani diantaranya susu, daging, sosis, ayam, telur dibandingkan anak stunting lebih sering mengasupan tahu dan tempe untuk makanan sehari-hari. 8. Perbedaan Tingkat Asupan Fe antara Anak SD dan Non Tabel 3. Perbedaan Tingkat Asupan Fe antara Anak SD dan Non Status Gizi N Mean Min Max SD Anak SD Non P-value :

12 Berdasarkan Tabel 3 hasil uji statistik dengan menggunakan uji Independent Sample T Test, didapatkan dengan nilai p sebesar yang berarti ada perbedaan tingkat asupan Fe antara anak SD stunting dan non stunting di wilayah Kecamatan Kartasura. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya Fe yang terdapat di dalam makanan, sehingga penye-rapan Fe akan berkurang (Linder, 2010). Terdapatnya perbedaan asupan Fe antara anak SD stunting dan non stunting dapat dilihat dari hasil recall 24 jam dimana anak non stunting sering mengkonsumsi makanan sumber Fe dari sumber protein hewani sedangkan untuk anak stunting jarang mengkonsumsi telur, sayuran hijau dan buah. 9. Perbedaan Tingkat Asupan Vitamin A antara Anak SD dan Non Tabel 4. Perbedaan Tingkat Asupan Vitamin A antara Anak SD dan Non Status Gizi N Mean Min Max SD Anak SD Non p-value : Berdasarkan Tabel 4 hasil uji statistik dengan menggunakan uji Independent Sample T Test, didapatkan dengan nilai p sebesar yang berarti ada perbedaan tingkat asupan vitamin A antara anak SD stunting dan non stunting di wilayah Kecamatan Kartasura. Vitamin A mempunyai pengaruh terhadap sintesis protein, sehingga juga berpengaruh terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan sel epitel yang membentuk dalam pertumbuhan gigi. Akibat dari defisiensi vitamin A dapat menyebabkan pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal (Almatsier, 2009). Hasil penelitian ini anak stunting lebih sedikit jumlah asupan vitamin A dibanding anak non penelitian diketahui dari sumber makanan yang dikonsumi. Anak stunting yaitu masing-masing 397,25 µg/hari dan 571,13 µg/hari. Sumber vitamin A terdapat pada hati ayam, 10

13 kuning telur, susu dan mentega, sedangkan sumber karoten terdapat pada sayuran berwarna hijau tua dan buah-buahan berwarna kuningjingga seperti daunsingkong, kacang panjang, kangkung, bayam, buncis, wortel, tomat, papaya dan jeruk. dari jumlah Zn yang diasupan oleh anak yaitu anak SD stunting sebanyak 4,18 g/hari sedangkan anak SD non stunting sebanyak 6,18 g/hari. 10. Perbedaan Tingkat Asupan Zn antara Anak SD dan Non Tabel 5. Perbedaan Tingkat Asupan Zn antara Anak SD dan Non Status Gizi N Mean Min Max SD Anak SD Non p-value : Berdasarkan table 5 hasil uji statistik dengan menggunakan uji Independent Sample T Test, diperoleh nilai p sebesar yang berarti ada perbedaan tingkat asupan Zn antara anak SD stunting dan non stunting di wilayah Kecamatan Kartasura. Seng merupakan zat gizi mikro yang mempunyai peran esensial di dalam fungsi tubuh. Seng mempunyai peran sebagai sintesis DNA dan RNA. Defesiensi Zn dapat mengganggu metabolisme vitamin A (Almatsier, 2009). Sumber Zn terdapat pada bahan makanan sumber protein hewani seperti daging, hati, kerang dan telur. Perbedaan tingkat asupan Zn dilihat Anak stunting jarang mengasupan makanan sumber protein hewani, sedangkan anak non stunting lebih sering hal ini juga dipengaruhi oleh keadaan ekonomi keluarga. Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari beberapa ahli di Indonesia pada tahun 2005 di Kedungjati-grobogan pada anak SD, ditemukan anak yang mengalami defesiensi Zn sebesar 33,3%. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat asupan energi, protein, Fe, Vitamin A, Zn yang defisit anak SD stunting adalah 41%, 44%, 66%, 34%, 47% dan anak SD non stunting adalah sebesar 3%, 11

14 6%, 28%, 22%, 9% di wilayah Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Ada perbedaan asupan energi, protein dan zat gizi mikro (Fe, vitamin A dan Zn) antara anak SD stunting dan non stunting di wilayah kecamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo. SARAN Puskesmas diharapkan melakukan program kerja pengukuran status gizi (TB/U, BB/U, BB/TB) secara berkala pada sekolah-sekolah khususnya tingkat sekolah dasar untuk mendeteksi dini status gizi anak sekolah dasar sehingga masalah gizi dapat ditanggulangi dengan cepat. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Barasi, M E At a Glance Ilmu Gizi.Erlangga.Jakarta. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Rajawali Pers.Jakarta. Depkes Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Jakarta. Hadi, H., Stoltzfus, RJ.,Dibley, MJ., Moulton, LH., West, KP., Kjohede, CL dansadjimin, T Vitamin A Supplementation Selectively Improves the Linear Growth of Indonesian Preschool Children: Result from a Randomized Controlled Tial. Am J ClinNutr 2000;71: Diakses 1 Maret Hidayati, L., Hadi, H., dan Kumara, A Kekurangan Energi dan Zat Gizi merupakan Faktor Resiko Kejadian Stunted pada Anak Usia 1-3 Tahun yang Tinggal di Wilayah Kumuh Perkotaan Surakarta. Jurnal Kesehatan, ISSN Vol. 3 No. 1Juni 2010; Diakses 10 September Kementerian Kesehatan RI Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1995/Menkes/SK/XII/2010. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Nasution, E Efek Suplementasi Zn dan Fe 12

