BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Risiko Risiko merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan, bahkan ada orang yang mengatakan bahwa tidak ada hidup tanpa risiko. Dengan demikian setiap hari kita menghadapi risiko baik sebagai perorangan maupun perusahaan. Orang berusaha melindungi diri terhadap risiko demikian pula badan usaha pun harus melindungi usahanya dari risiko. Terlebih lagi dalam dunia bisnis dimana ketidakpastian beserta risikonya merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan begitu saja, melainkan harus diperhatikan secara cermat bila menginginkan kesuksesan. Menurut Darmawi (1990), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain Kemungkinan itu sudah menunjukan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang dapat menyebabkan tumbuhnya risiko. Penulis lain Djojosoedarso (1999) memandang bahwa, risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/ tidak diinginkan. Jadi risiko merupakan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya sesutu yang bila terjadi mengakibatkan kerugian. Dengan demikian risiko mempunyai karakteristik : a. merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa, b. Merupakan ketidakpastian yang bila terjadi akan menimbulkan kerugian. Asiyanto (2009) memiliki pandangan bahwa risiko pada dasarnya adalah 6

2 7 suatu pontensi kejadian yang dapat merugikan, namun demikian ada dua perkiraan yang selalu harus dipertimbangkan terhadap risiko tersebut, yaitu : tingkat kemungkinan risiko tersebut dapat terjadinya yang disebut dengan frekuensi kejadian dan tingkat dampaknya jika risiko itu terjadi yang sering disebut dengan impact (consequances). Lebih lanjut Djojosoedarso (1999) berpandangan bahwa risiko berdasarkan sifatnya dapat dibedakan ke dalam: a. Risiko yang tidak disengaja (risiko murni), adalah risiko yang apabila terjadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disengaja misalnya risiko terjadinya kebakaran, pencurian dan sebagainya; b. Risiko disengaja (Risiko spekulatif) adalah risiko yang sengaja ditimbulkan oleh bersangkutan agar terjadinya ketidakpastian memberikan keuntungan kepadanya seperti risiko hutang piutang, perjudian, perdagangan dan sebagainya; c. Risiko fundamental adalah risiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkannya kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa orang saja tetapi banyak orang seperti banjir, angin topan dan sebagainya; d. Risiko khusus adalah risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal kandas, pesawat jatuh, tabrakan mobil dan sebagainya; e. Risiko dinamis adalah risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan masyarakat dibidang ekonomi, ilmu dan teknonogi seperti risiko keusangan, risiko penerbangan luar angkasa dan sebagainya. Secara garis besar ketidakpastian dapat diklasifikasikan kedalam : a.ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty) yaitu kejadian-kejadian yang timbul sebagai akibat kondisi dan perilaku dari pelaku ekonomi misalnya

3 8 perubahan sikap konsumen, perubahan selera konsumen, perubahan harga, dan sebagainya, b. Ketidakpastian alam (uncertainty of nature) yaitu ketidakpastian yang disebabkan oleh alam misalnya badai, banjir, gempa bumi, kebakaran dan sebagainya, c. Ketidakpastian manusia (human uncertaity) yakni ketidakpastian yang disebabkan oleh perilaku manusia seperti peperangan, pencurian, penggelapan dan sebagainya. Berdasarkan definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa risiko adalah suatu pontensi kejadian yang dapat merugikan yang disebabkan karena adanya ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa, dimana ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko yang bersumber dari berbagai aktivitas. 2.2 Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi, perusahaan, keluarga, dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir, menyususun, memimpin/mengkoordinir dan mengawasi program penanggulangan risiko. (Djojosoedarso, 1999) Menurut Kerzner (1995) manajemen risiko adalah seperangkat kebijakan, prosedur yang lengkap yang dimiliki organisasi untuk mengelola, memonitor dan mengendalikan risiko yang mungkin muncul. Sistem manajemen risiko tidak hanya mengidentifikasi tapi juga harus menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek, hasilnya adalah apakah risiko itu dapat diterima atau tidak.

4 9 Menurut Asiyanto (2009), dalam manajemen risiko dikenal tiga faktor, yakni : 1. Risk even status, yaitu merupakan kriteria nilai risiko atau sering disebut ranking risiko 2. Risk probability, yakni merupakan tingkat kemungkinan terjadinya suatu risiko biasanya dinyatakan dalam % 3. Risk consequences, yakni merupakan nilai impact atau pengaruhnya jika risiko tersebut benar-benar terjadi. Hubungan ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan bahwa risk even status merupakan fungsi dari risk probability dan risk konsequences. Oleh karena itu penentuan tingkat atau rangking risiko dapat dihasilkan dari perkalian kedua faktor tersebut. Bila ingin mengurangi atau menurunkan tingkat risiko, maka upayanya adalah mengurangi kemungkinan terjadinya dan mengurangi besar dampaknya. Berdasarkan dampak yang ditimbulkan, risiko dapat dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu yang pertama risiko rendah (minor risk) dimana dampak yang terjadi kecil dan tidak mempengaruhi tujuan yang ada, yang kedua risiko sedang (moderate risk) yaitu dampaknya mulai terasa dan dapat mempengaruhi tujuan yang ada walaupun kurang signifikan, dan yang ketiga risiko tinggi (major risk) yaitu dampak yang terasa sangat besar dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tujuan yang ada. Pada risiko tinggi (major risk) perlu mendapatkan perhatian yang besar sehingga dapat meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi. Adanya ketidakpastian sebagai sumber terjadinya risiko tidak dapat

5 10 sepenuhnya dihilangkan tetapi dapat dikurangi dengan Analisis Risiko Sistematis (Systematic Risk Management) seperti diuraikan oleh Godfrey (1996), yang berpandangan bahwa dengan melakukan analisis risiko secara sistematis akan dapat membantu untuk mengidentifikasi, menilai dan merangking risiko secara jelas, memusatkan perhatian pada major risk (risiko utama), memperjelas keputusan tentang batasan kerugian, meminimalkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang paling jelek, mengontrol aspek ketidakpastian dalam proyek, memperjelas dan menegaskan peran setiap orang/badan yang terlibat dalam manajemen risiko. Untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap risiko-risiko, Flanagan dan Norman (1993) mengemukakan kerangka dasar langkah-langkah seperti pada Gambar 2.1. Keseluruhan proses manajemen risiko, identifikasi dan penilaian risiko merupakan tahap pertama yang penting dilakukan dan kualitas dari hasil suatu analisis kualitatif sangat ditentukan oleh identifikasi dan penilaian risiko ini. Selanjutnya risiko tersebut harus dikelola dengan baik sehingga tidak menjadi ancaman terhadap tujuan yang ingin dicapai. Identifikasi Risiko Klasifikasi Risiko Analisis Risiko Respon Risiko Perlakuan Risiko Gambar 2.1 Kerangka Umum Manajemen Risiko (Sumber Flanagan dan Norman, 1993)

6 Identifikasi Risiko Godfrey (1996) berpandangan bahwa dalam melakukan indentifikasi risiko terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan sumber risiko itu sendiri secara komprehensif. Hal ini mengingat bahwa dalam tahap identifikasi risiko merupakan tahapan tersulit dan paling menentukan dalam manajemen risiko. Kesulitan ini dapat disebabkan oleh ketidak mampuan untuk mengidentifikasi seluruh risiko yang akan timbul mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Darmawi (2006) berpendapat bahwa melakukan identifikasi risiko merupakan proses penganalisaan untuk menemukan secara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang menantang perusahaan. Sehingga diperlukan checklist dari semua kerugian potensial yang mungkin bisa terjadi umumnya pada setiap perusahaan dan selanjutnya melakukan pendekatan secara sistematik untuk menentukan yang mana dari kerugian potensial dalam checklist yang sedang dihadapi oleh perusahaan yang sedang dianalisis. Selanjutnya menurut Flanagan dan Norman (1993) untuk dapat mengenali risiko secara komprehensif dapat dilakukan dengan mengenali dari sumbernya (source), kejadiannya (event), dan akibatnya (effect). Sumber risiko adalah kondisi-kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya risiko. Event adalah peristiwa yang menimbulkan pengaruh (effect) yang sifatnya dapat merugikan dan menguntungkan. Hubungan ketiga komponen tersebut dapat dilihat seperti Gambar 2.2. Sumber Peristiwa Akibat Gambar 2.2. Proses Identifikasi Risiko (Sumber Flanagan dan Norman, 1993)

7 12 Tabel 2.1 Sumber Risiko dan Penyebabnya No Sumber Risiko Perubahan dan ketidak pastian karena 1 Politik (political) 2 Lingkungan (Environmental) 3 Perencanaan (planning) 4 Pemasaran (market) 5 Ekonomi (economic) 6 Keuangan (financial) 7 Alami (Natural) 8 Proyek (Project) 9 Teknis (Technical) 10 Manusia (Human) 11 Kriminal (Criminal) 12 Keselamatan (Safety) Kebijaksanaan pemerintah, pendapat publik, perubahan idiologi, peraturan, kekacauan, (perang, terorisme, kerusuhan) Kontaminasi tanah atau polusi, kebisingan, perijinan, pendapat publik, kebijaksanaan internal, peraturan, lingkungan. Persyaratan perijinan, kebijaksanaan dan praktek, tata guna lahan, dampak sosial ekonomi, pendapat publik. Permintaan (perkiraan), persaingan, kepuasan konsumen Kebijaksanaan keuangan, pajak, biaya inflasi, suku, bunga, nilai tukar uang Kebangkrutan, tingkat keuntungan, asuransi, pembagian risiko Kondisi tak terduga, cuaca, gempa bumi, kebakaran, penemuan purbakala Definisi, strategi pengadaan, persyaratan untuk kerja, standar, kepemimpinan, organisasi (kedewasaan, komitmen, kompetensi dan pengalaman), perencanaan, dan kontrol kualitas, rencana kerja, tenaga kerja dan sumber daya komunikasi dan budaya. Kelengkapan design, efisiensi operasional, ketahanan uji. Kesalahan, tidak kompeten, ketidaktahuan, kelelahan, kemampuan komunikasi, bekerja dalam gelap atau malam hari. Kurangnya keamanan, perusakan, pencurian, penipuan, korupsi Kesehatan dan keselamatan kerja, tabrakan, benturan, keruntuhan, ledakan (Sumber : Godfrey, 1996) Godfrey (1996) memberikan pandangan untuk dapat mengenali risiko dari sumber terjadinya risiko, antar lain risiko dapat bersumber dari politis (political),

8 13 lingkungan (environmental), perencanaan (planning), pemasaran (market), ekonomi (economic), keuangan (financial), proyek (project), teknik (tecnical), manusia (human), kriminal (criminal), dan keselamatan (safety). Masing-masing sumber risiko dan penyebabnya dapat diuraikan seperti pada Tabel 2.1 di atas. Dalam melakukan identifikasi risiko perlu mempertimbangkan beberapa faktor menurut pandangan Flanagan dan Norman (1993) yang diuraikan seperti pada Gambar.2.3. Dari Gambar 2.3 dapat dijelaskan sumber risiko dikatakan terkontrol jika risiko dapat dikontrol oleh manajemen dan berada dibawah pengaruhnya, sedangkan risiko tidak terkontrol jika kejadiannya sebaliknya. Jika ada satu sumber risiko memberikan pengaruh pada sumber risiko yang lain artinya dua sumber risiko tersebut dikatakan saling bergantung. Sumber dan Akibat Risiko Dapat Dikontrol Tidak Dapat Dikontrol Tidak Bebas/Bergantung Bebas/Tidak Tergantung Total Sebagian Gambar 2.3 Diagaram Identifikasi Risiko (Sumber : Flanagan dan Norman, 1993) Selanjutnya Godfrey (1996) menjelaskan teknik dalam mengidentifikasi risiko dengan melakukan langkah-langkah :

9 14 1. What Can Go Wrong Analysis yaitu menganalisis secara obyektif risiko yang potensial akan terjadi pada saat pelaksanan pekerjaan. 2. Free and Structured Brainstorming dengan team pelaksana proyek 3. Menyusun Prompt List yaitu untuk mengidentifikasi risiko secara cepat guna mendapatkan risiko spesifik dan Chek List risiko berdasarkan pengalaman sebelumnya. 4. Use of records, mencatat dimulai dari risiko yang paling sering terjadi 5. Structured Interviews yaitu interview dengan expert dibidangnya 6. Reviews, mengevaluasi kekeliruan yang telah dilakukan saat pekerjaan Klasifikasi Risiko Setelah risiko dapat teridentifikasi dilanjutkan dengan melakukan klasifikasi terhadap risiko, dengan tujuan untuk memudahkan melakukan perbedaan dan pemahaman terhadap risiko tersebut. Flanagan dan Norman (1993) mengemukan tiga cara untuk dapat mengklasifikasikan identifikasi risiko yakni dengan mengidentifikasi risiko berdasarkan konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko. Berdasarkan konsekuensinya, risiko dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan frekuensi kejadian, akibat risiko dan kemungkinan terjadinya risiko. Menurut jenisnya, risiko diklasifikasikan menjadi risiko murni dan risiko spekulatif, dimana risiko spekualitatif selanjutnya dibagi menjadi risiko yang berkaitan dengan asset dan risiko yang berkaitan dengan modal. Sedangkan Pengaruh risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan pengaruh risiko terhadap perusahaan, terhadap lingkungan, terhadap pasar/industri dan terhadap proyek/individu.

10 15 Langkah selanjutnya menurut Djojosoedarso (1999) adalah melakukan pengukuran risiko, yang bertujuan untuk menentukan cara dan kombinasi cara - cara yang paling dapat diterima/ paling baik dalam penggunaan sarana penanggulangan risiko. Dimensi yang perlu diukur dalam pengukuran risiko adalah besarnya frekuensi kejadian yakni berapa kali terjadinya suatu kejadiaan dalam periode tertentu dan tingkat kegawatan (saverity) yakni sampai seberapa besar pengaruh dari suatu kerugian terhadap terhadap kondisi perusahaan. Menurut Godfrey (1996) bahwa nilai risiko ditentukan sebagai perkalian antara kecenderungan/frekuenasi dengan konsekuensi risiko. Kecenderungan (likelihood) adalah peluang terjadinya kerugian yang merugikan, yang dinyatakan dalam jumlah kejadian pertahun. Sedangkan konsekuensi (consequences) merupakan besaran kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya suatu kejadian yang merugikan yang dinyatakan dalam nilai uang Analisis Risiko Keseluruhan proses analisis risiko dan manajemen dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu analisis risiko dan manajemen risiko. Tujuan dari analisis dan manajemen risiko adalah membantu menghindari kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi bila proyek yang dijalankan ternyata tidak sesuai dengan rencana. Analisis risiko dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dimana risiko harus diidentifikasi dan akibat (effect) harus dinilai atau dianalisis. Flanagan dan Norman (1993) mengemukakan langkah-langkah untuk menganalisis risiko seperti pada Gambar 2.4.

11 16 Analisis Risiko Identifikasi Alternatif Penilaian Risiko ke Biaya Pengukuran Risiko Kuantitatif Kualitatif Analisis Probabilitas Analisis Sensitivitas Analisis Skenario Analisis Simulasi Analisis Korelasi Keputusan Langsung Keputusan Langsung Keputusan Langsung Tipe dari penyebaran Perkiraan Jumlah simulasi Hubungan dengan item lain yang lain Linier/non linier Tunggal/jamak Gambar 2.4 Analisis Risiko Sumber (Flanagan dan Norman, 1993) Keputusan Langsung Berdasarkan Rangking Berdasarkan perbandingan Analisis Deskriptif Analisis risiko diawali dengan analisis risiko kualitatif yang nantinya dapat dilanjutkan dengan analisis risiko kuantitatif, ini disebabkan karena analisis risiko kualitatif lebih terfokus pada identifikasi dan penilaian risiko sehingga hasilnya dapat berupa ranking, perbandingan atau analisis deskriptif Penanganan (mitigation) Risiko Menurut Flanagan dan Norman (1993), Risk response adalah tanggapan atau reaksi terhadap risiko yang dilakukan oleh setiap orang atau perusahaan dalam pengambilan keputusan, yang dipengaruhi oleh pendekatan risiko (risk

12 17 attitude) dari pengambil keputusan. Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi risiko yang muncul tersebut disebut mitigasi/ penanganan risiko (risk mitigation). Risiko yang muncul kadang-kadang tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi hanya dapat dikurangi sehingga akan timbul residual risk (sisa risiko). Penanganan Risiko Penahanan Risiko Pengurangan Risiko Pemindahan Risiko Penghindaran Risiko Gambar 2.5 Tanggapan Terhadap Sumber risiko Sumber (Flanagan dan Norman, 1993) Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam menangani risiko disampaikan seperti pada Gambar 2.5, yaitu : 1. Menahan Risiko (Risk Retention) Tindakan untuk menahan risiko ini karena dampak dari suatu kejadian yang merugikan masih dapat diterima (acceptable). 2. Mengurangi Risiko (Risk Reduction) Mengurangi risiko dilakukan dengan mempelajari secara mendalam risiko itu sendiri, dan melakukan usaha-usaha pencegahan pada sumber risiko atau mengkombinasikan usaha agar risiko yang diterima tidak terjadi secara simultan. 3. Memindahkan Risiko (Risk Transfer). Sikap pemindahan risiko dilakukan dengan cara mengansuransikan risiko yang dilakukan dengan memberikan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain.

13 18 4. Menghindari Risiko (Risk Avoidance) Sikap menghindari risiko adalah cara menghindari kerugian dengan menghindari aktivitas yang tingkat kerugiannya tinggi. 2.3 Penerapan Manajemen Risiko Dalam investasi suatu proyek perlu melakukan pendekatan analisis risiko sehingga memudahkan memanajemen untuk mengambil keputusan. Menurut Djojosoedarso (1999) berpandangan bahwa hasil upaya penanggulangan risiko pada hakekatnya akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan kerugiankerugian yang bersifat ekonomis dari suatu risiko, sehingga upaya menanggulangi risiko mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil. Hal ini didukung oleh pendapat Darmawi (2006) bahwa sumbangan manajemen risiko yang mungkin diberikan terhadap perusahaan diantaranya dapat pencegah perusahaan dari kegagalan. Sebagian kerugian seperti kehancuran fasilititas produksi mungkin bisa menyebabkan perusahaan harus ditutup, jika sebelumnya tidak ada kesiapsiagaan menghadapi musibah seperti itu. Sehingga dengan manajemen risiko tersebut perusahaan dapat terhindar dari kehancuran. Studi yang pernah dilakukan dalam penerapan manajemen risiko pada tahap operasional dan pemeliharaan diantaranya oleh Purbawijaya (2009) mengenai manajemen risiko penanganan banjir pada sistem jaringan drainase di wilayah kota Denpasar dan Triadi (2010) mengenai manajemen risiko operasional dan pemeliharaan waduk di Provinsi Bali. 2.4 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Menurut SNI , tempat pembuangan akhir sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah berupa

14 19 tempat yang digunakan untuk mengkarantina sampah kota secara aman. Sedangkan pengertian sampah menurut Standar Nasional Indonesia No adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Pengertian ini juga didukung oleh adanya Undang-Undang no 18 tahun 2008 yang menyebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang telah berada di TPA terutama sampah organik mengalami proses penguraian secara alami dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat, bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun, misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakan pun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup karena proses kimia dan biologis yang berlangsung menghasilkan hasil sampingan antara lain seperti gas dan lindi. Berdasarkan pengoperasiannya ada beberapa metode pengurugan sampah yang dilakukan pada lahan TPA, yaitu : a. open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihampar pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi penimbunan penuh. Cara pembuangan sampah seperti ini memiliki potensi mencemari lingkungan seperti menimbulkan polusi udara dan gas yang dihasilkan,

15 20 polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah), rusaknya estetika lingkungan, berkembangnya vektor penyakit seperti lalat, tikus dll. b. Controlled landfill merupakan sarana pengurugan sampah yang bersifat antara, yakni sebelum mampu melaksanakan dengan sistem sanitary landfill, dimana sampah yang telah diurug dan dipadatkan di area pengurugan dilakukan penutupan dengan tanah penutup setiap 3-5 hari. c. Sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis, dengan penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan, serta penutupan sampah setiap hari TPA dengan Sistem Sanitary Landfill Menurut Tchobanoglous (1993) sanitary landfill adalah sarana fisik yang digunakan untuk membuang sisa sampah padat ke permukaan tanah di bumi. Pada masa sebelumnya sanitary landfill menunjukan suatu lahan urug dimana sampah diletakan diatasnya dan selanjutnya ditutup pada akhir operasi setiap harinya, namun saat ini sanitary landfill merupakan suatu fasilitas peralatan yang digunakan untuk pembuangan sampah padat perkotaan yang didesain dan dioperasikan secara sistematis untuk meminimalkan pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat umum dan lingkungan. Tchobanoglous (1977) mengemukakan beberapa keuntungan dan kerugian jika suatu tempat pembuangan akhir sampah dioperasikan dengan menerapkan sistem sanitary landfill seperti pada Tabel 2.2.

16 21 Tabel 2.2. Keuntungan dan kerugian sistem Sanitary Landfill Keuntungan a. Jika lahan memungkinkan, sistem sanitary landfill lebih ekonomis dibandingkan menggunakan metode pemusnahan sampah yang lain seperti cara pembakaran sampah dengan incinenator b. Biaya investasi awal lebih murah dibandingan menggunakan metode pemusnahan sampah dengan incinerator c. Sanitary landfill dapat menampung semua jenis sampah d. Operasional lebih fleksibel, dimana penambahan jumlah sampah yang masuk ke TPA dapat ditangani dengan melakukan penambahan tenaga kerja dan peralatan yang sesuai e. Lahan setelah penutupan sanitary landfill bisa dimanfaatkan untuk area parkir, lapangan golf dll. Sumber : Tchobanoglous (1977) Kerugian Pada pemukiman padat dimana tersedianya lahan terbatas maka metode ini menjadi tidak ekonomis lagi Metode sanitary bisa berubah menjadi open dumping jika standar prosedur dan operasi tidak dilakukan setiap harinya. Lahan sanitary yang telah ditutup masih memerlukan pengawasan dan pemeliharaan secara berkala Disain dan konstruksi yang khusus diperlukan bagi bangunan yang dibuat di atas lahan hasil penimbunan sampah Gas methana atau gas lain hasil dari penguraian sampah masih dapat menjadi ancaman atau bahaya terutama saat lahan ditutup. Beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan jika menggunakan sistem sanitary landfill, yaitu : a. Pihak pengelola harus dapat menjamin sampah diturunkan, ditutup dan dipadatkan secara efisien. b. Air sampah (lindi) dan gas harus dikontrol dan dikeringkan untuk menjaga

17 22 kondisi operasi yang terbaik dan melindungi kesehatan masyarakat serta lingkungan. c. Pengelola tempat pembuangan akhir sampah harus bertanggung jawab terhadap operasional dan pemeliharaan landfill Sarana dan Prasarana TPA dengan Sistem Sanitary Landfill Sarana penunjang TPA yang diperlukan guna menunjang kelancaran operasional TPA dengan sistem sanitary landfill, antara lain : 1. Prasarana jalan Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA, dimana dengan semakin baiknya kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehinggga efisiensi semakin tinggi. Prasana jalan TPA dapat dikelompokan menjadi : a. Jalan masuk/akses, yakni jalan yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia. b. Jalan penghubung, yakni jalan yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah TPA c. Jalan operasi/kerja, yakni jalan yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju pembongkaran sampah. 2. Prasarana drainase Drainase pada TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan sehingga dapat memperkecil masuknya air hujan ke timbunan sampah. Hal ini dikarenakan air hujan dapat menjadi faktor utama peyebab bertambahnya debit lindi yang dihasilkan. 3. Fasilitas penerimaan

18 23 Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang datang, penimbangan, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. 4. Lapisan kedap air Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang mengalir ke dasar TPA dan ke kolam pengolah lindi. Lapisan kedap air harus dipasang di seluruh permukaan dalam TPA dan kolam pengolah lindi. 5. Lapisan pengaman gas Gas yang terbentuk di TPA seperti gas karbon dioksida (CO 2 ) dan gas metan (CH 4 ) memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global, karena itu perlu dilakukan pengendalian gas agar tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. 6. Fasilitas pengaman lindi Lindi yang merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemaran khususnya zat organik yang sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran baik air tanah maupun air permukaan. 7. Bahan Penutup Bahan penutup adalah berupa tanah yang digunakan untuk memisahkan sampah dari lingkungan luar pada setiap hari kerja. Penutupan tanah pada lahan sanitary setiap harinya sangat penting untuk menghindari gangguan lalat dan vektor penyakit lainnya, mencegah kebakaran dan asap, mengurangi polusi bau, mengurangi jumlah air yang masuk ke dalam sampah, mengarahkan gas

19 24 menuju ventilasi keluar dari sanitary lanfill. 8. Alat berat Alat berat yang digunakan di TPA umumnya berupa bulldozer, excavator, dan louder. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya. 9. Penghijauan Penghijauan pada lahan TPA diperlukan diantaranya untuk meningkatkan estetika lingkungan sebagai buffer zone untuk mencegah bau dan lalat yang berlebihan. 10. Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang diperlukan untuk membantu pengoperasian TPA diantaranya pemadam kebakaran, kesehatan dan keselamatan kerja, bangunan untuk kegiatan 3 R (Reuse, Reduce, Recycle) serta peralatan penunjang lainnya Kegiatan 3 R (Reuse, Reduce, Recycle) pada Operasional dan Pemeliharaan TPA dengan Sistem Sanitary Landfill Kegiatan 3 R (Reuse, Reduce, Recycle) pada operasional dan pemeliharaan TPA dengan sistem sanitary landfill harus dilakukan dengan baik, sehingga sampah yang dibuang pada lahan pembuangan hanya berupa sampah sisa atau sampah yang tidak layak untuk dimanfaatkan. Kegiatan 3 R dapat dilakukan mulai dari sumber timbulan sampah sampai pada TPA. Kegiatan Reuse berarti penggunaan kembali sampah secara langsung baik dengan fungsi yang sama maupun dengan fungsi yang lain. Kegiatan reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah. Dan kegiatan recycle berarti memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses pengolahan.

20 25 Kegiatan 3 R dilakukan untuk mengendalikan, mengelola, dan memanfatkan kembali material sampah sehingga memiliki nilai lebih dari sisi ekonominya. Kegiatan 3 R pada kegiatan operasional dan pemeliharan TPA dengan sistem sanitary landfill harus dapat terlaksana dengan baik agar volume sampah yang akan dibuang ke tempat penimbunan akhir sampah dapat dikurangi sebagai suatu upaya memperpanjang umur rencana pemakaian TPA Operasional dan Pemeliharaan TPA dengan Sistem Sanitary Landfill Operasional dan pemeliharaan TPA regional dengan sistem sanitary landfill memerlukan penanganan dengan baik sehingga dapat mengatasi permasalahan dalam pengelolaan sampah. Masalah yang berkaitan dengan pengelolaan TPA saat ini diantaranya, menurunnya kualitas TPA yang sebagian besar menjadi open dumping, timbulnya friksi antar daerah/sosial, menurunnya kapasitas pembiayaan daerah, pola pengelolaan TPA yang tidak bertanggungjawab sehingga menimbulkan korban jiwa seperti dalam kasus longsornya TPA Leuwigajah dan Bantar Gebang (anonim, 2006). Untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan persampahan yang tegas dan realistis sehingga dapat digunakan sebagai acauan pemerintah pusat dan daerah, maka pemerintah pusat menyusun kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan persampahan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006. Kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan persampahan dirumuskan dengan pengurangan sampah semaksimal mungkin mulai dari sumbernya, peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan, peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan, pengembangan

21 26 kelembagaan, peraturan dan perundangan, serta pengembangan alternatif sumber pembiayaan. Pengoperasian dan pemeliharaan TPA dengan sistem sanitary landfill membutuhkan pengawasan dan pengendalian untuk meyakinkan bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan di TPA sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Untuk dapat melakukan pengawasan dan pengendalian OP TPA dalam UU Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada pasal 6 diatur tentang tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah diantaranya menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah, melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan penanganan sampah, memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah dan manfaat hasil pengolahan sampah. Wewenang pemerintah pusat dalam pengelolaan sampah diatur dalam UU Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2008 pada pasal 7 diantaranya menetapkan kebijakan dan strategi nasional, menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, memfasilitasi dan mengembangkan kerjasama antar daerah, kemitraan, dan jejaring. Selain itu juga wewenang pemerintah pusat adalah menyelenggarakan koordinasi, pembinaan dan pengawasan kinerja pemerintah daerah, dan menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antar daerah. Wewenang pemerintah provinsi dalam pengelolaan sampah diatur dalam UU Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2008 pada pasal 8 diantaranya menetapkan kebijakan strategi dalam pengolahan sampah sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat, memfasilitasi kerjasama antar daerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah. Wewenang pemerintah

22 27 provinsi yang lain adalah menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah, dan memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antar kabupaten/kota dalam provinsi. Wewenang pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah diatur dalam UU Republik Indonesia nomor 18 Tahun 2008 pada pasal 9 diantaranya menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi, menyelengggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kreteria yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu wewenang pemerintah kabupaten adalah melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain, menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu/ tempat pemrosesan akhir sampah, melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap tempat pemrosesan akhir sampah; menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya. Pengoperasian dan pemeliharaan TPA dengan sistem sanitary landfill akan dapat terlaksana dengan baik jika semua unsur yakni pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat saling bekerjasama dalam pengoperasian dan pemeliharaan serta pengawasan TPA. Peran masyarakat seperti tertuang dalam UU RI No 18 tahun 2008 diantaranya masyarakat dapat ikut dalam pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah melalui pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah. Masyarakat juga dapat ikut dalam perumusan kebijakan pengelolaan

23 28 sampah, pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. Menurut anonim ( 2006), TPA dengan sistem sanitary landfill harus dapat menjamin terlaksananya fungsi sistem pengumpulan dan pengolahan leachate, penanganan gas methan, pemeliharaan estetika sekitar lingkungan, pengendalian vektor penyakit, pelaksanaan keselamatan kerja, penanganan tanggap darurat bahaya kebakaran dan longsor. Secara teknis setiap data hasil pemantauan dan pengawasan serta catatan kegiatan perlu dirangkum dengan baik menjadi suatu laporan sehingga mudah memberikan gambaran mengenai kondisi pengoperasian dan pemeliharaan TPA.

MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) REGIONAL BANGLI DI KABUPATEN BANGLI

MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) REGIONAL BANGLI DI KABUPATEN BANGLI MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) REGIONAL BANGLI DI KABUPATEN BANGLI I W. Wedana Yasa 1, I G. B. Sila Dharma 2, I Gst. Ketut Sudipta 2 Abstrak: Untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dioperasikan secara open dumping, yaitu sampah yang datang hanya dibuang

BAB I PENDAHULUAN. masih dioperasikan secara open dumping, yaitu sampah yang datang hanya dibuang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan permasalahan cukup pelik yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Begitu pula dengan di Indonesia terutama di kota besar dan metropolitan, masalah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Langkah-langkah Penanggulangan Risiko:

PENDAHULUAN. Langkah-langkah Penanggulangan Risiko: PENDAHULUAN Langkah-langkah Penanggulangan Risiko: 1) Berusaha untuk mengidentifikasi unsur-unsur ketidakpastian dan tipe-tipe risiko yang dihadapi bisnisnya. 2) Berusaha untuk menghindari dan menanggulangi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN.

PENDAHULUAN. PENDAHULUAN Langkah-langkah Penanggulangan Risiko: 1) Berusaha untuk mengidentifikasi unsur-unsur ketidakpastian dan tipe-tipe risiko yang dihadapi bisnisnya. 2) Berusaha untuk menghindari dan menanggulangi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, sehingga keberadaan air dalam jumlah yang cukup mutlak diperlukan untuk menjaga keberlangsungan hidup

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR A. UMUM 1. Pengertian TPA Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan TPST Piyungan Bantul I. Pendahuluan A. Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman mempengaruhi gaya hidup manusia ke dalam gaya hidup yang konsumtif dan serba instan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI

BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI A. Definisi Risiko RISIKO adalah : a. Risiko adalah kans kerugian b. Risiko adalah kemungkinan kerugian c. Risiko adalah ketidak pastian d. Risiko adalah penyimpangan kenyataan

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I- 1

BAB I PENDAHULUAN I- 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan penduduk daerah perkotaan yang sangat pesat dewasa ini tidak terlepas dari pengaruh dorongan berbagai kemajuan teknologi, transportasi, dan sebagainya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau

Lebih terperinci

PENGARUH RISIKO PADA PROYEK PERLUASAN DAN RENOVASI HOTEL DI BALI TERHADAP BIAYA, MUTU, DAN WAKTU PELAKSANAAN PROYEK TESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH RISIKO PADA PROYEK PERLUASAN DAN RENOVASI HOTEL DI BALI TERHADAP BIAYA, MUTU, DAN WAKTU PELAKSANAAN PROYEK TESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA PENGARUH RISIKO PADA PROYEK PERLUASAN DAN RENOVASI HOTEL DI BALI TERHADAP BIAYA, MUTU, DAN WAKTU PELAKSANAAN PROYEK TESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

PENGERTIAN INVESTASI

PENGERTIAN INVESTASI MATERI 1 1 PENGERTIAN INVESTASI Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. DEFINISI INVESTASI Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN LINGKUNGAN OLEH PEMERINTAH, SWASTA DAN MASYARAKAT BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya pastilah tidak terlepas dengan adanya sampah, karena sampah merupakan hasil efek samping dari adanya aktivitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah resiko. Berbagai macam risiko, seperti risiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain dijalan,

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah resiko. Berbagai macam risiko, seperti risiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain dijalan, Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah resiko. Berbagai macam risiko, seperti risiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain dijalan, risiko terkena banjir dimusim hujan dan sebagainya, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG Pengolahan Sampah Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember 2017 PENDAHULUAN Latar Belakang: Penanganan sampah/problem tentang sampah khususnya di daerah perkotaan belum bisa teratasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses konstruksi untuk merusak proyek (Faber, 1979). yang diperkirakan (Lifson & Shaifer, 1982).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses konstruksi untuk merusak proyek (Faber, 1979). yang diperkirakan (Lifson & Shaifer, 1982). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Definisi resiko: 1. Kejadian yang sering terjadi pada event tertentu atau faktor yang terjad selama proses konstruksi untuk merusak proyek (Faber, 1979). 2. Hubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman *

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * 1 POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 25 November 2015; disetujui: 11 Desember 2015 Polemik Pengelolaan Sampah Masalah pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

RESIKO DALAM ASURANSI

RESIKO DALAM ASURANSI RESIKO DALAM ASURANSI PENGERTIAN RISIKO Arthur Williams dan Richard, M.H Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode waktu tertentu. A.Abas Salim Risiko adalah ketidakpastian

Lebih terperinci

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Lampiran E: Deskripsi Program / Kegiatan A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Nama Maksud Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Risiko Risiko (risk) menurut Robinson dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Proyek dan Proyek Konstruksi Menurut Soeharto (1999), kegiatan proyek adalah suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

Lebih terperinci

Secara garis besar disintesis menjadi 4 tahap. (Hallowel dkk, 2013)

Secara garis besar disintesis menjadi 4 tahap. (Hallowel dkk, 2013) 2.2 Manajemen Risiko Manajemen risiko harus dilakukan di seluruh siklus proyek dari tahap awal sampai akhir proyek (Project Risk Management Handbook, 2007). Ketidakpastian ini tidak dapat sepenuhnya dihilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus mendapat penanganan dan pengolahan sehingga tidak menimbulkan dampak yang membahayakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

ASPEK RESIKO. aderismanto01.wordpress.com

ASPEK RESIKO. aderismanto01.wordpress.com ASPEK RESIKO Istilah resiko dalam manajemen mempunyai berbagai makna. Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu atau probabilitas sesuatu hasil/outcome yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang :

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI Talangagung Tantangan Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah adalah salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia. Sebagian besar tempat pemrosesan akhir sampah di Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Risiko dalam proyek konstruksi merupakan probabilitas kejadian yang muncul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Risiko dalam proyek konstruksi merupakan probabilitas kejadian yang muncul 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Risiko Pada manajemen proyek, yang sangat berpengaruh dari risiko ialah kegagalan mempertahankan biaya, waktu dan mencapai kualitas serta keselamatan kerja. Risiko

Lebih terperinci

04PASCA. Entrepreneurship and Innovation Management

04PASCA. Entrepreneurship and Innovation Management Modul ke: Fakultas 04PASCA Entrepreneurship and Innovation Management Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata Program

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 6A TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN BUPATI LOMBOK BARAT, Menimbang : a. bahwa salah satu faktor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya sampah saja. Bentuk, jenis,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2O12 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2O12 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2O12 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar mengenai orang sakit

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar mengenai orang sakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar mengenai orang sakit atau terluka atau bahkan meninggal dunia karena suatu kecelakaan. Bangunan atau pabrik yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RISIKO DALAM PROYEK KONSTRUKSI MERUPAKAN PROBABILITAS KEJADIAN YANG MUNCUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RISIKO DALAM PROYEK KONSTRUKSI MERUPAKAN PROBABILITAS KEJADIAN YANG MUNCUL BAB II TINJAUAN PUTAKA. RIIKO DALAM PROYEK KONTRUKI MERUPAKAN PROBABILITA KEJADIAN YANG MUNCUL 5 BAB II TINJAUAN PUTAKA 2.1 Manajemen Risiko Pada manajemen proyek, yang sangat berpengaruh dari risiko

Lebih terperinci

PERENCANAAN BISNIS (PEMAHAMAN TENTANG RISIKO )

PERENCANAAN BISNIS (PEMAHAMAN TENTANG RISIKO ) PERENCANAAN BISNIS (PEMAHAMAN TENTANG RISIKO ) PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN FEB UNPAD 2013 Prof. Dr. Yuyus Suryana S. SE.,MS 11/01/2013 YUYUS. S.S 1 Pengertian Resiko kesempatan timbulnya kerugian probabilitas

Lebih terperinci

TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BUPATI PATI,

TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA s BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sekarang ini sudah menjadi penarik tersendiri bagi penduduk luar Kota Yogyakarta dengan adanya segala perkembangan di dalamnya. Keadaan tersebut memberikan

Lebih terperinci

Pengambilan Risiko. Widi Wahyudi,S.Kom, SE, MM. Modul ke: Fakultas Desain & Teknik Kreatif. Program Studi Desain Produk.

Pengambilan Risiko. Widi Wahyudi,S.Kom, SE, MM. Modul ke: Fakultas Desain & Teknik Kreatif. Program Studi Desain Produk. Modul ke: Pengambilan Risiko Widi Wahyudi,S.Kom, SE, MM. Fakultas Desain & Teknik Kreatif Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari bab ini, para mahasiswa

Lebih terperinci

BAB XIII ASPEK RESIKO SYAFRIZAL HELMI

BAB XIII ASPEK RESIKO SYAFRIZAL HELMI BAB XIII ASPEK RESIKO SYAFRIZAL HELMI Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu atau probabilitas sesuatu hasil/outcome yang ebrbeda dengan yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori yang menjadi landasan atau dasar dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Dari pembahasan bab ini nantinya diharapkan dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan

Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan Menanam dan merawat pohon Mengelola sampah dengan benar Mulai dari diri sendiri menjaga kebersihan untuk hidup sehat 1 Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI PROFIL DINAS KABUPATEN WONOGIRI Alamat : Jln. Diponegoro Km 3,5 Bulusari, Bulusulur, Wonogiri Telp : (0273) 321929 Fax : (0273) 323947 Email : dinaslhwonogiri@gmail.com Visi Visi Dinas Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 6.1. Pengelolaan Sampah Pasar Aktivitas ekonomi pasar secara umum merupakan bertemunya penjual dan pembeli yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persampahan merupakan isu penting khususnya di daerah perkotaan yang selalu menjadi permasalahan dan dihadapi setiap saat. Akibat dari semakin bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. b. c. d. bahwa pertambahan penduduk,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA R PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa pertambahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN MANAJEMEN RESIKO

PERENCANAAN MANAJEMEN RESIKO PERENCANAAN MANAJEMEN RESIKO 1. Pengertian Manajemen Resiko Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa manajemen resiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL Oleh : ROFIHENDRA NRP. 3308 202 014 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara besar besaran, maka akan terjadi perubahan ekosistem yang mendasar. Agar

BAB I PENDAHULUAN. secara besar besaran, maka akan terjadi perubahan ekosistem yang mendasar. Agar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan kegiatan yang memanfaatkan sumber daya alam untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan secara besar besaran,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci