BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan alat pembayaran sangat cepat dan maju. Pada zaman dahulu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan alat pembayaran sangat cepat dan maju. Pada zaman dahulu"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan alat pembayaran sangat cepat dan maju. Pada zaman dahulu dikenal suatu sistem pembayaran yang disebut sistem barter (pertukaran). Baik antara barang dengan barang maupun barang dengan jasa atau sebaliknya. Namun akhirnya cara bertransaksi dengan sistem ini mengalami jalan buntu karena tidak ada kepastian tentang standar dalam sistem barter, dan untuk itu diperlukan kepastian nilai tukar dengan menciptakan satuan nilai tukar yang disebut uang. Untuk tahap berikutnya diciptakanlah cara transaksi lain dengan mempergunakan uang sebagai alat tukar yaitu kartu kredit. Saat ini, uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat khususnya transaksi dalam jumlah yang kecil. Namun penggunaan uang mempunyai kendala dalam efisiensi waktu pembayaran serta ketidakpraktisan mobilitas uang dalam jumlah yang besar. Selain itu mempergunakan uang untuk keperluan transaksi dalam jumlah besar, dalam segi keamanan berisiko tinggi untuk pembawa uang dari perbuatan orang-orang jahat, seperti pencurian, perampokan, dan pemalsuan uang. Mengingat semakin besar kualitas maupun kuantitas tindak kriminal pada zaman sekarang. Akibatnya, kegiatan penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran mulai berkurang. Diperlukan alternatif penggunaan alat tukar yang praktis, efisien dan aman. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan

2 2 terjadinya perubahan gaya hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Teknologi telah mampu mengubah pola pikir masyarakat dan ditemukanlah cara baru untuk mengadakan transaksi dengan banyak kelebihan yang dimilikinya. Menurut Dahlan Siamat keuntungan-keuntungan yang didapat pemegang kartu kredit dari penggunaan kartu kredit adalah, lebih aman dan praktis, karena tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar; keluasan, karena kartu kredit telah diterima sebagai alat pembayaran di seluruh kota di seluruh dunia; sistem pembayaran yang fleksibel; pembayaran atas tagihan dapat diangsur (credit card) atau beberapa waktu (charge card); program merchandising, yaitu kesempatan membeli barang-barang dengan mengangsur tanpa bunga; bantuan-bantuan perjalanan terutama ke luar negeri, misalnya referensi, dokter, rumah sakit, dan bantuan hukum; purchase protection plan, yaitu asuransi perlindungan pembelian barang yang diberikan secara otomatis. 1 Dengan segala kelebihan tersebut cara-cara transaksi pembayaran konvensional kini mulai ditinggalkan dan masyarakat menggantikannya dengan cara-cara yang lebih praktis dan lebih efisien yaitu salah satunya adalah kartu kredit. Yang mana kartu kredit saat ini adalah salah satu kebutuhan masyarakat modern sebagai alat pembayaran tunai. Kartu kredit merupakan sejenis kartu yang dibuat dari plastik dengan ukuran standar tertentu dan berisikan data nomor kartu kredit yang terekam dalam magnetic stripe pada bagian belakang kartu. Pada bagian depan kartu terdapat nama dan nomor pemegang kartu kredit yang dicetak timbul, juga terdapat tanggal masa berlaku 1 Dahlan Siamat, 2001, Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Ketiga, Fakultas Ekonomi Indonesia, Jakarta, h. 415

3 3 kartu kredit tersebut. Nomor pemegang kartu kredit biasanya terdiri dari digit dan unik untuk setiap bank dan pemegang kartu kredit. 2 Cikal bakal kartu kredit berawal dari Diners Club. Di tahun 1949 seorang pengusaha bernama Frank McNamara secara tidak sengaja ketinggalan dompet setelah acara makan malam di sebuah restoran terkenal. Saat tagihan datang, Frank McNamara baru sadar bahwa dompetnya tertinggal. Akibat kejadian ini Frank McNamara mulai mencari solusi pengganti uang tunai atau dompet yang sering tertinggal. Tahun 1950, Frank McNamara dengan rekannya Ralph Schneider kembali ke restoran tersebut dan menggunakan sebuah kartu pembayaran yang unik. Yang mana ini adalah cikal bakal kartu kredit yang dikenal hingga saat ini. Bermula dari Diners Club yang saat itu adalah jenis kartu "charge card". 3 Kartu "charge" adalah kartu kredit dalam arti konsumen bisa menunda pembayaran pada saat bertransaksi atau berbelanja di toko. Pihak Bank yang akan membayar terlebih dulu kepada toko. Jumlah pengeluaran tidak dibatasi dan di bulan berikutnya bank yang menagih ke konsumen dan konsumen wajib membayar penuh (full). Sejak saat itu (1951) penggunaan kartu Diners Club begitu terkenal di Amerika dan pada tahun yang bersamaan ditemukanlah bahan pembuat kartu dengan bahan dasar plastik yang membuatnya semakin terkenal. Sebab waktu dulu kartu masih menggunakan bahan dasar kertas. Sedikit berbeda dengan kartu kredit yang kita kenal sekarang. Dana yang bisa pemegang kartu kredit gunakan untuk 2 Johannes Ibrahim, 2004, Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, PT. Refika Aditama, Bandung, h Sigit Triandaru dan Totok Budisanto, 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi 2, Jakarta, h. 256

4 4 menarik uang tunai maupun berbelanja terbatas pada limit kredit yang disetujui. Kelebihan dari kartu kredit ini, pemegang kartu kredit tidak harus membayar penuh (full) jumlah tagihan yang jatuh tempo. Pemegang kartu kredit boleh mengangsur atau menyicil dengan jumlah minimal tertentu, sisanya termasuk bunga akan ditagihkan kepada nasabah pada bulan berikutnya. Bentuk kemudahan seperti inilah yang membuat kartu kredit sangat digemari oleh masyarakat. Pemakaian kartu kredit semakin berkembang melalui perluasan yang dilakukan oleh Bank of America dengan perjanjian lisensi kepada bank-bank lain di seluruh dunia. Kartu ini kemudian menjadi Visa Card, dan tahun 1966 terbit pula Master Card. 4 Kehadiran kartu kredit di Indonesia diawali oleh Citibank, bank asing terlama yang beroperasi di Indonesia, yaitu sejak Bank Central Asia lalu menyusul menerbitkan kartu kredit untuk penggunaan internal nasabah dan Bank Duta menjadi bank lokal pertama yang bekerja sama dengan prinsipal internasional menerbitkan kartu kredit. Prinsipal kartu kredit yang masuk ke Indonesia adalah Visa, Master, American Express (Amex), Dinners Club International, dan Japan Credit Bureau (JCB). Melalui jaringan prinsipal itu, kartu kredit yang dikeluarkan bank bisa dipakai sebagai alat pembayaran di hampir semua belahan dunia. Sekitar 90 persen kartu kredit yang diterbitkan bank di Indonesia bekerja sama dengan Visa dan Master Card. Saat ini pemakaian kartu kredit sebagai alat pembayaran tunai sudah semakin luas oleh masyarakat Indonesia karena masyarakat merasakan manfaat kartu kredit yaitu kepraktisan, rasa nyaman dan aman yang ditimbulkan. Walaupun 4 Ibid

5 5 keberadaan kartu kredit tidak dimaksudkan untuk menghapus secara keseluruhan sistem pembayaran yang menggunakan uang tunai ataupun cek, namun untuk kegiatan pembayaran yang jumlah pembayaran tingkat menengah maka keberadaan kartu kredit sesungguhnya dapat menggeser peranan uang tunai maupun cek. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dalam pasal 1 angka 4, dijelaskan bahwa kartu kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu kredit dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu kredit berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran. Berbagai jenis kartu kredit dikeluarkan bank-bank di Indonesia, maka keberadaan bank pada saat ini sangat mengambil peranan dalam menerbitkan kartu kredit sebab ini adalah salah satu bentuk pelayanan dari bank itu sendiri untuk para nasabahnya. Penerbitan kartu diawali dengan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit antara bank penerbit dengan nasabah yang mana perjanjian penerbitan kartu kredit ini adalah sebagai perjanjian baku (standar), menurut Mariam Darius Badruzaman perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam

6 6 bentuk formulir. 5 Pihak bank menyodorkan formulir kepada nasabahnya dan persetujuan nasabah atas segala syarat dan akibat hukum yang dapat muncul berkaitan dengan penggunaan kartu kredit. Berdasarkan permohonan calon pemegang kartu kredit (cardholder) yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan, nasabah akan menerima kartu untuk membayar iuran tahunan menurut ketentuan bank sebagai penerbit (issuer). Nasabah kemudian dapat menggunakan kartunya untuk transaksi pada pihak yang menerima pembayaran melalui kartu tersebut (merchant). 6 Pengguna kartu kredit disebut nasabah bank. Pasal 1 angka 18 Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa nasabah adalah orang yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan bank yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Bank dan nasabah saling terikat antara satu sama lainnya, yang ditegaskan di dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Selain itu, para pihak juga harus saling mematuhi dan melaksanakan perjanjian yang dibuat dengan baik sesuai dengan apa yang telah diperjuangkan sebelumnya. Perjanjian yang telah dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat perjanjian tersebut, seperti apa yang dimuat didalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Namun perlu diingat 5 Mariam Darus Badrulzaman, 1990, Perjanjian Baku (Standar) Perkembangannya di Indonesia, Alumni, Bandung, h Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Adtya Bakti, Bandung, h. 130

7 7 bahwa tidak setiap pelaksanaan perjanjian yang dibuat selalu seperti apa yang telah diperjanjikan sebelumnya. Penyebabnya adalah adanya salah satu pihak yang melakukan wanprestasi atau cidera janji. Maka hendaknya sebelum membuat perjanjian harus mengetahui terlebih dahulu syarat-syarat sahnya perjanjian. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Pasal 1320 mengatur syaratsyarat tersebut, yaitu: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang tidak terlarang. Syarat pertama adalah sepakat. Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. 7 Kesepakatan dalam penerbitan kartu kredit dilakukan oleh pemohon dengan mengisi dan menanda-tangani aplikasi atau permohonan penerbitan kartu kredit di bank yang bersangkutan. Apabila pemohon dinilai layak maka bank akan menerbitkan kartu kredit. Pemberitahuan pihak bank yang diterima oleh pemohon merupakan kesepakatan yang terjadi di antara kedua belah pihak. Syarat kedua adalah kecakapan. Unsur kecakapan dalam penerbitan kartu kredit pada dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Pada dasarnya yang paling pokok dan mendasar adalah masalah kecakapan untuk bertindak. Setelah seseorang dinyatakan cakap untuk dan 7 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2014, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, h. 95

8 8 atas namanya sendiri, baru kemudian dicari tahu apakah orang-perorangan yang cakap bertindak dalam hukum tersebut juga berwenang untuk melakukan perbuatan hukum tersebut, juga berwenang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu. 8 Berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Pasal 1330 ayat (1) menentukan bahwa seseorang baru dikatakan dewasa jika ia: telah berumur 21 tahun; telah menikah, termasuk mereka yang belum berusia 21 tahun tetapi telah menikah. Syarat ketiga adalah suatu hal tertentu. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) menjelaskan maksud hal tertuntu dengan memberikan rumusan dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal Pasal 1332 berbunyi sebagai berikut: Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian Pada dasarnya menegaskan bahwa yang dapat menjadi objek dalam perikatan adalah kebendaan yang termasuk dalam lapangan harta kekayaan. Pasal 1333 yang berbunyi sebagai berikut: Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok pernjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tertentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung Secara sepintas dengan rumusan pokok-pokok perjanjian berupa barang yang telah ditentukan jenisnya tersebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 8 Ibid, h. 127

9 9 (Burgerlijk Wetboek) hanya menekankan pada perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu. Namun demikian rumusan tersebut hendak memberikan penegasan bahwa apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu pasti melibatkan keberadaan atua eksistensi dari suatu kebendaan tertentu. 9 Pasal 1334 mengatur mengenai perjanjian yang melahirkan perikatan bersyarat, yang berbunyi sebagai berikut: Kebendaan yang baru saja akan ada di kemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu hal yang mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yan gmenjadi pokok perjanjian itu; dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal-Pasal 169, 176, dan 178. Maka kesimpulan yang didapat dari ketiga Pasal tersebut adalah, suatu hal tertentu merupakan objek perjanjian harus berupa suatu hal atau suatu barang atau benda yang dapat ditentukan jenisnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa objek dari penerbitan kartu kredit tidak dikategorikan barang tetapi suatu hal, berupa jasa yang mana dalam konteks penerbitan kartu kredit adalah fasilitas kredit dari pengguna kartu kredit berupa fasilitas pinjaman yang diberikan kepada pemegang kartu kredit. 10 Syarat keempat adalah suatu sebab yang halal, hal ini diatur dalam Pasal 9 Ibid, h Johannes Ibrahim, Op. cit., h. 47

10 sampai dengan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Pasal 1335 yang berbunyi sebagai berikut: Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Dijelaskan bahwa yang disebut sebab yang halal adalah: Bukan tanpa sebab; Bukan sebab yang palsu; Bukan sebab yang terlarang. Pasal 1336 yang berbunyi: Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, perjanjiannya namun demikian adalah sah. Dari rumusan Pasal 1336 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) di atas dapat dilihat bahwa pada dasarnya Undang-Undang tidak pernah mempersoalkan apakah yang menjadi alasan atau dasar dibentuknya suatu perjanjian tertentu, yang ada diantara para pihak. Mungkin saja perjanjian dibuat berdasarkan alasan yang tidak mutlak sama antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. 11 Dengan membarasi rumusan mengenai sebab yang halal menjadi sebab yang tidak terlarang, Pasal 1337 menyatakan bahwa: Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Dalam rumusan yang demikian pun sesungguhnya Undang-Undang tidak 11 Kartika Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit., h. 162

11 11 memberikan batasan mengenai makna sebab yang tidak dilarang. Dan Undang- Undang juga tidak menjelaskan bagaimana alasan atau sebab yang menjadi dasar pembentukan suatu perjanjian dapat digali atau ditetapkan hingga benar bahwa sebab itu adalah terlarang. 12 Ke empat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam: dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif). Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak terlarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari ke empat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif, maupun batal demi hukum dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari pejanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya. 13 Terpenuhinya syarat-syarat sah perjanjian diatas maka pihak penerbit kartu kredit dapat menerbitkan kartu kredit untuk calon pengguna kartu kredit. 12 Kartika Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit., h Kartika Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit., h. 94

12 12 Pemakaian kartu kredit menunjukkan jumlah transaksi yang meningkat dalam kegiatan transaksi perdagangan atau transaksi pembelian barang dan jasa di Indonesia. Hal ini dapat dimungkinkan terjadinya masalah-masalah pada penggunaan kartu kredit di antara para pihak yang terlibat. Adapun yang menjadi kewajiban pemegang kartu kredit adalah membayarkan uang pangkal, uang tahunan, biaya administrasi, bunga, dan denda kepada bank penerbit; mematuhi batas maksimum pembayaran dengan menggunakan kartu kredit; menandatangani bukti transaksi yang disodorkan oleh penjual; membayar kembali harga pembelian sesuai dengan tagihan bank penerbit. Terjadinya masalah keterlambatan pembayaran tagihan kartu kredit yang selanjutnya menimbulkan kemacetan atau yang biasa disebut juga tagihan kartu kredit macet. Kartu kredit yang macet akan menimbulkan masalah bagi pemegang kartu kredit dan bagi pihak bank yang menerbitkan kartu kredit tersebut. Permasalahan yang timbul pun semakin kompleks, karena kartu kredit tidak sama dengan kredit perbankan lainnya yang memiliki perjanjian yang lebih mengikat dengan adanya unsur agunan, sehingga dalam memprosesnya kartu kredit membutuhkan perhatian yang lebih. Dalam prakteknya transaksi pembayaran dengan menggunakan kartu kredit diberikan oleh bank dengan sangat mudah bahkan tanpa melakukan studi lapangan atas kondisi calon pengguna kartu kredit. Sehingga besar kemungkinannya melakukan wanprestasi apabila tidak digunakan dengan bijak yang mana akan menimbulkan masalah bagi pemegang kartu kredit. Kartu kredit yang mengalami masalah disebabkan oleh tidak dipenuhinya kewajiban oleh pemegang kartu kredit, pihak bank selaku penerbit kartu kredit akan melakukan langkah-langkah penyelesaian

13 13 dari masalah tersebut. Atas dasar hal diatas yang mendorong penulis untuk menulis skripsi dengan judul PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT AKIBAT PEMEGANG KARTU KREDIT TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO) TBK CABANG SINGARAJA SEBAGAI BANK PENERBIT 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah terurai sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap tagihan yang timbul akibat tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja? 2. Bagaimana upaya penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Agar lebih terarahnya tulisan ini, sekiranya perlu diadakan pembatasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk membatasi pembahasan agar tidak ada penyimpangan dari permasalahan yang dikemukakan. Maka pokok pembahasan disini adalah mengenai penyelesaian wanprestasi atau cidera janji yang dilakukan nasabah sebagai pemegang kartu kredit dalam pembayaran tagihan kartu kredit yang menyebabkan kemacetan atau yang biasa disebut juga tagihan

14 14 kartu kredit macet. 1.4 Orisinalitas Penelitian Penelitian yang saya dapat temukan sejenis adalah yang berjudul Upaya Penyelesaian Terhadap Pelanggaran Perjanjian Kartu kredit penelitian tersebut dibuat pada tahun 2013 dan pada pembahasannya hanya sebatas penelitian hukum normatif yang mana hanya mengkaji dan menganalisis peraturan-peraturan tertulis. Sedangkan penelitian saya selain mengkaji dan menganalisis peraturan-peraturan tertulis juga menganalisis gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata dalam hal ini saya melalukan penelitian langsung pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja. Selain itu penelitian saya juga mengkaji dan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja. 1.5 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini secara umum adalah: 1) Untuk mengetahui dan mendalami ilmu hukum yang berkaitan dengan masalah wanprestasi pemegang kartu kredit kepada bank penerbit. 2) Untuk menambah dan memperdalam pengetahuan tentang hukum perdata dalam bidang hukum perjanjian khususnya mengenai kartu

15 15 kredit secara teori dan praktek yang dilaksanakan oleh pihak yang terkait didalamnya. b. Tujuan Khusus Tujuan penelitian ini secara khusus adalah : 1) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja. 2) Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana upaya penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Manfaat Teoritis 1) Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan yang jelas tentang penyelesaian tagihan kartu kredit macet khususnya dalam bidang hukum perbankan serta menambah wawasan pengetahuan Ilmu Hukum. 2) Dijadikan sumber informasi ilimiah guna melakukan pengkajian lebih lanjut dan mendalam tentang penyelesaian tagihan kartu kredit macet, terutama dalam menghadapi persoalan-persoalan yang mungkin timbul di kemudian hari.

16 16 b. Manfaat Praktis 1) Bagi kalangan praktisi dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dan berharga dalam melaksanakan tugas-tugas. 2) Bagi masyarakat luas diharapkan dengan hasil penelitian ini akan memberikan kesadaran bahwa perjanjian antara pihak bank dan pemegang kartu kredit harus dipenuhi dengan tepat waktu agar tidak ada timbulnya masalah antar kedua belah pihak. 1.7 Landasan Teoritis Perjanjian merupakan dasar hubungan hukum antara nasabah pemegang kartu kredit dengan pihak bank penerbit. Setiap perjanjian secara hukum harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak yang ditegaskan di dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Maka setiap perjanjian yang dibuat asal tidak bertentangan dengan hukum kebiasaan yang berlaku maka perjanjian yang dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam kegiatan kartu kredit akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak tersebut, dengan demikian pula, tentunya perikatan dalam buku ketiga berlaku terhadap perjanjian-perjanjian yang berkenaan dengan kartu kredit, secara mutualis-mutadis. 14 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Kitab 14 ibid, h. 301

17 17 Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengatur secara jelas tentang penggunaan kartu kredit, tetapi terdapat beberapa Undang-Undang yang memberikan landasan bagi penerbitan dan pengoperasionalan kartu kredit yaitu Kepres No.61 Tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan, Keputusan Mentri Keuangan No.1251/KMK.013/1998 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan, Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992, dan berbagai peraturan-peraturan lainnya. Dalam bisnis transaksi kartu kredit baik penggunaan maupun pengoperasionalan kartu kredit, biasanya terdapat dua pihak utama atau pokok yang saling berkaitan. Penerbit kartu kredit (issuer) yaitu pihak yang membuat, mengeluarkan, dan mengelola produk kartu plastik sebagai alat pembayaran, yang berkewajiban memelihara dan memonitor segala aktivitas nomor rekening nasabah tersebut. Biasanya berupa bank atau lembaga keuangan bukan bank (financial institution) dan pengelola penggunaan kartu kredit. Pemegang kartu kredit (cardholder) adalah nasabah atau pihak yang telah memenuhi semua persyaratan yang telah dikategorikan sehingga berhak memegang dan menggunakan kartu kredit tersebut sebagai alat pembayaran. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dihubungkan dengan 3 (tiga) teori hukum yaitu yang pertama adalah teori efektivitas hukum yaitu untuk mengetahui apakah hukum itu benar benar diterapkan atau dipatuhi oleh masyarakat maka harus dipenuhi beberapa faktor yaitu, faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat itu sendri, faktor kebudayaan. Kelima faktor tersebut

18 18 saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum itu, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas hukum. Menurut Soerjono Soekanto, efektif adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku hukum. 15 Teori yang kedua adalah kepastian hukum yang dapat dilihat dari dua sudut, yaitu kepastian dalam hukum itu sendiri dan kepastian karena hukum. Kepastian dalam hukum dimaksudkan bahwa setiap norma hukum itu harus dapat dirumuskan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda (multi-tafsir) yang akibatnya akan membawa kepada ketidakpastian hukum dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Akibatnya akan membawa perilaku patuh atau tidak patuh terhadap hukum. Sedangkan kepastian karena hukum dimaksudkan, bahwa karena hukum itu sendirilah adanya kepastian. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian. Teori yang ketiga adalah teori penyelesaian sengketa yang dapat dibagi 15 Soerjono Soekanto, 1988, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, CV. Ramadja Karya, Bandung, h. 80

19 19 menjadi dua yaitu penyelesaian melalui badan peradilan (litigasi) dan penyelesaian di luar badan peradilan (non-litigasi). Penyelesaian sengketa secara litigasi dilakukan melalui badan peradilan. Dapat dikatakan penyelesaian sengketa melalui litigasi ini sebagai penyelesaian sengketa yang memaksa salah satu pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan perantara badan peradilan. Penyelesaian sengketa melalui litigasi tentu harus mengikuti persyaratan-persyaratan dan prosedurprosedur formal di badan peradilan dan sebagai akibatnya jangka waktu untuk menyelesaikan suatu sengketa menjadi lebih lama. 16 Penyelesaian di luar badan peradilan (non-litigasi) yang telah diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 yang mengatur tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Oleh sebab itu penyelesaian sengketa di luar badan peradilan dibagi menjadi dua yaitu arbritase dan alternatif penyelesaian sengketa. Arbitrase merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar badan peradilan, dimana para pihak yang bersengketa mengangkat pihak ketiga (arbiter) untuk menyelesaikan sengketa mereka. Yang mana keberadaan arbriter harus melalui persetujuan bersama dari para pihak yang bersengketa. Persetujuan bersama menjadi penting bagi arbiter, karena keberadaannya berkait erat dengan peran arbiter dalam memberikan keputusan akhir. 17 Alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal di Indonesia pada saat ini adalah negosiasi, mediasi, konsilisasi. Negosiasi adalah salah satu strategi 16 Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Visi Media, Jakarta, h Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, h. 15

20 20 penyelesaian sengketa yang paling sederhana dan murah, dimana para pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahan mereka melalui proses musyawarah atau perundingan. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga, karena para pihak atau wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaikan sengketa mereka. Para pihak terlibat secara langsung dalam dialog dan prosesnya. 18 Tetapi kenyataannya, sering juga pihak-pihak yang bersengketa mengalami kegagalan dalam bernegosiasi karena tidak menguasai teknik bernegosiasi dengan baik. Mediasi adalah salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa di luar badan peradilan. Dijelaskan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006, maka apabila terjadi sengketa antara nasabah dengan bank, maka penyelesaian atas sengketa tersebut dapat diselesaikan dengan melalui mediasi. Pasal 1 Angka (5) mendefinisikan mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Konsiliasi pada dasarnya memiliki karakteristik yang hampir sama dengan mediasi, hanya saja peran konsiliator lebih aktif daripada mediator. Mediator berubah fungsi menjadi konsiliator. Konsiliator berwenang menyusun dan merumuskan penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator menjadi resolusi. Kesepakatan ini juga bersifat final dan mengikat para pihak. Dalam hal perjanjian kartu kredit, pemegang kartu kredit sangat besar 18 Ibid, h. 9

21 21 kemungkinannya melakukan wanprestasi apabila tidak digunakan dengan bijak yang mana akan menimbulkan masalah bagi pemegang kartu kredit. Oleh karena itu dalam hal ini, wanprestasi sangat mungkin sehubungan dengan keterbatasan dana pemegang kartu kredit. Yang mana masalah tersebut adalah keterlambatan pembayaran tagihan kartu kredit yang selanjutnya menimbulkan kemacetan atau yang biasa disebut juga tagihan kartu kredit macet. 1.8 Metode Penelitian Penulisan suatu karya tulis dalam hal ini skripsi, salah satu komponen yang menentukan bermutu tidaknya sebuah tulisan adalah metode dalam pencarian datadata yang menjadi bahan dasar dan tulisan ilmiah itu. Istilah Metedologi berasal dari kata metode yang berarti jalan ke. Metode penelitian adalah suatu tulisan atau karangan mengenai penelitian disebut ilmiah dan dipercaya kebenarannya apabila pokok-pokok pikiran yang dikemukakan disimpulkan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian yang meyakinkan, oleh karena itu dilakukan dengan cara yang obyektif dan telah melalui berbagai tes dan pengujian. 19 Namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan, yaitu: 1) Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. 2) Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan. 3) Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur Winarno Surakhmad, 1990, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik, Tarsito, Bandung, h Soerjano Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III Penerbit Universitas Indonesia, h. 87

22 22 Dengan mengacu pada uraian diatas, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Jenis Penelitian Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, yang maksudnya penelitian hukum dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lapangan, kemudian hasil pengamatan di lapangan tersebut dikonfirmasi/ dibandingkan dengan teori yang dianut untuk bidang yang diamati itu. 21 Definisi lain diberikan oleh Ronny Hanitijo yang menyatakan bahwa yuridis empiris merupakan suatu pendekatan yang mengacu pada peraturan peraturan tertulis untuk kemudian dilihat bagaimana implementasinya di lapangan. 22 Penelitian hukum dilakukan dengan memakai dasar-dasar teori hukum dan mencocokkan dengan keadaan nyata di dalam praktek hukum yang lazim dilakukan oleh para pelaku hukum. Penelitian yang didasarkan kepada teori-teori hukum, peraturan perundang-undangan dan kemudian dihubungkan dengan penerapannya dengan praktek penerapan hukum. b. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan Perundang undangan (The Statue Approach), Pendekatan Fakta (The Fact Approach), dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach). Permasalahan penelitian dikaji dengan uraian yang argumentatif 21 Winarno Surakhmad, 1970, Dasar-Dasar Teknik Research: Pengantar Penyelidikan Ilmiah, Transito, Bandung, h Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia, Jakarta, h. 116

23 23 berdasarkan perundang-undangan dan fakta yang ada di lapangan. c. Data dan Sumber Data Pada penelitian hukum yuridis empiris sumber data yang diperlukan bersifat data sekunder dan data primer. Data primer bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan. Sedangkan data sekunder bersumber dari penelitian kepustakaa. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah: 1) Data Primer didapatkan melalui penelitian langsung yang dilakukan pada obyek yang akan diteliti untuk memperoleh data yang diperlukan diperoleh dari sumber pertama. Dalam penelitian ini data diperoleh dari PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja. 2) Data sekunder diperoleh dari membaca buku literatur hukum, peraturan perundang-undangan, surat kabar, majalah-majalah hukum, yang memiliki kaitan erat dengan penelitian ini. d. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah: 1) Teknik Wawancara Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab yang bersifat sepihak, yang dilakukan secara sistematis didasarkan pada tujuan research. 23 Wawancara dilakukan terhadap sumber informasi yang telah ditentukan sebelumnya dengan berdasarkan pada pedoman wawancara sehingga 23 ibid, h. 21

24 24 diharapkan dapat memberikan gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu kredit macet dan penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja. 2) Teknik Studi Dokumen Membaca, memahami, mencatat, mengutip penjelasan data yang didasarkan pada peraturan perundang undangan, teori dan konsep dimana dengan metode ini diharapkan akan memperoleh jawaban mengenai pokok permasalahan yaitu sejauh mana faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu kredit macet dan penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja. e. Teknik Analisis Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema. Setelah data dan informasi dapat dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisa. Pengolahan dan analisa ini dilakukan secara kualitatif. Peraturan-peraturan dan literatur-literatur mengenai penyelesaian tagihan kartu kredit macet dipadukan dengan data dari informan di lapangan dianalisis secara kualitatif, dicari pemecahannya, dan kemudian dapat ditarik kesimpulan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. Banyaknya produk barang dan/atau jasa yang ditawarkan para pelaku usaha kepada masyarakat sama-sama

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT DI PT BNI (PERSERO) SURAKARTA

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT DI PT BNI (PERSERO) SURAKARTA 0 PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT DI PT BNI (PERSERO) SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Persyaratan guna Mencapai Derajat Hukum dan Ilmu Hukum pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan. Dunia perekonomian yang serba maju, secara psikologis berpengaruh pula

I. PENDAHULUAN. kemajuan. Dunia perekonomian yang serba maju, secara psikologis berpengaruh pula I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat dewasa ini memang sangat pesat dan mengagumkan. Diantaranya terlihat bahwa kebutuhan masyarakat dari hari ke hari selalu mengalami kemajuan. Dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya, perkembangan suatu bank mengalami krisis dapat diartikan. Sementara itu dalam bentuk memberikan pelayanan kepada

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya, perkembangan suatu bank mengalami krisis dapat diartikan. Sementara itu dalam bentuk memberikan pelayanan kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang membantu perkembangan ekonomi suatu negara. Tumbuhnya perkembangan bank secara baik dan sehat akan mendorong

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PENERBITAN KARTU KREDIT DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PADA BANK BNI SYARIAH CABANG PADANG Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kartu Kredit (Credit Card) Pengertian kartu kredit tidak ditemukan di dalam KUH Perdata maupun KUHD dan belum ada kata sepakat dari para ahli mengenai kartu kredit,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nopmor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mendefinisikan: Bank sebagai badan

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seperti ini dikenal dengan gaya hidup modern. Gaya hidup modern adalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup seperti ini dikenal dengan gaya hidup modern. Gaya hidup modern adalah BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini mayarakat hidup di masa yang serba praktis dan canggih, di mana semuanya dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan cenderung instan. Gaya hidup seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persetujuan yang menimbulkan perikatan di antara pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu persetujuan yang menimbulkan perikatan di antara pihak-pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu persetujuan yang menimbulkan perikatan di antara pihak-pihak yang mengikat bagi para pihak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN MELALUI MEDIASI MENURUT UU NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN 1 Oleh: Adistya Dinna 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini berbagai macam usaha dan kegiatan dapat dilakukan dalam rangka untuk memenuhi pangsa pasar di tengah-tengah masyarakat.permintaa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KARTU KREDIT DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BARANG DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERBANKAN

PENGGUNAAN KARTU KREDIT DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BARANG DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERBANKAN PENGGUNAAN KARTU KREDIT DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BARANG DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERBANKAN Disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat guna mencapai derajat sarjana hukum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB II KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN. perkembangan perdagangan, dunia perbankan juga mengalami

BAB II KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN. perkembangan perdagangan, dunia perbankan juga mengalami BAB II KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN A. Sejarah Kartu Kredit Setelah Perang Dunia II, perdagangan antar pulau berkembang sangat pesat, terutama di negara-negra Eropa dan Amerika. Sejalan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an di Amerika Serikat, pada saat itu system ini dikenal dengan nama charge-it

BAB I PENDAHULUAN an di Amerika Serikat, pada saat itu system ini dikenal dengan nama charge-it BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembayaran dengan menggunakan kartu kredit mulai dikenal pada awal tahun 1900-an di Amerika Serikat, pada saat itu system ini dikenal dengan nama charge-it dan diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini, peran perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

A. JENIS KARTU PLASTIK BERDASARKAN FUNGSINYA

A. JENIS KARTU PLASTIK BERDASARKAN FUNGSINYA msnbcmedia3.msn.com TUJUAN PENGAJARAN: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu untuk: 1. Menjelaskan pengertian kartu plastik 2. Mengidentifikasi jenis kartu plastik berdasarkan fungsinya 3.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR *

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR * PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR * Oleh Swandewi ** I Made Sarjana *** I Nyoman Darmadha **** Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL 1. Hak- hak dan kewajiban dari pembeli unit kondotel Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang dilahirkan dari perjanjian

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia itu sendiri diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

I. PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia itu sendiri diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan di Indonesia merupakan salah satu wujud dari kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Tujuan pembangunan Indonesia itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang diinginkannya di tempat-tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menunjang pembangunan nasional, pembangunan dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat. Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

BAB I PENDAHULUAN. pokok masyarakat. Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kegiatan jual beli merupakan salah satu kegiatan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan. Perbankan, dalam pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan. Perbankan, dalam pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam kemajuan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI (Study Kasus Perum Pegadaian Cabang Cokronegaran Surakarta) Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ). BAB I A. LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi di bidang transportasi yang demikian pesat,memberi dampak terhadap perdagangan otomotif, dibuktikan dengan munculnya berbagai jenis mobil baru dari berbagai merek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Hal ini ditandai dengan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Hal ini ditandai dengan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia yang menuntut BAB I PENDAHULUAN Perkembangan perekonomian dunia yang dewasa ini sedang mengalami perubahan pesat yang cukup mendasar menuju kepada sistem ekonomi global yang lebih efektif dan efisien. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG (STUDI DI WARUNG MAKAN BEBEK GORENG H. SLAMET DI KARTOSURO SUKOHARJO) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.64, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Alat Pembayaran. Kartu. Penyelenggaraan. Perizinan. Pengawasan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap interaksi antar individu maupun kelompok memiliki akibat hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua akibat hukum

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

Syarat dan ketentuan 1. Definisi Dalam syarat dan ketentuan ini, kecuali apabila konteksnya menentukan lain, istilah-istilah berikut ini memiliki arti

Syarat dan ketentuan 1. Definisi Dalam syarat dan ketentuan ini, kecuali apabila konteksnya menentukan lain, istilah-istilah berikut ini memiliki arti Syarat dan ketentuan 1. Definisi Dalam syarat dan ketentuan ini, kecuali apabila konteksnya menentukan lain, istilah-istilah berikut ini memiliki arti sebagai berikut: a. "Angsuran" adalah besar pembayaran

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Dalam perkembangan bisnis dan usaha dana merupakan salah satu sarana penting dalam rangka pembiayaan. Kalangan perbankan selama ini diandalkan sebagai satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini memaksa setiap orang untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing. Dalam melakukan

Lebih terperinci