xxxiv METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "xxxiv METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 xxxiv METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmasi dan Laboratorium Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi dan Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, FKH-IPB serta Laboratorium Mikro SEAFAST IPB. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2009 hingga Januari Bahan dan Alat Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih galur Sprague Dawley dengan jenis kelamin jantan. Bahan yang digunakan adalah simplisia daun alpukat, etanol 70%, aquadest, NaOH 10%, H 2 SO 4, kloroform, amoniak, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorf, pereaksi Wagner, FeCl 3 1%, etilen glikol, amonium klorida, eter, kit kreatinin, kit urea, PGA, betadine, NaCl 0,9%, furosemide, BNF 10%, alkohol bertingkat, alkohol absolut, xylol bertingkat, xylol absolut, paraffin, pewarna Hematoksilin-Eosin dan nitrogen cair. Alat yang digunakan adalah beaker glass, termometer, vacuum drying, timbangan, corong, kompor, sonde oral tikus, kandang tikus, syringe, vacutainer blood, tabung eppendorf, spektrofotometer UV/VIS, mikropipet, dan tabung reaksi. Metodologi Determinasi dan Pengumpulan Daun Alpukat Daun alpukat diperoleh dari Balai Penelitian Tumbuhan Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor dan dilakukan determinasi di Pusat Penelitian LIPI Cibinong. Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Alpukat Daun alpukat yang dipilih adalah yang terletak di tengah dan daun yang sudah tua. Daun dibersihkan dengan air mengalir hingga bersih dan dikeringkan dengan cara dijemur. Simplisia kering daun alpukat diserbukan dan diayak dengan ayakan mesh 16 sehingga diperoleh serbuk daun alpukat. Kemudian serbuk

2 xxxv disimpan dalam wadah bersih dan ditutup rapat. Pembuatan simplisia dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Tropis Bogor. Penapisan Fitokimia Kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman dapat diketahui melalui perlakuan metode pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan di dalam tanaman dengan penapisan fitokimia (Harbone 1987). Kandungan senyawa organik yang umum diidentifikasi adalah alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, steroid, dan triterpenoid. Uji Flavonoid. Sebanyak 0,1 g serbuk daun alpukat ditambah metanol hingga terendam, lalu dipanaskan. Ke dalam larutan ditambahkan NaOH 10% atau H 2 SO 4 pekat. Apabila terbentuk warna merah karena penambahan NaOH 10%, menunjukan adanya senyawa fenolik hidrokuinon, sedangkan warna merah akibat penambahan H 2 SO 4 pekat menunjukkan adanya flavonoid. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 g serbuk daun alpukat ditambah 5 ml kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 2 tetes H 2 SO 4 2M. Fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung, kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Uji Tanin. Sebanyak 0,1 g serbuk daun alpukat ditambahkan 5 ml aquades, dididihkan selama 5 menit kemudian disaring dan ke dalam filtratnya ditambahkan 5 tetes FeCl 3 1% (b/v). Apabila terbentuk warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukan adanya tanin.

3 xxxvi Uji Kuinon. Sebanyak 0,1 g serbuk daun alpukat ditambahkan etanol 70%, kemudian ditambah gelatin dan disaring. Ke dalam filtrat ditambahkan NaOH 1 N. Jika terbentuk warna merah berarti mengandung kuinon. Uji Saponin. Sebanyak 0,1 g serbuk daun alpukat ditambah 5 ml aquadest, dipanaskan 5 menit, kemudian dikocok selama 5 menit. Busa yang terbentuk setinggi kurang lebih 1 cm dan tetap stabil setelah didiamkan selama 10 menit menunjukkan adanya saponin. Pembuatan Larutan Infusum Daun Alpukat Ekstraksi daun alpukat dilakukan dengan metode panas yaitu infusum dengan menggunakan pelarut air. Serbuk simplisia daun alpukat yang telah ditimbang selanjutnya dimasukkan dalam wadah panci infusum dan dicampur dengan pelarut air. Selanjutnya dilakukan pemanasan hingga 90 C selama 15 menit. Setelah dingin dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring dan filtrat ditampung. Induksi Hewan Coba (Touhami et al. 2007; Khan et al. 1995) Induksi kristalisasi pada hewan coba tikus dilakukan dengan menggunakan etilen glikol dan amonium klorida. Konsentrasi induser yang digunakan adalah larutan 0.75% etilen glikol dan 2% amonium klorida. Pemberian induser dicampur dalam air minum dan diberikan ad libitum selama 10 hari. Desain Penelitian Sebanyak 20 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley dibagi menjadi empat kelompok perlakuan yaitu: 1. Kelompok A : kelompok kontrol, hanya diberi minum aquades ad libitum 2. Kelompok B : kelompok kontrol positif, diberi minum aquades ad libitum yang mengandung induser.

4 xxxvii 3.Kelompok C : kelompok perlakuan, diberi minum aquades yang mengandung induser dan dicekok infusum daun alpukat konsentrasi 5%. 4.Kelompok D : kelompok perlakuan 2, diberi minum aquades yang mengandung induser dan dicekok infusum daun alpukat konsentrasi 10%. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0, 5 dan ke-11 secara intrakardial. Darah tikus yang telah diambil didiamkan terlebih dahulu pada suhu ruangan kurang lebih satu jam untuk mendapatkan serum, selajutnya di sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit. Serum dianalis terhadap kadar ureum dan kreatinin dengan menggunakan Kit komersil Human. Organ ginjal diambil untuk dibuat preparat histopatologi dan diwarnai dengan HE. Analisis Ureum Sebanyak 10µl serum dipipet dan ditambahkan 1000 µl enzim reagen, kemudian diaduk hingga homogen menggunakan vortex. Serum kemudian disimpan dalam water bath untuk menjaga temperatur 37 C agar reaksi berjalan dengan baik. Analisis konsentrasi ureum dalam serum menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm. Analisis Kreatinin Sebanyak 0,1 ml serum dipipet dan ditambahkan enzim reagen sebanyak 1,0 ml, kemudian diaduk hingga homogen menggunakan vortex. Serum kemudian dipanaskan dalam water bath untuk menjaga temperatur 37 C. Analisis konsentrasi kreatinin dalam serum menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 492 nm. Analisis Klirens Kreatinin Laju filtrasi glomerulus diukur berdasarkan nilai klirens kreatinin. Analisis klirens kreatinin dilakukan dengan menempatkan tikus dalam kandang metabolit dan urin ditampung selama 24 jam. Volume urin selama 24 jam diukur dan diukur pula kadar kreatinin urin. Klirens kreatinin dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar kreatinin dalam urin 24 jam x volume urin 24 jam [ml/menit] Kadar kreatinin serum x 1440

5 xxxviii Pembuatan Preparat Histopatologi Pembuatan preparat histopatologi organ ginjal diawali dengan sampling atau pemotongan organ, lalu potongan organ dimasukan dalam tissue casette dan difiksasi dalam larutan fiksatif Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%. Proses selanjutnya adalah dehidrasi dengan mencelupkan jaringan ke dalam larutan alkohol 70%, 80%, 90% dan 100%, kemudian dilanjutkan dalam larutan alkohol absolut I, II dan III. Tahapan selanjutnya adalah penjernihan jaringan (clearing) dengan memasukan jaringan ke dalam xylol I, II dan III. Selanjutnya dilakukan embedding yaitu penanaman jaringan dalam blok-blok parafin. Blok parafin yang telah mengeras dipasang dalam mikrotom untuk selanjutnya dilakukan pemotongan jaringan (sectioning). Potongan jaringan yang sudah berada di gelas objek dideparafinisasi dan rehidrasi untuk selanjutnya dilakukan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Pengamatan sediaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dan polarisasi. Evaluasi Histopatologi Evaluasi histopatologi dilakukan terhadap glomerulus maupun tubulus seluruh kelompok hewan coba dan disajikan secara deskriptif. Selain itu juga diamati adanya kristal yang terbentuk. Analisis Data Hasil evaluasi parameter pengamatan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar air, Kadar Abu dan Penapisan Fitokimia Hasil pemeriksaan parameter spesifik menunjukan bahwa serbuk daun alpukat yang dihasilkan agak kasar, berwarna hijau tua, rasa sepat, dan berbau aromatik yang khas. Hasil pemeriksaan parameter non spesifik serbuk daun alpukat yaitu kadar air sebesar 4,19 % dan kadar abu sebesar 4,25%. Kadar air berfungsi menjaga kualitas simplisia agar tidak ditumbuhi jamur dan tidak

6 xxxix melebihi 5% sebagai persyaratan baku Departemen Kesehatan (2004), sedangkan kadar abu untuk mengetahui kandungan mineral dan tidak boleh melebihi 4,9% sebagai persyaratan baku Materia Medika Indonesia (1978). Pada hasil pemeriksaan ini kedua kadar abu dan air adalah terbakukan. Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia yang digunakan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam suatuu simplisia. Hasil penapisan fitokimia simplisia dan infusum daun alpukat disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil uji penapisan fitokimia simplisia dan infusum daun alpukat (Persea americana Mill) Metabolit Sekunder Simpliasia Infusum Flavonoid Tanin Kuinon Saponin Alkaloid Negatif Negatif Triterpen Negatif Pelarut merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan ekstraksi. Pemilihan pelarut tergantung kepada senyawa yang ingin ditarik dalam ekstrak apakah senyawa polar, non polar atau semipolar. Pada penelitian ini digunakan pelarut air dan memberikan hasil penapisan yang hampir mirip dengan serbuk simplisia. Dengan demikian senyawa metabolit yang terkandung bersifat polar sehingga dapat terekstrak dengan menggunakan pelarut air. Hasil uji penapisan fitokimia terhadap infusum daun alpukat (Persea americana Mill), menunjukan adanya golongann senyawa flavonoid, tanin, kuinon dan alkaloid. Menurut Sastrohamidjojo (1996), flavonoid memiliki atom C15 yang terdiri dari dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Almeida et al. (1998), telah berhasil mengindentifikasi derivat senyawaa flavonoid yang terdapat dalam infusum daun alpukat yaitu quersetin 3-O- -D- arabinopiran nosida, quersetin 3-O- -L-ramnopiranosida (quersitrin) dan quersetin 3-O- -glukopiranoside. Quersetin termasuk golongan flavonolol dan merupakan derivat dari flavonoid. Pada penelitian ini tidak sampai mengidentifikasi derivat flavonoid yang diperoleh. Aktifitas farmakologi dari flavonoid adalah antialergi,

7 xl antiviral, antiinflamasi, hepatoprotektif, antioksidan, antithrombotic, vasodilator dan anti karsinogenik (Seyoum et al. 2006). Tanin merupakan senyawa polifenol yang membentuk kompleks dengan protein tertentu dan membentuk polimer stabil yang tak larut dalam air (Harbone 1987). Aktivitas biologis dan farmakologis dari tanin yang telah diketahui antara lain astringensia, anti tumor, anti oksidasi, anti hipertensi, anti bakteri, anti jamur, anti diabetes, dan anti helmintik (Riocaesar 2010). Kuinon merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar seperti kromofor pada benzikuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Benzikuinon, naftokuinon, antrakuinon biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol, sehingga diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya (Harbone 1987). Pengujian Fungsi Ginjal Pengujian fungsi ginjal dapat dilakukan melalui keterwakilan laju filtrasi glomeruler (LFG) dan tubuler. LFG dapat diukur melalui pengujian kadar ureum, kreatinin dan klirens kreatinin, sedangkan fungsi tubuler dengan melakukan pengujian Anti Diuretic Hormone Response Test dan uji deprivasi air. Pada penelitian ini diukur kadar ureum, kreatinin dan klirens kreatinin (Kaneko et al. 2008). Kadar Ureum Serum Ureum diproduksi di hati yang berasal dari metabolisme amoniak dan merupakan hasil katabolisme protein. Ureum akan diekskresikan melalui ginjal dan difiltrasi dengan bebas melalui glomerulus. Selanjutnya metabolit ini akan mengalami reabsorpsi pasif di dalam tubulus. Secara normal sekitar setengahnya akan direabsorpsi tetapi tergantung kepada kondisi hidrasi dan laju pembentukan urin di dalam tubulus (Bush 1991). Ureum dapat memberikan informasi mengenai LFG secara kasar, karena berbagai faktor non renal dapat meningkatkan kadarnya dalam darah. Rerata kadar ureum serum tikus seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11 disajikan pada Tabel 6.

8 xli Tabel 6 Rerata kadar ureum (mg/dl) serum tikus seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11 Kelompok Kadar Kreatinin Serum (mg/dl) Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-11 A (Kontrol) 38,444±3,564 c 49,950±8,728 c 50,550±10,050 c B (Induksi) 40,488±6,869 c 61,242±4,741 c 144,317±28,665 a C (Infusum 5%) 46,296±4,833 c 51,870±9,815 c 92,982±22,809 b D (Infusum 10%) 35,945±20,18 c 41,043±25,203 c 57,978±37,528 c Keterangan : Huruf superkrip yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05) Menurut Hrapkiewicz dan Medina (2007), kadar ureum normal tikus Sprague Dawley dewasa adalah 32,1-44,94 mg/dl, sedangkan rerata kadar ureum seluruh kelompok sebelum perlakuan adalah 35,945-46,296 mg/dl. Berbedanya kadar ureum serum tikus yang digunakan dibanding nilai referensi kemungkinan dipengaruhi oleh perbedaan strain, berat badan dan jenis kelamin. Ilustrasi dari rerata kadar ureum (mg/dl) serum tikus seluruh kelompok perlakuan pada hari ke- 0, 5 dan 11 disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Rerata kadar ureum (mg/dl) serum tikus seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11. Berdasarkan tabel dan gambar di atas, rerata kadar ureum kelompok A pada hari ke-0 adalah 38,444 mg/dl, pada hari ke-5 perlakuan mengalami kenaikan menjadi 49,950 mg/dl dan pada akhir perlakuan nilai ureum menjadi 50,550 mg/dl. Pada kelompok B terjadi kenaikan nilai rataan kadar ureum, dari 40,488 mg/dl menjadi 61,242 mg/dl, dan terjadi peningkatan yang tinggi pada hari ke-11 yaitu 144,317 mg/dl. Pada kelompok C, rerata kadar ureum sebelum perlakuan adalah 46,296 mg/dl, pada hari ke-5 perlakuan menjadi 51,870 mg/dl

9 xlii dan naik menjadi 92,982 mg/dl pada hari ke-11, sedangkan pada kelompok D rerata kadar sebelum perlakuan adalah 35,945 mg/dl dan pada pada hari ke-5 menjadi 41,043 mg/dl dan naik menjadi 57,978 mg/dl pada hari ke-11. Berdasarkan perhitungan statistik, kadar rataan ureum kelompok C dan D berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok B. Gambar di atas menunjukkan pada kelompok induksi etilen glikol (kelompok B) terjadi peningkatan kadar ureum serum yang nyata (p<0,05) dibanding kontrol. Setelah pemberian infusum terjadi penekanan peningkatan kadar ureum dan penekanan terkuat terjadi pada kelompok D. Rerata kadar ureum serum pada kelompok B menunjukkan peningkatan selama periode perlakuan dan kondisi ini disebut azotemia. Menurut Bush (1991), kondisi yang dapat menyebabkan renal azotemia adalah acute tubular necrosis (ATN) yang bisa disebabkan oleh bahan nefrotoksik. Peningkatan rerata ureum pada kelompok B menunjukkan kuatnya bahan yang bersifat nefrotoksik. Dengan demikian infusum daun alpukat dapat mengoreksi peningkatan kadar ureum darah. Kadar Kreatinin Serum Kreatinin adalah molekul yang mempunyai berat molekul 113 dan berasal dari hasil degradasi kreatin dan kreatin fosfat yang terjadi di dalam otot (Kaneko et al. 2008). Kreatinin diekskresikan seluruhnya ke dalam urin dan kadarnya sangat dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Meningkatnya kreatinin dalam darah merupakan indikasi rusaknya fungsi ginjal dan meningkatnya metabolisme otot. Kadar kreatinin serum dan urin dapat digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (Lu 1995). Rerata kadar kreatinin serum tikus seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11 disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Rerata kadar kreatinin (mg/dl) serum tikus seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11 Kelompok Kadar Kreatinin Serum (mg/dl) Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-11 A (Kontrol) 0,982±0,100 a 0,707±0,458 a 1,044±0,084 a B (Induksi) 1,091±0,508 a 1,164±0,659 a 1,477±0,664 a C (Infusum 5%) 0,908±0,150 a 1.143±0,515 a 1,045±0,284 a D (Infusum 10%) 0,800±0,075 a 1.040±0,628 a 0,902±0,028 a Keterangan : Huruf superkrip yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05)

10 xliii Kadar kreatinin sebelum perlakuan pada kelompok A, B, C dan D sepanjang pengamatan berkisar antara 0,707-1,091 mg/dl, relatif lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Hrapkiewicz & Medina (2007) yang berkisar antara 0,2-0,8 mg/dl. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin adalah pakan, status hidrasi, aktivitas, perkandangan dan penggunaan obat-obatan tertentu (Kaneko et al. 2008). Ilustrasi rerata kadar kreatinin serum tikus seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11 disajikan pada Gambar Kadar Kreatinin (mg/dl) Hari Kontrol Infus 5% Infus 10% Gambar 9 Rerata kadar kreatinin (mg/dl) serum tikus seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11. Rerata kadar kreatinin pada kelompok A sebelum perlakuan adalah 0,982 mg/dl, pada hari ke-5 menjadi 0,707 mg/dl dan pada hari ke-11 menjadi mg/dl. Rerata kadar kreatinin pada kelompok B sebelum perlakuan adalah 1,091 mg/dl, pada hari ke-5 perlakuan meningkat menjadi 1,164 mg/dl, dan pada hari terakhir perlakuan mengalami peningkatan lagi menjadi 1,477 mg/dl. Rerata kadar kreatinin kelompok C sebelum perlakuan adalah 0,908 mg/dl, kemudian mengalami peningkatan seiring dengan lama perlakuan, yaitu pada hari ke-5 menjadi 1,143 mg/dl dan pada hari terakhir perlakuan mengalami penurunan menjadi 1,045 mg/dl. Untuk kelompok perlakuan D, rerata kadar kreatinin sebelum perlakuan adalah mg/dl selanjutnya pada hari ke-5 menjadi 1,040 mg/dl dan pada hari ke-11 mengalami penurunan menjadi 0,902 mg/dl. Tabel 7

11 xliv menunjukkan bahwa rerata kreatinin serum tidak berbeda nyata pada seluruh kelompok perlakuan (p>0.05). Kadar kreatinin serum pada kelompok B, menunjukan hasil yang cenderung mengalami kenaikan dari periode perlakuan hari ke-0 hingga hari ke- 11. Menurut Kaneko et al. (2008), hubungan antara kreatinin dan laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah kurvalinier, yang berarti ketika laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan maka akan diikuti dengan kenaikan kadar kreatinin. Kadar kreatinin dalam serum merupakan indikator yang baik untuk mengetahui laju filtrasi glomerulus sebagai petunjuk adanya gangguan fungsi ginjal. Kadar kreatinin serum pada kelompok C dan D mengalami penurunan setelah hari ke-5 perlakuan dengan menunjukkan pola yang sama. Hal ini mengindikasikan kuatnya peran infusum dalam mengembalikan atau mengoreksi atau meningkatkan LFG. Nilai Klirens Kreatinin Klirens kreatinin (KK) adalah laju pembersihan kreatinin dari plasma oleh ginjal. Parameter ini sangat sensitif dan pilihan utama dalam menentukan laju filtrasi glomerulus per satuan waktu tertentu. Rerata nilai KK pada seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11 disajikan pada Tabel 8. Klirens kreatinin pada kelompok A relatif dinamis, pada hari ke-0 adalah 0,952 ml/menit, selanjutnya pada pengukuran hari ke-5 diperoleh 2,154 ml/menit dan pada hari ke-11 menjadi 0,819 ml/menit. Pada kelompok B, nilai klirens kreatinin pada hari ke-0 adalah 2,893 ml/menit, selanjutnya pada hari ke-5 mengalami penurunan menjadi 1,563 ml/menit dan pada periode berakhirnya perlakuan pada hari ke-11 menjadi 1,206 ml/menit. Pola antara kelompok A dan B sangat bertolak belakang, nyata terjadi penurunan signifikan pada kelompok B (p<0,05). Yang juga menunjukkan kurva linier penurunan KK adalah penurunan LFG (Stockham dan Scott 2002). Tabel 8 Rerata nilai kreatinin klirens (ml/menit) seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11 Kelompok Kadar Kreatinin Serum (mg/dl) Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-11 A (Kontrol) 0,952±0,764 c 2,154±1,458 cde 0,819±0,805 c

12 xlv B (Induksi) 2,893±1,157 bcd 1,563±1,065 de 1,206±1,027 de C (Infusum 5%) 4,821±1,362 a 2,058±1,139 cde 2,432±1,535 bcde D (Infusum 10%) 4,250±0,684 ab 2,616±1,664 bcde 3,786±1,834 abc Keterangan : Huruf superkrip yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) Ilustrasi rerata nilai kreatinin klirens seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11 disajikan pada Gambar Kreatinin Klirens (ml/mnt) Kontrol Infus 5% Infus 10% Hari Gambar 10 Rerata nilai kreatinin klirens (ml/menit) seluruh kelompok perlakuan pada hari ke-0, 5 dan 11 Pada kelompok C, nilai klirens kreatinin mengalami penurunan dari 4,821 ml/menit menjadi 2,058 ml/menit dan mengalami sedikit kenaikan pada hari ke- 11 menjadi 2,432 ml/menit. Pada kelompok D, nilai rerata klirens kreatinin pada hari ke-0 adalah 4,25 ml/menit, selanjutnya mengalami penurunan pada hari ke-5 menjadi 2,616 ml/menit dan pada hari ke-11 mengalami kenaikan menjadi 3,786 ml/menit. Pada kelompok C dan D, klirens kreatinin menunjukkan pola yang relatif sama. Penurunan terlebih dahulu pada lima hari pertama menunjukkan kuatnya pengaruh kerusakan LFG oleh etilen glikol, dan setelah itu mulai terjadi koreksi perbaikan LFG. Dari data kadar ureum serum, kreatinin serum dan nilai KK, terbukti bahwa pemberian etilen glikol dapat menurunkan LFG, dan akan terkoreksi mendekati kontrol secara linier setelah pemberian infusum daun alpukat. Evaluasi Histopatologi Ginjal Tikus

13 xlvi Etilen glikol merupakan bahan yang bersifat nefrotoksik dan penginduksi kristal oksalat di ginjal (Seyoum et al. 2008). Adanya oksalat akan menghasilkan radikal bebas yang mengakibatkan sel dalam kondisi stress oksidatif. Kondisi ini menginisiasi pelepasan mediator-mediator vasoaktif dengan efek vasokontriksi pembuluh darah, dalam hal ini pembuluh darah ginjal dan berdampak pada penurunan LFG. Dampak dari vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan ginjal mengalami iskemia. Mekanisme penurunan laju aliran darah adalah dengan mengubah transport ion pada permukaan lumen, menurunkan absorpsi natrium sehingga konsentrasi natrium di tubulus distal meningkat. Peningkatan konsentrasi natrium akan menstimulasi renin angiotensin yang berdampak pada vasokontriksi dan penurunan laju aliran darah (Gavin et al. 2007). Pelepasan rennin angiotension menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah sistemik dan tekanan perfusi ginjal. Kenaikan tekanan perfusi ginjal akan dirasakan oleh reseptor regang miotonik dalam arterial aferen dan mengakibatkan kontraksi pada arterial aferen. Dampak vasokontriksi dari arterial aferen adalah penurunan renal plasma flow (RPF), tekanan kapiler glomerulus (Pgc) dan LFG (Prince dan Wilson 2002). Induksi kerusakan ginjal oleh bahan nefrotoksik etilen glikol diamati melalui gambaran histopatologi dan perhitungan lesio yang terjadi. Hasil pemeriksaan histopatologi ginjal tikus yang dipapar etilen glikol ditemukan perubahan-perubahan pada glomerulus dan tubulus. Perubahan yang ditemui berupa edema glomerulus, degenerasi tubulus yang dicirikan inti epitel yang membengkak, lepas dari membran basal, adanya droplet hyalin, lumen yang penuh dengan endapan protein hingga tubulus yang nekrotik yang ditandai dengan intinya yang piknotis. Menurut Nurulazmy (2010), persentase tubulus nekrotik pada kelompok yang diinduksi etilen glikol (kelompok B) sebanyak 64,2%, lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan kelompok yang diberi infus daun alpukat (19,5% & 18%). Keadaan ginjal pada kelompok B sudah dapat dikatagorikan mengalami acute tubular necrotic (ATN). Rendahnya persentase tubular nekrotik pada kelompok C dan D mempertegas bahwa infusum daun alpukat memiliki peluang terhadap perbaikan struktur - morfologi nefron ginjal.

14 xlvii Edema glomerulus ditandai dengan adanya protein pada mesangium hingga ke ruang Bowman dan terjadi perluasan ruang Bowman (Gambar 11). Pada pewarnaan HE terlihat adanya protein yang berwarna merah muda yang memenuhi mesangium hingga ke ruang Bowman. Endapan protein di mesangium dan ruang Bowman di duga merupakan molekul-molekul proinflamasi dan protein kemoaktraktif yang terinisiasi akibat induksi etilen glikol. Gambar 11 Edema glomerulus (panah) dan tubulus nekrotik (bintang) pada kelompok B pasca pemberian etilen glikol. Pewarnaan HE,. perbesaran 400x. Gambar 12 Tubulus nekrotik dengan endapan protein di lumen (bintang) pada kelompok B. Pewarnaan HE, perbesaran 400x.

15 xlviii Hasil pengamatan histopatologi yang lain adalah ditemukan lesio endapan protein dalam lumen tubulus (Gambar 12). Adanya protein di lumen disebabkan oleh lolosnya protein plasma dari kapiler glomerulus yang kemudian mendiami lumen tubulus. Banyaknya protein dalam lumen tubulus juga dapat disebabkan oleh jumlah protein yang melebihi kapasitas absorpsi sel epitel tubulus. Endapan protein tersebut akan di fagosit oleh lisosom. Protein yang difagosit oleh lisosom akan mengalami akumulasi di sitoplasma yang disebut droplet hyaline (Gambar 13) (Cheville 2006). Gambar 13 Hyalin droplet (panah) di epitel tubulus proksimal, dan tubulus nekrotik (bintang) pada ginjal tikus kelompok B. Pewarnaan HE, perbesaran 400x. Penurunan laju aliran darah ke ginjal mengakibatkan sel-sel ginjal mengalami iskemia. Kondisi iskemia yang berkepanjangan akan mengakibatkan sel epitel tubulus proksimal, distal, loop Henle dan duktus pengumpul mengalami degenerasi hingga nekrotik (Gambar 12, 13). Hasil metabolisme etilen glikol bersifat toksik bagi sel epitel tubulus, dan oksalat menimbulkan perlukaan pada sel-sel epitel. Adanya perlukaan pada sel epitel dapat menghasilkan radikal bebas yang memodifikasi lipid dan protein membran sel. Sel epitel yang dalam kondisi stress oksidatif kehilangan kemampuan untuk menyembuhkan perlukaannya. Dampak lanjut dari modifikasi membran sel adalah kematian sel (Meimaridou et al. 2006). Kristal - kristal oksalat yang terbentuk sebagai metabolit etilen glikol membuka peluang afinitas yang tinggi/kuat terhadap kalsium. Pada keadaan ATN,

16 xlix kalsium yang seharusnya mengalami reabsorpsi tubuler menjadi gagal dan berada bebas di dalam lumen tubuli sehingga secara agregat bereaksi dengan oksalat menjadi kalsium oksalat, suatu endapan garam lemah oksalat (Gambar 14). Gambar 14 Kristalisasi (panah) pada ginjal tikus kelompok B di daerah duktus kolektivus (bintang) (HE, cahaya Polarisasi 400x). Menurut Tiselius et al. (2002), agregasi kristal umumnya terjadi di daerah duktus pengumpul karena di daerah ini kondisi ph rendah sehingga kondusif bagi proses agregasi kristal yang diinduksi etilen glikol. Agregasi kristal jarang ditemukan di daerah tubulus proksimal karena adanya proses disolusi kristal oleh enzim lisosom dari epitel tubulus. Adanya perlukaan pada epitel tubulus atau duktus kolektivus akibat hiperoksaluria akan menyebabkan interaksi antara nukleus kristal dan sel. Nukleus kristal dapat tumbuh dan berkembang menjadi batu harus dalam kondisi melekat dan bertahap, sehingga mengalami agregasi membentuk masa yang lebih besar. Metabolit etilen glikol yang berperan dalam pembentukan kristal adalah oksalat (C 2 O 2-4 ). Oksalat memiliki afinitas yang tinggi dengan kalsium sehingga akan bereaksi membentuk garam kalsium oksalat (CaC 2 O 4 ). Garam kalsium oksalat merupakan garam dari asam lemah (asam oksalat). Ikatan kalsium oksalat yang terbentuk masih bersifat labil sehingga kesetimbangan reaksi masih mungkin bergerak ke kanan dan ke kiri. Persamaan di bawah ini menunjukan reaksi kesetimbangan kalsium oksalat:

17 l H 2 C 2 O 4 (aq) + Ca 2+ CaC (s) + 2H 3 O + CaC (s) Ca 2+ (aq) + C 2 O 2-4 Pemberian amonium klorida bertujuan membantu kelarutan dari kalsium oksalat karena efek ion sejenis yang akan menggeser kesetimbangan reaksi. Dalam ginjal terjadi ikatan antara ion Cl - dan Ca 2+ sehingga menghasilkan garam CaCl 2. Reaksi disosiasi amonium klorida dapat dilihat sbb; ` NH 4 Cl (s) NH 4+ + Cl - NH 4+ + H 2 0 NH 3 + H 3 O + Ca 2+ + Cl - CaCl 2 Adanya CaCl 2 : CaCl 2 Ca 2+ (aq) + 2Cl - (aq) Akibat pemberian infusum daun alpukat 5% dan 10%, kristal kalsium oksalat yang terbentuk dari kerusakan tubuler (ATN), tampak inti kristalnya hilang atau terpecah (terfragmentasi). Hal ini dapat dilihat dari ukuran dan sebaran kristal yang kecil-kecil pada kelompok C dan D (Gambar 15 dan 16).

18 li Gambar 15 Kristal dengan ukuran kecil di lumen tubulus distal ginjal kelompok C. Pewarnaan HE, cahaya Polarisasi 400x. Gambar 16 Kristal dengan ukuran sangat kecil di lumen tubulus distal ginjal kelompok D. Pewarnaan HE, cahaya Polarisasi 200x. Hasil metabolisme infusum daun alpukat berupa 3,4 dihydrophenylacetic acid, metahydroxyphenylacetic acid dan 4-hydro-3-methoxyphenylacetic acid dalam urin (Gross et al. 1996). Garam asetat ini memiliki gugus karboksil pada

19 lii posisi Cα. Adanya kalsium oksalat seperti diuraikan di atas menghasilkan reaksi dengan metabolit dari infusum daun alpukat sebagai berikut : HO HO O OH HO HO O O + H 3 O + homoprotocatechuic acid homoprotocatechuic acid CaC (s) Ca 2+ (aq) + C 2 O 4 2- C 2 O H 3 O + HC H 2 O H 3 O + sebagai hasil resonansi gugus karboksilat akan mengubah suasana ph dan akan menggeser kesetimbangan reaksi kimia. Ion kalsium oksalat akan mengalami pergeseran ke arah titik equilibrium dengan bergerak ke kanan membentuk ion hidrogen oksalat dan air. Semua kalsium oksalat yang terbentuk akan melarut perlahan-lahan sehingga endapan kristal yang lebih besar tidak akan terbentuk. Dengan adanya flavonoid dalam infusum daun alpukat membantu penghambatan pembentukan kristal dengan cara mencegah peroksidase membran epitel tubulus sebagai lipid peroksidase (Grases et al. 2009). Daya antioksidan dari quersetin (derivate flavonoid) cukup tinggi sehingga dapat mengikat radikal bebas yang dapat mengakibatkan perlukaan dan perubahan struktur membran sel (Ameha et al. 2006). Salah faktor penentu kesuksesan dalam pembentukan kristal adalah adanya interaksi kristal dengan sel yang mengalami perlukaan. Ketika adanya antioksidan quersetin maka perlukaan pada epitel sel dapat dihambat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia untuk mengetahui kandungan kimia suatu simplisia, ekstrak ataupun fraksi senyawa metabolit suatu tanaman herbal. Hasil penapisan

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat. 3 TINJAUAN PUSTAKA Alpukat Tanaman alpukat berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18, namun secara resmi antara tahun 1920-1930 (Anonim 2009). Kata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Sawit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis fitokimia

Lampiran 1 Analisis fitokimia 113 Lampiran 1 Analisis fitokimia a. Uji alkaloid Satu gram sampel daun digerus dan ditambahkan 1.5 ml kloroform dan tiga tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan lima tetes H 2

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental laboratorium posttest-only equivalent-group design dengan kelompok perlakuan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Penyiapan Bahan Daun sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg yang digunakan sudah berwarna hijau tua dengan ukuran yang sama. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. METODE PENELITIAN Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. Pengujian probiotik secara in vivo pada tikus percobaan yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam mengaja kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Waktu Penelitian Oktober - November 2008. 4.3 Lokasi Penelitian Laboratorium Biologi Mulut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan rancangan post

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only Control Group Design).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK AIR DAUN ALPUKAT (Persea americana M.) SEBAGAI DIURETIK PADA TIKUS PUTIH JANTAN

POTENSI EKSTRAK AIR DAUN ALPUKAT (Persea americana M.) SEBAGAI DIURETIK PADA TIKUS PUTIH JANTAN POTENSI EKSTRAK AIR DAUN ALPUKAT (Persea americana M.) SEBAGAI DIURETIK PADA TIKUS PUTIH JANTAN Triyani Sumiati¹*., Ferry Effendi².,Muhamad Sofyan Iskandar³ 1. Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Waktu Penelitian Oktober - November 2008. 4.3 Lokasi Penelitian Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2014 yang sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik, pembakar Bunsen, rangkaian alat distilasi uap, kolom kromatografi, pipa kapiler, GC-MS, alat bedah,

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) Defriana, Aditya Fridayanti, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi 3 2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dan Badan Tenaga Atom

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) terhadap kadar transaminase hepar pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Alir Uji Fitokimia. a. Uji Alkaloid

Lampiran 1. Bagan Alir Uji Fitokimia. a. Uji Alkaloid LAMPIRAN 58 59 Lampiran 1. Bagan Alir Uji Fitokimia a. Uji Alkaloid Sampel Daun Enhalus acoroides - Ditimbang sebanyak 1 gram - Dilarutkan dengan amonia (NH₄OH 10%) sampai terendam kemudian ditambahkan

Lebih terperinci