15 pada Pertumbuhan Anak. Digitized by USU digital library. Notoatmodjo, S Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta. Rafiludin, MZ Pengaruh Suplementasi Besi dan Seng melalui Makanan Jajanan terhadap Perubahan Status Tembaga pada Anak Sekolah Dasar yang Pendek. UNDIP. Semarang. Sastroasmoro, S dan Ismael, S Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara. Sjostrom, ES., Ohlund, I., Ahlsson, F., Norman, M., Engstrom, E., Hellstrom, A., Fellman, V., Ollager, E dan Domellof, M Effects of Postnatal Energi and Macronutrient Intakes on Growth in Extremely Preterm Infants: a Popoulation-Based Study. Adc Dis Child 2012;97(Suppl 2):A1-A539.bmj.com diakses 1 Januari Stewart, CP., Christian, P., Leclerq, SC., West, KP.,Khatry, SK Antenatal Suplementation With Folic Acid +Iron+Zinc Improves Linear Growth and Reducen Peripheal Adiposity in School-age Children in Rural Nepal. American Society for Nutrition,90:1-40.Diakses 5 Mei Sulistyoningsih, H Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu. Yogyakarta. 13

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, karena pada dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. prevalensi balita pendek kurus dan mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. prevalensi balita pendek kurus dan mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya untuk mengatasi masalah malnutrisi secara global telah dilakukan oleh WHO (World Health Organization) melalui program Sustainable Development

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh VIKA YUNIATI J 300 101

Lebih terperinci

Linda Yunitasari 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Linda Yunitasari 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan PERBEDAAN INTELLIGENCE QUOTIENT (IQ) ANTARA ANAK STUNTING DAN TIDAK STUNTING UMUR 7 12 TAHUN DI SEKOLAHDASAR (Studi pada siswa SD Negeri Buara 04 Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes) Linda Yunitasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Pembangunan Indonesia kedepan berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) (2005-2025) adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang mandiri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan pengukuran terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia

Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia Pada Balita Usia 1-5 Tahun di Puskesmas Marim Hartati Ginting 1, Ali Rosidi 2, Yuliana Noor S.U 3 1, 2, 3

Lebih terperinci

Identifikasi Status Gizi pada Remaja di Kota Banda Aceh

Identifikasi Status Gizi pada Remaja di Kota Banda Aceh Statistika, Vol. 17 No. 2, 63 69 November 2017 Identifikasi Status Gizi pada Remaja di Kota Banda Aceh Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Jln. Syech Abdurrauf No.2 Kopelma Darussalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci

Asupan Suplemen Zat Gizi Besi (Fe) Ibu Hamil Dan Status Gizi Bayi Baru Lahir

Asupan Suplemen Zat Gizi Besi (Fe) Ibu Hamil Dan Status Gizi Bayi Baru Lahir Asupan Suplemen Zat Gizi Besi (Fe) Ibu Hamil Dan Status Gizi Bayi Baru Lahir MISRAWATIE GOI (Email: misrawatie.goi@alumni.ui.ac.id) Jurusan Gizi Poltekkes Gorontalo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis

BAB I PENDAHULUAN. adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis maupun berulang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat

Lebih terperinci

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Silaen P, Zuraidah R, Larasati TA. Medical Faculty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kesehatan terutama dalam bidang gizi. Salah satu permasalahan gizi yang cukup penting dan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

PEMBERIAN TABLET FE DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP STATUS ANEMIA PADA MURID SDN 20 RUMBIA KABUPATEN MAROS

PEMBERIAN TABLET FE DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP STATUS ANEMIA PADA MURID SDN 20 RUMBIA KABUPATEN MAROS Media Gizi Pangan, Vol. IX, Edisi, Januari Juni PEMBERIAN TABLET FE DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP STATUS ANEMIA PADA MURID SDN RUMBIA KABUPATEN MAROS Sukmawati, Sitti Fatimah, Lydia Fanny Jurusan Gizi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa kanak-kanak atau yang dikenal sebagai masa prasekolah yaitu anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia prasekolah mengalami perkembangan fisiologik

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi anak usia sekolah disebabkan adanya ketidakseimbangan antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada Program Studi Gizi FIK UMS. Disusun Oleh :

