BAB I PENDAHULUAN. cepat dan maju, menyebabkan banyak regulasi oleh pemerintah pusat maupun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. cepat dan maju, menyebabkan banyak regulasi oleh pemerintah pusat maupun"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan mempunyai banyak aspek dan dimensi, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum. Suatu bangsa memasuki tahap negara kesejahteraan ditandai dengan berkembangnya hukum yang melindungi pihak yang lemah. Diantara aspek tersebut, pembangunan ekonomi merupakan aspek yang memiliki dimensi yang lebih menonjol dan konkrit karena dampaknya dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang demikian cepat dan maju, menyebabkan banyak regulasi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menerbitkan kebijakan kebijakan yang belum dapat dilaksanakan dan berakibat tidak adanya jaminan kepastian hukum yang berkeadilan bagi masyarakat. Kebijakan kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang undangan yang berkenaan untuk perlindungan berbagai pihak tersebut, dengan mengoreksi industrialisasi yang tidak selalu memberikan kebaikan kepada semua golongan masyarakat. Sektor informal telah banyak menerima tenaga kerja yang pindah dari sektor agraris tetapi tidak dapat ditampung oleh sektor industri dan merupakan salah satu motor penggerak ekonomi rakyat. Melalui bidang hukum, sektor ini bisa menjadi formal dalam bentuk usaha usaha kecil. Berbagai usaha kecil ini dalam tahap berikutnya terkait dengan usaha usaha besar, yang mengharapkan adanya kerjasama yang saling menguntungkan. Untuk mengembangkan mereka perlu dipikirkan bentuk 1

2 2 bentuk perizinan khusus untuk sektor informal, fasilitas hukum dalam hubungannya dengan hak milik, kontrak, dan sebagainya. Keterkaitan usaha besar dengan usaha kecil, bukan berdasarkan atas belas kasihan, tetapi menjadi suatu keharusan dalam negara demokrasi Pancasila berasaskan kekeluargaan. Sektor informal yang paling banyak diminati untuk menunjang perekonomian dengan melakukan jual beli, karena mendapatkan keuntungan yang dapat dimanfaatkan secara langsung. Kegiatan jual beli dalam sejarah suatu bangsa dilakukan pada pasar. Dalam kegiatan jual beli, keberadaan pasar merupakan salah satu hal yang paling penting karena menjadi tempat untuk melakukan kegiatan tersebut selain menjadi salah satu indikator utama kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Di Indonesia telah lama mengenal pasar sama halnya dengan bangsa bangsa lain di dunia, yang dikenal lebih dulu dengan nama pasar tradisional. Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia pasar berarti tempat orang berjual beli, sedangkan tradisional dimaknai sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang kepada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun. Berdasarkan arti diatas, maka pasar tradisional adalah tempat orang berjual beli yang berlangsung di suatu tempat berdasarkan kebiasaan. Di Indonesia, keberadaan pasar tradisional bukan melakukan urusan ekonomi tetapi lebih jauh kepada norma, ranah budaya, sekaligus peradaban yang berlangsung sejak lama di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi kerakyatan, pola hubungan ekonomi yang terjadi di pasar tradisional menghasilkan terjalinnya interaksi sosial yang akrab antara pedagang pembeli, pedagang pedagang, dan pedagang pemasok yang merupakan

3 3 warisan sosial representasi kebutuhan bersosialisasi antar individu. Dengan luas wilayah masing masing daerah di Indonesia yang sangat luas, pasar tradisional, hanya dapat dilakukan pada satu tempat tertentu untuk melayani satu daerah pedesaan dengan waktu yang terbatas. Akibat jarak dan waktu yang terbatas, menyebabkan timbulnya warung warung kecil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setiap saat di wilayah lingkungannya masing masing. Warung warung kecil tersebut masih tetap keberadaanya pada beberapa wilayah di Indonesia sampai sekarang, yang sudah semakin berkurang perkembangannya setiap tahun akibat modernisasi di bidang perekonomian. Pasar dan warung tradisional mempunyai fungsi dan peranan yang tidak hanya sebagai tempat perdagangan tetapi juga sebagai peninggalan kebudayaan yang telah ada sejak masa lalu. Tanpa disadari bahwa pasar dan warung tradisional bukan satu satunya menjadi tempat bertemunya penjual dan pembeli sebagai pusat perdagangan di masa sekarang, dengan adanya kegiatan usaha konsep asal yang sama dengan pelayanan dan memberikan pilihan yang lebih banyak kepada masyarakat. Semakin banyaknya pusat perdagangan lain seperti pasar modern yang berupa toko modern, supermarket dan pusat perbelanjaan, membuat pasar dan warung tradisional ini terpinggirkan oleh arus modernisasi. Pemenuhan kebutuhan hidup itu merupakan tujuan dari kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan yang dapat memberikan perlindungan kepada keluarga atau dirinya bersamaan dengan pemenuhan kebutuhan yang sama dari masyarakat lainnya. Pembangunan ekonomi tersebut telah menghasilkan banyak kemajuan,

4 4 antara lain kemajuan hal meningkatnya kesejahteraan rakyat. Tidak menutup kemungkinan bahwa kesejahteraan rakyat yang dimaksud hanya dapat dirasakan oleh kelompok atau golongan tertentu, akibat banyaknya rakyat golongan ekonomi lemah yang merupakan hambatan dan permasalahan tersendiri dalam usaha negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara merata. Kemajuan suatu negara atau masyarakat dapat disebabkan oleh kemajuan negara lain. Dalam konteks yang lebih luas dapat dikatakan bahwa perkembangan ekonomi dunia saat ini bergerak sangat cepat dan dinamis. Arus globalisasi merupakan faktor penggerak kemajuan karena negara negara saling berhubungan antara satu dengan yang lain yang secara bersama sama pula meningkatkan pembangunan ekonomi. Menurut William Irwin Thomson, 1 bahwa dengan dukungan teknologi dan informasi kecepatan perubahan tidak lagi menghitung abad, tahun, atau bulan, tetapi dapat terjadi setiap hari. Pada dasa warsa terakhir ini atau sering disebut sebagai era globalisasi, batas nonfisik antarnegara semakin sulit untuk membedakannya dan bahkan cenderung tanpa batas atau borderless state. Dampak yang sangat terasa dengan terjadinya globalisasi yakni arus informasi begitu cepat sampai ke masyarakat, yang merupakan pengaruh terhadap cara hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Adanya kesenjangan antara total jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, menjadikan pasar modern melihat peluang untuk membuka kegiatan usaha yang langsung berhadapan dengan masyarakat melakukan kegiatan jual beli dalam bentuk yang lebih kecil melalui jenis toko modern. Kegiatan yang dilakukan 1 Sunaryati Hartono, 1996, Globalisasi dan Perdagangan Bebas, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, h.12.

5 5 dengan menjual eceran kepada masyarakat langsung disebut dengan kegiatan usaha retail. Perbedaan antara konsep tradisional dan modern dalam melakukan transaksi jual beli terletak pada penawaran dan harga. Pada pasar atau warung yang bersifat tradisional tempat bertemunya penjual dan pembeli, terjadinya kesepakatan harga dan terjadinya transaksi setelah melalui proses tawar menawar harga, akan tetapi kenyamanan terhadap konsumen tidak menjadi perhatian pada konsep ini. Sedangkan pada pasar atau toko modern, penjual dan konsumen tidak melakukan transaksi secara langsung melainkan konsumen telah disediakan harga yang tertera pada barang barang yang telah tersedia dan melayani diri sendiri tanpa adanya penawaran yang berakhir dengan transaksi di ruangan yang bersih dengan mengutamakan kenyamanan dalam pelayanan. Kompleksitas ini semakin bertambah manakala dihubungkan dengan pola interaksi kegiatan usaha yang terjalin di masyarakat modern. Implikasi ini telah mengubah wajah perdagangan dan perekonomian dunia menjadi bentuk kegiatan usaha dalam perkampungan global atau business in global village. Kondisi ini dengan tepat digambarkan oleh Daniel Davidson, 2 We are so economically interdependent on one another that so we live in global village. Globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi berbagai negara menjadi seolah olah tanpa dibatasi oleh kedaulatan negara. Salah satu ciri kegiatan usaha yang paling dominan pada globalisasi ekonomi adalah sifatnya bergerak cepat, baik dalam transaksi maupun pergerakan arus barang dan modal. Hal ini mempengaruhi pula terhadap berbagai peraturan di bidang kegiatan usaha ekonomi yang dengan cepat pula mengalami perubahan. 2 Ibid.

6 6 Globalisasi ekonomi yang ditandai dengan adanya keterbukaan perekonomian dialami hampir semua negara di dunia saat ini, telah membuat sistem perekonomian menjadi terbuka bebas. Apabila perekonomian didasarkan pada mekanisme pasar, maka akan tercipta suatu keseimbangan atau equilibrium. Di tengah arus globalisasi, kita tidak dapat melupakan kehidupan kenegaraan dimana tiga bidang yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Ketiga bidang itu ialah hukum, ekonomi dan politik. Ekonomi dipengaruhi oleh hukum, hukum dipengaruhi oleh politik, politik dipengaruhi oleh ekonomi, dan begitu pula sebaliknya. Kebutuhan akan sistem hukum, sistem ekonomi, dan sistem politik yang stabil merupakan syarat utama dalam membangun suatu negara yang memiliki perekonomian yang kuat, terlebih lagi bagi negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Konsep hukum menurut Abdulkadir Muhammad, 3 Hukum adalah segala aturan yang menjadi pedoman perilaku setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat atau bernegara disertai sanksi yang tegas apabila dilanggar. Peraturan hukum meliputi dari tingkat yang tertinggi, yaitu undang undang dasar sampai tingkat yang terendah, yaitu peraturan daerah tingkat kabupaten/ kota, yang menjadi pedoman perilaku setiap orang maupun pelaku usaha. Kebutuhan akan suatu sistem yang sistematis merupakan kebutuhan yang mendasar bagi suatu negara. Hukum tanpa berjalan di jalur yang berfungsi sebagai pondasi, tidak akan berfungsi dengan baik. Begitupun halnya dengan ekonomi, tanpa adanya dukungan oleh suatu sistem tidak akan dapat mencapai tujuan sesuai dengan harapan. Walaupun bidang 3 Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Cet.Rev, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), h.1.

7 7 hukum dan ekonomi merupakan bidang kehidupan yang bersifat mandiri, namun di dalam kenyataannya hukum dan ekonomi terkait sangat erat dan saling mempengaruhi. Hubungan saling terkait ini selalu dapat kita temukan di dalam kehidupan sehari hari, dalam pergaulan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hukum berfungsi sebagai pedoman mengatur perilaku dan perbuatan orang atau badan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Secara umum tujuan hukum untuk: 4 a. Menciptakan keamanan, ketertiban, dan keteraturan; b. Mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat; c. Menegakkan hukum secara konsisten dan tanpa diskriminasi; serta d. Menghargai dan menghormati hak hak asasi manusia. Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara berkembang, hukum harus berperan secara optimal. Agar hukum dapat berjalan dengan optimal, maka diperlukan hukum dalam bentuk yang sistematik. Ini berarti negara berkembang memerlukan suatu sistem hukum yang sistematis. Aspek kelembagaan bagi eksistensi pelaku ekonomi juga memerlukan landasan hukum. Hukum yang memberi landasan kelembagaan usaha sesuai dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya akan disingkat UUD 1945 yaitu pelaku usaha swasta, koperasi, Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, dan Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD, yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang undangan. Bahwa diperlukan peraturan perundang undangan yang mengatur bentuk konglomerasi pelaku ekonomi, seperti pelaku 4 Ibid. h. 2.

8 8 usaha swasta dalam bentuk organisasi jaringan, multinasional dan sebagainya. Aspek kelembagaan pelaku usaha memerlukan landasan hukum yang menegaskan hak dan kewajibannya sebagai entitas bisnis serta ketentuan hukum yang memberi pengaturan pada pengelolaannya. Perkembangan pasar modern dalam negeri bertambah sangat pesat, yang diawali dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang bidang usaha tertutup dan terbuka bagi penanaman modal asing yang selanjutnya akan disingkat dengan Keppres Nomor 96 Tahun Dalam kebijakan tersebut, usaha perdagangan eceran merupakan salah satu bidang usaha yang terbuka bagi pihak asing. Bagi pedagang besar internasional, kebijakan tersebut jelas merupakan peluang yang sangat menjanjikan, karena Indonesia mempunyai pasar yang sangat potensial. Oleh sebab itulah maka peraturan perundang undangan mengenai pasar modern dan pasar tradisional yang memberikan landasan hukum bagi pelaku usaha tersebut diatas dengan semakin berkembangnya usaha perdagangan, diterbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern yang selanjutnya akan disingkat dengan Perpres Nomor 112 Tahun Perpres Nomor 112 Tahun 2007 merupakan pengganti ketentuan mengenai Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan dalam Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 145/ MPP/ 1997 dan Nomor 57 Tahun 1997 yang merupakan peraturan pelaksana terhadap kegiatan pelaku usaha toko modern di Indonesia. Pertimbangan Perpres Nomor 112 Tahun 2007 adalah untuk memberdayakan

9 9 usaha perdagangan eceran dalam skala kecil dan menengah, usaha perdagangan eceran modern dalam skala besar, maka perlu dikembangkan secara serasi pertumbuhan ekonomi pelaku usaha tersebut diatas, dengan saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Pasal 1 angka 1 Perpres Nomor 112 Tahun 2007 mencantumkan bahwa, Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Sudah ada perubahan pengertian terhadap pasar, yang dikenal sejak jaman dahulu secara normatif dengan diterbitkannya Perpres Nomor 112 Tahun Mengenai pasar modern dijelaskan pada Pasal 1 angka 5 yaitu, Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Jadi pasar modern disamakan melalui pengertian toko modern yang dikenal dengan sebutan seperti diatas. Perpres Nomor 112 Tahun 2007, ini untuk mengatur toko modern secara nasional termasuk mengenai kebijakan sistem penjualan dan jenis barang dagangan. Pasal 3 ayat (3) Perpres Nomor 112 Tahun 2007 menegaskan bahwa, Sistem penjualan dan jenis barang dagangan toko modern adalah sebagai berikut: a. Minimarket, Supermarket dan Hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya; b. Department Store menjual secara eceran barang konsumsi utamanya produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/ atau tingkat usia konsumen; dan c. Perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi.

10 10 Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, Pasal 14 Perpres Nomor 112 tahun 2007 mencantumkan, Menteri membuat pedoman tata cara perizinan untuk melakukan usaha pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Dengan ketentuan Pasal 14 Perpres Nomor 112 Tahun 2007, menteri perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan yang selanjutnya akan disingkat dengan Permendag Nomor 53/ M-DAG/ PER/ 12/ 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang telah diganti dengan Permendag Nomor 70/ M-DAG/ PER/ 12/ Dengan adanya peraturan perundang undangan mengenai toko modern, jenis barang dagangan minuman beralkohol sebagai salah satu jenis barang dagangan yang dapat diperjual belikan secara eceran pada toko modern, perlu dibuatkan suatu kebijakan baru setelah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 42 P/ HUM/ 2012 yang menyatakan Keputusan Presiden yang selanjutnya akan disingkat dengan Keppres Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Maka dipandang perlu untuk mengatur kembali pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol sehingga dapat memberikan perlindungan serta menjaga kesehatan, ketertiban dan ketentraman masyarakat dari dampak buruk terhadap penyalahgunaan minuman beralkohol. Untuk itu diterbitkanlah Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.

11 11 Minimarket sebagai salah satu jenis toko modern merupakan salah satu tempat yang diperbolehkan untuk menjual minuman beralkohol golongan A sebagai toko pengecer yang dicantumkan pada Pasal 7 ayat (3) Perpres Nomor 74 Tahun 2013 yaitu minuman berallkohol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Sama halnya dengan Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, menteri perdagangan diberikan mandat untuk membuat kebijakan mengenai pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol yang tercantum pada Pasal 9 Perpres Nomor 74 Tahun Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tersebut, maka diterbitkan Permendag Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014 Tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman beralkohol. Permendag Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014 mencantumkan pada Pasal 1 angka 3 bahwa, Perusahaan adalah setiap bentuk usaha perseorangan atau badan usaha yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan Minuman Beralkohol. Sangat jelas diatur bahwa yang dapat melakukan kegiatan usaha perdagangan minuman beralkohol dengan bentuk usaha perseorangan atau badan usaha baik yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum. Untuk toko modern jenis minimarket agar dapat melakukan penjualan minuman beralkohol secara eceran diberikan surat keterangan penjual langsung minuman beralkohol golongan A,

12 12 yang disingkat SKPL A yang disebutkan pada Pasal 1 angka 19 Permendag Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ Adanya penghapusan bagi minimarket sebagai penjual langsung minuman beralkohol golongan A melalui Permendag Nomor 06/ M-DAG/ PER/ 1/ 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014, dapat mengganggu perkembangan toko modern jenis minimarket yang semakin berkembang dengan kemandirian bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah mengikuti kegiatan usaha perdagangan yang dikuasai oleh pihak asing melalui jaringan toko modern yang dapat membuat persaingan tidak sehat dan ketidak adilan bagi pelaku usaha minimarket secara mandiri. Perubahan terhadap Pasal 14 ayat (3) Permendag Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014 yang mencantumkan minimarket, supermarket, hypermarket, toko pengecer lainnya dapat menjual minuman beralkohol golongan A, menjadi hanya dapat dijual di supermarket dan hypermarket pada Permendag Nomor 06/ M-DAG/ PER/ 1/ 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ Berdasarkan hal tersebut diatas mengingat arti penting UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia khususnya dalam menjalankan kegiatan usaha untuk mendapatkan keuntungan dengan berasaskan kemandirian dan perlindungan hukum terhadap UMKM maka diperlukannya suatu penelitian hukum yang bersifat normatif untuk mengkaji Permendag Nomor 06 Tahun 2015 dan Perpres Nomor 74 Tahun 2013 dengan menuangkan hasilnya dalam bentuk skripsi dengan judul:

13 13 Legalitas Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A Bagi Pelaku Usaha Toko Modern Minimarket Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 Dikaitkan Dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun Rumusan Masalah 1. Apakah pengaturan perijinan usaha perdagangan minuman beralkohol golongan A bagi minimarket sesuai dengan Perpres Nomor 74 Tahun 2013 dapat dihapuskan menurut Permendag Nomor 06 Tahun 2015? 2. Apakah minimarket yang masih menjual minuman beralkohol golongan A dapat dikenakan sanksi menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Dengan melihat rumusan permasalahan diatas, untuk memperoleh hasil yang lebih mendalam pembahasan hanya pada ruang lingkup dari regulasi toko modern jenis minimarket terhadap pengendalian dan pengadaan minuman beralkohol golongan A. Maka dalam penulisan ini terbatas pada kebijakan yang diberikan kepada pelaku usaha besar dalam negeri maupun asing dengan peraturan yang ditetapkan oleh kementerian Perdagangan sebagai penjual eceran minuman beralkohol golongan A. Berkaitan dengan permasalahan yang kedua mengenai perlindungan hukum bagi pelaku usaha, yang masih melakukan kegiatan usaha sebagai pengecer minuman beralkohol golongan A oleh pelaku usaha toko modern jenis minimarket.

14 Orisinalitas Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 1 (satu) skripsi dan 1 (satu) thesis terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan Legalitas Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A Bagi Pelaku Usaha Toko Modern Minimarket Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 Dikaitkan Dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu mewujudkan orisinalitas dari penelitian yang sedang ditulis dengan menampilkan beberapa judul penelitian skripsi dan thesis atau disertasi terdahulu sebagai pembanding. No. Judul Penulis Rumusan Masalah 1. Skripsi; Perlindungan Aryo Sedayu 1. Bagaimana pengaturan Hukum Terhadap Pasar (Mahasiswa Fakultas perlindungan hukum Tradisional Di Kota Hukum, Universitas terhadap pasar Yogyakarta Menurut Islam Indonesia, tradisional dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Pasar. Yogyakarta) Tahun Perda Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pasar? 2. Bagaimana peran Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta dalam

15 15 membina melindungi dan pedagang pasar tradisional? 2. Thesis; Proses Ali Fikri 1. Bagaimana proses Pembentukan Peraturan (Mahasiswa Program pembentukan Perda Daerah dan Fungsi Kekuatan Politik DPRD Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas saat ini dalam menanggulangi Kabupaten Indramayu Diponegoro, pelarangan minuman Dalam Pembahasan Semarang) Tahun beralkohol? Pelarangan Minuman Bagaimana fungsi Beralkohol. kekuatan politik di DPRD menanggapi amanat rakyat yang diembannya dalam pembahasan pelarangan minuman beralkohol? 1.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini merupakan karya tulis ilmiah yang wajib dilaksanakan dengan menggunakan kaidah dan metode ilmiah dalam pengembangan ilmu hukum, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai

16 16 gejala hukum tertentu. 5 Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: Tujuan umum 1. Untuk mengetahui secara umum surat izin usaha minuman beralkohol golongan A bagi minimarket sesuai dengan peraturan presiden. 2. Untuk mengetahui secara umum perlindungan hukum terhadap pelaku usaha toko modern jenis minimarket yang masih menjual jenis barang minuman beralkohol golongan A Tujuan khusus 1. Untuk lebih memahami secara mendalam mengenai surat izin usaha minuman beralkohol golongan A bagi minimarket sesuai dengan peraturan presiden. 2. Untuk lebih memahami secra mendalam mengenai perlindungan hukum terhadap pelaku usaha toko modern jenis minimarket yang masih menjual jenis barang minuman beralkohol golongan A Manfaat Penelitian Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sudah tentu manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 5 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Ed.I, Cet.6, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 35.

17 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapakan dapat dijadikan bahan kajian atau bahan penelitian lebih lanjut serta sebagai tambahan pengetahuan mengenai pelaku usaha toko modern jenis minimarket Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan dasar pelaksanaan pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol golongan A bagi pengecer, agar mengetahui hak dan kewajiban pemasok maupun pengecer berdasarkan ketentuan ketentuan dan asas asas yang berlaku terhadap pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol golongan A Landasan Teoritis Hukum mengatur dan menguasai kehidupan didalam berbangsa dan bernegara. Ilmu hukum mempunyai hakikat interdisipliner. Hakikat ini kita ketahui dari digunakannya berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk membantu menerangkan berbagai aspek yang berhubungan dengan kehadiran hukum di masyarakat. 6 Adanya landasan teoritis sangat diperlukan dalam suatu penulisan karya ilmiah yang bertujuan untuk membantu penelitian dalam menentukan tujuan dan arah penelitian, memilih konsep yang tepat dalam pokok permasalahan yang dikaji. Untuk dapat menjual minuman beralkohol, pelaku usaha wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol yang selanjutnya disingkat disingkat SIUP-MB adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha 6 Satjipto Raharjo, 2012, Ilmu Hukum, Cet.7, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 7.

18 18 perdagangan khusus minuman beralkohol. Pelaku usaha yang memperdagangkan minuman beralkohol golongan A wajib memiliki SIUP-MB, dan apabila sekaligus sebagai pengecer juga wajib memiliki Surat Keterangan Penjual Langsung Minuman Beralkohol golongan A yang selanjutnya disebut SKPL-A. Bahwa minimarket sebagai pengecer minuman beralkohol golongan A wajib memiliki kedua izin tersebut. Menurut ahli hukum Belanda N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, 7 izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang undang atau peraturan pemerintah untuk keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang undangan, pengertian izin dalam arti sempit. Berdasarkan pendapat ini, izin tidak dapat melakukan usaha kecuali diizinkan. Jadi, kegiatan terhadap suatu objek tertentu pada dasarnya dilarang. Seseorang atau badan hukum dapat melakukan usaha atau kegiatan atas objek tersebut jika mendapat dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, 8 izin atau vergunning adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang undang. Selanjutnya larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk mendapat izin, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan kepada pejabat pejabat administrasi negara yang bersangkutan. Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi, yaitu sebagai 7 Philipus M. Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, h Ibid.

19 19 penertib dan sebagai pengatur. Penertib maksudnya agar usaha atau kegiatan tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dapat terwujud. Adrian Sutedi menyatakan, sebagai pengatur dimaksudkan agar usaha atau kegiatan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukkan. 9 Perizinan adalah intsrumen yang manfaatnya ditentukan oleh tujuan dan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika perizinan hanya dimaksudkan sebagai sumber pendapatan, akan memberikan dapat negatif atau disinsentif bagi pembangunan. Secara teoretis, perizinan memiliki beberapa fungsi; 10 Pertama, sebagai instrumen rekayasa pembangunan. Pemerintah dapat membuat regulasi dan keputusan yang memberikan insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi. Kedua, fungsi keuangan atau budgetering, yaitu menjadi sumber pendapatan bagi negara. Pemberian izin dilakukan dengan kontraprestasi berupa retribusi perizinan. Ketiga, fungsi pengaturan atau reguleren, yaitu menjadi instrumen pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat. Adanya penghapusan bagi toko modern jenis minimarket sebagai pengecer jenis barang minuman beralkohol golongan A, dapat menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha minimarket yang tidak memiliki perjanjian distribusi terhadap pengembalian barang yang tidak dapat diperjual belikan. Bagi pelaku usaha toko modern jenis minimarket untuk menjadi pengecer dapat ditunjuk langsung oleh distributor atau pemasok hanya dengan menandatangani pakta integritas penjualan minuman beralkohol golongan A, tanpa membuat perjanjian yang memberikan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Pakta integritas penjualan minuman beralkohol golongan A tersebut merupakan kebijakan dari pemerintah, yang 9 Adrian Sutedi, 2010, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, h Ibid. h.198.

20 20 formatnya sudah diatur melalui lampiran Permendag mengatur tentang sanksi yang akan diberikan kepada pengecer apabila melanggar ketentuan di dalam melakukan penjualan minuman beralkohol golongan A. Pakta integritas tidak mengatur mengenai hak yang bagi pelaku usaha minimarket, hanya kewajiban yang harus dijalankan dalam melakukan penjualan minuman beralkohol golongan A. Jadi, sangat jelas bahwa Pakta integritas bukan perikatan atau perjanjian yang dibuat oleh distributor sebagai pemasok dan pelaku usaha minimarket sebagai penjual eceran minuman beralkohol golongan A. Dalam teori hukum, perjanjian dengan perikatan adalah dua hal yang berbeda, meskipun keduanya memiliki ciri yang hampir sama. Perbedaannya tersebut sebagai berikut: Perjanjian a. menimbulkan perikatan atau melahirkan perikatan b. perjanjian lebih konkret daripada perikatan, artinya perjanjian itu dapat dilihat dan didengar c. pada umumnya perjanjian merupakan hubungan hukum bersegi dua, artinya akibat hukum dikehendaki oleh kedua belah pihak. Hal ini bermakna bahwa hak dan kewajiban dapat dipaksakan. Pihak pihak berjumlah lebih dari atau sama dengan 2 sehingga bukan pernyataan sepihak, dan merupakan perbuatan hukum. sedangkan, 2. Perikatan 11 R.Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Cet.XI, Intermasa, Jakarta, h. 3.

21 21 a. perikatan adalah isi perjanjian b. perikatan merupakan pengertian yang abstrak c. bersegi satu, hal ini berarti belum tentu menimbulkan akibat hukum karena hak salah satu pihak tidak dapat dituntut, tidak dapat dipaksa pemenuhannya dan merupakan perbuatan hukum biasa. Dalam mengkaji lebih lanjut mengenai fakta integritas dengan menggolongkannya sebagai perjanjian sepihak dalam tulisan ini, bahwa terdapat beberapa asas asas yang penting dalam hukum perjanjian yaitu: 12 a. Asas kebebasan berkontrak Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang undang. Akan tetapi, kebebasan tersebut dibatsai oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang undang undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. b. Asas pelengkap Asas ini mempunyai arti bahwa ketentuan undang undang boleh tidak diikuti apabila pihak pihak menghendaki dan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang undang. Asas ini hanya mengenai rumusan hak dan kewajiban para pihak. c. Asas konsensual Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai kata sepakat (konsensus) antara pihak pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum. d. Asas obligatoir Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak milik. Hak milik baru beralih apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering). Dengan pengertian perusahaan yang tercantum pada Permendag Nomor 20/ M- DAG/ PER/ 4/ 2014, bahwa perusahaan adalah setiap bentuk usaha perseorangan 12 Abdulkadir Muhammad I, op.cit, h. 295.

22 22 atau badan usaha yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan minuman beralkohol, dalam penelitian ini penulis menggunakan teori teori badan hukum untuk mengetahui hakikat badan hukum yang mempunyai hak hak dan kewajiban kewajiban. Menurut Titik Triwulan Tutik, teori teori badan hukum sebagai berikut: 13 Teori Fictie Menurut teori ini badan hukum itu semata semata buatan negara saja. Hanyalah fictie yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menghidupkannya dalam bayangan sebagai subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti orang. Teori Harta Kekayaan Bertujuan (doel vermogenstheorie) Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun teori ini, ada kekayaan (vermogen) yang bukan merupakan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan itu terikat pada tujuan tertentu. Teori Organ (Organnen Theory) dari Otto van Gierke Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetapi badan hukum adalah suatu organisme yang riil, yang menjelma sungguh sungguh dalam pergaulan hukum, yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat alat yang ada padanya. Teori Pemilikan Bersama (Propriete Collectief Theory) Propriete Collectief Theory disebut juga Gezammenlijke Eigendoms Theori. Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban orang orang didalam badan tersebut secara bersama sama. Kekayaan badan hukum adalah kepunyaan bersama sama anggotanya. Teori Kenyataan Yuridis (Juridische Realiteitsleer Theorie) Teori ini menyatakan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realiteit, konkret, riil, walaupun tidak bisa diraba, bukan khayal, tetapi merupakan kenyataan yuridis. Teori ini mengutamakan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia terbatas sampai pada bidang hukum saja. 13 Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, h. 45.

23 Metode Penelitian Penelitian hukum adalah segala aktifitas seseorang untuk menjawab permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktis, baik yang bersifat asas- asas hukum, norma norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat yang berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat. 14 Untuk Penelitian ini menggunakan metode yaitu melalui: Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, berawal dari adanya ketidakselarasan dalam norma peraturan perundang undangan yang menyebabkan peraturan perundang undangan tersebut menjadi konflik norma. Menurut Peter Mahmud Marzuki, 15 Penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi....penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.... Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang akan menunjang penelitian ini sebagai karya tulis ilmiah yaitu skripsi. 14 Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h Peter Mahmud Marzuki, 2010, loc.cit.

24 Jenis Pendekatan Dalam penulisan karya tulis ilmiah untuk skripsi ini, dirasakan perlu untuk menggunakan pendekatan masalah agar tercermin sebagai karya ilmiah. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conceptual approach) dan pendekatan perundang undangan (the statute approach). Pendekatan Konseptual dengan menelaah aturan aturan hukum yang ada terhadap permasalahan toko modern jenis minimarket dalam melakukan kegiatan penjualan minuman beralkoohol golongan A. Pendekatan undang undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 16 Pendekatan analisa konsep hukum digunakan untuk meneliti mengenai konsep daripada perlindungan hukum terhadap pelaku usaha minimarket sedangkan pendekatan perundang undangan digunakan untuk meneliti ketentuan ketentuan yang mengatur mengenai toko modern dan minuman beralkohol Sumber bahan hukum Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji menyatakan bahwa dalam penelitian hukum normatif bahan bahan hukum yang dapat digunakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 17 Peter Mahmud Marzuki menjelaskan sebagai berikut: Peter Mahmud Marzuki, 2010, op.cit, h Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Raja Grafindo Persada, Jakarta, h Peter Mahmud Marzuki, op.cit. h.141.

25 25 1. Sumber bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya memiliki otoritas, yang terdiri dari perundang undangan, catatan catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang undangan. 2. Sumber bahan hukum sekunder adalah berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen dokumen resmi meliputi buku buku teks, kamus kamus hukum, dan jurnal jurnal hukum. 3. Sumber bahan hukum tersier adalah merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah ensiklopediam indeks kumulatif dan seterusnya Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Untuk menunjang penelitian penulisan skripsi ini, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi dokumentasi yang difokuskan terhadap bahan bahan hukum primer maupun bahan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan toko modern dan minuman beralkohol Teknik Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum Sebelum melakukan pengolahan dan menganalisa, mengumpulkan bahan bahan hukum yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya melalui metode deskriptif kualitatif, pengolahan data dilakukan dengan menguraikan dan menggambarkan data yang diperoleh dari hasil studi

26 26 kepustakaan dan studi ketentuan ketentuan yang mengatur toko modern dan jenis barang yang dapat diperjualbelikan termasuk minuman beralkohol, untuk selanjutnya dibahas dan disajikan secara kualitatif dalam uraian yang mendalam dan sistematis sebagai suatu karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1. Pengertian Toko Modern Pembangunan nasional di bidang ekonomi disusun dan dilaksanakan untuk memajukan kesejahteraan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat meningkat, dengan banyaknya pelaku pelaku usaha yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat meningkat, dengan banyaknya pelaku pelaku usaha yang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi negara Republik Indonesia pada dasawarsa terakhir mengalami kemajuan yang sangat meningkat, dengan banyaknya pelaku pelaku usaha yang tumbuh

Lebih terperinci

PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN A BAGI PELAKU USAHA TOKO MODERN MINIMARKET

PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN A BAGI PELAKU USAHA TOKO MODERN MINIMARKET PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN A BAGI PELAKU USAHA TOKO MODERN MINIMARKET Oleh A.A. Ngr. Yadnya Wirya R. P. Gede Marhaendra Wija Atmaja Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA Ritel Waralaba berdampingan dengan Warung Tradisional (Jl.Bung Km.11 Tamalanrea-Makassar) Drs. HARRY KATUUK, SH, M.Si dan AGNES SUTARNIO, SH, MH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Tradisional sebagai lokasi perdagangan merupakan salah satu pilar perekonomian. Melalui berbagai fungsi dan peran strategis yang dimiliki, pasar tradisional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu penelitian hukum dengan mengkaji bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN, PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Era reformasi telah dimulai sejak tahun 1998 yang lalu. Latar belakang lahirnya era

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBINAAN PASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat berlomba lomba untuk mendapatkan kehidupan yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat berlomba lomba untuk mendapatkan kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan infraksturktur dan sumber daya manusia untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik materiil maupun spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan. Dalam kegiatan perdagangan ini diharapkan menimbulkan keseimbangan hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya dalam bidang perekonomian suatu negara dapat dibuktikan dengan banyaknya pelaku usaha dalam negeri

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) KEPADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 8 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama sama dengan manusia lain. Atau dengan kata lain manusia tidak dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat. Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tertulis suatu makna, bahwa Negara Republik Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DARI KEBERADAAN MINIMARKET 2.1 Perlindungan Hukum Dan Perizinan 2.1.1 Perlindungan Hukum Menurut Satjipto Raharjo, Teori perlindungan hukum bahwa hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya di bidang perindustrian, khususnya dalam perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi produk barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 64 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha perdagangan dapat dilakukan dengan perseorangan maupun persekutuan. Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil, serta melalui sistem

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 1

III.METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 1 43 III.METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN

Lebih terperinci

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolak ukur kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat beberapa bentuk badan usaha. Badan usaha sendiri dapat didefinisikan kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN Hasil PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 28 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia yang mengandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia yang mengandung cita-cita luhur dan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam menjalankan perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 831 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN, TOKO MODERN, DAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk juga metode dalam sebuah penelitian. Menurut Peter R. Senn, 1 metode merupakan suatu prosedur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan hukum selalu berhubungan dengan keberadaan manusia oleh sebab itu dikenal istilah ubi societas ibi ius yang artinya dimana ada manusia,disitu ada hukum. Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan era globalisasi yang semakin pesat, maka pertumbuhan ekonomi juga semakin meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya usaha baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah, karena koperasi merupakan sebagian dari tata perekonomian masyarakat Indonesia. Undang-undang

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGELOLAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM 1 2 3 UU NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN PERMENDAG NO.07 TH 2017 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan salah satu kegiatan perdagangan yang tidak bisa terlepas dari kegiatan sehari-hari manusia. Semakin pesatnya perkembangan penduduk maka semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keinginan manusia untuk tampil cantik dan sempurna khususnya wanita merupakan suatu hal yang wajar. Untuk mencapai tujuannya, banyak wanita yang menghabiskan uangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci