BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Budi Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam Pengecoran lost foam (evaporative casting) merupakan salah satu metode logam dengan menggunakan pola polystyrene foam. Metode ini ditemukan dan dipatenkan oleh Shroyer pada tahun 1958 (Shroyer, 1958 dalam Sutiyoko 2011). Pada tahun 1964, konsep penggunaan cetakan pasir kering tanpa pengikat telah dikembangkan dan dipatenkan oleh Smith (Smith, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Proses pengecoran lost foam dilakukan dalam beberapa tahap. Pengecoran lost foam yang dikombinasikan dengan pemvakuman cetakan (V-Proses) menjadikan jenis pengecoran ini sebagai salah satu teknologi manufaktur yang sangat baik dan memiliki biaya yang cukup efektif dalam memproduksi benda yang mendekati bentuk bendanya dibanding pengecoran konvesional (Liu,dkk., 2002 dalam Sutiyoko 2011). Vakum proses telah dikembangkan di Jepang pada tahun 1971 dan diperkenalkan pada pengecoran logam saat pertemuan musim semi tahun 1972 (Kumar dan Ghaindhar, 1998 dalam Sutiyoko 2011). Pengecoran lost foam dimulai dengan membuat pola polystyrene foam (styrofoam) dengan kerapatan / massa jenis tertentu sesuai yang direncanakan. Dalam beberapa aplikasi, bagian-bagian pola dilem untuk mendapatkan bentuk keseluruhan dari benda yang komplek. Sistem saluran dirangkai dengan cara dilem menyatu dengan rangkaian pola. Beberapa pola dapat dilakukan pengecoran dengan dirangkai dalam satu sistem saluran. Pola yang telah terangkai dengan sistem saluran diistilahkan dengan cluster (Brawn, 1992 dalam Sutiyoko 2011). Sistem saluran memiliki pengaruh besar terhadap adanya cacat pada benda cor misalnya saluran masuk bawah akan menyebabkan porositas dan cacat lipatan (folded) paling sedikit dibanding saluran samping atau atas (Shahmiri dan Karrazi, 2007 dalam Sutiyoko 2011). Pola dan sistem saluran dilapisi (coating) dengan cara dimasukkan ke larutan pelapis dari bahan tahan panas (refractory) atau larutan refractory tersebut langsung dicatkan pada pola dan sistem saluran lalu dikeringkan. Penambah, pengalir dan saluran masuk ditempatkan pada tempat yang diperlukan (Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Cluster yang telah kering diletakkan
2 6 pada wadah dan pasir silika dimasukkan di sekeliling pola. Pasir yang menimbun pola dipadatkan dengan cara digetarkan pada frekuensi dan amplitudo tertentu. Pasir yang dipadatkan dengan penggetaran densitas pasir meningkat 12,5% dibandingkan tanpa digetarkan (Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Pasir dengan ukuran AFS (Average Fineness Number) grain fineness number tertentu akan mengisi bagian-bagian yang kosong dari cluster dan akan menahan cluster saat pengisian logam cair. Pola tersebut dapat dibungkus/ dikapsul dengan dua lapis plastik dan pasirnya divakum. Vakum akan mengeraskan cetakan dan kekerasan cetakan diatas 85 dapat tercapai (Kumar,dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Logam cair dimasukkan melalui saluran tuang dan pola akan terurai karena panas logam cair saat masuk ke pola. Hasil uraian pola akan melewati lapisan dan keluar melalui pasir. Setelah cukup dingin, benda cor diambil dan dilakukan perlakuan panas jika diperlukan (Matson,dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Perkembangan penggunaan metode pengecoran lost foam mengalami peningkatan cukup besar sejak tahun Pada tahun 1997 sebanyak ton aluminium, besi cor dan baja sudah diproduksi dengan proses pengecoran lost foam (Hunter, 1998 dalam Sutiyoko 2011) Pola Polystyrene Foam/Styrofoam. Massa jenis dan ukuran butiran polystyrene foam memegang peranan penting dalam pengecoran lost foam. Massa jenis yang rendah diperlukan untuk meminimalisir jumlah gas yang terbentuk pada saat pola menguap. Gas akan keluar ke atmosfer melalui coating/ pelapis dan celah-celah pasir. Pembentukan gas lebih cepat daripada keluarnya gas tersebut ke atmosfer maka akan terbentuk cacat dalam benda cor. Pembentukan gas tergantung pada massa jenis pola polystyrene foam dan temperatur penuangan. Gas terbentuk makin banyak apabila massa jenis pola dinaikkan pada temperatur tuang konstan. Massa jenis pola tetap dan temperatur tuang dinaikkan maka gas akan terbentuk lebih banyak karena pola akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih banyak pada temperatur lebih tinggi. Pengecoran pada baja memerlukan massa jenis polystyrene foam yang lebih rendah dibanding pada pengecoran besi cor kelabu, besi cor bergrafit bulat atau besi cor mampu tempa. Pengecoran besi cor memerlukan massa jenis polystyrene
3 7 foam lebih rendah dibanding pada pengecoran tembaga dan pengecoran tembaga memerlukan massa jenis polystyrene foam lebih rendah dibanding pada aluminium (Kumar,dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Perbandingan luas permukaan dan volume pola harus diperhatikan. Gas yang terbentuk harus keluar melalui coating dipermukaan pola. Ukuran butir polystyrene foam yang lebih kecil akan meningkatkan kehalusan pola dan mampu untuk mengisi tempat-tempat yang sempit dari pola (Sikora, 1978 dalam Sutiyoko 2011). Massa jenis polystyrene foam secara umum berbanding terbalik dengan massa jenis hasil benda cor. Hal ini berarti jika pengecoran menggunakan dengan massa jenis polystyrene foam lebih rendah maka massa jenis benda cor akan lebih tinggi (Kim dan Lee, 2007 dalam Sutiyoko 2011) Pasir Cetak Pasir cetak dapat digunakan secara terus menerus selama masih mampu menahan temperatur cairan ketika dituangkan (Lal, 1981 dalam Sutiyoko 2011). Pasir silika, pasir zirkon, pasir olivine dan kromate dapat digunakan sebagai pasir cetak pada pengecoran lost foam. Penggunaan pasir yang mahal seperti pasir zirkon dan kromite dapat dilakukan untuk mendapatkan tingkat reklamasi pasir yang tinggi (Clegg, 1985 dalam Sutiyoko 2011). Kekuatan cetakan pasir ditentukan oleh resistansi gesek antar butir pasir. Kekuatan cetakan pasir akan lebih tinggi jika menggunakan pasir dengan bentuk angular walaupun jika menggunakan bentuk rounded/ bulat akan memberikan densitas yang lebih tinggi (Dieter, 1967; Green, 1982 dalam Sutiyoko 2011). Perubahan bentuk pasir dari angular ke rounded akan menaikkan densitasnya sekitar 8-10% (Hoyt,dkk., 1991 dalam Sutiyoko 2011). Densitas pasir cetak dapat ditingkatkan dengan digetarkan. Pasir leighton buzzard dapat dinaikkan densitasnya sebesar 12,5% dengan digetarkan (Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Waktu pengisian logam cair ke dalam cetakan akan lebih lama apabila menggunakan pasir cetak yang memiliki ukuran lebih kecil. Kecepatan penuangan semakin besar dengan bertambahnya ukuran pasir cetak (Sands dan shivkumar, 2003 dalam Sutiyoko 2011). Hal ini disebabkan karena rongga-rongga antar pasir akan semakin kecil dengan mengecilnya ukuran pasir sehingga gas hasil degradasi lebih sulit keluar melalui pasir. Pada pengecoran Al- 7%Si, ukuran pasir cetak
4 8 memiliki faktor dominan dalam menentukan nilai tegangan tarik dan elongasi benda cor (Kumar,dkk., 2008 dalam Sutiyoko 2011). Pemilihan jenis pasir cetak dan metode pemadatan sangat penting untuk mendapatkan permeabilitas yang tepat dan mencegah deformasi pola. Ukuran butir pasir yang dipilih tergantung pada kualitas dan ketebalan lapisan coating. Ukuran butir pasir AFS menjamin permeabilitas yang baik untuk pola yang terdekomposisi menjadi gas dan cairan (Acimovic, 1991 dalam Sutiyoko 2011) Alumunium Aluminium adalah salah satu logam ringan (light metal) dan mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang baik, misal kekuatan tarik cukup tinggi, ringan, tahan korosi, formability yang baik dan sebagai penghantar panas/listrik yang baik sehingga banyak digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak bumi (crustal abundance) setelah oksigen dan silikon. (Durika,2013) a. Sifat fisik alumunium Alumunium mempunyai sifat fisik hantaran listrik yang tinggi. Hantaran listrik alumunium kira kira 65% dari hantaran listrik tembaga, tetapi massa jenisnya kira kira sepertiganya memungkinkan untuk memperluas penampanya, oleh karena itu alumunium dapat digunakan untuk kabel tembaga. Ketahanan korosi berubah menurut kemurnianya, pada umumnya untuk kemurnian 99,0% atau diatasnya dapat dipergunakan di udara dan tahan dalam bertahun tahun. (Durika,2013) Tabel 2.1 Sifat fisik alumunium. Wujud Massa jenis Massa jenis wujud cair Sifat Fisik Padat 2,70 gram/cm3 2,373 gram/cm3
5 9 Titik lebur 933,47 K, 660,32 o C Titik didih 2792 K, 2519 o C, 4566 o F Kalor jenis (25 o C) 24,2 J/mol K Resistasi listrik 28,2 n m Koduktivitas Termal (300K) 237 W/m K Pemuaian termal (25oC) 23,1 µm/m K Modulus young 70 Gpa Modulus Geser 26 Gpa Poisson ratio 0,35 Kekerasan skala Mohs 2,75 Kekerasan skala Vikers 167 Mpa Kekerasa skala Brinnel 245 Mpa Sumber: (Durika,2013) b. Sifat mekanik alumunium. Untuk sifat mekanik sendiri seperti terlihat pada tabel 2.2 tergantung dari seberapa besar kemurnian alumunium itu sendiri, karena untuk mendapatkan alumunium dengan kekuatan mekanik yang baik, dapat menambahkan unsur logam lain sebagai sebagai paduannya, antara lain: Cu, Mg, Zn, Si, Mn, Ni dan sebagainyabaik secara satu persatu maupun besama sama. Berikut adalah tabel sifat sifat mekanik alumunium. (Durika,2013) Tabel 2.2 sifat mekanik alumunium. Sifat sifat Dianil Kekuatan Tarik (Kg/mm 2 ) 4,9 Kekuatan luluh (0,2%)(kg/mm2) 1,3 Perpanjangan (%) 48,8 Kekerasan Brinnel 17 Sumber: (Durika,2013) Kemurnian Al (%) 99,996 > 99,0 75% dirol dingin Dianil H18 11,6 9,3 16,9 11,0 3,5 14,8 5,
6 Penuangan Suhu penuangan paduan Al-7%Si yang lebih tinggi akan meningkatkan kekasaran permukaan benda cor. Superheat (suhu diatas temperatur cair) yang lebih tinggi akan menurunkan tegangan permukaan cairan logam, Hal ini akan menjadikan cairan logam mudah terserap ke celah-celah diantara pasir yang menyebabkan kekasaran benda cor meningkat (Kumar,dkk.,2007 dalam Sutiyoko 2011). Temperatur tuang memiliki faktor dominan dalam menentukan nilai tegangan tarik dan elongasi benda cor (Kumar,dkk., 2008 dalam Sutiyoko 2011). Kecepatan penuangan logam cair memiliki pengaruh besar terhadap kualitas benda cor. Kecepatan penuangan aluminium cair berkisar 0,015-0,02 m/s untuk mendapatkan jumlah dan jenis cacat pada benda cor yang minimal (Bates,dkk., 2001 dalam Sutiyoko 2011). Kecepatan pengisian logam dan keluarnya hasil dekomposisi polystyrene foam tergantung pada banyak faktor diantaranya massa jenis foam, ikatan foam, ketebalan coating, temperatur logam dan kecepatan bagian depan logam cair (Bates,dkk., 1995 dalam Sutiyoko 2011). Kecepatan aliran logam meningkat dengan bertambahnya temperatur tuang. Gas tidak terdeteksi sampai pada suhu 525 o C, terdeteksi sepanjang 5 mm pada suhu 750 o C dan lebih panjang dari 2 cm pada suhu 1050 o C (Shivkumar,dkk., 1995 dalam Sutiyoko 2011). Gas yang terbentuk meningkat 230% pada temperatur o C (Yao,dkk., 1997 dalam Sutiyoko 2011) Diagran Fase Paduan Alumunium Silikon Grafik 2.1 Diagram fasa Al-Si ( Sumber : Tottendan MacKenzie, 2003)
7 Proses Pengecoran Logam Menurut (Groover,2010). jenis cetakan yang digunakan proses pengecoran dapat diklasifikan menjadi dua katagori : 1. Pengecoran dengan cetakan sekali pakai. 2. Pengecoran dengan cetakan permanen Pengecoran Lostfoam (evaporative casting) Pengecoran lost foam (evaporative casting) merupakan salah satu metode logam dengan menggunakan pola polystyrene foam. Metode ini ditemukan dan dipatenkan oleh Shroyer pada tahun 1958 (Shroyer, 1958 dalam Sutiyoko 2011). Pada tahun 1964, konsep penggunaan cetakan pasir kering tanpa pengikat telah dikembangkan dan dipatenkan oleh Smith (Smith, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Proses pengecoran lost foam dilakukan dalam beberapa tahap (Gambar 1). Pengecoran lost foam yang dikombinasikan dengan pemvakuman cetakan (V-Proses) menjadikan jenis pengecoran ini sebagai salah satu teknologi manufaktur yang sangat baik dan memiliki biaya yang cukup efektif dalam memproduksi benda yang mendekati bentuk bendanya dibanding pengecoran konvesional (Liu, dkk., 2002 dalam Sutiyoko 2011). Vakum proses telah dikembangkan di Jepang pada tahun 1971 dan diperkenalkan pada pengecoran logam saat pertemuan musim semi tahun 1972 (Kumar dan Ghaindhar, 1998 dalam Sutiyoko 2011). Pengecoran lost foam dimulai dengan membuat pola polystyrene foam (styrofoam) dengan kerapatan / massa jenis tertentu sesuai yang direncanakan. Dalam beberapa aplikasi, bagian-bagian pola dilem untuk mendapatkan bentuk keseluruhan dari benda yang komplek. Sistem saluran dirangkai dengan cara dilem menyatu dengan rangkaian pola. Beberapa pola dapat dilakukan pengecoran dengan dirangkai dalam satu sistem saluran. Pola yang telah terangkai dengan sistem saluran diistilahkan dengan cluster (Brawn, 1992 dalam Sutiyoko 2011). Sistem saluran memiliki pengaruh besar terhadap adanya cacat pada benda cor misalnya saluran masuk bawah akan menyebabkan porositas dan cacat lipatan (folded) paling sedikit dibanding saluran samping atau atas (Shahmiri dan Karrazi, 2007 dalam Sutiyoko 2011).
8 12 Gambar 2.2 Tahap proses pengecoran lost Foam (Sumber : Pola dan sistem saluran dilakukan pelapisan (coating) dengan cara dimasukkan ke larutan pelapis dari bahan tahan panas (refractory) atau larutan refractory tersebut langsung dicatkan pada pola dan sistem saluran lalu dikeringkan. Penambah, pengalir dan saluran masuk ditempatkan pada tempat yang diperlukan (Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Cluster yang telah kering diletakkan pada wadah dan pasir silika dimasukkan di sekeliling pola. Pasir yang menimbun pola dipadatkan dengan cara digetarkan pada frekuensi dan amplitudo tertentu. Pasir yang dipadatkan dengan penggetaran densitas pasir meningkat 12,5% dibandingkan tanpa digetarkan (Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Pasir dengan ukuran AFS (Average Fineness Number) grain fineness number tertentu akan mengisi bagian-bagian yang kosong dari cluster dan akan menahan cluster saat pengisian logam cair. Pola tersebut dapat dibungkus/ dikapsul dengan dua lapis plastik dan pasirnya divakum. Vakum akan mengeraskan cetakan dan kekerasan cetakan diatas 85 dapat tercapai (Kumar, dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Logam cair dimasukkan melalui saluran tuang dan pola akan terurai karena panas logam cair saat masuk ke pola. Hasil uraian pola akan melewati lapisan dan keluar melalui pasir. Setelah cukup dingin, benda cor diambil dan dilakukan perlakuan panas jika diperlukan (Matson, dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Perkembangan penggunaan metode pengecoran lost foam mengalami peningkatan cukup besar sejak tahun 1990 (Gambar 2). Pada tahun 1997 sebanyak ton aluminium, besi cor dan baja sudah diproduksi dengan proses pengecoran lost foam (Hunter, 1998 dalam Sutiyoko 2011).
9 Uji Tarik Uji tarik adalah pemberian gaya atau tegangan tarik kepada material denganmaksud untuk mengetahui atau mendeteksi kekuatan dari suatu material. Tegangan tarik yang digunakan adalah tegangan aktual eksternal atau perpanjangan sumbu benda uji. Uji tarik dilakuan dengan cara penarikan uji dengan gaya tarik secara terusmenerus, sehingga bahan (perpajangannya) terus menerus meningkat dan teratur sampai putus, dengan tujuan menentukan nilai tarik. Mengetahui kekuatan tarik suatu bahan dalam pembebanan tarik, dimana garis gaya harus berhimpit dengan garis sumbu bahan sehingga pembebanan terjadi beban tarik lurus. Tetapi jika gaya tarik sudut berhimpit maka yang terjadi adalah gaya lentur. Hasil uji tarik tersebut mencatat fenomena hubungan antara tegangan-regangan yang terjadi selama proses uji tarik dilakukan. Mesin uji tarik seringdiperlukan dalam kegiatan engineering untuk mengetahui sifat-sifat mekanik suatu material. Mesin uji tarik terdiri dari beberapa bagian pendukung utama, diantaranya :kerangka, mekanikme pencekam spesimen, sistem penarik dan mekanikme, sertasistem pengukur. Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontiniu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang yang dialami benda uji. ( Salindeho,dkk.,2011.) Tegangan-Regangan Teknis Sifat-sifat mekanik material yang dikuantifikasikan salah satunya dengan kuat tarik dapat diperoleh dengan pengujian tarik. Pengujian tarik uniaksial atau uji satu arah, benda uji diberi beban atau gaya tarik pada satu arah dan gaya yang diberikan bertambah besar secara kontinu. Benda uji akan bertambah panjang dengan bertambah gaya yang diberikan. Berdasarkan hasil pengujian tarik yaitu berupa data gaya dan perpanjangan, maka dapat dianilisis untuk menentukan tegangan dan regangan secara teknis, ( Salindeho,dkk.,2011.) yaitu persamaannya:
10 Tegangan Teknis Tegangan yang didapatkan dari kurva tegangan teoritik adalah tegangan yang membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji itu. ( Salindeho,dkk.,2011.) P AO Dimana, ( N 2 )...(2.1) mm P = gaya yang diberikan pada benda uji (N) A O = luas penampang awal benda uji (mm 2 ) Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan (gage length) benda uji, dengan panjang awal. ( Salindeho,dkk.,2011.) L L1 L L L O Dimana, O O...(2.2) L = Pertambahan panjang (mm) L0 = Panjang awal (mm) L1 = Panjang akhir (mm) Menarik suatu benda uji secara terus menerus sampai putus, akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.2. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut. Memudahkan pembahasan, Gambar 2.1 dimodifikasi dari hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan mekanik dan regangan (stress vs strain), ( Salindeho,dkk.,2011.)
11 Tegangan-Regangan Sejati Tegangan-regangan teknik tidak memberikan indikasi karekteristik deformasi yang sesungguhnya, karena kurva tersebut semuanya berdasarkan pada dimensi awal benda uji, sedangkan selama pengujian terjadi perubahan dimensi. Pada tarik untuk logam liat, akan terjadi penyempitan setempat pada saat beban mencapai harga maksimum. Karena pada tahap ini luas penampang lintang benda uji turun secara cepat, maka beban yang dibutuhkan untuk melanjutkan deformasi akan segera mengecil. ( Salindeho,dkk.,2011.) Gambar 2.3 Kurva tegangan-regangan teknis ( Sumber : fhianunikoe.blogspot.com) Tegangan-regangan teknik juga menurun setelah melewati beban maksimum. Keadaan sebenarnya menunjukkan, logam masih mengalami pengerasan regangan sampai patah sehingga tegangan yang dibutuhkan untuk melanjutkan deformasi juga bertambah besar. Tegangan yang sesungguhnya adalah beban pada saat manapun dibagi dengan luas penampang lintang benda uji, Ao dimana beban itu bekerja. Teganganregangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang) dari benda uji,
12 16 sementara untuk mendapatkan tegangan-regangan sejati diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlampau besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang terjadinya pengerasan regangan, yaitu setelah titik luluh terlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar di dalam daerah necking (pengecilan penampang). Tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban karena luas area awal Ao bernilai konstan pada saat penghitungan tegangan P / Ao. Sementara pada kurva tegangan-regangan sejati luas area aktual adalah selalu turun hingga terjadinya perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena ' P / Ai. ( Salindeho,dkk.,2011.) Hubungan tegangan-regangan sejati dan tegangan-regangan teknis, yaitu dengan persamaan sebagai berikut: ( Salindeho,dkk.,2011.) ( 1 ),( N 2 )....(2.3) mm 1n(1 ),( o )......(2.4) Dimana : tegangan sejati (N/mm 2 ) regangan sejati (%) o
13 17 Gambar 2.4 Perbandingan antara kurva tegangan regangan teknik Dengan kurva tegangan regangan sejati ( Sumber : fhianunikoe.blogspot.com) 2.4 Pengamatan Struktur Mikro Strukturmikro paduan Al-Si terbagi tiga yaitu hypoeutektik, eutektik dan hypereutektik. Hypoeutektik adalah paduan aluminium dengan komposisi silikon dibawah 11.7% (Gambar 2.28.a), eutektik adalah paduan dengan komposisi % (Gambar 2.28.b), dan hypereutektik adalah paduan dengan komposisi silikon diatas komposisi 12% (Gambar2.28.c). Berbagai unsur yang lain seperti Fe, Cu, Mg, Ni, Zn ditambahkan untuk mendapatkan sifat aliran yang baik serta memiliki sifat mekanis yang baik (Ivan dan Suyitno,2009) Gambar 2.5.Tipe strukturmikro hypoeutektik, eutektik, dan hypereutektik aluminium silikon. (a). Komposisi hypoeutektik paduana319,(b). Komposisi eutektik paduan A339. (c). Komposisi hypereutektik paduan A390 (Sumber : ASM Handbook vol dalam Ivan dan Suyitno,2009). Daerah didekat komposisi eutektik pada 577 C, 11.7%Si bila dituang dan didinginkan akan didapat serpih Si dalam matriks Al. Eutektik yang terbentuk pada larutan padat 1%Si merupakan silikon murni. Proses pembekuan yang lama pada paduan Al-Si menghasilkan strukturmikro yang sangat kasar dan eutektik terdiri dari Silikon yang berbentuk pelat dengan jumlah yang cukup banyak (ASM Handbook vol dalam Ivan dan Suyitno,2009). 2.5 Pengaruh temperatur tuang terhadap struktur mikro
14 18 Paduan yang memiliki eutektik kasar menunjukkan keliatan yang rendah karena struktur pelat silikon bersifat rapuh. Kandungan silikon yang tinggi memberikan struktur hipereutektik pada Al-Si, namun pada proses pemesinan akan mengalami kesulitan karena pada strukturmikro mengandung partikel silikon yang keras. (Ivan dan Suyitno,2009) Struktur mikro paduan aluminium diamati pada temperatur tuang 680, 710, dan 740 o C serta pada kerapatan polystyrene foam 0,0077 g/cm 3 saja serta pada ukuran mesh pasir (Gambar 2.6). (Ivan dan Suyitno,2009) a b c d e f a
15 19 Gambar 2.6.Struktur mikro A356 pada temperatur tuang. (a. b.)temperatur tuang 680 o C (c. d.)temperatur tuang 710 o C (e. f.)temperatur tuang 740 o C (Sumber : ASM Handbook vol dalam Ivan dan Suyitno,2009). Struktur mikro paduan aluminium memperlihatkan dua struktur utama yaitu tipe aluminium dendrite yang berwarna putih dan tipe eutektik silikon. Struktur mikro pada temperatur tuang 680 o C, memperlihatkan struktur aluminium denderit mendominasi permukaan coran sementara eutektik eutektik silikon membentuk serpihan-serpihan tebal dan panjang diantara dendrite. Struktur mikro pada temperatur tuang 710 o C memperlihatkan struktur β-eutektik silikon tipis dan pendek serta mulai melebar diantara dendrite, sementara struktur aluminium denderit yang terurai pada permukaan coran menjadi semakin kecil bulat lonjong. Struktur mikro pada temperatur tuang 740 o C, memperlihatkan struktur aluminium denderit yang terurai pada permukaan coran menjadi semakin kecil bulat atau mendekati bulat, sedangkan struktur β-eutektik silikon semakin tipis dan pendek serta semakin melebar diantara dendrite. (Ivan dan Suyitno,2009) Struktur mikro paduan aluminium secara umum terlihat mengalami perubahan dengan naiknya temperatur penuangan.α-aluminium dendrite yang mendominasi permukaan coran pada temperatur 680 o C menjadi bulat atau hampir bulat pada temperatur penuangan 740 o C. Dengan bertambahnya temperatur penuangan β- eutektik silikon yang berupa serpihan-serpihan panjang dan tebal pada temperatur penuangan 680 o C menjadi serpihan-serpihan pendek dan halus diantara dendrite pada temperatur tuang 740 o C. Temperatur tuang yang tinggi akan menyediakan waktu pembekuan yang lebih panjang dan struktur mikro yang tumbuh lebih halus. (Ivan dan Suyitno,2009) Pertumbuhan β-eutektik silikon pada temperatur tuang rendah terdapat diantara DAS (Dendrite Arm Spacing) yang sempit sedangkan pada temperatur tuang yang tinggi Si terurai menjadi lebih luas diantara DAS.β-eutektik silikon pada temperatur tuang 680 o C memiliki waktu pembekuan yang singkat dan pada ruang yang sempit sehingga
16 20 struktur yang dihasilkan berbentuk serpihan panjang dan tebal. β-eutektik silikon pada temperatur tuang 710 o C memiliki waktu pembekuan yang agak panjang sehingga membentuk struktur mikro berupa serpihan yang mulai mengecil dan lebih pendek. β- eutektik silikon pada temperatur pembekuan 740 o C mempunyai waktu pembekuan yang lebih lama sehingga membentuk struktur mikro yang lebih pendek dan lebih halus. Perubahan bentuk ini akibat adanya perbedaan kecepatan pembekuan seperti yang diutarakan oleh Venkataramani dkk, (1999) kecepatan pembekuan berkurang dengan meningkatnya temperatur penuangan pada cetakan pasir dan metode pengecoran evaporative. Efek dari perubahan laju pembekuan yang lambat menyebabkan struktur mikro menjadi lebih halus sehingga ketahanan coran untuk menahan beban deformasi semakin berkurang. (Ivan dan Suyitno,2009)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang
Lebih terperinciKEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR KELABU PADA PENGECORAN EVAPORATIVE DENGAN VARIASI UKURAN PASIR CETAK
KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR KELABU PADA PENGECORAN EVAPORATIVE DENGAN VARIASI UKURAN PASIR CETAK Sutiyoko 1, Lutiyatmi 2 1, 2 Jurusan Teknik Pengecoran Logam Politeknik Manufaktur Ceper Klaten
Lebih terperinciPENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KETEBALAN BENDA TERHADAP KEKERASAN BESI COR KELABU DENGAN PENGECORAN LOST FOAM
PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KETEBALAN BENDA TERHADAP KEKERASAN BESI COR KELABU DENGAN PENGECORAN LOST FOAM PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KETEBALAN BENDA TERHADAP KEKERASAN BESI COR KELABU DENGAN PENGECORAN
Lebih terperinciPENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KETEBALAN BENDA TERHADAP KEKERASAN BESI COR KELABU DENGAN PENGECORAN LOST FOAM
PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KETEBALAN BENDA TERHADAP KEKERASAN BESI COR KELABU DENGAN PENGECORAN LOST FOAM Sutiyoko *1), Suyitno 2) 1) Jurusan Teknik Pengecoran Logam Politeknik Manufaktur Ceper Batur,
Lebih terperinciJurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :
PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi
Lebih terperinciSifat Sifat Material
Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam
Lebih terperinciANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS
TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENGECORAN LOST FOAM PADA BESI COR KELABU DENGAN VARIASI KETEBALAN BENDA
KARAKTERISTIK PENGECORAN LOST FOAM PADA BESI COR KELABU DENGAN VARIASI KETEBALAN BENDA Sutiyoko dan Suyitno Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik UGM Jl.Grafika No.2 Yogyakarta e-mail: yoko_styk@yahoo.com
Lebih terperinciVARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK
VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-80 Studi Eksperimental Pengaruh Model Sistem Saluran dan Variasi Temperatur Tuang terhadap Prosentase Porositas, Kekerasan dan
Lebih terperinciPengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro
PENGARUH TEMPERATUR BAHAN TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PROSES SEMI SOLID CASTING PADUAN ALUMINIUM DAUR ULANG M. Chambali, H. Purwanto, S. M. B. Respati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciKAJIAN KOMPREHENSIF STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN TERHADAP PADUAN Al-7,1Si-1,5Cu HASIL PENGECORAN DENGAN METODE EVAPORATIVE
C.8. Kajian komprehensif struktur mikro dan kekerasan (Wijoyo, dkk.) KAJIAN KOMPREHENSIF STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN TERHADAP PADUAN Al-7,1Si-1,5Cu HASIL PENGECORAN DENGAN METODE EVAPORATIVE Wijoyo *1),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan suatu proses pembuatan benda yang dilakukan melalui beberapa tahapan mulai dari pembuatan pola, cetakan, proses peleburan, menuang, membongkar
Lebih terperinciII. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar
II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu
Lebih terperinciPENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352
PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM Hera Setiawan 1* 1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352 * Email: herasetiawan6969@yahoo.com
Lebih terperinciVARIASI UKURAN PASIR CETAK TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK CORAN SCRAP PISTON SEPEDA MOTOR. Sigit Gunawan 1, Sigit Budi Hartono 2 2.
VARIASI UKURAN PASIR CETAK TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK CORAN SCRAP PISTON SEPEDA MOTOR Sigit Gunawan 1, Sigit Budi Hartono 2 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi ukuran
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM
ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kehidupan manusia semakin maju sehingga menuntut manusia untuk berkembang. Karena kehidupan manusia yang bertambah maju maka berbagai bidang teknologi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang pengecoran dengan metode evaporative (lost foam casting) telah banyak dilakukan, diantaranya: Shin dan Lee (2004) meneliti dengan bahan paduan
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN
Laporan Tugas Akhir PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Nama Mahasiswa : I Made Pasek Kimiartha NRP
Lebih terperinciTUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN
TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan manusia dalam bidang industri semakin besar. kebutuhan akan material besi dalam bentuk baja dan besi cor juga
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan
Lebih terperinciPENGARUH KETEBALAN LAPISAN POLA PADA METODE LOST FOAM CASTING TERHADAP AKURASI UKURAN BESI COR NODULAR FCD 450
Pengaruh Ketebalan Lapisan Pola pada Metode Lost Foam Casting... (Rajagukguk dkk.) PENGARUH KETEBALAN LAPISAN POLA PADA METODE LOST FOAM CASTING TERHADAP AKURASI UKURAN BESI COR NODULAR FCD 450 Kardo Rajagukguk
Lebih terperinciPENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A
PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini di dunia industri pengecoran logam di Indonesia masih banyak menggunakan metode sand casting. Metode sand casting adalah sebuah metode yang digunakan
Lebih terperinciPENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM
Pengaruh Jarak Dari Tepi Cetakan Terhadap Kekuatan Tarik Dan Kekerasan Pada Coran Aluminium PENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM H. Purwanto e-mail
Lebih terperinciSKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADA PROSES EVAPORATIVE CASTING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO ALUMUNIUM SILIKON (AL-7%SI) Oleh :
SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADA PROSES EVAPORATIVE CASTING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO ALUMUNIUM SILIKON (AL-7%SI) Oleh : KADEK AGENG NALIKA ADNYANA NIM : 1104305052 JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinciBESI COR. 4.1 Struktur besi cor
BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil
Lebih terperinciANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR
TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR Disusun : Arief Wahyu Budiono D 200 030 163 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Lebih terperinciL.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran.
L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati ANALISIS PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN DENGAN POLA STYROFOAM TERHADAP SIFAT FISIS DAN KEKERASAN PRODUK PULI PADA PROSES PENGECORAN ALUMINIUM DAUR ULANG Jurusan Teknik
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta
TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN 12%Mg HASIL REMELTING ALUMINIUM VELG BEKAS TERHADAP FLUIDITY DAN KEKERASAN DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG
PENGARUH PENAMBAHAN 12%Mg HASIL REMELTING ALUMINIUM VELG BEKAS TERHADAP FLUIDITY DAN KEKERASAN DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG Wijoyo 1*, Dicky Taufik Adi Pratama 1, Muhammad Wahyu Darojad 1 1 Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemakaian aluminium dalam dunia industri yang semakin tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus ditingkatkan. Aluminium dalam bentuk
Lebih terperinciPROSES MANUFACTURING
PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.
Lebih terperinciANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN
ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan
Lebih terperinciPENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR
JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 2, OKTOBER 2015 1 PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN PADA PROSES PENGECORAN LOGAM Al-Si DENGAN PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian
BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Spesimen Dalam melakukan penelitian uji dilaboratorium bahan teknik Universitas Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Bahan Pengecoran Dengan Penambahan Ti-B Coran dg suhu cetakan 200 o C Coran dg suhu cetakan 300 o C Coran dg suhu cetakan
Lebih terperinciPENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH
C.6 PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH Agus Dwi Iskandar *1, Suyitno 1, Muhamad 2 1 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12
D.20. Analisa Pengaruh Pengecoran Ulang terhadap Sifat Mekanik... (Samsudi Raharjo) ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12 Samsudi Raharjo, Fuad Abdillah dan Yugohindra
Lebih terperinciANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR
ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR Latar belakang Pengecoran logam Hasil pengecoran aluminium
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266
JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (4) ISSN: 7-59 (-97 Print) F-66 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu dengan Pengikat Semen pada Pasir Cetak terhadap Cacat Porositas dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran
Lebih terperinciMODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM
MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah memiliki berat jenis yang ringan, ketahanan terhadap korosi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi. kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat membuat serta menciptakan alat-alat yang dapat
Lebih terperinci14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)
14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) Magnesium adalah logam ringan dan banyak digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan massa jenis yang ringan. Karakteristik : - Memiliki struktur HCP (Hexagonal
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 FENOMENA FADING PADA KOMPOSISI PADUAN AC4B Pengujian komposisi dilakukan pada paduan AC4B tanpa penambahan Ti, dengan penambahan Ti di awal, dan dengan penambahan
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS
NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat - Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Lebih terperinciMomentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn
Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 41-48 ISSN 0216-7395, e-issn 2406-9329 ANALISIS PENGARUH VARIASI TEKANAN PADA PENGECORAN SQUEEZE TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PRODUK SEPATU KAMPAS REM
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR
INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )
Lebih terperinciANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM
ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM SUHADA AMIR MUKMININ 123030037 Pembimbing : IR. BUKTI TARIGAN.MT IR. ENDANG ACHDI.MT Latar Belakang CACAT CACAT PENGECORAN Mempelajari
Lebih terperinciSTUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061
STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 2111106036 Dosen Pembimbing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan bagian dari industri hulu dalam bidang manufaktur, terdiri dari proses mencairkan logam yang kemudian cairan logam tersebut dicorkan ke dalam
Lebih terperinciANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR
ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR Masyrukan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta JL. A.Yani Tromol Pos I Pabelan
Lebih terperinciPengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si
Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si Fuad Abdillah*) Dosen PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang Abstrak Waktu penahanan pada temperatur
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn
ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn Teguh Raharjo, Wayan Sujana Jutusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi dustri Institut Teknologi Nasional
Lebih terperinci11 BAB II LANDASAN TEORI
11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para pengambil keputusan dan para ahli produksi
Lebih terperinciMomentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN
Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal. 12-19 ISSN 0216-7395 ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN TITANIUM (Ti) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM DAUR ULANG BERBAHAN ALUMINIUM
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR MIKRO PADUAN Al-19,6Si-2,5Cu,2,3Zn (SCRAP) HASIL PENGECORAN EVAPORATIVE
ANALISIS STRUKTUR MIKRO PADUAN Al-19,6Si-2,5Cu,2,3Zn (SCRAP) HASIL PENGECORAN EVAPORATIVE Rudi Siswanto Teknik Mesin, Akademi Teknik Pembangunan Nasional (ATPN) Banjarbaru E-mail : rudi_sieswanto@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pengecoran casting adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 ALUMINIUM Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy dalam tahun 1809 sebagai suatu unsur dan pertama kali di reduksi sebagai logam oleh H. C. Oersted. Tahun 1825. Secara industri
Lebih terperinciMetal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material
Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku
Lebih terperinciPERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM
1 PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM
BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.
Lebih terperinciSTUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg
STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg Rusnoto Program Studi Teknik Mesin Unversitas Pancasakti Tegal E-mail: rusnoto74@gmail.com Abstrak Piston merupakan
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS
Pengaruh Penambahan Mg Terhadap Sifat Kekerasan dan... ( Mugiono) PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS
Lebih terperinci04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI
04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 4.1. Deformasi 4.1.1 Pengertian Deformasi Elastis dan Deformasi Plastis Deformasi atau perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan deformasi
Lebih terperinciANALISA SIFAT MEKANIK PROPELLER KAPAL BERBAHAN DASAR ALUMINIUM DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Cu. Abstrak
ANALISA SIFAT MEKANIK PROPELLER KAPAL BERBAHAN DASAR ALUMINIUM DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Cu Ricky Eko Prasetiyo 1, Mustaqim 2, Drajat Samyono 3 1. Mahasiswa, Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal
Lebih terperinciCYBER-TECHN. VOL 11 NO 02 (2017) ISSN
CYBER-TECHN. VOL NO 0 (07) ISSN 907-9044 PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR SILIKON (-%) PADA PRODUK KOPEL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO Febi Rahmadianto ), Wisma Soedarmadji ) ) Institut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu. sehingga tercipta alat-alat canggih dan efisien sebagai alat bantu dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin tinggi kebutuhan dan tuntutan hidup manusia, membuat manusia berpikir dengan akal dan budinya seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.
Lebih terperinciANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak
ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,
Lebih terperinciPENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN
PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN Mukhtar Ali 1*, Nurdin 2, Mohd. Arskadius Abdullah 3, dan Indra Mawardi 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe
Lebih terperinciAnalisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint
NASKAH PUBLIKASI Analisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi parameter penelitian, alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, serta tahapan-tahapan proses penelitian
Lebih terperinciBAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM
BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.
Lebih terperinciJurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :
ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,
Lebih terperinciPengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG
NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciKekuatan Impak Dan Struktur Mikro Hasil Coran Paduan Aluminium Silikon ( Al-7%Si ) Dengan Variasi Temperatur Tuang
Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. 6 Kekuatan Impak Dan Struktur Mikro Hasil Coran Paduan Aluminium Silikon ( Al-7%Si ) Dengan Variasi Temperatur Tuang I GN Liladipta Pinatih, I Ketut Gede Sugita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alumunium adalah salah satu logam berwarna putih perak yang termasuk dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- 3. Jari-jari atomnya
Lebih terperinciISSN hal
Vokasi Volume IX, Nomor 2, Juli 2013 ISSN 193 9085 hal 134-140 PENGARUH KECEPATAN PUTAR DAN PENAMBAHAN INOKULAN AL-TiB PADA CENTRIFUGAL CASTING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM COR A35
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu bahan logam digolongkan dalam kelompok logam Ferro yaitu logam yang mengandung unsur besi dan non Ferro merupakan logam bukan besi. Proses pengolahan logam harus
Lebih terperinciMomentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN
Momentum, Vol. 0, No., Oktober 04, Hal. 55-6 ISSN 06-795 ANALISA PENGARUH VARIASI TEMPERATUR CETAKAN PADA SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN PADUAN ALUMINIUM SILIKON (Al-Si) DAUR ULANG DENGAN PENAMBAHAN UNSUR
Lebih terperinciANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA
ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA Ahmad Haryono 1*, Kurniawan Joko Nugroho 2* 1 dan 2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Pratama Mulia Surakarta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap las gesek telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tentang parameter kekuatan tarik, kekerasan permukaan dan struktur
Lebih terperinciProses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A
Proses Manufaktur (TIN 105) 1 Suatu proses penuangan logam cair ke dlm cetakan kemudian membiarkannya menjadi beku. Tahapan proses pengecoran logam (dengan cetakan pasir) : Bahan baku pola Pasir Persiapan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi
Lebih terperinciPENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST
PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST Ikwansyah Isranuri (1),Jamil (2),Suprianto (3) (1),(2),(3) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU Jl. Almamater,
Lebih terperinciSTUDI UKURAN GRAFIT BESI COR KELABU TERHADAP LAJU KEAUSAN PADA PRODUK BLOK REM METALIK KERETA API
STUDI UKURAN GRAFIT BESI COR KELABU TERHADAP LAJU KEAUSAN PADA PRODUK BLOK REM METALIK KERETA API Lilik Dwi Setyana Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM lilik_ugm@yahoo.co.id ABSTRAK Blok rem kereta api yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 PENGUJIAN AWAL PADA GARDAN IV.1.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Pengujian komposisi diperlukan untuk mengetahui komposisi unsur, termasuk unsur-unsur paduan yang terkandung dalam material
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi
Lebih terperinciBAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA
BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA Aluminium adalah salah satu logam ringan (light metal) dan mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang baik, misal kekuatan tarik cukup tinggi, ringan, tahan korosi, formability
Lebih terperinciStudi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Pada Pengecoran Paduan Al-4,3%Zn Alloy
Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Pada Pengecoran Paduan -4,3% loy Tugiman 1,Suprianto 2,Khairul S. Sihombing 3 1,2 Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Lebih terperinciPENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR
PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR Oleh: Muhamad Nur Harfianto 2111 105 025 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Soeharto,
Lebih terperinciPERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK. Oleh: Soedihono. Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung,
PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK Oleh: Soedihono Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung, Direktur Politeknik Manufaktur Ceper ABSTRAK Besi cor kelabu penggunaannya
Lebih terperinci