BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum adalah keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi dan merupakan suatu bagian dari perangkat kerja sistem sosial. Fungsi sistem sosial inilah untuk mengintergrasikan kepentingan anggota masyarakat, sehingga tercipta suatu keadaan yang tertib, agar fungsi hukum ini dapat terlaksana dengan baik maka bagi para penegak hukum dituntut kemampuannya untuk melaksanakan dan menerapkan hukum dengan baik. 1 Tujuan dari hukum pidana itu sendiri adalah untuk memenuhi rasa keadilan. 2 Hal inilah mengakibatkan bahwa tugas hukum yakni mencapai keserasian antara nilai kepentingan hukum dengan masyarakat. 3 Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi karena pelanggaran maka hukum harus ditegakkan. 4 Pelanggaran hukum inilah akan menimbulkan lahirnya sanksi pidana yang merupakan suatu akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan yakni perbuatan melawan hukum. 5 1 R. Soeroso, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm Wirjono Prodjodikoro, 1991, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, PT Eresco, Jakarta- Bandung, hlm Ishaq, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 5 Ibid, hlm

2 2 Berbicara mengenai pelanggaran hukum, di Indonesia sampai saat ini masih belum terlepas dengan segala permasalahan pelanggaran hukum salah satunya dalam hal pelacuran. Masyarakat dunia dan tidak terkecuali masyarakat di Indonesia pada dewasa ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin maraknya praktek pelacuran. Pada dasarnya masalah sosial dan moral adalah masalah terbesar dari tatanan adat serta perilaku masyarakat yang masih sangat kental dengan kebudayaan timur. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai penyakit masyarakat. Dengan kata lain penyakit masyarakat yang demikian merupakan produk sampingan, atau merupakan konsekuensi yang tidak diharapkan dari sistem sosio kultural zaman sekarang, dan berfungsi sebagai gejala tersendiri. Kongkritnya banyak anggota masyarakat yang apatis terhadap norma-norma yang ada dan berlaku dalam kehidupan sosial, salah satunya dengan munculnya fenomena pelacuran yang semakin lama semakin menjamur. Berdasarkan pernyataan tersebut, tindak pidana pelacuran dapat mengganggu, merugikan keselamatan, ketenteraman dan kemakmuran baik jasmani dan rohani maupun sosial dari kehidupan masyarakat secara umum. Faktanya pelacuran banyak merugikan menyangkut banyak kehidupan manusia dan merupakan suatu permasalahan hukum, yang dinilai sebagai suatu patologi sosial karena dalam pelacuran ini tindakan yang dilakukan seseorang atau kelompok bersifat melawan kaidah-kaidah kehidupan yang berlaku didalam masyarakat dan bersifat melawan norma-norma hukum serta melawan hukum.

3 3 Dunia pelacuran merupakan suatu pelanggaran atau kejahatan yang semakin hari semakin menunjukan kenaikan jumlah dalam kualitas kejahatan dan gejala ini akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi, industrialisasi dan urbanisasi. Pelacuran termasuk dalam salah satu penyakit masyarakat, karena akibat dari pelacuran banyak terjadinya kemorosotan di bidang pendidikan dan agama yang mengakibatkan kemerosotan moral, kenakalan anak-anak, dsb, sehingga norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat mengharamkan adanya tindak pidana pelacuran dalam segala bentuknya. Yang mana Tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan nasional berdasaskan Pancasila, yakni sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh karena itu sudah selayaknya kalau perilaku pelacuran itu tidak dapat ditoleransi oleh masyarakat Indonesia. Untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut, maka perlu memperhatikan pembangunan di bidang hukum, yang salah satunya adalah tentang pelaksanaan hukum pidana. Hukum pidana bagi suatu bangsa merupakan indikasi yang penting tentang tingkat peradaban bangsa itu, karena di dalamnya tersirat bagaimana pandangan bangsa tersebut tentang etika (tata susila), moralitas, sistem masyarakat, dan norma-norma sosial. Perbuatan pelacuran merupakan suatu perzinahan, Perzinahan adalah setiap hubungan kelamin antara wanita dan pria di luar perkawinan yang sah. Ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

4 4 yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Diperjelas pula dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut huku masing-masing agama dan kepercayaan. Dari ketentuan Pasal 1 dan Pasal 2 tersebut diatas dapat dilihat bahwa perbuatan pelacuran merupakan suatu perzinahan karena dilakukan diluar dari perkawinan yang sah antara laki-laki dan wanita oleh salah satu pihaknya (pelaku), perbuatan ini dilakukan dengan maksud mendapat suatu keuntungan bagi dirinya atau orang lain atau mendapat imbalan jasa atas perbuatannya. Pelacuran disini tidak dijadikan suatu perbuatan pidana dalam arti, bahwa perbuatan pelacurnya sendiri tidak dilarang dan diancam dengan pidana. 6 Bahkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) tidak ada satupun pasal yang mengatur secara khusus atau tegas yang melarang praktekpraktek pelacuran. Ketidak tegasan pemerintah dapat dilihat pada Pasal 296, Pasal 297, dan Pasal 506 KUHP. Pasal-pasal tersebut dalam KUHP hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan seks secara ilegal, artinya larangan hanya diberikan untuk muchikari atau germo, sedangkan pelacurnya sendiri sama sekali tidak ada pasal yang mengaturnya secara khusus. Adapun ukurannya, perbuatan melawan hukum yang mana yang ditentukan sebagai perbuatan pidana, hal itu adalah termasuk kebijaksanaan pemerintah, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Perbuatan pelacuran ini sendiri sangat menimbulkan kerugian yang sangat besar dalam masyarakat maka dari hal ini lah perlunya suatu sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana pelacuran. Meskipun demikian hukum pidana tetap merupakan dasar dari peraturan-peraturan dalam 6 Moeljatno, 1983, Azas-Azas Hukum Pidana, PT. Bina Aksara, Jakarta, hlm. 3-4.

5 5 industri seks di Indonesia, karena larangan pemberian layanan seksusal khususnya terhadap praktek-praktek pelacuran tidak ada dalam hukum negara, maka peraturan dalam industri seks ini cenderung didasarkan pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan, dengan reaksi, aksi dan tekanan berbagai organisasi masyarakat yang bersifat mendukung dan menentang adanya tindak pidana pelacuran tersebut. Bali memang kota yang tidak sebesar Jakarta, Bandung, Surabaya ataupun Yogyakarta, namun statusnya sebagai kota pariwisata menjadikan Bali mendapat suatu permasalahan sosial seperti pelacuran sebagai suatu masalah yang semakin kompleks. Di Bali masalah pelacuran sangat bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesopanan, maupun norma kesusilaan. Perkembangan industri pariwisata yang sangat pesat merupakan salah satu faktor penyebab adanya pelaku tindak pidana pelacuran, selain itu pula adanya beberapa oknum pemerintah yang memanfaatkan keadaan dengan mencari keuntungan yang lebih berusaha untuk memfasilitasi suburnya praktek pelacuran baik yang secara terselubung maupun yang terang-terangan yang membuat prakter pelacuran itu sendiri berkembang semakin pesat. Daerah Bali khususnya kota Denpasar telah melakukan berbagai upaya penanggulangan pelacuran dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 (selanjutanya disebut Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 Tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar) sebagai dasar hukum untuk menanggulangi pelacuran diwilayah kota Denpasar. Dalam

6 6 pelaksanaanya, penanggulangan pelacuran lebih banyak dilakukan dengan menertibkan dan menangkap perempuan pelacur yang ditangkap oleh aparat penegak hukum. Mengenai penanggulangan ini sendiri terhadap pelacur selaku pihak yang disewa dikenakan sanksi sesuai dengan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 Tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar. Seperti yang kita ketahui sekarang ini praktek pelacuran telah terang-terangan beroprasi ditengah masyarakat, bahkan dalam menjalankan bisnisnya para pelaku tindak pidana pelacuran seolah-olah tidak takut terhadap adanya penindakan dari aparat penegak hukum, maupun reaksi keras dari masyarakat yang menolak adanya praktek pelacuran tersebut. Bahkan sanksi pidana yang diberikan juga tidak membuat efek jera pada para pelaku untuk terus mengulangi kembali perbuatannya, dalam Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 Tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar masih banyak ditemukan permasalahan dalam memberikan sanksi pidana sehingga membuat tidak jeranya dan membuat para residivis mengulangi perbuatan yang sama kembali. Diperlukan suatu keseriusan para penegak hukum dalam menanggulangi, menertibkan serta memberikan sanksi pidana pada para pelaku tindak pidana pelacuran karena penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pelacuran di Kota Denpasar hanya dimungkinkan dengan menggunakan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 Tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar sebagai suatu dasar hukum untuk menjerat para pelaku.

7 7 Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka kiranya layak untuk diangkat dalam karangan ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul PENERAPAN SANKSI PIDANA PADA PELAKU TINDAK PIDANA PELACURAN BERDASARKAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN 2000 DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR. 1.2 Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pelacuran berdasarkan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 dalam praktek di Pengadilan Negeri Denpasar? 2. Bagaimana hambatan dalam penerapan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana pelacuran dan bagaimana upaya penanggulangannya? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup masalah dalam suatu penelitian ilmiah sangat penting. Untuk mecegah agar materi yang dibahas tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka perlu diberikan penegasan dan batasan-batasan mengenai ruang lingkup masalah akan diurai nanti. Permasalahan yang dikaji diberikan batasan yang bermaksud menghindari kekaburan dalam mendeskripsikannya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pencarian, penyusunan data dan akan dijabarkan secara deskriptif dalam bentuk penulisan ilmiah. Ruang lingkup yang akan dibahas

8 8 adalah penerapan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 Tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar dan hal- hal apa saja yang menjadi hambatan bagi penegak hukum dalam menjatuhkan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana pelacuran. 1.4 Orisinalitas Penelitian Berdasarkan data yang didapat oleh penulis, penulis menemukan adanya penelitian sejenis dengan penelitian yang penulis lakukan. Indikator pembeda penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan dengan penelitian penulis disajikan dengan tabel dibawah ini : Tabel 1 : Daftar Penelitian Sejenis No. Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah 1. Kajian Hukum Pidana R.P. 1. Apakah pihak-pihak Tentang Pelacuran MOHAMMAD yang terlibat dalam Terselubung (Criminal Law Analysis About Undercover Prostitution) FARID JAUHARI, Fakultas Hukum Universitas kasus pelacuran bisa dijerat hukum pidana indonesia? 2. Apa yang menjadi Jember, Tahun kendala yuridis dalam penegakan pidana pelacuran terselubung? hukum terhadap

9 9 2. Sanksi Pidana Terhadap RACHMAT 1. Bagaimana tindak Pelaku Pelacuran PRASETIYO, pidana pelacuran yang Berdasarkan Kitab Fakultas Hukum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Universitas Pancasakti Tegal, Undang-Undang Hukum Pidana Dan Peraturan Daerah Kota Tahun 2010 Peraturan Daerah Tegal Nomor 4 Tahun 2006 Kota Tegal Nomor 4 Tahun 2006? 2. Bagaimana bentuk pertanggungajawaban pelaku menurut pelacuran Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 4 Tahun 2006? Berdasarkan tabel diatas tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis menyusun skripsi berjudul Penerapan Sanksi Pidana Pada Pelaku

10 10 Tindak Pidana Pelacuran Berdasarkan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 Di Pengadilan Negeri Denpasar. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan suatu hasil. Demikian pula halnya dengan setiap penulisan karya ilmiah haruslah menunjukan suatu tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan. a. Tujuan umum Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu untuk memperoleh pemahaman mengenai penerapan sanksi pidana pada pelaku tindak pidana pelacuran berdasarkan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 di Pengadilan Negeri Denpasar. b. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pelacuran berdasarkan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 dalam praktek di Pengadilan Negeri Denpasar. 2. Untuk mengetahui hambatan dalam penerapan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana pelacuran dan upaya penanggulangannya. 1.6 Manfaat Penulisan Dalam penelitian ini adapun yang menjadi manfaatnya adalah manfaat secara Teoritis dan Praktis, yaitu sebagai berikut :

11 11 a. Manfaat Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk menegakkan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan hukum pidana berkaitan dengan Tindak Pidana Pelacuran. b. Manfaat Praktis 1. Untuk mendalami dan mempraktekkan teori-teori yang telah diperoleh penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana. 2. Dapat memberikan informsi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang penerapan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana pelacuran. 3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah, untuk memperbaharui Peraturan Perundang-undangan yang lebih tegas lagi dan menjerat bagi pelaku tindak pidana. 1.7 Landasan Teoritis Perundang-undangan mengenai sanksi pidana dapat dilihat dari Pasal 10 KUHP yang menyebutkan bahwa Pidana Pokok terdiri atas : 1. Pidana Mati, 2. Pidana Penjara, 3. Pidana Kurungan, Dan 4. Pidana Denda 7 Tindak pidana pelacuran merupakan suatu tindak pidana ringan yang mana perbuatan tersebut banyak meresahkan masyarakat, sehingga aparat penegak hukum berusaha untuk membrantasnya. Mengenai acara pemeriksaan tindak 7 P.A.F Lamintang dan Theo Lumintang, 2012, Hukum Penitensier Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 35.

12 12 pidana ringan ini sendiri diatur dalam Pasal 205 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), menyebutkan bahwa : (1) Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian ini. (2) Dalam perkara sebagaimana ayat (1), penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli atau juru bahasa ke sidang pengadilan. (3) Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding. Pekerja seks komersial merupakan profesi dengan menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan, biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Pengertian pelacuran itu sendiri dapat dilihat dari Pasal 1 huruf e Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 tentang Permberantasan Pelacuran Kota Denpasar menyatakan bahwa Pelacur adalah seorang laki-laki maupun perempuan yang melakukan hubungan kelamin dan atau seksual tanpa ikatan perkawinan yang sah dengan maksud mendapat imbalan jasa baik finansial maupun material bagi dirinya sendiri atau pihak lain. Berkaitan dengan tindak pidana pelacuran dalam hal prostitusi merupakan suatu bentuk penyimpangan seksual dengan pola-pola organisasi inpuls/ dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintergrasi dalam bentuk pelampiasan nafsunafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang disertai eksploitas dan komersialisasi seks yang impersional tanpa afeksi sifatnya. 8 8 Kartini Kartono, 1997, Pathologi Sosial jilid I, Cv Rajawali, Jakarta, (selanjutnya disingkat Kartini Kartono I), hlm. 207.

13 13 Selain itu pula tindak pidana pelacuran memiliki dampak yang ditinjau dari sudut manapun merupakan suatu kegiatan yang tidak baik (negatif) : a. Dampak sosiologis, pelacuran merupakan perbuatan amoral yang bertentangan dengan norma dan etika yang ada didalam masyarakat. b. Dampak pendidikan, pelacuran merupakan kegiatan yangdemoralisasi c. Dampak kewanitaan, pelacuran merupakan kegiatan merendahkan martabat wanita. d. Dampak ekonomi, pelacuran dalam prakteknya sering terjadi pemerasan tenaga kerja. e. Aspek kesehatan, pelacuran merupakan media yang sangat efektif untuk menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat berbahaya. f. Dampak keamanan dan ketertiban masyarkat, pelacuran dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan kriminal. Khususnya di Kota Denpasar dalam pemberantasan tindak pidana pelacuran menggunakan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar, yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang dijadikan dasar oleh hakim dalam menjatuhi hukuman terhadap terdakwa yang telah melanggar aturan. Dimana hakim berusaha untuk memberikan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan agar terdakwa jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya sebagai pekerja seks komersial. Jika dilihat dari asas hukum, dalam mengambil keputusannya hakim menggunakan asas legalitas yakni asas yang menentukan perbuatan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan

14 14 terlebih dahulu dalam perundang-undangan yang mengaturnya biasa disebut Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege (tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu). 9 Serta dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pelacuran, hakim memiliki pertimbangan berdasarkan alasan yuridis yakni berpedoman pada Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 Tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar Kaitannya dengan keefektifan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2000 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar, secara etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif dalam bahasa inggris effective yang telah mengintervensi kedalam bahasa Indonesia dan memiliki makna berhasil dalam bahasa Belanda effectief memiliki makna berhasil guna, sedangkan efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasil-gunaan hukum, dalam hal ini berkaitan dengan keberhasilan pelaksanaan hukum itu sendiri. L.J Van Apeldoorn, menyatakan bahwa efektifitas hukum berarti keberhasilan, kemajemukan hukum atau Undang-Undang untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat secara damai. 10 Secara terminologi pakar hukum dan sosiologi hukum memberikan pendekatan tentang makna efektivitas sebuah hukum beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing. Soerjono Soekanto berbicara mengenai efektivitas suatu hukum ditentukan antara lain oleh taraf kepatuhan warga masyarakat terhadap hukum, termasuk para penegak 9. Moeljatno, Op.cit, hlm. 23. hlm Van Apeldoorn, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan Ke 30,

15 15 hukumnya. 11 Efektivitas hukum dilain pihak juga dipandang sebagai tercapainya tujuan hukum. Menurut Soerjono Soekanto, dalam ilmu sosial antara lain dalam sosiologi hukum, masalah kepatutan atau ketaatan hukum atau kepatuhan terhadap kaidah-kaidah hukum pada umumnya telah menjadi faktor yang pokok dalam menakar efektif tidaknya sesuatu yang ditetapkan dalam hal ini hukum. 12 Efektifitas suatu peraturan harus terintegrasinya ketiga elemen hukum baik penegak hukum, substansi hukum dan budaya hukum masyarakat, sehingga tidak terjadi ketimpangan antara das solen dan das sein. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrence M. Friedman yang mengemukakan bahwa dalam sistem hukum terdapat tiga unsur yaitu struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum. 13 Struktur hukum merupakan suatu wadah, kerangka maupun bentuk sistem hukum, yakni susunan dari pada unsur-unsur sistem hukum yang bersangkutan. Substansi hukum mencakup norma-norma atau kaidah-kaidah mengenai patokan perilaku yang pantas dan prosesnya. Budaya hukum mencakup segala macam gagasan, sikap, kepercayaan, harapan maupun pendapat-pendapat (pandanganpandangan) mengenai hukum. 14 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto, antara lain : 11 Soerjono Soekanto, 1996, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Bandung, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I), hlm Ibid, hlm Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori Peradilan (Judicial Prudence) : Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legis Prudence) Volume I Pemahaman Awal, Kencana, Jakarta, hlm Soerjono Soekanto, 2010, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), hlm. 41.

16 16 1. Faktor hukumnya sendiri, yakni didalam tulisan ini akan dibatasi Undang- Unsang saja; 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. 15 Substansi hukum itu adalah Peraturan Perundang-Undangan, Struktur Hukum itu sering disebut penegak hukum, budaya hukum itu sangat luas, dapat dipahami budaya hukum itu adalah kepatuhan masyarakat. Kebudayaan (Culture) berarti keseluruhan dan hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat kebiasaan, pengertian ini pertama kali dikemukakan oleh E.B Tylor dalam bukunya Primitive Culture di New York. Jadi dari pengertian itu, kebudayaan lebih dari kesenian, melainkan ada kepandaian, hukum, moral, dan termasuk kepercayaan, itu menunjukan budaya bukan seni. 1.8 Metode Penelitian A. Jenis Penelitian Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah pendekatan yuridis empiris yaitu dengan mengkaji permasalahan berdasarkan peraturan hukum dan undang-undang yang berlaku dan mengkaitkan dengan 15 Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, ((selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto III), hlm. 5.

17 17 pelaksanaannya dilapangan. Penelitian ini direalisasikan terhadap efektivitas hukum atau peraturan yang sedang berlaku ataupun penelitian terhadap identifikasi hukum. 16 Dengan demikian tidak hanya sebatas mempelajari pasalpasal perundangan dan pendapat para ahli untuk kemudian diuraikan, tetapi juga menggunakan bahan-bahan yang sifatnya normatif tersebut dalam rangka mengolah dan menganalisis data-data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan. B. Jenis Pendekatan Pembahasan dalam penelitian ini akan dikaji dengan pendekan perundangundangan (the statue approach), dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 2 tahun 2000, kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang akan dibahas, pendekatan fakta (the fact approach), dalam hal ini penulis juga melihat fakta-fakta yang ada dilapangan Pengadilan Negeri Denpasar serta Dinas Trantib dan Satpol PP Pemerintah Kota Denpasar berkaitan dengan penerapan sanksi pidana tindak pidana pelacuran, dan pendekatan analisis (analitycal and conseptual approach) yaitu penelitian terhadap konsep-konsep hukum, seperti sumber hukum, fungsi hukum, lembaga hukum dan sebagainya. 16 Suratman dan Philips Dillah, 2013, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, hlm. 53.

18 18 C. Sifat penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pelacuran menurut Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 7 Tahun 1993 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar, sebagaimana telah diubah dengan Perda No. 2 Tahun 2000 dan yang menjadi hambatan dalam upaya menjatuhkan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana pelacuran. Selain itu, bersifat kualitatif karena memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku. Sehingga dapat diperoleh data kualitatif yang merupakan sumber dari deskripsi yang luas, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat. D. Data Dalam penulisan skripsi ini digunakan data yaitu : a. Data Primer Data primer yaitu suatu data yang diperoleh langsung bersumber dari lapangan, dengan menggunakan teknik wawancara terbuka kepada para informan dan responden. Dalam hal ini penelitian akan dilakukan di wilayah Pengadilan Negeri Denpasar serta Dinas Trantib dan Satpol PP Pemerintah Kota Denpasar.

19 19 b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data-data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu penelaahan terhadap Peraturan Perundang-Undangan terkait, serta bukubuku litrature sebagai bahan bacaan. Studi kepustakaan ini menelaah bahan-bahan hukum yang pokok yaitu undang-undang dalam arti materil dan formil, hukum kebiasaan dan hukum adat yang tercatat, yurisprudensi, traktat dan doktrin. Dalam hal ini Peraturan Perundang-Undangan yakni Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 7 Tahun 1993 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kota Denpasar, sebagaimana telah diubah dengan Perda Kota Denpasar No. 2 tahun Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji menyatakan bahwa dalam suatu penelitian ini mengandalkan pada penggunaan bahan hukum primer (bahan hukum yang mengikat), bahan hukum sekunder (yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer), dan bahan hukum tertier (bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder). 17 E. Teknik Pengumpulan Data Adapun cara yang digunakan dalam hal tehnik pengumpulan data untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini dengan cara : a. Teknik studi kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan, membaca, mencatat, dan menelaah, mengkaji dan menganalisa dari peraturan 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1998, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, hlm. 39.

20 20 perundang-undangan, hasil penelitian hukum, dan buku-buku yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang ada. Keseluruhan data kepustakaan tersebut dibuat dalam bentuk card system. b. Teknik Wawancara, merupakan proses interaksi dan komunikasi serta cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada narasumber yang akan diwawancarai. Tehnik yang dilakukan bukan hanya bertanya pada seorang melainkan dilakukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang secara terbuka untuk memeperoleh informasi yang relevan dengan masalah penelitian. c. Teknik Observasi yakni suatu pengamatan yang dilakukan untuk tujuan penelitian yang dilakukan serta dilakukan secara sistematis melalui perencanaan yang matang. Pengamatan dimungkinkan berfokus pada fenomena sosial ataupun perilaku-perilaku sosial. Pengamatan merupakan salah satu metode pengumpulan data pada penelitian hukum empiris/ sosiologis. 18 Pengamatan ini dilakukan di Pengadilan Negeri Denpasar dengan melihat atau mengamati sidang tindak pidana pelacuran secara langsung. F. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini, teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah teknik non-probability sampling. Teknik ini digunakan agar diperoleh subyeksubyek yang ditunjuk sesuai dengan tujuan penelitian, dimana semua populasi mempunya kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk ditetapkan menjadi 18 Suratman dan Philips Dillah, Op.cit, hlm. 135.

21 21 sampel. Teknik pengumpulan sampel dengan teknik non- probabilitas yang digunakan menekankan pada bentuk Purposive Sampling yaitu penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kreteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya. Sampel yang dipergunakan peneliti dalam penelitian skripsi ini diambil dari Pengadilan Negeri Denpasar serta Dinas Trantib dan Satpol PP Pemerintah Kota Denpasar yang dapat mewakili keadaan yang sebenarnya. G. Teknik Analisis Data Setelah keseluruhan data yang diperoleh dikumpulkan secara lengkap baik melalui studi kepustakaan, wawancara, ataupun dengan observasi kemudian ditelaah dan dianalisa secara kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada yang berkaitan dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif yang menggambarkan secara menyeluruh serta mendetail aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah dan kemudian dianalisa untuk mendapatkan kebenaran, dengan teori yang terdapat pada buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, guna mendapatkan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan skripsi ini.

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN 2000 Oleh : Bella Kharisma Desak Putu Dewi Kasih Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan hidup bangsa dan Negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk problematika yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 PROSES PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh: Raymond Lontokan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa bentuk-bentuk perbuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin tingginya nilai sebuah peradaban dari masa ke masa tentunya mampu memberikan kemajuan bagi kehidupan manusia, namun tidak dapat dilupakan juga bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Indonesia yang pada saat ini sedang memasuki era globalisasi. Oleh karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa Indonesia khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara anggota masyarakat terkadang menimbulkan gesekan-gesekan yang

BAB I PENDAHULUAN. antara anggota masyarakat terkadang menimbulkan gesekan-gesekan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat, di manapun berada, selalu terdapat penyimpangan-penyimpangan sosial yang dilakukan oleh anggotanya, baik yang dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, diperlukan data dan informasi yang relevan terhadap judul dan perumusan masalah serta identifikasi masalah, untuk itu agar diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum yang pada masa sekarang ini sedang melakukan pembangunan disegala aspek tidak terkecuali bidang hukum, maka segala usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang dimasa depan. untuk itulah anak harus memperoleh perhatian yang luar biasa tidak hanya

Lebih terperinci

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman di berbagai bidang kehidupan membawa masyarakat menuju pada suatu tatanan kehidupan dan gaya hidup yang serba mudah dan praktis. Keberhasilan yang dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA JASA PROSTITUSI DALAM PERSPEKTIF KUHP

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA JASA PROSTITUSI DALAM PERSPEKTIF KUHP ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA JASA PROSTITUSI DALAM PERSPEKTIF KUHP Oleh : Mesites Yeremia Simangunsong A.A Gede Agung Dharma Kusuma Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang di dunia telah melakukan pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG TERHADAP ANAKNYA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh

Lebih terperinci

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia minuman beralkohol diawasi peredarannya oleh negara, terutama minuman impor. Jenis minuman beralkohol seperti, anggur, bir brendi, tuak, vodka, wiski

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris

III. METODE PENELITIAN. Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris sebagai penunjang. Pendekatan normatif dan empiris yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prostitusi dalam arti terangnya adalah pelacur atau pelayan seks atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prostitusi dalam arti terangnya adalah pelacur atau pelayan seks atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prostitusi dalam arti terangnya adalah pelacur atau pelayan seks atau Pekerja Seks Komersial (PSK) atau disebut juga penjual jasa seksual. Ternyata penduduk asli di

Lebih terperinci

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moralitas dan sumber daya manusia di Indonesia khususnya generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. moralitas dan sumber daya manusia di Indonesia khususnya generasi penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang merupakan kejahatan transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO

KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO Oleh: I Gst Ngr Dwi Wiranata Ibrahim R. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Perbuatan kumpul kebo merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dikarunia dengan daerah daratan, lautan dan

I. PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dikarunia dengan daerah daratan, lautan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia dikarunia dengan daerah daratan, lautan dan udara dimana musim penghujan dan musim kemarau berlangsung seimbang. Segala urusan daerah-daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapai, maka hukum melahirkan norma-norma yang berisikan perintah dan

BAB I PENDAHULUAN. tercapai, maka hukum melahirkan norma-norma yang berisikan perintah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan guna memelihara hak-hak manusia dan tanggung jawab manusia, entah itu sifatnya individu maupun kolektif, sebagaimana tujuan dari hukum itu

Lebih terperinci

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus

Lebih terperinci

suami yang sah dan melahirkan anak-anak serta mendidik untuk menjadi generasi yang berguna.

suami yang sah dan melahirkan anak-anak serta mendidik untuk menjadi generasi yang berguna. menjatuhkan nilai atau martabatnya seorang wanita. Wanita seharusnya menjadi pendamping suami yang sah dan melahirkan anak-anak serta mendidik untuk menjadi generasi yang berguna. Bila mereka terjerumus

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N : WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DAN PERBUATAN ASUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang a. bahwa pelacuran dan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah mahkluk sosial, di manapun berada selalu terdapat penyimpangan-penyimpangan sosial yang dilakukan oleh anggotanya, baik yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, hal ini dikarenakan hukum dan Hak Asasi Manusia saling berkaitan satu sama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari ruang lingkup kekerasan seksual, mengenal adanya pencabulan, yaitu segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci