BAB IV RANCANGAN DAN ANALISA HASIL LOW NOISE AMPLIFIER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV RANCANGAN DAN ANALISA HASIL LOW NOISE AMPLIFIER"

Transkripsi

1 BAB IV RANCANGAN DAN ANALISA HASIL LOW NOISE AMPLIFIER 4.1 Gambaran Umum Sistem Perancangan Dalam merancang rangkaian LNA yang baik perlu memperhatikan beberapa parameter antara lain noise figure, kestabilan, gain, VSWR, dan return loss. Perancangan LNA ini membutuhkan gain yang tinggi sehingga penggunaan single stage LNA belum cukup untuk mencapai target gain yang diinginkan. Menurut Malvino pada buku prinsip-prinsip elektronika guna meningkatkan gain yang lebih tinggi, perancangan amplifier dibuat dengan singlestage amplifier, perancangan stage LNA ini hanya menggunakan satu tingkat. Ini berarti RF inputan yang kecil akan dikuatkan pada Outputnya, sehingga gain yang dihasilkan akan bertambah. Gambar 4.1 memperlihatkan blok diagram sistem perancangan singlestage LNA yang akan dibuat. DC Supply RF IN Zin INPUT MATCHING AMP OUTPUT MATCHING Zout RF OUT Gambar 4.1 Blok Diagram Perancangan Singlestage LNA Setiap bagian rancangan tersebut mempunyai fungsi masing-masing, yang dijelaskan sebagai berikut: 41

2 42 1. Blok DC Supply Blok DC supply ini merupakan suatu rangkaian pemberi sumber listrik direct current (DC) dengan besar tegangan sesuai dengan perancangan dan perlu mempertimbangkan kemudahan pencarian nilai tegangan tersebut. Besar tegangan ini disesuaikan dengan titik operasi pembiasan DC yang dilakukan pada komponen aktif transistor. 2. Blok Amplifier Blok amplifier pertama ini merupakan rangkaian amplifier yang terdiri dari komponen aktif berupa transistor dan komponen pasif lainnya yang saling mendukung membentuk rangkaian amplifier dengan konfigurasi pembiasan tertentu. 3. Input Matching Network Blok input matching network ini berfungsi untuk menyesuaikan impedansi yang dihasilkan saluran transmisi dari antena sebesar 50 Ohm, sehingga daya yang masuk ke rangkaian amplifier pertama akan maksimal. 4. Output Matching Network Blok output matching network ini berfungsi untuk menyesuaikan impedansi yang dihasilkan rangkaian amplifier kedua dengan impedansi jalur transmisi blok selanjutnya sebesar 50 Ohm, sehingga daya yang keluar blok rangkaian selanjutnya akan maksimal.

3 43 Sebelum memulai perancangan perlu untuk membuat acuan kriteria-kriteria atau spesifikasi parameter spesifik, parameter tersebut telah dibahas di bab III. Spesifikasi ini digunakan sebagai acuan pencapaian target kerberhasilan kerja rangkaian yang akan dicapai. Tabel 4.1 memperlihatkan data spesifikasi rancangan multi stage LNA yang harus terpenuhi dalam merancang. No. Spesifikasi Nilai 1 Frekuensi kerja MHz 2 Frekuensi tengah 110 MHz 3 Bandwidth 4 MHz 4 Gain > 15 db 5 Noise Figure < 2 db 6 Input Return Loss < -10 db 7 Output Return Loss < -10 db 8 Kestabilan (K) > 1 9 Power Supply 12 Volt 10 Power DC Consumption <150 mw 11 Impedance 50 Ohm Tabel 4.1 Spesifikasi Rancangan Singlestage LNA 4.2 Tahapan Perancangan Tahapan-tahapan perancangan singlestage LNA dibuat diawal perancangan sebagai acuan langkah-langkah kerja yang akan dilakukan. Tujuannya adalah memudahkan perancangan lebih terstruktur dan sistematis sehingga tidak ada tahapan yang terlewat. Tahapan perancangan singlestage LNA dijelaskan pada diagram alir (flow chart). Gambar 4.2 menunjukan diagram alir perancangan. Dengan melihat diagram alir gambar 4.2 tahap perancangan dimulai dengan mentukan spesifikasi parameter singlestage LNA, langkah ini sudah dilakukan

4 44 diawal bab IV. Setelah penentuan target spesifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan pemilihan komponen aktif berupa transistor yang cocok untuk rancangan singlestage LNA, sehingga transistor yang digunakan diharapkan sesuai dengan spesifikasi rancangan yang telah ditentukan. Langkah selanjutnya merancang rangkaian pembiasan DC, agar komponen aktif bekerja sebagai rangkaian amplifier pada titik biasnya. START 1 SPESIFIKASI LNA LOCALIZER PERANCANGAN SINGLE STAGE LNA PEMILIHAN TRANSISTOR PENGECEKAN PARAMETER DC BIAS TIDAK SESUAI SPESIFIKASI TIDAK K>1 S21>0 db PABRIKASI MATCHING IMPEDANCE PENGUKURAN TIDAK VSWR=1 NF<1 SELESAI 1 Gambar 4.2 Diagram Alir Perancangan

5 45 Hal selanjutnya adalah memeriksa kestabilan dan gain yang dihasilkan, apabila rangkaian dinyatakan belum stabil maka proses penentuan rangkaian pembiasan DC kembali dilakukan sampai rangkaian amplifier dinyatakan stabil dan sudah terdapat gain, hal ini sangat penting agar transistor tidak terjadi osilasi. Setelah rangkaian dinyatakan stabil dan gain telah muncul, perancangan single stage LNA dapat dilanjutkan. Langkah selanjutnya adalah membuat rangkaian input impedance matching dan output impedance matching agar didapatkan VSWR ideal sehingga power gain yang dihasilkan akan maksimal. Langkah selanjutnya adalah memeriksa nilai semua parameter single stage LNA antara lain noise figure, gain, input return loss, output return loss didalam bandwidth memenuhi persyaratan. Apabila parameter belum memenuhi persyaratan maka tahap penentuan rangkaian impedance matching kembali dilakukan. Setelah spesifikasi telah memenuhi syarat, langkah selanjutnya adalah melakukan pabrikasi rancangan dengan penyesuaian menggunakan komponen yang terdapat pada pasaran. Langkah terakhir adalah melakukan pengukuran rancangan pabrikasi dan melakukan analisa data yang didapatkan dari hasil pengukuran dengan hasil perhitungan. Setiap langkah perancangan singlestage LNA yang lebih terperinci dibahas sebagai berikut Pemilihan Komponen Aktif Setelah memilih karakteristik rancangan yang akan dibuat, langkah berikutnya yang dilakukan adalah mencari komponen aktif berupa transistor.

6 46 Pemilihan transistor ini adalah tahap paling penting dalam perancangan amplifier. Oleh karena itu, dalam memilih transistor perlu untuk memeriksa parameterparameter pada datasheet dengan hati-hati. Transistor yang akan digunakan harus mempunyai gain yang tinggi, noise figure yang rendah, kemungkinan penggunaan arus yang rendah, dan juga pemilihan frekuensi kerja yang sesuai dengan spesifikasi LNA yang akan dirancang serta yang terpenting adalah dapat dijumpai di pasaran. Dengan melihat informasi tersebut maka penulis memilih transistor 2SC3583 produksi perusahaan NEC. Menurut datasheet transistor pada lampiran 1, transistor 2SC3583 termasuk kedalam jenis bipolar junction transistor low noise transistor dan berbahan dasar silikon. Alasan penulis memilih transistor 2SC3583 karena transistor ini dapat digunakan untuk perancangan LNA dan RF amplifier yang mempunyai fitur yang bagus dan karakterisik kelistrikan yang sesuai dengan perancangan, yang dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut. Tabel 4.2 Karakter Kelistrikan Transistor 2SC3583 (Sumber: NEC, Data Sheet Transistor 2SC3583) Informasi penting lain yang perlu dilihat adalah pada bagian data scaterring parameter (S-parameter). Tabel 4.3 menunjukkan data s-parameter yang terdapat pada transistor 2SC3583.

7 47 Tabel 4.3 S-parameter Datasheet Transistor 2SC3583 (Sumber: NEC, Datasheet Transistor 2SC3583) Pemilihan Titik Kerja Transistor Penentukan titik kerja (Q) terlebih dahulu dilakukan supaya transistor bekerja pada daerah normal operasi, apabila transistor bekerja pada pada tegangan maksimum dapat menyebabkan transistor cepat rusak. Dengan melihat informasi yang diberikan oleh datasheet transistor, didapatkan tingkatan breakdown transistor pada VCBO 20Volt, VCEO 10 Volt, VEBO 1.5Volt, IC 65mA, Power Dissipation 200 mw dan hfe Untuk memudahkan penentuan daerah operasi transistor tersebut perlu dilakukan penggambaran kurva IV (arus tegangan). Kurva IV dibuat dengan melakukan perhitungan matematis hubungan arus dan tegangan pada transistor tersebut. Gambar 4.3 menggambarkan grafik IV transistor 2SC3583.

8 48 Gambar 4.3 Grafik titik kerja Transistor 2SC3583 Kelas amplifier yang digunakan pada perancangan telah ditentukan sebelumnya, yaitu menggunakan kelas amplifier tipe A. Penentuan titik kerja agar bekerja pada kelas A adalah menentukan titik operasi pada bagian tengah garis beban kurva IV yang telah dibuat. Penentuan titik kerja merupakan hal yang sangat penting karena akan berhubungan dengan distorsi dari sinyal dan efesiensi dari amplifier sendiri. Pembuatan rangkaian amplifier kelas A sangat mudah dibandingkan dengan amplifier jenis lain, jika dilakukan analisis garis beban akan menunjukan sinyal input dari amplifier akan dikuatkan sepenuhnya dan keunggulan lain dari amplifier jenis ini adalah tidak terpengaruh terhadap perubahan suhu. Dengan berbagai keunggulan tersebut maka perancangan amplifier akan dipilih pada amplifier kelas A. Dengan melihat grafik IV ini, penulis akan memilih titik operasi transistor pada VCC = 12 Volt, VCE = 8 Volt, IC = 5 ma, Hfe = 75 dikarenakan titik operasi ini berada pada tengah garis beban sehingga termasuk kedalam

9 49 amplifier kelas A dan titik kerja ini direkomendasikan pada datasheet dengan asumsi gain, noise figure dan karakteristik lainnya diharapkan sesuai untuk mencapai target spesifikasi. Gambar 4.4 menunjukan grafik noise figure berbanding dengan arus kolektor dengan menggunakan titik operasi VCE 8 V pada frekuensi 1GHz noise figure kecil di dapat dari arus kolektor 5 ma sampai dengan 6 ma. Menurut grafik tersebut dengan menggunakan titik operasi tersebut diharapkan noise figure yang dihasilkan sebesar 1 db. Gambar 4.4 Grafik Noise Figure 2SC3583 (Sumber: NEC, Datasheet Transistor 2SC3583) Titik kerja amplifier telah ditentukan, sehingga dapat dilakukan perhitungan power consumption quesient didapatan dengan persamaan 2.15.

10 50 Dari perhitungan tersebut didapatkan power consumption quesient sebesar 40 ma, sehingga target penggunaan power consumption quesient yang rendah terpenuhi Pemilihan Pembiasan Amplifier Setelah dilakukan pemilihan titik kerja transistor maka hal berikut yang harus dilakukan adalah memberikan bias pada transistor tersebut agar bekerja sesuai dengan kelas amplifier A. Terdapat beberapa macam pembiasan DC yang dapat digunakan dengan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penulis dalam melakukan perancangan menggunakan pembiasan pembagi tegangan dikarenakan rangkaian ini tidak terpengaruh terhadap nilai β, yang dimana nilai β juga sangat terpengaruh terhadap suhu. Rangkaian pembiasan pembagi tegangan dapat dilihat pada gambar 4.5. Gambar 4.5 Rangkaian Referensi Pembiasan Pembagi Tegangan Penambahan kapasitor yang diparalelkan dengan tahanan emitter agar rangkaian lebih stabil ketika ada perubahan suhu tanpa mengganggu kinerja

11 51 operasi DC. Dalam perhitungan penentuan nilai tahanan menggunakan aturan rule of thumb. Nilai dari titik kerja transistor telah penulis tentukan pada titik operasi transistor pada VCC = 12 Volt, VCE = 8 Volt, IC = 5 ma, Hfe = 75. Dari titik operasi tersebut didapatkan power consumtion quesient sebesar 40mW, sehingga telah sesuai dengan target spesifikasi. Langkah pertama menurut aturan rule of thumb adalah menentukan tegangan RE dengan nilai 10 kali lebih kecil dari VCC sehingga VE = 12/10= 1.2 Volt dengan mengasumsikan transistor bernilai ideal sehingga nilai IE= IC= 5mA. Setelah diketahui nilai IE dan IC ini maka RE dapat dihitung. Sehingga nilai RE = 240 Ohm, Nilai VCC, VE dan VCE sudah diketahui, maka perhitungan nilai VC dapat dilakukan. Nilai VCC, VC dan IC sudah diketahui, maka perhitungan nilai RC dapat dilakukan.

12 52 Nilai IC dan β sudah diketahui maka perhitungan nilai IB dapat dilakukan. Nilai VE dan VBE sudah diketahui, maka perhitungan nilai VBB dapat dilakukan. Oleh karena perhitungan dari pembiasan pembagi tegangan berdasarkan dari aproksimasi yang dilakukan sehingga nilai R2 sebagai berikut. R2 1/10 x 75x Dengan aturan rule of thumb, nilai R2 bila dikalikan 10 terlalu besar, maka penulis menggunakan pengali 5 agar nilai R2 kurang 1800, sehingga nilai R2=1200 Ohm. Nilai VBB, VCC, dan nilai R2 diketahui maka perhitungan nilai R1 dapat dilakukan.

13 53 Langkah terakhir adalah menentukan nilai kapasitor C yang dihubungkan parallel dengan RE. Sebelum melakukan perhitungan nilai C tersebut, terlebih dahulu menghitung nilai XC, menurut aturan rule of thumb bernilai 10kali lebih kecil dari nilai RE. Nilai frekuensi yang digunakan adalah 108 MHz, agar pada saat bekerja pada frekuensi tersebut, sinyal tidak langsung menuju ground. XC = 0.1 RE = = 2.4 Ohm nf No. Nama Komponen Nilai Perhitungan Nilai Pasaran 1 RE 240 Ohm 240 Ohm 2 RC 560 Ohm 560 Ohm 3 R1 1.2 KOhm 1.2 KOhm 4 R Ohm 6.04 KOhm 5 C 56 nf 1 nf Tabel 4.4 Daftar Komponen Pembiasan Pembagi Tegangan Tabel 4.4 memperlihatkan nilai komponen hasil perhitungan digantikan dengan nilai komponen pasif yang terdapat pada pasar. Perubahan nilai R2 menjadi 6.04 akan merubah nilai IC rangkaian menjadi 4.7mA, sehingga power consumption quesient berubah menjadi 37.6 mw, nilai ini masih

14 54 diperbolehkan dari segi spesifikasi power consumption dan noise figure. Untuk nilai efisiensi rangkaian pembiasan ini dapat dihitung sebagai berikut. Untuk perhitungan daya DC pada rangkaian pembiasan dihitung dengan persamaan 2.15 sebagai berikut. Untuk perhitungan efisiensi rangkaian pembiasan transistor ini dihitung dengan persamaan 2.16 mempunyai efisien sebagai berikut Sehingga nilai efisiensi yang dihasilkan sebesar 49.7%. Nilai C dirubah menjadi 1nF, nilai 1nF dianggap sudah cukup agar nilai XC benilai kecil dan tidak menimbulkan noise yang tinggi. Komponen pasif yang terdapat pada pasaran yang digunakan pada tahap selanjutnya untuk perhitungan lebih

15 55 akurat. Gambar 4.6 memperlihatkan rangkaian pembiasan DC beserta nilainya. Gambar 4.6 Gambar Rangkaian Pembiasan DC DC Block dan DC Feed Ketika rangkaian pembiasan dilalui sinyal AC memerlukan tambahan komponen DC feed dan DC block. Terlihat pada gambar 4.7 rangkaian pembiasan ditambahkan komponen DC block dan DC feed. DC block ini berupa komponen kapasitor dan DC feed berupa komponen induktor. DC block berfungsi untuk memblok arus DC agar tidak keluar dari rangkaian bias transistor dan mengalirkan sinyal AC, sehingga tidak mempengaruhi titik kerja rangkaian amplifier dan DC feed berfungsi untuk mencegah sinyal AC masuk kedalam operasi DC dan mengijinkan sinyal DC untuk melalui komponen tersebut. Nilai ideal untuk komponen DC block adalah mempunyai nilai impedansi tak terhingga, sedangkan untuk komponen DC feed bernilai nol. Perhitungan dilakukan untuk mencari nilai XC <= 0 dan nilai XL => 0 agar DC blok dan DC feed ini berjalan mendekati ideal.

16 56 Pada perhitungan XC, menggunakan frekuensi terendah yaitu 108 MHz dikarenakan pada frekuensi terendah diharapkan komponen DC block berfungsi dengan baik sedangkan pada perhitungan XL penulis menggunakan frekuensi tertinggi 112 MHz agar komponen DC Feed dapat bekerja dengan baik. Perhitungan nilai XC dan XL diatas menghasilkan nilai kapasitor sebesar 470pF dan nilai induktor sebesar 12nH. Nilai tersebut dinilai sudah cukup menjadikan kapasitor berfungsi sebagai DC block dan komponen inductor berfungsi sebagai DC feed. Terlihat pada gambar 4.7 rangkaian pembiasan DC telah dilengkapi dengan komponen DC feed dan DC block.

17 57 Gambar 4.7 Rangkaian DC Blok dan DC Bias Langkah selanjutnya adalah memeriksa rangkaian pembiasan telah bekerja dengan baik atau belum dengan memasukan sinyal AC sebesar 1 Volt disetiap frekuensi. Gambar 4.8 menunjukan data voltage gain yang dihasilkan ketika memasukan sinyal dengan tegangan sebesar 1 volt AC. Dari data tersebut pada frekuensi 110 MHz menimbulkan rata-rata voltage gain sebesar 7 Volt. Berarti ketika tegangan 1 Volt dimasukan ke rangkaian menghasilkan tegangan keluaran sebesar 7 Volt. Apabila nilai voltage gain tersebut dirubah menjadi satuan decibel menjadi sebesar 17 db. Oleh karena voltage gain telah muncul maka rangkaian pembiasan dinyatakan bekerja dengan baik dan tahapan pembuatan rangkaian pembiasan telah selesai.

18 58 Gambar 4.8 Grafik Voltage Gain vs Gain db Setelah rangkaian pembiasan transistor ini dilengkapi komponen DC block dan DC feed ditambahkan, menyebabkan perubahan nilai s-parameter yang sebelumnya terdapat pada datasheet transistor. FREKUENSI S(1,1) S(1,2) S(2,1) S(2,2) MHz / / / / MHz / / / / MHz / / / / MHz / / / / MHz / / / / MHz / / / / MHz / / / / MHz / / / / MHz / / / / Tabel 4.5 Data S-Parameter Rangkaian Pembiasan Transistor Hal ini disebabkan terdapat perubahan nilai komponen DC feed dan DC block yang tidak ideal. Tabel 4.5 memperlihatkan data S-parameter hasil

19 59 pembiasan dari beberapa frekuensi, s-parameter ini disajikan dalam satuan magnitude/degree Kestabilan Rangkaian Amplifier Dalam merancang sebuah amplifier sangat penting dalam memeriksa kestabilan pada rangkaian, karena amplifier dalam kondisi tidak stabil dapat terjadi osilasi. Salah satu cara untuk mengetahui kestabilan rangkaian adalah dengan melakukan pengujian nilai rollet s stability factor (K) dan nilai sesuai dengan persamaan, rangkaian dikatakan dalam kondisi stabil apabila nilai K>1 dan <1, dengan cara ini diperlukan data S-parameter pada tabel 4.6. Dalam perhitungan ini penulis menggunakan S-parameter pada frekuensi terendah terlebih dahulu yaitu 108 MHz karena target operasi adalah mendapat kestabilan sampai dengan frekuensi tertinggi yaitu 112 MHz. Sehingga nilai S-parameter yang digunakan adalah S11= S21= S12= S22= )

20 60 Dikarenakan nilai <1 tetapi K>1 maka rangkaian dalam kondisi unconditionally stable. Sehingga rangkaian tidak perlu dinaikan nilai stability factor-nya. Gambar 4.9 menggambarkan grafik nilai stability factor pada setiap frekuensi. Keadaan stabil telah didapatkan pada setiap frekuensi didalam bandwidth, maka perancangan dapat dilanjutkan ketahap selanjutnya. Gambar 4.9 Grafik Stability Factor Rangkaian Pembiasan

21 Maksimum Gain Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan Maximum Available Gain. Tujuan dari perhitungan ini, kita dapat melihat nilai maksimal gain yang dimungkinkan dihasilkan oleh rangkaian sebelum dilakukan impedance matching. Hal pertama yang yang harus dihitung adalah nilai B1 seperti pada persamaan Dalam perhitungan ini menggunakan data S-parameter dari frekuensi tengah 110 MHz pada tabel 4.5 yaitu S11= S21= S12= S22= ) ) Alasan B1 dihitung pertama kali karena ketika melakukan perhitungan MAG terdapat simbol perhitungan tambah atau kurang (±). Jika B1 bernilai negatif maka dalam rumus menggunakan simbol tambah (+) dan jika B1 bernilai positif maka yang digunakan simbol kurang (-). Telah diketahui kestabilan yang terjadi pada frekuensi 110 MHz sebesar Sehingga perhitungan MAG dapat dilakukan dengan persamaan 2.34 sebagai berikut.

22 62 Dari hasil perhitungan diatas MAG untuk frekuensi 110 MHz sebesar db. Apabila kita menghitung besar MAG disetiap frekuensi maka grafik MAG pada gambar 4.10 dihasilkan. Gambar 4.10 Grafik MAG Rangkaian Pembiasan Terlihat pada grafik 4.10 MAG yang dihasilkan pada rangkaian single stage LNA sebesar db sampai dengan Sehingga untuk memenuhi spesifikasi rangkaian dengan gain lebih dari 30 db tidak dapat dihasilkan hanya dengan rangkaian single LNA, maka dari itu untuk meningkatkan gain dibutuhkan minimal 2 tingkat LNA.

23 Perancangan Impedance Matching Perancangan rangkaian impedance matching ini bertujuan untuk menyesuaikan impedansi rangkaian amplifier dengan impedansi media transmisi sebesar 50 Ohm, sehingga penguatan akan lebih optimal dengan noise figure yang kecil. Perancangan impedance matching ini dilakukan dengan menggunakan smith chart sehingga akan tidak perlu melakukan perhitungan-perhitungan yang rumit. Impedance matching ini dilakukan pada input dan output rangkaian amplifier. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari nilai source reflection coeffcient dan load reflection coeffcient optimal dengan noise figure yang kecil dan berada pada kondisi unconditionally stable. Pemilihan source reflection coeffcient dan load reflection coeffcient harus hati-hati dengan memperhatikan rangkaian masih dalam kondisi unconditionaly stable sehingga perlu dilakukan penggambaran input stability circle dan output stability circle pada smith chart untuk memastikan pemilihan reflection coefficient nantinya berada dalam kondisi unconditionally stable. Frekuensi matching yang digunakan adalah 110 MHz dengan S-parameter yang telah diketahui sebelumnya pada tabel 4.5 Langkah pertama yaitu dengan menghitung nilai dengan persamaan 2.30 sebagai berikut. ) )

24 64 Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai C1 sebagai berikut. Langkah kedua adalah menghitung nilai C2 sebagai berikut. Langkah ketiga adalah menghitung letak pusat lingkaran dari input stability circle dengan persamaan 2.28 sebagai berikut. Langkah keempat adalah menghitung jari-jari lingkaran dari input stability circle dengan persamaan 2.29 sebagai berikut.

25 65 Langkah kelima adalah menghitung letak pusat lingkaran dari output stability circle dengan persamaan 2.31 sebagai berikut. Langkah keenam adalah menghitung jari-jari lingkaran dari output stability circle dengan persamaan 2.32 sebagai berikut. Setelah semuanya telah diketahui selanjutnya penulis menggambarkan stability circle. Stability circle untuk frekuensi di 110 MHz tegambar pada lampiran 2. Terlihat pada smith chart letak input stability circle dan output stability circle hanya tergambar garis dikarenakan radius dari keduanya sangat besar dan berada diluar smith chart. Oleh karena S11 dan S22 pada bernilai kurang dari satu maka semua area dialam smith chart adalah area stabil.

26 66 Oleh karena semua area didalam smith chart adalah area stabil, maka proses perancangan dapat dilanjutkan dengan mencari nilai konjugasi impedansi sumber dan impedansi beban yang akan dilakukan impedance matching. Langkah pertama adalah mencari nilai source reflection coefficient dan load reflection coefficient sebagai berikut. Pertama penulis perlu menghitung nilai C2, nilai C2 telah terhitung sebelumnya dengan nilai Kemudian nilai dari, nilai ini juga telah terhitung dengan nilai Sehingga perhitungan B2 dapat dilakukan dengan persamaan 2.51 sebagai berikut. Dari hasil perhitungan B2 didapatkan nilai positif maka untuk penggunaan rumus mencari magnitude ΓL (load reflection coefficient) menggunakan tanda negatif sehingga persamaan 2.52 menjadi sebagai berikut.

27 67 Dari perhitungan diatas dihasilkan magnitude untuk load reflection coefficient berada di 0.726, sedangkan untuk besar sudutnya didapatkan dengan membalikan tanda bilangan pada sudut C2. Sehingga magnitude dan sudut untuk koefisien refleksi beban berada pada Nilai load reflection coefficient ini kemudian digunakan untuk mencari nilai source reflection coefficient dengan menggunakan persamaan 2.53 sebagai berikut. Dari perhitungan diatas dihasilkan source reflection coefficient berada pada ΓS dan ΓL ini kemudian digambarkan pada smith chart yang tergambar pada lampiran 3. Dengan melihat smith chart secara langsung sehingga nilai impedansi beban (Zout) diketahui sebesar 5.92+J1.95 Ohm, kemudian nilai ini dinormalisasikan dengan 50 Ohm menjadi Zout= j Ohm. Untuk impedansi sumber (Zin) sebesar 4.24+J1.335 Ohm, kemudian dinormalisasikan dengan 50 Ohm menjadi Zin=212+j Ohm. Setelah impedansi sumber dan beban diketahui langkah selanjutnya

28 68 adalah membuat rangkaian input matching impedance dan output matching impedance. a. Input Impedance Matching Perancangan input impedance matching ini menggunakan rangkaian tiga komponen dengan konfigurasi T dengan susunan high pass filter terlihat pada gambar Penggunaan konfigurasi ini dikarenakan input LNA diinginkan bandwidth frekuensi yang sempit dan menghasilkan noise figure yang kecil. Pada input impedance matching ini dilakukan penyesuaian impedansi saluran transmisi (Zo) sebesar 50 Ohm dengan ZIN yang bernilai komplek sebesar 212+j Ohm. Oleh karena nilai dari ZIN ini bernilai komplek maka perlu dikonjugasikan terlebih dahulu menjadi 212+j Ohm. Kedua nilai ini perlu dinormalisasikan dengan 50 Ohm terlebih dahulu agar mudah untuk penggambaran pada smith chart, sehingga menjadi ZO=1+J0 Ohm dan ZS=4.24+J1.335 Ohm, proses impedance matching digambarkan pada lampiran 4. Gambar 4.11 Input Impedance Matching

29 69 Dikarenakan input impedance matching menggunakan tiga elemen mathing maka perlu ditentukan nilai Q terlebih dahulu. Nilai Q ini berpengaruh terhadap bandwidth frekuensi kerja yang digunakan, semakin rendah nilai Q maka bandwidth frekuensi semakin lebar. Penulis menetapkan nilai Q = 2. Nilai Q ini digambarkan pada smith chart. Cara membuar impedance matching network dengan menggariskan poin ZIN menuju ke ZO. Pada penambahan nilai seri kapasitor C4 menghasilkan capasitive reactance sebesar JX= 1.99 Ohm sehingga nilai kapasitor C4 dapat dihitung dengan persamaan 2.56 sebagai berikut. Pada penambahan nilai paralel induktor L5 mengasilkan inductive susceptance sebesar JB= mho sehingga nilai kapasitor L5 dapat dihitung dengan persamaan 2.59 sebagai berikut.

30 70 Pada penambahan nilai seri kapasitor C4 mengasilkan capasitive reactance sebesar JX= Ohm sehingga nilai kapasitor C4 dihitung dengan persamaan 2.56 sebagai berikut. b. Output Impedance Matching Perancangan output impedance matching ini menggunakan rangkaian tiga komponen konfigurasi Pi terlihat pada gambar 4.12 karena untuk keluaran LNA menginginkan bandwidth yang lebar. Konfigurasi Pi ini dirangkai dengan cara low pass filter yang ditandakan induktor yang dihubungkan secara seri. Pada output impedance matching ini dilakukan penyesuaian impedansi konjugasi sumber rangkaian (ZOut) sebesar j Ohm dengan impedansi saluran transmisi rangkaian (ZL) yang bernilai 50 Ohm. Kedua nilai ini perlu dinormalisasikan dengan 50 Ohm terlebih dahulu agar mudah untuk penggambaran pada smith chart, sehingga menjadi ZOut=5.92+J1.95 Ohm dan ZS=1+J0 Ohm dan ZOUT dikonjugasikan menjadi 5.92-J1.95, proses output impedance matching digambarkan pada lampiran 5.

31 71 Gambar Output Impedance Matching Sama halnya dengan input impedance matching, output impedance matching juga menggunakan tiga elemen matching, sehingga maka perlu ditentukan nilai Q terlebih dahulu dengan Q sebesar 2. Cara menyesuaikan kedua impedansi ini adalah dengan menggariskan poin ZL menuju ke ZOut pada smith chart. Pada penambahan nilai paralel kapasitor C7 mengasilkan capasitive susceptance sebesar +JB= 1.67 mho sehingga nilai kapasitor C7 dapat dihitung dengan persamaan 2.58 sebagai berikut. Pada penambahan nilai seri induktor L6 mengasilkan inductive reactance sebesar +JX= 1.74 Ohm sehingga nilai kapasitor L6 dapat dilakukan perhitungan dengan persamaan 2.57 sebagai berikut.

32 72 Pada penambahan nilai paralel kapasitor C6 mengasilkan capasitive susceptance sebesar +JB= 0.79 mho sehingga nilai kapasitor C6 dapat dihitung sebagai berikut. Setelah diketahui nilai-nilai komponen impedance matching maka rancangan single stage LNA tergambar pada gambar Gambar 4.13 Single LNA dengan Input dan Output Impedance Mathcing

33 Optimasi Noise Figure Single Stage LNA Noise figure pada tingkatan pertama LNA sangat menentukan besar noise figure rangkaian seluruhnya. Oleh karena itu penulis perlu mencari ΓS dan ΓL yang menghasilkan noise figure optimum pada setiap frekuensi. Cara untuk menentukan ΓS dan ΓL dapat dilihat pada datasheet transistor atau dengan mencari melalalui sebuah percobaan. Perubahan nilai komponen pasif pada rangkaian menyebabkan ΓS dan ΓL ikut berubah. Cara yang dipilih penulis adalah dengan merubah nilai komponen pasif kapasitor dan induktor tidak jauh dari nilai yang dihasilkan dari perhitungan, sehingga rangkaian masih dalam kondisi stabil dan mempunyai gain yang tinggi. Perubahan nilai komponen pasif tersebut terlihat pada gambar Gambar 4.14 Optimasi Nilai Noise Figure Single Stage LNA 4.3 Analisis Simulasi Rancangan Single Stage LNA Setelah rancangan single stage LNA telah dilengkapi oleh rangkaian impedance matching berarti rancangan single stage LNA telah selesai. Untuk selanjutnya dilakukan analisis simulasi beberapa parameter penting antara

34 74 lain kestabilan, gain, noise figure dan VSWR untuk mengecek apakah sudah memenuhi syarat untuk melanjutkan perancangan singlestage LNA atau belum Analisis Simulasi Kestabilan Analisis simulasi kestabilan ini dilakukan untuk memastikan rangkaian single stage LNA berada pada kondisi unconditionally stable. Gambar 4.15 memperlihatkan grafik nilai stability factor dari frekuensi 108 MHz sampai dengan 112 MHz, dari grafik tersebut nilai K>1 yaitu berada pada nilai sampai dengan sehingga dilihat dari faktor kestabilan memenuhi syarat untuk melanjutkan tahap perancangan singlestage LNA. Gambar 4.15 Grafik Stability Factor Single Stage LNA Analisis Simulasi S21 dan S11 Analisis simulasi S21 and S11 dilakukan untuk mengetahui besar gain dan input return loss dalam satuan decibel yang dihasilkan dari rancangan single stage LNA. Gambar 4.15 menunjukan grafik S21

35 75 berwarna merah dengan besar gain pada frekuensi 108MHz sebesar db, 110 MHz sebesar db dan pada frekuensi 112 MHz sebesar 20 db. Untuk grafik input return loss digambarkan dengan warna biru didapatkan nilai dari S11 pada fekuensi 108MHz sebesar db, 110 MHz sebesar db dan pada frekuensi 112 MHz sebesar db. Dengan melihat nilai S21 dan S11 diatas maka memenuhi syarat untuk melanjutkan perancangan singlestage LNA. Gambar 4.16 Grafik S21 dan S11 Single Stage LNA Simulasi Analisis Simulasi Noise Figure Analisis noise figure ini dilakukan bertujuan untuk memeriksa nilai noise figure yang dihasilkan pada single stage LNA. Gambar 4.17 menunjukan grafik noise figure minimal (NFmin) dengan noise figure tingkat kedua (NF(2)). Terlihat pada grafik dengan garis warna merah merupakan data NFmin. Data NFmin pada frekuensi kerja sebesar 0.981

36 76 db sampai dengan db. Untuk garis warna biru menggambarkan data NF(2) dengan nilai noise figure dalam bandwidth antara db sampai dengan db. Oleh karena noise figure didalam bandwidth <2 maka perancangan ketahap selanjutnya dapat dilakukan. Gambar 4.17 Grafik Noise Figure Single Stage LNA Simulasi Analisis Simulasi VSWR Analisis simulasi VSWR ini dilakukan untuk mengetahui nilai input VSWR dan output VSWR rangkaian single stage LNA pada frekuensi tengah yaitu 110 MHz. Gambar 4.18 menunjukan nilai VSWR pada setiap frekuensi dalam bandwidth. Garis warna merah menunjukan grafik output VSWR dan grafik warna biru menunjukan grafik input VSWR. Input VSWR single stage LNA pada frekuensi 110 MHz sebesar dan output VSWR sebesar Dilihat dari nilai VSWR tersebut maka rangkaian dinyatakan matching input dan output sehingga akan memudahkan perancangan singlestage LNA. Dilihat dari nilai VSWR

37 77 pada frekuensi tengah ini maka tahap perancangan singlestage LNA dapat dilakukan. Gambar 4.18 Grafik Data VSWR Single Stage LNA 4.4 Pabrikasi Rancangan Rancangan telah memenuhi syarat sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Pada tahap ini akan dibahas pabrikasi rancangan dengan komponen yang ada pada pasaran. Pabrikasi LNA ini menggunakan komponen lumped sehingga terdiri dari induktor, kapasitor dan resistor Pemilihan Komponen Elektronika Dalam memilih komponen perlu diperhatikan beberapa terkait dengan nilai komponen, keutamaan (feature), aplikasi komponen elektronik tersebut, ukuran komponen, dan ketersediaan komponen di pasaran dll. Ketika nilai komponen yang dihasilkan perhitungan tidak terdapat pada pasaran, maka perlu melakukan pendekatan nilai atau

38 78 dengan membuat hubungan seri atau paralel komponen pasif tersebut. Penulis memilih untuk melakukan penggabungan komponen pasif dengan risiko deviasi yang disebabkan akan bertambah besar. Nilai komponen pada gambar 4.14 dilakukan pendekatan nilai dengan perhitungan sebagai berikut. Kapasitor C2 dan C4 dihubungkan dengan seri sehingga dapat diserdahanakan menjadi. Nilai kapasitor 58.6pF ini susah didapatkan pada pasaran sehingga penulis mencari nilai yang mendekati, Untuk mendapatkan pendekatan nilai tersebut dilakukan hubungan kapasitor secara paralel dengan nilai total kapasitor 58.5pF. Nilai nilai tersebut digunakan pada lampiran 7 pada C2=C11=2.5pF dan C3=C12=56pF. Pada gambar 4.14 diperlihatkan nilai L5 bernilai 92.97pF. Untuk mendapatkan pendekatan nilai tersebut dilakukan hubungan induktor secara seri dengan nilai total induktor 93nH.

39 79 Nilai nilai tersebut ditunjukan pada lampiran 7 pada induktor L5=L16=82nH dan L6=L13=11nH. Pada gambar 4.14 menunjukan nilai C5 sebesar 13.9pF digantikan nilai yang terdapat pada pasaran sebesar 14pF. Nilai ini digunakan pada skematik lampiran 7 pada kapasitor C4 dan C13. Pada gambar 4.14 ditunjukan nilai C3 sebesar 536.7pF. Untuk mendapatkan pendekatan nilai tersebut dilakukan hubungan kapasitor secara paralel dengan nilai total kapasitor 537pF. Nilai-nilai tersebut digunakan pada skematik pada lampiran 7 yaitu C5=C14=510pF dan C3=C15=27pF. Pada gambar 4.14 menunjukan nilai C6 sebesar pf digantikan nilai yang terdapat pada pasaran sebesar 13pF. Pada gambar 4.14 ditunjukan nilai L6 sebesar 117.7nH. Untuk mendapatkan pendekatan nilai tersebut dilakukan hubungan induktor secara seri dengan nilai total induktor sebesar 108nH. Nilai-nilai tersebut digunakan pada skematik pada lampiran 7 yaitu L7=L14=100nH dan L8=L15=18nH. Pada gambar 4.14 ditunjukan nilai C7 sebesar 31.9pF. Untuk mendapatkan pendekatan nilai tersebut dilakukan hubungan kapasitor secara paralel dengan nilai total kapasitor sebesar 32pF.

40 80 Nilai-nilai tersebut digunakan pada skematik pada lampiran 7 yaitu C8=C17=27pF dan C9=C18=18pF. Tabel 4.7 memperlihatkan komponen yang akan digunakan pada saat fabrikasi, untuk skematik diagram komponen rancangan dapat dilihat pada lampiran. Komp. Nilai Nilai Jmlh. Vendor Tipe Ukuran Toleransi Perhitungan Pabrikasi Transistor 2SC3583 2SC NEC Low noise BJT 2.8X2.9 - mm Resistor 6K3 6K04 2 Multicomp MC01W080516K % 560R 560R 2 Muticomp MC01W R 805 1% 240R 240R 2 Muticomp MC01W R 805 1% 1088R 1K2 2 Multicomp MC01W080511K % Induktor 12NH 12NH 8 Coilcraft 0603CS-12NXJLU 603 5% 117.7NH 18NH 2 Coilcraft 0603HP-18NXGLU 603 2% 100NH 2 Coilcraft 0805CS-101XGLB 805 2% 92.97NH 82NH 2 Bourns CI NJ 808 5% 11NH 2 Murata LQW18AN11NG00D 603 2% Kapasitor 13.9PF 14 PF 2 Murata GRM1555C1H140JA01D 402 5% 58.5PF 56PF 2 Yageo CC0603JRNPO9BN % 2.5PF 2 AVX ML03V12R5BAT2A 603 ±0.1PF 1NF 1NF 2 Yageo CC0603KRX7R9BB % 536.5PF 27PF 2 Yageo CC0603JRNPO9BN % 510PF 2 Kemet C0402C511J5GACTU 402 5% 12.7PF 13PF 2 Kemet C0402C130J5GACTU 402 ±0.25p 31.9PF 27PF 2 Yageo CC0603JRNPO9BN % 5PF 2 Multicomp MC0603N5R0C500CT 603 ±0.25p RF Coaxial 50 Ohm 50Ohm 2 TeConnectivity DC Socket SMD 2.1 mm DC10A Female DC 10A 1 Cliff Electronic FC68148S - - Tabel 4.6 Data Komponen Pabrikasi Seluruh komponen pada tabel 4.6 telah melalui uji RoHS (Restriction of Hazardous Substances Directive) sehingga komponen terbebas dari bahanbahan yang berbahaya bagi manusia. Seluruh komponen pasif merupakan

41 81 komponen SMD dengan dimensi kecil, sehingga nantinya rancangan singlestage LNA sangat efektif dalam penggunaan tempat Pembuatan Printed Circuit Board (PCB) Pada tahap ini melakukan pembuatan papan PCB untuk memetakan komponen. Bahan PCB yang dipilih penulis menggunaan jenis FR4 atau epoxy (fiber) dikarenakan bahan ini lebih kuat dibandingkan dengan bahan lain dan tidak mudah berjamur. PCB ini memiliki tebal dielektrik 1.6 mm. Penulis menggunakan bantuan perangkat lunak eagle 6.5 yang berlisensi gratis untuk membuat layout PCB sehingga mempercepat pembuatan layout PCB. Perangkat lunak eagle 6.6 dilengkapi fasilitas autoroute dan fasilitas pengecekan jalur PCB dengan design rule check (DRC) dan electrical rule check (ERC), sehingga apabila terdapat kesalahan koneksi dapat langsung diketahui dan diperbaiki. Gambar 4.25 mempelihatkan layout PCB singlestage LNA pada sisi atas dan Gambar 4.26 mempelihatkan layout PCB singlestage LNA pada sisi bawah. Gambar 4.19 Layout PCB Sisi Atas

42 82 Gambar 4.20 Layout PCB Sisi Bawah Pada perencanaan pembuatan layout ini, penulis merencanakan PCB double layer (dua sisi). Lebar sebesar 49.2 mm dan untuk panjang PCB sebesar mm agar aman dari hubungan singkat. Sisi atas dengan sisi bawah dihubungkan dengan melalui through hole planting. Untuk hasil yang sesuai dalam proses pencetakan PCB, penulis mengirimkan hasil layout PCB ke pihak penyedia jasa pencetakan PCB. Penyolderan komponen dilakukan di Balai Teknik Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Untuk kesempurnaan proses penyolderan komponen, ditambahkan solder mask yaitu laipsan tipis epoxy yang melapisi seluruh permukaan board kecuali pada solder pad komponen dan konektor SMA, serta konektor DC jack. Gambar 4.21 Pabrikasi Rancangan Tampak Atas

43 83 Gambar 4.22 Pabrikasi Rancangan Tampak Bawah 4.5 Uji Coba Rancangan Racangan singlestage LNA telah dipabrikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba rancangan dan melakukan pengukuran untuk memastikan bahwa rancangan singlestage LNA dapat beroperasi sesuai dengan rencana perancangan yang sudah dibuat. Gambar 2.29 menunjukan cara melakukan ujicoba rancangan. Gambar 4.23 Uji Coba Rancangan Pengukuran rancangan dibutuhkan alat ukur network analyzer, berfungsi untuk melihat S parameter karena pengukuran reflection coefficient pada saluran

44 84 transmisi pada frekuensi tinggi dapat dilakukan. Pada network analyzer tidak terdapat konektor SMA, sehingga perlu menggunakan BNC to SMA. Port 1 network analyzer dihubungkan ke input rancangan untuk memberikan stimulus sinyal, dan port 2 network analyzer dihubungkan dengan output rancangan. Rancangan diberikan power supply DC eksternal dengan nilai 12 Volt. Pengukuran dilakukan pada parameter S21, S11, S12, S22, stability factor dan VSWR. Ketika melakukan pengukuran terdapat beberapa kendala yang mungkin mempengaruhi hasil pengukuran, antara lain: 1. Kondisi eksternal yang berubah-ubah misal suhu ruangan pengukuran. 2. Grounding rancangan yang berubah-rubah. 3. Tegangan pada power supply yang tidak stabil. 4. Alat ukur yang tidak terkalibrasi atau tidak stabil. 5. Panjang dan lebar jalur pada PCB menjadikan nilai tambahan capacitance dan inductance. 4.6 Analisa Hasil Simulasi Dengan Pengukuran Pada bagian ini disampaikan interpretasi teknis hasil uji coba rancangan, dari hasil ujicoba dapat dilakukan analisis hasil pengukuran sebagai berikut Analisis Pengukuran S21 dan S11 Pengukuran dilakukan menggunakan Network Analyzer Merk Rohde & Schwarz ZVL3 (9 KHz 3 GHz). Pengukuran dilakukan di laboratorium Balai Teknik Penerbangan, Tangerang. Hasil pengukuran dan simulasi S11 dapat dilihat pada gambar 4.30

45 85 Gambar 4.24 Grafik perbandingan Return Loss (S11) pada pengukuran dengan simulasi Hasil pengukuran S11 pada frekuensi tengah 110 MHz menunjukan hasil sebesar S11= db pada hasil simulasi yaitu sebesar S11 = db. Hasil pengukuran terjadi pergeseran, pada frekuensi 103 MHz nilai return loss paling baik. Hal tersebut dikarenakan pada simulasi yaitu perhitungan dalam kondisi ideal berbeda dengan hasil pengukuran yang di pengaruhi faktor- faktor eksternal seperti nilai toleransi pada tiap komponen dan tebal tipis jalur PCB. Dari hasil tersebut menandakan parameter S11 hasil fabrikasi mencapai target yang diinginkan yaitu <-10 db.

46 86 Gambar 4.25 Grafik perbandingan Gain (S21) pada pengukuran dengan simulasi Pada Gambar 4.31 pada hasil pengukuran Gain (S21) pada frekuensi tengah 110 MHz menunjukan hasil sebesar S21= db pada hasil simulasi yaitu sebesar S21 = db. Dari hasil tersebut menandakan parameter S21 mencapai target yang diinginkan yaitu >15 db Analisis Pengukuran S12 dan S22 Pengukuran (S22) dan (S12) menggunakan Network Analyzer Merk Rohde & Schwarz ZVL (9 KHz 3 GHz). Pengukuran dilakukan di laboratorium Balai Teknik Penerbangan, Tangerang. Hasil perbandingan pengukuran S12 dapat dilihat pada Gambar 5.3 dan hasil S22 pada gambar 5.4.

47 87 Gambar 4.26 Grafik perbandingan nilai (S12) pada pengukuran dengan simulasi Pada perbandingan hasil pengukuran dan simulasi S12 dapat dilihat pada Gambar 4.32 Hasil pengukuran S12 pada frekuensi tengah 110 MHz menunjukan hasil yang berbeda dengan hasil simulasi yaitu sebesar S12 = db dan pada simulasi sebesar S12 = db. Dari hasil tersebut menandakan parameter S12 mencapai target yang diinginkan. Karena nilai tersebut menunjukan pelemahan (attenuasi) yg lebih kecil. Gambar 4.27 Grafik perbandingan nilai (S22) pada pengukuran dengan simulasi

48 88 Perbandingan hasil pengukuran dan simulasi S22 dapat dilihat pada Gambar 4.33 Hasil pengukuran S22 pada frekuensi tengah 110 MHz menunjukan hasil yang berbeda dengan hasil simulasi yaitu sebesar S22 = db dan pada simulasi sebesar S22 = db. Dari hasil tersebut menandakan parameter S2 mencapai target yang diinginkan Analisis Pengukuran Kestabilan Pengukuran dilakukan menggunakan Network Analyzer Merk Rohde & Schwarz ZVL3 (9 KHz 3 GHz). Hasil perbandingan pengukuran kestabilan dan simulasi dapat dilihat pada gambar 4.34 Hasil pengukuran kestabilan pada bandwidth menunjukan nilai stability factor sebesar lebih besar dari 1. Dari hasil tersebut, menandakan parameter kestabilan mencapai target yang diinginkan yaitu >1. Gambar 4.28 Grafik perbandingan nilai kestabilan pada pengukuran dengan simulasi

49 Analisis Pengukuran VSWR Pada pengukuran VSWR menggunakan Network Analyzer Merk Rohde & Schwarz ZVL3 (9 KHz 3 GHz). Hasil perbandingan pengukuran dengan simulasi input VSWR dapat dilihat pada gambar 4.35 Gambar 4.29 Grafik perbandingan nilai VSWR Pengukuran dan Simulasi Pada frekuensi tengah 110 MHz diperlihatkan input VSWR pada pengukuran sebesar dan pada simulasi adalah Dari hasil tersebut, menandakan parameter VSWR belum mencapai target yang diinginkan yaitu < 1.2. hal tersebut dapat terjadi dikarenakan beberapa factor yaitu nilai toleransi pada tiap komponen dan cara penyolderan komponen sehingga nilai VSWR tidak mendekati 1.

50 Analisis Umum Hasil Pengukuran Pada pengukuran S21, S11, kestabilan dan VSWR didapatkan hasil yang berbeda dari hasil perhitungan dan simulasi. Untuk parameter gain (S21) menjadi perhatian khusus karena tidak mencapai target yang diinginkan. Penulis telah melakukan trouble shooting dan perbaikan perancangan untuk meningkatkan target yang diinginkan antara lain Pengecekan jalur PCB, usaha yang dilakukan adalah memperbaiki jalur PCB yang tidak terkoneksi dengan sempurna. Pengecekan tegangan pada rangkaian bias, usaha yang dilakukan adalah mencari power supply dengan tegangan keluaran yang lebih stabil. Pengecekan komponen aktif dan pasif, usaha yang dilakukan adalah mengganti komponen yang dirasa tidak bekerja dengan baik. Penambahan media grounding, usaha yang dilakukan adalah menghubungkan grounding rancangan dengan grounding. Setelah usaha tersebut dilakukan menghasilkan pengukuran yang tidak jauh berbeda. Menurut penulis hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diluar kemampuan penulis antara lain pengaruh kondisi eksternal sekitar rancangan, karena kurang presisinya hasil pabrikasi, penyolderan komponen SMD yang kurang baik, dan ketidak homogenan subtract (FR4), nilai toleransi dan kualitas komponen (factor Q) dari komponen SMD yang digunakan, serta faktor kemungkinan terjadinya skin effect pada jalur pcb yang membuat nilai parasitic resistansi, induktansi, dan

51 91 kapasitansi sehingga akan mempengaruhi nilai impedance matching pada rangkaian. Perbandingan hasil akhir dengan simulasi dapat dilihat pada tabel 4.7 No. Spesifikasi Target Simulasi Fabrikasi 1 Frekuensi kerja MHz 50 MHz MHz 10 MHz MHz 2 Frekuensi tengah 110 MHz 100 MHz 105 MHz 3 Bandwidth 4 MHz 100 MHz 190 MHz 4 Gain > 15 db 20 db 22 db 5 Noise Figure < 2 db db - 6 Return Loss < -10 db db - 28 db (Freq 103 Mhz) 7 Kestabilan (K) > Power Supply 12 Volt 12 Volt 12 Volt Tabel 4.7 Perbandingan hasil simulasi dan fabrikasi

Desain Power Amplifier Frekuensi 135 Mhz Untuk Transmiter VHF Dittel Portable

Desain Power Amplifier Frekuensi 135 Mhz Untuk Transmiter VHF Dittel Portable Desain Power Amplifier Frekuensi 135 Mhz Untuk Transmiter VHF Dittel Portable Teguh Firmansyah 1, Gatot Kuswara 2, Windu Prasetyo 3 1 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA).

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY 3.1 UMUM Pada Tesis ini akan merancang dan fabrikasi antena mikrostrip array linier 4 elemen dengan pencatu berbentuk T untuk aplikasi WiMAX yang beroperasi di

Lebih terperinci

BAB III SIMULASI DAN PABRIKASI MATCHING IMPEDANCE

BAB III SIMULASI DAN PABRIKASI MATCHING IMPEDANCE BAB III SIMULASI DAN PABRIKASI MATCHING IMPEDANCE 3.1 Umum Pada bab ini akan dirancang suatu matching impedance L network yang bekerja pada frekuensi 2.4 GHz. Dirancang bangun penyesuai impedansi bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 RECEIVER MONITOR Memeriksa data-data pancaran dari transmitter ILS (Instrumen Landing System). Data tersebut diperiksa untuk dibandingkan dengan data normal apakah sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS PENGUKURAN

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS PENGUKURAN BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS PENGUKURAN 4.1. HASIL PENGUKURAN PARAMETER COUPLER Pada proses simulasi dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 2009, yang dibahas pada bab tiga sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN 4.1. HASIL PENGUKURAN PARAMETER ANTENA Pada proses simulasi dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 24, yang dibahas pada bab tiga

Lebih terperinci

Elektronika Telekomunikasi Modul 2

Elektronika Telekomunikasi Modul 2 Elektronika Telekomunikasi Modul 2 RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI (Impedance Matching Circuit) Prodi D3 Teknik Telekomunikasi Yuyun Siti Rohmah, MT Fungsi : Digunakan untuk menghasilkan impendansi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada bab ini akan dibahas teori yang menunjang perancangan sistem. Pada bab ini juga akan dibahas secara singkat komponen - komponen yang digunakan serta penjelasan mengenai metoda

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER Pada bab ini akan dibahas mengenai bagaimana proses perancangan dan realisasi band pass filter square open-loop, mulai dari perhitungan matematis, perancangan ukuran,

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA ULTRAWIDEBAND

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA ULTRAWIDEBAND BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA ULTRAWIDEBAND Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi antena ultrawideband dengan desain elips pada frekuensi 1 GHz 15 GHz dengan menggunakan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PENGUAT DAYA RF

RANCANG BANGUN PENGUAT DAYA RF Berkala Fisika ISSN : 141-966 Vol. 6, No. 3, Juli 3, hal. 55-6 RANCANG BANGUN PENGUAT DAYA RF Sapto Nugroho 1, Dwi P. Sasongko, Isnaen Gunadi 1 1. Lab. Elektronika dan Instrumentasi, Jurusan Fisika, UNDIP

Lebih terperinci

ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI

ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI IMPEDANCE MATCHING CIRCUIT OLEH : HASANAH PUTRI ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI - RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI 1 Fungsi : Digunakan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01

Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01 Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01 Adib Budi Santoso 1), Prof. Ir. Gamantyo H., M.Eng, Ph.D 2), Eko Setijadi, ST., MT.,

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER Pada bab ini akan dibahas proses perancangan dan realisasi Bandstop filter dengan metode L resonator, yaitu mulai dari perhitungan matematis, perancangan ukuran,

Lebih terperinci

PENGUAT DERAU RENDAH PADA FREKUENSI 1800 MHz ABSTRAK

PENGUAT DERAU RENDAH PADA FREKUENSI 1800 MHz ABSTRAK PENGUAT DERAU RENDAH PADA FREKUENSI 1800 MHz Disusun Oleh: Nama : Fauzan Helmy Nrp : 0622131 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH no.65,

Lebih terperinci

RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI. Oleh: Team Dosen Elkom

RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI. Oleh: Team Dosen Elkom RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI Oleh: Team Dosen Elkom 1 Fungsi : Digunakan untuk menghasilkan impendansi yang tampak sama dari impedansi beban maupun impedansi sumber agar terjadi transfer daya maksimum.

Lebih terperinci

ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI

ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI DTG2D3 ELEKTONIKA TELEKOMUNIKASI MATCHING IMPEDANCE NETWOK By : Dwi Andi Nurmantris PENDAHULUAN MATCHING IMPEDANCE NETWOK Apa Fungsi matching impedance network (IMC)??? Digunakan untuk menghasilkan impendansi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perancangan sampai merealisasikan antenna UWB mikrostrip dengan

BAB III METODE PENELITIAN. perancangan sampai merealisasikan antenna UWB mikrostrip dengan BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan membahas mengenai metodologi yang dilakukan dalam perancangan sampai merealisasikan antenna UWB mikrostrip dengan memperhatikan parameter faktor S 11 dan VSWR

Lebih terperinci

TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1)

TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1) TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1) DASAR ELEKTRONIKA KOMPONEN ELEKTRONIKA SISTEM BILANGAN KONVERSI DATA LOGIC HARDWARE KOMPONEN ELEKTRONIKA PASSIVE ELECTRONIC ACTIVE ELECTRONICS (DIODE

Lebih terperinci

Desain Power Amplifier Frekuensi 135 Mhz Untuk Perangkat Transmiter Vhf Dittel Portable

Desain Power Amplifier Frekuensi 135 Mhz Untuk Perangkat Transmiter Vhf Dittel Portable Desain Power Amplifier Frekuensi 135 Mhz Untuk Perangkat Transmiter Vhf Dittel Portable Teguh Firmansyah 1, Gatot Kuswara 2, Windu Prasetyo 3 1 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA 3.1 PERANCANGAN ANTENA Pada perancangan antena ini sudah sesuai dengan standar industri 82.11 dan variasi revisinya. Termasuk didalamnya standarnya versi 82.11b dan 82.11g.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1. Hasil Pengukuran Parameter Antena Dari simulasi desain antena menggunakan Ansoft HFSS v11.1, didapatkan nilai parameter antena yang diinginkan, yang selanjutnya difabrikasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN 3.1. UMUM Pada bagian ini akan dirancang antena mikrostrip patch segiempat planar array 4 elemen dengan pencatuan aperture coupled, yang dapat beroperasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI, PENGUKURAN DAN ANALISA Simulasi Parameter Antena Mikrostrip Patch Circular Ring

BAB IV HASIL SIMULASI, PENGUKURAN DAN ANALISA Simulasi Parameter Antena Mikrostrip Patch Circular Ring BAB IV HASIL SIMULASI, PENGUKURAN DAN ANALISA 4.1. Simulasi Parameter Antena Mikrostrip Patch Circular Ring Setelah memperoleh dimensi antenna yang akan dibuat, disimulasikan terlebih dahulu beberapa antenna

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI 3.1. UMUM Antena yang akan dibuat pada penelitian adalah antena biquad dengan pencatuan aperture coupled. Ada beberapa tahapan dalam perancangan dan simulasi antena

Lebih terperinci

MODUL 05 TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT

MODUL 05 TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT P R O G R A M S T U D I F I S I K A F M I P A I T B LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI MODUL TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT TUJUAN Mengetahui karakteristik penguat berkonfigurasi Common Emitter Mengetahui

Lebih terperinci

OPERATIONAL AMPLIFIERS

OPERATIONAL AMPLIFIERS OPERATIONAL AMPLIFIERS DASAR OP-AMP Simbol dan Terminal Gambar 1a: Simbol Gambar 1b: Simbol dengan dc supply Standar operasi amplifier (op-amp) memiliki; a) V out adalah tegangan output, b) V adalah tegangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komunikasi semakin cepat dan beragam, sehingga muncul standar teknologi yang baru dan semakin canggih. Di dalam suatu komunikasi umumnya terdapat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA 4.1 Umum Dalam bab ini membahas tentang pengukuran antena mikrostrip patch rectangular yang dirancang, pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kinerja apakah antena yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA Pengukuran terhadap antena dilakukan setelah antena dirancang. Pengukuran dilakukan untuk dua buah antena yaitu antena mikrostrip array elemen dan antena mikrostrip

Lebih terperinci

1. Pengertian Penguat RF

1. Pengertian Penguat RF 1. Pengertian Penguat RF Secara umum penguat adalah peralatan yang menggunakan tenaga yang kecil untuk mengendalikan tenaga yang lebih besar. Dalam peralatan elektronik dibutuhkan suatu penguat yang dapat

Lebih terperinci

Bab IV Pemodelan, Simulasi dan Realisasi

Bab IV Pemodelan, Simulasi dan Realisasi BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN 4.1 Hasil Simulasi Setelah dilakukan proses simulasi pada Ansoft HFSS 13 maka diperoleh hasil sebagai berikut: 4.1.1 SWR dan Bandwidth a. State 1 (switch 1,

Lebih terperinci

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING)

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING) INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING) I. TUJUAN Tujuan dari pembuatan modul Penguat Inverting ini adalah: 1. Mahasiswa mengetahui karakteristik rangkaian penguat inverting sebagai

Lebih terperinci

PERTEMUAN 1 ANALISI AC PADA TRANSISTOR

PERTEMUAN 1 ANALISI AC PADA TRANSISTOR PERTEMUAN 1 ANALISI AC PADA TRANSISTOR Analisis AC atau sering disebut dengan analisa sinyal kecil pada penguat adalah analisa penguat sinyal kecil, dengan memblok sinyal DC yaitu dengan memberikan kapasitor

Lebih terperinci

: Widi Pramudito NPM :

: Widi Pramudito NPM : SIMULASI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BERBENTUK SEGIEMPAT DAN LINGKARAN PADA FREKUENSI 1800 MHZ UNTUK APLIKASI LTE MENGGUNAKAN SOFTWARE ZELAND IE3D V12 Nama : Widi Pramudito NPM : 18410009 Jurusan

Lebih terperinci

3 BAB III PERANCANGAN PABRIKASI DAN PENGUKURAN

3 BAB III PERANCANGAN PABRIKASI DAN PENGUKURAN 3 BAB III PERANCANGAN PABRIKASI DAN PENGUKURAN 3.1 Umum Skripsi ini dilakukan untuk merancang sebuah antena microstrip dengan teknik Reactively-loadedmulti-frequency antenna untuk menghasilkan 2 frekuensi

Lebih terperinci

Perancangan Mixer Untuk Mobile WiMax Pada Frekuensi 2,3 GHz

Perancangan Mixer Untuk Mobile WiMax Pada Frekuensi 2,3 GHz Perancangan Mixer Untuk Mobile WiMax Pada Frekuensi 2,3 GHz Ir. Gunawan Wibisono, M.Sc, Ph.D Dr. Purnomo Sidi Priambodo Dr.Ir. Agus Santoso Tamsir Prof.Dr. N. R. Poespawati Zakiyy Amri Departemen Teknik

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01 Seminar Tugas Akhir Selasa, 24 Januari 2012 Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01 Riski Andami Nafa 2209106071 Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem perangkat pemancar saat ini membutuhkan mekanisme pembagi daya untuk merealisasikannya. Pembagi daya ini digunakan untuk membagi daya pancar yang berasal

Lebih terperinci

Pengkondisian Sinyal. Rudi Susanto

Pengkondisian Sinyal. Rudi Susanto Pengkondisian Sinyal Rudi Susanto Tujuan Perkuliahan Mahasiswa dapat menjelasakan rangkaian pengkondisi sinyal sensor Mahasiswa dapat menerapkan penggunaan rangkaian pengkondisi sinyal sensor Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN, SIMULASI DAN PERANCANGAN

BAB III PERHITUNGAN, SIMULASI DAN PERANCANGAN BAB III PERHITUNGAN, SIMULASI DAN PERANCANGAN 3.1. Pendahuluan Perancangan antena mikrostrip yang berbentuk patch circular ring dengan metode experimental. Antena tersebut akan disimulasikan dengan mengubah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. PERANCANGAN HIGH POWER AMPLIFIER UNTUK MOBILE WIMAX PADA FREKUENSI 2,3 GHz SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA. PERANCANGAN HIGH POWER AMPLIFIER UNTUK MOBILE WIMAX PADA FREKUENSI 2,3 GHz SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN HIGH POWER AMPLIFIER UNTUK MOBILE WIMAX PADA FREKUENSI 2,3 GHz SKRIPSI DAVID RIDHO 0405030273 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO DEPOK JUNI 2009 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram alir metodologi perancangan

Gambar 3.1. Diagram alir metodologi perancangan 19 BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Metode Perancangan Berikut merupakan diagram alur kerja yang menggambarkan tahapantahapan dalam proses rancang bangun alat pemutus daya siaga otomatis pada Peralatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 1.1 Tinjauan Teoritis Nama lain dari Rangkaian Resonansi adalah Rangkaian Penala. Dalam bahasa Inggris-nya adalah Tuning Circuit, yaitu satu rangkaian

Lebih terperinci

[Type the document title]

[Type the document title] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem perangkat pemancar dan penerima saat ini memiliki kendala yaitu banyaknya multipath fading. Multipath fading adalah suatu fluktuasi daya atau naik turun nya

Lebih terperinci

PENGUAT-PENGUAT EMITER SEKUTU

PENGUAT-PENGUAT EMITER SEKUTU PENGUAT-PENGUAT EMITER SEKUTU 1. KAPASITOR PENGGANDENG DAN KAPASITOR PINTAS (Coupling And Bypass Capasitors) Sebuah kapasitor penggandeng melewatkan sinyal AC dari satu titik ke titik lain. Misalnya pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA MERANGKAI DAN MENGUJI OPERASIONAL AMPLIFIER UNIT : VI

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA MERANGKAI DAN MENGUJI OPERASIONAL AMPLIFIER UNIT : VI LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA MERANGKAI DAN MENGUJI OPERASIONAL AMPLIFIER UNIT : VI NAMA : REZA GALIH SATRIAJI NOMOR MHS : 37623 HARI PRAKTIKUM : SENIN TANGGAL PRAKTIKUM : 3 Desember 2012 LABORATORIUM

Lebih terperinci

Penguat Kelas A dengan Transistor BC337

Penguat Kelas A dengan Transistor BC337 LAPORAN HASIL PRAKTIKUM Penguat Kelas A dengan Transistor BC337 ELEKTRONIKA II Dosen: Dr.M.Sukardjo Kelompok 7 Abdul Goffar Al Mubarok (5215134375) Egi Destriana (5215131350) Haironi Rachmawati (5215136243)

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM KOMUNIKASI RADIO SEMESTER V TH 2013/2014 JUDUL REJECTION BAND AMPLIFIER GRUP 06 5B PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA PEMBUAT

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN, SIMULASI dan PABRIKASI ANTENA

BAB 3 PERANCANGAN, SIMULASI dan PABRIKASI ANTENA BAB 3 PERANCANGAN, SIMULASI dan PABRIKASI ANTENA 3.1 Bahan dan Spesifikasi Antena Rancangan Antena mikrostrip segiempat susun empat elemen pada tesis ini dirancang untuk beroperasi pada frekuensi kerja

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 25 BAB III PERANCANGAN SISTEM Sistem monitoring ini terdiri dari perangkat keras (hadware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras terdiri dari bagian blok pengirim (transmitter) dan blok penerima

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai metodologi yang dilakukan dalam perancangan sampai merealisasikan dual-band band pass filter untuk melewatkan sinyal pada frekuensi 3G yaitu

Lebih terperinci

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT 3.1. Pendahuluan Antena slot mikrostrip menggunakan slot berbentuk persegi panjang ini merupakan modifikasi dari desain-desain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Pemodelan Fisika untuk perancangan perangkat lunak (software) program analisis

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

BAB IV PENGUKURAN ANTENA BAB IV PENGUKURAN ANTENA 4.1 METODOLOGI PENGUKURAN PARAMETER ANTENA Parameter antena yang diukur pada skripsi ini adalah return loss, VSWR, diagram pola radiasi, dan gain. Ke-empat parameter antena yang

Lebih terperinci

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) DAYA ELEKRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. Daya Sesaat Daya adalah energi persatuan waktu. Jika satuan energi adalah joule dan satuan waktu adalah detik, maka satuan daya adalah joule per detik yang disebut

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Dalam perancangan dan implementasi timbangan digital daging ayam beserta harga berbasis mikrokontroler ini terdapat beberapa masalah yang harus

Lebih terperinci

MODUL 08 OPERATIONAL AMPLIFIER

MODUL 08 OPERATIONAL AMPLIFIER MODUL 08 OPERATIONAL AMPLIFIER 1. Tujuan Memahami op-amp sebagai penguat inverting dan non-inverting Memahami op-amp sebagai differensiator dan integrator Memahami op-amp sebagai penguat jumlah 2. Alat

Lebih terperinci

JOBSHEET 2 PENGUAT INVERTING

JOBSHEET 2 PENGUAT INVERTING JOBSHEET 2 PENGUAT INVERTING A. TUJUAN Tujuan dari pembuatan modul Penguat Inverting ini adalah: 1. Mahasiswa mengetahui karakteristik rangkaian penguat inverting sebagai aplikasi dari rangkaian Op-Amp.

Lebih terperinci

BAB 2 RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI Oleh : M. Ramdhani

BAB 2 RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI Oleh : M. Ramdhani BAB 2 RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI Oleh : M. Ramdhani Ruang Lingkup Materi : Impedance Matching Circuit (IMC) bentuk L Impedance Matching Circuit (IMC) bentuk T atau Π Impedance Matching Circuit (IMC)

Lebih terperinci

Perancangan Tunable Interdigital Bandpass Filter

Perancangan Tunable Interdigital Bandpass Filter Perancangan Tunable Interdigital Bandpass Filter Pada Rentang Frekuensi 680-950 MHz Bima Taufan Prasedya 1, Bambang Setia Nugroho 2, Budi Syihabbuddin 3 Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom 1 bimataufanp@gmail.com

Lebih terperinci

Kata Kunci: Televisi, Penguat Kelas AB, Saluran Mikrostrip. abstract

Kata Kunci: Televisi, Penguat Kelas AB, Saluran Mikrostrip. abstract 31 PERANCANGAN POWER AMPLIFIER UINTUK PEMANCAR TV PADA FREKUENSI UHF 860 MHZ Hassita_rf@yahoo.com Teknik elektro, fakultas teknik,, depok, Indonesia abstrak Skripsi ini membahas perancangan dan simulasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT KOPLING APERTURE DENGAN FREKUENSI 2,45 GHz MENGGUNAKAN ANSOFT HFSS 11

PERANCANGAN DAN ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT KOPLING APERTURE DENGAN FREKUENSI 2,45 GHz MENGGUNAKAN ANSOFT HFSS 11 PERANCANGAN DAN ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT KOPLING APERTURE DENGAN FREKUENSI 2,45 GHz MENGGUNAKAN ANSOFT HFSS 11 Windu Bastian, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA ANTENA MIKROSTRIP. mejelaskan secara tepat mengingat sangat banyaknya faktor yang

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA ANTENA MIKROSTRIP. mejelaskan secara tepat mengingat sangat banyaknya faktor yang BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA ANTENA MIKROSTRIP 4.1 Pendahuluan Metoda teori dan simulasi merupakan penyederhanaan dan idealisasi dari kenyataan yang sebenarnya, karena merupakan suatu hal yang tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai metodologi yang digunakan dalam perancangan filter sampai dengan realisasi bandstop filter untuk menahan/menolak sinyal pada frekuensi 9,2

Lebih terperinci

Elektronika. Pertemuan 8

Elektronika. Pertemuan 8 Elektronika Pertemuan 8 OP-AMP Op-Amp adalah singkatan dari Operational Amplifier IC Op-Amp adalah piranti solid-state yang mampu mengindera dan memperkuat sinyal, baik sinyal DC maupun sinyal AC. Tiga

Lebih terperinci

Transistor Bipolar. III.1 Arus bias

Transistor Bipolar. III.1 Arus bias Transistor Bipolar Pada tulisan tentang semikonduktor telah dijelaskan bagaimana sambungan NPN maupun PNP menjadi sebuah transistor. Telah disinggung juga sedikit tentang arus bias yang memungkinkan elektron

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERACAGA SISTEM Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai perencanaan modul pengatur mas pada mobile x-ray berbasis mikrokontroller atmega8535 yang meliputi perencanaan dan pembuatan rangkaian

Lebih terperinci

Penguat Oprasional FE UDINUS

Penguat Oprasional FE UDINUS Minggu ke -8 8 Maret 2013 Penguat Oprasional FE UDINUS 2 RANGKAIAN PENGUAT DIFERENSIAL Rangkaian Penguat Diferensial Rangkaian Penguat Instrumentasi 3 Rangkaian Penguat Diferensial R1 R2 V1 - Vout V2 R1

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN REALISASI LOW NOISE AMPLIFIER FREKUENSI S-BAND (2,425 GHZ) UNTUK APLIKASI STASIUN BUMI SATELIT NANO

PERANCANGAN DAN REALISASI LOW NOISE AMPLIFIER FREKUENSI S-BAND (2,425 GHZ) UNTUK APLIKASI STASIUN BUMI SATELIT NANO e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.1 April 016 Page 447 PERANCANGAN DAN REALISASI LOW NOISE AMPLIFIER FREKUENSI S-BAND (,45 GHZ) UNTUK APLIKASI STASIUN BUMI SATELIT NANO DESIGN AND REALIZATION OF

Lebih terperinci

Transistor Bipolar. oleh aswan hamonangan

Transistor Bipolar. oleh aswan hamonangan Transistor Bipolar oleh aswan hamonangan Pada tulisan tentang semikonduktor telah dijelaskan bagaimana sambungan NPN maupun PNP menjadi sebuah transistor. Telah disinggung juga sedikit tentang arus bias

Lebih terperinci

PERANCANGAN PREAMPLIFIER PITA LEBAR UNTUK PENERIMA OPTIK

PERANCANGAN PREAMPLIFIER PITA LEBAR UNTUK PENERIMA OPTIK PERANCANGAN PREAMPLIFIER PITA LEBAR UNTUK PENERIMA OPTIK Oleh: Lilik Eko Nuryanto Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang Jl.Prof. H. Soedarto. SH, Tembalang Semarang 50275 Abstrak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. PERANCANGAN LNA UNTUK MOBILE WIMAX PADA PITA FREKUENSI 2,3 GHz SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA. PERANCANGAN LNA UNTUK MOBILE WIMAX PADA PITA FREKUENSI 2,3 GHz SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN LNA UNTUK MOBILE WIMAX PADA PITA FREKUENSI 2,3 GHz SKRIPSI SULISTYO HARIWIBOWO 0405030737 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JUNI 2009 i UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori teori yang mendasari perancangan dan perealisasian inductive wireless charger untuk telepon seluler. Teori-teori yang digunakan dalam skripsi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ANTENA ARRAY FRACTAL MIKROSTRIP

BAB III PERANCANGAN ANTENA ARRAY FRACTAL MIKROSTRIP BAB III PERANCANGAN ANTENA ARRAY FRACTAL MIKROSTRIP 3.1. Pendahuluan Pada penelitian ini akan dirancang dan analisa antena mikrostrip array fractal dengan teknik pencatuan secara tidak langsung yaitu menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pelaksanaan tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro

III. METODE PENELITIAN. Pelaksanaan tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat. Pelaksanaan tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro Fakultas Tekik, Universitas Lampung, yang dilaksanakan mulai bulan Oktober

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 GRAFIK PENGUKURAN PORT TUNGGAL

LAMPIRAN 1 GRAFIK PENGUKURAN PORT TUNGGAL LAMPIRAN 1 GRAFIK PENGUKURAN PORT TUNGGAL 1.1 Pengukuran Return Loss Antena Mikrostrip Array 2 Elemen Grafik hasil pengukuran return loss dari antena mikrostrip array 2 elemen dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

Sistem monitoring ph dan suhu air dengan transmisi data. Adi Tomi TE Tugas Akhir Program Studi Elektronika Elektro - ITS

Sistem monitoring ph dan suhu air dengan transmisi data. Adi Tomi TE Tugas Akhir Program Studi Elektronika Elektro - ITS Sistem monitoring ph dan suhu air dengan transmisi data nirkabel Adi Tomi 2206100721 TE 091399 Tugas Akhir Program Studi Elektronika Elektro - ITS LATAR BELAKANG Pengukuran kadar keasaman (ph) dan suhu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada bab ini akan dibahas teori yang menunjang perancangan sistem. Pada bab ini juga akan dibahas secara singkat komponen - komponen yang digunakan serta penjelasan mengenai metoda

Lebih terperinci

BAB 4 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND

BAB 4 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND BAB 4 PENERAPAN PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND 4.1 ANTENA SINGLE ELEMENT MULTIBAND Perancangan antena single element multiband melalui beberapa tahap penelitian. Pertama dilakukan penelitian single element

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 2 BAB III METODE PENELITIAN Pada skripsi ini metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen (uji coba). Tujuan yang ingin dicapai adalah membuat suatu alat yang dapat mengkonversi tegangan DC ke AC.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Kendali Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampung yang dilaksanakan mulai dari bulan

Lebih terperinci

VOLTAGE PROTECTOR. SUTONO, MOCHAMAD FAJAR WICAKSONO Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia

VOLTAGE PROTECTOR. SUTONO, MOCHAMAD FAJAR WICAKSONO Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia bidang TEKNIK VOLTAGE PROTECTOR SUTONO, MOCHAMAD FAJAR WICAKSONO Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia Listrik merupakan kebutuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rangkaian RLC merupakan suatu rangkaian elektronika yang terdiri dari Resistor, Kapasitor dan Induktor yang dapat disusun seri ataupun paralel. Rangkaian RLC ini merupakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA DUAL BAND BERBASIS METAMATERIAL PADA FREKUENSI 2.3/3.3 GHz

PERANCANGAN ANTENA DUAL BAND BERBASIS METAMATERIAL PADA FREKUENSI 2.3/3.3 GHz PERANCANGAN ANTENA DUAL BAND BERBASIS METAMATERIAL PADA FREKUENSI 2.3/3.3 GHz Nancy Ardelina 2210100188 Dosen Pembimbing: Eko Setijadi, S.T.,M.T.,Ph.D. Prasetiyono Hari Mukti, S.T., M.T., M.Sc LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKTRONIKA DASAR

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKTRONIKA DASAR MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKTRONIKA DASAR LABORATORIUM KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS SRIWIJAYA 213 Universitas Sriwijaya Fakultas Ilmu Komputer Laboratorium LEMBAR PENGESAHAN MODUL PRAKTIKUM

Lebih terperinci

Rangkaian Penguat Transistor

Rangkaian Penguat Transistor - 6 Rangkaian Penguat Transistor Missa Lamsani Hal 1 SAP Rangkaian penguat trasnsistor dalam bentuk ekuivalennya Perhitungan impedansi input, impedansi output, penguatan arus, penguatan tegangan dari rangkaian

Lebih terperinci

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP PERCOBAAN 3 RANGKAIAN OP AMP TUJUAN Mempelajari penggunaan operational amplifier Mempelajari rangkaian rangkaian standar operational amplifier PERSIAPAN Pelajari keseluruhan petunjuk praktikum untuk modul

Lebih terperinci

BAB II Transistor Bipolar

BAB II Transistor Bipolar BAB II Transistor Bipolar 2.1. Pendahuluan Pada tahun 1951, William Schockley menemukan transistor sambungan pertama, komponen semikonduktor yang dapat menguatkan sinyal elektronik seperti sinyal radio

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. blok diagram seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Sistem Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. blok diagram seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Sistem Blok Diagram Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat dijelaskan dengan lebih baik melalui blok diagram seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Input Proses Output Frekuensi Daya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Bandpass Filter Filter merupakan blok yang sangat penting di dalam sistem komunikasi radio, karena filter menyaring dan melewatkan sinyal yang diinginkan dan meredam sinyal yang

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER Pada bab ini akan menjelaskan mengenai perancangan desain dan realisasi filter yang digunakan. Pada penelitian ini desain rancangan tersebut disimulasikan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT PLANAR ARRAY

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT PLANAR ARRAY BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT PLANAR ARRAY 3.1 Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan serta pembuatan antena mikrostrip patch segiempat yang disusun secara

Lebih terperinci

e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.1 April 2015 Page 69

e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.1 April 2015 Page 69 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No. April 205 Page 69 PERANCANGAN DAN REALISASI OSILATOR.2 GHz UNTUK UP CONVERTER PADA APLIKASI SYNTHETIC APERTURE RADAR DESIGN AND REALIZATION OF OSCILLATOR.2 GHz

Lebih terperinci

BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING

BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING 2.1 Pendahuluan Signal Conditioning ialah operasi untuk mengkonversi sinyal ke dalam bentuk yang cocok untuk interface dengan elemen lain dalam sistem kontrol. Process

Lebih terperinci

JOBSHEET 6 PENGUAT INSTRUMENTASI

JOBSHEET 6 PENGUAT INSTRUMENTASI JOBSHEET 6 PENGUAT INSTUMENTASI A. TUJUAN Tujuan dari pembuatan modul Penguat Instrumentasi ini adalah :. Mahasiswa mengetahui karakteristik rangkaian penguat instrumentasi sebagai aplikasi dari rangkaian

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 2.4 GHz Untuk Pengiriman Citra Pada Sistem Komunikasi Satelit Nano

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 2.4 GHz Untuk Pengiriman Citra Pada Sistem Komunikasi Satelit Nano JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-160 Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 2.4 GHz Untuk Pengiriman Citra Pada Sistem Komunikasi Satelit Nano Rochmawati

Lebih terperinci

Rangkaian Arus Bolak Balik. Rudi Susanto

Rangkaian Arus Bolak Balik. Rudi Susanto Rangkaian Arus Bolak Balik Rudi Susanto Arus Searah Arahnya selalu sama setiap waktu Besar arus bisa berubah Arus Bolak-Balik Arah arus berubah secara bergantian Arus Bolak-Balik Sinusoidal Arus Bolak-Balik

Lebih terperinci