Keadaan tersebut menunjukkan perilaku membeli yang ditunjukkan remaja tidak lagi dilakukan karena suatu kebutuhan, melainkan karena alasan-
|
|
- Dewi Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang yang menjadi titik tolak penelitian, identifikasi, tujuan penelitian, manfaat dan signifikansi penelitian serta sistematika penulisan. A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi telah memunculkan suatu gaya hidup baru yang dikenal sebagai gaya hidup modern. Hal ini terlihat dengan banyaknya restoran yang menyediakan menu khas mancanegara, gaya berpakaian yang dipengaruhi oleh perancang kelas dunia, kosmetik, aksesoris, pernak-pernik, dll. Kondisi ini dapat mengubah kebiasaan dan gaya hidup masyarakat menuju kearah kehidupan mewah yang cenderung terlalu berlebihan, yang pada akhirnya akan menyebabkan pola hidup cenderung menjadi konsumtif. Menurut Lina & Rosyid (1997: 7) perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai kehidupan mewah yang cenderung berlebihan, penggunaan pada segala sesuatu yang dianggap mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik semata. David Chaney (Novita, 2008:16) menjelaskan masyarakat konsumen tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan. Melalui majalah remaja, iklan, dan media yang mengeksploitasi gaya hidup mewah diseputar perkembangan trend busana, pacaran, shopping dan acara mengisi waktu senggang, semua itu perlahan tapi pasti akan ikut membentuk budaya gaya hidup fun. Remaja merasa perlu menyesuaikan diri terhadap perkembangan food, fashion, and fun, dan tanpa disadari terdapat ketentuan untuk memenuhi ketiga hal tersebut. Usaha untuk mengikuti perkembangan dan perubahan dari lingkungan sosial ini adalah karena remaja ingin diterima oleh teman-temannya dan lingkungan sosialnya (Tambunan, 2001, hlm 1). Keadaan tersebut menunjukkan perilaku membeli yang ditunjukkan remaja tidak lagi dilakukan karena suatu kebutuhan, melainkan karena alasan-
2 2 alasan lain seperti sekadar mengikuti arus mode, mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial, bahkan demi harga diri remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat Sarwono (Farida, 2006, hlm 40) yang menjelaskan perilaku konsumtif biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor emosi dari pada rasio, karena pertimbangan-pertimbangan dalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk lebih menitik beratkan pada status sosial, mode,dan kemudahan dari pada pertimbangan ekonomis. Lubis (Sumartono, 2002, hlm 117) mengatakan perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi. Pengertian ini sejalan dengan pandangan Lina & Rosyid (1997: 7) yang menyatakan perlaku konsumtif melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu di luar kebutuhan yang rasional, pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan. Remaja merupakan kelompok yang berorientasi konsumtif karena kelompok ini suka mencoba-coba hal-hal yang dianggap baru (Sumartono, 2002: 204). Selain itu Lahmanindra (2006: 1) mengemukakan beberapa alasan mengapa perilaku konsumtif lebih mudah menjangkiti kalangan ramaja. Salah satunya karena secara psikologis remaja masih berada dalam proses mencari jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Remaja menurut Piaget (Ali dan Asrori, 2004, hlm 268) adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Pada masa peralihan ini, status remaja dapat dikatakan tidak jelas dan terdapat peran yang harus dilakukan. Selain itu Santrock (2003, hlm 334) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi dan bahasa tubuh. Sedangkan perubahan sosial-emosional meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia 2
3 3 lain,dalam emosi, dalam kepribadian,dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Tambunan (2001, hlm 1) menjelaskan bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, remaja menjadi pasar penting bukan hanya karena mereka menguntungkan, tetapi karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Disamping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Remaja cenderung memiliki keinginan untuk tampil menarik. Hal tersebut dilakukan remaja dengan menggunakan busana dan aksesoris, seperti sepatu, tas, jam tangan, dan sebagainya yang dapat menunjang penampilan mereka. Para remaja juga tidak segan-segan untuk membeli barang yang menarik dan mengikuti trend yang sedang berlaku, karena jika tidak mereka akan dianggap kuno, kurang gaul dan tidak trend. Akibatnya, para remaja tidak memperhatikan kebutuhannya ketika membeli barang. Hal tersebut senada dengan pendapat Sumartono (2002, hlm 110) secara kasat mata beberapa remaja yang larut dalam pembiusan keadaan hanya sekedar ingin memperoleh legimitasi modern atau setidaknya mereka senang apabila stempel kuno atau kuper (kurang pergaulan) tidak diberikan kepada mereka. Hal itulah yang membuat mereka cenderung membeli barang yang mereka inginkan bukan yang mereka butuhkan secara berlebihan dan tidak wajar. Sikap atau perilaku remaja yang mengkonsumsi barang secara berlebihan dan tidak wajar inilah yang disebut dengan perilaku konsumtif. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat perilaku konsumtif dikalangan remaja merupakan salah satu fenomena yang sedang marak terjadi terutama peserta didik yang bersekolah dan tinggal di kota-kota besar yang sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar didalam gaya hidup sekelompok peserta didik, dan menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar dilakukan secara berlebihan. Masalah ini juga dapat menimpa sebagian besar peserta didik dikota Bandar Lampung, khususnya para peserta 3
4 4 didik yang duduk di bangku SMA (Sekolah Menengah Atas). Hal ini didukung oleh kondisi kota Bandar Lampung yang merupakan salah satu kota di Indonesia yang secara geografis berdekatan dengan ibukota Jakarta dan memiliki kecenderungan selalu mengikuti trend yag sedang marak di kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Di kota Bandar Lampung dapat dengan mudah ditemukan mall-mall yang berdiri dengan megah, factory outlet, atupun café, yang mana merupakan adaptasi dari trend di kota besar. Tempat-tempat itulah yang kemudian menjadi simbol pergaulan bagi para peserta didik di kota Bandar Lampung. Banyak peserta didik yang rela mengeluarkan uang untuk membelanjakan segala keperluannya dengan tidak memikirkan terlebih dahulu apa manfaat dari barang tersebut karena peserta didik membeli barang hanya karena keinginan semata bukan karena kebutuhan. Penelitian Nurasyiah (2007) kepada 100 peserta didik di beberapa sekolah SMA di Kota Bandung menyebutkan rata-rata pengeluaran peserta didik SMA dari uang saku yang diperoleh selama satu bulan yaitu 61,61% digunakan untuk jajan (makanan dan minuman), 21,26% digunakan untuk kebutuhan lainlain/bersifat kesenangan (isi pulsa untuk handphone, jalan-jalan, nonton di bioskop, membeli barang baru), 16,23% digunakan untuk kebutuhan belajar (ongkos transport, alat tulis, buku, mengerjakan tugas) sedangkan sisanya hanya 0,88% digunakan untuk menabung. Selain itu, dalam penelitiannya menemukan peserta didik SMA di Kota Bandung cenderung memiliki perilaku konsumtif dalam menggunakan uang saku yang diperolehnya dari orangtua. Hal ini diketahui mereka yang terbiasa makan direstoran-restoran fastfood (KFC, McD, Popeyes, dsb) dengan data 1-3 kali selama satu bulan sebanyak 53,4%, jalanjalan dan belanja di mall (BIP, BSM, IP, dsb) sebanyak 47,9%. Peserta didik yang menyatakan sering jalan-jalan dan belanja di mall lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan peserta didik yang menyatakan kadang-kadang.selain itu, jenis HP yang dimiliki peserta didik mayoritas 67% berkamera. Padahal perilaku peserta didik tersebut dianggap konsumtif karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang masih mengandalkan keuangan orangtua. 4
5 5 Dapat diketahui pengeluaran konsumsi peserta didik untuk kebutuhan yang sifatnya kesenangan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan pengeluaran peserta didik untuk kebutuhan belajar yang merupakan investasi bagi masa depan mereka. Selain itu kecenderungan peserta didik untuk menabung sangat rendah. Dalam mencapai tugas perkembangan yang optimal, remaja dengan berbagai karakteristiknya akan membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk memfasilitasi remaja dengan cara yang tepat, sehingga remaja tidak mengalami penyimpangan dalam melakukan proses perkembangan dan pertumbuhannya untuk tidak berperilaku konsumtif (Nurasyiah, 2007). Bantuan dapat dilakukan melalui institusi pendidikan yaitu sekolah salah satunya dengan bimbingan dan konseling. Pendekatan yang dapat dilakukan yaitu melalui Konseling Kognitif untuk membantu siswa dalam mengatasi permasalahan terkait perilaku konsumtifnya. Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) atau Konseling Kognitif Perilaku merupakan salah satu rumpun aliran konseling direktif yang dikemukakan oleh Williamson dengan modifikasi bersama teknik kognitif. Konseling Kognitif Perilaku merupakan salah satu bentuk konseling yang bertujuan membantu klien agar dapat menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu. Pendekatan kognitif berusaha memfokuskan untuk menempatkan suatu pikiran, keyakinan, atau bentuk pembicaraan diri (self talk) terhadap orang lain (misalnya, hidup saya sengsara sehingga sulit untuk dapat menentukan tujuan hidup saya). Selain itu, terapi juga memfokuskan pada upaya membelajarkan klien agar dapat memiliki cara berpikir yang lebih positif dalam berbagai peristiwa kehidupan dan tidak hanya sekedar berupaya mengatasi penyakit atau gangguan yang sedang dialaminya. Dengan kata lain, konseling kognitif memfokuskan pada kegiatan mengelola dan memonitor pola fikir klien sehingga dapat mengurangi pikiran negatif dan mengubah isi pikiran agar dapat diperoleh emosi yang lebih positif. Konseling Kognitif Perilaku memfokuskan pada kegiatan (tindakan) yang dilakukan klien, menentukan bentuk imbalan (rewards) yang dapat mendorong 5
6 6 klien untuk melakukan tindakan tertentu, pemberian konsekuensi yang tidak menyenangkan, guna mencegah klien melakukan tindakan yang tidak dikehendaki. Perencanaan diperlukan untuk mempermudah proses konseling. Pada umumnya konseli lebih merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa yang akan didapatkan dari setiap sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan dari setiap sesi konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika konseli memiliki ide-ide konkrit mengenai proses konseling dan ketercapaian konseling. Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala yang ditunjukan oleh konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama yang baik antara konselor dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konseli. Menurut teori Cognitive Behavior, yang dikemukakan Aaron T Beck, Konseling Kognitif Perilaku memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. No. Proses Sesi 1. Assesmen dan Diagnosa Pendekatan Kognitif Formulasi Status Fokus Konseling Intervensi Tingkah Laku Perubahan Core Beliefs Pencegahan Oemarjoedi (2003:12) Namun melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi berjumlah 12 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003:12) mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya: a. Terlalu lama, sementara konseli mengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya. 6
7 7 b. Terlalu rumit, dimana konseli yang mengalami gangguan umumnya datang dan berkonsultasi dalam pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak mampu lagi mengikuti program konseling yang merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas. c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan konseling menjadi sedikit demi sedikit. d. Menurunnya keyakinan konseli akan kemampuan konselornya, antara lain karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan konseling. Berdasarkan beberapa alasan tersebut, penerapan konseling kognitif behavior di Indonesia sering kali mendapatkan hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan konseling yang tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja menjadi kurang dari 12 sesi. Sebagai perbandingan berikut akan disajikan efisiensi konseling menjadi 6 sesi, dengan harapan dapat memberikan bayangan lebih jelas dan mengundang kreatifitas yang lebih tinggi. Proses konseling kognitif behavior yang telah disesuaikan dengan kultur di Indonesia sebagai berikut. No. Proses Sesi 1. Assesmen dan Diagnosa 1 2. Mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, 2 penyimpangan proses berfikir dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan 3. Konselor bersama konseli menyusun rencana intervensi dengan 3 memberikan konsekuensi positif-negatif kepada konseli 4. Menata kembali keyakinan yang menyimpang 4 5. Intervensi tingkah laku 5 6. Pencegahan dan Training Self Help 6 Self-management merupakan salah satu model dalam Konseling Kognitif Perilaku. Self-management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya 7
8 8 sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik teurapetik (Cormier & Cormier,1985, hlm 519). Self-management bertujuan untuk membantu peserta didik yang mengalami perilaku konsumtif untuk berpikir lebih rasional. Pikiran tersebut berpengaruh sangat kuat bagi perasaan dan tindakan peserta didik yang akhirnya dapat menurunkan perilaku konsumtif peserta didik lingkungannya, menata kembali lingkungan sebagai isyarat khusus (cues) atau antecedent atau respon tertentu, serta menghadirkan diri dan menentukan sendiri stimulus positif yang mengikuti respon yang diinginkan. Dalam menggunakan strategi selfmanagement untuk mengubah perilaku, konseli berusaha mengarahkan perubahan perilakunya dengan cara memodifikasi aspek-aspek lingkungan atau mengadministrasikan konsekuensi-konsekuensi (Jones, Nelson, & Kazdin,1977, hlm 151). Dalam menggunakan strategi self-management, disamping konseli dapat mencapai perubahan perilaku sasaran yang diinginkan juga dapat berkembang kemampuan self-managementnya (Karoly & Kanfer, l982). B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Secara umum tujuan penyelenggaraan bantuan pelayanan bimbingan dan konseling adalah berupaya membantu siswa menemukan pribadinya, dalam hal mengenai kekuatan dan kelemahan dirinya, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Penanggulangan kebiasaan berperilaku konsumtif pada siswa dapat dilakukan dengan pendekatan Konseling Kognitif Perilaku. Konseling Kognitif Perilaku memfokuskan pada kegiatan (tindakan) yang dilakukan klien, menentukan bentuk imbalan (rewards) yang dapat mendorong klien untuk melakukan tindakan tertentu, pemberian konsekuensi yang tidak menyenangkan, guna mencegah klien melakukan tindakan yang tidak dikehendaki. Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik manajemen diri (selfmanagement) dalam upaya mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik. Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan teknik self-management bagi peserta didik yakni merupakan sebuah prosedur dimana seseorang 8
9 9 mengarahkan atau mengatur perilakunya sendiri. Penggunaan pendekatan konseling menggunakan teknik self-management dalam menangani remaja yang berperilaku konsumtif menekankan pada modifikasi pola perilaku penyalahgunaan dan dependen, (Nevid, Rathus, dan Greene, 2005, hlm 36). Berdasarkan kajian fenomena-fenomena diatas mengenai perilaku konsumtif pada remaja, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pemberian teknik self-management dalam upaya mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung. Berdasarkan penelitian ini adalah. latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah 1) Bagaimana profil perilaku konsumtif peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015? 2) Bagaimana rancangan intervensi teknik self-management untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015? 3) Apakah pendekatan Konseling Kognitif Perilaku dengan menggunakan teknik self-management efektif mengembangkan perilaku tidak konsumtif pada peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif pada peserta didik melalui self-management. Secara khusus penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Memberikan gambaran empirik tentang profil perilaku konsumtif peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/ Memberikan gambaran empirik tentang rancangan intervensi teknik selfmanagement untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/ Memberikan gambaran empirik efektivitas teknik self-management untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif pada peserta didik di SMAN 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/
10 10 D. Manfaat/Signifikansi Penelitian Signifikansi penelitian yang dimaksud dalam hal ini adalah manfaat atau kegunaan hasil penelitian baik secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah manfaat dari teknik selfmanagement di sekolah untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif pada peserta didik. Hal ini sangat penting dalam upaya mengoptimalkan pemberian layanan untuk membantu peserta didik dalam mengoptimalkan potensi dan mempersiapkan diri secara psikologis. 2. Manfaat Praktis a. Guru Bimbingan dan Konseling Guru bimbingan dan koseling di sekolah dapat memanfaatkan hasil studi untuk menambah pengetahuan dan keterampilan terkait teknik selfmanagement untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik, sehingga diharapkan menambah kemampuan teknik konseling dalam melaksanakan layanan responsif khususnya konseling individual. b. Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi yang berkaitan dengan perilaku konsumtif peserta didik dan teknik selfmanagement sebagai teknik untuk mengembangkan perilaku tidak konsumtif peserta didik. E. Struktur Organisasi Tesis Tesis ini terdiri dari lima bagian, yang terdiri dari sebagai berikut. Bab I: Pendahuluan: Bab ini berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika penulisan Bab II: Tinjauan Pustaka: Bab ini berisi dasar-dasar teori yang digunakan untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Teori yang digunakan merupakan teori yang terkait dengan perilaku konsumtif, remaja, modifikasi kognitif perilaku, serta penerapan modifikasi kognitif perilaku dengan teknik restrukturisasi kognitif dan visualisasi untuk meningkatkan perilaku konsumtif peserta didik. 10
11 11 Bab III: Metode Penelitian: Bab ini berisi gambaran mengenai metode penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan intervensi. Bab ini terdiri dari penjelasan mengenai desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian dan analisis data. Bab IV: Temuan dan Pembahasan: Bab ini menyampaikan dua hal utama, yakni (1) temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan berbagai kemungkinan bentuknya sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian, dan (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Bab V: Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi: Bab ini berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi, yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian tersebut. Ada dua alternatif cara penulisan simpulan, yakni dengan cara butir demi butir atau dengan cara uraian padat. 11
12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meillyza Larassaty Nur Arimbi, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi telah memunculkan suatu gaya hidup baru yang dikenal sebagai gaya hidup modern. Naisbitt dan Aburdene (Poernomo & Setiadi, 2004: 201) mengatakan
Lebih terperinciHALBAB III METODOLOGI PENELITIAN
HALBAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan penelitian dalam rangka penyusunan tesis. Pokok bahasan dalam bab ini adalah pendekatan dan metode penelitian,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kelas dunia, kosmetik, aksesoris dan pernak-pernik lainnya.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang mewarnai abad ke- 21 telah memunculkan suatu gaya hidup baru yang diberi label modern. Globalisasi memungkinkan tumbuhnya gaya hidup global,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rosandi (2004) membagi masa remaja menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang sering dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selama hidup, manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. elektronik, seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak terkecuali Indonesia yang merupakan negara berkembang. Perkembangan teknologi yang semakin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut berupa: 1) Kebutuhan utama, menyangkut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep belanja ialah suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkankan sejumlah uang sebagai pengganti barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, khususnya dalam perilaku membeli. Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan suatu kelompok masyarakat dapat diketahui dari tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesejahteraan suatu kelompok masyarakat dapat diketahui dari tingkat pendapatan masyarakatnya. Namun, data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok bahasan yang dipaparkan pada bagian ini adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan, individu sudah memiliki naluri bawaan untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Gejala yang wajar apabila individu selalu mencari kawan baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muflihana Imanisa, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN Bab satu menyajikan latar belakang penelitian, perumusan masalah penelitian, gambaran metode yang akan digunakan dalam penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah 15-18 tahun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari kegiatan konsumsi. Pada era yang semakin modern ini, pola konsumsi masyarakat mengalami perubahan yang cenderung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin banyak remaja yang mengalami perubahan khususnya dalam segi penampilan dan hal ini mendorong remaja untuk terus memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan wajar. Di era globalisasi ini banyak orang yang kurang memperdulikan bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 mendefinisikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era moderen seperti ini seseorang sangatlah mudah untuk
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada siswa kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung yang menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi merupakan perubahan global yang melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan adalah serangkaian proses progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1980: 2). Manusia selalu dinamis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan era yang tengah berkembang dengan pesat pada zaman ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Globalisasi tersebut membuat berbagai perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya
Lebih terperinciPENDAHULUAN STUDI KASUS
PENDAHULUAN STUDI KASUS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI DENPASAR OLEH: Ni Made Ari Wilani, S.Psi, M.Psi. PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Alberty (Syamsudin, 2004:130) mengemukakan masa remaja merupakan suatu periode dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dijelaskan beberapa hal mengenai definisi kontrol diri, aspek kontrol diri, faktor yang mempengaruhi kontrol diri, definisi perilaku konsumtif, faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciLAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI ASESMEN DAN MODIFIKASI PERILAKU PADA KELOMPOK REMAJA KONSUMTIF DI SEKOLAH MENENGAH ATAS DENPASAR OLEH: Ni Made Ari Wilani, S.Psi, M.Psi. PROGRAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah 11 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah usia ketika
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan
1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa di masa depan yang diharapkan dapat memenuhi kewajiban dalam menyelesaikan pendidikan akademis dengan belajar, yang berguna bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelajaran matematika merupakan pengetahuan dasar, dan kompetensi penunjang bagi pelajaran lainnya yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Undang undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi, manusia dimanjakan dengan kemajuan teknologi yang semakin maju, sehingga manusia cenderung berfikir konsumtif yang mencerminkan perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Dalam interaksi, dibutuhkan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Pada kenyataannya,
Lebih terperinciHubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri
Jurnal Mediapsi 2016, Vol. 2, No. 1, 45-50 Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri R. A. Adinah Suryati Ningsih, Yudho Bawono dhobano@yahoo.co.id Program Studi Psikologi,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bandung yang berlokasi di Jl.Pasirkaliki No.51, Kec.Cicendo, Bandung 40172. Alasan pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya Pembangunan Nasional Indonesia diiringi dengan tingkat kompleksitas masyarakat yang lebih tinggi. Adanya kemajuan ini secara nyata menyebabkan hasrat konsumtif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh
Lebih terperincikeberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Arus globalisasi yang terus berkembang memberikan perubahan pada perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, masyarakat seringkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sudah terjadi di seluruh bangsa tak terkecuali indonesia. Faktor pendukung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gaya hidup selalu mengalami perubahan seiring perkembangan zaman. Gaya hidup saat ini telah menjadi suatu identitas individu maupun kelompok. Hal ini sudah terjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki beberapa fakultas, yaitu Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Keolahragaan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai kebutuhan yang tiada henti, karena memang pada dasarnya manusia tidak lepas dari kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modern. Masyarakat dengan teknologi maju, tingkat pertumbuhan ekonomi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arus globalisasi telah melanda di seluruh dunia dalam berbagai hal. Globalisasi ini pulalah yang menyebabkan mulai lunturnya kebudayaan lokal yang kemudian beralih pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Perilaku Konsumtif A.Perilaku Konsumtif Konsumtif merupakan istilah yang biasanya dipergunakan pada permasalahan, berkaitan dengan perilaku konsumen dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku kegiatan ekonomi dimana masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Masyarakat dalam kegiatan ekonomi melibatkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
44 BAB III METODE PENELITIAN Bab tiga menyajikan rancangan alur penelitian yang dilaksanakan, diawali dengan menentukan desain penelitian yang diterapkan, penyusunan instrumen dan instrumen yang digunakan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dengan peranan media. Media massa dianggap penting karena berfungsi sebagai pemberi informasi dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu oleh besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi produksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin cepatnya arus informasi pada era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat arus informasi telah berkembang dengan sedemikian rupa sehingga pengaruhnya dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah realita kehidupan pada era globalisasi seperti sekarang ini masih terbilang cukup unik. Karena dengan menawarkan begitu banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis di era globalisasi ini telah membuat berbagai perusahaan berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis barang
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri mahasiswa/i pendatang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pedidikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pedidikan Nasional pada tahun 2010 telah meluncurkan program Bidik Misi. Program ini merupakan beasiswa pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. materialime yang menjurus pada pola hidup konsumtif. Perilaku konsumtif erat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman era globalisasi dicirikan dengan perdagangan bebas atau pasar bebas, dan kemajuan teknologi telah menghasilkan agama baru yang disebut sebagai materialime
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus merugikan bagi semua orang. Akibat globalisasi tersebut diantaranya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini sangatlah cepat hal ini terangkum menjadi satu dengan nama globalisasi. Globalisasi adalah sebuah masa yang menguntungkan sekaligus
Lebih terperinciBAB I PEMBUKAAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu
BAB I PEMBUKAAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu pengaruh terlihat dari perubahan perilaku membeli pada masyarakat.parma (2007)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin majunya pembangunan yang terjadi di negara Indonesia secara tidak langsung dapat menyebabkan peningkatan daya beli masyarakat. Kebiasaan dan gaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,
Lebih terperinciOleh Nandang Rusmana, M.Pd
APLIKASI COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY DALAM KONSELING TRAUMATIK Oleh Nandang Rusmana, M.Pd Ciri-ciri Individu yang Mengalami Trauma (1) Fisik : Sesak napas, gangguan pencernaan, mudah sakit, dan mudah lelah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. C. Tujuan Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, banyak persoalan yang mengitarinya. Persoalan-persoalan individu ada yang bersifat pribadi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswi merupakan bagian dari masa remaja. Remaja yang di dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene (kata bendanya, adolescentia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk produk fashion pada masa sekarang ini memiliki banyak model dan menarik perhatian para pembeli. Mulai dari jenis pakaian, tas, sepatu, alat make up, dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Konsumtif. produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai
BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk
Lebih terperinci2014 PERILAKU KONSUMEN MAHASISWA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keinginan masyarakat Indonesia dalam era kehidupan yang modern sekarang ini, terutama untuk mengkonsumsi suatu barang nampaknya telah kehilangan hubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli seseorang termasuk remaja usia sekolah. Setiap hari remaja baik laki-laki maupun perempuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja pada umumnya memang senang mengikuti perkembangan trend agar tidak ketinggalan jaman. Seperti yang dikutip dari sebuah berita alasan remaja menyukai belanja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asstia Rachmawati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Globalisasi yang berkembang dengan sangat cepat menuntut ketersediaan sumber daya manusia yang handal dan berkualitas tinggi dalam bidang fashion. Kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif merupakan suatu proses pengulangan yang sering terjadi secara berlebihan dalam kegiatan berbelanja yang disebabkan oleh perasaan ketagihan, tertekan,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG SINDROM TRAUMA DAN COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY
BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG SINDROM TRAUMA DAN COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY A. Kajian Sindrom Trauma Dalam kehidupan, manusia pasti mengalami suatu kejadian yang membuatnya berkesan. Pengalaman itu baik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial Gillin dalam (Sunarto, 2004:21) mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk kota metropolitan. Kondisi ini menjadikan kota medan terdapat banyak pusat perbelanjaan,pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, psikologis, dan sosiologis. Remaja mengalami kebingungan sehingga berusaha mencari tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Setiap manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar) Skiner (Mukhamad
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin maju dan canggih menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Adapun kemajuan teknologi tersebut tidak lepas
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive
121 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka di sini peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini telah mengakibatkan banyak dunia usaha baru bermunculan yang menyebabkan tingginya tingkat persaingan. Perusahaan bersaing dengan strategi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik Kata konsumtif mempunyai arti boros, makna kata konsumtif adalah sebuah
Lebih terperinci