TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Persentase bahan kering jagung dewasa (Perry et al. 2003)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Persentase bahan kering jagung dewasa (Perry et al. 2003)"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Potensi Hasil Samping Tanaman Jagung Tanaman jagung merupakan komoditas pertanian yang cukup penting baik sebagai sumber pangan maupun pakan ternak. Data BPS dan Dirjen Tanaman Pangan (2007) melaporkan bahwa produksi jagung di Indonesia sebesar juta ton pada luas areal panen ribu ha dengan produktivitas 3.67 ton/ha. Menurut Perry et al. (2003) jagung dewasa (mature corn) terdiri dari biji, tongkol, kulit, daun dan batang dengan persentase bahan kering berturutturut sebesar 38%, 7%, 12%, 13% dan 30% seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Biji 38% Batang 30% Tongkol 7% Kulit 12% Daun 13% Gambar 1 Persentase bahan kering jagung dewasa (Perry et al. 2003) Potensi bahan kering jerami jagung sebesar 4.6 ton/ha/musim tanam (bahan kering 21.7%). Lima puluh persen dari total berat tanaman jagung adalah hasil samping yang ditinggalkan setelah panen. Persentase masingmasing hasil samping adalah 50% batang, 20% daun, 20% tongkol dan 10% klobot (Furqaanida 2004). Data yang hampir sama dilaporkan Anggraeny et al. (2006) hasil samping berupa batang berkisar antara %, daun % dan klobot antara %. McCutcheon dan Samples (2002) menambahkan bahwa batang merupakan hasil samping terbesar pada tanaman jagung dengan nilai kecernaan bahan kering lebih rendah, jika dibandingkan dengan kulit jagung dengan jumlah terkecil tetapi mempunyai kecernaan lebih tinggi. Tabel 1 menunjukkan komposisi zat makanan hasil samping tanaman jagung. PDF Creator PDF4Free v2.0

2 Tabel 1 Komposisi zat makanan hasil samping tanaman jagung (%BK) Hasil samping BK Abu PK LK SK BETN TDN Ca P Jerami jagung a Tongkol jagung a Kulit jagung b Keterangan: a Parakkasi (1999) b Furqaanida (2004) Parakkasi (1999) melaporkan bahwa penggunaan jerami jagung sebagai pakan ternak ruminansia umumnya sebagai pengganti sumber serat dan harus diimbangi dengan pemberian konsentrat, sehingga kebutuhan ternak dapat terpenuhi. Demikian juga dengan tongkol jagung dan kulit jagung. Pembuatan silase seluruh bagian tanaman jagung, termasuk buah muda (90 hari), buah matang (100 hari), atau kulit jagung manis merupakan salah satu cara pemanfaatan tanaman jagung sebagai pakan ternak ruminansia (Pasaribu et al. 1995). Jagung merupakan bahan yang paling ideal untuk ensilase karena mengandung karbohidrat mudah larut yang cukup untuk mendukung fermentasi yang baik, dibandingkan hijauan lainnya. Namun untuk meningkatkan kualitas nutrisinya perlu penambahan sumber nutrien seperti urea (McDonald et al. 1991; Woolford 1984; Sapienza dan Bolsen 1993). Pemberian hasil samping tanaman jagung dalam bentuk hay, silase atau fermentasi dapat meningkatkan bobot badan harian sapi (Anggraeny et al. 2005; Rohaeni et al. 2006; Sariubang et al. 2006). Potensi Hasil Samping Agroindustri Perkebunan Sawit Liwang (2003) melaporkan bahwa areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun sebesar 12.6%. Data Dirjen perkebunan (2007) menyatakan bahwa luas areal perkebunan sawit Indonesia pada tahun 2006 mencapai ha. Kondisi ini mendorong berkembangnya industri pengolahan buah sawit untuk menghasilkan produk pangan maupun non pangan, sehingga menghasilkan hasil samping dalam jumlah yang cukup besar. Hasil samping pada areal perkebunan berupa pelepah, daun dan batang kelapa sawit, sedangkan dari pabrik berupa serat perasan buah, lumpur minyak sawit dan bungkil inti sawit (Gambar 2). PDF Creator PDF4Free v2.0

3 Setiap hektar kebun sawit per tahun dapat menghasilkan pelepah kering sebanyak 486 ton dan daun sawit kering 17.1 ton. Sementara lumpur sawit dan bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan pengolahan minyak sawit dapat memproduksi rendemen lumpur sawit sebanyak 4 6% dan bungkil inti sawit sebesar 45%, sehingga diperoleh lumpur sawit sebanyak kg/ha dan bungkil inti sawit 567 kg/ha (Sianipar et al. 2003). Sementara Horne et al. (1994) melaporkan suatu pabrik minyak sawit dengan kapasitas 800 ton/hari buah sawit segar akan menghasilkan 5 ton lumpur sawit kering dan 6 ton bungkil inti sawit kering per hari. Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Tandan Buah Segar Pelepah Sawit Daun Sawit Pabrik Pengolahan TBS Batang Sawit Tandan Buah Segar Tandan kosong (55 56%) Serat buah (12%) CPO (1820%) Inti sawit (45%) Cangkang (8%) Lumpur sawit (2% kering) Minyak inti (4546%) Bungkil inti sawit (45 46%) Gambar 2 Bagan proses pengolahan kelapa sawit dan perkiraan proporsi terhadap tandan buah segar (Devendra 1978) PDF Creator PDF4Free v2.0

4 Pelepah, daun, serat perasan buah dan batang sawit merupakan sumber energi, sementara itu bungkil inti sawit dan lumpur sawit sebagai sumber protein yang potensial bagi ternak (Elizabeth dan Ginting 2003). Hasil samping perkebunan kelapa sawit tersebut dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak ruminansia karena mengandung zatzat nutrisi yang tinggi. Adapun komposisi zat makanan hasil samping tanaman dan buah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil samping Komposisi zat makanan hasil samping tanaman dan pengolahan buah sawit Daun tanpa lidi Pelepah Lumpur sawit Bungkil inti sawit Serat perasan buah Tandan kosong BK Abu PK SK LK BETN Ca P GE Sumber : Mathius et al % (kal/g) Bungkil sawit merupakan hasil ikutan yang paling tinggi nilai gizinya sebagai pakan ternak. Protein bungkil inti sawit dapat dikategorikan medium degradability dan diketahui defisien akan asam amino lisin, metionin, leusin dan isoleusin (Daud 1995). Sementara lumpur sawit merupakan hasil ikutan proses pengolahan minyak sawit menggunakan alat mesin ex decanter yang produksinya dalam bentuk semi padat. Kandungan proteinnya bervariasi sekitar 11 14%. Menurut Sutardi (1997) protein lumpur sawit hampir sama dengan kandungan protein dedak padi yaitu sekitar 12%. Secara umum pemakaian lumpur sawit pada ransum babi 10 20%, unggas 5 10%, sapi 66% dan domba 30% (Wong dan Wan Zahari 1992). Daun sawit mempunyai kadungan protein kasar sebesar 14.8% dan lignin 27.6% dan disarankan pemberiannya tidak melebihi 20% dari ransum. Sedangkan serat buah sawit tergolong serat bermutu rendah dengan kandungan lignin tinggi, protein, kecernaan dan palatabilitasnya rendah. Penggunaan dalam ransum ruminansia sekitar 2530% (Pribadi 2008). Upaya mempertahankan dan meningkatkan kualitas nutrien pelepah sawit dapat dilakukan penambahan enzim (Wan Zahari et al. 2003) melalui proses amoniasi, silase, pembuatan pelet dan PDF Creator PDF4Free v2.0

5 Elisabeth dan Ginting (2003) melaporkan bahwa penggunaan 60% pelepah sawit, 18% lumpur sawit, 18% bungkil inti sawit, 4% dedak padi pada sapi potong menghasilkan pertambahan berat badan 0.58 kg/ekor/hari dengan jumlah konsumsi 8.6 kg/ekor/hari. Sementara itu Batubara et al. (2004) menjelaskan bahwa pakan alternatif pada kambing masa pertumbuhan dengan formulasi 29% daun sawit, 20% lumpur sawit, 50% bungkil inti sawit serta 1% mineral mix dengan suplementasi 20% molases dapat menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 57 g/ekor/hari. Krisnan et al. (2006) menambahkan bahwa suplementasi tunggal lumpur sawit sebesar 45% pada pakan kambing dapat menghasilkan pertambahan bobot badan g/ekor/hr dengan konsumsi sebesar g/ekor/hari. Sedangkan Sianipar et al. (2004) menyatakan bahwa penggunaan lumpur sawit, pelepah dan daun sawit tidak dapat diberikan secara tunggal karena tidak disukai oleh ternak, sehingga untuk mendapatkan hasil yang optimal hanya digunakan sebagai pakan campuran. Potensi Hasil Samping Tanaman Ubi Kayu Indonesia merupakan penghasil ubi kayu terbesar di kawasan Asia Tenggara dan menduduki urutan ketiga di dunia. Produksi ubi kayu Indonesia pada tahun 2007 mencapai juta ton pada luas areal tanam 1.15 juta hektar dengan produktivitas 16.5 ton/ha (BPS dan Dirjen Tanaman Pangan 2007). Tanaman ini merupakan tanaman tropik yang potensial digunakan untuk ternak, dan dapat menghasilkan biomassa sumber energi pada bagian umbi dan protein pada daun dalam jumlah besar. Menurut Devendra (1977) produk utama tanaman ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu; daun 6%, batang 44% dan umbi 50%. Sementara itu Haroen (1993) merinci lebih lengkap bahwa persentase produk utama berupa tepung tapioka berkisar antara 20 24%, sementara hasil samping yang dihasilkan selama proses pengolahan adalah kulit luar 2%, kulit dalam 15% dan onggok 5 15% seperti terlihat pada Gambar 3. Diperkirakan setiap panen satu hektar lahan dapat menghasilkan umbi segar sebanyak 17.5 ton, kulit 2.79 ton dan daun 2.30 ton berat kering, sedangkan dari pengolahan industri tapioka menghasilkan onggok 1.7 ton berat kering. PDF Creator PDF4Free v2.0

6 Tapioka 24% Kulit luar 2% Kulit dalam 15% Daun 6% Onggok 15% Umbi 50% Batang 44% Gambar 3 Persentase produk tanaman ubi kayu (Devendra 1977; Haroen 1993) Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa daun ubi kayu mempunyai kandungan protein yang tinggi yaitu berkisar antara % bahan kering dan hampir 85% dari fraksi protein kasar merupakan protein murni (Ravindran 1991). Sedangkan bagian kulit dan onggok memiliki kandungan pati yang cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber energi. Tabel 3 menunjukkan komposisi zat makanan hasil samping tanaman ubi kayu. Tabel 3 Komposisi zat makanan hasil samping tanaman ubi kayu (%BK) Hasil samping BK Abu PK LK SK BETN TDN Ca P Daun ubi kayu Kulit ubi kayu Onggok Sumber: Sutardi (1981) Liem et al. (1997) melaporkan dari ton/ha hasil samping tanaman ubi kayu dapat menghasilkan tepung daun ubi kayu sebanyak kg/ha. Lebih lanjut dijelaskan pemakaian tepung daun ubi kayu dalam formulasi ransum dapat dijadikan sebagai sumber protein dan konsentrat pada kambing perah (Khang et al. 2000; Hai 1999). Selain itu tepung daun ubi kayu juga mempunyai sifat sebagai by pass protein (Ffoulkes dan Preston 1978; Garcia dan Herrera 1998). Sementara menurut Garcia dan Hernandez (1996) tepung seluruh tanaman ubi kayu dapat dijadikan pengganti konsentrat pada sapi perah. PDF Creator PDF4Free v2.0

7 Wanapat (2007) melaporkan hay daun ubi kayu dapat menggantikan pemakaian bungkil kedelai pada sapi perah di daerah tropik. Selain berfungsi sebagai sumber protein, daun ubi kayu juga berperan sebagai anti cacing (anthelmintic) dan kandungan taninnya berpotensi meningkatkan daya tahan saluran pencernaan ternak terhadap mikroorganisme parasit (Wanapat dan Knampa 2006). Ensilase merupakan salah satu cara pengawetan daun ubi kayu sebagai pakan ternak (Limon 1992; Hang 1998) dan efektif menurunkan kandungan sianida (HCN) pada ubi kayu (Tewe 1991). Kavana et al. (2005) melaporkan perlakuan silase daun ubi kayu selama 3 bulan dapat menurunkan kadar HCN dari 289 mg/kg menjadi 20.1 mg/kg. Pemakaian kulit ubi kayu sebagai komponen ransum domba dapat menggantikan penggunaan rumput lapangan sebesar 30% Nursita (2005). Silase Silase adalah pakan produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dengan menggunakan asam, baik yang sengaja ditambahkan maupun secara alami dihasilkan bahan selama peyimpanan dalam kondisi anaerob (Moran 2005; Johnson dan Harrison 2001; McDonald et al. 1991; Woolford 1984). Keadaan anaerob ini harus tetap dipertahankan, sebab udara adalah musuh besar silase (Schroeder 2004; Moran 2005). Proses kimiawi atau fermentasi yang terjadi selama penyimpanan silase disebut ensilase, sedangkan tempatnya disebut silo (Woolford 1984; McDonald et al. 1991). Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada masa mendatang (Sapienza dan Bolsen 1993; Schroeder 2004; Jones et al. 2004). Memacu terciptanya kondisi anaerob dan asam dalam waktu singkat merupakan prinsip dasar pembuatan silase. Menurut Coblentz (2003) ada tiga hal penting agar diperoleh kondisi tersebut yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam lakat yang membantu menurunkan ph, mencegah masuknya oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan. Pembuatan silase tidak tergantung dengan musim (Sapienza dan Bolsen 1993; Schroeder 2004). PDF Creator PDF4Free v2.0

8 Ada 2 cara pembuatan silase yaitu secara kimia dan biologis. Cara kimia dilakukan dengan penambahan asam sebagai pengawet seperti asam format, asam propionat, asam klorida dan asam sulfat. Penambahan tersebut dibutuhkan agar ph silase dapat turun dengan segera (sekitar 4.2), sehingga keadaan ini akan menghambat proses respirasi, proteolisis dan mencegah aktifnya bakteri Clostridia (Coblentz 2003; McDonald et al. 1991). Sedangkan secara biologis dengan menfermentasi bahan sampai terbentuk asam sehingga menurunkan ph silase. Asam yang terbentuk selama proses tersebut antara lain adalah asam laktat, asam asetat dan asam butirat serta beberapa senyawa lain seperti etanol, karbondioksida, gas metan, karbon monoksida nitrit (NO) dan panas (McDonald et al. 1991; Woolford 1984; Bolsen et al. 2000). GENOTIF EKOLOGI MANAGEMEN PENGETAHUAN BIOLOGI TEKNOLOGI KARAKTERISTIK TANAMAN MIKROFLORA EPIPITIK PENGEMBANGAN KECOCOKAN KONDISI PENYIMPANAN Kandungan WSC Substrat Pelayuan Oksigen Kapasitas Buffer Iklim Aditif Temperatur Bahan Kering Struktur Tanaman Umur Tanaman Cuaca Waktu Panen Tanah Perlakuan Mekanik Cuaca Perlakuan Mekanik Pemadatan Konstruksi Silo Penutupan PROSES ENSILASE NILAI NUTRISI Kebutuhan Reaksi Kompetisi antara mikroorganisme KEHILANGAN NUTRISI Gambar 4 Beberapa faktor yang mempengaruhi proses ensilase dan kualitas silase (Woolford 1984; McDonald et al. 1991) PDF Creator PDF4Free v2.0

9 Secara umum kualitas silase dipengaruhi oleh tingkat kematangan hijauan, kadar air, ukuran partikel bahan, penyimpanan pada saat ensilase dan pemakaian aditif (Schroeder 2004; Moran 2005). Lebih lanjut dijelaskan faktor lainnya yang mempengaruhi kualitas silase yaitu: 1) karakteristik bahan meliputi; kandungan bahan kering, kapasitas penyangga, struktur fisik dan varietas), 2 tata laksana pembuatan silase yaitu; ukuran partikel, kecepatan pengisian silo, kepadatan pengepakan, dan penyegelan silo dan 3) keadaan iklim: suhu dan kelembaban (Sapienza dan Bolsen 1993; Woolford 1984; McDonald et al. 1991). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4. Fermentasi Silase Proses fermentasi silase secara garis besar dibagi menjadi 4 fase yaitu: 1) fase aerob, 2) fase fermentasi, 3) fase stabil dan 4) fase pengeluaran untuk diberikan pada ternak (Sapienza dan Bolsen 1993; Jones et al. 2004; Schroeder 2004; Moran 2005). Respirasi dan proteolisis merupakan dua aktivitas penting enzim tanaman setelah hijauan di masukkan ke dalam silo. Respirasi adalah proses pendegradasian komponen gula pada tanaman menjadi karbondioksida, air dan panas dengan menggunakan oksigen. Bersamaan dengan itu enzim protease yang terdapat pada tanaman mendegradasi protein menjadi asam amino dan amonia serta sejumlah kecil peptida dan amida seperti; asparagin dan glutamin (McDonald et al. 1991). Gula merupakan substrat utama bakteri asam laktat untuk menghasilkan asam laktat yang berguna sebagai bahan pengawet hijauan. Produksi panas yang berlebihan (suhu di atas o C) dapat menyebabkan reaksi Mailard (pencoklatan), sehingga menurunkan kecernaan protein dan serat. Dampak negatif dari fase aerob dapat dihindarkan dengan cara penutupan silo dalam waktu singkat dan cepat (Sapienza dan Bolsen 1993). Fase aerob atau fase respirasi yang terjadi di awal ensilase melibatkan 3 proses penting yaitu: glikolisis, siklus krebs dan rantai respirasi. Glikolisis menghasilkan 2 ATP, siklus krebs menghasilkan 2 ATP, sedangkan rantai respirasi menghasilkan 34 ATP. Suatu sel yang melakukan respirasi akan menghasilkan energi dua puluh kali lebih banyak dari pada sel yang mengalami fermentasi. PDF Creator PDF4Free v2.0

10 Pada fase fermentasi (respirasi anaerob) menghasilkan 2 ATP tiap satu molekul glukosa (Winarno dan Fardiaz 1979). Fase ini terjadi saat keadaan anaerob dicapai dan mikroorganisme anaerob mulai berkembang. Bakteri asam laktat (BAL) merupakan mikroorganisme yang memegang peranan penting pada ensilase. Mikroorganisme yang lain seperti Enterobacteria, Clostridia, ragi dan kapang memiliki pengaruh yang negatif pada kualitas silase. Mikroorganisme ini akan berkompetisi dengan bakteri asam laktat untuk menfermentasi karbohidrat dan memproduksi senyawa yang mengganggu proses pengawetan pakan ternak (Bolsen et al. 2000). Lin et al. (1992) melaporkan bahwa Enterobacteria mempunyai ph optimum 6 7, pada umumnya tidak berkembang di bawah ph 5. Populasinya tinggi pada awal ensilase dan hanya aktif pada jam pertama ensilase. Selanjutnya akan menurun, sehingga kehadirannya tidak berpengaruh setelah beberapa hari ensilase. Sementara itu menurut Schroeder (2004) fase fermentasi diawali dengan pertumbuhan bakteri yang menghasilkan asam asetat. Bakteri ini menfermentasi karbohidrat terlarut dan memproduksi asam asetat sebagai hasil akhirnya. Produksi asam asetat akan menurunkan ph, hingga pertumbuhannya akan terhambat pada ph di bawah 5. Penurunan ph terus berlangsung seiring dengan meningkatnya jumlah kelompok bakteri penghasil asam laktat. Bakteri ini akan terus berkembang sampai mencapai ph sekitar 4. Fase ini adalah fase terpanjang pada proses ensilase dan akan terus berlangsung sampai dicapai ph yang cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme terutama bersifat merugikan. Selanjutnya bahan pakan akan tahan disimpan dan tidak akan terjadi proses kerusakan sepanjang silase tetap terpelihara dalam kondisi anaerob. Masa aktif pertumbuhan BAL berakhir karena berkurangnya WSC, maka ensilase memasuki fase stabil. BAL menfermentasi gula yang dirombak dari hemiselulosa, sehingga menyebabkan lambatnya penurunan ph. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kekuatan silo dalam mempertahankan suasana anaerob (Bolsen et al. 2000). Pada fase stabil proses pertumbuhan dan kematian BAL seimbang. Hal ini disebabkan pada kondisi ini hanya beberapa mikroorganisme saja yang mampu bertahan, sehingga tidak terjadi lagi peningkatan produksi asam. Di samping itu PDF Creator PDF4Free v2.0

11 sejumlah bakteri Clostridia dimungkinkan tumbuh, jika terjadi kebocoran dan akan menaikkan ph (Schroeder 2004). Fase pengeluaran untuk pakan ternak dilakukan setelah silase melewati masa simpan yang cukup. Menurut Schroeder (2004) hampir 50% bahan kering dirusak oleh mikroba aerob yang menyebabkan kebusukan terjadi pada fase ini. Oksigen secara bebas akan mengkontaminasi permukaan silase, kehilangan bahan kering terjadi karena mikroorganisme aerob akan mengkonsumsi gula, hasil akhir fermentasi dan nutrien lainnya yang terlarut dalam silase (Sapienza dan Bolsen 1993). Sementara itu Bolsen et al. (2000) menyatakan bahwa silase setiap hari akan mengalami kehilangan bahan kering sekitar % setiap meningkatnya suhu 8 12 o C pada fase pemberian pada ternak. Pada fase ini terjadi pula peningkatan ph dengan kisaran 4 7 dengan konsentrasi pertumbuhan kapang yang cukup tinggi. Pengawetan silase yang baik ditandai dengan lebih 60% dari total asam organik yang dihasilkan selama ensilase adalah asam laktat. Masa fermentasi aktif berlangsung selama satu minggu sampai satu bulan. Hijauan yang dibuat silase dengan kandungan air 65% termasuk dalam kategori ini, sedangkan bila kandungan air lebih rendah dari 40 50% proses fermentasi berlangsung sangat lambat. Fermentasi normal dengan kandungan air 55 60% masa fermentasi aktif akan berakhir antara 1 5 minggu. Fermentasi akan terhenti disebabkan kehabisan substrat gula untuk proses fermentasi dan dapat terus bertahan selama beberapa tahun sepanjang silase tidak kontak dengan udara. Kualitas Hijauan dan Hasil Samping Pertanian Hijauan, hasil samping pertanian dan agroindustri merupakan sumber pakan yang potensial di daerah tropik. Hijauan ini mempunyai karakteristik yang berbeda jika dibandingkan di daerah temperate (daerah 4 musim). Sebagian besar komponen utama WSC (Water Soluble Carbohydrate) hijauan asal tropik berada dalam bentuk pati yang secara alami BAL tidak memiliki kemampuan untuk menfermentasinya secara langsung. Sebaliknya hijauan asal temperate pada umumnya mengandung WSC cukup tinggi dalam bentuk fruktan yang sangat mudah difermentasi oleh BAL PDF Creator PDF4Free v2.0

12 (McDonald et al. 1991) seperti terlihat pada Tabel 4. Kurangnya ketersediaan substrat fermentasi (WSC) juga terlihat pada hasil samping tanaman pangan dan perkebunan. Hasil samping jagung mengandung kadar protein yang rendah dan sebaliknya serat kasar tinggi yang didominasi oleh komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna (McDonald et al. 2002). Sementara hasil samping ubi kayu mempunyai kandungan nutrisi dan substrat yang cukup tersedia, namun mengandung asam sianida (HCN), sehingga menjadi faktor pembatas penggunaannya sebagai pakan ternak. Lain halnya dengan hasil samping sawit yang mengandung protein yang cukup, tapi kandungan karbohidrat mudah larut tidak tersedia untuk mendukung proses fermentasi. Muhlbach (1999) menyatakan bahwa penambahan sumber nutrien seperti molases, urea, dedak padi, jagung giling dan tapioka merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pemanfaatan hasil samping tanaman pangan dan perkebunan di daerah tropik. Namun menurut Panditharatne et al. (1986), hijauan tropik dapat diawetkan dengan proses ensilase baik dengan penambahan aditif maupun tanpa aditif. Tabel 4 Komponen nonstruktural karbohidrat (g/kg BK) dari beberapa jenis rumput asal temperate dan asal tropik Rumput Temperate Parenial rygrass (Lolium perenne) Timothy (Phleum pratence) Meadow fescue (Festuca pratensis) Cocksfoot (Dactylis glomerata) Tropik Pangola grass (Digitaria secumbens) Buffel grass (Cenchrus ciliaris) Golden timothy grass (Setaria sphacelata) Daun (D) Batang (D) B D B D B D B D B D B D B D Sumber : McDonald et al. (1991) Gula larut Gula lain Fruktan Pati Total PDF Creator PDF4Free v2.0

13 Zat Aditif Silase Penambahan zat aditif pada silase bertujuan untuk mendapatkan fermentasi yang berkualitas, mengurangi fermentasi yang tidak diinginkan dan meningkatkan nilai nutrisi silase sehingga dapat meningkatkan performa ternak (Jones et al. 2004; Muck dan Kung 1997; Schroeder 2004). Secara umum aditif silase dibagi menjadi 3 kelompok yaitu; 1) stimulan fermentasi, 2) penghambat fermentasi dan 3) tambahan nutrisi. Jenisjenis aditif di atas dapat dilihat pada Tabel 5. Pengawetan hijauan melalui fermentasi WSC secara anaerob untuk menghasilkan asamasam organik memerlukan ketersediaan pupulasi BAL dan substrat yang cukup untuk mendukung fermentasi yang baik (Muck 1988, Stokes 1992). Woolford (1984) dan McDonald et al. (1991) mengemukakan bahwa bahan yang kaya karbohidrat seperti molases, gula, pati yang berasal dari tanaman bijibijian, whey, ampas citrus dan kentang merupakan sejumlah bahan yang berfungsi sebagai stimulan pada proses fermentasi dan merangsang perkembangan BAL. Tabel 5 Beberapa bentuk aditif untuk silase dan komponennya Inokulan bakteri bakteri asam laktat Pendorong Enzim Sumber substrat amilase molases selulase glukosa hemiselulase sukrosa pektinase dextrosa protease whey xilanase sereal ampas tebu ampas citrus Asam format propionat asetat laktat kaproat sorbat benzoat akrilat hidroklorat Sumber: Muck dan Bolsen (1991); Bolsen et al. (1996) Penghambat Pengawet lainnya amonia urea sodium klorida karbondioksida sodium sulfat sodium silfit sodium hidroksida Sumber nutrien urea kapur mineral lainnya Henderson (1993) dan Jones et al. (2004) melaporkan bahwa molases merupakan sumber karbohidrat mudah larut yang paling banyak digunakan pada pembuatan silase dan lebih efektif pada hijauan dengan kandungan karbohidrat mudah difermentasi yang rendah. Jones (1988) juga menjelaskan bahwa penambahan sejumlah sereal pada silase rumput dapat meningkatkan kualitas fermentasi tanpa PDF Creator PDF4Free v2.0

14 penambahan bahan aditif kimia lainnya. Enzim pendegradasi karbohidrat komplek pada tanaman seperti selulase, hemilselulase, xylanase, amilase dan pektinase juga dapat ditambahkan sebagai stimulan fermentasi (McDonald et al. 1991; Woolford 1984; Jones et al. 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan enzim dapat meningkatkan produksi asam laktat, menurunkan ph, menurunkan kadar nitrogen amonia, tetapi tidak mempengaruhi kecernaan pakan (Spoelstra et al. 1992; Ridla dan Uchida 1993; Jacobs et al. 1991). Jones et al. (2004) menyimpulkan bahwa secara keseluruhan penambahan enzim kurang efektif jika dibandingkan dengan penambahan inokulan bakteri sebagai stimulan pada proses fermentasi. Penambahan enzim tidak dianjurkan pada silase jagung. McDonald et al. (1991) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat merupakan suatu grup bakteri epipit yang dapat menghasilkan asam laktat dan selalu ditemukan pada hijauan, terutama pada bagian permukaan daun. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa proses pemotongan dapat meningkatkan jumlah mikroflora epipit yang terdapat pada hijauan jika dibandingkan dengan tanaman utuh (Lin et al. 1992; Muck 1989). Bolsen et al. (2000) menemukan populasi bakteri asam laktat sekitar 10 6 cfu/g pada silase tanpa diinokulasi. Inokulasi BAL homofermentatif diperlukan jika hijauan terlalu basah (kadar air > 70%) dan populasi alami BAL kurang dari 10 5 cfu/g, namum inokulasi BAL kurang efektif pada substrat mudah difermentasi tidak cukup tersedia (McDonald et al. 1991; Stokes 1992; Jones et al. 2004). Penambahan sumber nutrien pada silase hasil samping pertanian dan perkebunan merupakan sesuatu yang esensial dilakukan untuk mendapatkan silase yang berkualitas. Hal ini disebabkan bahan pakan tersebut mengandung kadar protein yang rendah dan sebaliknya serat kasar tinggi yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna (McDonald et al. 2002). Pati, sereal, urea dan kalsium karbonat merupakan bahan yang dapat dijadikan sebagai sumber nutrien pada fermentasi (Woolford 1984; Jones et al. 2004; Schroeder 2004). PDF Creator PDF4Free v2.0

15 Kualitas Fermentasi dan Nutrisi Silase Pengamatan fisik produk silase seperti warna, bau dan penampakan lainnya hanya menggambarkan nilai nutrisi secara umum, untuk mendapatkan hasil yang akurat maka perlu dilakukan analisis kimia dan mikrobial silase (Macaulay 2004). Pengukuran bahan kering, ph, kandungan protein, amonia, serat kasar, asam organik, kadar gula serta jumlah mikrobial merupakan parameter yang umum dijadikan untuk menggambarkan kualitas silase (Saun dan Heinrichs 2008; Macaulay 2004; Kung dan Shaver 2001). Tabel 6 memperlihatkan karakteristik produk silase dengan kualitas yang berbeda. Tabel 6 Karakteristik produk silase dengan kualitas yang berbeda Kakrakteristik Warna Kualitas silase Baik Sedang Jelek Hijau terang sampai kuning atau hijau kecoklatan tergantung materi silase Hijau kekuningan sampai hijau kecoklatan Bau Asam Agak tengik dan bau amonia Tekstur ph Kadar air < 65% Kadar air > 65% Kokoh, dan lebih lembut dan sulit dipisahkan dari serat < 4.8 < 4.2 Bahan lebih lembut dan mudah dipisahkan dari serat < 5.2 < 4.5 Hijau tua, hijau kebiruan, abuabu, atau coklat Sangat tengik, bau amonia dan busuk Berlendir, jaringan lunak, mudah hancur, berjamur atau kering > 5.2 > 4.8 Asam laktat 3 14% BK Bervariasi Bervariasi Asam butirat < 0.2% BK % BK > 0.5% BK N Amonia < > 16 (% total N) ADIN (% total N) < > 30 Sumber: Macaulay (2004) PDF Creator PDF4Free v2.0

16 Warna silase dapat mengindikasikan permasalahan yang mungkin terjadi selama fermentasi. Silase yang terlalu banyak kandungan asam asetat akan berwarna kekuningkuningan, sementara kalau kelebihan asam butirat akan berlendir dan berwarna hijaukebiruan. Penentuan kualitas suatu fermentasi juga dapat ditentukan melalui bau. Pada fermentasi asam laktat hampir tidak mengeluarkan bau, sementara fermentasi asam propionat menimbulkan bau wangi yang menyengat, sedangkan fermentasi Clostridia akan menghasilkan bau busuk (Saun dan Heinrichs 2008). Kandungan bahan kering pada awal ensilase merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas fermentasi. Ensilase pada kadar air lebih tinggi dari normal (>80%) dapat menyebabkan panjangnya proses fermentasi, banyaknya protein yang dirombak dan kehilangan energi serta terjadinya fermentasi kedua oleh bakteri Clostridia. Sementara proses fermentasi dengan kadar air lebih rendah dari normal (<60%) mengakibatkan ketidakstabilan pada silase, tumbuhnya yeast, jamur dan Bacillus serta tingginya kerusakan struktur protein (Seglar 2003). Sementara Kung dan Nylon (2001) menyatakan bahwa ph adalah salah satu faktor penentu keberhasilan fermentasi. Lebih lanjut dijelaskan McCullough (1978) dan Macaulay (2004) kualitas silase dapat digolongkan menjadi 4 kriteria berdasarkan ph yaitu: baik sekali dengan ph , baik ph , sedang ph dan buruk ph >4.8. Salah satu tujuan ensilase adalah meminimalisasi aktivitas proteolitik yang disebabkan oleh aktivitas enzim tanaman atau mikroorganisme lain terutama jenis Clostridium. Sejumlah komponen NPN meningkat dengan adanya aktivitas proteolisis. Akibatnya ph silase meningkat, dan beberapa komponen NPN seperti amin dapat menurunkan konsumsi pakan (Saun dan Heinrichs 2008). Kandungan amonia yang tinggi mencerminkan fermentasi yang jelek karena banyaknya protein yang dirombak selama proses ensilase. Panditharatne et al. (1986) melaporkan bahwa penambahan tepung tapioka pada silase rumput gajah dapat meningkatkan kualitas fermentasi. Sementara itu Sibanda et al. (1997) menemukan terjadinya peningkatan konsentrasi asam laktat dan penurunan kadar amonia dengan penambahan molases dan jagung giling pada silase Star grass. PDF Creator PDF4Free v2.0

17 Efek positif juga ditunjukkan Yokota et al. (1998) bahwa penambahan molases dan dedak padi pada silase Napier grass dapat meningkatkan kualitas fermentasi dan konsumsi pakan pada kambing. Jones et al. (2004) dan Schroeder (2004) menambahkan bahwa selama ensilase terjadi aktivitas pendegradasian komponen selulosa dan hemiselulosa oleh mikroorganisme yang terlibat proses fermentasi. Sementara bakteri lainnya (terutama bakteri asam laktat) akan mengkonversi gulagula sederhana menjadi asam organik (asetat, laktat, propionat dan butirat) selama ensilase berlangsung. Akibatnya produk akhir yang dihasilkan lebih mudah dicerna jika dibandingkan dengan bahan tanpa fermentasi. Selain itu produk asam organik yang dihasilkan juga mampu mendegradasi komponen serat terutama selulosa dan hemilselulosa. Sedangkan McDonald et al. (1991) menyatakan bahwa secara umum fermentasi silase tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kecernaan silase. Silase Ransum Komplit dan Ternak Ruminansia Problematika umum usaha peternakan di negaranegara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung pada sistem metabolisme dan termoregulasi pada tubuh ternak. Lingkungan yang relatif panas menyebabkan sebagian ternak akan malas makan, sehingga secara kuantitas asupan zat makanan (nutrien) yang masuk dalam tubuh juga kurang. Padahal asupan nutrien ini berperan penting untuk mencukupi kebutuhan pokok, perkembangan tubuh dan bereproduksi. Akibatnya tak jarang dijumpai ternak dengan pertambahan bobot badan yang masih sangat jauh dari harapan, baik di tingkat peternakan rakyat maupun industri. Ada dua masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kebutuhan jumlah dan asupan nutrien. Masalah pertama adalah bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah pertanian yang mengandung kadar protein yang rendah dan sebaliknya serat kasar tinggi. Tingginya kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna (McDonald et al. 2002). Masalah lainnya adalah ketersediaan pakan yang tidak kontinyu karena dipengaruhi oleh musim, PDF Creator PDF4Free v2.0

18 sehingga terjadi kekurangan pakan pada musim kemarau. Pembuatan hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan pengawetan hijauan (silase) merupakan sejumlah terobosan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah ketersediaan pakan di atas. Teknologi yang sekarang berkembang adalah pembuatan pakan yang tidak hanya sekedar awet (silase), tetapi juga mengandung nutrien sesuai dengan kebutuhan gizi ternak. Berbeda dengan silase tunggal, silase komplit memiliki beberapa keunggulan: 1) tersedianya substrat yang mendukung terjadinya fermentasi yang baik, sehingga mempunyai tingkat kegagalan lebih rendah jika dibandingkan dengan silase berbahan tunggal. 2) mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak. 3) terciptanya pakan yang berkelanjutan dan mudah diberikan pada ternak, karena tidak memerlukan pakan tambahan lainnya. Selain itu memiliki bau harum sehingga lebih disukai ternak (Sofyan dan Febrisiantosa 2007). Prinsip pembuatan pakan komplit dalam bentuk silase ini seperti proses fermentasi pada umumnya. Bahanbahan yang digunakan terdiri dari 3 kelompok bahan yakni kelompok bahan pakan hijauan, kelompok bahan pakan konsentrat dan bahan aditif. Bahan pakan hijauan dapat berupa bahan pakan hijauan makanan ternak (HMT) dan limbah pertanian seperti rumput gajah, jerami jagung, jerami padi, jerami kedelai dan rumputrumput lainnya. Bahan pakan ini sebagai sumber serat utama. Kelompok bahan pakan konsentrat dapat berupa dedak padi, onggok, ampas kecap, bungkil sawit, ampas tahu dan lainlain. Bahan pakan konsentrat ini selain untuk memperbaiki kandungan nutrisi pakan yang dihasilkan juga berfungsi sebagai substrat penopang proses fermentasi (ensilase). Kelompok ketiga adalah bahanbahan aditif. Bahan aditif disini dapat terdiri dari urea, mineral, molases dan lainlain. Produktivitas ternak akan optimal secara teknis maupun ekonomis jika persediaan bahan pakan kontinyu (tersedia sepanjang waktu), dapat memenuhi kebutuhan gizi ternak serta mudah dalam pemberiannya. Pemberian silase ransum komplit yang sesuai dengan kebutuhan ternak dapat meningkatkan produktivitas ternak dan dapat menjamin ketersediaan pakan sepanjang tahun dengan tetap mempertahankan kualitas pakan. PDF Creator PDF4Free v2.0

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed) TINJAUAN PUSTAKA Singkong Singkong atau ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Henry, 2007). Bagian tanaman yang biasanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Karakter fisik merupakan karakter yang dapat diamati secara langsung, karakter fisik yang diamati pada penelitian ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Awal Bahan Proses ensilase atau fermentasi akan menyebabkan perubahan nutrisi. Kondisi bahan setelah ensilase baik secara fisik maupun nutrisi, terlihat pada Tabel 4. Pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah sayuran pasar merupakan bahan yang dibuang dari usaha memperbaiki penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan (Muwakhid,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. Selain menghasilkan produksi utamanya berupa minyak sawit dan minyak inti sawit, perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan komponen utama dalam usaha peternakan hewan ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat

TINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ampas Sagu di Riau Sagu ( Metroxylon spp.) merupakan tanaman asli Indonesia dengan luas areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah satu tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan ( Graminaceae) yang sudah popular di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Sagu di Riau Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman monokotil dari keluarga palmae. Genus Metroxylonsecara garis besar digolongkan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, dan kontinuitas ketersediaan bahan pakan yang diberikan. Namun akhir-akhir ini lahan untuk pengembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58 Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi pakan ternak. Pada kondisi bulan basah (musim hijauan) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di Indonesia, dihadapkan pada kendala pemberian pakan yang belum memenuhi kebutuhan ternak. Ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di

II.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Limbah Perkebunan Pisang di Riau 2.1.1 Pisang (Musa paradisiaca) Pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia dengan luas panen dan produksi pisang selalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para peternak selayaknya memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan produk sampingan olahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah mengalami keterbatasan. Lahan yang tidak subur yang semestinya sebagai lahan tanaman

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama makanan ternak ruminansia adalah hijauan pada umumnya, yang terdiri dari rumput dan leguminosa yang mana pada saat sekarang ketersediaannya mulai terbatas

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al., I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi yang menurun dan meningkatnya impor daging di Indonesia yang dikarenakan alih fungsi lahan yang digunakan untuk pembuatan perumahan dan perkebunan. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan utama dalam segala bidang usaha ternak, termasuk dalam hal ternak ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34 HASIL DAN PEMBAHASAN Informasi Tanaman dan Kondisi Lingkungan Tanaman Jagung yang digunakan adalah tanaman jagung varietas Pertiwi-3 diproduksi oleh PT. Agri Makmur Pertiwi. Tanaman Jagung yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mahkota Nanas sebagai Bahan Pakan Ruminansia spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu Ananas comosus (Merr.

TINJAUAN PUSTAKA Mahkota Nanas sebagai Bahan Pakan Ruminansia spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu Ananas comosus (Merr. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mahkota Nanas sebagai Bahan Pakan Ruminansia Nanas merupakan famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu Ananas comosus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan utama yang dialami oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan harga pakan yang cukup mahal yang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Silase

TINJAUAN PUSTAKA Silase TINJAUAN PUSTAKA Silase Silase adalah pakan hasil produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dalam kondisi anaerob (Moran, 2005; Johnson

Lebih terperinci

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA Indonesia adalah negara TROPIS Dengan ciri khas kualitas rumput yang rendah Pemberian pakan hanya dengan rumput Pemberian pakan campuran rumput dan konsentrat hijauan hijauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan menduduki urutan pertama, dimana biaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya

TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya Tanaman rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) identik dengan serat karena selama ini tanaman tersebut dibudidayakan untuk diambil seratnya. Adapun sistematika botani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39 Ketersediaan sumber pakan hijauan masih menjadi permasalahan utama di tingkat peternak ruminansia. Pada musim kemarau tiba mereka terpaksa harus menjual dengan harga murah untuk mengatasi terbatasnya hijauan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana Kualitas silase dapat dilihat dari karakteristik fisiknya setelah silase

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup PENDAHULUAN Latar Belakang Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup berat bagi peternak. Hal tersebut dikarenakan sulitnya memenuhi kebutuhan pakan hijauan yang berkualitas untuk ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguat, dan pakan tambahan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguat, dan pakan tambahan (Sudarmono dan Sugeng, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pakan Pakan merupakan bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri yang mengandung nutrisi dan layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Timbunan sampah yang tidak terurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas) Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas) PENDAHULUAN Sebagaimana kita ketahui, di negara Indonesia banyak ditumbuhi pohon nanas yang tersebar di berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung yang dikutip dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Potensi Jagung sebagai Pakan Ternak

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Potensi Jagung sebagai Pakan Ternak 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Jagung sebagai Pakan Ternak Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman palawija di Indonesia yang kegunaannya luas terutama untuk kebutuhan bahan baku pakan ternak dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi i PETUNJUK PRAKTIS MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN UNTUK PAKAN TERNAK SAPI Penyusun: Nurul Agustini Penyunting: Tanda Sahat Panjaitan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000

TINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Potensi Nenas dan Limbahnya Sebagai Pakan Ternak Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 spesies. Nenas dikenal dengan nama latin

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketersediaan Limbah Pertanian Pakan ternak sangat beragam tergantung varietas tanaman yang ditanam petani sepanjang musim. Varietas tanaman sangat berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Pakan merupakan bahan baku yang telah dicampur menjadi satu dengan nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang penting untuk perawatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39 Jawabannya tentu tidak. Ada beberapa teknologi pengawetan hijauan pakan ternak seperti silase, hay, amoniasi, fermentasi. Namun masing-masing teknologi tersebut mempnuyai kekurangan dan kelebihan. Salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi. Salah satu limbah yang banyak terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun 2020, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkatlima kali lipat (Fatimah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan merupakan bahan pakan sumber serat yang sangat diperlukan bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. (2005) porsi hijauan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Potensi Nanas dan Limbahnya sebagai Pakan. Nanas merupakan anggota dari family Bromeliaceae yang terdiri dari 45

I. TINJAUAN PUSTAKA Potensi Nanas dan Limbahnya sebagai Pakan. Nanas merupakan anggota dari family Bromeliaceae yang terdiri dari 45 I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Nanas dan Limbahnya sebagai Pakan Nanas merupakan anggota dari family Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Tanaman Singkong Tanaman singkong merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di Indonesia. Tanaman ini termasuk famili Euphorbiacea yang mudah tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan, oleh karena itu penyediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Ubi Kayu Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong atau kasape. Ubi kayu merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci