BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak untuk mendatangi dan mendiaminya. Salah satu kawasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak untuk mendatangi dan mendiaminya. Salah satu kawasan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kejahatan transnasional, penyelundupan manusia merupakan suatu bentuk kejahatan transnasional yang terorganisasi yang potensial menimbulkan berbagai macam implikasi pada kejahatan lain. Faktor pendorong terjadinya penyelundupan manusia adalah adanya kawasan negara lain yang memperlihatkan situasi bumi dan langit. Kawasan tersebut terlihat aman, makmur dan modern sehingga menjadi kawasan incaran berbagai pihak untuk mendatangi dan mendiaminya. Salah satu kawasan tersebut adalah Australia. Timbul permasalahan bagi Indonesia ketika negeri ini menjadi jalur perlintasan sebagian besar manusia yang hendak diselundupkan tersebut. Dalam arus pergerakan manusia, pada dasarnya perpindahan yang dilakukan selalu bertujuan untuk mencari solusi dari segala permasalahan yang ditemukan di tempat asalnya. Ketika manusia merasa tidak nyaman dengan kehidupannya karena masalah-masalah seperti keamanan, ekonomi (tempat tinggal, sandang, pangan) ataupun kondisi politik, ras, agama dan ideologi di tempat tinggal sebelumnya, maka naluri untuk mendapatkan tempat yang lebih baik pun akan muncul. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sejarah mencatat bahwa perpindahan selalu didasari karena ketidaknyamanan di tempat sebelumnya.

2 Menurut Marc Rosenblum dari Universitas California, San Diego, sebagaimana yang dikutip oleh Venti Musak, dalam penelitiannya di tahun 2000 mengenai warga Mexico yang masuk ke Amerika menyatakan bahwa pada tahun 1996 ditemukan sedikitnya ada warga asing ilegal yang masuk ke wilayah Amerika. Yun Hua Liu dalam tulisannya Labour Migration of China juga menyatakan bahwa dari warga negara China yang pergi ke luar negeri untuk mencari ilmu, hingga tahun 1995 hanya yang kembali ke China. Di sisi lain Liu juga menyampaikan bahwa Indonesia menjadi target prioritas warga negara China untuk bertempat tinggal setelah keluar dari China, yang dibuktikan dengan data keberadaan orang China di Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan 1982 yaitu mencapai orang 1. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas bahwa tidak ada satupun negara yang dapat membatasi keinginan warga negaranya untuk keluar dari negaranya. Hal ini disebabkan karena mendapatkan hak hidup yang layak merupakan salah satu bagian dari Hak Asasi Manusia sehingga perbuatan melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain dianggap sebagai sebuah kegiatan yang normal. Di sisi lain yang perlu diperhatikan dalam pergerakan migrasi ini adalah bahwa setiap negara mempunyai sebuah kedaulatan bangsa yaitu sebuah kondisi dimana negara itu merupakan negara merdeka yang mempunyai aturan hukum sendiri dan juga taat pada aturan hukum internasional. Dengan keadaan yang demikian, diperlukan perlindungan bagi 1 Venti Musak, Perlunya Kriminalisasi Terhadap Kejahatan Penyelundupan Manusia di Indonesia, diakses 16 November 2014.

3 sebuah negara dari serangan pihak luar negaranya, yang salah satu caranya adalah dengan menerapkan aturan mengenai hal-hal yang menyangkut keimigrasian dengan tujuan agar tidak setiap orang dapat keluar masuk sebuah negara tanpa izin. Apabila hal itu dilanggar maka orang akan dikenai sanksi oleh negara yang bersangkutan dengan berbagai tuduhan, seperti pelanggaran keimigrasian, atau tindak pidana penyelundupan manusia. Bentuk tindak pidana lain dapat saja muncul seiring dengan pembiaran praktik penyelundupan manusia. Tindak pidana lain tersebut seperti tindak pidana konvensional (penipuan, pemerkosaan, pembunuhan dan pencurian), perdagangan orang, pencucian uang, narkotika, perdagangan senjata gelap, tindak pidana di bidang perbankan, prostitusi dan tidak menutup kemungkinan adanya tindak pidana terorisme. Penyelundupan manusia yang dibahas dalam kajian ini adalah sesuai dengan pemahaman PBB 2 mengenai kegiatan perpindahan manusia ke negara lain dengan kesadarannya sendiri karena berbagai alasan dan dibantu oleh kelompok-kelompok yang mencari keuntungan. Indonesia adalah negara yang sering digunakan oleh para pelaku penyelundupan manusia untuk masuk ke Australia. Fenomena penyelundupan manusia ini menjadi penting bagi Indonesia karena letak geografis Indonesia yang berdekatan dengan Australia dan Malaysia dengan akses keluar masuk yang luas sehingga tidak terpantau secara keseluruhan, menjadikan Indonesia sebagai negara yang 2 Sesuai isi protokol Menentang Penyelundupan melalui Darat, Laut dan Udara, pada Pasal 3 Konvensi Palermo Tahun 2000, The procurement, in order to obtain, directly or indirectly, a financial or other material benefit, of the ilegal entry or a person into a State Party of which the person is not national or a permanent resident.

4 dijadikan tempat transit dan titik tolak pergerakan para pelaku penyelundupan manusia. Terkait titik-titik kedatangan manusia-manusia yang diselundupkan itu, khususnya yang datang dari laut, berbagai pelabuhan resmi maupun tidak resmi di seluruh Indonesia telah dipergunakan sebagai tempat berlabuh. Semakin lama, semakin banyak lokasi pendaratan yang baru dan tak terduga. Demikian pula lokasi keberangkatan juga hampir selalu baru atau bergantiganti. Sebaliknya, bagi yang mempergunakan bandara udara, maka berbagai bandara besar di Indonesia, termasuk Bandara Internasional Soekarno-Hatta, cukup sering dipergunakan oleh imigran untuk masuk ke negeri ini sebelum berpindah ke negara yang lain. Seperti dalam perkara yang terdakwanya Muhammad Khodaei Bin Ayatollah alias Baitullah Moostafavi, orang yang diselundupkan yaitu Mohammad Shafie Bin Heidar (imigran asal Iran) masuk Indonesia tanggal 3 Juli 2013 dengan menggunakan paspor Iran nomor passpor J dan visa on arrival (VOA). Selanjutnya oleh terdakwa ditempatkan di Villa Cisarua Bogor kemudian pada tanggal 21 Agustus 2013 terdakwa membawa imigran tersebut ke Villa Pantai Samboang selama 2 minggu lalu pada tanggal 22 Agustus 2013 imigran tersebut didatangi saudara Reza untuk dibawa ke Makassar di Hotel Darma Nusantara I, yang rencananya akan diberangkatkan ke Australia 3. Dalam kaitan itu, konteks modus operandi kemudian berperanan. Ada yang sengaja datang dengan tidak membawa selembar dokumen pun. Ada pula 3 Muhammad Randi Ramli, 2014, Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Imigran, Skripsi, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, hlm. 53.

5 yang mendarat seraya mengaku berstatus sebagai pengungsi atau pencari suaka. Tak kurang pula yang datang dengan paspor palsu. Ada pula yang datang dengan paspor resmi karena memang menjadikan Indonesia sebagai batu loncatan sebelum hijrah ke negara lain. Penyelundupan manusia umumnya dapat terjadi dengan persetujuan dari orang atau kelompok yang berkeinginan untuk diselundupkan, dan alasan yang paling umum adalah peluang untuk mendapatkan pekerjaan atau memperbaiki status ekonomi, harapan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik bagi diri sendiri atau keluarga dan juga untuk pergi menghindari konflik yang terjadi di negara asal 4. Penyelundupan manusia (People smuggling) dan imigran gelap merupakan suatu tindak pidana yang saling kait mengait. Kegiatan tersebut dapat terjadi jika salah satunya dapat direalisasikan, dalam artian imigran gelap akan berhasil dengan adanya persekongkolan dari agen-agen penyelundup, dan penyelundup orang mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah imigran gelap 5. Berdasarkan segi legalitas, disamping fenomena yang ada, ratifikasi pemerintah atas protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Menentang Penyelundupan Manusia Baik dari Laut, Darat dan Udara, Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 dimana Pemerintah berkewajiban untuk menjadikan 4 Sam Fernando, 2013, Politik Hukum Pemerintah (Direktorat Jenderal Imigrasi) dalam Menanggulangi Masalah Penyelundupan Manusia, Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. hlm Kadarudin, People Smugling Dalam Perspektif Hukum Internasional dan Penegakan Hukumnya Di Indonesia, Jurnal Perpustakaan, Informasi dan Komputer Jupiter, Volume XII Nomor 2 Edisi Juni 2013, UPT. Perpustakaan Universitas Hasanuddin. hlm

6 penyelundupan manusia sebagai sebuah tindak pidana, maka Pemerintah melakukan revisi atas Undang-Undang Imigrasi Nomor 9 Tahun 1992 dengan menerbitkan Undang-Undang Imigrasi Nomor 6 Tahun 2011 dimana terdapat bagian khusus mengenai penanganan penyelundupan manusia oleh jajaran imigrasi dan kepolisian. Hal ini merupakan perkembangan signifikan dibandingkan dengan Undang-Undang Imigrasi Nomor 9 Tahun 1992 dimana penyelundupan manusia belum bisa dikatakan sebagai sebuah tindak pidana, sehingga penanganannya hanya menggunakan pasal-pasal terkait yang ada di Undang-Undang Keimigrasian. Salah satu kasus penyelundupan manusia di Indonesia terjadi pada tanggal 23 September 2015, sebanyak 18 orang WNA yang diduga merupakan imigran gelap dari Bangladesh, India dan Pakistan ditemukan terdampar di perairan laut Cianjur tepatnya di wilayah Cidaun. Saat diamankan oleh pihak kepolisian setempat, juga ditangkap tiga orang WNI asal Makassar yang diketahui bertugas sebagai nakhoda dan anak buah kapal (ABK) yang akan menyeberangkan mereka ke Pulau Chrismast, Australia 6. Kasus lainnya terjadi pada bulan November 2014, 14 (empat belas) orang imigran asal Afganistan masuk ke Indonesia berbekal surat keterangan pencari suaka dari UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), mereka menuju Australia melalui jalur Afganistan-India-Malaysia- 6 Aditya A. Rohman, Kantor Imigrasi Selidiki Keterlibatan Dua WNA Pakistan, diakses 20 Februari 2016.

7 Indonesia 7. Dari Malaysia para imigran tersebut menyebrang ke Indonesia menggunakan perahu kayu dan speed boat melalui pelabuhan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Perjalanan lalu diteruskan menuju Jakarta dan Cisarua, Bogor. Di kawasan puncak itulah mereka mengontrak rumah milik seorang warga desa Citeko, Cisarua, yang dibayar secara patungan. Rumah tersebut berkapasitas 5-6 orang, dan para imigran tersebut tak memiliki kartu identitas dari Imigrasi Indonesia. Dalam proses selanjutnya, melalui seorang calo, para imigran diarahkan terbang ke Balikpapan dengan membayar Rp 1 (satu) juta; belum termasuk biaya tiket pesawat dan taksi. Kedatangannya ke Balikpapan secara terpisah, orang. Para imigran tersebut dipastikan cuma angguk kepala karena tidak tahu peta dan buta mekanismenya. Begitu sampai di Balikpapan, para pencari suaka itu terkejut karena tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh si calo. Semula para imigran dijanjikan akan diserahkan langsung ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudemin) Balikpapan tapi nyatanya para imigran ditampung di Kantor Imigrasi setempat untuk diidentifikasi lebih mendalam statusnya. Masalahnya lagi, bagi imigran itu, untuk memindahkan diri mereka ke Rudenim harus melalui persetujuan Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Kasus lain terjadi pada Mei Empat orang imigran gelap masuk ke Indonesia yang terdiri dari dua orang laki-laki dan satu orang perempuan asal Somalia serta satu orang laki-laki warga negara Sudan 7 Alfi Rahmadi, Surga Sindikat Penyelundupan Manusia, diakses 20 Februari Ibid. 8. Sebelum tiba ke Indonesia melalui pelabuhan Tanjungbalai, Sumatera Utara, para imigran

8 tersebut dijanjikan oleh kelompok penyelundup akan dipekerjakan di Australia, dengan membayar US$ per kepala. Sebelum sampai ke negara tujuan, penyelundup itu menginapkan para imigran terlebih dulu di salah satu hotel di Medan. Namun demikian, begitu para imigran tersebut bangun di pagi hari, penyelundup yang sudah dibayar itu raib. Para imigran kemudian mengadu ke unit kriminal umum Kepolisian Daerah Sumut hingga diserahkan ke Kantor Imigrasi setempat untuk diamankan dan diproses lebih lanjut. Persatuan dan kesatuan bangsa dalam hal ini memang dipertaruhkan. Hadirnya ribuan orang yang berstatus tidak jelas di negeri ini bisa menimbulkan berbagai masalah, mulai dari masalah individual (misalnya perkawinan tidak sah, atau hubungan perdata yang lemah) hingga masalah komunitas (konflik antara penduduk dan kelompok migran, atau antara kelompok migran melawan petugas). Belum lagi apabila ada di antara para migran tersebut yang memiliki motivasi ingin mengacaukan negeri ini dengan kemampuan persenjataan maupun teknik berperang yang dimiliki. Ahli sosiologi hukum, Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum. Proses penegakan hukum menjangkau pula sampai kepada pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan. Dalam

9 kenyataan, proses penegakan hukum memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum 9. Dengan demikian peraturan hukum yang dibuat itu dimaksudkan untuk mengatur ketertiban dalam masyarakat sehingga menimbulkan kenyamanan hidup bermasyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, orang yang diselundupkan disebut sebagai korban dan tidak dapat dikenakan tindak pidana keimigrasian seperti yang tercantum dalam Pasal 113, 119, 122 dan 123 huruf b karena memang keberadaannya yang dilindungi sesuai dengan Protokol Menentang Kejahatan Penyelundupan Manusia Melalui Darat, Laut, maupun Udara mendukung Konvensi Melawan Kejahatan Transnasional Terorganisir, yang telah diratifikasi oleh Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 yang salah satu dari pasalnya di butir 6 protokol menyatakan bahwa migran tidak dikenai tanggung jawab pidana. Dengan demikian, walaupun secara normatif imigran melanggar keberadaan Pasal 113, 119, 122 dan 123 huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian namun pidana untuk pasal-pasal tersebut tidak dapat dikenakan kepada imigran. Tidak dapat dipidananya orang yang diselundupkan ini menjadi celah bagi imigran untuk masuk ke wilayah Indonesia tanpa membawa surat-surat yang resmi atau surat-surat yang dipalsukan dengan dalih untuk mencari suaka dan sebagai pengungsi, sehingga dapat terbebas dari jeratan pidana. 9 Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 24.

10 Dalam asas Legalitas yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP dirumuskan di dalam bahasa Latin : Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali yang dapat disalin ke dalam bahasa Indonesia kata demi kata dengan : tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya 10. Indonesia nampak bersikap ambigu atau mendua terkait kedatangan para imigran ilegal tersebut (maksudnya antara menolak atau menerima implikasi akibat kedatangan para imigran ilegal tersebut). Jika menolak, dikhawatirkan akan dianggap sebagai tidak berperikemanusiaan, namun jika menerima, maka harus menanggung social cost atau ongkos sosialnya. Kelompok penyelundup yang merupakan spesialis pelaku kejahatan terorganisasi dengan cerdik membuat Indonesia terpojok melalui gelombang manusia yang dikirimkannya 11 Pada hakikatnya, hukum itu mempunyai unsur-unsur antara lain peraturan perundang-undangan, traktat, hukum adat dan doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak saling bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, bahasa yang dipergunakan harus jelas, sederhana, dan tepat karena isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena perundang-undangan itu.. Berdasarkan kasus-kasus penyelundupan manusia yang terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa begitu mudahnya warga negara lain masuk 10 Andi Hamzah, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm Adrianus Meliala, 2011, Tinjauan Kritis Terhadap Penyelundupan Manusia di Indonesia dan Berbagai Dampaknya, Departemen Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 126.

11 ke wilayah Indonesia tanpa memiliki surat yang sah (ilegal). Penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia juga dinilai masih lemah karena aturan yang berlaku di Indonesia belum secara tegas dapat menindak obyek penyelundupan manusia yang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 disebut sebagai korban dan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 orang yang diselundupkan tidak dapat dipidana walaupun sesungguhnya tindakan yang dilakukan oleh orang yang diselundupkan dapat dipidana. Dengan lemahnya aturan yang mengatur tentang tindak pidana penyelundupan manusia mengakibatkan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga kepolisian, kejaksaan dan pengadilan menjadi tidak maksimal. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaturan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia dan bagaimana putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia serta bagaimana seharusnya pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang (ius constituendum). Berdasarkan dari hal-hal yang diteliti tersebut peneliti menuangkan tulisan ini dengan judul Analisis Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Manusia.

12 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas permasalahan yang diteliti dalam penulisan yang berjudul ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN MANUSIA adalah: 1. Bagaimanakah pengaturan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia? 2. Bagaimanakah putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia? 3. Bagaimanakah seharusnya pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang (ius constituendum)? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian dari penulisan tesis ini adalah : 1. Menelisik pengaturan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, sehingga dapat mengetahui pengaturan apa saja yang diatur dalam perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana penyelundupan manusia serta proses penegakan hukum yang diatur yang meliputi penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 2. Menganalisis putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, sehingga dapat mengetahui dasar pertimbangan apa saja yang diambil oleh hakim dalam mengambil putusannya.

13 3. Mengkaji pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang, sehingga dapat menangani tindak pidana penyelundupan manusia lebih baik ke depannya. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini yaitu : 1. Kegunaan Akademis Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pidana. Penelitian ini juga diharapkan memiliki kegunaan akademis yaitu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pidana khususnya dalam bidang kejahatan transnasional. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan praktis yaitu dapat mengkontribusikan ilmu khususnya bagi aparat penegak hukum seperti penyidik, penuntut umum, hakim terkait dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap perkara tindak pidana penyelundupan manusia, bagi penuntut umum dalam melakukan penuntutan terhadap perkara tindak pidana penyelundupan manusia dan bagi hakim dalam melakukan pemeriksaan di persidangan dan mengambil putusan dalam perkara tindak pidana penyelundupan manusia. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan

14 kontribusi pengaturan yang seharusnya (ius constituendum) mengenai tindak pidana penyelundupan manusia di masa yang akan datang. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada maupun internet, penulis menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, yaitu : 1. Tesis yang ditulis oleh Sam Fernando dengan judul Politik Hukum Pemerintah (Direktorat Jenderal Imigrasi) dalam Menanggulangi Masalah Penyelundupan Manusia 12. Adapun masalah yang diangkat adalah : a. Bagaimana politik hukum Pemerintah di Indonesia (Direktorat Imigrasi) dalam menanggulangi masalah penyelundupan manusia (people smuggling)? b. Bagaimana aturan yang mengatur mengenai penyelundupan manusia di Indonesia? Kesimpulan Peneliti mengungkapkan bahwa usaha dari Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi masalah penyelundupan manusia yaitu berupa penetapan peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI UM Tahun 2010 tanggal 17 September 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal, namun usaha ini baru berupa penanganan 12 Sam Fernando, Op.Cit., hlm.5.

15 imigran ilegal dengan ketentuan keimigrasian belum secara khusus tentang tindak pidana penyelundupan manusia. Hal yang membedakan antara penelitian tersebut dengan yang peneliti lakukan adalah bahwa dalam penelitian tersebut membahas politik hukum pemerintah di Indonesia dalam menanggulangi masalah penyelundupan manusia dan aturan yang mengatur penyelundupan manusia di Indonesia namun tidak menganalisis putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia. Penelitian tersebut juga tidak mengkaji bagaimana prospek pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang. 2. Tesis yang ditulis oleh Fransisca dengan judul Analisis Yuridis Pembuktian Perkara Tindak Pidana Keimigrasian (Penyelundupan Manusia) di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kalianda (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2013/PN.KLD) 13. Adapun masalah yang diangkat adalah : a. Bagaimanakah pembuktian perkara Tindak Pidana Keimigrasian (Penyelundupan Manusia) di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kalianda? b. Mengapa terjadi hambatan dalam pembuktian perkara Tindak Pidana Keimigrasian (Penyelundupan Manusia) di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kalianda? 13 Fransisca, 2015, Analisis Yuridis Pembuktian Perkara Tindak Pidana Keimigrasian (Penyelundupan Manusia) di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kalianda (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2013/PN.KLD), Tesis, Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung.

16 Kesimpulan peneliti mengungkapkan bahwa pembuktian pada putusan Pengadilan Negeri Nomor: 310/Pid.Sus/2013/PN.KLD, dalam perkara tindak pidana keimigrasian (penyelundupan manusia), hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa Imam Hussen telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP Jo Pasal 184 Ayat (1) KUHAP. Penyebab terjadinya hambatan dalam pembuktian perkara tindak pidana keimigrasian (penyelundupan manusia) dalam kasus atas nama terdakwa Imam Hussen dipengaruhi oleh faktor penegak hukum dan faktor sarana dan prasarana. Hal yang membedakan antara penelitian tersebut dengan yang peneliti lakukan adalah bahwa dalam penelitian tersebut membahas tentang pembuktian perkara penyelundupan manusia dan hambatan yang terjadi dalam proses pembuktian suatu perkara penyelundupan manusia. Sedangkan permasalahan yang dikaji oleh peneliti adalah bagaimana pengaturan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, bagaimana putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia dan bagaimana seharusnya pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukummnya di masa mendatang. 3. Tesis yang ditulis oleh Arya Perdana dengan judul Studi Komprehensif Dalam Rangka Penyusunan Draft Alternatif Undang-Undang

17 Pemberantasan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia 14. Adapun masalah yang diangkat adalah : a. Bagaimana penanganan migran gelap oleh UNHCR dan IOM? b. Apa yang dilakukan oleh Polri dan Imigrasi dalam penanganan kejahatan penyelundupan manusia? c. Bagaimana modus operandi kejahatan penyelundupan manusia dilihat dari sisi orang yang diselundupkan dan pelaku penyelundupan manusia? d. Proses penyidikan seperti apa yang dilakukan oleh pemerintah Australia dalam penanganan kejahatan penyelundupan manusia? (sebagai bahan perbandingan dengan negara lain). e. Bagaimana pendapat penegak hukum tentang kejahatan penyelundupan manusia dan sanksi hukuman apa yang pantas diberikan kepada pelaku kejahatan ini? f. Bagaimana isi draft alternatif undang-undang pemberantasan tindak pidana penyelundupan manusia sebagai sarana kriminalisasi terhadap kejahatan penyelundupan manusia sebagai implementasi alternatif dalam penyelesaian masalah kejahatan penyelundupan manusia? Kesimpulan Peneliti mengungkapkan bahwa : a. Indonesia tidak serius dalam menangani permasalahan kejahatan penyelundupan manusia. Hal ini terlihat dari sekian banyak imigran 14 Arya Perdana, 2010, Studi Komprehensif Dalam Rangka Penyusunan Draft Alternatif Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia, Tesis, Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Depok.

18 gelap yang masuk ke Indonesia secara ilegal, tidak sampai 10% dari pelaku kejahatan ini yang berhasil dimajukan ke persidangan untuk diadili. b. Penegak hukum banyak yang tidak mau menangani kejahatan ini karena tidak adanya aturan yang jelas dan tidak sepahamnya penyidik, penuntut umum serta hakim dalam menentukan penyelesaian permasalahan kejahatan penyelundupan manusia ini. c. Penyidik sering mengidentikan kejahatan penyelundupan manusia ini dengan pelanggaran keimigrasian yang tidak mempunyai bobot penting dalam penegakan hukumnya. Pada kenyataannya kejahatan ini merupakan kejahatan yang sangat keji. d. Pembiaran yang dilakukan petugas terhadap imigran gelap yang ada di Indonesia membuat mereka bebas bergerak melakukan apa saja. Bukan tidak mungkin apabila suatu saat kejahatan besar datang dari orang-orang yang diremehkan keberadaannya. e. Draft alternatif Undang-Undang Pemberantasan Penyelundupan Manusia yang diajukan bersama dengan naskah akademik dalam tesis ini, memuat ketentuan-ketentuan dari kejahatan penyelundupan manusia yang ada di Indonesia. Hal yang membedakan antara penelitian tersebut dengan yang peneliti lakukan adalah bahwa dalam penelitian tersebut membahas tentang Draft alternatif Undang-Undang Pemberantasan Penyelundupan Manusia karena pada saat pembuatan penelitian tersebut Undang-Undang

19 Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian belum disahkan dimana dalam salah satu pasalnya mengatur tentang penyelundupan manusia, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan saat ini sudah terdapat undang-undang yang mengatur tentang penyelundupan manusia yang terdapat dalam undang-undang keimigrasian namun belum diatur secara khusus. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji tentang bagaimana pengaturan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, bagaimana putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia dan bagaimana seharusnya pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat di silang lalu lintas dunia. Letak geografis tersebut menyebabkan kini menghadapi masalah besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme. TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013 SEBAGAI TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI (TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME) 1 Oleh: Edwin Fernando Rantung 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL Isu imigran ilegal yang terus mengalami kenaikan jumlah di Indonesia yang juga turut menimbulkan dampak tersendiri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN KEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT JENDERAL MAHKAMAH KONSTISI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, mengakibatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Imigrasi telah dicabut dan diganti terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia Seminar 135 Nasional Andi Aina Hukum Ilmih Universitas Negeri Semarang Volume 3 Nomor 1 Tahun 2017, 135-148 Fakultas Hukum, Faculty of Law Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) SKRIPSI oleh Satria Gunawan NIM 080910101030 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Tentang Deportasi Deportasi suatu istilah pinjaman berasal dari bahasa Inggris deportation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk sekitar 231 juta jiwa merupakan negara kepulauan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk sekitar 231 juta jiwa merupakan negara kepulauan yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara berpopulasi tertinggi ke empat di dunia dengan jumlah penduduk sekitar 231 juta jiwa merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17,600

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA)

UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) UPAYA PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DI INDONESIA (THE EFFORTS TO HANDLE ILLEGAL IMMIGRANTS IN INDONESIA) SKRIPSI oleh Satria Gunawan NIM 080910101030 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal. 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Primer a. Wawancara dengan Briptu Rudi Sulistiawan selaku Penyidik Pembantu SATRESKRIM POLRES Kebumen Berdasarkan wawancara tanggal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pembahasan di atas, dapat ditarik tiga kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pembahasan di atas, dapat ditarik tiga kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah penelitian maupun hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik tiga kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan dan penegakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan peraturan keimigrasian merupakan atribut yang sangat penting dalam menegakkan kedaulatan hukum suatu negara di dalam wilayah teritorial negara yang bersangkutan,

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK POLANDIA TENTANG KERJASAMA PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL DAN KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang disebut era globalisasi membuat semakin banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek hukum yang berlaku. Kemajuan teknologi informasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.301, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Calling Visa. Penetapan Negara. Pemberian Visa. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMORM.HH-01.GR.01.06

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan atau kaedah dalam suatu kehidupan bersama, yaitu keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat Indonesia.Berkaitan dengan masalah kejahatan, maka kekerasan sering menjadi pelengkap dari bentuk kejahatan itu

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang utama adalah hak atas kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN

Lebih terperinci

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING) POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING) A. Pendahuluan Wilayah perairan Indonesia yang mencapai 72,5% menjadi tantangan besar bagi TNI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kewenangan Kantor Imigrasi Kelas II dalam Pengawasan Pelaksanaan Izin Tinggal Warga Negara Asing di Wilayah RI Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara

Lebih terperinci