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada Program Studi Gizi FIK UMS. Disusun Oleh : NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU, PENGETAHUAN GIZI IBU, PENGELUARAN PANGAN DAN NON PANGAN KELUARGA PADA ANAK SD YANG STUNTED DAN NON STUNTED DI WILAYAH KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN HUBUNGAN ANTARA ASUPAN Fe DENGAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) PADA ANAK USIA 2-5 TAHUN DENGAN BERAT BADAN BAWAH GARIS KUNING MENURUT KMS DI KELURAHAN SEMANGGI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh : LAILA MUSFIROH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah

TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah 4 TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah Kelompok anak usia prasekolah terdiri atas 2 kelompok, yaitu anak usia 1-3 tahun dan usia 4-6 tahun (PERSAGI 1990). Usia prasekolah merupakan periode keemasan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan. Manusia yang berkualitas dapat menentukan keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Hemoglobin merupakan protein berpigmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN 173538 BALIGE (THE RELATIONSHIP BETWEEN FOOD AND MILK CONSUMPTION WITH BODY HEIGHT OF CHILDREN 6-12 YEARS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR Hendrayati 1, Sitti Sahariah Rowa 1, Hj. Sumarny Mappeboki 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru dalam periode pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa depan bangsa yang akan menggantikan generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia anak menjadi usia dewasa. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEBIASAAN MAKAN PAGI DENGAN STATUS GIZI ANAK DI SDN BANYUANYAR III KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEBIASAAN MAKAN PAGI DENGAN STATUS GIZI ANAK DI SDN BANYUANYAR III KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEBIASAAN MAKAN PAGI DENGAN STATUS GIZI ANAK DI SDN BANYUANYAR III KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

METODE. n = Z 2 P (1- P)

METODE. n = Z 2 P (1- P) 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berkelanjutan. Upaya meningkatkan kualitas SDM seharusnya dimulai sedini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN An Nadaa, Vol 1 No.2, Desember 2014, hal 72-76 ISSN 2442-4986 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN The Associated

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi atau jumlah makanan (zat gizi) yang dikonsumsi dengan jumlah

Lebih terperinci

Semuel Sandy, M.Sc*, Maxi Irmanto, M.Kes, ** *) Balai Litbang Biomedis Papua **) Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih

Semuel Sandy, M.Sc*, Maxi Irmanto, M.Kes, ** *) Balai Litbang Biomedis Papua **) Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih Analisis Hubungan Tingkat Kecukupan Gizi Terhadap Status Gizi pada Murid Sekolah Dasar di SD Inpres Dobonsolo dan SD Inpres Komba, Kabupaten Jayapura, Papua Semuel Sandy, M.Sc*, Maxi Irmanto, M.Kes, **

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA Efek Fortifikasi Fe dan Zn pada Biskuit yang Diolah dari Kombinasi Tempe dan Bekatul untuk Meningkatkan Kadar Albumin Anak Balita Kurang Gizi yang Anemia Oleh: Pramudya Kurnia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan faktor langsung dan tidak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah mengupayakan adanya perbaikan gizi penduduk Indonesia melalui Program Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu program gizi yang dimulai sejak janin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab kekurangan gizi pada anak adalah kemiskinan. Memperbaiki gizi di masa awal kehidupan manusia dapat membangun fondasi yang kuat dalam membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bedasarkan hasil data riskesdas tahun 2010, rata-rata kecukupan konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Balita adalah penerus masa depan kita, balita juga menentukan masa depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah satu golongan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Konsumsi gizi yang baik merupakan modal utama bagi kesehatan individu yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Individu dengan asupan gizi yang tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Kontribusi Tingkat Kontribusi Tingkat Protein Konsumsi Zat Pemilihan Konsumsi Protein Besi Besar Lauk Zat Lauk Daya Protein Hewani Pengetahuan Keluarga Lauk Sayuran Besi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Growth faltering adalah sebuah keadaan gangguan pertumbuhan yang ditandai dengan laju pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan kurva pertumbuhan sebelumnya. 1

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi

Lebih terperinci

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Afrika belum mampu mendekatinya. Indonesia masih terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Afrika belum mampu mendekatinya. Indonesia masih terus berupaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Millenium Development Goal (MDG) sudah dicanangkan pada September 2000. Upaya memperbaiki kesehatan ibu dan anak ditargetkan tercapai pada tahun 2015. Berapa negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan yang setinggi-tingginya.

Lebih terperinci

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU IDENTITAS Nomor Responden : Alamat Responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asupan Gizi Ibu Hamil 1. Kebutuhan Gizi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI, PROTEIN DAN ZAT GIZI MIKRO ANTARA ANAK BALITA STUNTING

PERBEDAAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI, PROTEIN DAN ZAT GIZI MIKRO ANTARA ANAK BALITA STUNTING PERBEDAAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI, PROTEIN DAN ZAT GIZI MIKRO ANTARA ANAK BALITA STUNTING DAN NON STUNTING DI KELURAHAN KARTASURA KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan suatu masalah gizi yang tersebar di seluruh dunia, baik di negara berkembang dan negara maju. Penderita anemia di seluruh dunia diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci