BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Logam Pengecoran logam merupakan salah satu ilmu pengetahuan tertua yang dipelajari oleh umat manusia. Walaupun telah berumur sangat tua, ilmu pengecoran logam terus berkembang dengan pesat hingga saat ini. Pengecoran (Casting) adalah proses penuangan logam yang telah dicairkan dalam sebuah tungku pada temperatur tertentu sesuai dengan karakteristik logam tersebut kedalam suatu cetakan, kemudian dibiarkan mengeras sesuai dengan rongga cetakan. Pengecoran dilakukan dengan cara memanaskan logam hingga titik leburnya lalu leburan logam tersebut dituang kedalam sebuah cetakan dengan bentuk yang dikendaki. Berbagai macam metode pengecoran logam telah ditemukan hingga saat ini dan terus disempurnakan, diantaranya adalah investment casting, die casting, permanent mould casting, dan sand casting serta masih banyak lagi metode-metode lainnya. Dalam memahami ilmu pengecoran logam tidaklah cukup hanya dengan mengerti teori pengecoran logam semata, karena ilmu pengecoran logam ini menuntut pula pemahaman dan penerapannya baik melalui eksperimen maupun praktikum. Untuk menjadi seorang ahli teknik pengecoran logam pengetahuan dan keterampilan yang harus dipelajari adalah sifat dan struktur material, teknik pembuatan inti dan cetakan (core dan mould), teknik pengecoran, pengujian sifatsifat mekanis, dsb. Seorang ahli teknik pengecoran logam harus biasa bekerja dengan mesin dan peralatan pengecoran tradisional ataupun modern serta mampu menghasilkan produk cor. Pengecoran adalah suatu cara membuat komponen dengan cara menuangkan bahan yang dicairkan kedalam cetakan, bahan disini dapat berupa metal dan non metal. Untuk mencairkan bahan diperlukan furnace (dapur kupola). Furnance adalah sebuah dapur atau tempat yang dilengkapi dengan heater (pemanas). Bahan padat dicairkan sampai suhu titik cair, bahan yang sudah cair dituangkan kedalam cetakan. Industri yang membuat komponen alumunium dengan cara casting sering mengalami efisiensi produksi karena tingginya tingkat reject akibat dari cacat yang terbentuk. Timbulnya cacat pada produk biasanya disebabkan

2 7 oleh banyak faktor, salah satu diantaranya akibat dari rendahnya temperatur tuang atau mampu alir dari material yang diproduksi. Sifat mampu alir aluminium cair akan meningkat dengan kenaikan temperatur tuang, namun sayang nya hal ini justru akan berakibat pada masuknya gas hidrogen dalam jumlah yang besar pada aluminium cair yang pada akhirnya dapat membentuk cacat porositas pada produk. Proses pengecoran dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair kedalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang tanah cetakan. Hasil dari pengecoran disebut dengan coran atau benda cor. Proses pengecoran logam merupakan proses berkesinambungan dan saling terkait dari berbagai proses yang ada seperti yang terlihat pada diagram berikut ini : Bahan baku Peleburan Produk Gagal Logam cair Penuangan Pendinginan Permesinan Pemeriksaan Cetakan Produk Baik Bahan Gambar 2.1 Diagram proses pengecoran logam

3 8 Diagram tersebut dimulai dari pembuatan pola, untuk menghasilkan tuangan yang berkualitas maka diperlukan pola yang berkualitas tinggi, baik dari segi konstruksi, dimensi, material pola, dan kelengkapan lainnya. Pola digunakan untuk memproduksi cetakan. Pada umumnya dalam proses pembuatan cetakan, tanah cetakan diletakan disekitar pola yang dibatasi rangka cetakan kemudian tanah dipadatkan dangan cara ditumbuk sampai kepadatan tertentu. Pada umumnya cetakan dapat dibagi dua bagian yaitu bagian atas dan bagian bawah sehingga setelah pembuatan cetakan selesai pola akan dicabut dengan mudah dari cetakan. Secara umum ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri-ciri dari proses pengecoran, yaitu : 1. Adanya aliran logam cair kedalam rongga cetakan 2. Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam dalam cetakan 3. Pengaruh material cetakan 4. Pembekuan logam dari kondisi cair Pencairan ini dilakukan pada dapur dengan kapasitas yang disesuaikan. Mulamula aluminium daur ulang sepatu kampas rem teromol dilebur dan dicairkan, pada saat aluminium daur ulang sepatu kampas rem teromol mencapai titik cair, kemudian cairan tersebut dituangkan pada cetakan footstep sepeda motor. Setelah itu cetakan footstep sepeda motor didinginkan dengan udara, selanjutnya dilakukan proses pembongkaran dan dihaluskan pada tahap permesinan untuk mengurangi cacat saat proses pengecoran. Footstep sepeda motor yang telah mengalami proses permesinan dipilih, footstep sepeda motor yang dianggap baik dapat dipasarkan, sedangkan yang memiliki kualitas buruk akan dicairkan kembali.

4 Pengecoran Dengan Metode Sand Casting Untuk semua jenis logam sand casting adalah metode yang paling banyak digunakan dalam proses pengecoran baik dari coran yang berukuan kecil sampai yang menengah. Metode ini yang paling banyak digunakan melebihi metode mana pun baik pada industri metal dan non metal. Dari segi biaya, dalam banyak hal metode ini sudah menggantikan metode lain untuk mendapatkan toleransi ukuran yang lebih mendekati. Sand casting juga cukup fleksibel dalam material cetakan yang sedang dipakai dengan bermacam jenis pengoprasian. Teknik ini mensyaratkan lebih sedikit pembatasan-pembatasan dibandingkan dengan metode lain dan coran menjadi lebih ekonomis. Metode ini menggunakan suatu cetakan yang dibuat dari campuran tanah sari yang lembab dan dipres. Gambar 2.2 Pengecoran dengan Sand Casting (Sumber : Keuntungan yang lain dari metode sand casting adalah prosesnya dapat diselesaikan dalam waktu yang cukup pendek dari persiapan tanah, pembuatan cetakan, pencairan, penuangan dan pembongkaran adalah rangkaian prosesnya. Juga tanah sari adalah bahan tahan api yang paling murah yang dapat digunakan untuk membuat cetakan yang baik. Metode ini adalah yang paling baik untuk ukuran coran yang kecil sampai yang menengah yang diproduksi berulang-ulang. Dapat dipakai untuk pengecoran logam yang memiliki temperatur lebur tinggi. Produk pengecoran memiliki rentang rentang ukuran dari kecil hingga besar dan rentang jumlah dari satu

5 10 hingga jutaan. Tetapi kehalusan permukaan, ketelitian ukuran dan kualitas mungkin lebih rendah dari coran yang diproduksi dengan metode lain Logam Cair Proses Pencairan Logam Proses pencairan logam merupakan aspek terpenting dalam setiap produksi pengecoran, karena dapat berpengaruh langsung pada produk cor. Pada proses pencairan, mula-mula yang terdiri dari logam, unsur-unsur paduan dimasukan kedalam tungku dan dilakukanlah proses peleburan. Pencairan ini dilakukan pada dapur dengan kapasitas yang disesuaikan hingga mencapai titik cair paduan aluminium tersebut dan temperatur yang diinginkan dalam proses pengecoran. Gambar 2.3 Proses pencairan paduan aluminium Temperatur Penuangan Logam Cair Penuangan logam sangat tergantung pada temperatur, dan logam cair akan mencair seluruhnya pada temperatur tinggi. Aliran cairan logam pada proses penuangan sangat dipengaruhi oleh kekentalannya dan kekasaran permukaan cetakan. Sedangkan kekentalan tergantung pada temperatur yang dituangkan ke dalam cetakan, dimana pada saat temperatur tinggi kekentalan menjadi rendah, dan pada temperatur rendah kekentalan menjadi tinggi, kekentalan tergantung pada jenis logam itu sendiri. Dalam tabel ditunjukan harga dari kekentalan logam yang cair sempurna dibandingkan dengan kekentalan air. Terlihat dalam daftar terdapat beberapa logam

6 11 mempunyai kekentalan sama atau sedikit rendah dari kekentalan air, seperti Aluminium atau Timah, dan yang lainnya mempunyai kekentalan lebih tinggi seperti Tembaga dan Besi (Tata Surdia, 1986). Tabel 2.1 Koefisien kekentalan dan tegangan dari logam Bahan Titik cair (ºC) Berat jenis (g/cm³) Koefisien kekentalan (g/cm.detik) Koefisien kekentalan kinematik (cmº/detik) Tegangan permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan berat jenis (cm³/detik) Air 0 0,9982 (20ºC) 0,010046(20ºC) 0, (20ºC) 72 Seng 420 6,21 (420) 0,03160 (420) 0, (500) 120 Aluminium 660 2,35 (760) 0,0055 (760) 0, (750) 220 Tembaga ,84 (1200) 0,0310 (1200) 0, (1200) 74 Besi ,13 (1600) 0,0000 (1600) 0, (1600) 136 Besi cor ,9 (1300) 0,016 (1300) 0, (1300) 167 Jika logam cair mengalir melalui rongga sebuah cetakan, maka logam tersebut tidak mengikuti keadaan cair sempurna. Jika temperatur logam jauh diatas titik cair, maka lapisan beku tidak akan cepat tumbuh pada permukaan dinding cetakan. Apabila temperatur logam dekat dengan titik cairnya atau cetakan mudah mengambil panas dari cairan logam, maka lapisan beku akan cepat tumbuh pada permukaan dinding dan jalan aliran semakin sempit. Ada tiga faktor yang mempengaruhi temperatur penuangan logam cair yaitu mampu alir logam cair, jenis cetakan yang digunakan dan komposisi unsur paduan. Temperatur penuangan secara tioritis harus sama atau diatas garis liquidus. Jika temperatur penuangan lebih rendah kemungkinan besar terjadi solidifikasi didalam gating system dan rongga cetakan tidak terisi penuh. Cacat ini juga disebut dengan nama misrum. Cacat lain yang bias terjadi jika temperatur penuangan terlalu rendah adalah laps dan seams, yaitu benda cor yang dihasilkan seakan-akan membentuk alur-alur aliran kontinyu logam yang masuk kedalam rongga cetakan, dimana alur satu dengan alur yang lainnya berdampingan daya ikatnya tidak begitu baik. Jika temperatur penuangan terlalu tinggi pasir yang terdapat pada dinding gating system

7 12 dan rongga cetakan mudah lepas sewaktu bersentuhan dengan logam cair dan permukaan menjadi kasar. Terjadi reaksi yang cepat antara logam tuang dengan zat padat, cair, dan gas didalam rongga cetakan. Gambar 2.4 Pengukuran temperatur tuang Jenis Cetakan Sand Casting Metode pengecoran ini menggunakan suatu cetakan yang dibuat dari tanah sari, dalam hal ini sand casting dapat dibagi menjadi 2 metode yaitu: 1. Metode Green Sand Merupakan suatu cetakan yang dibuat dari pasir lembab yang dipres. Pengertian green mengindikasikan kelembaban dalam cetakan pasir dan tidak dipanaskan atau dikeringkan. Green sand adalah metode yang paling banyak digunakan dalam proses pengecoran sand casting baik dari coran yang berukuran kecil sampai yang menengah yang diproduksi secara berulang-ulang, tetapi kehalusan permukaan, ketelitian ukuran dan kualitas mungkin lebih rendah dari coran yang diproduksi dengan metode lainnya. Keuntungan dari penggunaan green sand casting ini adalah : Tidak mensyaratkan perlakuan sebelum penuangan logam cair Prosesnya dapat diselesaikan dalam waktu yang cukup pendek, dari persiapan tanah, pembuatan cetakan, pencairan, penuangan dan pembongkaran adalah rangkaian prosesnya.

8 13 2. Metode Dry Sand Karena coran terdiri dari banyak bagian yang kecil-kecil sehingga sangat sulit dilakukan dengan metode green sand, metode dry sand sering digunakan sebagai bahan cetakan. Metode terdiri dari green sand casting yang dimodifikasi dengan memanaskan cetakan pada temperatur tertentu. Cetakan umumnya dikeringkan dalam oven atau pemanas lainnya. Coran ukuran besar atau menengah dengan konfigurasi yang rumit (seperti rangka, engine cylinder, roda gigi yang besar, dan housing) sering dibuat dengan teknik pasir kering. Cetakan ini lebih mahal dari green sand casting tetapi memiliki keuntungan dengan meningkatnya kekuatan, ukuran lebih baik dan lebih halus hasil corannya. Gambar 2.5 Urutan proses dalam pengecoran Sand Casting (Sumber : Pasir Cetak Pasir cetak memerlukan sifat sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindah pindah, dan dapat menahan logam cair pada saat penuangan.

9 14 2. Permeabilitas yang sesuai, gas atau udara yang terjadi pada cetakan waktu penuangan dapat disalurkan melalui rongga-rongga diantara butir pasir dengan kecepatan yang sesuai. 3. Distribusi besar butir yang sesuai permukaan coran yang diperhalus dengan membuatnya pada cetakan yang berbutir halus, tetapi jika butir cetakan terlalu halus dapat mencegah gas untuk keluar sehingga dapat menyebabkan cacat. 4. Tahan terhadap suhu logam yang dituang.pasi dan pengikat harus mempunyai ketahanan terhadap suhu yang tinggi. 5. Komposisi yang sesuai, pada saat butir pasir bersentuhan dengan logam cair terjadi peristiwa fisika ataupun kimia. Bahan-bahan yang tercampur mungkin menghasilkan gas atau terlarut dalam logam cair adalah tidak dikehendaki. 6. Mampu dipakai lagi. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang sehingga bersifat ekonomis. 7. Pasir harus murah (Surdia dan Chijiwa, 2000). Pasir cetak yang paling lazim adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan pasir silika yang disediakan di alam. Beberapa dari pasir itu diapakai langsung dan yang lainnya dipakai setelah mengalami proses pemecahan menjadi butiranbutiran dengan ukuran yang sesuai. Apabila pasir mempunyai kadar lempung yang sesuai dan bersifat adesi dapat dipakai langsun sedangkan yang tidak memiliki sifat adesi ditambahkan lempung ke dalamnya. Pengikat pada umumnya adalah lempung tetapi terkadang dibutuhkan pengikat yang lain disamping lempung. Pasir gunung biasanya ditambang dari lapisan tua. Pada pasir gunung sudah mengandung lempung dan biasanya digunakan setelah ditambahkan air pasir dengan kandungan lempung 10%-20% dapat langsung dipakai. Pasir dengan prosentase kurang dari itu mempunyai sifat adesi yang kurang sehingga perlu ditambahkan lempung.

10 15 Gambar 2.6 Pasir cetak yang digunakan adalah tanah sari Pasir silika didapat dari gunung dalam keadaan alamiah atau dengan jalan memecah kwarsit. Semuanya mempunyai bagian utama SiO2, dan terkandung kotoran mika atau felspar. pasir pantai atau pasir kali mempunyai kotoran seperti ikatan organik. kotoran yang diinginkan sekecil mungkin. Pasir pantai, pasir silika dan pasir kali tidak melekat dengan sendirinya oleh karena itu dibutuhkan pengikat untuk mengikat butir-butirnyadan baru dipakai setelah pencampuran (Surdia dan Chijiwa, 2000) Pola Pola yang menggunakan cetakan pasir atau dengan cetakan tanah sari mungkin dibuat dari bermacam bahan seperti kayu, plastik, logam dan fiber. Pola yang tidak berkerangka (unmounted) atau pola yang sekali pakai (loose) sebaiknya hanya dipakai untuk produksi terbatas. Pola biasanya dasar yang menghubungkan bagian desain dan coran yang sudah jadi. Pemilihan bahan untuk membuat pola tergantung pada beberapa faktor. Sebagai contoh yang penulis gunakan pada pola dari footstep adalah pola yang terbuat dari fiber, pemilihan bahan fiber ini dikarenakan dari segi pembentukan fiber mudah untuk dibentuk dan dari segi umur pemakaian pola berbahan fiber penggunaannya lebih lama dan awet sehingga menekan cost pembuatan pola.

11 16 Spesimen Uji Tarik (a) (b) (c) Gambar 2.7(a), (b) & (c) Pola footstep yang terbuat dari fiber & pipa PVC Mekanisme Pengecoran Footstep Sepeda Motor Secara garis besarnya, proses produksi footstep sepeda motor terdiri dari beberapa proses diantaranya adalah : a. Persiapan bahan baku, yakni daur ulang sepatu kampas rem teromol b. Pencairan aluminium c. Pengukuran temperatur penuangan d. Pengecoran atau penuangan cairan logam kedalam cetakan e. Pembongkaran hasil coran f. Pengecekan kualitas coran g. Proses permesinan dan pengamplasan h. Pembersihan i. Pemolesan/polishing

12 Aluminium Aluminium merupakan logam yang ringan mempunyai ketahanan korosi, ketahanan arus yang baik, daya hantar yang baik, dan koefisien pemuaian yang rendah. Aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar, tapi standar yang umum dipakai adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang distandarkan atas standar Alcoa (Aluminium Company of Amerika). Keunggulan material aluminium adalah berat jenisnya yang ringan dan kekuatannya dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan. Kekuatan aluminium biasanya ditingkatkan dengan cara paduan dan memberikan perlakuan panas yang diberikan pada aluminium selama pengerjaannya sangat mempengaruhi sifat paduan aluminium yang dihasilkan. Awalnya paduan aluminium dikembangkan dengan tujuan mendapatkan material yang kuat, ringan, usia pakai yang lama, biaya produksi yang rendah, toleransi kegagalan yang tinggi, dan tahan korosi yang baik. Tabel 2.2 Klasifikasi paduan aluminium tempaan Standar AA Standar Alcoa Keterangan 1001 IS Al murni 99,5 0/0 atau diatasnya S Al murni 99,00/0 atau diatasnya S-29S Cu merupakan paduan utama S-9S Mg merupakan paduan utama S-39S Si merupakan paduan utama S-69S Mg sebagai paduan utama S-79S Zn sebagai paduan utama (Sumber : Pengetahuan Bahan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito, 1995.)

13 18 Tabel 2.3. Klasifikasi perlakuan bahan Tanda Perlakuan -F Setelah pembuatan. -O Dianil penuh. -H Pengerasan regangan. -H 1n Pengerasan regangan. -H 2n Sebagaian dianil setelan pengerasan regangan n=2 (1/4 keras), 4 (1/2 keras), 6 (3/4 keras), 8 (keras), 9 (sangat keras). -T Perlakuan panas. -T2 Penganilan penuh (hanya untuk coran). -T3 Pengerasan regangan setelah perlakuan pelarutan. -T4 Penuaan alamia penuh setelah perlakuan pelarutan. -T5 Penuaan tiruan (tanpa perlakuan pelarutan). - T6 Penuaan tiruan setelah perlakuan pelarutan. -T7 Penyetabilan setelah perlakuan pelarutan -T8 Perlakuan pelarutan, pengerasan regangan, penuaan tiruan. -T9 Perlakuan pelarutan,penuaan tiruan, pengerasan regangan. -T10 Pengerasan regangan setelah penuaan tiruan. (Sumber : Pengetahuan Bahan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito, 1995.) Sifat-sifat Aluminium Sifat aluminium yang menonjol adalah berat jenisnya yang rendah, daya hantar listrik/panas yang cukup baik, paling ringan diantara logam-logam yang sering digunakan, tahan terhadap korosi, lunak, ulet, dan kekuatan tariknya rendah. Aluminium mencapai titik lebur 660ºC dan titik rekristalisasi 150ºC. Rekristalisasi adalah bila logam dipanaskan sampai temperatur yang cukup tinggi setelah deformasi plastis, dari susunannya yang rusak, kristal akan menyusun sendiri menjadi susunan baru tanpa tegangan dalam dan kekuatan tariknya bila dituang N/mm², dianneling 70 N/mm²,dan diroll N/mm².

14 19 Tabel 2.4 Sifat-sifat fisik aluminium Sifat-sifat Masa jenis (20 0 ) Titik cair Panas jenis (cal/g 0 C) (100 0 C) Hantaran listrik (%) Tahanan listrik koefisien temperatur (/ 0 C) Koefisien pemuaian ( C) Jenis kristal, konstanta kisi Kemurnian Al (%) 99,996 >99,0 2,6989 2,71 660, ,2226 0, ,94 59 (dianil) 0, , ,86 x ,5 x 10-6 Fcc, a = 4,013 kx Fcc, a = 4,004 kx (sumber : Pengetahuan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito,1995) Tabel 2.5 sifat-sifat mekanis aluminium Kemurnian Al (%) Sifat-sifat Dianil 99,996 > 99,0 75% dirol Dianil H18 dingin Kekuatan tarik (kg/mm 2 ) 4,9 11,6 9,3 16,9 Kekuatan mulur (0,2%) 1,3 11,0 3,5 14,8 (kg/mm 2 ) 48,8 5, Perpanjangan (%) Kekerasan Brinell Sumber: Pengetahuan Teknik oleh Tata Surdia Ms, Sinroku Soito,1995) Karakteristik Aluminium Aluminium memiliki beberapa kombinasi sifat-sifat yang menjadikannya bahan teknik yang luas penggunaannya. Sifat-sifat penting yang dimiliki aluminium yang menyebabkan dipilihnya aluminium sebagai bahan teknik adalah ringan, tahan korosi, penghantar panas yang baik. Beberapa karakteristik dari aluminium dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Berat jenis Berat jenis aluminium 2,7 gr/cm³ karena itu banyak digunakan pada konstruksi yang ringan, seperti alat-alat otomotif, konstruksi bangunan, peralatan-peralatan

15 20 rumah. Bila sudah dipadukan dengan logam lain maka besar kecilnya berat jenis aluminium tergantung pada jumlah persentase paduannya. 2. Konduktifitas panas Aluminium dapat digolongkan sebagai bahan yang memiliki konduktifitas panas yang baik dan masih baik dibandingkan dengan tembaga 3. Sifat tahan korosi Sifat tahan korosi pada aluminium disebakan karena terbentuknya lapisan oksida aluminium pada permukaan aluminium. Lapisan oksida ini akan melekat pada permukaan dengan sangat kuat dan rapat sehingga dapat melindungi lapisan bagian dalamnya. Adanya lapisan oksida ini selain menyebabkan aluminium tahan terhadap korosi tapi aluminium sukar untuk dilas atau disolder. 4. Kemampuan fabrikasi Sifat lain yang sangat menguntungkan pada aluminium adalah sangat mudah difabrikasi, dapat dituang dengan penuangan apa pun, dapat dibentuk dengan berbagai cara. 5. Kekuatan dan kekerasan Kekuatan dan kekerasan aluminium memang tidak begitu tinggi, tetapi stength to weight ratio aluminium masih tinggi dari baja, kekuatan dan kekerasan aluminium dapat diperbaiki dengan pemaduan unsur lainnya dan perlakuan panas. Keburukan yang paling serius pada aluminium dari segi teknik adalah sifat elastisitasnya yang sangat rendah hampir tidak dapat diperbaiki walaupun dengan pemaduan. Keuntungan lain dari logam aluminium adalah memiliki nilai dekoratif, dan memiliki titik cair yang rendah sehingga banyak digunakan sebagai bahan coran.

16 Uji Tarik Uji tarik merupakan salah satu pengujian material yang paling luas penggunaannya. Uji kekuatan tarik adalah pengujian terhadap suatu material uji dengan cara menarik hingga material tersebut putus. Salah satu tujuan dari perlakuan uji tarik ini adalah untuk mengetahui ketangguhan dan karakteristik suatu material. Pengujian tarik ini didasarkan pada Standard Method Of Tention Testing Metalic Materials dari ASTM Designation E8-69 Annual Book Of ASTM Standars American Sociaty For Testing And Materials. Pada pengujian ini yang diamati secara terus menerus adalah perkembangan beban dan pertambahan panjang dari benda uji hingga terputus. Analisa data secara manual menggunakan kurva tegangan-regangan secara longitudinal dari benda uji. Tegangan dan regangan teknik dapat diperoleh dengan rumus : 1. Tegangan Teknik : p A Dimana : (2.1) σ = Tegangan teknik ( Kgf/mm2 ) P = Beban (Kgf) Ao = Luas penampang melintang awal ( mm 2 ) 2. Regangan Teknik : L L ε 100%...(2.2) L Dimana : = Regangan teknik (%) Lo = Panjang Awal (mm) L = Panjang akhir (mm) Besar dan bentuk dari kurva tegangan regangan teknik dari suatu material akan tergantung dari komposisi kimia, perlakuan panas, sejarah dari deformasi plastik sebelumnya dan laju regangan yang diberikan pada saat test. Parameter-

17 22 parameter yang digunakan untuk menggambar kurva tersebut adalah tegangan tarik (Tensile Stress), tegangan luluh (Yield Stress), prosentase perpanjangan (Percent Elongation), dan reduksi area (Reduction of Area). Kedua parameter terakhir adalah parameter yang menunjukan duktilitas dari material. Pengujian ini dapat memberikan informasi tentang kekuatan material yang akan dipakai dalam desain serta untuk menentukan spesifikasi dari material. Pada pengujian ini, yang diamati secara terus-menerus adalah perkembangan beban dan pertambahan panjang dari benda uji sehingga dari pengamatan ini dapat dibuat kurva Beban-Perpanjangan. Dengan dasar ini, barulah dibuat kurva Tegangan-Regangan Teknik (Stress-Strain Engineering Curve). Secara umum, kurva tegangan-regangan teknik dapat dilihat pada gambar dibawah ini Gambar 2.8 Diagram tegangan-regangan teknik Tegangan-regangan teknik Dari pengujian tarik (tension test) yang dilakukan pada benda uji (spesimen) dan dengan memplotkan pertambahan panjang (Δl) spesimen terhadap besarnya beban (P) yang diberikan oleh mesin percobaan maka didapat kurva sebagai berikut :

18 23 Pu u Pf P (kg) Py y f Gambar 2.9 Diagram beban-pertambahan panjang Δl (mm) Pengukuran batas luluh (Yield) Suatu material dikatakan mulai luluh bila dia dikenakan tegangan yang melewati tegangan luluhnya, artinya terjadi transisi dari deformasi elastis ke deformasi plastis. Pengukuran sebenarnya dari titik transisi ini cukup sulit dan tergantung pada sensitifitas peralatan yang digunakan untuk pengukuran regangan. Beberapa kriteria yang dapat dipakai dalam pengukuran batas luluh adalah : 1. Elastis limit sebenarnya, didasarkan pada alat ukur regangan mikro pada regangan dengan sensitifitas sampai 2 x 10-6 in/in. limit ini sangat rendah dan ini berhubungan dengan gerakan dari beberapa ratus dislokasi didalam material. 2. Limit Proporsional adalah tegangan proporsional, artinya batas tegangan dimana dari 0 (nol) beban tegangan ini, tegangan akan berbanding secara proporsional (garis lurus) dengan regangan. Batas ini masih bisa dilihat pada kurva atau diagram dan dihitung yang nilainya sebagai berikut: Pp p Kgf/mm 2.(2.3) Ao Dimana : σp = Tegangan teknik proporsional (Kgf/mm 2 ) Pp = Beban proporsional (Kgf) Ao = Luas penampang melintang awal (mm 2 )

19 24 3. Limit Elastis adalah batas tegangan terbesar pada material uji dimana pada saat beban dilepas, material tidak menunjukkan adanya deformasi plastik. Pengujian limit ini memerlukan beberapa pengujian atau juga bisa menggunakan strain gage yang mempunyai sensitifitas 10-4 in/in. besarnya limit elastis dirumuskan sebagai berikut: Pe e Kgf /mm 2...(2.4) Ao Dimana : σe = tegangan teknik elastis (Kgf /mm 2 ) Pe = Beban pada daerah elastis (Kgf) Ao = Luas penampang melintang awal (mm 2 ) 4. Tegangan luluh (Yield Stress) adalah tegangan yang diperlukan untuk memproduksi suatu deformasi plastik yang kecil. Besarnya tegangan luluh dapat dirumuskan sebagai berikut: y Py Ao Kgf /mm 2...(2.5) Dimana : σy = Tegangan teknik luluh (Kgf /mm 2 ) Py = Beban luluh (Kgf) Ao = Luas penampang melintang awal (mm 2 ) Perhitungan tegangan-tegangan lainnya 1 Tegangan tarik maksimum adalah beban maksimum dibagi dengan luasan melintang dari benda uji (luas awal). Tegangan ini menunjukkan besarnya beban maksimum yang dapat diterima oleh material untuk tidak sampai patah. Pada saat keadaan seperti ini, pada material atau batang uji terjadi pengecilan penampang setempat (local necking) dan pertambahan panjang akan terjadi hanya disekitar necking tersebut. Penentuan tegangan saat pengujian cukup mudah. Secara empiris eksperimental tegangan ini dapat dikorelasikan dengan kekerasan material dan karakteristik fatique material. Besarnya tegangan ini dapat dihitung sebagai berikut: Pu u Kgf / mm 2..(2.6) Ao

20 25 Dimana : σu = tegangan tarik maksimum (Kgf /mm 2 ) Pu = Beban maksimum (Kgf) Ao = Luas penampang melintang awal (mm 2 ) 2 Tegangan patah adalah tegangan yang tercapai pada saat benda uji patah. Setelah melewati beban maksimum, maka akan mulai terjadi deformasi non homogen yang terlokalisasi di tempat-tempat tertentu sehingga menyebabkan pengecilan penampang setempat (local necking) diiringi dengan pertambahan panjang benda uji tenpa kenaikan beban dan sebaliknya justru beban menurun. Tegangan ini lebih kecil dari tegangan maksimum dan dapat dihitung sebagai berikut: f Pf Ao Kgf / mm 2...(2.7) Dimana : σf = Tegangan patah (Kgf /mm 2 ) Pf = Beban patah (Kgf) Ao = luas penampang melintang awal (mm 2 ) Karakteristik mekanik lainnya 1. Keuletan (ductility), menggambarkan kemampuan untuk berdeformasi secara plastik tanpa menjadi patah. Dapat diukur dengan besarnya regangan plastik yang terjadi setelah batang uji patah. Keuletan biasanya dinyatakan dengan persentase perpanjangan dengan rumus: f ( L f L L 0 0 ) 100%...(2.8) Dimana : ɛf = Regangan saat patah (%) Lf = Panjang benda uji setelah patah (mm) L0 = Panjang benda uji awal (mm) Dan keuletan juga bisa dinyatakan dengan persentase daerah reduksi dengan rumus:

21 26 ( A0 A f q A 0 ) 100%.(2.9) Dimana : q = Pengecilan penampang (%) A0 = Luas daerah (penampang) awal (mm 2 ) Af = Luas daerah (penampang) setelah patah (mm 2 ) Harga ef tergantung dari Lo, Lo kecil maka ef besar dan sebaliknya. 2. Kekuatan elastis, menyatakan kemampuan untuk menerima beban atau tegangan tanpa berakibat terjadinya deformasi plastik. Kekuatan elastik ditunjukkan oleh titik yield. Dalam hal ini, yield dianggap mulai terjadi bila sudah timbul regangan plastik sebesar 0,2 % atau 0,35 %. Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut: tegangan P Y 0,25%-0,35& regangan Gambar 2.10 Grafik kekuatan elastic Kekuatan elastik ini penting dalam suatu perancangan karena tegangan yang bekerja pada suatu bagian tidak boleh melebihi titik yield dari bahan supaya tidak terjadi deformasi plastik. 3. Kekakuan (stiffness), suatu bahan yang memiliki kekakuan tinggi, bila mendapat beban (dalam batas elastisnya) akan mengalami deformasi namun hanya sediki saja. Kekakuan ditunjukkan oleh modulus elastisitas (E) yang besarnya: E.(2.10)

22 27 Dimana : E = Modulus elastisitas (Kgf /mm 2 ) σ = Tegangan (Kgf /mm 2 ) ε = Regangan (%) Harga E merupakan konstanta untuk setiap material yang tidak terpengaruh oleh komposisi kimia, perlakuan panas dan proses pembentukan. 4. Ketangguhan (Toghness), menyatakan kemampuan menyerap energi tanpa mengakibatkan patah, dapat diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan yang dinyatakan dengan modulus ketangguhan (modulus of toughness). Ada beberapa pendekatan matematik yang dapat digunakan untuk mengukur modulus ketangguhan (UT) yaitu: - untuk material ulet (ductile): UT y u u. f..(2.11) f 2 - untuk material getas (brittle): UT 2. u..(2.12) f 3 dimana : UT = Modulus ketangguhan (Kgf /mm 2 ) σ y = Tegangan luluh (Kgf /mm 2 ) σ u = Tegangan maksimum (Kgf /mm 2 ) ε f = Regangan patah (%)

23 Struktur Mikro Struktur mikro suatu logam dapat diamati dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran hingga ratusan kali agar bentuk-bentuk yang sedemikian kecil dari bagian ferit yang berwarna putih, bagian perlit yang berwarna hitam, sementit ataupun kombinasi diantaranya dan mungkin bahkan martensit dengan ciri tersendiri dapat diamati secara detail dan selanjutnya diidentifikasi. Pada prinsipnya persiapan metallograpi yang dilakukan adalah sama untuk bermacam-macam analisa makro dan mikro struktur. Spesimen dihaluskan permukaannya dengan menggunakan kertas gosok (amplas). Dengan tingkat kehalusan semakin tinggi. Diharapkan pada akhir penggosokan permukaan benda uji sudah tidak memiliki goresan yang dalam. Persiapan permukaan ini diselesaikan dengan menggosok spesimen uji pada suatu polishing wheels dengan cloth tertentu yang dibasahi dengan larutan yang mengandung Aluminium Oksida. Dengan selesainya proses ini spesimen sudah bebas dari goresan dan mempunyai permukaan yang halus berkilau untuk dilakukan proses pengetsaan. Ketekunan dan kesabaran yang tinggi dituntut dalam proses ini mengingat bahwa keberhasilan dari analisa metallograpi sangat menentukan oleh persiapan ini. Pengetsaan adalah proses pelarutan secara kimiawi atau elektrolis dari suatu logam dalam larutan kimia. Pengetsaan ini bertujuan untuk memperoleh detail dari struktur, hal ini dimungkinkan karena adanya kecendrungan untuk melarut yang berbeda dari bagian struktur logam. Kelarutan yang berbeda tersebut akan menyebabkan permukaan logam mempunyai topologi yang tidak rata. Apabila permukaan ini dikenakan suatu sinar, maka sinar ini akan dipantulkan dengan intensitas yang berbeda-beda dan menghasilkan kontras bagian antara yang satu dengan yang lain. Dengan menggunakan penyinaran dan pembesaran yang dimiliki mikroskop maka gambaran secara detail dari struktur logam yang diamati dapat di peroleh.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pengecoran Logam Pengecoran logam merupakan salah satu ilmu pengetahuan tertua yang dipelajari oleh manusia. Walaupun telah berumur sangat tua, ilmu pengecoran logam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Pengecoran logam dilakukan dipabrik pengecoran logam,desa Serdang, Kecamatan Tanjung Bintang

Lebih terperinci

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS 1.1.PENDAHULUAN Tujuan Pengujian Mekanis Untuk mengevaluasi sifat mekanis dasar untuk dipakai dalam disain Untuk memprediksi kerja material dibawah kondisi pembebanan Untuk memperoleh

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Laporan Tugas Akhir PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Nama Mahasiswa : I Made Pasek Kimiartha NRP

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya. rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya. rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR Disusun : Arief Wahyu Budiono D 200 030 163 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352 PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM Hera Setiawan 1* 1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352 * Email: herasetiawan6969@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR Latar belakang Pengecoran logam Hasil pengecoran aluminium

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR Masyrukan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta JL. A.Yani Tromol Pos I Pabelan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Bahan Pengecoran Dengan Penambahan Ti-B Coran dg suhu cetakan 200 o C Coran dg suhu cetakan 300 o C Coran dg suhu cetakan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat - Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 35 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Pengecoran logam dilakukan dipabrik pengecoran logam, Desa Serdang, Kecamatan Tanjung Bintang

Lebih terperinci

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis, SIFAT MEKANIK BAHAN Sifat (properties) dari bahan merupakan karakteristik untuk mengidentifikasi dan membedakan bahan-bahan. Semua sifat dapat diamati dan diukur. Setiap sifat bahan padat, khususnya logam,berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pengecoran casting adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 41-48 ISSN 0216-7395, e-issn 2406-9329 ANALISIS PENGARUH VARIASI TEKANAN PADA PENGECORAN SQUEEZE TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PRODUK SEPATU KAMPAS REM

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg Rusnoto Program Studi Teknik Mesin Unversitas Pancasakti Tegal E-mail: rusnoto74@gmail.com Abstrak Piston merupakan

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah memiliki berat jenis yang ringan, ketahanan terhadap korosi,

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Cahya Sutowo 1.,ST.MT., Bayu Agung Susilo 2 Lecture 1,College student 2,Departement

Lebih terperinci

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 4.1. Deformasi 4.1.1 Pengertian Deformasi Elastis dan Deformasi Plastis Deformasi atau perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan deformasi

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro PENGARUH TEMPERATUR BAHAN TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PROSES SEMI SOLID CASTING PADUAN ALUMINIUM DAUR ULANG M. Chambali, H. Purwanto, S. M. B. Respati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Analisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint

Analisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint NASKAH PUBLIKASI Analisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK LOGAM

MATERIAL TEKNIK LOGAM MATERIAL TEKNIK LOGAM LOGAM Logam adalah Jenis material teknik yang dipakai secara luas,dan menjadi teknologi modern yaitu material logam yang dapat dipakai secara fleksibel dan mempunyai beberapa karakteristik.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan Aluminium dan Logam paduan Aluminium didunia industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat ini, menuntut manusia untuk melaksanakan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 2111106036 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST Ikwansyah Isranuri (1),Jamil (2),Suprianto (3) (1),(2),(3) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU Jl. Almamater,

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di: a. Laboratorium Logam Politeknik Manufaktur Ceper yang beralamat di Batur, Tegalrejo, Ceper,

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM

PENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM Pengaruh Jarak Dari Tepi Cetakan Terhadap Kekuatan Tarik Dan Kekerasan Pada Coran Aluminium PENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM H. Purwanto e-mail

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai Studi Pustaka Identifikasi masalah Rencana Kerja dan Desain

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN LAJU WAKTU PROSES PEMBEKUAN HASIL COR ALUMINIUM 319 DENGAN CETAKAN LOGAM TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS

PENGARUH PERBEDAAN LAJU WAKTU PROSES PEMBEKUAN HASIL COR ALUMINIUM 319 DENGAN CETAKAN LOGAM TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS PENGARUH PERBEDAAN LAJU WAKTU PROSES PEMBEKUAN HASIL COR ALUMINIUM 319 DENGAN CETAKAN LOGAM TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS Errens Lowther 1), Sofyan Djamil 1) dan Eddy S. Siradj 2) 1) Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN Mukhtar Ali 1*, Nurdin 2, Mohd. Arskadius Abdullah 3, dan Indra Mawardi 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS Pengaruh Penambahan Mg Terhadap Sifat Kekerasan dan... ( Mugiono) PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu pada bulan September

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era industrialisasi pada saat sekarang ini, bidang pengecoran sangat penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan di bidang industri

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn Teguh Raharjo, Wayan Sujana Jutusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi dustri Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan bagian dari industri hulu dalam bidang manufaktur, terdiri dari proses mencairkan logam yang kemudian cairan logam tersebut dicorkan ke dalam

Lebih terperinci

SIFAT MATERIAL. Dipl. Ing. Soedihono, ST, MT

SIFAT MATERIAL. Dipl. Ing. Soedihono, ST, MT 1 SIFAT MATERIAL Dipl. Ing. Soedihono, ST, MT 1. Definisi Material: 2 Material adalah bahan yg dibutuhkan untuk pembuat barang seperti mesin, suku cadang, rumah, kendaraan, dll. 1. Bahan tambang: biji

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB RYN - 2012 Is This Stress? 1 Bukan, Ini adalah stress Beberapa hal yang menyebabkan stress Gaya luar Gravitasi Gaya sentrifugal Pemanasan

Lebih terperinci

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH C.6 PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH Agus Dwi Iskandar *1, Suyitno 1, Muhamad 2 1 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK. Rahmawan Setiaji Kelompok 9

Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK. Rahmawan Setiaji Kelompok 9 Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK Rahmawan Setiaji 0706163735 Kelompok 9 Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen Metalurgi dan Material FTUI 2009 MODUL 1 PENGUJIAN TARIK I.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

11 BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut: 1. Tempat pengambilan data : Laboratorium Bahan Teknik Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL KEKUATAN MATERIAL Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL Kompetensi Dasar Mahasiswa memahami sifat-sifat material Mahasiswa memahami proses uji tarik Mahasiswa mampu melakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Spesimen Dalam melakukan penelitian uji dilaboratorium bahan teknik Universitas Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM Pengertian perlakuan panas ialah suatu cara yang mengakibatkan perubahan struktur bahan melelui penyolderan atau penyerapan panas : dalam pada itu bentuk bahan tetap

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE

PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE Darmanto *, Sri Mulyo Bondan Respati, Helmy Purwanto Program Studi Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Spesimen 4.1.1. Proses Pengelasan Setelah pengamatan, pengukuran serta pengujian dilaksanakan terhadap masing-masing benda uji, pada pengelasan

Lebih terperinci

BAB 3. PENGECORAN LOGAM

BAB 3. PENGECORAN LOGAM BAB 3. PENGECORAN LOGAM Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai ketrampilan pembentukan material melalui proses pengecoran : Menguasai pembentukan komponen dari aluminiun melalui pengecoran langsung DASAR

Lebih terperinci

VARIASI UKURAN PASIR CETAK TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK CORAN SCRAP PISTON SEPEDA MOTOR. Sigit Gunawan 1, Sigit Budi Hartono 2 2.

VARIASI UKURAN PASIR CETAK TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK CORAN SCRAP PISTON SEPEDA MOTOR. Sigit Gunawan 1, Sigit Budi Hartono 2 2. VARIASI UKURAN PASIR CETAK TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK CORAN SCRAP PISTON SEPEDA MOTOR Sigit Gunawan 1, Sigit Budi Hartono 2 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi ukuran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Mulai Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% Pengecoran suhu cetakan 250 C Pengecoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Minggu Pokok Bahasan 1 I. Pendahuluan sejarah dari teknologi pengecoran, teknik pembuatan coran, bahanbahan yang biasa digunakan untuk produk coran di tiap industri, serta mengetahui pentingnya teknologi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP Koos Sardjono, Eri Diniardi, Piki Noviadi Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Dalam

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (4) ISSN: 7-59 (-97 Print) F-66 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu dengan Pengikat Semen pada Pasir Cetak terhadap Cacat Porositas dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengamatan, pengukuran serta pengujian terhadap masingmasing benda uji, didapatkan data-data hasil penyambungan las gesek bahan Stainless Steel 304. Data hasil

Lebih terperinci

ISSN hal

ISSN hal Vokasi Volume IX, Nomor 2, Juli 2013 ISSN 193 9085 hal 134-140 PENGARUH KECEPATAN PUTAR DAN PENAMBAHAN INOKULAN AL-TiB PADA CENTRIFUGAL CASTING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM COR A35

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi parameter penelitian, alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, serta tahapan-tahapan proses penelitian

Lebih terperinci

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan. K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl Menoreh Tengah X/22 Semarang e-mail: roziqinuwh@gmail.com helmy_uwh@yahoo.co.id i.syafaat@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2. PENGUJIAN TARIK

BAB 2. PENGUJIAN TARIK BAB 2. PENGUJIAN TARIK Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses pengujian tarik pada material logam. Sub Kompetensi : Menguasai dan mengetahui proses pengujian tarik pada baja karbon rendah

Lebih terperinci

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL Kekerasan Sifat kekerasan sulit untuk didefinisikan kecuali dalam hubungan dengan uji tertentu yang digunakan untuk menentukan harganya. Harap diperhatikan bahwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 37 III. METODE PENELITIAN III.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal 11 Desember hingga

Lebih terperinci

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.1: Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang berperan penting akan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang berperan penting akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era modernisasi yang terjadi saat ini menuntut manusia untuk melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT SIFAT MEKANIS LOGAM DAN PADUAN MECHANICAL TESTING. Pengujian untuk menentukan sifat mekanis, yaitu sifat terhadap beban atau gaya mekanis seperti tarik, tekan, tekuk,

Lebih terperinci