KONDISI BIOFISIK GUNUNG TUMPA SEBAGAI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) Biophysics Condition of Mount Tumpa as Great Forest Garden ( Tahura)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONDISI BIOFISIK GUNUNG TUMPA SEBAGAI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) Biophysics Condition of Mount Tumpa as Great Forest Garden ( Tahura)"

Transkripsi

1 KONDISI BIOFISIK GUNUNG TUMPA SEBAGAI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) Biophysics Condition of Mount Tumpa as Great Forest Garden ( Tahura) Marvan M.Wowor ¹, Martina A.Langi ², Fabiola B.Saroinsong ² & Wawan Nurmawan ² ¹ ² ³ Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado ABSTRACT Mount Tumpa represents one of area of water forest (catchment area) what is remained in Town Manado specified initially as protected forest of at date of 28 April 1932 broadly 215 ha, nowadays pursuant to SK.434/MENHUT-II/2013 of is date of 17 June 2013 have changed over the status become the Great Forest Garden ( TAHURA) broadly 296 ha. This research target to learn the last condition biofisik of Mount Tumpa. Biological condition includes the flora, and fauna, while physical condition includes to landscadearea facility, and also areatiliy. Method used in flora perception of exist in Great Forest Garden of Mount Tumpa that is band have check to systematically of the size 20 x 20 m 2. Flora survey conducted at 9 dots in Great Forest Garden of Mount Tumpa. Data presented in the form of tabulation, is hereinafter descriptive by analysed. There are 59 flora type in Great Forest Garden area of Mount Tumpa. Most dominant flora type is Spathodea campanulata, followed by Arenga pinnata, and Garcinia sp. Great Forest Garden of Mount Tumpa own the fascination wisata in the form of beautiful views wich are scattered in several places. Keywords : condition biofisik of mount tumpa, as great forest garden ABSTRAK Gunung Tumpa merupakan salah satu kawasan hutan tangkapan air (catchment area) yang tersisa di Kota Manado yang ditetapkan pada awalnya sebagai hutan lindung pada tanggal 28 April 1932 dengan luas 215 ha, kini berdasarkan SK.434/Menhut-II/2013 tanggal 17 Juni 2013 telah beralih status menjadi Taman Hutan Raya (TAHURA) dengan luas 296 ha. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari dan mengetahui kondisi biofisik terakhir Gunung Tumpa. Kondisi biologi meliputi flora, dan fauna, sedangkan kondisi fisik meliputi bentang alam, sarana dan fasilitas kawasan, serta prasarana kawasan. Metode yang digunakan dalam pengamatan flora yang ada di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa yaitu jalur berpetak secara sistematis dengan ukuran 20 x 20 m. Pengamatan flora dilakukan pada 9 titik petak ukur pengamatan yang terletak di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, sedangkan untuk bentang alam, sarana dan fasilitas serta prasarana kawasan digunakan metode eksplorasi lapangan. Data disajikan dalam bentuk tabulasi, selanjutnya dianalisis secara deskripsi. Hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 59 jenis flora di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa. Jenis flora yang paling dominan adalah Spathodea campanulata, diikuti Arenga pinnata, dan Garcinia sp. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa memiliki daya tarik wisata berupa pemandangan indah yang tersebar pada beberapa titik. Kata Kunci : Kondisi Biofisik Gunung Tumpa, Taman Hutan Raya.

2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Peraturan Pemerintah RI No.34 tahun 2002, hutan berdasarkan fungsinya terdiri atas hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa, serta ekosistemnya. Hutan konservasi dapat berupa kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam), serta taman buru. Gunung Tumpa merupakan satusatunya kawasan hutan tangkapan air (catchment area) yang tersisa di Kota Manado yang ditetapkan pada awalnya sebagai hutan lindung pada tanggal 28 April 1932 dengan luas 215 ha, kini berdasarkan SK.434/Menhut-II/2013 tanggal 17 Juni telah beralih status menjadi Taman Hutan Raya (TAHURA) dengan luas 296 ha. Kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) Gunung Tumpa dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara, sebagaimana telah ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Kota Manado. Pengalihan status Gunung Tumpa dari kawasan hutan lindung menjadi kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) dimaksudkan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan seperti fungsi lindung, fungsi pendidikan, dan fungsi konservasi. Sebagai objek wisata Gunung Tumpa memiliki berbagai daya tarik seperti panorama bentangan alam, serta flora dan fauna yang beragam. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan jenisjenis flora dan fauna yang ada di Gunung Tumpa (Faryanti, 2003) dan (Lasut, 2008). Pada saat ini pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan Gunung Tumpa menjadi kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) baru pada tahap perencanaan karena kelembagaan pengelolah kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa baru terbentuk pada tahun Untuk pengembangan Gunung Tumpa menjadi kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) perlu diketahui kondisi biofisik terakhir dari Gunung Tumpa. Penelitian ini dilakukan dengan maksud mempelajari dan mengetahui kondisi biofisik terakhir dari Gunung Tumpa (komponen biologi meliputi ekosistem, flora, fauna, dan komponen fisik meliputi bentang alam, sarana, fasilitas dan prasarana kawasan). 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kondisi biofisik Gunung Tumpa sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA). Kondisi biologi meliputi flora, dan fauna, sedangkan kondisi fisik

3 meliputi bentang alam, sarana dan fasilitas kawasan, serta prasarana kawasan. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pengelola ka kawasan dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara untuk arah pengembangan Gunung Tumpa sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA). III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa yang terletak di Kota Manado dan Kabupaten Minahasa Utara, yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai April Alat dan Bahan Alat a) Kamera b) GPS c) Peta (Google Earth) d) Kompas Bahan a) Alat tulis menulis b) Tally Sheet pengamatan flora dan fauna c) Tali plastik 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode jalur berpetak secara sistematis untuk flora dan fauna seperti pada Gambar 9, sedangkan metode eksplorasi digunakan untuk mengetahui kondisi bentang alam, sarana, fasilitas serta prasarana kawasan. Adapun data yang diambil dilapangan antara lain. Data primer : komponen biologi meliputi ekosistem, flora, fauna, dan komponen fisik meliputi bentang alam, sarana, fasilitas dan prasarana kawasan. Data sekunder : meliputi data flora dan fauna (jenis), diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa dan instansi Kehutanan.

4 Peletakan petak ukur potensi flora 3.4 Prosedur Penelitian Flora Pengambilan data flora di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa dilakukan dengan cara menentukan menentukan titik koordinat dan pengambilan data jenis-jenis flora. - Menentukan titik koordinat. Mencari titik koordinat petak ukur yang diamati (9 petak ukur) dengan menggunakan peta google earth kawasan Gunung Tumpa dengan peletakan titik pertama yang sudah ditentukan dan peletakan petak ukur selanjutnya dengan menggunakan jarak 500 m antar petak ukur. Setelah itu titik koordinat yang sudah didapat diinput ke dalam GPS Garmin RINO250 dan dibantu dengan kompas untuk mendapatkan titik pengamatan yang akan diamati. - Pengambilan data jenis-jenis flora. Setelah mendapatkan titik pengamatan di lapangan, maka dilakukan pengukuran luas petak ukur (20 m x 20 m) dengan menggunakan alat bantu tali plastik yang berukuran 20 m dengan maksud untuk mendata jenis-jenis flora yang ada dalam petak ukur tersebut Fauna. Pengambilan data fauna dengan menggunakan metode eksplorasi lapangan di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, serta dilakukan dengan wawancara pada dua orang warga yang membantu dalam pengambilan data di lapangan Bentang Alam. Pengambilan data bentang alam dengan menggunakan metode eksplorasi

5 yang dibantu dengan menggunakan kamera untuk menggambil gambar atau foto di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa Sarana, Fasilitas dan Prasarana Kawasan. Pengambilan data Sarana, Fasilitas dan Prasarana Kawasan dengan menggunakan metode eksplorasi lapangan di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa dan wawancara dengan petugas Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara. 3.5 Analisis Data Data disajikan dalam bentuk tabulasi, selanjutnya dianalisis secara deskriptif. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Biologi Gunung Tumpa Kondisi biologi kawasan hutan Gunung Tumpa sebagai kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) dapat diuraikan melalui keberadaan flora dan fauna yang ada. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa termasuk hutan dataran rendah karena berada pada ketinggian 600 m dari permukaan laut, dan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa memiliki komponen ekosistem hutan berupa flora dan fauna yang beragam. Akan tetapi komponen ekosistem hutan dalam hal ini adalah flora dan fauna yang ada di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa sudah mulai berkurang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, hal ini disebabkan masuknya masyarakat dengan bebas ke hutan Gunung Tumpa untuk maksud menebang pohon secara liar yang merupakan habitat dan tempat mencari makanan dari faunafauna yang ada untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Selain itu ada beberapa masyarakat yang tidak hanya menebang pohon melainkan berburu satwa yang ada untuk dikonsumsi dan dijual. Hasil penelitian flora yang ada di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, didaptakan 59 jenis berdasarkan 9 petak ukur yang sudah diamati. Berdasarkan jumlah jenis flora yang diamati pada tiap-tiap petak ukur, didapatkan jenis flora yang paling dominan. Jenis flora yang paling dominan adalah Spathodea campanulata yang tersebar pada petak ukur satu dengan jumlah 3, petak ukur empat dengan jumlah 2 dan petak ukur delapan dengan jumlah 12, dan petak ukur sembilan 12. Jenis flora kedua yang paling dominan adalah Arenga pinnata yang tersebar pada petak ukur empat dengan jumlah 4, petak ukur lima dengan jumlah 3, petak ukur enam dengan jumlah 1, dan petak ukur tujuh dengan jumlah 6. Jenis-jenis flora yang didapatkan pada penelitian, seperti Ficus sp dan Dracontomelum dao merupakan

6 tempat istirahat dan tempat mencari makanan dari Macaca nigra. Hasil penelitian flora yang dilakukan peneliti mendapatkan 59 jenis flora seperti pada 9 petak ukur yang ada di atas, dengan didapatkan 59 jenis flora di Gunung Tumpa peneliti melakukan perbandingan flora (jenis) dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Peneliti-peneliti sebelumnya yaitu : Faryanti (2003) dalam penelitiannya tentang Vegetasi Hutan Lindung Gunung Tumpa terdapat 72 jenis flora yang teridentifikasi, dan Lasut (2008) dalam penelitiannya tentang Deskripsi Jenis- Jenis Pohon Utama Hutan Lindung Gunung Tumpa terdapat 44 jenis yang telah teidentivikasi. Adapun perbandingan flora (jenis) yang dimaksud seperti pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukan bahwa kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa terdapat 95 jenis flora yang telah teridentifikasi dari ketiga penelitian yang sudah dilakukan dan perlu dipertahankan kelestariannya. Hasil penelitian dari ketiga peneliti yang dilakukan terdapat ketidaksamaan jenis, hal ini dikarenakan tempat atau titiktitik pengamatan yang tidak sama/berbeda, selain itu penelitian-penelitian sebelumnya tidak menyebutkan atau mencantumkan titik-titik pengamatan yang tepat, hanya menyebutkan arah mata angin (utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat, barat daya, dan barat laut), sedangkan peneliti pada petak ukur/pengamatan yang telah diteliti pada peta kerja mencantumkan baik letak maupun posisi koordinat yang dicari dilapangan. Perbedaan jenis flora yang didapatkan kemungkinan juga disebabkan karena adanya perubahan-perubahan iklim yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan dari tumbuhan yang ada di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, dan adanya persaingan cahaya matahari sehingga membuat tumbuhan yang tinggi tetap bertahan dan tumbuhan bawah tidak bisa bertahan lama, selain itu adanya penebangan liar oleh masyarakat sekitar yang menyebabkan berkurangnya flora.

7 Tabel 4. Perbandingan Jenis Flora pada beberapa penelitian No Nama Jenis Waktu Penelitian Nama Lokal Faryanti (2003) Lasut (2008) Wowor (2013) 1 Aglaia sp. 2 Albizia saponaria 3 Alocasia sp. 4 Alsophila glauca 5 Alstonia macrophylla 6 Alstonia ranfolvia* 7 Ardisia celebica* 8 Areca catechu Pinang 9 Arenga pinnata Aren 10 Artocarpus altilis Gomu 11 Arthocarpus dasphilus* 12 Arthocarpus frestessic* 13 Arthocarpus reticulates* 14 Baringtonia acutangula* 15 Calamus sp. Rotan 16 Cananga odorata Kenanga 17 Calophyllum inophyllum 18 Calophyllum soulattri 19 Canarium commune Kenari 20 Carallia brachiata 21 Caryota mitis 22 Cinnamomum coordesi* 23 Dendronigde macrostigma 24 Dillenia ochreata 25 Dracontomelum mangiverum* 26 Dracontomelum dao Boa rao 27 Dracontomelum sp. 28 Dryobalanops aromatica Kayu kapur 29 Dyospiros sp. 30 Dysoxylum densiflorum 31 Eugenia aquea Gora hutan 32 Eugenia sp. 33 Euodia speciosa 34 Eusideroxylon zwagerii Kayu besi 35 Ficus ampelas* 36 Ficus benjamina Beringin 37 Ficus celebensis 38 Ficus elastica 39 Ficus fistulosa 40 Ficus minahassae 41 Ficus sp. 42 Flagellaria indica 43 Garcinia sp. Manggis 44 Gastonia papuan* 45 Gnetum gnemon Ganemo 46 Guatteria rumphii 47 Gymnocranthera paniculata* 48 Homalium foetidum 49 Ixora sp. 50 Khortalasia celebica* 51 Kibatalia arborea 52 Kjellbergiodendron celebicum 53 Knema latericia

8 54 Knema sp. 55 Koordensiodendron pinnatum* 56 Laphopetalum javanicum 57 Leea aculeate* 58 Leea indica 59 Litsea sp. 60 Livistona rotundifolia 61 Luecosyke capitelata* 62 Macaranga gigantean* 63 Macaranga hispidia* 64 Macaranga tanarius 65 Mallothus sp. 66 Mangifera sp. 67 Melanolepis multiglandulosa 68 Mucuma sp. 69 Musa sp. 70 Myristica fatua Palla hutan 71 Nephelium lappaceum Rambutan 72 Pandanus sp. 75 Pangium sp. Pangi hutan 73 Palaquium obovatum Nantu 74 Palaquium obtusifolium 75 Parishia philipinensis* 76 Pimelodendron embonicum* 77 Pinanga sp. 78 Pinus merkusii 79 Piper aduncum 80 Pometia pinnata 81 Poaceae (tepu) 82 Polyalthia lateriflora 83 Polyalthia longifolia 84 Pterocarpus indicus 85 Pterospermum javanicum Bayur 86 Pyospiros sp. 87 Raphidopora ternatensis* 88 Schleichera oleosa 89 Sterculia comosa 90 Spathodea campanulata Kayu bunga 91 Terminalia copelandii Ketapang hutan 92 Terminalia celebica 93 Xylocarpus moluccensis Pamuli 94 Zyngeberaceae 95 Zyzyphus javanensis * Jenis flora yang tidak ditemukan di IPNI. Tabel 4 diatas dapat dipastikan 24 jenis flora yang sama antara lain : Arenga pinnata, Carallia brachiata, Caryota mitis, Dilenia ochreata, Eugenia sp., Ficus benjamina, Ficus elastica, Ficus sp., Garcinia sp., Homalium foetidum, Kibatalia arborea, Kjellbergiodendron celebicum, Knema sp., Laphopetalum javanicum, Leea indica, Mangifera sp., Melanolepsis multiglandulosa, Pandanus sp., Pangium sp., Palaquium obovatum, Pinus merkusii, Pometia pinnata, Sterculia comosa, Sphatodea campanulata, sementara itu terdapat jenis-jenis flora yang didapat pada penelitian peneliti akan tetapi tidak didapat pada penelitian sebelumnya, yaitu : Alsophila glauca,

9 Alstonia macrophylla, Artocarpus altilis, Calophyllum inophyllum, Dendronigde macrostigma, Dracontomelum dao, Dracontomelum sp., Dryobalanops aromatica, Dysoxylum densiflorum, Eugenia aquea, Eusideroxylon zwagerii, Guatteria rumphii, Macaranga tanarius, Myristica fatua, Nephelium lappaceum, Pterospermum javanicum, Schleichera oleosa, Terminalia copelandii, Xylocarpus moluccensis. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa pada tahun-tahun sebelumnya memiliki flora yang sangat beragam namun pada awal tahun 2012 flora yang ada di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa sudah mulai berkurang, dilihat dari jumlah jenis yang didapat oleh ketiga peneliti memiliki perbedaan. Kondisi ini akan terus menurun seandainya tidak dilakukan pemeliharaan dan penanaman kembali oleh pengelola Taman Hutan Raya Gunung Tumpa Fauna Menurut peneliti-peneliti sebelumnya, di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa ditemukan fauna-fauna seperti: babi hutan (Suscrova sp.), monyet/yaki atau kera hitam (Macaca nigra), tarsius (Tarsius spectrum), soa-soa (Hydrasaurus sp.), ular, kupu-kupu, dan beberapa jenis burung seperti burung gagak (Corvus sp.). Berdasarkan hasil interview dengan penduduk bahwa di Kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa masih terdapat beberapa monyet/yaki atau kera hitam (Macaca nigra) yang sering turun ke ladang penduduk bahkan sampai ke dekat pemukiman, akan tetapi pada saat penelitian di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa fauna tersebut tidak dijumpai. Berdasarkan penelitian fauna dengan menggunakan metode eksplorasi di lapangan, hanya dijumpai kulit ular yang diperkirakan baru menukar kulitnya pada titik koordinat LU dan BT seperti pada Gambar 11, serta fauna lainnya seperti kupu-kupu dan beberapa jenis burung, seperti burung gagak (Corvus sp.). Gambar 11 Kulit ular yang ditemukan pada penelitian Populasi dari fauna-fauna yang ada di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa sudah berkurang bahkan ada beberapa fauna yang terancam punah,

10 seperti contohnya monyet/yaki atau kera hitam (Macaca nigra) dalam bahasa lokal setempat yaitu yaki hitam dan beberapa ular, hal ini disebabkan adanya aktifitas masyarakat sekitar yang sudah masuk dengan bebas ke dalam hutan bahkan menebang pohon di kawasan hutan Gunung Tumpa yang menjadi habitat dan tempat mencari makan dari fauna-fauna yang ada, bahkan masyarakat melakukan perburuan pada satwa yang ada di kawasan Gambar 12. Dermaga Hotel Santika dilihat dari titik koordinat 1 33'52.3"LU dan '44.3"BT Taman Hutan Raya Gunung Tumpa untuk dikonsumsi atau dijual Kondisi Fisik Gunung Tumpa Kondisi fisik Gunung Tumpa sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA) dapat digambarkan melalui bentang alam (keindahan atau panorama) baik yang ada di dalam maupun disekitar kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, beserta sarana dan prasarana dan fasilitas masing-masing Bentang Alam Taman Hutan Raya Gunung Tumpa selain memiliki keindahan dan suasana alam yang asri dan indah, Taman Hutan Raya Gunung Tumpa juga bisa memberikan kita ketenangan dengan keindahan-keindahan yang ada disekitar Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, yang terdapat pada beberapa titik seperti gambar yang ada di bawah ini. Gambar 13. Pulau Bunaken dan Manado Tua dilihat dari titik koordinat 1 33'52.3"LU dan '44.3"BT Gambar 12 adalah dermaga penyeberangan ke pulau-pulau seperti Bunaken, Manado Tua, Siladen, Nain, dan lain-lain milik Hotel Santika yang terletak di Kelurahan Tongkeina, sedangkan Gambar 13 adalah Pulau Bunaken dan Pulau Manado Tua yang terlihat indah dari Taman Hutan Raya Gunung Tumpa. Masing-masing gambar tersebut dipandang dari lokasi Gunung Tumpa pada posisi koordinat 1 33'52.3"LU dan '44.3"BT pada pukul Wita. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa merupakan suatu tempat yang memiliki

11 keindahan yang dapat melihat secara keseluruhan Kota Manado (Gambar 14) serta dapat memandang pula sebagian besar Kabupaten Minahasa Utara serta sebagian Wilayah Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa, yang diambil pada titik koordinat 1 33'38.06"LU dan '05.32"BT pukul wita. karena itu Dinas Kehutan Provinsi Sulawesi Utara menetapkan Gunung Tumpa untuk dijadikan Taman Hutan Raya Sarana dan Fasilitas Kawasan Sarana dan fasilitas di Kawasan Gunung Tumpa yang diarahkan pengembangannya sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA) masih sangat kurang, disebabkan karena pelaksanaan pengembangannya oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara baru dimulai pada tahun Sarana yang ada baru berupa jalan tracking yang mengarah ke shelter, dan untuk fasilitas yang telah ada berupa Gambar 14. Kondisi Kota Manado dilihat dari titik koordinat 1 33'38.06"LU dan '05.32"BT. Gambar 12, 13 dan 14, merupakan beberapa titik-titik tempat yang bisa melihat keindahan panorama yang di dalam maupun disekitar kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, selain itu Taman Hutan Raya Gunung Tumpa memiliki beberapa titik yang bisa menjadi tempat perkemahan atau base camp, tempat rekreasi untuk menghilangkan rasa kejenuhan dari pekerjaan yang telah kita lewati dan lain-lain. Bentang alam (pemandangan atau panorama) yang dimiliki Gunung Tumpa adalah salah satu syarat atau kriteria yang di keluarkan oleh Kementrian Kehutanan untuk pembangunan Taman Hutan Raya, oleh satu tempat santai (tempat duduk) Prasarana Kawasan Prasarana di Kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa masih sangat kurang. Namun pada tahun 2103 berdasarkan rencana dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Taman Hutan Raya (TAHURA) Gunung Tumpa akan dibangun pintu gerbang, pos jaga, pondok kerja, jalan tracking/marka jalan. Sedangkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2013 akan membangun rest area sebanyak 2 (dua) unit. 4.3 Rekomendasi Pengembangan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa Sarana yang perlu dikembangkan untuk merealisasikan fungsi dari Taman Hutan Raya adalah tempat rekreasi dan

12 pariwisata alam, tempat pelestarian budaya, tempat penunjang budidaya, tempat penyuluhan bagi generasi muda, tempat wahana dan daerah penelitian Tempat Rekreasi dan Pariwisata Alam Tempat rekreasi dan pariwisata alam merupakan tempat yang paling cocok untuk menghilangkan kejenuhan dari pekerjaan berat yang telah kita lewati, baik yang dilakukan secara berkelompok maupun secara perorangan. Pembuatan tempat rekreasi dan pariwisata alam di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa pengunjung dapat menikmati indahnya keadaan alam disekitar kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, sehingga pengunjung dapat merasakan ketenangan dan pikiran bisa menjadi rileks. Pengunjung juga dapat menikmati fasilitas dan sarana prasarana lain yang telah dibangun oleh pengelolah di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa Tempat Pelestarian Budaya Kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa perlu dibangun tempat pelestarian budaya karena merupakan salah satu fungsi dari Taman Hutan Raya, dengan adanya pembangunan tempat pelestarian budaya, beragam budaya yang ada di Kota Manado dapat diperlihatkan pada pengunjung yang berkunjung di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa. Pembangunan zonasi/blok pelestarian budaya di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa sangat bermanfaat bagi masyarakat Sulawesi Utara khususnya Kota Manado, karena masyarakat dapat menjaga serta melestarikan bahkan memperkenalkan budaya-budaya khas/asli Kota Manado kepada generasi selanjutnya Tempat Penunjang Budidaya Budidaya merupakan usaha yang bermanfaat dan memberi hasil, suatu sistem yang digunakan untuk memproduksi sesuatu dibawah kondisi buatan. Kawasan Taman Hutan Raya dikelola oleh pemerintah dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Upaya pengawetan kawasan Taman Hutan Raya dilaksanakan antara lain dalam bentuk kegiatan pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan satwa dengan tujuan untuk koleksi. Salah satu manfaat dari Taman Hutan Raya adalah sebagai tempat penunjang budidaya, bisa untuk flora maupun fauna yang khas atau endemik maupun flora dan fauna yang bukan berasal dari Gunung Tumpa. Salah satu upaya yang perlu untuk dilaksanakan dalam rangka mewujudkan manfaatnya, maka kawasan tersebut perlu diperkaya dan dilindungi jenis flora dan fauna yang ada dengan menyediakan tempat untuk membudidayakan flora dan fauna yang khas maupun flora dan fauna dari daerah lain. Diharapkan dengan disediakan

13 tempat untuk membudidayakan flora dan fauna, para pengunjung bisa mengetahui dan mempelajari cara-cara membudidayakan flora dan fauna, dan diharapkan juga para pengunjung dapat lebih menghargai flora dan fauna yang ada di hutan Tempat Penyuluhan Bagi Generasi Muda Pada saat ini banyak masyarakat di Sulawesi Utara yang belum mengetahui pentingnya alam yang telah dikaruniakan oleh Tuhan, banyak masyarakat yang tidak memperdulikan alam. Banyak kantorkantor atau pperusahaan-perusahaan yang merusak alam dengan menebang pohon secara liar, padahal hutan itu perlu untuk dipertahankan kelestariannya, karena hutan itu mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Salah satu contohnya, hutan bisa dijadikan tempat penyuluhan bagi generasi-generasi muda pada saat ini. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa bisa menjadi salah satu tempat penyuluhan bagi generasi-generasi muda, agar supaya pada masa yang akan datang para generasi-generasi muda bisa lebih menghargai dan mencintai alam dan bisa mengetahui bahwa alam itu penting untuk dijaga serta dilestarikan, dengan demikian alam serta ekosistem didalamnya seperti flora dan fauna akan tetap terus ada dan tidak akan punah sampai ke generasi berikutnya Tempat Wahana dan Daerah Penelitian Hutan Gunung Tumpa memiliki keindahan alam yang harus dikembangkan dan dilestarikan, karena Gunung Tumpa memiliki keindahan alam yang indah dan memiliki flora dan fauna serta pemandangan yang bisa melihat keindahan seluruh Kota Manado. Dilihat dari kondisi Gunung Tumpa pada saat ini yang masih memiliki flora dan fauna serta memiliki keindahan alam, Taman Hutan Raya Gunung Tumpa layak dijadikan tempat wahana dan daerah penelitian. Pembuatan zonasi/blok khusus tempat penelitian dengan maksud pengunjung yang datang tidak hanya dapat menikmati keindahan alam saja akan tetapi bisa juga melakukan penelitian tentang Taman Hutan Raya Gunung Tumpa baik dari mahasiswa maupun dosen, karena di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa masih banyak yang perlu diteliti. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa perlu dibangun beberapa sarana seperti yang telah dijelaskan di atas untuk mewujudkan fungsi dari Taman Hutan Raya, namun untuk menunjang sarana yang akan dikembangkan perlu dibangun fasilitas-fasilitas antara lain pendopo, tempat parkir, tempat ibadah, pintu masuk serta tempat penjualan tiket, pos jaga, kantor pengelola, pusat informasi, dan museum.

14 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kondisi biofisik kawasan hutan Gunung Tumpa yang dialihkan dari hutan lindung menjadi Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah sebagai berikut. 1. Kondisi biologi. Berdasarkan Hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 59 jenis flora di kawasan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa. Jenis flora yang paling dominan adalah Spathodea campanulata, diikuti Arenga pinnata, dan Garcinia sp., akan tetapi flora yang ada pada saat ini sudah mulai berkurang dikarenakan masuknya masyarakat kedalam hutan. Fauna di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa terbatas pada ular, dan burung seperti burung gagak (Corvus sp.), monyet hitam (Macaca nigra). 2. Kondisi Fisik. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa memiliki daya tarik wisata berupa pemandangan indah yang tersebar pada beberapa titik. Prasarana, sarana, dan fasilitas wisata yang ada di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa masih perlu dikembangkan, seperti sarana (peckink), daerah penelitian, tempat budidaya) dan prasarana (jalan), fasilitas (tempat duduk, toilet, tempat sampah, pos jaga). 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan di Gunung Tumpa sebagai Taman Hutan Raya sehubungan dengan pariwisata alam. DAFTAR PUSTAKA Atta, Taman Hutan Raya. http : diakses 23 Februari 2013 pukul WITA. Departemen Kehutanan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 1998, tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 2011, Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Paparan Tentang Taman Hutan Raya Ngargoyoso. Jawa Tengah. Dinas Kehutanan Jawa Tengah. Kainde R. P., Ratag S. P., Tasirin J. S., Faryanti D Analisis Vegetasi Hutan Lindung Gunung Tumpa. Eugenia, 17(3),

15 Lasut C.B Deskripsi Jenis-Jenis Pohon Utama Hutan Lindung Gunung Tumpa Di Sulawesi Utara. Noer, Taman Hutan Raya. http : diakses 23 Februari 2013 pukul WITA. Purnomo D, Taman Hutan Raya. http : diakses 25 Oktober 2013 pukul WITA. Yoeti, O. A Pariwisata berwawasan lingkungan hidup. Jakarta.

ANALISIS VEGETASI HUTAN LINDUNG GUNUNG TUMPA

ANALISIS VEGETASI HUTAN LINDUNG GUNUNG TUMPA ANALISIS VEGETASI HUTAN LINDUNG GUNUNG TUMPA VEGETATION ANALYSIS OF THE MOUNT TUMPA PROTECTION FOREST R.P. Kainde 1), S.P.Ratag 1), J.S.Tasirin 1) dan D. Faryanti 2) 1) Dosen Fakultas Pertanian Unsrat

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI DI KAWASAN AGROWISATA GUNUNG TUMPA

ANALISIS VEGETASI DI KAWASAN AGROWISATA GUNUNG TUMPA ANALISIS VEGETASI DI KAWASAN AGROWISATA GUNUNG TUMPA Faris Andong (1), Fabiola B. Saroinsong (1), Alfonsius Thomas (1), Wawan Nurmawan (1) 1 Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

PENYEBARAN Ficusspp DI HUTAN GUNUNG TUMPA, PROVINSI SULAWESI UTARA. SPREADING OF Ficus spp IN FOREST MOUNT of TUMPA, NORTH PROVINCE SULAWESI UTARA.

PENYEBARAN Ficusspp DI HUTAN GUNUNG TUMPA, PROVINSI SULAWESI UTARA. SPREADING OF Ficus spp IN FOREST MOUNT of TUMPA, NORTH PROVINCE SULAWESI UTARA. PENYEBARAN Ficusspp DI HUTAN GUNUNG TUMPA, PROVINSI SULAWESI UTARA. SPREADING OF Ficus spp IN FOREST MOUNT of TUMPA, NORTH PROVINCE SULAWESI UTARA. Abanius Yanengga (1), Martina A langi (1), Reinold P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan flora dan fauna yang hidup pada suatu kawasan atau wilayah dengan luasan tertentu yang dapat menghasilkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 2. Foto Objek Fokal Orangutan Dalam Penelitian Individu jantan dewasa Individu jantan remaja Individu betina dewasa Individu betina dewasa bersama anaknya Lampiran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI POHON DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BRON DESA WAREMBUNGAN KABUPATEN MINAHASA

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI POHON DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BRON DESA WAREMBUNGAN KABUPATEN MINAHASA STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI POHON DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BRON DESA WAREMBUNGAN KABUPATEN MINAHASA STRUCTURE AND COMPOSITION OF TREE VEGETATION IN BRON RESEARCH STATION WAREMBUNGAN VILLAGE, REGENCY

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kawasan Penunjang Konservasi Indonesia merupakan negara yang menyimpan kekayaan keanekaragaman ekosistem yang terbentang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO Marini Susanti Hamidun, Dewi Wahyuni K. Baderan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri GorontaloJalan Jendral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

POTENSI TUMBUHAN PAKAN ALAMI bagi MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) di HUTAN LINDUNG GUNUNG MASARANG

POTENSI TUMBUHAN PAKAN ALAMI bagi MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) di HUTAN LINDUNG GUNUNG MASARANG POTENSI TUMBUHAN PAKAN ALAMI bagi MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) di HUTAN LINDUNG GUNUNG MASARANG Potential Natural Plant Food for Sulawesi Black Monkey (Macaca nigra) in Mount Masarang Forest Preserve

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap makhluk hidup dalam kehidupannya memiliki lingkungan kehidupan yang asli atau tempat tinggal yang khas untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 752, 2014 KEMENHUT. Penetapan Rayon. Taman Nasional. Taman Hutan Raya. Taman Wisata Alam. Taman Buru. PNBP. Pariwisata Alam. Penetapan Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

I. UMUM. Sejalan...

I. UMUM. Sejalan... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis 19 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administrasi Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 105⁰ 02 42,01 s/d 105⁰ 13 42,09 BT dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di Lampung yaitu Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman (Tahura WAR). Tahura WAR ini sangat berpotensi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN RAYON DI TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, TAMAN WISATA ALAM DAN TAMAN BURU DALAM RANGKA PENGENAAN

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara tropika yang memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Negara Brasil dan

Lebih terperinci

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.7/IV-Set/2011 Pengertian 1. Kawasan Suaka Alam adalah

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang bersedia mengeluarkan uang untuk mengisi waktu luang (leisure) dalam rangka menyenangkan diri

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI UTARA

GUBERNUR SULAWESI UTARA GUBERNUR SULAWESI UTARA PERATURAN GUBERNUR SULAWESI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR SULAWESI UTARA NOMOR 94 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peta Tematik untuk Pembuatan Model Spasial 5.1.1 Peta Ketinggian Ketinggian di lokasi penelitian berkisar antara 0-1351 meter dpl dengan tiga puncak gunung yaitu gunung Tangkoko,

Lebih terperinci

LAJU DEGRADASI HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM GUNUNG DUASUDARA SULAWESI UTARA

LAJU DEGRADASI HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM GUNUNG DUASUDARA SULAWESI UTARA LAJU DEGRADASI HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM GUNUNG DUASUDARA SULAWESI UTARA Hanry J. Lengkong 1) 1)Program Studi Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115 e-mail:

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Butterfly : Bahasa Inggris: Kupu-kupu Kupu-kupu merupakan serangga yang tergolong ke dalam ordo Lepidoptera atau serangga bersayap sisik (lepis: sisik dan ptero:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA 6.1. Konsep Hutan Kota Perencanaan hutan kota ini didasarkan pada konsep hutan kota yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat kota Banjarmasin terhadap ruang publik. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna serta kehidupan liar lain yang mengundang perhatian berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri. Tercatat lebih dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara BAB I PENDAHULUAN 2 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara BAB I PENDAHULUAN A. Sekilas Sulawesi Utara Pulau Sulawesi dan kepulauan disekitarnya telah lama dikenal dan merupakan tempat yang melegenda,

Lebih terperinci

alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan.

alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan. 23 1. Potensi Wisata Gunung Sulah Potensi wisata merupakan segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata baik alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian cukup tinggi terhadap pengelolaan sumber daya alam (SDA) dengan menetapkan kebijakan pengelolaannya harus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994). TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya

Lebih terperinci

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia: Pengaruh Letak Geografis Terhadap Kondisi Alam dan Flora Fauna di Indonesia Garis Lintang: adalah garis yang membelah muka bumi menjadi 2 belahan sama besar yaitu Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi Selatan.

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, taman hutan raya (tahura) adalah

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, taman hutan raya (tahura) adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, taman hutan raya (tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi. Tahura yaitu salah

Lebih terperinci

DINAMIKA KOMUNITAS TUMBUHAN PADA EKOSISTEM BATAS CAGAR ALAM GUNUNG AMBANG

DINAMIKA KOMUNITAS TUMBUHAN PADA EKOSISTEM BATAS CAGAR ALAM GUNUNG AMBANG DINAMIKA KOMUNITAS TUMBUHAN PADA EKOSISTEM BATAS CAGAR ALAM GUNUNG AMBANG PLANT COMMUNITIES DYNAMICS IN THE LIMIT ECOSYSTEMS OF GUNUNG AMBANG NATURE RESERVE Hendra Amon 1), Johny Tasirin ) dan Martina

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KUISIONER PENELITIAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Nomor Kode : Hari/Tanggal wawancara : Nama Responden : Jenis Kelamin : Tempat tinggal (Kabupaten/Kota)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci