BAB II LANDASAN TEORETIS. Nia Muthiani (2000) yang berjudul Penampilan Guru Dalam Pengajaran Seni

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORETIS. Nia Muthiani (2000) yang berjudul Penampilan Guru Dalam Pengajaran Seni"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORETIS A. Penelitian Terdahulu Berkaitan dengan hal di atas, dalam skripsi terdahulu yang dibuat oleh Nia Muthiani (2000) yang berjudul Penampilan Guru Dalam Pengajaran Seni Tari Di SLTP Negeri 49 Bandung. Di dalamnya memaparkan mengenai penampilan guru dalam pelaksanaan pengajaran, yang dimaksud adalah cara perbuatan yang tampak ketika guru sedang melakukan kegiatan proses belajar mengajar di kelas, baik yang bersifat teori maupun praktek. Menurut Nia Muthiani ( 2000 ) dalam skripsinya berpendapat bahwa setiap guru dalam penampilan di kelas mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Keragaman dan kecakapan dapat mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses belajar mengajar. Disamping itu, setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar tercermin pada tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Menanamkan pola umum tingkah laku mengajar yang dimiliki guru dengan istilah teaching style (gaya mengajar). Gaya mengajar ini mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang dipengaruhi oleh pandangan tentang mengajar, konsepkonsep psikologi yang digunakan serta kurikulum yang dilaksanakan. Isi skripsi tersebut dijadikan pijakan untuk melihat mengenai penampilan guru dan cara guru tersebut mengajarkan seni tari di dalam kelas. Namun demikian 13

2 14 dalam skripsi tersebut tidak dibahas mengenai pendekatan persuasif terhadap pembelajaran seni tari. Selain itu dalam skripsi Dewi Rosmiati (2005) yang berjudul Pendekatan Inkuiri Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Seni Tari Pada Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 29 Bandung, memaparkan mengenai pendekatan inkuiri dalam pembelajaran seni tari dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Menurut Dewi Rosmiati (2005) dalam skripsinya model latihan inkuiri didasarkan pada infrontasi intelektual. Siswa diberi suatu situasi tekateki untuk diselidiki. Segala yang misterius tidak diduga-duga atau diketahui adalah bermanfaat untuk suatu peristiwa yang tidak diketahui. Oleh karena tujuan akhir dari model pembelajaran ini agar siswa memperoleh pengetahuan baru, maka konfrontasi didasarkan pada gagasan yang dapat ditemukan. Dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri hampir sama dengan pendekatan belajar CBSA. Dalam pendekatan pembelajaran CBSA, peran guru tetap memegang peranan penting. Oleh karena itu, para siswa tidak mungkin belajar sendiri tanpa bimbingan guru yang mampu memotivasi, memfasilitasi, dan mengarahkan pola kegiatan yang dilakukan siswa. Kendatipun dewasa ini konsep CBSA telah dilaksanakan dalam proses belajar mengajar di sekolah, namun guru tetap menempati kedudukan tersendiri. Pada hakikatnya para siswa hanya mungkin belajar dengan baik, jika guru telah mempersiapkan lingkungan positif bagi mereka untuk belajar.

3 15 Berdasarkan penjelasan skripsi-skripsi tersebut, maka peneliti menjadikan tulisan tersebut sebagai bahan perbandingan mengenai pendekatanpendekatan pada pembelajaran seni tari. Walaupun demikian dalam skripsi tersebut tidak membahas mengenai pendekatan persuasif terhadap psikomotorik siswa, skripsi tersebut lebih mengedepankan bentuk pendekatan inkuiri dalam pembelajaran seni tari. Dengan melihat kesimpulan di atas dalam hal ini skripsi-skripsi tersebut hanya membahas mengenai penampilan guru dalam mengajar serta pendekatan inkuri dalam pembelajaran seni tari, tetapi tidak membahas mengenai pendekatan persuasif dalam meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa. Merujuk dari hal tersebut, maka peneliti mengangkat judul ini, karena pendekatan persuasif dapat dijadikan sebagai usaha guru dalam meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa, terlihat dari proses pendekatan ini yang mengajak siswanya untuk lebih aktif, kreatif dan inovatif, sehingga pembelajaran seni tari pun dapat lebih nyaman menyenangkan. Menurut peneliti, cara mengajar guru Sekolah Menengah Pertama di Lembang masih monoton dan metode serta pendekatan yang digunakan kurang inovatif sehingga membuat anak didik kurang kreatif dan bosan. Berkaitan hal tersebut demi meningkatkan kreativitas anak didik dan meningkatkan minat belajar siswa, khususnya dalam pelajaran seni tari, salah satunya dari segi sikap motorik anak, maka cara mengajar guru perlu melakukan pembaharuan, contohnya dalam hal menggunakan metode serta

4 16 pendekatan pembelajaran yang lebih modern dan lebih menyenangkan. Dengan demikian kreativitas anak akan lebih tergali dan minat belajar terhadap pembelajaran seni tari pun akan lebih muncul, sehingga akan terbentuk anak yang kreatif, aktif, dan inovatif. B. Peranan Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode belajar dan strategi belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak sebagai fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif dan efisien, sehingga memungkinkan mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus dicapai. Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar sangat menentukan keberhasilan proses-proses pendidikan dan perkembangan siswa untuk kehidupannya di masa depan. Adapun peran guru dalam proses belajar mengajar yakni sebagai pengajar dan mediator. Guru sebagai pengajar ialah guru yang menyampaikan suatu bahan pelajaran kepada para siswa agar

5 17 memiliki pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang baik. Dalam kaitan ini Oteng Sutisna (1980 :158) mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut. Guru adalah pengajar yang memungkinkan murid untuk menyerap dan mencerna cabang-cabang pengetahuan yang ditetapkan dalam kurikulum, ia juga seorang pendidik yang dengan contohnya, pribadinya, seninya dan ilmunya berusaha untuk menjamin bahwa murid memperoleh kebiasaan sikap dan pola prilaku yang dicita-citakan. Keberhasilan guru dalam melaksanakan peranannya dalam pendidikan sebagian besar terletak pada kemampuan melaksanakan perannya dalam situasi proses belajar mengajar di dalam kelas. Di dalam proses belajar mengajar, guru berperan sebagai mediator, yang berarti guru harus berperan sebagai perantara antara materi dengan tujuan yang telah ditentukan dengan siswa sebagai penerimanya. Jika peran ini dikaitkan dengan kompetensi guru, guru harus menguasai bahan, sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai. Penguasaan bahan pelajaran tidak diartikan sebatas ruang lingkup bahan yang akan disampaikan saja, tetapi guru dituntut untuk menambah dan mengembangkan pengetahuannya secara luas. Dalam proses pembelajaran gurupun mempunyai tugas yang penting dalam upaya untuk meningkatkan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswanya. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat kepada. 1. Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan, baik jangka pendek, maupun jangka panjang. 2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.

6 18 3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian diri. Melalui peranan guru diharapkan mampu membangkitkan dan mendorong siswa untuk senantiasa belajar untuk berbagai kesempatan melalui berbagai sumber media dan mengkondisikan kelas. Guru hendaknya mampu membantu setiap siswa untuk secara efektif mempergunakan dan menggali berbagai kemampuan. Selain itu, dalam upaya untuk menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi belajar memiliki hubungan yang positif terhadap pencapaian prestasi belajar. Hal ini berarti, bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar banyak ditentukan oleh tinggi rendahnya motif berprestasi. Dalam hubungan ini tentunya guru mempunyai fungsi sebagai motivator dalam keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Hal ini berkaitan dengan pendapat Slamet (1988 :101), bahwa ada empat hal yang dikerjakan guru dalam memberikan motivasi, yakni sebagai berikut. 1. Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar. 2. Menjelaskan secara konkret kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pelajaran. 3. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai sehingga dapat merangsang untuk mencapai prestasi yang lebih baik. 4. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Teori tersebut di atas menjelaskan, bahwa dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memotivasi belajar siswa dalam hal peningkatan kemampuan secara maksimal. Oleh karena itu, diharapkan guru memiliki

7 19 kompetensi yang baik untuk dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dengan baik. Motivasi adalah pendorong usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan (Puwanto 1990 : 71). Berfokus pada pernyataan tersebut, motivasi itu sangat penting dan termasuk dalam salah satu syarat yang dapat membantu terhadap pencapaian tujuan. Motivasi dinyatakan sebagai usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku siswa, baik yang dapat timbul dari dalam individu, maupun yang timbul dari pengaruh luar. Di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal seringkali masih diperoleh gejala dan masalah yang timbul dalam pengkondisian situasi belajar, misalnya saja banyak siswa yang tidak berkembang karena tidak memperoleh motivasi yang tepat. Dalam hal ini, guru kurang mampu memberikan motivasi tepat untuk mendorong agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Dalam alinea sebelumnya, telah dikatakan bahwa guru mempunyai peran sebagai motivator dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai motivator sepatutnya menguasai fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan, serta diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang akan mempengaruhi proses belajar. Hal ini mengingat sebagai seorang yang mengalami proses belajar, siswa sering dihadapkan dengan berbagai masalah, terutama masalah yang berhubungan dengan tugas perkembangannnya. Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah yang timbul dari lingkungan

8 20 keluarga dan sekolah. Masalah tersebut tidak jarang menjadi penghambat dalam pencapaian tujuan proses belajar mengajar. Berkaitan dengan masalah ini, guru sebagai motivator harus memahami mengenai fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan, serta dihapkan pula guru dapat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. Dengan demikian pentingnya motivasi bagi siswa dalam proses belajar mengajar, guru diharapkan dapat mendorong siswa untuk belajar dengan lebih baik, dapat membangkitkan gairah belajar dan mendorong siswa untuk dapat belajar, berkreativitas dengan tenang dan menyenangkan. Dalam upaya ini banyak cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan kondisi-kondisi tertentu yang dapat membangkitkan motivasi belajar, seperti memberikan tes dan nilai secara bijak, memberikan hadiah atau pun memberikan pujian terhadap siswa yang respon pada saat proses pembelajaran berlangsung. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu, sehingga dapat memperoleh hasil atau pencapaian tujuan tertentu. Tindakan memotivasi ini akan jauh lebih berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi sebagaimana beberapa teori motivasi menunjukan bahwa motivasi itu sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar.

9 21 Betapa pentingnya upaya untuk menggerakan motivasi belajar dalam dunia pendidikan. Malas tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar salah satunya tergantung pada motivasi yang mereka terima pada saat proses belajar mengajar tersebut. Motivasi dapat mendorong dan menggerakan aktivitas belajar siswa, sehingga mereka menjadi lebih bersemangat, berkeinginan dan gigih dalam mempelajari dan menerima materi pelajaran. Adapun beberapa kompetensi guru menurut Balnadi Sutadipura (2006 : 12) yang menjadi hal penting dalam suatu pembelajaran, yaitu sebagai berikut. 1. Motivating and Reinforcing (Memberi motivasi agar bergairah belajar). 2. Presenting Informations (Tidak hanya berupa ceramah, tetapi juga informasi secara tertulis) 3. Questioning and Responding (Suatu komunikasi tanya jawab antara guru dan siswa) 4. Communicating (Membangun kritik dan saran pada proses belajar mengajar). C. Konsep Pembelajaran Persuasif Istilah belajar dirasakan tidak asing lagi, karena istilah ini tidak terbatas penggunaannya dalam kegiatan formal pendidikan di sekolah, akan tetapi dipergunakan untuk menyatakan aktivitas yang berkenaan dengan upaya untuk mendapat informasi, pengetahuan atau keterampilan baru yang belum diketahui atau untuk memperluas dan memperkokoh pengetahuan tentang pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

10 22 Ada beberapa terminologi yang terkait dengan belajar yang seringkali menimbulkan keraguan dalam penggunaannya terutama di kalangan siswa, yakni terminologi tentang mengajar, pembelajaran dan belajar. Meskipun belajar, mengajar dan pembelajaran menunjuk kepada aktivitas yang berbeda, namun ketiganya bermuara pada tujuan yang sama. Belajar mengajar merupakan dua konsep yang saling berkaitan bagaikan dua mata koin yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling bertautan dan saling mendukung serta melibatkan orang yang memberi dan menerima pelajaran. Hal ini senada dengan pernyataan Nana Sudjana ( 1995 : 28 ) sebagai berikut. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran ( sasaran didik ), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Jika disimpulkan dari sejumlah pandangan dan definisi tentang belajar ( Wragg, 1994 ), dalam buku karangan Dr. Aunurrahman, M. Pd. (2009 : 35) ditemukan beberapa ciri umum kegiatan belajar sebagai berikut. 1. Belajar menunjukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. Oleh sebab itu pemahaman yang sangat penting adalah bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajaran sendiri dalam bentuk suatu aktivitas tertentu. 2. Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia atau objek-objek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan. 3. Hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil

11 23 belajar, akan tetapi aktivitas belajar pada umumnya disertai perubahan tingkah laku. Perubahan-perubahan tersebut berkenaan dengan perubahan dimensi psikomotorik yang lebih mudah diamati. Belajar tidak sekedar menghapal dan tidak pula mengingat. Namun lebih dari itu belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri sendiri (Nana Sudjana, 1995 : 28). Perubahan sebagai hasil proses belajar, dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap, dan tingkah lakunya, keterampilannya, daya kreasi dan daya penerimaannya yang ada pada individu. Oleh sebab itu belajar adalah suatu proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Konsep ini menyiratkan bahwa peran seorang guru merupakan pemimpin dan fasilitator belajar. Mengajar bukanlah menyampaikan pelajaran, melainkan suatu proses pembelajaran siswa. Dalam pembelajaran, situasi atau kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang atau dipertimbangkan terlebih dahulu oleh guru. Yang penting mencermati kembali dalam keseharian-keseharian di sekolah, istilah proses pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar mengajar dimana di dalamnya terjadi proses interaksi guru dan siswa serta antar sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa. Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik. Demikian pula siswa yang memiliki sikap, kebiasaan atau tingkah laku yang belum mencerminkan eksistensi dirinya sebagai pribadi baik atau positif,

12 24 menjadi siswa yang memiliki sikap, kebiasaan dan tingkah laku yang baik. Dalam hal ini Nana Syaodih ( 1998 : 36 ) mengungkapkan sebagai berikut. Pembelajaran adalah suatu kombinasi tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Berkenaan dengan pendapat di atas, tujuan akhir dari kegiatan pembelajaran diharapkan menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalan bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya Oemar Hamalik (2002 : 14 ). Dalam hal ini Suharsimi Arikunto ( 1991 : 126 ) menjelaskan sebagai berikut. Ciri-ciri pendekatan sistem pembelajaran. Ada dua ciri utama pendekatan sistem pembelajaran, yakni (1). Pendekatan sistem sebagai suatu pandangan tertentu mengenai proses pembelajaran di mana berlangsung kegiatan belajar mengajar, terjadinya interaksi antara siswa dan guru, dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar secara efektif; (2). Penggunaan metodologi untuk merancang sistem pembelajaran, yang meliputi prosedur perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses pembelajraan, yang tertuju ke pencapaian tujuan pembelajaran tertentu ( konsep, prinsip, keterampilan, sikap, dan nilai, kreativitas, dan sebagainya ). Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu, apalagi

13 25 dalam kurun waktu yang sangat singkat. Davies ( 1991 : 32 ), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsipprinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu. 1. Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2. Setiap siswa belajar menurut tempo ( kecepatan ) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi di dalam kecepatan belajar. 3. Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan ( reinforcement ). 4. Penugasan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan siswa belajar lebih berarti. 5. Apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar dan mengingat lebih baik. Melihat berbagai pengertian dan ulasan mengenai proses pembelajaran tersebut, dapat dikatakan dalam proses pembelajaran perlu dikaitkan dengan suatu pendekatan dalam pembelajaran. Dalam hal ini ada suatu pendekatan yang dapat merujuk pada proses pembelajaran, pendekatan tersebut yakni pendekatan persuasif. Pendekatan persuasif ini lebih mengedepankan mengenai kedekatan guru dengan siswanya, guru harus dapat menjaga komunikasi dengan siswanya, sehingga dapat memecahkah berbagai permasalahan yang timbul dalam proses belajar mengajar. Pendekatan persuasif ini menciptakan sosok seorang guru untuk dapat menjadi sosok orang tua di sekolah, sehingga siswa merasa nyaman pada saat menerima materi pelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa, pendekatan persuasif ini adalah mengenai sikap seorang guru dengan sifat

14 26 kebapaan dan keibuannya dapa mendekati para siswa sambil memberikan materi pelajaran (wijayalabs.blogdetik.com). Telah dikatakan pada ulasan sebelumnya bahwa belajar adalah suatu proses interaksi antara guru dan siswa. Dalam pola pendidikan siswa sebagai peserta didik dipandang sebagai titik pusat terjadinya proses belajar. Siswa sebagai subjek yang berkembang melalui pengalaman belajar. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam membantu dan memberikan kemudahan agar siswa dapat mendapatkan pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dari suatu proses belajar mengajar ini akan terjadi suatu interaksi aktif diantara guru dan siswa. Siswa belajar, sedangkan guru mengelola sumber-sumber belajar guna memberikan pengalaman mengajar kepada siswa. Dalam proses belajar mengajar yang demikian agar membuahkan hasil sebagaimana diharapkan, maka kedua belah pihak, baik siswa, maupun guru memiliki sikap, kemampuan dan keterampilan yang mendukung proses belajar mengajar itu untuk mencapai tujuan tertentu. Meskipun menurut pandangan konstruktivis upaya membangun pengetahuan dilakukan oleh siswa melalui kegiatan belajar yang ia lakukan, namun peran guru tetap menempati arti penting dalam proses pembelajaran. Dalam pandangan ini, mengajar memang tidak hanya diartikan menyampaikan informasi, akan tetapi lebih menitikberatkan perannya sebagai mediator dan fasilitator ( Suparno, 1997 : 66 ). Dalam kegiatan pembelajaran

15 27 fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa wujud tugas sebagai berikut. 1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. 2. Memberikan kegiatan yang merangsang rasa keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekpresikan gagasan-gagasannya serta ide-ide ilmiahnya. 3. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukan apakah pemikiranpemikiran siswa dapat didorong secara aktif. Sejalan dengan pernyataan di tersebut, peran guru dalam pelaksanaan pendekatan persuasif ini adalah sebagai fasilitator. Seorang guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, mampu membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya, baik secara individual, maupun kelompok. Disini juga seorang guru dituntut untuk mampu berperan sebagai penghubung dalam menjembatani dan mengkaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui pendekatan persuasif dengan permasalahan yang nyata yang ditemukan di lapangan. Di samping itu, guru juga berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran, seperti alat peraga, gambar, dan sebagainya, agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana, sehingga tidak menghambat suasana pembelajaran di kelas. Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya memilih model-model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa

16 28 terhadap pelajaran, menumbuhkan, dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran, sehingga memungkinkan siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Untuk memperkokoh pemahaman kita tentang model-model pembelajaran, perlu dikaji kembali beberapa asumsi tentang belajar. Mangkuprawira ( 2008 : 1 ), dalam buku karangan Dr. Aunurrahman, M. Pd, mengemukakan sebagai berikut. (1) setiap individu pada setiap tingkatan usia memiliki potensi untuk belajar, namun dalam prosesnya, keberhasilan antar individu akan beragam; ada yang cepat dan ada yang lambat bergantung pada motivasi dan cara yang digunakannya, (2) tiap individu mengalami proses perubahan dimana situasi belajar yang baru sangat mungkin menimbulkam keraguan, kebingungan, bahkan ketidaksenangan, tetapi di pihak lain banyak juga yang menyenangkan. Selaras dengan pernyataan di atas, motivasi belajar sangat berpengaruh pada keberhasilan dan potensi pada proses belajar mengajar. Selain itu juga tiap individu akan mengalami suatu ketidaknyamanan apabila terjadi suatu proses perubahan, karena seorang individu tersebut akan merasa sesuatu yang tidak biasa. Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model pembelajaran yang perlu dikaji untuk memperluas pengalaman dan wawasan, sehingga semakin fleksibel dalam menentukan salah satu atau beberapa model pembelajaran yang tepat. Beberapa model pembelajaran tersebut dikemukakan oleh Lapp, Bender, Ellenwood, dan John, dalam buku tulisan

17 29 Dr. Aunurrahman, M. Pd. (2009 : 147) yang berpendapat bahwa berbagai aktivitas belajar mengajar dapat dijabarkan dari empat model utama, yaitu sebagai berikut. 1. The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan perannya dalam pemberian informasi melalui mata pelajaran materi pelajaran yang disajikannya. 2. The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi individual siswa 3. The Personalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangkan dengan memperhatikan minat, pengalaman, dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya. 4. The Interaction Model, dengan menitikbratkan pola interdepensi antar guru dan siswa, sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya banyak sekali model dan metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Hanya saja seorang guru dituntut untuk memilih metode pengajaran yang tepat dan sesuai dengan bahan serta materi pelajaran yang akan diberikan. Salah satu metode yang dapat diterapkan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah adalah pendekatan persuasif, atau dengan kata lain pendekatan yang banyak menggunakan cara guru mendekati siswanya, baik secara individual, ataupun klasikal. Dalam proses belajar mengajar ini guru semakin memegang peranan penting. Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk menggali potensinya, belajar aktif serta dapat menemukan berbagai kecerdasan dan keterampilan yang ada di dalam dirinya tentang materi pelajaran yang sedang diajarkan. Dalam hal ini guru juga

18 30 memanfaatkan teman sebayanya sebagai motivasi dalam proses belajar mengajar agar bahan ajar yang disampaikan dapat tersampaikan dengan baik. Selain dengan guru sebagai pembimbingnya, mereka juga dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Dalam model pembelajaran biasa atau tradisional guru menjadi pusat semua kegiatan kelas. Motivasi teman sebaya dapat digunakan secara efektif di kelas untuk meningkatkan, baik pembelajaran kognitif, maupun perkembangan psikomotorik siswa. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru adalah memotivasi siswa. Guru cenderung menggunakan kompetensi untuk memotivasi siswa mereka dan sering mengabaikan yang didalamnya terdapat kerja sama dan motivasi teman sebaya yang dapat digunakan untuk membantu siswa fokus terhadap kemampuan psikomotoriknya. Dalam hal ini, pendekatan pembelajaran persuasif adalah salah satu pendekatan belajar mengajar yang dapat digunakan oleh guru di dalam memberikan materi pembelajaran. Kelebihan dari pendekatan persuasif ini adalah kemampuan untuk mengajak siswanya dalam mengembangkan daya imajinasinya, serta mengajak siswanya untuk lebih aktif, kreatif, dan inovatif, karena disini siswa lebih banyak melakukan interaksi dan komunikasi langsung dengan gurunya mengenai pemecahan masalah belajar yang ditemukan yang menunjang psikomotoriknya.

19 31 Selain itu, menurut Aristoteles dan Corax Syracuse dalam buku karangan Siahaan yang berjudul Komunikasi dan Penerapannya, ada dua bagian cara pendekatan persuasif sesuai dengan threat appeals, yaitu sebagai berikut. 1. Appeals yang positif : pendekatan yang dilakukan melalui perangsangan dan ganjaran. 2. Appeals yang negatif, pendekatan berupa komunikan, sehingga dia akan berusaha secara terpaksa. Dia takut akan mendapat resiko yang merugikan (fear arousing). Berpijak dari pernyataan di atas, pendekatan persuasif dapat menggunakan kedua cara tersebut. Pada penerapan appeals yang positif, yakni guru dapat memberikan suatu pujian terhadap siswa yang respon pada proses pembelajaran tersebut, sehingga hal ini dapat menjadi suatu dorongan untuk siswa yang lain, sedangkan pada penerapan appeals yang negatif, yakni guru dapat melakukan suatu tindakan, contoh suatu ancaman dalam pembelajaran, hal ini dapat dikatakan sebagai upaya pencegahan siswa untuk melakukan hal yang negatif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, setelah melihat dari konsep dan teori dari pendekatan persuasif, kesimpulannya bahwa pendekatan persuasif dapat mengajak siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan inovatif, serta dapat membantu meningkatkan kemampuan siswa.

20 32 D. Konsep Pembelajaran Seni Tari Di Sekolah Menengah Pertama Dalam proses belajar mengajar mata pelajaran seni tari tugas guru adalah mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan yakni mengekpresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan serta harmoni yang mencakup apresiasi dan ekspresi. Guru seni tari bertanggung jawab dalam membantu proses perkembangan siswa dalam hal estetika. Peran guru seni tari dalam pendekatan persuasif ini adalah guru yang selalu mencoba mendekati siswanya dengan penuh perhatian dalam menyampaikan berbagai materi pelajaran seni tari. Dalam hal ini guru senantiasa menjaga komunikasi dengan siswa dan membuka diri untuk sekedar berdialog mengenai materi pelajaran yang sedang disampaikan. Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam, lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Interaksi pendidikan antara orang tua dan anaknya juga sering tidak disadari. Orang tua menjadi pendidik juga tanpa dipersiapkan secara formal. Pendidikan tersebut tidak memiliki kurikulun formal dan tertulis. Di sisi lain pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Guru sebagai pendidik di sekolah telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru. Seperti yang dikemukakan oleh A. Tabrani, dkk. (1992:4) dalam buku mereka yang

21 33 berjudul Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar bahwa Belajar mengajar merupakan suatu interaksi antara peserta didik dan guru untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai interaksi belajar mengajar sudah barang tentu adanya komunikasi yang jelas antara guru (pengajar) dengan siswa (pelajar), sehingga terpadunya dua kegiatan, yakni kegiatan belajar (usaha guru) dengan kegiatan belajar (tugas siswa) yang berdaya guna dalam mencapai tujuan pengajaran. Pendidikan seni tari di Sekolah Menengah Pertama dilaksanakan pada kegiatan mata pelajaran intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kegiatan pembelajaran intrakurikuler seni tari berada pada mata pelajaran Seni Budaya yang merupakan mata pelajaran terpadu. Mata pelajaran Seni Budaya ini mencakup beberapa bidang seni, diantaranya seni rupa, seni musik, seni tari dan seni teater yang masing-masing bidang tersebut memiliki keunikan dan kekhasan sesuai dengan kaidah keilmuannya. Hal tersebut dijelaskan BSNP Seni Budaya (2006 :1), sebagai berikut. Dalam pendidikan seni budaya, aktivitas kesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Dalam implementasi kurikulum di Sekolah Menengah Pertama seharusnya dapat memberikan celah kepada siswa untuk menggali serta mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, sehingga dalam proses belajar mengajar siswa

22 34 merasa nyaman dan bebas berekspresi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mulyasa (2006 : 247) sebagai berikut. Pelaksanaan kurikulum berdasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan. Sesuai dengan penelitian para ahli bahwa pendidikan seni mampu meningkatkan berbagai kecerdasan. Hal ini sejalan dengan pendapat Kamaril (2001 : 1) dalam makalahnya mengajukan konsep, bahwa; peran pendidikan seni yang bersifat multidimensional, multilingual, dan multikultural pada sadarnya dapat dimanfaatkan untuk pembentukan kepribadian manusia secara utuh. Dengan memperhatikan hal tersebut, di dalam pembentukan manusia secara utuh di kalangan SMP sangatlah perlu, apalagi seusianya merupakan masa perubahan yang sangat menentukan untuk masa depannya, selain itu tingkat keegoisannya masih cukup tinggi jika bimbingan dan arahan dari pihak yang bersangkutan kurang, maka di masa depannya siswa tersebut tidak dapat menentukan arah hidupnya. Masa remaja didapat di masa Sekolah Menengah Pertama akan mengalami dimana proses mencari jati diri. Hal tersebut ditekankan oleh pendapat Oemar Hamalik (2002 : 117 ) yaitu sebagai berikut. Dalam dunia yang mengalami perubahan yang cepat, memang tidak bisa dihindarkan bahwa tingkah laku sebagian remaja mengalami ketidaktentuan tatkala mereka mencari kedudukan dan identitas. Para remaja bukan lagi anak-anak, tetapi juga belum juga menjadi orang dewasa. Mereka cenderung dan bersifat lebih sensitif karena perannya

23 35 belum tegas. Para remaja adalah individu-individu yang sedang mengalami serangkaian tugas perkembangan yang khusus. Sebagai pelajar, siswa merupakan subjek penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Pola pendidikan seni tari khususnya di lingkungan pendidikan formal lebih tersusun secara sistematis dan terprogram. Dalam perkembangan sekarang ini, pembelajaran kesenian khususnya pembelajaran seni tari di sekolah-sekolah mengacu pada kurikulum 2004 yaitu : Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum berbasis kompetensi mata pelajaran seni tidak lagi berorientasi pada pencapaian hasil pembelajaran secara psikomotorik, tetapi lebih terfokus dalam penggalian kemampuan siswa, baik kemampuan berpikir, maupun berbuat. Pada dasarnya pendidikan kesenian dapat dilaksanakan dengan baik dan mendapat hasil yang lebih baik pula, untuk itu kreativitas siswa memegang peranan yang sangat penting. Oleh sebab itu, pengalaman kreatif dan kreativitas anak menjadi bagian yang paling utama di dalam pendidikan kesenian. Pendapat ini selaras dengan pernyataan Maslow dalam buku karangan Juju Masunah dan Tati Narawati (2003 : 251) disebutkan sebagai berikut. Sifat kreatif nyaris memiliki arti sama dengan kesehatan, aktulisasi diri dan sifat manusiawi yang penuh. Sifat-sifat yang dikaitkan dengan kreativitas ini adalah fleksibilitas, spontanitas, keberanian, berani membuat kesalahan, keterbukaan, dan kerendahan hati. Hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lukisan, lakon atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh sesuatu maksud sebelumnya.

24 36 Daya kreativitas siswa pun tidak terlepas dari kreativitas mengajar guru tersebut. Kreativitas mengajar guru dapat berupa kreasi mengajar, cara pengajarannya yang lebih kreatif akan memunculkan keaktifan siswa dalam belajar. Guru dapat mengambil salah satu contoh bahan ajar yang sama, namun dalam proporsi yang berbeda sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Salah satu contoh kreasi guru dalam pembelajaran seni tari, guru dapat memberikan apresiasi tari tradisional untuk siswa lebih tertarik dan lebih berminat tentang pelajaran seni tari yang diberikan. Sejalan dengan pendapat Juju Masunah (2003 : 287) yang berpendapat sebagai berikut. Cara belajar yang sangat menarik dan tidak monoton, mungkin dalam kegiatan belajar mengajar bervariasi, ada teori, praktek dan apresiasi audio-visual yang lebih mengesankan dekat dengan dunia nyata. Mohon agar seni tradisional dimasukkan dalam pelajaran, karena materi seni tradisional dirasakan cukup menarik, dan aneh, tidak biasa dijumpai dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Di samping itu kami mengharapkan bahwa seni tradisional yang diajarkan hendaknya meliputi semua daerah di Indonesia. Pembelajaran seni tari pada umumnya diarahkan untuk menumbuhkan berbagai kecerdasan yang ada pada diri siswa. Salah satunya yaitu kecerdasan kinestetik, kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan menggerakan dan menggunakan seluruh anggota tubuh, sekaligus mengkoordinasikannya sesuai keinginan. Kecerdasan ini akan muncul apabila ada suatu rangsangan yang dapat memancing daya imajinasi siswa, yaitu rangsangan kinestetik. Seperti yang dikatakan oleh Juju masunah (2003 : 256 ) dalam bukunya yang berjudul Seni dan Pendidikan Seni memaparkan sebagai berikut.

25 37 Yang dimaksud rangsangan kinestetik adalah rangsangan yang muncul dari gerak tari atau gerak yang indah. Gerak yang dihasilkan tidak dimaksudkan dalam fungsi komunikatif kecuali sifat alami yang terdapat pada gerak itu sendiri. Meskipun hanya berupa pameran gerak yang indah saja, susunan gerak yang dihasilkan dari rangsangan kinestetik ini memiliki gaya, suasana, dan bentuk. Sesuai dengan pendapat di atas, maka sudah seharusnya bahan ajar materi seni tari yang diberikan kepada peserta didik di sekolah mampu melengkapi kebutuhan peserta didik dalam menjalankan hidup di masa kini dan mendatang. Belajar tidak hanya mengetahui, tetapi juga untuk memahami dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan siswa dalam memecahkan suatu masalah. Posisi guru dalam proses belajar tidak sekedar untuk memberikan setiap informasi pelajaran saja, tetapi melatih siswa untuk dapat mengaplikasikannya dalam suatu kehidupan nyata. E. Implementasi Pendekatan Persuasif Dalam Pembelajaran Seni Tari Bentuk dari pembelajaran seni tari berbeda dengan pembelajaran mata pelajaran yang lain di sekolah. Dalam pembelajaran seni tari terkait dengan dua pola pengajaran yang akan dicapai yaitu teori dan praktek. Keduanya akan menjadi menjadi kesatuan integral yang saling berkaitan dan berhubungan erat dalam kegiatan kreasi dan apresiasi. Selain itu dalam pembelajaran seni tari materi yang diajarkan terfokus pada proses kreatif siswa, dan siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman estetik. Hal ini senada dengan

26 38 pendapat Sal Murgianto, dalam buku tulisan Juju Masunah (2003 : 245) memaparkan sebagai berikut. Nilai tari dalam dunia pendidikan menurut hemat saya, bukan terletak pada latihan kemahiran dan keterampilan gerak (semata-mata) tetapi lebih kepada kemungkinannya untuk memperkembangkan daya ekspresi anak. Tari harus mampu memberikan pengalaman kreatif kepada anak-anak dan harus diajarkan sebagai salah satu cara untuk mengalami dan menyatakan kembali nilai estetik yang dialami dalam kehidupan. Dalam menentukan metode pengajarannya, guru dapat merumuskan pokok-pokok pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Selain itu, hal yang mesti diperhatikan adalah tujuan dan bahan pengajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Sebagaimana pendapat Ali (2004 : 33) sebagai berikut. Metode pengajaran dapat ditetapkan oleh guru dengan memperhatikan tujuan dan bahan. Pertimbangan pokok dalam menentukan metode terletak dalam keefektifan proses belajar mengajar. Mempertegas pendapat di atas, tugas guru dalam memilih dan menyajikan materi ilmu tersebut disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa. Sebelum dapat menyampaikan materi ilmu pengetahuan tersebut secara sempurna, para pendidik terlebih dahulu harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Tugas guru bukan hanya mengajarkan materi pengetahuan, tetapi juga melatih keterampilan dan menanamkan nilai. Untuk mendukung hal ini telah dibuat suatu model pembelajaran seni tari dengan pendekatan persuasif. Maksud dan tujuan dibuatnya sebuah model pembelajaran seni tari dengan pendekatan peresuasif ini diharapkan mampu

27 39 mengembangkan potensi siswa pada suatu pembelajaran seni tari, agar siswa lebih aktif, kreatif, dan inovatif. Pada hakikatnya pendekatan persuasif ini dapat digunakan untuk setiap mata pelajaran yang berbeda, termasuk mata pelajaran seni tari. Hanya saja tergantung pada peran seorang guru mampu merangkum konsep pembelajaran persuasif di dalam mata pelajaran seni tari. Karakterisasi dalam pembelajaran seni tari dengan menggunakan pendekatan persuasif, akan lebih menjadikan siswa yang aktif, kreatif, dan inovatif dalam menghadapi setiap permasalahan yang dihadapinya. Dalam pendekatan persuasif ini guru akan mendekati siswanya dengan cara berkomunikasi atau berdialog secara kekeluargaan dengan siswa. Guru disini berperan sebagai motivator dengan mengetahui masalah dalam pembelajaran yang terjadi pada diri siswa dan dapat memahami masalah tersebut, sehingga dapat memberikan solusi yang terbaik. Dengan cara yang demikian diharapkan siswa dapat merasa nyaman pada pembelajaran seni tari ini. Dalam pendekatan persuasif ini kemampuan peserta didik benar-benar diarahkan dan teramati oleh guru, sehingga materi pembelajaran yang tersampaikan pun dapat diperoleh dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. atau pedoman dalam proses belajar mengajar guna meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. atau pedoman dalam proses belajar mengajar guna meningkatkan mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pendidikan formal khususnya, dibutuhkan suatu pegangan atau pedoman dalam proses belajar mengajar guna meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari di sekolah, antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) cara belajar siswa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Proses Pendekatan Persuasif pada Pembelajaran Seni Tari di SMP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Proses Pendekatan Persuasif pada Pembelajaran Seni Tari di SMP BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Proses Pendekatan Persuasif pada Pembelajaran Seni Tari di SMP Negeri 1 Lembang SMP Negeri 1 Lembang yang sudah terakreditasi A ini beralamat di Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun manusia yang memiliki kepribadian. Hal ini juga diwujudkan oleh pemerintah, dengan membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kreativitas Belajar Belajar mengandung arti suatu kegiatan yang dilakukan guru dan siswa secara bersama-sama. Dalam konsep pembelajaran dengan pendekatan cara belajar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan mampu berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan siswa berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu aspek yang dapat memberikan kontribusi besar dalam menghasilkan manusia yang berkualitas. Pendidikan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. membimbing dan memfasilitasi siswa dalam kegiatan belajar.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. membimbing dan memfasilitasi siswa dalam kegiatan belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar-mengajar dilakukan siswa dan guru di sekolah. Siswa mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. Kegiatan Belajar Mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya seni tari terkadang tidak sesuai dengan harapan. Pembelajaran seni tari di sekolah mengalami

Lebih terperinci

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan kata pengajaran atau teaching. Pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan kata pengajaran atau teaching. Pembelajaran merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai kesamaan kata dari bahasa Inggris Instruction. Kata instruction mempunyai pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu potensi yang dimiliki manusia adalah potensi kreatif. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu potensi yang dimiliki manusia adalah potensi kreatif. Setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu potensi yang dimiliki manusia adalah potensi kreatif. Setiap manusia memiliki potensi kreatif yang berbeda-beda. Potensi kreatif merupakan salah

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berhasilnya suatu proses kegiatan belajar mengajar itu dapat tercermin salah satunya dari minat belajar siswa mengikuti proses kegiatan tersebut. Sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra secara sungguh-sungguh. Salah satu karya sastra adalah puisi.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra secara sungguh-sungguh. Salah satu karya sastra adalah puisi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis merupakan suatu keterampilan yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Hal ini dikarenakan dalam silabus mata pelajaran

Lebih terperinci

59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) 487 59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Azzela Mega Saputri, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membangun pembelajaran kreatif dalam sebuah proses pembelajaran merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas

Lebih terperinci

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) 627 79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut.

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan bahasa yang digunakan dalam kelompok terebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang bersifat individu juga sebagai makhluk yang bersifat sosial. Sebagai makhluk sosial manusia cendrung hidup berkelompok, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa bahasa lisan dan bahasa tulis. Melalui bahasa seseorang dapat mengemukakan pikiran dan keinginannya kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mella Tania K, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mella Tania K, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran seni khususnya seni tari pada saat ini sudah banyak dipelajari diberbagai lembaga pendidikan formal maupun non formal, seperti sekolah negri atau

Lebih terperinci

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) 80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nur Syarifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Nur Syarifah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni budaya dan keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, kemanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak

Lebih terperinci

61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas siswa menjadi yang lebih baik. Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini sudah mulai memaknai

Lebih terperinci

58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A)

58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A) 479 58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) 611 77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)

60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D) 495 60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menentukan perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Pengembangan

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VIII E SMP Negeri 3 Patebon Kendal Pokok Bahasan Balok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat terpenting yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Melalui bahasa, manusia akan dapat mengungkapkan segala pemikirannya. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit menuangkan pikiran secara teratur dan baik). Selain itu siswa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit menuangkan pikiran secara teratur dan baik). Selain itu siswa juga 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan menulis, sesuai dengan proses pemerolehannya merupakan keterampilan yang paling akhir dan masih dipandang sulit dan kompleks oleh sebagian besar siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru adalah salah satu penentu keberhasilan dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Guru adalah salah satu penentu keberhasilan dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah salah satu penentu keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan disetiap jenjang pendidikan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran yang saat ini cukup banyak mendapat perhatian. Hal tersebut salah satunya dikarenakan masuknya bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bealakang Norma Egi Rusmana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bealakang Norma Egi Rusmana, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bealakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan sebuah masyarakat yang memiliki pemikiran, sikap serta tindakan yang mampu mendukung gerak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan pikirannya secara ilmiah dalam komunikasi ilmiah. Sarana yang digunakan dalam pembelajaran

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru dalam lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran serta membantu siswa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebentuk kegiatan atau tindakan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebentuk kegiatan atau tindakan yang dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebentuk kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia dengan saling berinteraksi satu sama lain untuk mendapatkan berbagai informasi,

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan proses yang melibatkan berbagai unsur agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu penting sekali bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) dengan penuh tanggung jawab untuk membimbing anak didik menuju kedewasaan secara terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkembang. Pada masa ini anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkembang. Pada masa ini anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak khususnya anak usia dini merupakan masa yang paling optimal untuk berkembang. Pada masa ini anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan melakukan apapun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi dan informasi memiliki pengaruh besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi dan informasi memiliki pengaruh besar terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan teknologi dan informasi memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Manusia yang tidak kreatif akan mudah tersisihkan oleh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbicara, membaca, dan menulis. keempat keterampilan tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. berbicara, membaca, dan menulis. keempat keterampilan tersebut memegang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terbagi atas empat aspek, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. keempat keterampilan tersebut memegang peranan yang penting

Lebih terperinci

78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) 619 78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak lepas dan tidak akan lepas dari pendidikan, karena pendidikan berfungsi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bidang pembangunan yang dapat perhatian serius dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bidang pembangunan yang dapat perhatian serius dari pemerintah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat ini bidang pendidikan merupakan salah satu bidang

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Seni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dini Herdiani, 2014 Pembelajran Terpadu dalam Kurikulum 2013 di Kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dini Herdiani, 2014 Pembelajran Terpadu dalam Kurikulum 2013 di Kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keberadaan dan kebermaknaan kurikulum akan terwujud apabila ada proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peningkatan Aktivitas Siswa Keberhasilan siswa dalam belajar bergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan seorang guru dalam proses belajar-mengajar harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan seorang guru dalam proses belajar-mengajar harus mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan seorang guru dalam proses belajar-mengajar harus mampu mengembangkan perubahan tingkah laku pada siswa. Perubahan tingkah laku tersebut merupakan tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Pembelajaran Pengertian media sebagai sumber belajar adalah segala benda serta mahluk hidup yang berada di lingkungan sekitar serta peristiwa yang dapat memungkinkan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Ananda Oktaviani, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Ananda Oktaviani, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu kegiatan di mana siswa dapat menuangkan ide atau gagasan kreatif dan imajinasinya ke dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas delapan hal. Pertama, dibahas latar belakang masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa sekolah dasar. Kemudian, dibahas identifikasi

Lebih terperinci

Jurnal Swarnadwipa Volume 1, Nomor 2, Tahun 2017, E-ISSN PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KELAS X SMA N 6 METRO

Jurnal Swarnadwipa Volume 1, Nomor 2, Tahun 2017, E-ISSN PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KELAS X SMA N 6 METRO PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KELAS X SMA N 6 METRO Deni Eko Setiawan Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Email: Denny_r.madrid@yahoo.com Kian Amboro Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku bangsa di Indonesia memiliki seni dan budaya tradisional masing-masing yang kemudian secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unggun Oktafitri Pratama, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unggun Oktafitri Pratama, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia sekarang ini. Penerapan pendidikan dalam kehidupan masyarakat yaitu agar terciptanya manusia yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

5. Pengujian Hipotesis Daftar Nilai Kritis Untuk Uji Lilliefors Tabel Wilayah Luas di Bawah Kurva Normal 0 ke z...

5. Pengujian Hipotesis Daftar Nilai Kritis Untuk Uji Lilliefors Tabel Wilayah Luas di Bawah Kurva Normal 0 ke z... 11 5. Pengujian Hipotesis. 66 6. Daftar Nilai Kritis Untuk Uji Lilliefors... 69 7. Tabel Wilayah Luas di Bawah Kurva Normal 0 ke z... 70 8. Daftar NiIai Persentil Untuk Distribusi t... 71 9. Daftar Nilal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas guru. Sebaik apapun

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas guru. Sebaik apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berimplikasi pada kemajuan suatu daerah bahkan bangsa. Kualitas pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Endang Permata Sari, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Endang Permata Sari, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan dalam

Lebih terperinci

sebagai wahana sumber daya manusia, perlu dikembangkan iklim belajarmengajar

sebagai wahana sumber daya manusia, perlu dikembangkan iklim belajarmengajar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Hal itu dapat dilihat dari nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kontes pendidikan seni untuk sekolah dasar tidak menuntut siswa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kontes pendidikan seni untuk sekolah dasar tidak menuntut siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kontes pendidikan seni untuk sekolah dasar tidak menuntut siswa menjadi seniman atau pekerja seni. Tuntutan secara mendalam bahwa pembelajaran seni dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam peradaban manusia, bahasa juga memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan lembaga untuk peserta didik. Kurikulum pendidikan sudah beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. pelajaran di sekolah. Namun demikian akhir-akhir ini ada beberapa mata

BAB. I PENDAHULUAN. pelajaran di sekolah. Namun demikian akhir-akhir ini ada beberapa mata BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang bervariasi dan inovatif mempunyai tujuan untuk menimbulkan minat dan motivasi belajar peserta didik terhadap semua mata pelajaran di sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang

BAB I PENDAHULUAN. secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kreativitas Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda sesuai sudut pandang masing-masing. Menurut Semiawan kreativitas adalah suatu kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berekspresi dan salah satunya adalah menulis puisi. Puisi dalam Kamus Besar. penataan bunyi, irama, dan makna khusus; sajak.

BAB I PENDAHULUAN. berekspresi dan salah satunya adalah menulis puisi. Puisi dalam Kamus Besar. penataan bunyi, irama, dan makna khusus; sajak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yakni (1) keterampilan menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, (4) keterampilan menulis.

Lebih terperinci

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya.

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya. 1 BAB I PENDAHAULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Manfaat Penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang ini, ada beberapa hal yang akan disampaikan penulis. hal tersebut terkait masalah yang diangkat. masalah atau isu yang diangkat tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidkan Seni Budaya merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat di jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada Kurikulum Berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tumpuan dasar yang amat penting dalam. mencerdaskan kehidupan bangsa. Penetapan peraturan Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tumpuan dasar yang amat penting dalam. mencerdaskan kehidupan bangsa. Penetapan peraturan Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tumpuan dasar yang amat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Penetapan peraturan Sistem Pendidikan Nasional yang diataur dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran seni musik. Hal ini terlihat dari kurangnya aktivitas siswa secara

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran seni musik. Hal ini terlihat dari kurangnya aktivitas siswa secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pelajaran seni budaya khususnya pengajaran seni musik banyak guru yang mengeluh rendahnya kemampuan siswa menerapkan konsep pembelajaran seni musik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran seni tari merupakan suatu proses pembelajaran yang melibatkan tubuh sebagai media ungkap tari. Di dalam penyelenggaraannya, seni tari merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan merupakan aspek terpenting dalam usaha pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan tentang sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci