INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan Petunjuk-petunjuk Pengarahan bagi Delegasi Republik Indonesia ke Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Negaranegara ASEAN di Kuala Lumpur tanggal Mei Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Kepada : Menteri Luar Negeri. M E N G I N S T R U K S I K A N : Untuk PERTAMA : Menggunakan Petunjuk Pengarahan sebagaimana terlampir pada Instruksi Presiden ini sebagai landasan dan pedoman dalam menghadapi masalahmasalah yang dibahas dalam Konperensi Tingkat Menteri Luar Negeri Negaranegara ASEAN di Kuala Lumpur tanggal Mei KEDUA : Memberikan laporan kepada Presiden tentang perkembangan konperensi selama berlangsungnya konperensi tersebut. KETIGA : Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Presiden. KEEMPAT : Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Mei 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. S O E H A R T O JENDERAL TNI.

2 Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 11 Tahun PETUNJUK PENGARAHAN KEPADA DELEGASI R. I. DALAM PERTEMUAN TINGKAT MENTERI LUAR NEGERI NEGARA-NEGARA ASEAN DI KUALA LUMPUR TANGGAL MEI 1975 I. PENDAHULUAN. 1. Perkembangan terakhir di Indo Cina, yang ditandai oleh jatuhnya Pemerintahan Lon Nol di Phnom Penh serta Pemerintahan Thieu di Saigon dan penarikan Amerika Serikat dari Kamboja dan Vietnam dalam waktu cepat di luar perkiraan semula, telah menimbulkan suatu perimbangan kekuatan baru di Asia Tenggara yang niscaya akan membawakan pergeseran-pergeseran pula dalam konstelasi politik di seluruh kawasan Asia Timur/Pasifik. 2. Salah satu pelajaran utama yang dapat ditarik dari sejarah perkembangan-- perkembangan tersebut ialah bahwa pengerahan kekuatan senjata yang bagaimanapun besarnya ditambah bantuan ekonomi/keuangan dari luar, tanpa partisipasi dan motivasi penuh massa rakyat sendiri terbukti tidak berdaya menahan arus pemerahan yang melanda Semenanjung Indo Cina. Negara-negara non-komunis di Indo Cina, yang hanya melandaskan diri pada kekuatan angkatan bersenjata dan sokongan formil rakyatnya, tanpa mengusahakan dukungan sebenarnya dari hati nurani segenap lapisan masyarakat serta ketahanan nasional secara menyeluruh, ternyata telah gagal dalam membendung ofensi komunis. II. PERKIRAAN. 1. Perkiraan corak tata hubungan antar negara di Indo Cina.

3 a. Tidak dapat disangkal, bahwa cara penyelesaian konflik di Kamboja dan Vietnam Selatan, yaitu melalui kemenangan militer mutlak, telah sangat memperkokoh kedudukan/peranan RDV sebagai kekuatan politik yang dominan di kawasan Indo Cina. Maka dapat disimpulkan bahwa untuk waktu yang cukup lama, hegemoni RDV terhadap negara-negara lainnya di Indo Cina tidak akan dapat ditentang atau dimungkiri. b. Namun tentang bagaimana bentuk corak hegemoni RDV tersebut akan diwujudkan kelak masih terdapat berbagai kemungkinan. Kemungkinan pertama ialah, bahwa RDV akan segera bergerak ke arah terciptanya suatu federasi atau konfederasi negara-negara Indo Cina, setelah terlebih dahulu merealisasikan penyatuan kembali kedua Vietnam, suatu cita -cita yang telah senantiasa mendasari konsepsi kenegaraan Ho Chi Minh. Kemungkinan kedua ialah, bahwa berdasarkan perhitungan-perhitungan strategis maupun taktis, negara-negara lainnya di Indo Cina akan tetap dibiarkan berdiri sendiri dan secara formil terlepas dari RDV, di mana hegemoni politik/militer RDV dimanifestasikan tanpa bentuk yang nyata seperti di atas. c. Berbagai pertimbangan, baik strategis maupun taktis, kiranya akan dapat mendorong RDV memilih kemungkinan kedua. (1) RDV menyadari bahwa penyatuan kembali Vietnam tidak akan dapat dilaksanakan dengan mudah dalam waktu cepat karena akan membawa konsekwensi beban tanggungjawab sosial ekonomis bagi RDV yang ekonominya juga masih lemah. Di samping itu RDV akan segera melihat perlunya waktu yang cukup untuk penyesuaian tata masyarakat Vietnam Selatan ke dalam tata masyarakat Vietnam Utara, yang berdasarkan ideologi komunis yang sangat berbeda coraknya. (2) RDV akan perlu memperhatikan kepekaan-kepekaan di pihak Karnboja dan Laos yang berakar pada rasa antagonisme yang tradisionil terhadap apa yang dilihat sebagai dominasi bangsa Vietnam atas bangsa -bangsa Khmer dan Laos. (3) Secara taktis, membiarkan Laos, Kamboja dan Vietnam Selatan berdiri sendiri sebagai "quasi-independent entities" yang menjalankan politik non-blok, yang masuk kelompok negara -negara non-blok dan yang membawakan tambahan suara di forum-forum Internasional, jelas mengandung keuntungankeuntungan diplomatik yang nyata bagi RDV. (4) Guna menangkis kemungkinan tuduhan-tuduhan dunia luar bahwa penyerbuannya ke Selatan merupakan agresi terbuka semata-mata, RDV/PRSVS kiranya akan tetap menggunakan dalih bahwa segala perbuatannya itu dilancarkan demi implementasi konsekwen dari pada ketentuan-ketentuan Perjanjian Paris. Oleh karenanya, dapat diperkirakan bahwa penyelesaian politik jangka pendek di Vietnam Selatan akan tetap disalurkan melalui sandiwara pembentukan pemerintahan "national concord and national reconciliation", pemilihan umum

4 dan lain sebagainya, yang ke luar secara juridis formil dapat ditampilkan sebagai justifikasi penaklukan Pemerintahan Saigon dengan kekuatan militer dan ke dalam tetap menjamin pengendalian sepenuhnya oleh RDV/PRSVS. (5) Sebaliknya RDV/PRSVS dapat memilih pula untuk mengenyampingkan perjanjian Paris dan menonjolkan kemenangan militer itu sebagai hasil perjuangan kemerdekaan rakyat Vietnam yang selama puluhan tahun dipelopori oleh Front Nasional Pembebasan Vietnam Selatan.. d. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa bertumbuhnya suatu corak tata hubungan antar negara di Indo Cina seperti digambarkan di atas, merupakan perkiraan yang didukung oleh indikasi-indikasi nyata pada dewasa ini. Namun, apapun corak tata hubungan yang timbul kelak, bagi Indonesia dan dunia luar umumnya tidak akan mengurangi kenyataan, bahwa di Indo Cina telah timbul suatu kesatuan politik ("political entity") baru yang untuk waktu cukup lama akan berada di bawah pengaruh dominan RDV, yang berideologi kiri/komunis dan berperangai aktif/"assertive". Jelas pula bahwa dengan demikian telah timbul di Asia Tenggara suatu kekuatan regional baru di samping kelompok regional ASEAN yang disebabkan lebih ketatnya sistim sosial politik yang dianutnya dapat di perkirakan konsolidasinya sebagai suatu kesatuan akan berjalan lebih cepat daripada ASEAN. 2. Perkiraan perkembangan sikap RDV ; a. Dengan sukses-sukses yang dicapai oleh RDV dalam peranannya di Laos dan Kamboja dan kemenangan militernya di Vietnam Selatan, maka tercapailah sudah cita-cita RDV sebagaimana dipesankan dalam "testamen Ho Chi Minh". Dengan demikian, pada hakekatnya tiada alasan dan tiada indikasi pula, bahwa RDV akan melanjutkan gerakan militernya ke luar batas Indo Cina. Andai katapun dikandung ambisi ke arah itu, kiranya sikap RRC serta negara-negara besar lainnya yang berperan di kawasan ini akan merupakan hambatan yang nyata. Namun hal ini tidak berarti, bahwa RDV, seperti juga RRC dan Uni Soviet sebagai sesama negara komunis, akan rnelalaikan solidaritas dan "kewajiban" internasionalnya dalam membantu apa yang dinamakan "gerakan-gerakan pembebasan rakyat" ("nasional wars of liberation") di negara-negara tetangga sekitarnya. b. Maka dapat disimpulkan bahwa hakekat ancaman yang ditimbulkan subversi dan infiltrasi yang berpotensi meningkat secara nyata dengan tersedianya peluang-peluang yang lebih besar bagi subversi/infiltrasi tersebut (senjatasenjata dan perlengkapan-perlengkapan perang yang berhasil direbut oleh pihak RDV/PRSVS/GRUNK, suasaana umum yang memberi angin baru pada golongan-golongan insurgen diberbagai negara Asia Tenggara dan lain sebagainya). c. Di samping konsolidasi politik, maka salah satu tugas yang. paling mendesak

5 yang akan segera dihadapi oleh RDV ialah bagaimana menggerakkan dan mengkoordinir usaha rehabilitasi dan rekonstruksi sosial/ekonomi, bukan saja di RDV sendiri tapi juga di Vietnam Selatan, Kamboja dan Laos. Dalam memenuhi tuntutan keadaan Ini, jelas kiranya akan diperlukan bantuan dari luar negeri dalam jumlah dan jangkauan yang cukup besar. d. Dalam rangka ini RDV akan segera pula dihadapkan pada dua pilihan : (1) Tetap menggantungkan diri terutama pada bantuan ekonomi dari negaranegara blok sosialis/komunis. Pada kenyataannya, ini berarti bahwa bantuan tersebut akan terutama datang dari Uni Soviet dan RRC. jelas kiranya, bahwa salah satu akibat yang tak terelakan dari pilihan ini ialah risiko tetap terkungkungnya RDV dalam pola rivalitas/pertentangan antara Uni Soviet dan RRC, yang niscaya akan meletakkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap kebebasan gerak kebijaksanaan-kebijaksanaan RDV. (2) Membuka diri juga terhadap bantuan ekonomi dari negara-negara Barat (Australia, New Zealand dan Jepang), dan dengan demikian membuka prospek mengalirnya jumlah bantuan yang lebih besar serta menghindarkan diri dari ketergantungan yang terlalu mengekang pada Uni Soviet dan RRC. e. Tidak tertutup kemungkinan bahwa pada suatu ketika RDV akan melihat keuntungan baginya untuk menjalankan pilihan kedua tersebut diatas. Pada saat itu pula, kemungkinan pengembangan hubungan persahabatan dan kerjasama secara damai dengan negara-negara tetangganya di Asia Tenggara, khususnya negara-negara ASEAN, akan merupakan suatu pilihan politik ("political option") yang cukup menarik dan sesuai pula dengan kepentingankepentingannya di bidang pembangunan nasionalnya maupun hasratnya menjalankan suatu politik yang lebih bebas dari pengaruh negara -negara besar. Dalam rangka ini jelas nampak adanya konvergensi dengan tujuan dasar politik negara-negara ASEAN yang pada pihaknya sedang mengusahakan terjelmanya suatu Daerah Bebas, Damai dan Netral di Asia Tenggara, bebas dari pengaruh berlebihan dan campur tangan negara-negara besar manapun. f. Jika titik ini dicapai, maka kemungkinan negara-negara Indo Cina pada suatu ketika menggabungkan diri pada ASEAN, pun tidak akan merupakan hal yang mustahil lagi. Di dalam sejarah dunia, kita telah menyaksikan suatu negara sosialis/ komunis, Yugoslavia, memilih untuk bergabung dengan gerakan non-blok dari pada terus menerus menghadapi tekanan kedua super power yang saling berbentrokkan. 3. Perkiraan posisi negara-negara besar : a. Suatu perkiraan perkembangan di Indo Cina tidak akan lengkap jika tidak ditempatkan dalam kerangka lebih besar, yaitu perkiraan posisi dan interaksi

6 pengaruh negara-negara besar, Amerika Serikat, RRC dan Uni Soviet dalam konteks konstelasi kekuatan baru di Asia Tenggara. (1) Amerika Serikat : Perkembangan-perkembangan terakhir di Indo Cina diperkirakan akan memperkuat kecenderungan-kecenderungan yang terutama tercermin di Kongres untuk menghentikan sama sekali kehadiran/keterlibatan militer Amerika Serikat di Asia Tenggara dan selanjutnya mengadakan "repositioning" strategis pada suatu garis tertentu dikawasan Pasifik Barat. Ini berarti bahwa secara strategis peranan Amerika Serikat akan lebih ditekankan pada kekuatan angkatan laut dan udaranya. Proses penilaian ulang dan pemikiran ulang strategis ini nampaknya masih sedang berjalan, begitu pula bentuk akhir dari pada proses penarikan diri Amerika Serikat tersebut belum tercapai. Yang nyata telah terjadi ialah bahwa bobot pengaruh kehadiran Amerika Serikat di Asia Tenggara kini telah pudar dan secara praktis sedang tumbuh suatu keseimbangan baru antara ketiga negara besar dikawasan ini. Kemungkinan yang perlu diamati ialah apakah dibawah tekanan suasana umum di dalam negeri dewasa ini, Amerika Serikat akan menarik diri kesuatu taraf "isolasionisme" ataupun "indifference" terhadap kawasan Asia Tenggara, dan dengan demikian tidak lagi melihat perlunya mencegah timbulnya hegemoni salah satu negara besar lainnya diwilayah ini. (2) R. R. C. Perkembangan-perkembangan terakhir di Indo Cina pada hakekatnya tidak akan merobah dua persyaratan strategis yang selalu mendasari sikap RRC : (a) Menjamin agar negara-negara pada batasan selatannya merupakan negaranegara sahabat ataupun negara-negara yang terkendalikan". Mencegah/menetralisir setiap peningkatan pengaruh Uni Soviet dikawasan ini. Berdasarkan strategi dasar tersebut diatas, diperkirakan bahwa RRC tetap tidak akan membiarkan bertumbuhnya peranan yang terlalu menonjol dari RDV dibawah pengaruh Uni Soviet. Kemungkinan yang perlu diamati ialah apakah dalam menjamin sasaran-sasaran tersebut diatas, Cina akan mengadakan pendekatan-pendekatan langsung dengan negara-negara tertentu seperti Thailand dan Birma dan negara-negara Indo-Cina masing-masing. (3) UNI SOVIET Perang Indo Cina dan kesudahannya sekarang ini telah memberi peluang besar bagi Uni Soviet untuk menanamkan/mengembangkan kehadiran dan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Tidak dapat disangkal bahwa sumbangan material Uni Soviet yang besar kepada perjuangan RDV dan begitu pula potensi bantuannya dimasa rnendatang bagi rehabilitasi Indo Cina, memberi kedudukan yang sangat menguntungkan baginya, dibandingkan dengan kedua negara besar lainnya. Kemungkinan yang perlu diamati ialah sampai seberapa jauh Uni Soviet akan berhasrat dan berhasil menterjemahkan kelebihan ini menjadi suatu pengaruh politik yang dominan di Indo Cina, dalam

7 batas-batas "checks and balances" dari kedua negara besar lainnya. 4. Kemungkinan sikap RI/negara-negara ASEAN ; a. Menghadapi perkiraan arah/wujud perkembangan-perkembangan di Indo- Cina, dalam rangka interaksi negara-negara besar, seperti di gambarkan di atas, maka terdapat 3 kemungkinan pilihan sikap bagi Pemerintah RI/negaranegara ASEAN ; (1) Sikap konfrontatif : Jika dalam penilaian strategis kita, Indo-Cina di bawah pengaruh dominan RDV dilihat sebagai ancaman langsung dan lawan utama ( ultimate enemy"), bukan RRC, yang perlu dihadapi, maka akan terjadi lagi proses polarisasi kekuatan antara Indo-Cina di satu pihak dan negara-negara ASEAN di lain pihak, dengan Jakarta dan Hanoi sebagai kutub kekuatan masing-masing dan Thailand, Malaysia dan Singapura sebagai medan terdepan. Polarisasi serupa ini secara pasti akan mengundang campurtangan dan pengendalian oleh negara-negara besar lagi, yang akan mengambil corak tetap dipertahankannya pangkalan-pangkalan militer asing yang ada di kawasan ini, pendirian pangkalan-pangkalan baru, mengalirnya bantuan perlengkapan perang kepada masing-masing pihak dan lain sebagainya. Keadaan demikian akan sama sekali bertentangan dengan cita-cita Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya untuk membina suatu Asia Tenggara yang damai, tenteram dan maju dalam usaha pembangunannya. (2). Sikap hidup berdampingan dengan penuh saling: kecurigaan : Jika Indo-Cina di bawah pengaruh Hanoi di nilai sebagai suatu kenyataan yang terpaksa harus kita terima, tetapi yang tidak dilihat manfaatnya untuk saling bekerjasama, bahkan ada saling mencurigai, maka secara teori suatu hubungan "hostile co-existence" dapat dipertumbuhkan dan dipertahankan. Namun jelas kiranya, bahwa hubungan semacam ini mau tidak mau harus bersandarkan kekuatan senjata di masing-masing pihak. Dalam usaha mempersenjatai diri, Indonesia dan negara-negara ASEAN memang tidak perlu mengundang kehadiran fisik sesuatu negara besar, tetapi yang pasti akan diperlukan ialah bantuan militer yang cukup besar. Aspek-aspek negatif yang sangat menonjol dalam pemikiran-pemikiran ke arah kemungkinan ini ialah bahwa : a) Setiap pemupukan kekuatan bersenjata pada hakekatnya akan sangat mengganggu momentum pembangunan nasional negara-negara ASEAN tanpa ada jaminan bahwa langkah ini akan mencapai sasarannya, yaitu berhasil membendung ancaman subversi/infiltrasi komunis. b) Amerika Serikat, sebagai sumber utama bantuan senjata yang padat diterima oleh RI/negara-negara ASEAN dewasa ini tidak dapat diharapkan akan bersedia memberikannya, sedikitnya dalam ukuran yang diperlukan dalam rangka ini.

8 (3). Hidup berdampingan secara damai dan kerjasama yang saling menguntungkan : Walaupun bagi beberapa negara ASEAN, Indo-Cina dilihat sebagai ancaman langsung yang lebih nyata ("Immediate threat"), hal ini tidak mengurangi persepsi jangka panjang bahwa berdasarkan pertimbangan strategis kerjasama dan kerukunan kedua bagian Asia Tenggara ini pada akhirnya akan menguntungkan kedua belah pihak dan memenuhi kepentingan nasional masingmasing baik secara politis, ekonomis maupun HANKAMNAS. Berlainan dengan RRC, Indo-Cina di bawah dominasi RDV tidak merupakan lawan hakiki ("ultimate enemy") yang karena kedudukan dan potensinya memiliki kemampuan mendominasi /menguasai wilayah Asia Tenggara lainnya. Dilihat dari sudut penilaian ini, maka terbuka suatu pilihan sikap untuk secara sadar mengembangkan hubungan hidup berdampingan secara damai dan kerjasama yang saling menguntungkan dengan negara-negara Indo Cina. b. Jelaslah kiranya bahwa di antara ketiga kemungkinan sikap pilihan ketiga merupakan satu-satunya kebijaksanaan yang paling relevan dan paling memenuhi cita-cita dan kepentingan RI dan negara-negara ASEAN. Namun pilihan sikap Ini tidak mengenyampingkan tetap perlunya kewaspadaan tinggi terhadap ancaman subversi/infiltrasi yang pada hakekatnya senantiasa dapat diperkirakan dalam hubungan dengan negara-negara Indo-Cina tersebut. Hal ini berarti, bahwa pilihan untuk mengadakan kerjasama secara damai itu harus disertai dengan suatu usaha serentak, terperinci dan berencana untuk : 1) Meningkatkan ketahanan nasional masing-masing negara ASEAN, menuju ke suatu ketahanan regional yang mantap. 2) Menelaah dengan seksama dan mengatasi kerawanan-keravvanan yang masih ada dalam proses pemupukan ketahanan tersebut, baik dalam konteks nasional masing-masing, maupun dalam konteks regional. c. Dalam hubungan ini, maka secara regional (ASEAN) ada kerawanan-- kerawanan yang rnenonjol seperti tercermin dalam perbedaan-perbedaan pandangan antara Malaysia dan Philipina mengenai tuntutan Sabah, antara Thailand dan Ivlalaysia mengenai masalah perbatasan Thailand Selatan, antara Singapura dan Malaysia mengenai berbagai segi kerjasama antar tetangga, antara Singapura dan Indonesia mengenai berbagai aspek kerjasama ekonomi, antara Indonesia dan Philipina mengenai beberapa segi pelaksanaan kerjasama di tapalbatas. Di samping kerawanan-kerawanan antar negara tersebut, maka dapat pula digolongkan sebagai suatu kerawanan belum adanya suatu kesatuan persepsi (common perception") mengenai hakekat dari pada berbagai gejala "insurgencies" yang ada di daerah ASEAN tersebut. d. Dalam rangka nasional masing-masing, ada kerawanan-kerawanan seperti masalah "insurgency" di Thailand Timur Laut dan Selatan, pemberontakan muslimin di Philipina Selatan, ketegangan-ketegangan rasial dan insurgency

9 komunis di Malaysia, ketimpangan-ketimpangan sosial di Singapura dan Indonesia dan lain-lainnya. e. Sedangkan dalam hubungan dengan negara-negara Indo Cina perlu adanya kesadaran/ perhatian terhadap kemungkinan-kemungkinan friksi ("potential friction pointe") yang terdapat dalam masalah-masalah yang menyangkut kedaulatan atau Kepulauan Spratley pemanfatan sumber-sumber minyak lepas pantai di Laut Cina Selatan, Penetrapan konsep wawasan nusantara bagi usaha penangkapan ikan oleh Vietnam dan lain sebagainya. III. KESIMPULAN-KESIMPULAN : 1. Perkembangan-perkembangan di Indo Cina telah menampilkan suatu kesatuan politik ("political entity") baru di kawasan tersebut yang untuk waktu cukup lama akan berada di bawah pengaruh dominan RDV. Kenyataan ini pada gilirannya telah menimbulkan suatu perimbangan kekuatan baru di Asia Tenggara yang akan membawakan pergeseran-pergeseran pula dalam konstelasi politik di seluruh kawasan Asia Timur/Pasifik. 2. Corak/bentuk tata hubungan antar negara di Indo Cina dapat menjurus ke arah suatu federasi/konfederasi negara-negara Indo Cina di bawah pimpinan Hanoi, atau pun dapat dibiarkan berlangsung antara tiga (dengan Vietnam disatukan) atau empat negara yang masing-masing berdiri sendiri dan melaksanakan politik kuasi-bebas -nya sendiri -sendiri. Namun apapun corak/bentuknya kelak, bagi Indonesia dan dunia luar umumnya, hal tersebut tidak akan mengurangi kenyataan akan hegemoni politik/ militer RDV terhadap bagian-bagian Indo Cina lainnya. 3. Terlepas dari pada corak/bentuk hubungan internnya, negara-negara Indo Cina muncul sebagai suatu kekuatan regional baru disamping ASEAN yang karena lebih ketatnya sistim sosial politiknya berpotensi mengadakan konsolidasi lebih cepat dari pada kelompok regional ASEAN. Dengan demikian, kemampuan pontesiilnya ("potential leverage") untuk menyaingi ASEAN secara negatif juga perlu diperhitungkan. 4. Hakekat ancaman yang ditimbulkan oleh situasi baru di Indo Cina tetap bersifat ancaman subversi dan infiltrasi komunis, yang berpotensi meningkat secara nyata dengan tersedianya peluang-peluang yang lebih besar bagi subversi/infiltrasi tersebut. 5. Posisi dan interaksi pengaruh antara negara-negara besar, khususnya persyaratan-persyaratan strategis RRC dan pola persaingan antara RRC dan Uni Soviet, akan merupakan kekangan tertentu terhadap kebebasan bergerak RDV. 6. Kenyataan pada ad 4 di atas ditambah dengan kebutuhan bantuan luar negeri bagi tugas rekonstruksi/pembangunan akan dapat mendorong RDV ke suatu

10 sikap yang lebih terbuka terhadap negara-negara Barat (termasuk Jepang) dan gairah yang lebih besar untuk bekerjasama dengan negara-negara tetangganya di Asia Tenggara. Kemungkinan tidak tertentu bahwa pada suatu taraf penggabungan negara-negara Indo Cina ke dalam ASEAN akan merupakan suatu pilihan ("option") politik yang menarik, demi untuk menghindarkan diri dari kungkungan/tekanan pertentangan Uni Soviet - RRC. 7. Dalam menghadapi kenyataan-kenyataan baru di Indo Cina, bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya kebijaksanaan yang paling relevan dan sesuai dengan cita-cita/kepentingan nasional dan regional ialah untuk secara sadar mengembangkan hubungan persahabatan/kerjasama dengan negara-negara dikawasan tersebut. Pilihan sikap ini harus tetap disertai suatu kewaspadaan tinggi terhadap segala kemungkinan subversi/infiltrasi komunis yang harus senantiasa diperhitungkan dalam hubungan dengan negara-negara Indo Cina tersebut. Hal ini berarti perlu adanya suatu usaha serentak, terperinci dan terarah untuk meningkatkan ketahanan nasional masing-masing negara ASEAN, menuju suatu ketahanan regional yang mantap, dan untuk mengatasi kerawanan-kerawanan yang masih ada dalam proses peningkatan ketahanan tersebut, baik dalam rangka nasional masing-masing maupun dalam konteks regional. 8. Pemupukan ketahanan nasional/regional di berbagai bidang, termasuk bidang pertahanan jelas akan memerlukan bantuan/sokongan secara nyata dari negara-negara sehabat, dalam hal ini khususnya dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat (termasuk Australia/Selandia Baru dan Jepang). Mengingat suasana politik di Amerika Serikat dan dunia Barat dewasa ini, usaha mendapatkan bantuan/sokongan semacam itu jelas pula akan merupakan suatu kebijaksanaan yang perlu dirumuskan/dilaksanakan secara seksama dan terarah. IV. PETUNJUK PELAKSANAAN : Dalam Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri Negara-negara ASEAN di Kuala Lumpur tanggal Mei 1975, Delegatsi RI hendaknya : 1. Mengusahakan kesatuan pandangan/sikap di antara negara-negara ASEAN dalam menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan jangka pendek bersama menghadapi situasi baru di Indo Cina. 2. Membangkitkan titik tolak baru untuk lebih mengefektifkan kerjasama ASEAN disegala bidang yang tidak terbatas hanya dikalangan pemerintahan negaranegara anggota saja tetapi diperluas dan didukung oleh partisipasi sebanyak mungkin lapisan masyarakat di masing-masing negara (usaha "pemasyarakatan" ASEAN). 3. Mengajak negara-negara ASEAN memberi perioritas utama terhadap usaha penanggulangan kerawanan-kerawanan dan friksi-friksi yang masih terdapat di

11 antara anggota ASEAN, dengan jika perlu meningkatkan penanganannya pada taraf pertemuan Kepala Negara. 4. Mengajak negara-negara ASEAN untuk meningkatkan kerjasama ekonomi secara lebih konkrit dengan mewujudkan koordinasi dan harmonisasi yang lebih nyata antara Badan-badan Perancang Pembangunan Nasional masing-masing negara anggota ASEAN. 5. Merintis jalan kearah dimulainya perembukan bersama untuk merumuskan unsur-unsur konkrit dari pada suatu kebijaksanaan ketahanan nasional dan regional, khususnya peranan saling bantu membantu di bidang HANKAM, tanpa menjurus kearah pembentukan pakta militer dan bebas dari pangkalan militer asing. Sebagai perioritas utama mengusahakan penggalangan persepsi bersama mengenai hakekat ancaman terhadap ASEAN serta alat/cara yang dapat disetujui bersama untuk menghadapinya. 6. Mengajak negara-negara ASEAN untuk mempercepat proses perwujudan kondisi-kondisi bagi terciptanya suatu Daerah Damai, Bebas dan Netral di Asia Tenggara. V. LAIN-LAIN : 1. Hal-hal lain akan diberikan petunjuk oleh Ketua Delegasi RI/Menteri Luar Negeri berdasarkan Petunjuk Pengarahan ini. 2. Mengenai hal-hal yang bersifat prinsipill yang mernerlukan keputusan dan tidak terdapat dalam Petunjuk Pengarahan ini, Ketua Delegasi supaya segera melaporkan kepada Presiden guna mendapat petunjuk khusus. Jakarta 12 Mei 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. S O E H A R T O JENDERAL TNI.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka persidangan Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa ke XXX di New York, dipandang perlu untuk

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu memberikan instruksi politik sebagai petunjuk-petunjuk umum untuk Delegasi Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Orde Baru memegang kekuasaan politik di Indonesia sudah banyak terjadi perombakan-perombakan baik dalam tatanan politik dalam negeri maupun politik luar negeri.

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa berhubung dengan akan diselenggarakannya Konperensi Mass Media Negara-negara Non-Blok di New Delhi,

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa berhubung dengan akan diselenggarakannya Sidang ke III Konperensi Hukum Laut di Geneva, Swiss, pada,

Lebih terperinci

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 http://forum.viva.co.id/showthread.php?t=1896354 Jika kita telisik lebih mendalam, sebenarnya kebijakan strategis AS untuk menguasai dan menanam pengaruh

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri BAB V KESIMPULAN Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Pembentukan Negara Federasi Malaysia dan Dampaknya bagi Hubungan Indonesia-Amerika Serikat Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Omet Rasyidi, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Omet Rasyidi, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Vietnam merupakan salah satu negara yang ada di Asia Tenggara yang memiliki sejarah panjang dalam usaha meraih dan mempertahankan kemerdekaannya.

Lebih terperinci

2015 KETERLIBATAN AUSTRALIA DALAM PERANG VIETNAM

2015 KETERLIBATAN AUSTRALIA DALAM PERANG VIETNAM BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Setelah Perang Dunia ke II (PD II) berakhir, negara-negara di kawasan Asia Tenggara mulai dihadapkan pada dua kondisi yang berbeda. Kondisi pertama,

Lebih terperinci

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B BAB V KESIMPULAN Jepang menjadi lumpuh akibat dari kekalahanya pada perang dunia ke dua. Namun, nampaknya karena kondisi politik internasional yang berkembang saat itu, menjadikan pemerintah pendudukan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1977

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1977 INSTRUKSI NOMOR 7 TAHUN 1977 Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Republik Indonesia ke Sidang Konperensi Islam Tingkat Menteri Luar Negeri ke VIII,

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka persidangan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke XXXII di New York, yang akan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka persidangan Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa ke XXXI di New York, dipandang perlu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 -

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - - 2 - PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONPERERSI TINGKAT TINGGI KEPALA-KEPALA NEGARA PEMERINTAHAN KE VII NEGARA-NEGARA NON-BLOK DI NEW DELHI, INDIA, TANGGAL 1-11 MARET

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Republik Indonesia ke

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) A. Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) 1. Lahirnya ASEAN (Association of South East Asian Nations) Kerja sama antarbangsa dalam satu kawasan perlu dijalin. Hal itu sangat membantu kelancaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

Lebih terperinci

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk pengarahan kepada Delegasi Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN.

Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN. Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1971 (1/1971) Tanggal: 10 MARET 1971 (JAKARTA) Sumber: LN 1971/15; TLN NO. 2956 Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

BAB 20: SEJARAH PERANG DINGIN

BAB 20: SEJARAH PERANG DINGIN www.bimbinganalumniui.com 1. Perang Dingin a. Perang terbuka antara Blok Barat dan Blok Timur b. Ketegangan antara Blok Barat dalam masa ideologi c. Persaingan militer antara Amerika Uni di Timur Tengah

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Setelah berakhirnya perang dunia kedua, muncul dua kekuatan besar di dunia yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat. Kedua negara ini saling bersaing untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya tanpa berhubungan dengan negara lain. setiap negara pasti akan memiliki kepantingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA YANG BEBAS DAN AKTIF SERTA PENGARUHNYA BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA YANG BEBAS DAN AKTIF SERTA PENGARUHNYA BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA YANG BEBAS DAN AKTIF SERTA PENGARUHNYA BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Materi Poliik luar negeri adalah wawasan internasional. Oleh karena itu, poliik luar negeri cenderung

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

BAB IV KERJA SAMA LUAR NEGERI KAMBOJA PADA MASA PEMERINTAHAN POL POT

BAB IV KERJA SAMA LUAR NEGERI KAMBOJA PADA MASA PEMERINTAHAN POL POT BAB IV KERJA SAMA LUAR NEGERI KAMBOJA PADA MASA PEMERINTAHAN POL POT A. Hubungan Regional Kamboja Bulan April 1975 merupakan babak baru bagi kehidupan rakyat Kamboja. Baik kehidupan dalam negeri, regional,

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Rakyat Cina (RRC) adalah salah satu negara maju di Asia yang beribukota di Beijing (Peking) dan secara geografis terletak di 39,917 o LU dan 116,383

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION ON DIPLOMATIC RELATIONS ON DIPLOMATIC RELATIONS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Parlemen selama 30 tahun. Kakek John Malcolm Fraser berasal dari Nova Scotia.

BAB VI KESIMPULAN. Parlemen selama 30 tahun. Kakek John Malcolm Fraser berasal dari Nova Scotia. BAB VI KESIMPULAN Malcolm Fraser dilahirkan 21 mei 1930, dari keluarga petani dan peternak domba yang kaya, kakeknya Sir Simon Fraser adalah salah seorang pertama-tama dipilih sebagai senator mewakili

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari BAB V Penutup 5.1. Kesimpulan PKI lahir sebagai organisasi kepartaian yang memiliki banyak tujuan. Di samping untuk menguasasi politik domestik negara, PKI juga memiliki misi untuk menghapus pengaruh kapitalisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME 1 1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME Dalam sejarahnya, manusia memang sudah ditakdirkan untuk berkompetisi demi bertahan hidup. Namun terkadang kompetisi yang dijalankan manusia itu tidaklah sehat dan menjurus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI WINA MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

Globalisasi. 1. Pengertian Globalisasi

Globalisasi. 1. Pengertian Globalisasi A. Globalisasi 1. Pengertian Globalisasi Globalisasi adalah proses mendunia atau menjadi satu dunia. Globalisasi berasal dari kata global yang artinya umum. Globalisasi berarti sesuatu hak yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bagian ini merupakan kesimpulan terhadap semua hasil penelitian yang telah diperoleh setelah melakukan pengkajian dan sekaligus memberikan analisis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu

Lebih terperinci

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur. BAB. V KESIMPULAN Dunia yang terkungkung dalam persaingan kekuatan membuat negaranegara semakin aktif untuk meningkatkan persenjataan demi menjaga keamanan nasionalnya. Beberapa tahun silam, Ukraina mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea, RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut.

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut. BAB V KESIMPULAN Yugoslavia merupakan sebuah negara yang pernah ada di daerah Balkan, di sebelah tenggara Eropa. Yugoslavia telah menoreh sejarah panjang yang telah menjadi tempat perebutan pengaruh antara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi

BAB I P E N D A H U L U A N. tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah selesai, tetapi proklamasi itu harus mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah selesai, tetapi proklamasi itu harus mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah sekian lama berada dalam belenggu penjajahan, tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Proklamasi

Lebih terperinci

eran Indonesia di Lingkung

eran Indonesia di Lingkung VIII Per eran Indonesia di Lingkung ungan Negar araa- negar ara a Asia Teng enggar ara Gambar 8.1 Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta Sumber: www.mediaindo.co.id Perhatikan gambar di atas! Bangunan gedung

Lebih terperinci

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA PERTEMUAN KHUSUS PARA PEMIMPIN NEGARA-NEGARA ASEAN, NEGARA-NEGARA LAIN, DAN ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

Indonesia Malaysia Singapura Vietnam Filipina. Thailand Brunei Darussalam Kamboja Laos Myanmar

Indonesia Malaysia Singapura Vietnam Filipina. Thailand Brunei Darussalam Kamboja Laos Myanmar Indonesia Malaysia Singapura Vietnam Filipina Ibukota Bentuk Pemerintahan Mata uang Bahasa resmi Lagu kebangsaan Agama Thailand Brunei Darussalam Kamboja Laos Myanmar Ibukota Bentuk Pemerintahan Mata uang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968 PROKLAMASI TEHERAN Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968 Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia, Sesudah bersidang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA by: Dewi Triwahyuni INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT COMPUTER UNIVERSITY OF INDONESIA (UNIKOM) BANDUNG 2013 1 SOUTHEAST ASIA (SEA) 2 POSISI GEOGRAFIS

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 34 TAHUN 1994 (34/1994) TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MALAYSIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Nama Sekolah : Program : Ilmu Pengetahuan Sosial Mata Pelajaran : Sejarah Kelas/Semester : XII/2 Standar : 3. Menganalisis Perkembangan Sejarah Dunia sejak sampai dengan Perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan suatu gerakan rakyat, yang bersendikan demokrasi terpimpin,

Lebih terperinci

PIDATO KETUA DPR-RI Dr. MARZUKI ALI PADA SIDANG PLENO I AIPA GENERAL ASSEMBLY KE-32 PHNOM PENH, THE KINGDOM OF CAMBODIA

PIDATO KETUA DPR-RI Dr. MARZUKI ALI PADA SIDANG PLENO I AIPA GENERAL ASSEMBLY KE-32 PHNOM PENH, THE KINGDOM OF CAMBODIA KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR-RI Dr. MARZUKI ALI PADA SIDANG PLENO I AIPA GENERAL ASSEMBLY KE-32 PHNOM PENH, THE KINGDOM OF CAMBODIA Yang Mulia Presiden ASEAN Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL POLITIK DAN STRATEGI PERTAHANAN KEAMANAN NASIONAL

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL POLITIK DAN STRATEGI PERTAHANAN KEAMANAN NASIONAL TUGAS MAKALAH PENDIDIDKAN KEWARGANEGARAAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL POLITIK DAN STRATEGI PERTAHANAN KEAMANAN NASIONAL DOSEN : H.SRI WALUYO Disusun oleh : Sri Setiawaty 18211261 2EA27 Program Sarjana

Lebih terperinci