II. TINJAUAN PUSTAKA. alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan."

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hutan dan Hutan Rakyat Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan (Zain, 1998). Nurfatriani (2006) mengemukakan sumberdaya hutan Indonesia menghasilkan berbagai manfaat yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal, nasional maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain, serta manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebih. Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kelompok. Davis dan Johnson (1987) dalam Nurfatriani (2006) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, terdiri dari : (a)

2 nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (c) nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun perwakilan masyarakat. Hutan berdasarkan statusnya menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan yang dimaksud hutan hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Menurut Zain (1998) hutan milik ialah hutan yang tumbuh atau ditanam di atas tanah milik, yang lazimnya disebut hutan rakyat dan dapat dimiliki oleh orang baik sendiri maupun secara bersama atau badan hukum. Unsur-unsur hutan rakyat dicirikan antara lain : 1. Hutan yang diusahakan sendiri, bersama orang lain atau badan hukum. 2. Berada di atas tanah milik atau tanah hak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. 3. Dapat dimiliki berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan. Bagi perorangan atau kelompok (non badan hukum) dalam kegiatan pengusahaan hutan rakyat, dihadapkan pada berbagai kendala antara lain : 1. Ketentuan batas pemilikan tanah. 2. Ketersediaan sarana dan prasarana pengusahaan hutan. 3. Tingkat kemampuan teknis pengelolaan hutan terbatas. 4. Keterbatasan daya pemasaran produk hasil hutan. 5. Jangka waktu untuk memperoleh hasil hutan rakyat cukup lama. Antara penanaman dan pengolahan/eksploitasi diperlukan waktu tahun.

3 Kemudian menurut Departemen Kehutanan Republik Indonesia (2004) yang dimaksud usaha tanaman kehutanan adalah kegiatan yang menghasilkan produk tanaman kehutanan (kayu) dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha. Sebuah rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga kehutanan (RTK) apabila rumah tangga tersebut memelihara/menguasai tanaman kehutanan. Hasil pendataan Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan menunjukan bahwa jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanaman kehutanan (hutan rakyat) cukup besar yaitu sekitar 3,43 juta. Adapun jenis-jenis tanaman kehutanan yang banyak diusahakan pada hutan rakyat menurut Syahadat (2006), diantaranya adalah : Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), Sengon (Albizia falcataria) Akasia (Acacia mangium), Sonokeling (Dalbergia latifolia), Petai (Parkia speciosa), Nangka (Artocarpus integra), Gamal (Inocarpus edulis), Mindi (Melia azedarach), Cemara (Causarina equisetifolia), Suren (Toona sureni), Mangga (Mangifera indica), Melinjo (Gnetum gnemon), Kelapa (Cocos nucifera), Kemiri (Aleurites moluccana), Pinang (Casearia coriacea), Mete (Daemonorops niger), Rambutan (Nephelium lappaceum), Durian (Durio zibethinus), Bambu (Gigancochloa apus), Sungkai (Heterophrogma macrolobum), Karet (Ficus elastica), Kopi (Abelmoschus esculentus), Kapuk (Ceiba pentandra), Ampupu (Ecalyptus urophylla), Johar (Cassia siamea), Cempedak (Artocarpus champedon), Angsana (Pterocarpus indica), Nyatoh (Palaquium javense), Enau (Arenga pinnata), Asam (Tamarindus indica), Kaliandra (Calliandra calotyrsus), Matoa (Pometia pinnata) dan Sonokrit (Dalbergia sisso).

4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 45 ayat (4) menyebutkan kawasan apabila digunakan untuk kegiatan hutan rakyat secara ruang dapat memberikan manfaat : a. Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektoral dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya. b. Meningkatkan fungsi lindung c. Meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam d. Meningkatkan kesempatan kerja e. Meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di daerah setempat f. Meningkatkan pendapatan daerah dan nasional g. Meningkatkan ekspor h. Mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di daerah setempat. Herawati (2005) menyatakan salah satu aspek penting dalam kegiatan hutan rakyat adalah penentuan jenis pohon. Kegagalan penentuan jenis pohon dapat mendatangkan kerugian, baik kerugian ekonomi maupun kerugian lingkungan. Penentuan jenis pohon memerlukan pertimbangan yang menyeluruh dan rasional. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (1995) menyatakan beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jenis pohon adalah kesesuaian lahan dan iklim, keinginan masyarakat, manfaat yang tinggi dan serbaguna bagi masyarakat, nilai ekonomi, akses pasar, daur pendek sehingga cepat tumbuh dan cepat manghasilkan, fungsi perlidungan tanah dan air, daya permudaan yang tinggi, dan penguasaan teknik budidaya oleh masyarakat.

5 Menurut Hardjanto (2003) dalam Fauziyah dan Diniyati (2006) dikemukakan bahwa pola pembangunan hutan rakyat terdiri dari dua bentuk yaitu : hutan rakyat tradisional dan hutan rakyat inpres. Hutan rakyat tradisional merupakan cara penanaman hutan pada tanah milik yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa adanya campur tangan pemerintah. Sedangkan hutan rakyat inpres adalah hutan rakyat yang penanamannya murni dilakukan di tanah terlantar dan pembangunannya diprakarsai oleh proyek bantuan penghijauan dari pemerintah. Berdasarkan jenis tanamannya, hutan rakyat terbagi atas tiga bentuk ; 1) hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur; 2) hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran; dan 3) hutan rakyat wana tani (agroforestry), yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi anatara tanaman kehutanan dengan cabang usahatani lainnya seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan lain-lain yang dikembangkan secara terpadu Program Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta Nomor 8 Tahun 2004 dan Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 8 Tahun 2005 merupakan dasar hukum bagi pembentukan Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta, dan pelaksanann tugas pokok dan fungsi dinas. Tugas pokok Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam adalah melaksanakan sebagian

6 urusan rumah tangga daerah di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam yang ditugaskan kepada pemerintah daerah. Sedangkan fungsi dinas adalah sebagai berikut : a. Pelaksanaan pembinaan kewenangan di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam; b. Penyusunan rencana dan pelaksanaan program pembangunan di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam; c. Pelaksanaan urusan penyuluhan dan pembinaan tenaga penyuluh; d. Pelaksanaan perijinan pengusahaan hutan; e. Pelaksanaan urusan penghijauan dan konservasi tanah dan air; f. Pelaksanaan bimbingan teknis, pembinaan dan pengembangan aneka usaha hasil hutan; g. Pelaksanaan penatausahaan dan pemungutan, pemanfaatan serta peredaran aneka hasil hutan; h. Pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan hutan dan hasil hutan; i. Pelaksanaan urusan persuteraan alam, perlebahan, budidaya sarang burung walet dan hasil hutan lainnya; j. Pelaksanaan urusan pengelolaan hutan milik/hutan rakyat dan hutan lindung; k. Pelaksanaan urusan perlindungan hutan; l. Pelaksanaan pemberian bantuan kepada masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat dalam upaya perbaikan dan perlindungan fungsi hutan, tanah dan air; m. Pelaksanaan urusan pelatihan keterampilan masyarakat di bidang kehutanan;

7 n. Pelaksanaan pengelolaan administrasi umum meliputi ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan peralatan dinas; o. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan-kegiatan dinas; p. Pelaksanaan pembinaan cabang dinas dan unit pelaksana teknis daerah pada dinas; q. Pelaksanaan tugas lainnya yang dibebankan bupati sesuai bidang tugasnya. Pembangunan hutan rakyat pada intinya merupakan kegiatan penanaman pohon-pohonan jenis kayu-kayuan dan buah-buahan pada lahan atau tanah milik masyarakat yang mengacu pada persyaratan teknis dengan tujuan mendapatkan manfaat ekonomi dan ekologi. Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah terwujudnya tanaman hutan di luar kawasan hutan negara sebagai upaya rehabilitasi lahan tidak produktif di daerah-daerah aliran sungai (DAS) prioritas yang ditujukan untuk memulihkan fungsi dan meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai tanaman berupa kayu dan non kayu, memberikan peluang kesempatan kerja dan berusaha meningkatkan pendapatan masyarakat, memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi tekanan penebangan pada hutan negara (Departemen Kehutanan, 2007). Salah satu fungsi Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta sebagaimana diatur dalam Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 8 Tahun 2005 adalah pelaksanaan urusan pegelolaan hutan milik/hutan rakyat dan hutan lindung. Program pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta dilaksanakan melalui dua kegiatan yaitu Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) dan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Pola pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta termasuk

8 jenis hutan rakyat inpres, dimana biaya atau dana untuk pelaksanaan pembangunan hutan rakyat berasal dari bantuan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan berdasarkan jenis tanaman, hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta termasuk hutan rakyat campuran (polyculture). Jenis-jenis pohon yang ditanam di hutan rakyat terdiri dari jenis tanaman kayu-kayuan seperti jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia macrophylla), suren (Toona sureni) dan albazia (Albizia falcataria), serta jenis tanaman MPTS (Multipurpose Tree Species) seperti mangga (Mangifera indica), rambutan (Nephelium lappaceum), durian (Durio zibethinus) dan petai (Parkia speciosa) Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL), yang dimaksud dengan GNRHL adalah kegiatan terkoordinasi dengan mendayagunakan segenap potensi dan kemampuan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan usaha dan masyarakat dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS prioritas. Adapun tujuan penyelenggaraan GNRHL adalah mempercepat upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS prioritas. Penyelenggaraan GNRHL didasarkan pada Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Koordinator ; Nomor 09/Kep/Menko/Kesra/III/2003, Kep.16/M.Ekon/03/2003 dan Kep.08/Menko/Polkam/III/2003 tanggal 31 Maret

9 2003 tentang Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen Kehutanan mengemban amanah untuk merehabilitasi lebih kurang seluas tiga juta hektar hutan dan lahan kritis melalui GNRHL. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembuatan tanaman hutan rakyat, reboisasi hutan lindung dan pembuatan bangunan konservasi tanah (Departemen Kehutanan, 2007). Pedoman teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Departemen Kehutan Republik Indonesia menyebutkan tahapan pembuatan hutan rakyat terdiri dari dua bagian yaitu penyusunan rancangan dan pelaksanaan pembuatan tanaman hutan rakyat. Pertama adalah tahapan penyusunan rancangan meliputi penetapan calon lokasi, pengumpulan data dan informasi, penataan areal, rancangan kegiatan, pemilihan jenis tanaman dan rencana anggaran biaya. Kedua adalah tahapan pelaksanaan meliputi persiapan lapangan, teknik penanaman dan pemeliharaan tanaman. 1. Penyusunan Rancangan a. Penetapan Calon Lokasi Penetapan calon lokasi hutan rakyat perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : - Tanah milik rakyat, yang menurut kesesuaian lahan dan pertimbangan ekonomis lebih sesuai untuk hutan rakyat. - Tanah milik rakyat yang terlantar dan berada di bagian hulu sungai. - Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta tanah lainnya yang terlantar dan bukan kawasan hutan.

10 - Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah lainnya yang sudah ada tanaman kayu-kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman. b. Pengumpulan Data dan Informasi Data dan informasi ini dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian lahan tanaman, pola kerja, tata waktu dan tata norma kehidupan masyarakat sekitar calon lokasi, sehingga dapat diperoleh rancangan, pelaksana dan sistem pelaksanaan yang sesuai. Data dan informasi dimaksud adalah : - Biofisik, yaitu situasi lokasi lahan sasaran, jenis tanah, curah hujan, tipe iklim, ketinggian, topografi dan vegetasi. - Sosial Ekonomi, meliputi jumlah dan kepadatan penduduk, pemilikan lahan, sarana prasarana usaha, pendidikan, perhubungan dan penyuluhan. c. Penataan Areal Penataan areal dimaksudkan untuk menentukan batas areal, luas dan petak, yang kegiatannya meliputi : - Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas yang dituangkan dalam peta rancangan. - Penataan pola tanam, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya dengan teknis konservasi dan tegakan. d. Rancangan Kegiatan Dari hasil pengolahan data, maka disusun rancangan kegiatan fisik lapangan, baik luas, pola tanam, tata letak, kebutuhan bibit menurut jenis dan jumlah batang, dan sarana prasarana. Rancangan disusun dengan

11 memperhatikan kaidah teknis rehabilitasi hutan lahan dan teknis konservasi tanah. e. Pemilihan Jenis Tanaman Pemilihan jenis tanaman hutan rakyat disesuaikan dengan usulan dari masyarakat, kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan dikembangkan dalam luasan yang secara ekonomis dapat dipasarkan. Komposisi jenis tanaman terdiri dari kayu-kayuan minimal 60 persen dan buah-buahan maksimal 40 persen. f. Rencana Anggaran Biaya Rencana anggaran biaya sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/komponen kegiatan yang akan dilaksanakan, maka dilakukan analisa kebutuhan bahan dan peralatan per komponen pekerjaan. Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja, kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan analisa ketersediaan tenaga kerja dari desa setempat dan sekitarnya untuk pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan. Rencana anggaran biaya dibuat per komponen kegiatan/elemen pekerjaan dan disesuaikan dengan harga pasar yang wajar. 2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat Pelaksanaan pembuatan tanaman hutan rakyat harus memperhatikan kondisi cuaca, dimana waktu pelaksanaannya pada musim penghujan. Pembuatan tanaman hutan rakyat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Persiapan Lapangan

12 Kegiatan persiapan lapangan meliputi pembersihan lapangan dan pengolahan tanah, penentuan arah larikan dan pemancangan ajir, pembuatan piringan tanaman dan lubang tanaman yang ukurannya sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam. b. Teknik Penanaman Teknik penanaman dapat dilakukan melalui tiga sistem, yaitu : - Sistem Cemplongan, yaitu teknik penanaman yang dilaksanakan dengan pembuatan lubang tanam dan piringan tanaman. Pengolahan tanah hanya dilaksanakan pada piringan disekitar lubang tanam. Sistem cemplongan dilaksanakan pada lahan-lahan yang miring dan peka terhadap erosi. - Sistem Jalur, yang dilaksanakan dengan pembuatan lubang tanam dalam jalur larikan, dengan pembersihan lapangan sepanjang jalur tanaman. Teknik ini digunakan di lereng bukit dengan tanaman sabuk gunung (counter planting). - Sistem Tugal, yang dilaksanakan dengan tanpa olah tanah (zero tillage). Lubang tanam dibuat tugal (batang kayu yang diruncingi ujungnya). Teknik ini cocok untuk pembuatan tanaman dengan benih langsung terutama pada areal dengan kemiringan lereng yang cukup tinggi, namun tanahnya subur dan peka erosi. Adapun pola penanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : - Pola Tumpangsari (interplanting, mixed planting) Pola tumpangsari adalah suatu pola penanaman hutan rakyat yang dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim sebagai tanaman sela diantara larikan tanaman pokok/tanaman kehutanan. Pola ini biasanya

13 dilaksanakan di daerah yang pemilikan lahannya sempit dan berpenduduk padat, tanahnya masih cukup subur dan topografinya datar atau landai, serta pengolahan tanah dapat dilakukan secara intensif. - Pola Tanaman Tunggal (monoculture) Pola tanaman tunggal merupakan pola penanaman hutan rakyat dengan satu jenis tanaman. Pola tanaman tunggal biasa digunakan pada hutan rakyat yang mengutamakan produk tertentu baik kayu maupun non kayu. c. Pemeliharaan Tanaman Kegiatan pemeliharaan tanaman hutan rakyat meliputi penyiangan, penyulaman, pemupukan, penyiraman, perlindungan dan pengamanan tanaman. Penyiangan adalah pembersihan tanaman pengganggu dengan tujuan agar tanaman hutan rakyat tidak memiliki pesaing untuk mendapatkan unsur hara tanah. Penyulaman merupakan upaya penanaman kembali bibit tanaman untuk mengganti tanaman yang mati. Pemupukan adalah pemberian unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, biasanya dilakukan dengan pupuk kandang atau pupuk buatan. Penyiraman dilakukan pada musim kemarau untuk menjaga tanaman agar tidak kekeringan atau mati, terutama dilakukan pada pembuatan tanaman sistem pot. Perlindungan dan pengamanan tanaman adalah upaya pemberantasan hama dan penyakit tanaman serta pencegahan dari bahaya kebakaran hutan. Untuk pelaksanaan GNRHL diperlukan beberapa input yaitu dana, material tanaman, lahan, sumberdaya manusia dan ilmu pengetahuan teknologi.

14 Sumber dana pelaksanaan GNRHL sebagian besar berasal dari pemerintah pusat yaitu APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang kemudian didistribusikan ke provinsi dan kabupaten/kota. Material tanaman terdiri dari bibit tanaman dan sarana produksi berupa pupuk dan obat-obatan pembasmi hama penyakit tanaman. Sumberdaya lahan meliputi hutan negara dan lahan milik masyarakat. Lahan milik masyarakat dipilih dalam rangka pengembangan hutan rakyat. GNRHL memerlukan masukan sumberdaya manusia dalam kuantitas yang cukup besar yang mencakup berbagai pihak yaitu aparat pemerintah daerah, petani dan pendamping. Untuk tercapainya tujuan rehabilitasi hutan dan lahan yang berkelanjutan setidaknya diperlukan ilmu pengetahuan tentang silvikultur, manajemen dan pengelolaan data (Departemen Kehutanan, 2007) Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2006, yang dimaksud dengan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis selanjutnya disebut GRLK adalah kegiatan rehabilitasi lahan kritis yang merupakan partisipasi seluruh lapisan masyarakat Jawa Barat, yang dalam pelaksanaannya ditunjang antara lain dari sumber dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Provinsi Jawa Barat, dana APBD Kabupaten dan Kota seluruh Jawa Barat dan sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat. Sedangkan yang dimaksud dengan lahan kritis adalah lahan yang secara fisik, kimia maupun biologi mengalami kerusakan sehingga menurun fungsinya sebagai unsur produksi dan atau pengatur tata air dan tata udara tanah dan atau pengatur daur karbon dan dapat menimbulkan bencana. Di dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2006 juga disebutkan tujuan pengalokasian bantuan dana GRLK yaitu :

15 1. Mengupayakan percepatan keberhasilan kegiatan pengendalian dan rehabilitasi lahan kritis di Jawa Barat. 2. Menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat untuk melaksanakan rehabilitasi lahan kritis dan perbaikan lingkungan. 3. Menunjang upaya pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat yang berdomisili di sekitar lahan hutan negara/perkebunan besar. 4. Menunjang kelancaran operasional tim pengendalian dan rehabilitasi lahan kritis kabupaten/kota, termasuk sosialisasi kegiatan GRLK. Adapun sasaran GRLK selain terehabilitasinya lahan kritis di Jawa Barat, juga meningkatnya pendapatan masyarakat. Adapun lokasi yang menjadi sasaran kegiatan GRLK adalah lahan-lahan kritis di daerah resapan air, daerah tangkapan air dan daerah rawan bencana Pengertian Strategi dan Manajemen Strategis Strategi adalah sejumlah sarana atau jalur tindakan (means) yang perlu ditemukan oleh suatu organisasi secara aktif guna mewujudkan sasaran organisasi, strategi bersifat umum dan mendukung eksistensi organisasi (David, 2002). Sedangkan menurut Siagian (2002) yang dimaksud strategi bagi manajemen organisasi pada umumnya dan manajemen organisasi bisnis khususnya adalah rencana berskala besar yang berorientasi jangkauan masa depan yang jauh, serta ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya dalam kondisi persaingan yang kesemuanya diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Suatu rencana dapat dikatakan baik apabila di dalamnya telah mencakup upaya memperhitungkan berbagai faktor yang diduga akan berpengaruh terhadap

16 pelaksanaan rencana tersebut. Kegiatan perencanaan selalu mengandung resiko karena bagaimanapun cermatnya perhitungan dan perkiraan tentang masa depan, dalam perencanaan selalu terdapat elemen ketidakpastian. Di lain pihak Stoner (1986) dalam Sudrajat (2007) menyatakan bahwa strategi adalah program yang luas untuk mencapai tujuan organisasi, berarti bagaimana cara melaksanakan misinya. Ada tiga hal penting yang secara khusus perlu diperhatikan dalam lingkup strategis, yaitu : 1. Strateginya sendiri, yang meliputi rumusan arah organisasi, sarana untuk mencapai hal tersebut, dan dukungan dari daya saing kuat. 2. Keberhasilan aplikasi strategi yang mencakup pembahasan tentang penerapan strategi untuk memperoleh hasil paling efektif. 3. Inovasi (upaya pembaharuan) atas strategi yang ada, agar organisasi tetap mampu memberi tanggapan pada berbagai perubahan yang ada, sehingga strategi dapat diubah atau diperbaharui dalam aplikasinya. Adapun tipe-tipe strategi menurut Kotten terdiri dari : a. Corporate strategi (strategi organisasi), strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan inisiatif strategi baru. Pembatasan diperlukan yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa. b. Program strategy (strategi program), strategi ini lebih memberikan perhatian pada implikasi stratejik dari suatu program tertentu. Apa kiranya dampaknya apabila suatu program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi. c. Resources support strategy (strategi pendukung sumberdaya), strategi sumberdaya ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan pemanfaatan

17 sumberdaya esensial yang tersedia guna meningkatkan kreativitas kinerja, sumberdaya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan sebagainya. d. Institusi strategy (strategi kelembagaan), fokus strategi institusional adalah menggambarkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif stratejik. Pengertian manajemen strategis adalah serangkaian keputusan atau tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut (Siagian,2002). Dalam merumuskan suatu strategi, manajemen puncak harus memperhatikan berbagai faktor yang sifatnya kritikal. 1. Strategi berarti menentukan misi pokok suatu organisasi karena manajemen puncak menyatakan secara garis besar apa yang menjadi pembenaran organisasi, filosofi yang digunakan, dan sasaran yang ingin dicapai organisasi. 2. Dalam merumuskan dan menetapkan strategi, manajemen puncak mengembangkan profil tertentu bagi organisasi. Profil yang dimaksud harus menggambarkan kemampuan yang dimiliki dan kondisi internal yang dihadapi organisasi yang bersangkutan. 3. Pengenalan dengan lingkungan dimana organisasi akan berinteraksi, terutama situasi yang membawa suasana persaingan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh organisasi, apabila organisasi yang bersangkutan tidak hanya ingin melanjutkan eksistensinya tetapi juga berkeinginan untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerjanya. 4. Suatu strategi harus merupakan analisis yang tepat tentang kekuatan yang dimiliki organisasi, kelemahan yang mungkin melekat pada dirinya, berbagai

18 peluang yang mungkin timbul dan harus dimanfaatkan, serta ancaman yang diperkirakan akan dihadapi. Dengan analisis yang tepat berbagai alternatif yang dapat ditempuh akan terlihat. 5. Mengidentifikasi beberapa pilihan yang wajar ditelaah lebih lanjut dari berbagai alternatif yang tersedia dikaitkan dengan keseluruhan upaya yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. 6. Menjatuhkan pilihan pada satu alternatif yang dipandang paling tepat dikaitkan dengan sasaran jangka panjang yang dianggap mempunyai nilai paling stratejik dan diperhitungkan dapat dicapai karena didukung oleh kemampuan dan kondisi internal organisasi. 7. Suatu sasaran jangka panjang pada umumnya mempunyai paling sedikit empat ciri yang menonjol, yaitu : sifatnya yang idealistik, jangkauan waktunya jauh ke masa depan, hanya bisa dinyatakan secara kualitatif, dan masih abstrak. 8. Memperhatikan pentingnya operasionalisasi keputusan dasar yang dibuat dengan memperhitungkan kemampuan organisasi di bidang anggaran, sarana, prasarana dan waktu. 9. Mempersiapkan tenaga kerja yang memenuhi berbagai persyaratan secara teknis dan perilaku, serta mempersiapkan sistem manajemen sumber daya manusia yang berfokus pada pengakuan dan penghargaan harkat dan manusia dalam organisasi. 10. Teknologi yang akan dimanfaatkan, yang karena peningkatan kecanggihannya memerlukan seleksi yang tepat. 11. Bentuk, tipe dan struktur organisasi yang akan digunakan sudah harus turut diperhitungkan. Apakah akan mengikuti pola tradisional dalam arti

19 menggunakan struktur yang hirarkikal dan piramidal, ataukah akan menggunakan struktur yang lebih datar dan mungkin berbentuk matriks. 12. Menciptakan suatu sistem pengawasan sedemikian rupa sehingga daya inovasi dan kreativitas para pelaksana kegiatan operasional tidak dipadamkan. 13. Sistem penilaian tentang keberhasilan atau ketidakberhasilan pelaksanaan strategi yang dilakukan berdasarkan serangkaian kriteria yang rasional dan obyektif. 14. Menciptakan suatu sistem umpan balik sebagai instrumen yang ampuh bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan strategi yang telah ditentukan untuk mengetahui apakah sasaran terlampaui, hanya sekedar tercapai atau mungkin bahkan tidak tercapai. Lembaga Administrasi Negara (2003) dalam Supriyadi (2004) menyebutkan manajemen strategis merupakan salah satu ilmu manajemen yang bersifat konseptual dan juga berkaitan dengan aspek-aspek operasional. Proses perencanaan strategis lebih bersifat konseptual dan manajemen kinerja lebih bersifat operasional. Adapun aplikasi manajemen strategis tidak hanya sebatas pada aspek operasional dalam manajemen kinerja, tetapi juga ditingkat konseptual dalam perencanaan stategis. Lebih lanjut disebutkan bahwa tahapan dalam penyusunan manajemen strategis meliputi tujuh tahap. Pertama adalah perumusan visi, misi dan nilai-nilai. Kedua perumusan dan analisa lingkungan strategis. Ketiga analisis pilihan strategis dan kunci keberhasilan. Keempat rencana strategis. Kelima pengukuran kinerja. Keenam sistem pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan. Ketujuh merupakan pertanggungjawaban.

20 Sedangkan menurut David (2002) manajemen strategis didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mempu mencapai tujuannya. Tahapan dalam manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu : 1. Perumusan strategi, meliputi pengembangan misi, pengenalan peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. 2. Implementasi strategi, disebut juga tindakan strategi yang berarti memobilisasi unsur dalam organisasi untuk melaksanakan apa yang telah dirumuskan. 3. Evaluasi strategi, terdapat tiga macam aktivitas yang mendasar yakni terdiri dari (a) meninjau faktor internal dan eksternal yang menjadi dasar strategi yang sekarang, (b) mengukur prestasi, dan (c) mengambil tindakan korektif. Sudrajat (2007) menyatakan pentingnya strategi dirasakan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah untuk lima tahun, yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) daerah, dengan memperhatikan RPJM nasional. RPJM daerah itu sendiri memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, program kewilayahan disertai rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Adapun untuk lebih jelas

21 hal tersebut tersirat dalam Pasal 151 Bab VII Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai berikut : 1. Satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana strategis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya, berpedoman pada RPJM daerah dan bersifat indikatif. 2. Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai hutan tropis dengan luas terbesar ketiga setelah Brazil dan Zaire, sehingga memiliki tanggung jawab dalam melestarikan agar tetap dapat berfungsi

Lebih terperinci

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 106 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS UNTUK GERAKAN REHABILITASI LAHAN KRITIS TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang PENDAHULUAN Hutan Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN UNTUK GERAKAN REHABILITASI LAHAN KRITIS (GRLK) TAHUN ANGGARAN 2009 DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN PEDOMAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI HUTAN RAKYAT SEBAGAI DASAR ACUAN PEMANFAATAN HUTAN RAKYAT

KAJIAN PEDOMAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI HUTAN RAKYAT SEBAGAI DASAR ACUAN PEMANFAATAN HUTAN RAKYAT KAJIAN PEDOMAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI HUTAN RAKYAT SEBAGAI DASAR ACUAN PEMANFAATAN HUTAN RAKYAT STUDY ON FOREST PRODUCT ADMINISTRATION ORIENTATION IN COMMUNITY FOREST AS A BASIC REFERENCE IN COMMUNITY

Lebih terperinci

TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN

TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN Isi Materi Teknik Tk ikpenanaman Teknik Pemeliharaan Tanaman Evaluasi Hasil Penanaman Faktor Keberhasilan Penanaman Kesesuaian Tempat Tumbuh/Jenis Kesesuaian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 166 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT RAHMAWATY, S. Hut., MSi. Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Seperti telah kita ketahui bersama,

Lebih terperinci

IV. V. PERUMUSAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN V. RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Pembangunan hutan rakyat sebagai salah satu upaya Pemerintah

IV. V. PERUMUSAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN V. RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Pembangunan hutan rakyat sebagai salah satu upaya Pemerintah IV. V. PERUMUSAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN V. RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA 5.1. Analisis Faktor Lingkungan Strategis Pembangunan hutan rakyat sebagai salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Purwakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan komponen alam yang memiliki banyak fungsi, baik dari segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41 tahun 1999, hutan didefinisikan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 48 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA UNTUK KEGIATAN PENANAMAN MASSAL DALAM RANGKA PROGRAM GREEN SCHOOL

Lebih terperinci

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional. BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

.000 WALIKOTA BANJARBARU

.000 WALIKOTA BANJARBARU SALINAN.000 WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA BANJARBARU DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat

Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat Rahmawaty Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 1 Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan Dan Kehutanan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG PENUNJUKAN KAWASAN HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI TERBATAS SELUAS ± 29.000 (DUA PULUH SEMBILAN RIBU) HEKTAR DI KELOMPOK HUTAN PESISIR, DI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006)

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk lebih

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG GERAKAN MENANAM DAN MEMELIHARA POHON DI JAWA TIMUR UNTUK PENYELAMATAN BUMI GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN. MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN Dosen pada Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN BENGKALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Laporan Kinerja Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur dibuat sesuai ketentuan yang terkandung dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah lingkungan hidup di Indonesia adalah kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta ABSTRAK : Arah kebijakan pembangunan hutan rakyat diarahkan pada wilayah-wilayah prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya (Spurr 1973).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya (Spurr 1973). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lainnya yang pada kerapatan dan luasan tertentu mampu menciptakan iklim setempat serta keadaan ekologis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Deforestasi atau kerusakan hutan di Indonesia saat ini sudah sangat memprihatinkan, Menurut Badan Planologi Kehutanan (2005), selama lima tahun terakhir laju kemsakan hutan tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU METE TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah adalah Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. Pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci