BAB II KEMAMPUAN GURU DALAM BERCERITA DAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MENYIMAK CERITA. Kegiatan bercerita di dalam masyarakat sudah dikenal sejak dahulu,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEMAMPUAN GURU DALAM BERCERITA DAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MENYIMAK CERITA. Kegiatan bercerita di dalam masyarakat sudah dikenal sejak dahulu,"

Transkripsi

1 9 BAB II KEMAMPUAN GURU DALAM BERCERITA DAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MENYIMAK CERITA A. Konsep Bercerita 1. Pengertian Bercerita Kegiatan bercerita di dalam masyarakat sudah dikenal sejak dahulu, bercerita pada awalnya merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Cerita-cerita tersebut disampaikan secara lisan dan menjadi tradisi yang berkembang di masyarakat secara turun temurun, sehingga menjadi bagian dari budaya masyarakat itu sendiri. Kini, kegiatan bercerita terus berkembang sebagai alat untuk menyampaikan pesan moral dan dapat membantu mengembangkan kemampuan berbahasa bagi anak. Bachri (2005: 10) menyebutkan bahwa "Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain." Hidayat (2003: 44) mengemukakan bahwa "Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman atau suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang rekaan belaka." Senada dengan pendapat di atas, Kusniaty (2005: 63) menyatakan bahwa: "Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dengan bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena orang yang menyajikan cerita tersebut menyampaikannya dengan menarik.

2 10 Bercerita juga dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu atau ide (Bachri, 2005). Dilihat dari segi dunia anak Musfiroh (2005a: 59) berpendapat bahwa bercerita dapat didefinisikan sebagai tuturan lisan, karya bentuk tulis, atau pementasan tentang sesuatu kejadian, peristiwa, dan sebagainya yang terjadi di seputar dunia anak. Sebagaimana pendapat di atas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 2l0) kata cerita" mengacu pada sesuatu yang diungkapkan dalam aktivitas bercerita. Cerita diartikan dalam beberapa pengertian, yaitu: a. tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya sesuatu hal peristiwa, kejadian dan sebagainya; b. karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, penderitaan orang, kejadian dan sebagainya, baik yang sungguh-sungguh maupun rekaan belaka; c. lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dan digambar hidup seperti sandiwara wayang, dan sebagainya. Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bercerita adalah menyampaikan sesuatu ide, gagasan atau pesan dengan maksud untuk membagi pengetahuan atau pengalaman kepada orang lain baik berupa tuturan, karangan atau lakon yang disampaikan secara lisan maupun tulisan sehingga mampu mempengaruhi orang lain. Perlu disadari bahwa kegiatan bercerita merupakan suatu kegiatan yang melibatkan proses pembelajaran yang harus disesuaikan dengan cara anak belajar

3 11 sehingga anak mampu menangkap, memahami dan mengerti secara efektif pesan yang terkandung di dalam sebuah cerita. Maka, hal penting yang harus dilakukan ketika bercerita kepada anak-anak, bercerita hendaknya dilakukan dengan caracara yang benar sesuai dengan perkembangan anak, dengan demikian guru hendaknya menguasai metode bercerita agar cerita yang disampaikan dapat memberikan pengalaman yang menarik dan bermakna bagi anak. Moeslichatoen (2004:157) menyatakan bahwa "Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak taman kanakkanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan. Terkait dengan peryataan di atas, maka Majid (2005) berpendapat bahwa di dalam metode bercerita terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru, antara lain; Tempat Bercerita, Posisi Duduk, Bahasa Cerita, Intonasi Guru, Pemunculan Tokoh-tokoh, Penampakan emosi, Peniruan suara, Penguasaan terhadap siswa yang tidak serius, dan Menghindari ucapan spontan. Musfiroh (Rustiana, 2007) menyatakan bahwa pada aktivitas bercerita banyak keterampilan yang harus diperhatikan oleh pencerita antara lain; Keterampilan Olah Suara (Vocal), Keterampilan Ekspresi, Keterampilan Menarik Perhatian Anak, Keterampilan Membaca Situasi, Keterampilan Tanya Jawab, Keterampilan memilih materi yang sesuai dengan kapasitas pendengar dan Luwes dalam olah tubuh, menjaga daya tahan tubuh, serta dapat memperbaiki daya konsentrasi. Sedangkan menurut Hidayat (2003) untuk mempersiapkan sebuah sebuah cerita yang baik hendaknya pencerita menguasai cerita, mempelajari karakter

4 12 tokoh dan karakter suara, mempelajari tempo dan irama bercerita, cerita harus sesuai dengan bahasa anak, posisi guru hendaknya terlihat oleh semua anak. Jadi dapat disimpulkan bahwa di dalam kegiatan bercerita kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan bercerita, menjadi faktor yang menentukan sehingga bercerita dapat dikatakan sebagai suatu metode pembelajaran yang menarik bagi anak dimana guru harus memperhatikan tujuan yang akan dicapai, situasi dan kondisi tempat pembelajaran, kesesuaian dengan anak serta penguasaan dan pengetahuan guru tentang teknik di dalam bercerita. 2. Tujuan Bercerita Pada dasarnya kegiatan bercerita bertujuan untuk mengembangkan aspek perkembangan bahasa dan mengembangkan imajinasi anak sehingga anak mampu menyatakan ide, gagasan dan pikirannya kepada orang lain yang disampaikan secara lisan, serta anak mampu mendengarkan apa yang disampaikan oleh orang lain dengan penuh perhatian. Kusniaty (2005) menyatakan bahwa tujuan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah agar anak mampu mendengarkan apa yang disampaikan orang lain, anak dapat bertanya apabila tidak memahami apa yang disampaikan serta anak dapat menjawab pertanyaan dan mampu menceritakan kembali apa yang didengarnya. Hal ini sesuai dengan Hidayat (2003) tujuan pembelajaran dengan bercerita dalam program kegiatan di Taman Kanak-kanak adalah: a. Mengembangkan kemampuan dasar untuk pengembangan daya cipta, dalam

5 13 pengertian membuat anak kreatif yaitu lancar, fleksibel dan orisinal dalam bertutur kata, berfikir, serta berolah tangan dan berolah tubuh sebagai latihan motorik halus maupun kasar. b. Mengembangkan kemampuan dasar dalam pengembangan bahasa agar anak didik mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungan. Sedangkan menurut Moeslichatoen (2004:171) kegiatan bercerita bertujuan untuk memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial, moral, dan keagamaan, pemberian informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Berkaitan dengan tujuan pembelajaran bercerita di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bercerita bertujuan untuk membantu anak dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki oleh anak dan bercerita mampu memberikan sumbangan terbesar dalam mengembangkan aspek bahasa sehingga anak mampu berkomunikasi dengan lingkungannya. 3. Jenis Cerita Banyak jenis cerita yang dapat disampaikan kepada anak, namun jenis cerita yang menarik untuk anak tentu berlainan, ini tergantung pada pemahaman dan pengalaman yang didapat anak sebelumnya. Anak-anak yang banyak dibacakan cerita tentunya akan lebih banyak mendengarkan dan menjadi pendengar yang aktif sehingga menimbukan kesenangan dalam mendengarkan cerita.

6 14 Cerita untuk anak dapat dikategorikan kedalam tiga jenis, yakni cerita rakyat, cerita fiksi modern dan cerita faktual. Ketiga cerita tersebut memiliki sumber dan karakteristik yang berbeda Musfiroh (2005b), antara lain: a. Cerita Rakyat yang dalam bahasa Inggris disebut folkate adalah narasi pendek dalam bentuk prosa yang tidak diketahui penciptanya dan tersebar dari mulut ke mulut (Abrams dalam Musfiroh, 2005b) b. Cerita fiksi modern dapat dikategorikan menjadi cerita fantasi dan cerita fiksi ilmiah (Cox dalam Musfiroh, 2005b). Cerita fiksi modern merupakan cerita imajinatif yang diciptakan oleh seseorang berdasarkan problematika kehidupan sehari-hari. c. Cerita faktual adalah cerita yang didasarkan pada peristiwa faktual yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang. Cerita faktual biasanya diabadikan dalam bentuk buku sejarah atau kitab suci yang dipercaya kebenarannya (Musfiroh, 2005b). 4. Komponen-komponen Cerita Anak Pada dasarnya cerita yang baik memiliki alur yang berirama yang alami pada bagian awal, tengah, dan akhir cerita. Selain itu plot cerita dikembangkan dengan baik, karakter tokohnya dapat dipercaya, kata-katanya imajinatif dan kreatif serta memanfaatkan humor atau drama untuk membangkitkan emosi dan imajinasi anak sehingga mampu merebut perhatian dan minat anak untuk mendengarkan cerita.

7 15 Oleh karena itu Musfiroh (2005b) menyatakan bahwa di dalam cerita hendaknya penulis memperhatikan komponen-komponen cerita sebagai berikut: a. Tema Tema adalah makna yang terkandung dalam sebuah cerita (Pickering & Hoeper; Stanton; Kenney dalam Musfiroh, 2005b). Tema juga dapat diartikan sebagai gagasan, ide, pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (Sudjiman dalam Musfiroh, 2005b). Untuk anak, cerita yang disuguhkan sebaiknya memiliki tema tunggal, berupa tema sosial maupun tema ketuhanan. Tema yang sesuai untuk mereka antara lain: tema moral dan kemanusiaan, tema binatang dan lain sebagainya (Musfiroh, 2005b). b. Setting Setting adalah waktu dan tempat terjadinya cerita secara nyata yang dapat dipercaya kebenarannya. Penggambaran waktu dan tempat membantu imajinasi anak untuk berpikir tentang kejadian cerita itu benar-benar dialami oleh anak itu sendiri. Pemilihan setting cerita ini harus spesifik sehingga keakuratan cerita dapat membantu anak mengembangkan daya nalar (Mustakim, 2005). Stewigh (Mustakim, 2005) menyatakan bahwa pemilihan latar cerita hendaknya dipilih tempat yang spesifik yang menggambarkan kealamian dan kekhasan tempat yang tidak pernah diduga oleh pembaca sebelumnya. c. Plot atau Alur Cerita Plot adalah peristiwa-peristiwa naratif yang disusun dalam serangkaian waktu (Musfiroh, 2005b). Plot juga dapat didefinisikan sebagai peristiwa-peristiwa narasi (cerita) yang penekananya terletak pada hubungan kausalitas (Forster

8 16 dalam Musfiroh, 2005b). Karena kemampuan logical anak belum berkembang maksimal maka plot yang ditampilkan dalam cerita cenderung sederhana, tidak terlalu rumit. Plot atau alur cerita pada anak yang biasa digunakan pengarang cerita mengutamakan plot maju, artinya tahap-tahap cerita ini dimulai dari perkenalan tokoh-tokoh cerita, masa menghadapi masalah, klimaks, antiklimaks dan kemudian penyelesaian cerita. Plot cerita seperti ini berfungsi untuk memudahkan anak memahami isi cerita (Musfiroh, 2005b). d. Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami berbagai peristiwa dalam cerita (Musfiroh, 2005b).Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi pada cerita anak tokoh itu dapat berwujud binatang atau benda-benda. Tokoh binatang atau benda dalam cerita dapat bertingkah laku seperti manusia, dapat berfikir dan berbicara seperti manusia (Sudjiman dalam Musfiroh, 2005b). Tokoh cerita bersifat rekaan. Meskipun demikian, tokoh cerita kemiripan dengan individu tertentu dalam kehidupan nyata. Tokoh cerita mungkin memiliki sifat-sifat yang mirip dengan tokoh yang dikenal anak. Anak TK memerlukan tokoh cerita yang jelas dan sederhana. Tokoh-tokoh sederhana membantu anak-anak dalam mengidentifikasi tokoh jahat dan tokoh baik. c. Sudut pandang Sudut pandang atau point of view, merupakan salah satu sarana cerita (Stanton dalam Musfiroh, 2005b). Sudut pandang mempermasalahkan siapa yang menceritakan atau dari kacamata siapa cerita dikisahkan. Penggunaan sudut pandang memudahkan anak mengidentifikasi dan memahami cerita, karena

9 17 mereka terbantu oleh pencerita yang. memberitahukan hal-hal yang menyangkut tokoh, peristiwa, tindakan dan motivasi tertentu yang melatarbelakanginya. 5. Manfaat Cerita Bagi Anak Cerita merupakan media yang sangat baik dan efisien dalam proses belajar mengajar di Taman kanak-kanak. Cerita yang disampaikan dengan baik dapat membantu memperluas pengetahuan anak, membantu perkembangan apresiasi budaya dan membantu anak memahami tentang dunia mereka dan lingkungan sekitarnya. Cerita bagi anak memiliki manfaat yang sama pentingnya dengan aktivitas dan program pendidikan itu sendiri. Ditinjau dari berbagai aspek, manfaat cerita menurut Musfiroh (2005b: ) diantaranya adalah: a. Membantu pembentukan pribadi dan moral anak Cerita sangat efektif untuk mempengaruhi cara berfikir dan berperilaku anak karena mereka senang mendengarkan cerita walaupun dibacakan secara berulang-ulang. Cerita dapat memiliki keuntungan psikologis jika anak mandapatkan cerita itu dari guru atau orangtuanya. Efek psikologis inilah yang menjadi landasan bagi guru untuk menyemaikan nilai-nilai moral, etika, dan budi pekerti. b. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi anak Anak-anak membutuhkan penyaluran imajinasi dan fantasi tentang berbagai hal yang selalu muncul dalam pikiran anak. Masa usia prasekolah merupakan

10 18 masa-masa aktif anak berimajinasi. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya imajinasi anak-anak sedang membutuhkan penyaluran, salah satu tempat yang tepat dalam penyaluran imajinasi anak adalah melalui cerita. c. Memacu kemampuan verbal anak. Cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang bercerita atau berbicara. Anak belajar tata cara berdialog dan bernarasi serta terangsang untuk menirukannya. Maka melalui cerita memacu kecerdasan linguistik dalam hal ini merupakan kegiatan yang sangat penting. d. Merangsang minat menulis anak Cerita dapat membantu kepercayaan diri pada anak untuk menumbuhkan kemampuan tulis, sehingga menimbulkan inspirasi anak untuk membuat cerita. e. Merangsang minat baca anak Anak berbicara dan mendengar sebelum ia belajar membaca. Oleh karena itu pengembangan sistem bahasa lisan yang baik sangat penting untuk mempersiapkan anak belajar membaca, membaca cerita dapat menjadi contoh yang efektif bagi anak bagaimana aktifitas membaca harus dilakukan. f. Membuka cakrawala pengetahuan anak. Pemanfaatan cerita sebagai pengembangan pengetahuan anak sangat diperlukan karena akan memberikan bekal kepada anak mengenai berbagai budaya. Sehingga anak-anak dapat berinteraksi dari belajar tentang nama, proses dan kategori berbagai hal yang berada dalam koridor budaya dengan orang dewasa

11 19 atau teman sebayanya. Dalam hal ini wawasan anak akan bertambah tentang dunia sekelilingnya (Musfiroh, 2005b). Beberapa penelitian yang dilaporkan Manson pada tahun 1981 (Solehuddin, 2000) memperlihatkan bahwa membacakan atau menceritakan cerita-cerita sederhana kepada anak lebih penting untuk perolehan pengetahuan awal tentang membaca daripada aktivitas lainnya termasuk menamai gambar, menyebutkan dan mengeja kata-kata, serta mencetak huruf atau kata-kata. Begitu juga penelitian Ferguson pada tahun 1979 (Solehuddin, 2000) menunjukkan bahwa anak-anak yang dibacakan kepada mereka cerita-cerita semasa TK memperoleh skor lebih tinggi dalam tes keterampilan membaca daripada anakanak yang berpartisipasi dalam aktivitas baca tulis awal lainnya. Berkaitan dengan manfaat pembelajaran bercerita di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bercerita mampu membantu anak dalam mengembangkan berbagai aspek perkembangannva diantara aspek bahasa, fisik motorik, seni, kognitif, sosial emosional dan kemandirian. 6. Kriteria Pemilihan Cerita Anak Anak-anak usia dini mempunyai kemampuan menyerap informasi yang lebih cepat dibanding anak-anak remaja keatas, selain itu anak-anak juga belum mampu membedakan antara kenyataan dan fantasi, apa yang didengar dan dilihatnya dianggap benar-benar terjadi (Priyasmono, 2004). Maka di dalam menyampaikan sebuah cerita diperlukan adanya pemilihan cerita yang baik untuk anak-anak. Kriteria pemilihan cerita anak menurut Mustakim (2005) antara lain:

12 20 a. Kesederhanaan bahasa Bahasa cerita dapat memberikan wawasan kepada anak tentang isi cerita. Bahasa hendaknya dipilih berdasarkan pada latar bagaimana perkembangan bahasa anak dan jalan pikiran anak. b. Kesederhanaan Alur Salah satu aspek cerita yang menarik perhatian anak adalah alur cerita. Alur cerita terjadi pada tahap awal cerita, tengah cerita dan akhir cerita (Zuhdi dalam Mustakim, 2005). Paparan alur cerita yang sederhana mampu mengembangkan daya nalar anak untuk berfikir kritis tentang masalah yang terjadi pada awal, tengah dan akhir cerita. c. Perwatakan Tokoh Tokoh di dalam cerita adalah salah satu unsur cerita yang sangat menarik bagi anak, tokoh bagi anak-anak harus jelas dan dapat dipercaya. Artinya bahwa tokoh itu memiliki kepribadian yang jelas yang digambarkan melalui pikiran, kata-kata, tindakan dan ekspresi. Tokoh cerita yang disukai anak-anak adalah tokoh yamg berani, cerdik dan perkasa (Nuraeni, 2000). d. Mengandung Pendidikan Moral Cerita anak-anak hendaknya banyak memberikan manfaat bagi pendidikan anak-anak. Cerita tersebut dimaksudkan untuk memberi teladan kepada anakanak guna membina pribadinya. Cerita yang memuat sikap berbudi atau moral adalah cerita orang yang bemurah hati, peduli kepada orang lain, memperhatikan nasihat, menolong yang lemah dan lain-lain (Mustakim, 2005).

13 21 Jadi cerita anak yang baik harus mampu membuka pintu pengetahuan, mampu membantu meningkatkan kemampuan berbahasa, mengembangkan kepribadian dan keselarasan kehidupan sosial serta mampu memikat hati dan memperkaya jiwa anak. 7. Teknik Penyajian Cerita Pada dasarnya untuk menyajikan cerita secara menarik diperlukan beberapa persiapan mulai dari tempat, alat peraga hingga penyajian cerita, oleh karena itu diperlukan teknik penyajian cerita yang sesuai dengan proses pembelajaran bagi anak, agar pesan yang disampaikan melalui cerita dapat diterima dengan baik oleh anak. Majid (2005) menyatakan, bercerita tidak harus dilakukan di dalam kelas, kegiatan bercerita dapat dilakukan di luar kelas yang dianggap baik oleh guru. Senada dengan pendapat di atas, Musfiroh (2005b) menyatakan tempat untuk bercerita harus memenuhi kriteria kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Apabila anak relatif banyak, sebaiknya digunakan tempat yang cukup luas agar dapat mendukung keberhasilan pada saat bercerita. Ceritapun dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat bantu yang disebut dengan alat peraga bercerita. Alat peraga ini dapat membantu guru dalam menyampaikan pesan pada isi cerita yang disampaikan (Musfiroh, 2005b). Senada dengan pendapat di atas, Kusniaty (2005) menyatakan teknik pelaksanaan bercerita dapat menggunakan alat peraga atau tanpa alat peraga. Dimana bercerita dengan menggunakan alat peraga adalah menyajikan cerita dengan menggunakan

14 22 media yang menarik dan aman bagi anak. Sedangkan bercerita tanpa alat peraga adalah bercerita yang dilakukan tanpa adanya alat peraga yang diperlihatkan kepada anak (Kusniaty, 2005). Dengan memperhatikan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa didalam melaksanakan kegiatan bercerita diperlukan berbagai persiapan yang terkait dengan teknik penyajian cerita, maka diperlukan petunjuk pelaksanaan yang jelas yang menyangkut tempat dan alat yang digunakan untuk bercerita, sehingga kegiatan bercerita dapat menyenangkan bagi anak dan dapat mencapai tujuan yang dimaksud. 8. Permasalahan Seputar Cerita dan Bercerita Seringkali di dalam melaksanakan kegiatan bercerita ditemukan berbagai permasalahan yang menyangkut baik persiapan maupun pelaksanaan penceritaan. Menurut Musfiroh (2005b) empat permasalahan utama di dalam bercerita, yakni; a. bercerita yang kurang memiliki kandungan pendidikan, dimana cerita dinamakan dengan tuna makna. Cerita tuna makna kurang memberikan sajian yang mendukung proses pembelajaran pada anak. b. cerita yang dipenuhi improvisasi, korupsi dan interpolasi sehingga mengaburkan esensi cerita yang sebenarnya. Maksudnya adalah pencerita atau guru kadang melakukan pengubahan habis-habisan pada sebuah cerita, seperti ucapan-ucapan tokoh, adegan, jalan cerita bahkan sifat-sifat tokoh tidak lagi mirip dengan cerita aslinya. Tidak semua improvisasi bernilai positif improvisasi yang berlebihan dan tidak sejalan dengan cerita dapat

15 23 mengakibatkan sebuah cerita menjadi kabur dan membuat cerita menjadi kehilangan hakikatnya. c. efek cerita yang diderita anak akibat imitasi yang tidak terkontrol d. imajinasi anak yang tidak terkendali, karena anak hanyut oleh cerita yang dinikmati, maksudnya adalah anak penuh imajinasi atau daya imajinasi anak sedang berkembang. Namun ada kalanya anak mengalami kesulitan membedakan dunia nyata dan dunia khayal. Misalnya ketika diberikan cerita tentang mahluk halus, anak akan menganggap bahwa cerita itu betul-betul nyata, sehingga ketika anak teracuni imajinasinya sendiri tidak mudah baginya keluar dari dunianya itu tanpa bantuan guru atau orang tua (Musfiroh, 2005b). B. Konsep Menyimak 1. Pengertian Menyimak Kemampuan menyimak merupakan kemampuan yang harus dikembangkan sejak anak-anak. Kemampuan menyimak memegang peranan yang sangat penting di dalam kehidupan, menyimak merupakan keterampilan yang harus dimiliki semua anak agar dapat memahami bahasa yang digunakan orang lain secara lisan (Dhieni, 2005). Tanpa kemampuan menyimak secara baik memungkinkan terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi antara sesama pemakai bahasa. Dengan demikian, kegiatan menyimak merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan untuk menerima sejumlah informasi yang di sampaikan oleh orang lain (Dhieni, 2005).

16 24 Suhendar (1997: 1) menyatakan bahwa menyimak merupakan proses perubahan bentuk bunyi menjadi wujud makna". Sedangkan pengertian menyimak yang dikemukakan Tarigan (2008: 31) adalah: "suatu proses kegiatan mendengarkan lambang - lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Senada dengan pendapat di atas Yarmi dan Dhieni (2005) menyatakan menyimak adalah mendengarkan secara aktif dan kreatif untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang di sampaikan secara lisan. Sedangkan menurut Anderson (Yarmi dan Dhieni, 2005) yang dimaksud dengan menyimak adalah mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi. Hal tersebut dipertegas dengan pernyataan Tarigan (1991: 25) bahwa menyimak merupakan "suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya." Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah suatu proses mendengarkan dengan penuh perhatian, menangkap pesan dan memperoleh informasi serta memahami makna komunikasi yang disampaikan secara lisan oleh pembicara agar penyimak dapat menangkap pesan dari pembicaraan tersebut.

17 25 2. Tahapan Menyimak Menurut Tarigan (1991) dalam proses menyimak terdapat enam tahap yakni; a. Mendengar Penyimak menangkap pesan pembicara yang sudah diterjemahkan dalam bentuk bunyi bahasa. b. Mengidentifikasi Mengenal dan mengelompokkan suku kata, kelompok kata, kalimat, paragraf atau wacana c. Menginterpretasi Menafsirkan makna yang dimaksudkan oleh pembicara d. Memahami Memahami makna pesan yang disampaikan pembicara e. Menilai Kualitas hasil penilaian sangat tergantung pada pengalaman dan pengetahuan penyimak. f. Menanggapi Mernberikan reaksi terhadap pesan yang diterima Senada dengan pendapat di atas Logan (Tarigan, 2008) menyatakan bahwa di dalam proses menyimak terdapat tahap-tahap yang perlu diperhatikan, antara lain: a. Tahap Mendengar, dalam tahap ini hanya mendengarkan segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara.

18 26 b. Tahap Memahami, selain mendengar juga dapat mengerti dan memahami maksud dari isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara c. Tahap Menginterpretasi, dalam tahap ini dapat menafsirkan isi, butir-butir pendapat yang tersirat dalam setiap ujaran d. Tahap Mengevaluasi, penyimak dapat menilai pendapat serta gagasan pembicara mengenai kelemahan dan keunggulan pembicara. e. Tahap Menanggapi, dalam tahap ini penyimak dapat menyambut, mencamkan, dan menyerap serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan oleh pembicara. Sedangkan Tarigan (2008) menurut sebuah buku mengenai keterampilan bahasa khususnya mengenai keterampilan menyimak yang berjudul "Tulare Country Cooperative Language Ars Guide", keterampilan menyimak bagi Taman kanak-kanak (usia 4,5-6 tahun) yaitu; a. menyimak pada teman-teman sebaya dalam kelompok bermain b. mengembangkan perhatian dalam waktu yang amat panjang melalui cerita atau dongeng c. dapat mengingat petunjuk-petunjuk dan pesan-pesan sederhana 3. Tujuan Menyimak Setiap individu yang lahir normal memiliki kemampuan dasar untuk menyimak. Namun tidak setiap orang memiliki kemampuan yang sama dalam hal menyimak (Mustakim, 2005). Menyimak mempunyai peranan yang sangat

19 27 penting bagi kehidupan manusia, dan memiliki tujuan yang sangat jelas dalam setiap lingkungan sosial. Tarigan (1991: 5) menyatakan bahwa "tujuan utama dari menyimak adalah menangkap, memahami atau menghayati pesan, ide, gagasan yang tersirat dalam bahan simakan." Sedangkan lebih spesifik Tarigan (Yarmi dan Dhieni, 2005) mengemukakan ada tujuh tujuan dari menyimak yaitu; untuk belajar, untuk memecahkan masalah, untuk mengevaluasi, untuk mengapresiasi, untuk mengkomunikasikan ide-ide, untuk membedakan bunyi-bunyi serta untuk meyakinkan. Sejalan dengan pendapat tersebut Sabarti (Yarmi dan Dhieni, 2005) mengemukakan tujuan dari menyimak, yaitu: menyimak untuk belajar, menyimak untuk menghibur diri, menyimak untuk menilai, menyimak untuk mengapresiasi, menyimak untuk memecahkan masalah. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari menyimak adalah untuk memperoleh informasi, menangkap pesan dan memahami isi dari pembicara melalui ujaran serta menyimak berguna untuk belajar, untuk memecahkan masalah, untuk mengevaluasi, untuk mengapresiasi, untuk mengkomunikasikan ide-ide, untuk membedakan bunyi-bunyi dan untuk menghibur diri. 4. Jenis-jenis Menyimak Menyimak sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memperluas wawasan, pengetahuan maupun hanya untuk kesenangan. Namun

20 28 setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami apa yang disimaknya. Menurut Green & Petty ( Tarigan 1991: 26) terdapat sembilan jenis menyimak, seperti yang diuraikan berikut ini: 1) Menyimak tanpa reaksi, penyimak mendengar sesuatu berupa suara atau teriakan, namun yang bersangkutan tidak memberikan reaksi apa-apa. 2) Menyimak terputus-putus, penyimak sebentar menyimak sebentar tidak, pikiran penyimak bercabang tidak terpusat kepada bahan simakan. 3) Menyimak terpusat, pikiran penyimak terpusat pada sesuatu 4) Menyimak pasif, menyimak pasif hampir sama dengan menyimak tanpa reaksi, namun penyimak pasif sudah ada reaksi walaupun sedikit. 5) Menyimak dangkal, penyimak hanya menangkap sebagian isi simakan. 6) Menyimak untuk membandingkan, penyimak menyimak sesuatu pesan, kemudian membandingkan isi pesan itu dengan pengalaman atau pengetahuan penyimak yang relevan. 7) Menyimak organisasi materi, penyimak berusaha mengetahui organisasi materi yang disampaikan pembicara, ide pokoknya serta detail penunjangnya. 8) Menyimak kritis, penyimak menganalisis secara kritis terhadap materi yang disampaikan pembicara.

21 29 9) Menyimak kreatif dan apresiatif, penyimak memberikan responsi mental dan fisik yang asli terhadap bahan simakan yang diterima (Green and Petty dalam Tarigan, 1991). Senada dengan pendapat di atas, Tarigan (2008) mengemukakan jenisjenis menyimak sebagai berikut: 1) Menyimak Ekstensif adalah sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang mudah yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak perlu di bawah bimbingan langsung dari seorang guru. Menyimak ekstensif meliputi menyimak sosial, menyimak sekunder, menyimak estetik, dan menyimak pasif. 2) Menyimak Intensif adalah kegiatan menyimak yang diarahkan pada suatu kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap satu hal tertentu. Menyimak intensif ini meliputi menyimak kritis, menyimak konsertratif menyimak kreatif, menyimak eksploratori, menyimak interogatif, dan menyimak selektif. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Menyimak Meskipun kegiatan menyimak itu sangat berperan penting, namun sering kali penyimak mengalami kesulitan sehingga informasi yang diperoleh pun tidak maksimal. Dalam kegiatan menyimak terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi, diantara berbagai faktor tersebut, Hunt (Tarigan, 2008) mengatakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi menyimak, yaitu;

22 30 a. sikap b. motivasi c. pribadi d. situasi kehidupan e. peranan dalam masyarakat (Hunt dalam Tarigan, 2008) Sedangkan Logan (Tarigan, 2008) mengemukakan faktor-faktor berikut ini: a. faktor lingkungan, yang terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial b. faktor fisik c. faktor psikologis d. faktor pengalaman Senada dengan pendapat di alas Tarigan (2008) menyatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi kegiatan menyimak adalah: a. Faktor fisik, kondisi fisik seseorang merupakan faktor penting yang turut menentukan keberhasilan dan keefektifan dalam menyimak, kesehatan dan kesejahteraan fisik merupakan modal penting dalam menyimak. Selain kondisi fisik, lingkungan fisik juga turut bertanggung jawab atas keefektifan menyimak sesorang, misalnya ruangan yang terlalu panas atau terlalu dingin, suara dan bunyi yang mengganggu atau orang yang berjalan hilir mudik dapat mengganggu aktivitas dalam menyimak. b. Faktor psikologis, faktor psikologis melibatkan sifat-sifat dan sikap-sikap pribadi, faktor ini meliputi; prasangka dan kurangnya simpati terhadap pembicara, keegosentrisan dan asyiknya terhadap minat pribadi dan

23 31 masalah pribadi, kepicikan yang menyebabkan pandangan yang kurang luas, kebosanan dan kejenuhan yang menyebabkan tidak adanya perhatian sama sekali pada pokok pembicaraan, sikap yang tidak layak terhadap sekolah, terhadap guru, terhadap pokok pembicaraan, atau terhadap pembicara. c. Faktor Pengalaman, kurangnya pengalaman atau tidak ada minat terhadap bidang yang akan disimak dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan dalam menyimak. Dengan demikian pengalaman merupakan faktor penting dalam kegiatan menyimak. d. Faktor Sikap, setiap orang akan menyimak secara seksama terhadap topik atau pembicaran yang dia setujui dan kurang respek terhadap topik atau pembicaraan yang kurang disetujuinya. Sikap inilah yang dapat mempengaruhi di dalam aktivitas menyimak. e. Faktor Motivasi, kegiatan menyimak biasanya melibatkan penilaian kita sendiri, seandainya seseorang memperoleh sesuatu yang berharga dari sebuah pembicaraan maka akan bersemangat, tekun dan seksama dalam menyimak. f. Faktor Jenis Kelamin, kebiasaan menyimak dapat berbeda satu sama lain, perbedaan ini turut pula ditentukan oleh perbedaan jenis kelamin. Dari beberapa penelitian beberapa pakar menarik kesimpulan bahwa pria dan wanita pada umumnva mempunyai perhatian yang berbeda, dan cara mereka memusatkan perhatian pada sesuatu hal berbeda pula.

24 32 g. Faktor Lingkungan, keberhasilan menyimak bukan saja ditentukan oleh faktor lingkungan fisik semata, akan tetapi lingkungan sosialpun dapat mempengaruhi keberhasilan dalam kegiatan menyimak. h. Faktor Peranan Masyarakat, kemauan menyimak dapat dipengaruhi oleh peranan kita dalam masyarakat. Contohnya sebagai guru dan pendidik biasanya menginginkan untuk meyimak ceramah, kuliah atau berita yang berhubungan dengan pendidikan, begitu pula halnya lurah, camat dan bupati akan menyimak kegiatan atau berita yang berhubungan dengan pekerjaannya (Tarigan, 2008). 6. Strategi Pengembangan kemampuan Menyimak Upaya mengembangkan serta meningkatkan kemampuan menyimak pada anak merupakan unsur yang sangat penting di dalam pengembangan kemampuan berbahasa anak. Oleh karena itu, setiap anak hendaknya diberikan dorongan dan kesempatan untuk menerima pengalaman belajar dalam kehidupan berbahasa yang nyata. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan strategi pembelajaran menyimak. Berbagai Strategi dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menyimak. Paley dan Bromley (Yarmi dan Dhieni, 2005) mengemukakan beberapa strategi yang dapat dilakukan agar anak dapat menjadi pendengar aktif yaitu: a. Tetap diam, artinya penyimak tidak menambahkan kata-kata sewaktu terjadi keragu-raguan ketika seorang pembicara berhenti, yang dilakukan

25 33 tetap diam dan menyerap pesan yang disampaikan. b. Teori dan penelitian membuktikan bahwa anak akan belajar lebih banyak jika guru mendengarkan lebih banyak. c. Mempertahankan kontak mata. Cara yang terbaik untuk membatasi informasi yang masuk adalah dengan tetap menjaga kontak mata dengan pembicara. Caranya guru bisa melihat ke sekeliling atau duduk dekat anak. d. Menggunakan bahasa nonverbal. Seseorang pendengar aktif mernproses semua informasi yang disampaikan oleh pembicara, untuk membantu pemahaman guru anak terhadap apa yang di perdengarkan guru bisa memanfaatkan bahasa nonverbal, seperti gerakan tangan, atau ekspresi. e. Menangkap pengertian. Apabila pendengar mendengar sesuatu ketidaksesuaian maka pendengar dapat menemukan waktu yang tepat untuk menanyakan pertanyaan atau menyampaikan pernyataan. f. Membagi kesan mental. Pendengar terlibat aktif dalam mendengar apa yang didengar sehingga menjadi lebih mengerti g. Mendorong berbicara. Orang dewasa dapat mendorong anak untuk berani berbicara dan percaya diri ketika di rumah atau di sekolah. h. Partisipasi Kelompok. Kegiatan berkelompok dapat meningkatkan kemampuan menyimak anak seperti: bekerja berpasangan, bermain peran atau dramatisasi (Paley & Bromley dalam Yarmi dan Dhieni, 2005). Jadi dapat disimpulkan melalui strategi pembelajaran yang dinamis diharapkan akan tercipta suatu bentuk komunikasi lisan yang terpola dan kemampuan menyimak pada anak dapat meningkat sehingga anak mampu untuk

26 34 menangkap pesan atau gagasan yang disampaikan, anak mampu untuk mengungkapkan perasaannya, menyampaikan keinginan serta memberikan saran dan pendapatnya. C. Penelitian - Penelitian Sebelumnya Kegiatan bercerita dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan bahasa anak (Mustakim, 2005). Hal tersebut dapat dilihat dari penelitianpenelitian sebelumnya sebagaimana dipaparkan di bawah ini: Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rustina (2008) bahwa keterampilan mendongeng dapat mempengaruhi daya simak anak pada usia 4-5 tahun, terutama pada keterampilan guru dalam olah vokal (artikulasi intonasi, irama suara yang jelas dan menarik), ekspresif, dan keterampilan memilih alat peraga yang tepat. Sedangkan hasil penelitian Sukmaesih (2004) menyatakan bahwa pembelajaran bercerita dengan menggunakan media boneka dapat meningkatkan keterampilan menyimak dan berbicara bagi anak. Selain itu, keterampilan menyimak juga mampu menumbuhkan motivasi anak untuk bercerita, meningkatkan kemampuan menyimak cerita serta mampu menceritakan kembali isi cerita. Kemudian, hasil penelitian Tresnawati (2008) menyatakan bahwa pembelajaran menyimak cerita dapat meningkatkan daya simak anak, hal ini terjadi ketika pencerita menceritakan dongeng yang berkultur budaya Indonesia. Oleh karena itu, dari berbagai penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan bercerita baik menggunakan alat peraga maupun tanpa alat peraga dapat

27 35 mempengaruhi dan meningkatkan keterampilan menyimak pada anak dan mampu menumbuhkan motivasi pada anak untuk menceritakan kembali isi cerita sederhana. D. Kerangka Berpikir Hubungan antara Kemampuan Guru dalam Bercerita dengan Kemampuan Anak dalam Menyimak Cerita. Kegiatan menyimak merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan menyimak pada anak dapat dilakukan melalui kegiatan mendengarkan cerita. Karena, kegiatan mendengarkan cerita merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan mampu menarik perhatian anak serta dapat meningkatkan kemampuan menyimak pada anak. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmaesih (2004) bahwa pembelajaran bercerita selain mampu menumbuhkan motivasi anak untuk bercerita juga mampu meningkatkan kemampuan menyimak cerita dan menceritakan kembali isi dari cerita. Untuk membawakan cerita yang menarik bukanlah suatu kegiatan yang mudah. Kemampuan guru dalam bercerita sangat diperlukan, karena guru sebagai pencerita menduduki fungsi yang sangat sentral dalam kegiatan bercerita. Dengan demikian ketertarikan anak untuk dapat menyimak cerita yang disampaikan oleh guru dapat tergantung dari kreatifitas guru dalam menyampaikan isi cerita itu sendiri. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan Rustina (2008) bahwa keterampilan bercerita dapat mempengaruhi daya simak anak pada usia 4-5 tahun,

28 36 terutama pada keterampilan guru dalam olah vokal (artikulasi intonasi, irama suara yang jelas dan menarik), ekspresif, dan keterampilan memilih alat peraga yang tepat. Dengan demikian besar kemungkinan terdapat hubungan antara kemampuan guru dalam bercerita dengan kemampuan anak dalam menyimak cerita. Semakin baik kemampuan guru dalam bercerita maka akan semakin baik juga kemampuan anak dalam menyimak cerita.

BAB II LANDASAN TEORI. Berkaitan dengan pembahasan usulan skripsi yang berjudul Meningkatkan

BAB II LANDASAN TEORI. Berkaitan dengan pembahasan usulan skripsi yang berjudul Meningkatkan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori Berkaitan dengan pembahasan usulan skripsi yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Menyimak Cerita melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Membaca 2.1.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan uraian sistematis tentang hasil hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan ada hubungannya dengan penelitian

Lebih terperinci

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI* METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI* Hartono Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY e-mail: hartono-fbs@uny.ac.id Pemilihan metode pengenalan bahasa untuk anak usia dini perlu memperhatikan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia disebutkan, Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu keterampilan mendengarkan, keterampilan berbicara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerakan menjadi ujaran. Anak usia dini biasanya telah mampu. mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. gerakan menjadi ujaran. Anak usia dini biasanya telah mampu. mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, produk bahasa mereka juga meningkat dalam kuantitas, keluasan dan kerumitan. Anak-anak secara bertahap berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah saat ini, karena usia dini berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

2015 PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA SEKOLAH DASAR

2015 PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA SEKOLAH DASAR A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempunyai peran penting didalam komunikasi baik secara lisan maupun tulisan dan digunakan sebagai bahasa nasional sehingga

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

35. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

35. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E) 35. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Berbicara Pengertian Kemampuan Berbicara

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Berbicara Pengertian Kemampuan Berbicara BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Berbicara 2.1.1 Pengertian Kemampuan Berbicara Kemampuan berbicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi secara lisan dengan orang lain. Kemampuan ini memberikan gambaran tentang

Lebih terperinci

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A) 32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE SCRIPT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG SISWA SMP

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE SCRIPT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG SISWA SMP MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE SCRIPT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG SISWA SMP Heru Susanto, Eti Sunarsih Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP Singkawang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan hasil kebudayaan yang

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Widiharto NIM : S200070130 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku siswa agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia Taman Kanak-kanak memiliki karakteristik yaitu rasa ingin tahu dan antusias

BAB I PENDAHULUAN. usia Taman Kanak-kanak memiliki karakteristik yaitu rasa ingin tahu dan antusias BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia TK memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai karena anak usia TK adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia hendaknya mengarah pada tujuan pengetahuan bahasa sampai penggunaannya, oleh karena itu harus benar-benar dipahami siswa. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama

II. KAJIAN PUSTAKA. dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Anak Usia Dini 1. Pengertian Anak Usia Dini Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah. Kegiatan menulis menjadikan siswa aktif dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia sehingga memegang peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan pada keterampilan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE BERCERITA TERHADAP KEMAMPUAN MENYIMAK ANAK USIA 4-5 TAHUNDI TK

PENGARUH METODE BERCERITA TERHADAP KEMAMPUAN MENYIMAK ANAK USIA 4-5 TAHUNDI TK PENGARUH METODE BERCERITA TERHADAP KEMAMPUAN MENYIMAK ANAK USIA 4-5 TAHUNDI TK. NEGERI PEMBINA KI HADJAR DEWANTORO KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO ERTIWI MAMONTO Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kemampuan Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu meninjau penelitian sebelumnya. Peninjauan pada penelitian lain sangat penting dilakukan. Hal ini

Lebih terperinci

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B)

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) 33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari

Lebih terperinci

K A R M I NIM. A53B111043

K A R M I NIM. A53B111043 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BAHASA LISAN MELALUI METODE BERCERITA DENGAN BONEKA TANGAN PADA ANAK KELOMPOK B TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL BERO IV TRUCUK KLATEN TAHUN AJARAN 2013/2014 PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam pembelajaran berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai tentu harus melalui proses pembelajaran secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan untuk anak dalam rentang usia empat sampai dengan enam tahun yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB III KETERAMPILAN BERBAHASA INDONESIA Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra.Andi Nurfaizah, M.Pd. Drs. Latri S, S.Pd., M.Pd.

Lebih terperinci

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk bermasyarakat. Untuk memenuhi fungsi kemasyarakatan digunakan bahasa sebagai alat komunikasi utama. Bahasa adalah sekumpulan bunyi yang diucapkan

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja

KAJIAN PUSTAKA. Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Metode Bercerita Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan manusia adalah bahasa. Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Pengajaran

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PILANGSARI 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar Pembangunan PAUD 2011 2025 menyatakan : bahwa PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menulis seperti membuat ikhtisar, menulis puisi, mencatat pelajaran, menulis

BAB I PENDAHULUAN. menulis seperti membuat ikhtisar, menulis puisi, mencatat pelajaran, menulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat. Suparno & Mohamad Yunus menyatakan menulis sangat bermanfaat untuk: (1) meningkatkan kecerdasan, (2) mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan

I. PENDAHULUAN. sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan berbahasa yang baik perlu dimiliki dan dipelajari oleh setiap orang. Kemampuan yang harus dimiliki siswa melalui pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Satuan Pendidikan : SMP/MTs. Kelas : VII, VIII, IX Nama Guru : Dwi Agus Yunianto, S.Pd. NIP/NIK : 19650628

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahir sampai dengan usia enam tahun. Pemberian rangsangan pendidikan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lahir sampai dengan usia enam tahun. Pemberian rangsangan pendidikan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan usia anak dini adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru sebagai fasilitator memiliki pengaruh yang besar dalam proses kegiatan pembelajaran. Salah satunya guru juga dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan

BAB II LANDASAN TEORI. Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Menyimak Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apersepsi serta interpretasi untuk memperoleh informasi,

Lebih terperinci

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang 07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasian dalam mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerita tidak hanya sekedar hiburan melainkan merupakan suatu cara yang dipandang cukup efektif digunakan dalam mencapai target pendidikan. Oleh karena itu melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK PADA ANAK USIA DINI 5-6 TAHUN DENGAN METODE BERCERITA MELALUI WAYANG KERTAS DI TK MAKEDONIA

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK PADA ANAK USIA DINI 5-6 TAHUN DENGAN METODE BERCERITA MELALUI WAYANG KERTAS DI TK MAKEDONIA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK PADA ANAK USIA DINI 5-6 TAHUN DENGAN METODE BERCERITA MELALUI WAYANG KERTAS DI TK MAKEDONIA Anny Doludea, Lenny Nuraeni 2 PG PAUD IKIP Siliwangi 2 PG PAUD IKIP Siliwangi

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk berkomunikasi secara lisan, tulisan ataupun gerakan (bahasa isyarat) dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) 279 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ketrampilan reseptif dan ketrampilan produktif. Ketrampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ketrampilan reseptif dan ketrampilan produktif. Ketrampilan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dasar pembelajaran Bahasa Indonesia adalah pembelajaran ketrampilan berbahasa yaitu ketrampilan-ketrampilan yang ditekankan pada ketrampilan reseptif dan ketrampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeyen Yeni Aminah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeyen Yeni Aminah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa perkembangan bahasa dan bicara anak yang paling intensif terletak pada lima tahun pertama dari hidupnya, yakni suatu periode dimana otak manusia berkembang

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara dengan Metode Bercerita Bebas Non Tek dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru

Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara dengan Metode Bercerita Bebas Non Tek dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara dengan Metode Bercerita Bebas Non Tek dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru HASMAWATI epidaermipku@gmail.com Guru SDN 153 Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia atau peserta didik dengan cara mendorong kegiatan belajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum memasuki pendidikan dasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya perubahan yang dilakukan manusia, oleh karena itu pendidikan memiliki pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri sehingga akan melahirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya yang ditunjukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia diharapkan dapat saling mengenal dan berhubungan satu sama lain, saling berbagi pengalaman dalam

Lebih terperinci

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI Nurmina 1*) 1 Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Almuslim, Bireuen *) Email: minabahasa1885@gmail.com

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK BERCERITA DALAM MENENTUKAN UNSUR INTRINSIK DONGENG SISWA KELAS V SDN 1 SUWAWA KABUPATEN BONE BOLANGO

PENERAPAN TEKNIK BERCERITA DALAM MENENTUKAN UNSUR INTRINSIK DONGENG SISWA KELAS V SDN 1 SUWAWA KABUPATEN BONE BOLANGO PENERAPAN TEKNIK BERCERITA DALAM MENENTUKAN UNSUR INTRINSIK DONGENG SISWA KELAS V SDN 1 SUWAWA KABUPATEN BONE BOLANGO Lisliarty Pantolay Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi. dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi. dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan pengalaman, pikiran, perasaan,

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D) 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW inamika Vol. 3, No. 3, Januari 2013 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ERITA PENEK MELALUI METOE JIGSAW S Negeri Kasimpar Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desi Sukmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desi Sukmawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan. Bahasa dijadikan sebagai alat komunikasi untuk melakukan sosialisasi satu sama lain. Melalui bahasalah

Lebih terperinci

PERANAN METODE BERCERITA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK BERBAHASA LISAN DI KELOMPOK B1 TK TUNAS BANGSA DESA SIDERA KABUPATEN SIGI

PERANAN METODE BERCERITA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK BERBAHASA LISAN DI KELOMPOK B1 TK TUNAS BANGSA DESA SIDERA KABUPATEN SIGI PERANAN METODE BERCERITA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK BERBAHASA LISAN DI KELOMPOK B1 TK TUNAS BANGSA DESA SIDERA KABUPATEN SIGI Nurpaiza 1 ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimanakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting dalam suatu perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik sebagai penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. Untuk mengoptimalkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Menurut Moeliono (2002:701) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Selanjutnya Menurut Moenir (2001:16) kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang jika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangatlah berperan penting dalam kehidupan sehari-hari terlebih bagi dunia pendidikan. Bahasa merupakan sebuah jembatan bagi pemerolehan ilmu-ilmu pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

METODE BERCERITA DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK DI KELAS V SEKOLAH DASAR. Sinsin Kartini*)

METODE BERCERITA DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK DI KELAS V SEKOLAH DASAR. Sinsin Kartini*) 1 METODE BERCERITA DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK DI KELAS V SEKOLAH DASAR Sinsin Kartini*) Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil studi pendahuluan yang menunjukan kemampuan menyimak siswa kelas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Supaya perubahan pada peserta didik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. Hal ini tercermin dalam undang-undang nomor 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk dalam hal pendidikan. Orangtua berharap anaknya bisa mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini tumbuh dan berkembang lebih pesat dan fundamental pada awalawal

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini tumbuh dan berkembang lebih pesat dan fundamental pada awalawal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini tumbuh dan berkembang lebih pesat dan fundamental pada awalawal tahun kehidupannya. Kualitas perkembangan anak dimasa depannya sangat ditentukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang. diselenggarakan untuk mengembangkan kepribadian, pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang. diselenggarakan untuk mengembangkan kepribadian, pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan kepribadian, pengetahuan dan keterampilan yang melandasi pendidikan dasar serta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS URGENSI PENGENALAN BUKU SEJAK USIA DINI DALAM MENUMBUHKAN MINAT BACA ANAK

BAB IV ANALISIS URGENSI PENGENALAN BUKU SEJAK USIA DINI DALAM MENUMBUHKAN MINAT BACA ANAK BAB IV ANALISIS URGENSI PENGENALAN BUKU SEJAK USIA DINI DALAM MENUMBUHKAN MINAT BACA ANAK A. Analisis Tentang Pengenalan Buku Pada Anak Membaca bagi sebagian besar anak-anak mungkin menjadi kegiatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik. Kegiatan pendidikan diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Taman Kanak-Kanak adalah pendidikan anak usia dini jalur formal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Taman Kanak-Kanak adalah pendidikan anak usia dini jalur formal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Kanak-Kanak adalah pendidikan anak usia dini jalur formal yang menyelenggarakan pendidikan anak usia 4-6 tahun. Usia tersebut merupakan masa emas (golden age)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak usia dini (AUD) adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya,

Lebih terperinci