Laporan Penelitian Individu. Persetujuan Paris dan Diplomasi Indonesia Dalam Penurunan Emisi Karbon Indonesia
|
|
- Deddy Surya Kurnia
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Laporan Penelitian Individu Persetujuan Paris dan Diplomasi Indonesia Dalam Penurunan Emisi Karbon Indonesia Humphrey Wangke Bidang Hubungan Internasional Kepakaran: Masalah-masalah Hubungan Internasional PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPRRI
2 EXECUTIVE SUMMARY I. Latar Belakang Paris Agreement yang telah di adopsi pada tanggal 12 Desember 2015 merupakan puncak negosiasi perubahan iklim global yang telah berlangsung selama 20 tahun. Sebanyak 195 negara anggota UNFCCC menyepakatinya menjadi protokol baru menggantikan Protokol Kyoto sebagai kesepakatan bersama dalam menangani perubahan iklim dengan segala aspeknya dan berkomitmen untuk melakukan pembangunan rendah karbon (low carbon development). 1 Conference of the Party (COP) ke 21 merupakan yang terbesar dibandingkan COP sebelumnya bila dilihat dari peserta yang hadir. Persetujuan ini menjadi titik balik penanganan perubahan iklim dengan rencana berbagai aksi global untuk pengurangan emisi karbon, mendorong inovasi dan membuat dunia lebih aman. Hasil COP 21 di Paris akan berdampak besar terhadap masyarakat dunia bila mengingat bahwa hasil konperensi itu didukung oleh 195 negara, dibandingkan dengan Protokol Kyoto yang tidak didukung oleh negara-negara pengemisi utama seperti AS, Tiongkok dan Uni Eropa. Pada saat Protokol Kyoto mengalami kegagalan, semua orang berpikir bahwa tantangan yang dihadapi masyarakat dunia adalah merancang suatu kebijakan iklim baru yang dapat diterima oleh Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa. Ketiga pihak ini bertanggung jawab terhadap setengah emisi gas rumah kaca global karena masing-masing menyumbang 20,4 persen, 14,1 persen, dan 14,7 persen dari emisi gas rumah kaca global. 2 Karena itu, jika ketiga pihak ini dapat menyetujui maka inti dari kerangka pengurangan emisi global akan implementatif. Paris Agreement didukung oleh ketiga pihak ini. Strategi kesepakatan global tetap menjadi pilihan utama bagi negara-negara di dunia dalam konteks politik lingkungan internasional. Setidaknya ada empat alasan 1 Didalam Paris Agreement pasal 21 dengan jelas menyebutkan bahwa persetujuan ini akan segera implementatif apabila telah diratifikasi oleh sekurangnya 55 negara peserta. This Agreement shall enter into force on the thirtieth day after the date on which at least 55 Parties to the Convention accounting in total for at least an estimated 55 percent of the total global greenhouse gas emissions have deposited their instruments of ratification, acceptance, approval or accession. 2 Julianne Smith, Alexander T. J. Lennon, and Derek Mix, The Race to Replace Kyoto by 2012, dalam Kurt M. Campbell, Jay Gulledge, J.R. McNeill, John Podesta, Peter Ogden, Leon Fuerth, R. James Woolsey, Alexander T.J. Lennon, Julianne Smith, Richard Weitz, and Derek Mix, The Age of Consequences: The Foreign Policy and National Security Implications of Global Climate Change, CSIS and CNAS, Washington, 2007, hal
3 mengapa hal itu tetap menjadi faktor dominan untuk kebijakan iklim internasional dewasa ini. 3 Pertama, perjanjian yang berisi komitmen tegas dan terukur yang mengikat secara hukum akan lebih efektif dalam mengamankan pengurangan emisi yang berlangsung daripada sistem sukarela. Kedua, kebijakan lingkungan multilateral fokus pada upaya menciptakan rezim yang luas yang memberikan kontribusi terhadap berkembangnya lembaga yang mendukung tata kelola lingkungan global. Ketiga, komitmen tegas bahwa sebuah negara menyatakan masuk ke dalam bagian dari kesepakatan global yang mengikat secara hukum mengirimkan sinyal yang kuat kepada pelaku usaha untuk menangani secara proaktif masalah lingkungan sejak dini. Keempat, bahkan ketika kesepakatan internasional masih sulit dipahami, akan muncul dorongan terus menerus untuk mempertahankan momentum negosiasi internasional. Persetujuan Paris yang berisi 29 pasal bertujuan untuk meningkatkan upaya menjaga kenaikan temperatur udara dibawah 2 derajad celsius. Upaya ini dilakukan dengan berdasarkan atas prinsip keadilan dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi nasional masing-masing negara. Paris Agreement meliputi elemen penting yang akan mengarahkan negara-negara melakukan aksi bersama menangani perubahan iklim global yaitu melalui aksi mitigasi, adaptasi dan pendanaan. Aksi mitigasi bertujuan mengurangi emisi karbon secara cepat untuk mencapai tujuan pembatasan kenaikan temperatur global. Aksi adaptasi bertujuan memperkuat kemampuan negara untuk menangani dampak perubahan iklim. Aksi pendanaan bertujuan untuk membentuk dukungan bagi semua negara dalam melakukan pembangunan yang rendah emisi dan berjangka panjang. Tindakan iklim tersebut harus dilakukan dalam periode sampai tahun 2020 yang berarti semua negara akan terlibat dalam proses mitigasi, adaptasi dan pendanaan. Semua negara akan bekerja untuk menentukan peta jalan yang jelas untuk pembiayaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS sampai tahun Kondisi seperti ini memberi sinyal kepada ribuan kota dan warga di seluruh dunia bahwa ada kesepakatan internasional yang telah dicapai oleh para pemimpinnya tentang komitmen untuk melakukan pembangunan rendah karbon. Namun komitmen saja belum cukup, pergeseran dari komitmen ke tindakan nyata akan lebih sulit dan memerlukan tekad yang lebih. 3 Robert Falkner, Hannes Stephan, John Vogler, International Climate Policy after Copenhagen: Towards a Building Blocks Approach, Global Policy Volume 1. Issue 3. October doi: /j x, hal
4 Memperhatikan hasil yang dicapai dalam Konperensi COP 21 di Paris, ada dua kepentingan Indonesia yang masih harus diperjuangkan secara nasional maupun internasional. Kedua kepentingan itu adalah: 1. Terhadap pembatasan kenaikan suku hingga 2 derajad celsius, Indonesia menghendaki agar upaya ini didukung dengan penerapan berbagai upaya melalui penguatan tata kelola (governance) dan kerja sama internasional, serta memastikan adanya enabling actions yang tepat. 2. Terhadap sumber pendanaan, Indonesia menghendaki agar negara-negara maju menyediakan sumber daya keuangan diluar ODA (Official Development Assistance) yang merupakan skema bantuan yang diperuntukkan bagi negara berkembang dari negara maju selama ini telah dilakukan. Ketersedian pendanaan merupakan salah satu enabling condition dari keberhasilan pelaksanaan upaya global dalam pengendalian perubahan iklim, khususnya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang. Memperhatikan kedua kepentingan tersebut, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan Indonesia adalah pendekatan kepada negara-negara maju agar upaya mitigasi yang mereka lakukan mempunyai hubungan dengan kepentingan negaranegara berkembang. Sedangkan untuk urusan domestik, pemerintah harus memastikan bahwa upaya pengurangan emisi akan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan didalam negeri seperti perusahaan dan masyarakat. Kerjasama dalam bentuk kemitraan yang melibatkan pemerintah, perusahaan dan masyarakat menjadi fenomena baru untuk mempercepat proses pembangunan rendah karbon di Indonesia. Karena itu menarik untuk diteliti strategi seperti apa yang dilakukan Indonesia dalam melakukan penurunan emisi karbon seperti yang telah menjadi kesepakatan dalam Persetujuan Paris? II. Metodologi Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Dalam penelitian ini, data penelitian yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara di lapangan dan observasi, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data primer didapat dari wawancara dengan informan baik yang berasal 4
5 dari pemerintah kabupaten/kota maupun kelompok non pemerintah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, akademisi, pengusaha, tokoh masyarakat, masyarakat lokal. Untuk mendapatkan data yang diinginkan, peneliti melakukan penelitian di Kota Pontianak dan Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat dari tanggal 23 Mei-1 Juni 2016, dan di Provinsi Jawa Timur dilakukan dari tanggal September Dalam penelitian kualitatif ini, pengumpulan data dan informasi digunakan dengan teknik wawancara mendalam (in depth interview), Focus Group Discussion (FGD), Observasi dan studi dokumentasi. III. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian di Lokasi Memperhatikan ancaman deforestasi dan degradasi hutan makin nyata, Provinsi Kalbar telah siap mendukung upaya pemerintah menurunkan emisi karbon dari sektor kehutanan. Provinsi Kalimantan Barat telah siap menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Potensi kawasan hutan hektar memiliki peluang besar untuk berkontribusi menurunkan gas emisi. Komitmen Kalbar siap berkontribusi sampai 7,8 % dari target nasional (pada tahun 2020, 552,3 juta [BAU] 253,1 juta [MIT] = 299,2/5 = 59,84 juta tco2(eq) maka 59,84 juta/767 juta x 100%). Sedangkan untuk manajemen sequestrasi, Kalbar berkomitmen menyumbang sampai 13,3 %. 4 Kesiapan Provinsi Kalimantan Barat menurunkan emisi karrbon terlihat ketika peneliti melakukan FGD di Kabupaten Ketapang dengan pihak-pihak terkait untuk mengetahui bagaimana kabupaten ini menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan yang berasal dari kebakaran hutan. Kabupaten Ketapang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat yang tingkat pembakaran gambut di kabupaten ini tergolong tinggi. 5 Dari FGD yang dilakukan oleh penulis dapat diketahui bahwa meskipun berbagai kawasan hutan yang dimilikinya telah dialih fungsikan sebagai lahan perkebunan sawit akan tetapi Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang telah mengeluarkan Peraturan 4 Untuk lengkapnya lihat, Gusti Herdiansyah, et al., Strategi Rencana Aksi Provinsi: REDD+ Kalbar, FU Press Pontianak, Januari Untuk lengkapnya lihat, Greenpeace, Mengapa Perusakan IOI di Ketapang: Masalah Mendesak untuk RSPO dan sektor Perkebunan, Greenpeace International, Amsterdam, Juni
6 Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Areal Konservasi Daerah Kabupaten Ketapang. Perda ini menjadi dasar pembentukan Areal Konservasi Daerah, diantaranya adalah Kawasan Nilai Konservasi Tinggi (KNKT), Hutan Adat, Hutan Wisata, Hutan Kota, dan Hutan konservasi lainnya guna menunjang upaya penurunan emisi karbon. Di Kabupaten Ketapang telah keluar SK Bupati tentang HCV yang terletak di tiga lokasi yaitu Sungai Tengah, Pantai Air Mati dan Bukit Duri. Perda dimaksud menjadi payung bagi bagi setiap desa untuk membangun NKT. Didalamnya ada ketentuan bahwa masyarakat berhak untuk menunjuk NKT. Demikian juga dengan perusahaan. Sementara di Provinsi Jawa Timur, kesiapan penurunan GRK didasarkan RAD GRK Provinsi Jawa Timur pada sektor pertanian, kehutanan, energi, transportasi, industri, dan pengelolaan limbah sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini. Tabel Kontribusi Emisi GRK dari 6 (enam) Sektor di Provinsi Jawa Timur Tahun 2020 No. Sektor Kontribusi Emisi, 2020 (ton CO 2eq) % (Persentase) 1 Pertanian , % 2 Kehutanan , % 3 Energi , % 4 Transportasi , % 5 Industri , % 6 Pengelolaan Sampah , % Total ,43 100% Sumber: Bappeda Jawa Timur 2016 Berdasarkan tabel di atas dapat diprediksi bahwa emisi GRK Provinsi Jawa Timur pada tahun 2020 dari 6 (enam) sektor yang dihitung kontribusi emisinya sebesar 121,68 giga ton CO2eq. Dari 6 sektor tersebut maka sektor energi menjadi penyumbang emisi GRK terbesar, yaitu 40,55% atau ,92 (tco2eq) sedangkan sektor penyumbang emisi GRK terkecil adalah sektor industri, yaitu 2,06% atau ,90 (tco2eq). Namun demikian, pengurangan emisi sektor industri bukan merupakan tanggung jawab provinsi jawab Timur tetapi pemerintah pusat karena menyangkut industri besar yang ijinnya keluar dari pusat. 6 Karena, provinsi Jawa Timur melakukan upaya mitigasi untuk mengurangi tingkat emisi dari 5 sektor saja. 6 Penjelasan Kuntarti, Kabid Tata Lingkungan, Bappeda Provinsi Jawa Timur, Surabaya, 14 September
7 2. Antara Komitmen Internasional dan Penegakan Hukum Kesungguhan Provinsi Kalimanatan Barat dan Jawa Timur untuk mengurangi emisi karbon menjadi modal bagi pemerintah Indonesia untuk memperlihatkan kepada negara-negara pengemisi lainnya untuk melakukan tindakan yang sama. Meskipun Indonesia saat ini sedang berada dalam dilema antara memelihara lingkungan atau percepatan pembangunan, tetapi upaya pengurangan emisi tetap dilakukan dari semua sektor. Kesulitan seringkali muncul antara mendahulukan lingkungan atau pembangunan mengingat Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa dan eksploitasi yang dilakukan pemeritah memberi kontribusi yang sangat signifikan baik bagi perekonomian nasional maupun degradasi lingkungan. Kualitas lingkungan Indonesia dalam kenyataannya bukan hanya penting untuk kehidupan masyarakatnya tetapi juga untuk negara tetangga dan dunia. Indonesia telah menjadi salah satu negara penghasil emisi karbon dioksida terbesar di dunia yang menjadi pemicu perubahan iklim karena asap tebal yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan gambut. Kendati demikian, Indoonesia tetap memiliki potensi untuk mengurangi emisinya baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk negara lain. Melalui tata kelola lingkungan yang lebih baik dengan melibatkan masyarakat dan kalangan industriawan, pengurangan emisi yang dilakukan akan memberikan manfaat yang lebih nyata bagi Indonesia karena terkait dengan kepentingan yang lebih besar yaitu membahayakan ketahanan pangan yang dapat memicu konflik sosial. Kerjasama internasional dilakukan Indonesia sebagai bagian dari tata kelola lingkungan yaitu bukan hanya akan melindungi posisi global Indonesia sebagai surga keanekaragaman hayati, tetapi juga penyediaan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang telah kehilangan akses ke sumber daya alam yang selama ini telah menjadi sumber kehidupan. Indonesia akan memainkan peran penting dalam upaya global untuk menempatkan pembangunan ekonomi dengan pijakan yang lebih ramah lingkungan. 7 Indonesia bahkan dapat mengambil peran kepemimpinan di antara negara-negara berkembang, karena mempunyai potensi untuk mengubah arah dan pasokan energi, dan karena posisi strategisnya sebagai sebagai negara berkembang yang cepat tumbuh dan cenderung mencari jalan tengah dalam urusan internasional 7 Untuk lengkapnya baca, Frank Jotzo, Can Indonesia lead on climate change? dalam AS Reid, (ed), Indonesia Rising: The Repositioning of Asia s Third Giant, ISEAS, Singapore, 2012, hal
8 seperti yang ditunjukkan Indonesia dalam penyelenggaraan Konperensi Perubahan Iklim di Bali tahun Indonesia telah memberi pengaruh positif dalam negosiasi perubahan iklim internasional, sebuah cerminan dari keinginan untuk menjadi aktor yang bertanggung jawab dan konstruktif di panggung global. 3. Persetujuan Paris dan Diplomasi Indonesia Semangat optimisme untuk membangun dunia yang lebih ramah lingkungan sangat dirasakan negara-negara di dunia ketika Persetujuan Paris yang dihasilkan melalui pelaksanaan COP ke-21 tahun di Paris dinyatakan berlaku sejak 4 November 2016 setelah lebih dari 55 negara peserta meratifikasi yang meliputi 55 persen emisi gas rumah kaca. Dunia tidak memperhitungkan bahwa Persetujuan Paris siap dijalankan secepat ini. 9 Sebelumnya dunia ragu seiring dengan sulitnya tercapai kesepakatan antara AS dan Tiongkok untuk terlibat dalam upaya global menurunkan emisi GRK, unsur penyebab pemanasan global. Bergabungnya dua negara ini mempercepat syarat agar Presetujuan Paris segera dilaksanakan. Indonesia menghadiri Konperensi Perubahan Iklim ke-21 di Paris pada bulan Desember Konperensi ini menghasilkan kesepakatan Paris yang baru bisa berlaku dalam dua kondisi, pertama, 55 negara meratifikasi perjanjian itu. Kedua, total emisi negara peratifikasi mencapai 55 persendari emisi global. Untuk mencapai target persetujuan Paris, setiap negara harus berkontribusi dalam penurunan GRK yang dituangkan dalam dokumen NDC. Indonesia memastikan telah berada di gerbong terdepan dalam upaya mencegah perubahan iklim dengan meratifikasi Persetujuan Paris. Oleh karrena itu, negara-negara sahabat diajak bekerja sama merealisasikan komitmen yang sudah dibuat untuk memastikan tidak ada kenaikan suku global lebih dari 2 derajad celcius dari masa praindustrialisasi. Persetujuan Paris telah mengamanatkan peningkatan kerjasama bilateral dan multilateral yang lebih efektif dan efisien untuk melaksanakan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan dukungan pendanaan, teknologi, peningkatan 8 Ross Garnaut, Stephen Howes, Frank Jotzo, and Peter Sheehan, Emission in the Platinum Age: The Implications of Rapid Development Climate Change Mitigation, Oxford Review of Economic Policy, 24/2, 2008, hal Persetujuan Paris Belum Cukup, Kompas, 7 November 2016, hal
9 kapasitas yang didukung dengan mekanisme transparansi serta tata kelola yang berkelanjutan. 10 Negosiasi ataupun diplomasi yang akan dilakukan Indonesia dilakukan atas dasar bahwa kebijakan penurunan emisi Indonesia bukanlah untuk menyenangkan orang lain tetapi sebagai bentuk keseriusan Indonesia untuk menyelamatkan kondisi kepulauan Indonesia dan masyarakat yang tinggal didalamnya. Kebijakan ini merupakan bagian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Untungnya kebijakan Indonesia itu sejalan dengan keinginan masyarakat internasional. Karena itu banyak menyatakan kesiapannya membantu Indonesia mencapai target COP 21. Dalam hal ini, UE melihat bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi CO2 karenanya akan memberikan bantuan sebesar-besarnya dari pelbagai bidang untuk program-program berkaitan dengan lingkungan. 11 Gabungan 28 negara Eropa ini telah menyiapkan 40 juta Euro untuk tiga program utama di Indonesia. Beberapa negara, seperti Jerman, juga menjanjikan bantuan transfer teknologi ramah lingkungan. Inggris, yang memang sejak lama sudah campur tangan dalam sistem penataan hutan dan kayu, juga siap membantu Indonesia. Mereka mengaku optimistis dengan kontribusi Indonesia dalam menjaga iklim global. Salah satu itikad baik yang terlihat adalah saat Presiden Joko Widodo merombak aturan pengelolaan lahan gambut. Bagi negara-negara UE, hal ini akan memudahkan pemantauan siapa yang harus bertanggungjawab bila terjadi kebakaran lahan Selain itu, langkah penutupan kanal untuk mencegah illegal logging juga menuai pujian. IV. Kesimpulan Tercapainya Persetujuan Paris telah menjadi kesepakatan internasional yang melibatkan semua negara pengemisi didunia. Karena itu semua negara penandatangan harus mematuhi kesepakatan itu dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia yang menjadi salah satu negara pengemisi telah meratifikasi Persetujuan Paris dan karenanya telah siap untuk mengimplementasikan apa yang 10 RI Ajak Tunaikan Perjanjian Paris, Media Indonesia, 31 Oktober 2016, hal Uni Eropa Siap Bantu Indonesia Penuhi Target COP21, Tempo.co, edisi 15 Desember 2015, diakses 17 Oktober
10 menjadi kesepakatan dalam Perjanjian Paris. Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa Indonesia akan menurunkan emisi Indonesia hingga 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen melalui kerjasama luar negeri. Semua kepentingan Indonesia ini secara nyata telah di praktekkan. Dari penelitian di Jawa Timur dan Kalimantan Barat dapat diketahui bahwa kedua provinsi ini telah siap menjalankan kebijakan pemerintah itu dengan sejumlah program pengurangan emisi baik secara adaptasi maupun mitigasi. Semuanya ditujukan untuk mengurangi emisi karbon Indonesia sampai tahun Dukungan dari kedua provinsi ini mengurangi emisi karbon diwilayahnya menjadi modal bagi pemerintah Presiden Joko Widodo untuk optimis bahwa angka 29 persen dapat terlampaui pada tahun Bila didalam negeri Indonesia telah siap dengan berbagai regulasi yang sejalan dengan keinginan masyarakat internasional maka keluar Pemerintah Indonesia memiliki pekerjaan untuk mendesak negara-negara didunia agar melaksanakan kesepakatan internasional dalam penyediaan anggaran hingga 100 milyar sampai tahun Anggaran itu dapat dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang yang tengah melakukan upaya didalam negeri untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Hingga saat ini dana tersebut belum terkumpul sehingga menimbulkan keraguan akan keseriusan negara-negara maju untuk melaksanakan Persetujuan Paris. Indonesia yang melakukan pengurangan emisi untuk kepentingan nasional tidak ingin terlalu menggantungkan diri pada dana 100 milyar tersebut. Sebagai gantinya Indonesia banyak melakukan diplomasi secara bilateral untuk menggalang dukungan terhadap program pengurangan emisi Indonesia. Beberapa negara maju seperti AS, Inggris, Jerman dan negara-negara UE lainnya telah sepakat membantu menyukseskan program pengurangan emisi Indonesia tersebut. Negara-negara maju tersebut pada umumnya membantu Indonesia untuk program adaptasi. 10
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan
Lebih terperinciBAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA
BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi
Lebih terperinciPercepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil
Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas
Lebih terperinciPandangan Indonesia mengenai NAMAs
Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut
Lebih terperinciPemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")
Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan
Lebih terperinciMAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+
MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,
Lebih terperinciWWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban
WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban COP 17 di Durban akan menjadi titik balik proses negosiasi PBB untuk perubahan iklim. Para pemimpin dunia dapat meneruskan capaian yang telah dihasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.
Lebih terperinciRatifikasi Setengah Hati Undang-Undang Penanganan Bencana Asap Lintas Negara
Ratifikasi Setengah Hati Undang-Undang Penanganan Bencana Asap Lintas Negara Setelah 12 tahun menunggu, DPR RI akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary
Lebih terperinciDewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen
Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen OLEH: ALAN KOROPITAN Sinar Harapan, 13 Juni 2009 Tak terasa, dengan hadirnya PP No 46 Tahun 2008, Dewan Nasional
Lebih terperinciNations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciIntegrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek
Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu
1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam skenario BAU (Business As Usual) perdagangan karbon di indonesia, Kalimantan Tengah akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinci2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep
No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA
Lebih terperinciPENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Oleh: Dr. Dolly Priatna Yayasan Belantara Seminar Nasional Perubahan Iklim Mengembangkan Program Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Hidup Bagi Para Pihak
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak
Lebih terperinciPerspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim
Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari 2018 Agenda Presentasi RPP Perubahan Iklim sebagai Instrumen Pelaksana UU 16/2016 Good Governance dalam RPP Perubahan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinci2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c
No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciIlmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan
Lebih terperinciSAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global telah menjadi isu politik dan bisnis yang semakin penting bagi sebagian besar negara. Ada panggilan yang kuat dari lingkungan, bisnis dan pemimpin
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi
Lebih terperinciPENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013
PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. yang diperlukan bergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Masyarakat
BAB V KESIMPULAN Perubahan iklim telah berdampak pada ekosistem dan manusia di seluruh bagian benua dan samudera di dunia. Perubahan iklim dapat menimbulkan risiko besar bagi kesehatan manusia, keamanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja
Lebih terperinciPERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK
PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
Lebih terperinciKebijakan Fiskal Sektor Kehutanan
Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi
Lebih terperinciRencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan
Lebih terperinciDinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur
P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses
BAB V KESIMPULAN Dinamika hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang telah mengalami berbagai perkembangan, mulai dari masa penjajahan, kerjasama ekonomi hingga bidang politik dan keamanan. Politik luar
Lebih terperinciKERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN
KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN BIRO PERENCANAAN SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN KEHUTANAN JAKARTA, JANUARI 2007 Latar belakang Negosiasi Bilateral G-G, Oktober 2007 telah menyetujui program
Lebih terperinciIMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA
IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Disampaikan ik dalam Diskusi
Lebih terperinciRENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)
RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) Shinta Damerys Sirait Kepala Bidang Pengkajian Energi Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kementerian Perindustrian Disampaikan
Lebih terperinciSambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012
Sambutan Endah Murniningtyas Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Penyusunan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan permasalahan yang cukup pelik dan sulit untuk dihindari. Jika tidak ada kesadaran dari berbagai pihak dalam pengelolaan lingkungan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari
Lebih terperinciFCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI
KONTRIBUSI NON-PARTY STAKEHOLDERS (NPS) DI KALIMANTAN TIMUR DALAM PEMENUHAN NDC FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI Niken Sakuntaladewi (niken_sakuntaladewi@yahoo.co.uk) Pusat Litbang Sosial,
Lebih terperinci2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima
No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,
Lebih terperinciPENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN
PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,
Lebih terperinciSosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagaimana diketahui bahwa Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan gasgas yang terdapat di atmosfer, yang berasal dari alam maupun antropogenik (akibat aktivitas manusia).
Lebih terperinciRencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD Lingkungan yang baik sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). SDA yang melimpah dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam aktivitasnya
Lebih terperinciPertemuan Koordinasi GCF
Didanai oleh Uni Eropa Pertemuan Koordinasi GCF Bali, 23-25 Juni 2014 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan pelopor global dalam hal komitmen negara berkembang untuk melakukan aksi mitigasi secara nasional
Lebih terperinciABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN
ABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN 2004-2009 AKRIS SERAFITA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL 2012 Hubungan Indonesia dan Australia memiliki peranan penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan
STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat
Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia JCM Indonesia Secretariat Data suhu bulanan global Suhu rata-rata global meningkat drastic dan hamper mencapai 1.5 O Celcius dibanding dengan jaman
Lebih terperinciStrategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi:
Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Pengalaman dari Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Bappeda Provinsi Maluku Background KOMITMEN PEMERINTAH PUSAT PENURUNAN
Lebih terperinciKebijakan Pelaksanaan REDD
Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era sekarang ini, sektor bisnis di Indonesia mulai berkembang. Tentu saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian keuntungan semata.
Lebih terperinciPemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth
Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)
NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia
Lebih terperinciDeklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal
Kemajuan Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal Ringkasan Eksekutif November 2015 www.forestdeclaration.org An electronic copy of the full report is available
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA
KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA ENDAH MURNININGTYAS Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam acara FGD Pembentukan Komite Pembangunan
Lebih terperinciKepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia
ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.
Lebih terperinciPERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Lingkungan adalah semua yang berada di
Lebih terperinci(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global
PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan
Lebih terperinciKEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT
KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri
Lebih terperinciUPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI
UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( 1998 2011 ) RESUME SKRIPSI Disusun Oleh : Pongky Witra Wisesa (151040295) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciVersi 27 Februari 2017
TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat
Lebih terperinciRoyal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas
Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan
Lebih terperinciRENCANA AKSI ANTISIPASI PEMANASAN GLOBAL DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM MELALUI KALTIM HIJAU Tahun
RENCANA AKSI ANTISIPASI PEMANASAN GLOBAL DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM MELALUI KALTIM HIJAU Tahun 2010-2014 Gubernur Provinsi Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak MEMPERHATIKAN HASIL Governors Climate Forest
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil
ribuan ton BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 167.669
Lebih terperinciPENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan G20 di Pittsburg pada bulan September 2009, telah mencanangkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan menurunkan emisi Gas
Lebih terperinciFocus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO
Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO LATAR BELAKANG Sebaran Areal Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, 2014 Ekstensifikasi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya
BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan
Lebih terperinciPENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dr. Medrilzam Direktorat Lingkungan Hidup Kedeputian Maritim dan Sumber Daya Alam Diskusi Koherensi Politik Agenda Pengendalian Perubahan
Lebih terperinciPeningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)
Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim oleh: Erna Witoelar *) Pemanasan Bumi & Perubahan Iklim: tidak baru & sudah jadi kenyataan Kesadaran, pengetahuan & peringatan
Lebih terperinciMenerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut
Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa
Lebih terperinci