BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemecahan masalahnya dengan menggunakan data empiris. Dalam penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemecahan masalahnya dengan menggunakan data empiris. Dalam penelitian"

Transkripsi

1 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang pemecahan masalahnya dengan menggunakan data empiris. Dalam penelitian awal, peneliti menghimpun data-data tentang fenomena serta masalah yang terdapat dilapangan. Hal itu mencakup tentang fenomena alienansi budaya (keterasingan budaya), yaitu terkait keberadaan sekolah, kesiapan guru dalam proses pembelajaran, prilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran Seni Budaya, serta kegiatan pembelajarannya. Selain itu peneliti juga mendeskripsikan fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat (fenomena eksternal) seperti keasingan anak-anak usia sekolah terhadap seni budaya lokal yang ada di daerahnya. Hal ini mempengaruhi pola hidup dari para generasi penerus bangsa ini yang lebih suka meniru budaya luar yang sedang berkembang dengan mode dan trendnya. Semakin menipisnya seni budaya tradisi yang melekat dalam kehidupan sosial masyarakat muda, mengakibatkan para gerenasi sebelum mereka merasa kehilangan akan pembelajaran kebermaknaan nilai-nilai positif yang terdapat dalam seni budaya lokal. Untuk menindaklanjuti dari hasil observasi awal, peneliti menggunakan metode penelitian action research. Seperti yang dijelaskan oleh Masyhuri (2008: 42) bahwa penelitian action research merupakan penelitian untuk

2 38 mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru untuk memecahkan suatu masalah. Action research dianggap sebagai cara yang tepat dan efektif untuk mengembangkan profesionalisme para guru sebagai tenaga pendidik serta memperbaiki proses belajar mengajar. Dalam hal ini peneliti mencoba untuk memecahkan masalah yang terjadi. Berdasarkan pemaparan Sukmadinata (2010) penelitian tindakan secara alamiah memberikan perbaikan-perbaikan langsung sesuai dengan kondisi dan situasi nyata, maka diharapkan dengan penelitian tindakan ini adanya perubahan yang mengarah perbaikan dalam mengatasi aleinsi budaya baik secara internal maupun eksternal. Murtiyasa (2008), menjelaskan bahwa action research merupakan bentuk kolektif dari penyelidikan refleksi dan evaluasi bagi para dosen, mahasiswa, orangtua, dan anggota masyarakat lainnya pada situasi sosial tertentu dalam rangka memperbaiki rasionalitas serta menilai praktek sosial/praktek pendidikan. Meskipun penelitian ini bukan merupakan penelitian pengembangan tetapi dalam penelitian ini menggunakan sebuah produk berupa bahan ajar untuk uji coba yang dilengkapi dengan media pembelajaran sebagai alat bantu dalam meningkatkan apresiasi dan kreasi siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnopedagogik yang menekankan pada pendekatan kultural. Pendekatan ini berusaha untuk mengetahui dan menggali potensi yang ada dalam diri siswa untuk dapat mengapresiasi serta mengembangkan nilai-nilai budaya.

3 39 B. PROSEDUR/LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN Lewin (Murtiyasa, 2008) menggambar action research sebagai awal dari langkah yang berbentuk spiral dimana terdiri dari perencanaan, tindakan, dan evaluasi hasil suatu tindakan. Kemmis dalam Sukmadinata (2011: 145) mengembangkan bagan spiral penelitian tindakan dibuat oleh Lewin. Model Kemmis tersebut meliputi (1) pengamatan; (2) perencanaan; (3) tindakan pertama; (4) monitoring; (5) refleksi; (6) berfikir ulang; dan (7) evaluasi. Dari kedua model penelitian tindakan yang utarakan, Arikunto (2010: 17 20) menyederhanakannya menjadi empat langkah yaitu (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi. Ke-empat langkah tersebut merupakan langkah-langkah penelitian yang sering dilakukan oleh peneliti lainnya dalam sebuah penelitian tindakan. Adapun gambaran siklus model penelitian action research menurut Arikunto, sebagai berikut.

4 40 Gambar 3 Model Penelitian Tindakan Kelas (Model oleh Arikunto, 2010) Unsur-unsur dalam siklus action research dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Plan (rencana/perencanaan) Rencana adalah tindakan yang tersusun, dengan kata lain harus terdapat kemungkinan untuk ditindaklanjuti. Rencana merupakan tindakan untuk memperbaiki apa yang telah terjadi. Dalam hal ini rencana awal yang peneliti lakukan adalah membuat RPP dan mempersiapkan materi

5 41 serta media pembelajaran sekaligus pembagian alokasi waktu dalam setiap kegiatan pembelajaran. 2. Action (tindakan/pelaksanaan) Berupa implementasi dari perencanaan yang telah dibuat. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan, yaitu: (a) apakah ada kesuaian antara pelaksanaan dengan perencanaan; (b) apakah proses tindakan yang dilakukan siswa cukup lancar; (c) bagaimanakah situasi proses tindakan; (d) apakah siswa-siswa melaksanakan dengan bersemangat; (e) bagaimanakah hasil keseluruhan dari tindakan tersebut. Pada tahap action, peneliti berusaha menjalankan semua yang telah direncanakan dalam proses tahapan sebelumnya, meskipun terkadang terdapat tindakan/action yang bersifat situasional. Hal ini dilakukan agar tetap menjaga adanya interaksi dan komunikasi antara siswa dengan peneliti sebagai guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan lingkungan sosial. 3. Observation (observasi/pengamatan) Pengamatan merupakan proses mencermati jalannya pelaksanaan tindakan. Hal-hal yang diamati merupakan hal-hal yang telah disebutkan dalam proses pelaksanaan/tindakan. Pengamatan yang peneliti lakukan memiliki fungsi dalam mendokumentasikan proses tindakan, efek baik dari

6 42 tindakan yang dituju maupun yang di luar tujuan. Peneliti selalu melakukan tahapan observasi ini pada setiap pertemuan. Dalam hal ini, ada dua yang melakukan pengamatan, antara lain: (a) Pengamatan yang dilakukan oleh orang lain, yaitu oleh guru mata pelajaran sebagai pendamping peneliti dan siswa; serta (b) Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sebagai guru dalam pelaksanaan tindakan. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai participant observer, dimana dalam proses observasi/pengamatan, peneliti bertindak sebagai guru mata pelajaran dalam mengaplikasikan konsep pembelajaran serta terlibat langsung dalam kegiatan objek yang diamati. 4. Reflection (melakukan refleksi) Refleksi dilakukan atas efek sebagai dasar dari perencanaan selanjutnya. Refleksi berhubungan dengan masa lalu karena refleksi mengingat kembali tindakan yang tercatat dalam pengamatan. Dalam hal ini kegiatan refleksi yang peneliti lakukan merupakan sebuah rekomendasi untuk menuju tahapan siklus selanjutnya. Berdasarkan data-data hasil observasi awal terhadap masalah dan fenomena yang ditemukan, maka peneliti memilih langkah-langkah ini untuk dijadikan dasar dalam proses pelaksanaan penelitian tindakan yang peneliti lakukan. Langkah-langkah tersebut terdiri dari satu siklus dengan empat kali pertemuan, yang mana setiap pertemuan di dalamnya terdapat tahapan-tahapan

7 43 tersebut. Jika divisualkan dalam bentuk grafik, maka siklus tersebut akan tergambar sebagai berikut.

8 Observasi Awal (penelitian awal) Pertemuan I (kegiatan Eksplorasi) - Perencanaan - Pelaksanaan - Pengamatan - Refleksi Pertemuan II dan III (kegiatan apresiasi) - Perencanaan - Pelaksanaan - Pengamatan - Refleksi Pertemuan IV (kegiatan kreasi) - Perencanaan - Pelaksanaan - Pengamatan - Refleksi Kesimpulan Gambar 4 Siklus tindakan penelitian dalam peningkatan apresiasi pada pembalajaran Tari Nimang Padi (konsep oleh Imma, 2012) [Type text]

9 Berikut ini merupakan bagan dari penggambaran proses penerapan bahan ajar Tari Nimang Padi. KEGIATAN EKSPLORASI Pemahaman unsur-unsur tari Eksplorasi unsur tari berdasarkan pemahaman awal KEGIATAN APRESIASI Apresiasi Audio Visual Pemahaman deskripsi materi Apresiasi langsung melalui observasi lapangan KEGIATAN KREASI Penggabungan pemahaman kompetensi apresiasi dan kreasi Aplikasi pembelajaran dengan berkreasi dan berekspresi berdasarkan pemahaman konsep Gambar 5 Bagan tahapan proses pembelajaran Tari Nimang Padi (Konsep Imma, 2012) [Type text]

10 46 C. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN 1. Propinsi Kalimantan Barat a. Keberadaan Multietnis di Kalimantan Barat Gambar 6 Peta Propinsi Kalimantan Barat (Dokumen di provinsi-indonesia-terbaru-22/) Secara etnografi, penduduk Kalimantan Barat terdiri dari berbagai komunitas yang beragam yaitu etnis Dayak, Melayu Sambas, Keturunan Tionghoa (Cina), Melayu Pontianak, Jawa, Madura, Bugis, Sunda, dan lainnya. Penduduk Kalimantan Barat memiliki berbagai komunitas masyarakat ini biasa disebut dengan multietnis. Jika komunitas tersebut di klasifikasi menjadi kelompok etnis besar maka penduduk Kalimantan Barat terdiri atas tiga etnis besar yang mendiami propinsi tersebut, yaitu etnis Dayak, Melayu, dan Tionghoa

11 47 (Cina). Masing-masing etnis tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbeda dan unik serta memperkaya budaya tradisi di Kalimanatan Barat. Begitu juga dengan seni-seni budaya yang menjadi tradisi dari masyarakatnya, seperti pada masyarakat dayak khususnya masyarakat Dayak Kanayatn memiliki upacara adat tahunan yaitu Upacara Naek Dango, sedangkan pada masyarakat melayu khususnya masyarakat Melayu Kabupaten Mempawah selalu melaksanakan pesta Robo-Robo yang dilakukan setahun sekali pula. Begitu halnya dengan masyarakat etnis Cina yang selalu merayakan pesta tahun barunya yaitu Imlek dan Cap Gome yang mana di dalamnya terdapat seni tradisi yang kita kenal yaitu Barongsai dan pertunjukan para Tatung serta lampion naga. Pada dasarnya seni tradisi dari etnis-etnis tersebut merupakan seni ritual. Langer dalam Taum (2009: 4) memperlihatkan bahwa ritual merupakan ungkapan yang lebih bersifat logis daripada hanya bersifat psikologis. Ritual memperlihatkan tatanan atas simbol-simbol yang diobjekkan. Faktor utama dalam tari upacara bukan semata keindahan, melainkan mencari kekuatan yang dapat mempengaruhi atau mengatur alam sekitarnya sesuai dengan yang dikehendaki. Salah satu etnis yang masih mempertahankan keaslian ritualnya sampai saat ini yaitu masyarakat dayak khususnya masyarakat Dayak Kanayatn dengan Pesta Adat tahunannya yaitu Upacara Naek Dango. Mulai dari

12 48 syarat-syarat persiapan, pelaksanaan, dan penutupan upacara tersebut masih terkait dengan hukum adat ritual kepercayaan, yang harus mereka taati. Gambar 7 Tari Tiga Etnis pada Pembukaan Pekan Gawai Dayak 2012 Kabupaten Sambas (dokumen di Dari ketiga etnis yang terdapat di Kalimantan Barat tersebut, etnis dayak memiliki populasi yang terbesar dibanding yang lain, karena mereka hidup secara menyebar di pedalaman wilayah Kalimantan Barat. Etnis Melayu lebih banyak berada di pesisir Kalimantan Barat, sedangkan etnis Tionghoa dan yang lainnya berada di kota Pontianak dan sekitarnya termasuk kota Singkawang yang menjadi pusat komunitas masyarakat Tionghoa (Cina). Komunitas

13 49 Dayak merupakan suku asli kalimantan yang sebagian besar bermata pencaharian bertani dan berladang, khususnya pada masyarakat pedalaman. Dahulu masyarakat Dayak ini merupakan masyarakat yang nomaden. Mereka selalu berpindah tempat untuk terus memenuhi kebutuhan hidup mereka, sampai akhirnya mereka menetap di suatu tempat. Hal inilah yang menyebabkan kehidupan komunitas mereka menyebar termasuk di Propinsi Kalimantan Barat. Walaupun pada masa sekarang masyarakat Dayak tidak lagi hidup secara nomaden khususnya bagi masyarakat Dayak Kanayatn, sebagian besar mereka masih bermata pencaharian sebagai petani dan berladang. Mereka percaya akan kekuatan alam sebagai pendamping hidup mereka yang diberikan oleh Jubata untuk memenuhi kehidupan mereka. Sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil alam yang mereka peroleh, secara tradisi setiap tahunnya selalu diadakan upacara adat besar yang disebut dengan Upacara Adat Naek Dango. b. Upacara Adat Naek Dango Berdasarkan hasil penelitian Fretisari (2009), dijelaskan bahwa upacara tradisional merupakan kearifan lokal melalui kegiatan sosial yang padat dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan masyarakat pendukungnya. Hal itu dikarenakan upacara tradisonal berkaitan dengan sistem kepercayaan atau religi yang pada umumnya dilakukan untuk menghormati, mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Kuasa

14 50 serta berusaha menjaga keseimbangan semesta dan isinya termasuk makhluk halus dan leluhurnya. Salah satu seni budaya Nusantara yang memiliki fungsi ritual yaitu Upacara Naek Dango oleh masyarakat Dayak Kanayatn di Propinsi Kalimantan Barat. Upacara Naek Dango adalah kegiatan upacara yang dilakukan untuk mensyukuri hasil panen yang diperoleh. Upacara ini merupakan upacara puncak perladangan tradisional yang hingga kini masih dilakukan oleh masyarakat Dayak Kanayatn secara turun temurun. Pada hakekatnya kegiatan ini bersifat ritual, karena dalam pelaksanaannya secara keseluruhan mengungkapkan keyakinan akan adanya kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa (Jubata), yang dapat menurunkan berkat serta rahmat, dan dapat pula diyakini menurunkan kutukan serta bencana yang secara harfiah berkaitan dengan kelangsungan hidup mereka sebagai peladang. Selain itu, upacara ini juga untuk menghormati arwah para nenek moyang yang telah meninggal sebagai ungkapan balas budi dari anak cucu terhadap leluhur yang telah berjasa memberikan tempat tinggal dan mata pencaharian bagi mereka.

15 51 Gambar 8 Penyajian Tari Nmang Padi pada Upacara Adat Naek Dango ke-27 (foto Imma, 2012) Berdasarkan hasil kesepakatan yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Dayak Kanayatn yang diwakili oleh para dewan, Nomor: XV/Kep/Musdat.DK.Kab.Ptk/85 serta disesuaikan dengan kalender wisata Propinsi Kalimantan Barat maka diputuskanlah tentang pelaksanaan Upacara Naek Dango yang dirayakan setiap tahunnya tepat pada tanggal 27 April (Ajisman, 1999: 43). Menurut masyarakatnya penetapan tanggal ini sudah sesuai, hal ini dikarenakan bertepatan dengan selesainya panen padi pada masyarakat Dayak Kanayatn itu sendiri. Ketentuan tanggal dan bulan tersebut ditetapkan oleh Dewan Adat. Pada saat ini, Naek Dango diikuti oleh peserta dari kecamatan-kecamatan (pangonyokng) yang terdapat di tiga kabupaten

16 52 yaitu kabupaten Pontianak, Kabupaten Kuburaya, dan Kabupaten Landak. Pelaksanaan Upacara Adat Naek Dango dilaksanakan langsung oleh kecamatan yang terpilih menjadi tuan rumah, dan diawasi langsung oleh kabupaten di bawah perlindungan Propinsi Kalimantan Barat. Pesertanya pun tidak sebatas hanya pihak keluarga dan tetangganya saja, melainkan diikuti oleh beberapa kecamatan di tiga kabupaten tersebut. Dimana dari masing-masing perwakilan kecamatan wajib membawa plantar dari hasil-hasil panen pertanian dan perkebunan mereka. Selain itu setiap kecamatan juga wajib mengikuti seluruh kegiatan Upacara Naek Dango ini, mulai dari pembukaan, acara inti, acara hiburan, sampai pada penutupan. Untuk mengadakan upacara tersebut diperlukan biaya yang tidak sedikit. Jadi, bisa dibilang Upacara Naek Dango ini termasuk salah satu upacara ritual yang mahal. Naek Dango merupakan salah satu bentuk aktualisasi budaya adat Suku Dayak Kalimantan Barat. Budaya dan nilai-nilai spritual yang diyakini memiliki misi membangun kebersamaan di tengah masyarakat serta sebagai perwujudan rasa terima kasih atas perlindungan dan berkah dari Yang Maha Kuasa. Kegiatan ini sangat penting dan strategis dalam konteks pembangunan dan pengembangan nilai-nilai budaya bangsa. Hal ini sejalan dengan kebijakan dalam Program Pembangunan Nasional yang menggariskan arah kebijakan

17 53 pembangunan kebudayaan, kesenian dan pariwisata meliputi pengembangan dan pembinaan kebudayaan nasional, perumusan nilainilai budaya Indonesia yang antara lain berupa pelestarian serta apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan tradisional sebagai wahana pengembangan pariwisata dan ekonomi rakyat berdasarkan pemberdayaan masyarakat. Dalam proses pelaksanaan Upacara Naek Dango tersebut, tari memiliki peran penting. Mulai dari pembukaan dan kegiatan inti upacara selalu disertai dengan gerak-gerak tari, bahkan sampai pada acara hiburan pun tari-tarian selalu menjadi bagian dalam kegiatan tersebut. Maka sudah pasti dalam prosesi upacara adat tersebut selalu disertai dengan berbagai iringan musik khas Dayak yang disertai dengan gerakan-gerakan tari yang masing-masing memiliki arti makna, simbol serta fungsi tertentu. Salah satu tarian yang wajib dilaksanakan dalam proses Upacara Naek Dango adalah Tari Nimang Padi. Tarian ini termasuk bagian yang penting dalam upacara tersebut, karena inti dari pelaksanaan Upacara Naek Dango teletak pada Tari Nimang Padi itu sendiri, yaitu pengungkapan rasa syukur kepada Jubata dengan disimbolkan persembahan padi yang tergambar dalam tarian tersebut. Kesan ritus yang ada di dalamnya pun sangat kental. Hukum adat yang mengatur hal ini pun sangat kuat, ini terlihat dari seberapa pentingnya pelaksanaan Tari Nimang Padi pada Upacara Naek Dango.

18 54 Tari ini terdapat di dalam Upacara Naek Dango sekaligus merupakan inti ritual dari upacara tersebut. Secara tradisi, upacara ini dipercaya sebagai pengungkapan keyakinan atas kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa yang disebut Jubata oleh masyarakat Dayak Kanayatn. Jubata dipercaya dapat menurunkan berkat serta rahmat, dan dapat pula diyakini menurunkan kutukan serta bencana yang secara harfiah berkaitan dengan kelangsungan hidup mereka sebagai peladang. Sesuai dengan motto sebagai filosofi masyarakat Dayak Kanayatn sendiri yaitu Adil Ka Talino, Ba Curamin Ka Saruga, Ba Semgat Ka Jubata, yang artinya yaitu Adil Sesama (manusia), Bercermin ke Surga, Nafas Kita Milik Tuhan. Filosofi tersebut mengandung makna nilai yang begitu dalam. Nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi tersebut diwujudkan dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakatnya antara lain sikap toleransi dan menghargai, saling kerjasama, selalu berbuat baik, serta beribadah. Manusia sebagai masyarakatnya dituntut untuk selalu berbuat baik dalam setiap aktivitas yang mereka lakukan, yaitu dengan cara berbuat adil sesama baik itu sesama manusia sebagai masyarakat serta alam sekitar untuk penunjang kelangsungan hidup mereka agar nantinya tujuan akhir hidup mereka adalah kekal abadi di surga.

19 55 Disamping itu mereka juga selalu diingatkan bahwa ada kuasa Jubata yang selalu mengawasi mereka dalam setiap tindakan serta dapat memberikan imbalan dari apa yang mereka lakukan. Jika masyarakat berbuat baik, maka imbalan yang mereka terima akan baik pula, begitu sebaliknya jika mereka berbuat buruk atau merusak, maka imbalan yang mereka terima juga akan sama buruknya. Untuk itu sebagai rasa syukur dan penghormatan terhadap Jubata yang mereka percaya sebagai penguasa alam semesta termasuk isinya, maka masyarakat selalu mengadakan upacara-upacara ritual setiap tahunnya termasuk upacara Naek Dango. Gambar 9 Ritual penyambutan Gubernur Kalimantan Barat oleh Masyarakat Dayak Kanayatn pada Upacara Naek Dango ke-27 (Foto Imma, 2012)

20 56 Nilai-nilai dalam filosofi tersebut juga tergambar dalam kegiatan Upacara Adat Naek Dango khususnya pada Tari Nimang Padi. Setiap gerak tari yang mereka lakukan menggambarkan adanya keselarasan hidup dalam masyarakat yang disesuaikan dengan fungsi dan peran masing-masing, selain itu juga sebagai ungkapan balas budi dari anak cucu terhadap leluhur yang telah berjasa memberikan tempat tinggal dan mata pencaharian bagi mereka serta penghormatan terhadap arwah para nenek moyang yang telah meninggal. Dari berbagai nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Tari Nimang Padi ini, terdapat beberapa nilai yang dapat dijadikan dasar dalam pembentukan identitas dan karakter siswa melalui pendidikan seni, yaitu sebagai berikut. 1) Adil Katalino yaitu adil sesama manusia, maksudnya sebagai sesama umat manusia harus selalu berlaku adil dan bijaksana. Sikap saling menghormati dan menghargai sangat dibutuhkan bagi seseorang dalam bersikap. Tidak hanya kepada sesama manusia saja, kepada alam sekitar pun sebagai manusia ciptaan Tuhan harus bisa menghargai dengan cara memelihara dan tidak berbuat pengrusakan ekosistem didalamnya. 2) Ba Curamin Ka Saruga yaitu bercermin ke surga, maksudnya sebagai umat manusia ciptaan Tuhan haruslah selalu berbuat baik antar sesama. Jangan pernah melakukan

21 57 perbuatan yang tidak baik karena itu dianggap sebagai kesalahan. Kalimat Ba Curamin Ka Saruga sebagai pengingat bagi manusia untuk menjaga dan berhati-hati dalam bersikap. Mereka percaya bahwa apa yang mereka lakukan di dunia akan diberikan imbalan yang setimpal dengan apa yang telah mereka lakukan. 3) Ba Semgat Ka Jubata yang artinya nafas kita milik Tuhan, ini dimaksudkan bahwa kita sebagai umat manusia ini harus selalu ingat akan adanya sang pencipta yang mengatur semuanya dengan sempurna. Nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi tersebut mengandung makna yang sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia, serta dapat juga sebagai dasar dalam pembentukan karakter diri manusia itu sendiri khususnya siswa sebagai objek penerapan materi ini. Selain nilai-nilai budayanya, dari upacara tersebut juga terdapat rangkaian kegiatan yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk internalisasi (pembiasaan, meningkatkan afeksi) nilai. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti memilih Tari Nimang Padi untuk dijadikan materi dalam penerapan nilai-nilai seni budaya tradisi. Hal ini dikarenakan peneliti merasa bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dirasakan sudah cukup untuk mewakili seni tradisi setempat yang lainnya. Untuk itu Tari Nimang Padi dalam

22 58 Upacara Adat Naek Dango berpotensi untuk dijadikan bahan ajar di sekolah khususnya pada materi tari daerah setempat. Disamping itu, seni tersebut sangat mendukung dalam proses tahapan aplikasi penerapan nilai-nilai seni budaya tradisi. Hal ini dikarenakan pada semester ini bertepatan dengan pelaksanaan perayaan tahunan masyarakat Dayak Kanayatn yaitu Upacara Adat Naek Dango yang mana Tari Nimang Padi ini merupakan salah satu bagian terpenting dalam upacara tersebut. Siswa tidak hanya dapat mengapresiasi tari tersebut melalui media audio visual saja, melainkan siswa dapat berpartisipasi langsung dan merasakan bagaimana kegiatan seni tersebut berlangsung. Kegiatan ini disebut dengan apresiasi aktif. Tentu saja proses penyerapan nilai-nilai budaya tradisi secara pengamatan langsung akan lebih bermakna dibandingkan hanya sekedar melihatnya melalui media audio visual. Pengalaman yang dirasakan oleh siswa saat mengapresiasi seni budaya tradisi secara live (langsung) menjadi suatu pembelajaran yang akan terus melekat dalam ingatan siswa tersebut. Dalam hal ini strategi dalam mengarahkan serta membimbing siswa dalam proses analisis hasil pengamatan serta penyerapannya disusun dengan arah yang jelas agar tidak salah alur. Salah satu dampaknya akan terlihat dari perubahan sikap dan karakter siswa yang akan terekspresi dalam bentuk hasil kreasi.

23 59 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pontianak a. Lokasi SMP Negeri 2 Pontianak Lingkungan Budaya Penerapan nilai-nilai seni budaya tradisi melalui bahan ajar Tari Nimang Padi diaplikasikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pontianak. Sekolah tersebut beralamat di Jalan Selayar Kelurahan Akcaya Kecamatan Pontianak Selatan Kota Baru Pontianak Propinsi Kalimantan Barat. Menurut kepala sekolah yang menjabat saat ini yaitu Bapak Dede Rukadi, S.Pd., SMP Negeri 2 Pontianak didirikan pada tahun 1958 (wawancara tanggal 5 April 2012). Bapak Dede mengatakan, semenjak awal berdirinya hingga sekarang, sarana dan prasarana yang ada di sekolah ini khususunya untuk bidang seni baru berupa alat-alat musik seperti alat band lengkap, keyboard, 10 pianika, dan 3 tar. Hal ini secara tidak langsung menuntut guru bidang studi Seni Budaya khususnya untuk seni tari serta pengajar ekstrakurikuler seni untuk bisa lebih kreatif dalam memberikan materi ajar. Pada tahun 2005, berdasarkan SKEPMEN DIKNAS No. 818.a/C3/Kep/2007 SMP ini telah terakreditasi A serta berpredikat sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN) yang mulai berlaku pada Juli SMP Negeri 2 Pontianak ini termasuk sekolah favorit ketiga setara dengan SMP Negeri 10 Pontianak, walaupun lokasinya berdekatan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi. Dua sekolah di atasnya dianggap lebih unggul dari segi sistem manajemen dan prestasi serta nilai akreditasi, seperti SMP Negeri 3 Pontianak

24 60 yang saat ini sudah terakreditasi A serta berpredikat sebagai Sekolah Standar Internasional (SSI). Sekolah lainnya yaitu SMP Negeri 1 Pontianak yang saat ini sedang dalam pantauan dan binaan Walikota Pontianak. Prestasi yang pernah diraih SMP Negeri 2 Pontianak ini juga tak kalah saingnya dengan SMP yang lainnya. Sayangnya potensi yang mereka miliki belum semuanya tergali dan terolah dengan baik. Dalam hal ini faktor kesempatan/peluang yang menjadi dominan keterbatasan bergerak bagi SMP Negeri 2 ini. Beberapa guru bidang studi Seni Budaya yang mengajar di SMP Negeri 2 ini memiliki latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya. Seperti halnya kelas yang akan digunakan dalam penelitian ini dipegang oleh guru yang berlatar belakang pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan bukan dari pendidikan seni. Hal ini dikarenakan di sekolah tersebut tidak memiliki guru yang berlatar belakang pendidikan seni. Guru seni yang bertugas mengajar seni budaya tersebut dipilih berdasarkan skill (keterampilan) serta minatnya dalam bidang seni, selain itu ia juga sebagai pembina dalam kegiatan ekstrakurikuler tari. Kebijakan kepala sekolah yang memberikan kebebasan guru untuk kreatif dalam mengelola mata pelajaran tersebut menjadi satu keuntungan oleh guru dalam mengembangkan materi di kelas.

25 61 Melihat fenomena tersebut, tentu saja dalam proses pembelajaran seperti metode dan strategi serta pengolahan bahan ajar dan kelas dalam menyampaikan materi belajar akan sangat berbeda dengan guru yang memiliki latar belakang sesuai dengan bidangnya. Keterbatasan guru tersebut mengakibatkan tingkat penyerapan materi oleh siswa untuk memahaminya juga terbatas, sehingga aplikasi pembelajaran tersebut hanya sebatas siswa dapat mengetahui dari materi yang dipelajari. Bahkan tidak jarang para siswa hanya dapat sampai pada tingkat pemahaman terhadap konten materi yang diajarkan. Untuk itu selayaknya seorang guru bidang studi harus mengajar mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Khususnya pada mata pelajaran seni budaya dianjurkan untuk dipegang oleh guru seni pula. Bukan hanya sekedar skill (keterampilan serta minat saja yang diperlukan tetapi knowledge (pengetahuan) terhadap bidangnya tersebut yang menjadi modal dasar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. b. Manajemen Sekolah Manajemen sekolah di SMP Negeri 2 Pontianak memiliki struktur organisasi yang sama dengan sekolah menengah pertama lainnya. Adanya Kepala Sekolah oleh Dede Rukadi,S.Pd., para wakil kepala sekolah, guru-guru kelas dan bidang studi, staf administrasi,

26 62 serta yang terpenting adanya komunikasi yang sangat erat dengan komite sekolah. Komite sekolah yang terdiri dari lingkungan luar sekolah dalam hal ini adalah masyarakat sekitar, dan orang tua siswa serta para stakeholder lainnya. Pada dasarnya Bapak Dede Rukadi selaku Kepala Sekolah di SMP Negeri 2 Pontianak ini sangat mendukung bahkan merespon secara aktif dalam setiap aktivitas seni di lingkungan sekolah. Dukungan yang diberikan sekolah tersebut seperti media pembelajaran berupa tape, VCD, CD, serta ruang multi media yang multifungsi. Ruang multi media inilah yang biasanya digunakan dalam segala aktivitas seni khususnya seni tari sebagai tempat apresiasi dan berlatih termasuk eksplorasi. Bukan hanya itu saja, lapangan sekolah yang luas juga merupakan salah satu tempat untuk siswa berlatih. Pada kegiatan belajar mengajar mata pelajaran seni budaya yang tidak memerlukan tempat yang luas, biasanya guru cukup dengan hanya menggunakan ruang kelas siswa saja. c. Kurikulum Kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran seni budaya adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya guru seni budaya mengacu pada kurikulum tersebut. Hanya saja materi ajar yang diberikan masih terpaku pada buku panduan atau buku pegangan guru dan belum disesuaikan dengan seni

27 63 tradisi yang terdapat di daerahnya. Secara keseluruhan materi yang diajarkan di kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX khususnya seni tari hanya sebatas pengetahuan tentang tari-tarian yang sesuai dengan tingkatan kelasnya. Tentu saja materi tersebut sesuai dengan isi dari buku panduan atau buku pegangan guru. Materi tari daerah setempat yang diberikan di kelas VII, secara garis besar dirasakan belum memenuhi semua rambu-rambu yang tercantum dalam SK dan KD dari KTSP. Pemberian materi hanya sebatas pengetahuan yang bersumber dari buku, sedangkan untuk materi prakteknya tidak semua siswa mendapatkannya. Materi tersebut hanya didapat oleh siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Materi tersebut hanya pemberian tarian tradisi yang sudah ada dan tarian hasil kreasi guru. Dalam hal ini pengolahan terhadap pergerakan siswa untuk berkreasi seperti terbatasi. Akibatnya siswa hanya mengetahui apa yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran, sedangkan tingkat pemahaman kemungkinan tidak semua siswa dapat memahaminya, apalagi sampai pada tingkat kreativitas. Berarti permasalahan di sekolah ini tidak hanya pada materi namun juga penerapan materi untuk mencapai Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) secara maksimal.

28 64 d. Subjek Penelitian Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Pontianak. Pemilihan siswa kelas VII disesuaikan dengan pengembangan kurikulum yang digunakan oleh guru bidang studi yang disertai dengan kebijakan Kepala Sekolah, bahwa pembelajaran dalam kelas VII terdapat materi Tari Daerah Setempat. Hal ini yang menjadi acuan peneliti untuk melakukan penelitian pada siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Pontianak. D. INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data adalah intsrumen yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan respon balik sebagai data masukan. Pertanyaan tersebut diarahkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, apresiasi siswa terhadap materi, serta ekspresi siswa dalam berkreasi terhadap materi. Instrumen-instrumen tersebut berupa kuesioner, pedoman wawancara untuk siswa, guru dan kepala sekolah, serta dilengkapi dengan pedoman observasi.

29 65 E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Penelitian ini menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data, antara lain: 1. Observasi Observasi (observation) atau pengamatan merupakan satu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2010: 220). Observasi dilakukan bukan hanya pada tahap awal penelitian, tetapi kegiatan observasi pada penelitian ini dilakukan selama proses penelitian ini berlangsung. Kegiatan observasi dilakukan langsung pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Pontianak serta proses pembelajarannya, baik itu dari aktivitas, antusias dan minat (ketertarikan mereka) serta tingkat pemahaman mereka. Selain itu observasi juga dilakukan saat siswa berapresiasi, baik dalam kelas maupun pembelajaran di luar kelas, serta pada proses berkreasi. Proses observasi atau pengamatan ini merupakan hal yang penting dalam penelitian ini, karena proses obervasi juga digunakan dalam tahapan evaluasi. Data-data hasil observasi ini juga dijadikan sumber data penting untuk melihat dan mengukur perkembangan tingkat pemahaman dalam pembelajaran dan capaian penerapan nilai-nilai seni budaya tradisi.

30 66 2. Wawancara Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam langsung dari respondennya yang terkait dengan penelitian. Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait seperti kepada sekolah untuk mendapatkan data mengenai sarana dan prasarana yang dapat menghambat dan mendukung dalam proses pembelajaran serta kebijakan dari kepala sekolah terhadap proses pembelajaran yang sedang dan akan berlangsung. Kepada guru mata pelajaran untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran yang selama ini diadakan dan untuk mengetahui kebermanfaatan dari model pembelajaran yang ditawarkan, baik dari isi kelebihan maupun kekurangan dilihat dari sudut pandang guru. Selain itu peneliti juga dapat memperoleh data dari hasil wawancara dengan beberapa siswa sebagai sampel untuk mengetahui ketertarikan dan pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran Tari Nimang Padi. Kegiatan wawancara dapat dilakukan secara tatap muka (direkam), , sms, chating/facebook, maupun telepon. 3. Studi Dokumentasi Peneliti menggunakan dokumentasi foto-foto yang dideskripsikan serta video yang dianalisis dalam proses pengumpulan data, disamping data-data dari beberapa dokumen seperti buku dan perangkat rancangan pembelajaran sebagai penunjang kelengkapan informasi tentang hal-hal yang terkait dalam penelitian ini.

31 67 4. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang sangat populer dalam penelitian deskriptif, yang mana teknik-teknik deskriptif lazimnya dipakai untuk mengukur eksistensi dan distribusi berbagai tingkah laku atau karakteristik, yang terjadi secara alami, dan yang terakhir adalah untuk mengukur hubungan serta besarnya hubungan-hubungan yang mungkin ada antara karakteristik, tingkah laku, kejadian, atau fenomena yang menjadi perhatian peneliti (Alwasilah, 2009: 151). Kuesioner diberikan kepada siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman, kreasi dan apresiasi, serta keefektifan pembelajaran. F. TEKNIK ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari kuesioner akan dianalisis dengan teknik prosentase, sedangkan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Setelah memperoleh data dari berbagai sumber, maka peneliti akan menganalisis data tersebut dengan mengacu pada pertanyaan penelitian. Selain itu melakukan triangulasi data dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi yang nantinya data tersebut akan diberikan pengkodean dan diklasifikasikan sesuai dengan kategorinya. Kemudian diinterpretasi untuk mendapatkan data kualitatif. Seperti yang dijelaskan oleh Patton (Sugiyono, 2011: 330), bahwa melalui triangulasi can build on the strengths of each type of data collection while minimizing the weakness in any single approach. Dijelaskan bahwa

32 68 dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.

DAFTAR ISI... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... iv. DARTAR GAMBAR... xi. A. Latar Belakang...

DAFTAR ISI... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... iv. DARTAR GAMBAR... xi. A. Latar Belakang... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... ABSTRAK... i ii iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... viii DARTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) yang memuat seni tari, seni musik dan seni rupa mempunyai peranan penting dalam pendidikan di sekolah termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya seni tari terkadang tidak sesuai dengan harapan. Pembelajaran seni tari di sekolah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pandeglang adalah sebuah Kabupaten bagian dari Provinsi Banten yang dinyatakan berdiri pada tahun 1874, secara administratif kabupaten ini terbagi atas 35

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN METODE Tujuan penelitian ini adalah guna mengembangkan seni Rudat sebagai seni daerah setempat pada masyarakat Kabupaten Tasikmalaya menjadi sebuah bahan ajar

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA IMLEK 2559 DAN CAP GO MEH 2008 Hari/Tanggal : Kamis, 21 Pebruari 2008 Pukul : 09.

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA IMLEK 2559 DAN CAP GO MEH 2008 Hari/Tanggal : Kamis, 21 Pebruari 2008 Pukul : 09. 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA IMLEK 2559 DAN CAP GO MEH 2008 Hari/Tanggal : Kamis, 21 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Tempat : Panggung Kehormatan (Ex Bioskop Kota Indah) Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi kepekaan rasa, peningkatan apresiasi, dan pengembangan kreativitas. Struktur kurikulum pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD N Jenengan 3 Sawit Boyolali. Penelitian ini dilaksanakan khususnya di kelas IV SD N Jenengan 3 Sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat pada tahun menunjukkan hasil yang positif bagi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat pada tahun menunjukkan hasil yang positif bagi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Upaya-upaya peningkatan daya tarik yang telah dilakukan pemerintah dan masyarakat pada tahun 2008-2010 menunjukkan hasil yang positif bagi pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang berhubungan dengan proses komunikasi dan informasi menyebabkan terjadinya pergeseran dan perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ketepatan metode yang digunakan dalam penelitian merupakan alat atau

BAB III METODE PENELITIAN. Ketepatan metode yang digunakan dalam penelitian merupakan alat atau BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Ketepatan metode yang digunakan dalam penelitian merupakan alat atau cara guna menuju berhasilnya suatu penelitian. Metode yang dapat dipergunakan untuk berhasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumedang larang merupakan sebuah kerajaan yang dipercaya oleh Kerajaan Padjajaran untuk meneruskan pemerintahan di tatar Sunda setelah Kerajaan Padjajaran terpecah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang kaya akan seni dan budaya. Setiap daerah yang terbentang dari setiap pulau memiliki keunikan tersendiri, terutama pada seni tradisional

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Upacara Pangurason dilaksanakan bukan semata ditampilkan untuk memperoleh nilai secara finansial masyarakatnya, namun lebih kepada penonjolan identitas masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari di sekolah, antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) cara belajar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal dengan sebutan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Julukan ini diberikan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah dikarenakan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya etnis yang mendiami wilayah Indonesia. ciri khas itu adalah tingkat perubahan. Setidaknya dua komponen yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya etnis yang mendiami wilayah Indonesia. ciri khas itu adalah tingkat perubahan. Setidaknya dua komponen yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia menjadi sebuah daya tarik tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Budaya pada umumnya di wariskan secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki agama-agama suku dan kebudayaan-kebudayaan lokal serta masih dipelihara. Salah satu agama suku yang ada di Jawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang kaya budaya dan keberagaman etnis, bahasa, tradisi, adat istiadat, dan cara berpakaian. Indonesia terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat Ciamis. Ronggeng gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih kepekaan dan keterampilan melalui media suara. Unsur-unsur musik menurut Jamalus (1998 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat, berbatasan dengan Sabah serta Serawak Malaysia di sebelah utara, di sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan induk dari beberapa bentuk cabang seni yang ada di Indonesia, diantaranya seni tari, seni musik, seni rupa, seni drama dan seni sastra. Menurut

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berhasilnya suatu proses kegiatan belajar mengajar itu dapat tercermin salah satunya dari minat belajar siswa mengikuti proses kegiatan tersebut. Sejalan

Lebih terperinci

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang 115 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. B. Kesimpulan Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang diwariskan oleh para leluhur kepada masyarakat kampung adat cireundeu. Kesenian Angklung

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. Pendidikan seni berperan penting dalam pengembangan kecerdasan

BAB I P E N D A H U L U A N. Pendidikan seni berperan penting dalam pengembangan kecerdasan BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni berperan penting dalam pengembangan kecerdasan bangsa. Istilah pendidikan seni berarti pemanfaatan seni sebagai alat pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni tradisi yang tumbuh dan berkembang di setiap daerah di Indonesia awal mulanya berasal dari kebiasaan dan adat-istiadat nenek moyang bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pantun dalam Dendang lahir secara adat di suku Serawai. Isi dan makna nilai-nilai keetnisan suku Serawai berkembang berdasarkan pola pikir yang disepakati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan yaitu implementasi, proses tersebut memerlukan kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan yaitu implementasi, proses tersebut memerlukan kerjasama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran terdapat tahap-tahap yang harus diperhatikan yaitu implementasi, proses tersebut memerlukan kerjasama segenap pihak dalam penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan sebuah kata yang semua orang pasti mengenalnya. Beragam jawaban dapat diberikan oleh para pengamat, dan pelaku seni. Menurut Sumardjo (2001:1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2014 Pembelajaran Rampak Bedug Pada Ekstrakurikuler Di SDN Cilegon-2 Kecamatan Jombang Banten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2014 Pembelajaran Rampak Bedug Pada Ekstrakurikuler Di SDN Cilegon-2 Kecamatan Jombang Banten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Banten merupakan daerah yang cukup kaya dengan jenis kesenian yang lahir dan berkembang secara turun-temurun dalam masyarakat, diantaranya kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Budaya dan manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk memahami hakikat kehidupan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bangsa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan keanekaragaman budaya merupakan

Lebih terperinci

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 104) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Lokasi Penelitian R 4 R 9 R 8 R7 Toilet R 5 Ruang UKS Ruang piket Mesjid Parkiran Mobil Ruang TU Gerbang Ruang Guru R3 R2 R1 Lapangan Upacara R10 R15 R14 R 13 R12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

MUSEUM BUDAYA DI PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT

MUSEUM BUDAYA DI PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan suatu daerah dengan daerah lain pada umumnya berbeda, dan kebudayaan tersebut seantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Kebudayaan tersebut berkembang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang disahkan pada tanggal 8 Juli 2003

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang disahkan pada tanggal 8 Juli 2003 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah menerapkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang disahkan pada tanggal 8 Juli 2003 (Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan pola tingkah laku yang dipelajari dan disampaikan dari satu generasi ke genarasi berikutnya karena kebudayaan merupakan proses belajar dan

Lebih terperinci

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Barat terletak di ujung sebelah barat pulau Jawa terdapat satu kota Kabupaten yaitu Kabupaten Majalengka. Dilihat dari letak geografisnya, posisi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kearifan merupakan salah satu bagian yang melekat pada masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Kondisi lingkungan dan pengalaman belajar yang spesifik membuat masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kebudayaan dan suku bangsa yang sangat beragam. Salah satu suku bangsa yang ada adalah suku bangsa Tionghoa. Akulturasi budaya Tionghoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ada sejak lama, yaitu sekira abad ke-16. Awalnya Tanjidor tumbuh dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ada sejak lama, yaitu sekira abad ke-16. Awalnya Tanjidor tumbuh dan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai Dinamika Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi Tahun 1970-1995, maka terdapat empat hal yang ingin penulis simpulkan.

Lebih terperinci

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Budaya lahir dan dibentuk oleh lingkungannya yang akan melahirkan berbagai bentuk pola tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Berbicara tentang kebudayaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR BAGAN... ix DAFTAR GRAFIK... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR BAGAN... ix DAFTAR GRAFIK... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR BAGAN... ix DAFTAR GRAFIK... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu metode Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang berusaha menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Jaya, 2014 Kesenian Janeng Pada Acara Khitanan Di Wonoharjo Kabupaten Pangandaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Jaya, 2014 Kesenian Janeng Pada Acara Khitanan Di Wonoharjo Kabupaten Pangandaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dengan akalnya menciptakan kebudayaan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya dan untuk menemukan identitas diri. Melalui kebudayaan pula manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu bangsa yang sangat kaya dengan seni budaya baik berupa tari, musik, seni rupa hingga adat istiadatnya yang tersebar dari Sabang

Lebih terperinci

MAKNA SIMBOL TARI NIMANG

MAKNA SIMBOL TARI NIMANG 68 RITME Volume 2 No. 1 Februari 2016 MAKNA SIMBOL TARI NIMANG PADI DALAM UPACARA ADAT NAEK DANGO MASYARAKAT DAYAK KANAYANT Oleh Imma Fretisari immafretisari@yahoo.co.id Universitas Tanjungpura (UNTAN),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai bangsa yang besar mempunyai ciri dan adat kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai bangsa yang besar mempunyai ciri dan adat kebiasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai bangsa yang besar mempunyai ciri dan adat kebiasaan yang disebut dengan kebudayaan, yang merupakan hasil karya dan pengetahuan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mata pelajaran seni tari merupakan bagian dari pendidikan seni budaya. Sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mata pelajaran seni tari merupakan bagian dari pendidikan seni budaya. Sesuai dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran seni tari merupakan bagian dari pendidikan seni budaya. Sesuai dengan kurikulum yang digunakan pada saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Lebih terperinci

UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN

UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN Syarif Firmansyah Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial IKIP PGRI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian adalah tempat melakukan penelitian dengan tujuan memperoleh data yang berasal dari subjek penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Bangka-Belitung merupakan daerah kepulauan, terdiri dari Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Bangka-Belitung merupakan daerah kepulauan, terdiri dari Pulau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Propinsi Bangka-Belitung merupakan daerah kepulauan, terdiri dari Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta Pulau kecil lainnya, di mana setiap Pulau terdiri dari

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING 682/Etnomusikologi LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING Metode Pembelajaran Sampek Bagi Mahasiswa Jurusan Etnomusikologi Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta Tahun ke 1 dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam agama, suku bangsa dan keturunan, baik dari keturunan Cina, India, Arab dan lain-lain. Setiap golongan memiliki karakteristik

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D 304 155 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi serta budaya. Keragaman suku bangsa di Indonesia menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tradisi serta budaya. Keragaman suku bangsa di Indonesia menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagi macam suku dan terdiri dari beberapa propinsi yang memiliki adat istiadat dan budaya yang berbeda antara satu propinsi

Lebih terperinci