INVENTARISASI JENIS BURUNG DI HUTAN KOTA SMA NEGERI 10 SAMARINDA. Oleh: NURFADIELLAH ASKARI NIM:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INVENTARISASI JENIS BURUNG DI HUTAN KOTA SMA NEGERI 10 SAMARINDA. Oleh: NURFADIELLAH ASKARI NIM:"

Transkripsi

1 INVENTARISASI JENIS BURUNG DI HUTAN KOTA SMA NEGERI 10 SAMARINDA Oleh: NURFADIELLAH ASKARI NIM: PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M A R I N D A 2016

2 INVENTARISASI JENIS BURUNG DI HUTAN KOTA SMA NEGERI 10 SAMARINDA Oleh: NURFADIELLAH ASKARI NIM: Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M A R I N D A 2016

3 INVENTARISASI JENIS BURUNG DI HUTAN KOTA SMA NEGERI 10 SAMARINDA Oleh: NURFADIELLAH ASKARI NIM: Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA S A M A R I N D A 2016

4 HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah Nama : Inventarisasi Jenis Burung Di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda. : Nurfadiellah Askari Nim : Program Studi Jurusan : Pengelolaan Hutan : Manajemen Pertanian Pembimbing, Penguji I, Penguji II, Ir. M. Masrudy, MP NIP Dwinita Aquastini, S.Hut. MP NIP Ir. M. Nasir, MP NIP Menyetujui, Ketua Program Studi Pengelolaan Hutan Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Agustina Murniyati, S.Hut. MP NIP Ir. M. Masrudy, MP NIP

5 ABSTRAK NURFADIELLAH ASKARI. Inventarisasi Jenis Burung di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda (di bawah bimbingan M. MASRUDY). Inventarisasi burung adalah proses untuk mengetahui jenis burung apa saja yang terdapat di suatu lokasi. Cara umum untuk menginventarisasi burung adalah melakukan survei lapangan dengan menjelajahi seluas mungkin pada area/lokasi sasaran. Inventarisasi burung (meliputi jumlah spesies, kondisi habitat dan ancaman) penting dilakukan untuk mengumpulkan informasi dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis burung di Hutan Kota SMA 10 Negeri Samarinda. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi untuk studi atau penelitian selanjutnya dan bahan acuan agar dapat membedakan jenis burung satu dengan yang lainnya. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan terhitung sejak bulan Mei sampai Juni Metode yang digunakan untuk pengamatan adalah metode secara langsung mendatangi lokasi penelitian, penelitian dilakukan dengan menggunakan teropong, mengambil gambar burung dengan menggunakan kamera dan mencatat ciri-ciri burung/diidentifikasi. Pengamatan dilakukan pada pagi hari yakni pukul WITA dan sore hari pukul WITA. Hasil pengamatan ditemukan 10 jenis burung dari 10 Suku yaitu Burung Gereja (Passer Montanus), Tekukur (Sterptopelia chinensis), Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster), Kirik-kirik Biru (Merops viridis), Bondol Jawa/ Pipit(Lonchura leucogastroides), Kipasan (Rhipidura javanica), Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus), Walet Besar (Hydrochous gigas), Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) dan Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris). Kata kunci : Hutan Kota, Inventarisasi, Burung, Kota Samarinda

6 RIWAYAT HIDUP NURFADIELLAH ASKARI, Lahir pada tanggal 05 Juli 1995 di Allu Desa Tamatto, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak (Alm) Abd Karim K dan Ibu Aisyah K. Memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Abbulosibatang Allu Desa Tamatto Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba pada tahun 2000 dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 22 Allu, Desa Tamatto Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba pada tahun 2007, kemudian melanjutkan Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 03 Bulukumba, Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba. Melanjutkan pendidikan kembali di Sekolah Menengah Atas Negeri 09 Bulukumba, Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba pada tahun Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2013 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian pada Program Studi Pengelolaan Hutan. Selama menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Manajemen Pertanian telah mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) selama kurang lebih 2 bulan terhitung sejak tanggal 02 maret sampai 29 April di PT. Inhutani I UMH Kunyit, Nunukan Kalimantan Utara. Selain itu selama 3 tahun menempuh pendidikan tinggi di kampus Politani Samarinda dipercayakan menjabat sebagai sekertaris HIMA (Himpunan Mahasiswa) periode 2014/2015.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-nya, Penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Karya Ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di SMA Negeri 10 Samarinda. Penelitian dan penyusunan Karya Ilmiah ini dilaksanakan selama 1 bulan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar - besarnya kepada : 1. Bapak Ir. M. Masrudy, MP selaku Dosen Pembimbing dan Ketua Jurusan Manajemen Pertanian, yang telah banyak membantu dan memberikan petunjuk dalam pembuatan dan peyusunan Karya Ilmiah ini. 2. Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 10 Samarinda dan seluruh staf yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan memberikan data penelitian. 3. Dosen Penguji I Ibu Dwinita Aquastini, S.Hut. MP dan Dosen Penguji II Bapak Ir. M. Nasir, MP 4. Ibu Agustina Murniyati, S.Hut, MP selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 5. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 6. Kedua orangtua yang selalu memberikan bantuan materil dan motivasi serta 7. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih banyak kekurangan, namun penulis berharap bahwa Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan. Penulis Kampus Gunung Panjang, Juli 2016

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN viii x xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 A. Tinjauan Tentang Burung 4 1. Pengertian Burung 4 2. Gambaran Umum Burung 4 3. Riwayat Burung 8 4. Penyebaran Burung 9 5. Habitat Burung Inventarisasi Burung 11 B. Tinjaun Tentang Hutan Kota Pengertian Hutan Kota Keadaan Hutan Kota SMAN 10 Samarinda 17 BAB III METODE PENELITIAN 18 A. Tempat dan Waktu Penelitian 18 B. Alat dan Bahan 18 C. Metode Penelitian 19 D. Pengolahan Data 20 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 21 A. Hasil 21 B. Pembahasan 23 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 25 A. Kesimpulan 25 B. Saran 25 DAFTAR PUSTAKA 26 LAMPIRAN 28

9 DAFTAR TABEL No Tubuh utama Halaman Tipe Paruh Burung 3. Contoh Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Hutan Kota 4. Tabel Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Hutan Kota

10 DAFTAR GAMBAR NO Tubuh Utama Halaman 1. Morfologi Burung 6 2. Kamera (Dokumentasi) Teropong ` Burung Gereja (Passer montanus) Tekukur (Sterptopelia chinensis) Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster) Kirik-kirik Biru (Merops viridis) Bondol Jawa/ Pipit(Lonchura leucogastroides) Kipasan (Rhipidura javanica) Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus) Walet Besar (Hydrochous gigas) Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris) Titik Pertama (Samping Lapangan Olahraga Basket) Titik Kedua (Samping Kantin) Titik Ketiga (Samping Lapangan Bola) Titik Keempat (Samping Asrama Putra) Titik Kelima (Belakang Asrama Putri) Titik Keenam (Belakang Lab Kimia) 39

11 LAMPIRAN NO Tubuh Utama Halaman 1. Peta Letak Penelitian Peta Rincian Tempat Penelitian Gambar Kamera dan Teropong Jenis-jenis Burung Titik-tikik Pengambilan Data Rekomendasi Penelitian 40

12 1 BAB I PENDAHULUAN Hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan yang tumbuh menjadi hutan besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur seperti taman. Lokasi hutan kota umumnya di daerah pinggiran. Ini dimungkinkan karena kebutuhan lokasi pemukiman atau perkantoran daerah tidak terlalu besar. Hutan kota dibuat sebagai daerah penyangga kebutuhan air, lingkungan alami, serta pelindung flora dan fauna di perkotaan (Nazaruddin, 1996). Hutan kota Samarinda sebagian masih merupakan milik masyarakat dan perusahaan, bahkan di atas sebagian areal hutan kota itu dibangun gedung, lapangan olahraga dan perkantoran. Perubahan fungsi hutan kota tidak bisa dikendalikan sebab penguasaan hutan kota tersebut sepenuhnya hak masyarakat. Wilayah Hutan Kota Samarinda yang menjadi aset milik Pemkot Samarinda sebagian masih dikuasai instansi dan masyarakat (Anonim, 1998) Berdasarkan pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Hutan Kota, bahwa tujuan Penyelengaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya (Anonim, 1998). Inventarisasi burung adal ah proses untuk mengetahui jenis burung apa saja yang terdapat di suatu lokasi. Cara umum untuk menginventarisasi burung adalah melakukan survey lapangan dengan menjelajahi seluas mungkin pada area/lokasi sasaran. Inventarisasi burung (meliputi jumlah spesies, kondisi habitat dan ancaman) penting dilakukan untuk mengumpulkan informasi dasar. Hasil

13 2 inventarisasi burung berupa data dasar tersebut akan membantu menuntun langkah-langkah pengelolaan yang akan ditempuh (Nurwatha, 2013). (Darmawan, 2006) Mendeskripsikan burung sebagai hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan hinggap, paruh tidak bergigi, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki kandung kemih dan bertelur. Keberadaan pakan dan tempat bersarang untuk singgah merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung pada tingkat lokal. Burung dijumpai hampir disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu kekayaan satwa Indonesia. Spesiesnya sangat beranekaragam dan masing-masing spesies memiliki nilaikeindahan tersendiri. Keberadaan burung memerlukan syarat-syarat tertentu yaitu adanya kondisi habitat yang cocok dan aman dari segala macam gangguan (Harnowo, 1985). Keberadaan jenis burung sangat tergantung sekali pada vegetasi sebagai penyedia makanan. Populasi satwa pada suatu habitat akan membentuk suatu ekosistem yang kompleks, dimana antara jenis satwa saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Ekosistem ini akan membentuk suatu kesatuan yang kurang lebih stabil, namun keadaan ini sering terganggu oleh aktifitas manusia yang mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna yang menempati ekosistem alam ini. Kerusakan hutan pada era dewasa masih terus saja berlangsung. Kegiatan ekploitasi hutan, perburuan, pencemaran dan kebakaran hutan masih sering terjadi hingga menyebabkan populasi satwa cenderung menurun (Boer, 1989).

14 3 Pada saat ini populasi burung sangat menurun, karena mengalami gangguan dari berbagai faktor, seperti : kerusakan habitat, pemburuan liar, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kelestarian alam lingkungan (Boer, 1989). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis burung yang berada di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi untuk studi atau penelitian selanjutnya dan bahan acuan agar dapat membedakan jenis burung satu dengan yang lainnya.

15 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Burung 1. Pengertian Burung Burung adalah hewan yang mayoritas aktivitasnya adalah terbang diudara. Pengertian "burung" dibedakan dengan 'binatang' dan 'ikan' yang sebagian besar aktivitasnya berada didarat ataupun air (Anonim 2012). Burung Merupakan hewan vertebrata yang berbulu, bersayap, bipedal (berkaki dua), endotermik (berdarah panas), dan bertelur. Burung menghuni seluruh ekosistem di bumi, mulai dari Arktik hingga ke Antartika. Burung memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari yang berukuran 5 cm sampai ke 2,75 m. Burung bersifat sosial, mereka berkomunikasi menggunakan sinyal visual dan melalui panggilan dan kicauan. Spesies hidup burung memiliki sayap untuk terbang (Livezey dan Zusi, 2007). (Darmawan 2006), mendeskripsikan burung sebagai hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan hinggap, paruh tidak bergigi, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki kandung kemih dan bertelur. 2. Gambaran Umum Burung a. Morfologi burung secara umum Tubuh burung dibedakan atas kepala (caput), leher (cervix) dan ekor (caundal). Badan burung ditutupi oleh bulu dan mempunyai sisik pada seluruh bagian kakinya serta bercakar mulut burung mempunyai paruh yang bermacam-macam tergantung pada jenis makanannya Burung mempunyai ciri khusus diantaranya sebagai berikut :

16 5 1) Seluruh badan dan tubuh ditutupi oleh bulu. 2) Mempunyai dua pasang anggota bagian luar, dan mempunyai sepasang anggota dibagian belakang disesuaikan untuk hinggap dan berenang. 3) Jantung terdiri dari empat ruangan yaitu dua auricular dan dua vientruculus. 4) Respirasi dengan paru-paru. 5) Suhu tubuh tetap. 6) Fertilisasi terjadi dalam tubuh. 7) Memiliki dua belas sayap kepala. 8) Tidak memiliki vesica uninaria, pada hewan betina biasanya memilik satu indung telur kiri daluran telur kanan. 9) Memiliki skeleton yang kecil dan baik. 10) Otak mempunyai serebrum dan lobus optikus dan berkembang biak. 11) Memiliki suara-suara yang berbeda menurut jenisnya (Anonim, 2001 dalam Akbar Ali 2014). b. Adaptasi morfologi Adaptasi adalah kemampuan organisme untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan tempat hidupnya yang memungkinkan tetap hidup (survive) dan berkembangbiak di lingkungan alaminya (Anonim 2015). Adaptasi ini berkaitan dengan bentuk bagian tubuh. Bentuk adaptasi morfologi tampak dari luar dan mudah diamati sehingga adaptasi tersebut paling mudah dikenal dan ditemukan. Adaptasi ini ditandai dengan penyesuaian bentuk tubuh terhadap lingkungannya. Beberapa contoh adaptasi morfologi adalah sebagai berikut:

17 6 Morfologi burung secara umum dapat dilihat pada Gambar. 1 dibawah ini : Gambar 1. Morfologi Burung Selain morfologi burung, burung memiliki bentuk kaki yang bermacam-macam sesuai dengan tempat hidup dan jenis makanannya (Anonim, 2013). Berikut ini adalah tipe kaki burung berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Tipe Kaki Burung No Bentuk kaki Ciri-ciri Fungsinya Contohnya 1. Bentuk kaki menyilang, 2 jari Untuk memanjat Burung kakak tua. menghadap dan untuk kedepan dan 2 jari mengarah memegang makanan. kebelakang (Utomo Budi, 2010). 2. Memiliki tiga jari menghadap ke depan dan satu jari bagian belakang tidak tumnbuh sempurna. Untuk mengais tanah mencari makan. saat Ayam dan burung unta.

18 7 Tabel 1. lanjutan 3. Jari kaki pendek, kuku melengkung tajam, dan cakar kuat untuk mencengkeram 4. Bentuk kaki langsing dan kecil. 5. Jari kaki berselaput jari kaki mengarah ke depan, dan 2 lainnya ke belakang. Mencengkera m mangsanya. Kaki langsing untuk bertengger. Untuk berenang di air. Untuk memanjat. Burung elang dan rajawali. Burung pipit. Kaki itik dan angsa. Burung pelatuk. Selain tipe kaki burung yang terlihat pada Tabel 1 diatas, burung juga memiliki bentuk paruh yang bermacam-macam, sesuai dengan makanannya. Berikut adalah bentuk tipe paruh burung berdasarkan jenis makanannya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Tipe Paruh Burung Bentuk paruh Keterangan Bentuk paruh Keterangan Paruh pendek dan kuat,memakan biji-bijian (Burung pipit). Paruh kuat, tajam, dan melengkung bagian ujungnya (Burung elang). Paruh yang berbentuk seperti sudu, mencari makan di tempat becek, berlumpur, atau di air (Bebek). Paruh berkantong memudahkannya untuk menangkap ikan dalam air (Burung pelikan). Paruh yang panjang, kuat, dan runcin, mencari serangga ( Burung pelatuk). Paruh berbentuk panjang dan runcing, menghisap nektar (Burung Kolibri).

19 8 Bentuk paruh burung bermacam-macarn disesuaikan dengan jenis makanannya. Burung paruhnya sesuai untuk makan biji-bijian. Burung Kolibri, paruhya sesuai untuk mengisap madu dari bunga. Burung Pelikan, paruhnya sesuai untuk menangkap ikan. Burung Elang, paruhnya sesuai untuk mengoyak daging mangsanya. Burung Pelatuk paruhnya sesuai untuk memahat batang pohon dan menangkap serangga di dalamnya (Anonim 2015). 3. Riwayat Burung Burung merupakan salah satu kelompok terbesar vertebrata yang banyak dikenal, diperkirakan ada sekitar jenis tersebar di dunia. Burung berdarah panas seperti binatang menyusui, tetapi sebenarnya burung lebih berkerabat dengan reptil, yang mulai berevolusi sekitar 135 juta tahun yang lalu. Semua jenis burung dianggap berasal dari sesuatu yang mirip dengan fosil burung yang pertama Archaeopteryx (Mackinnon, 1993). Burung merupakan binatang yang berdarah panas seperti halnya binatang menyusui. Burung sangat berbeda dengan reptile karena berkembangnya bulu yang sangat mempengaruhi daya terbang. Pada asalnya sayap burung hanya melayang setelah semakin melebar, ringan dan tersusun rapat baru dapat digunakan untuk terbang. Bulu ini adalah keberhasilan yang tidak hanya dapat digunakan untuk terbang. Burung ini adalah keberhasilan yang tidak hanya dapat memberikan daya terbang pada burung juga dapat memberikan kehangatan kondisi suhu badan. Bentuk-bentuk bulu yang unik yang berubah fungsi menjadi kedap air, sebagai alat perasa, yang berwarna cerah bintik-bintik yang memikat dan agak samar. Karena guna sayap untuk terbang dan selain itu tulang burung yang berongga dan berisi udara dan lebih ringan, tulang punggung yang pendek menyatu, sedangkan paruhnya mirip tanduk yang ringan dan tidak bergigi.

20 9 4. Penyebaran Burung Penyebaran jenis burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi dan seleksi alam. Penyebarannya terdapat di seluruh muka bumi, jenis burung sering terdapat di hutan, pegunungan, padang rumput, dan daerah rawa-rawa yang mana di daerah tersebut terdapat kehidupan. Penyebaran Burung yang ada saat ini bukanlah kebetulan, melainkan sebagai akibat sejarah geologi bumi. Akibatnya terjadi perbedaan jumlah jenis antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Selain itu satwa tertentu bersifat khas pada suatu daerah dapat ditemukan pada daerah yang lain. Penyebaran satwa juga dapat dipengaruhi oleh kondisi fisiologinya (Bismark, 1987). Penyebaran burung baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tunt utan hidupnya. Burung membutuhkan suatu koridor untuk melakukan pergerakan yang dapat menghubungkan dengan sumber keanekaragaman. Penyebaran suatu jenis burung disesuaikan dengan kemampuan pergerakkannya atau kondisi lingkungan seperti pengaruh luas kawasan, ketinggian tempat dan letak geografis. Burung merupakan kelompok satwaliar yang paling merata penyebarannya, ini disebabkan karena kemampuan terbang yang dimilikinya (Alikodra, 2002). Beberapa spesies burung tinggal di daerah-daerah tertentu, tetapi banyak spesies yang bermigrasi secara teratur dari suatu daerah ke daerah yang lain sesuai dengan perubahan musim. 5. Habitat burung Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak. Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan lingkungan fisik di sekeliling

21 10 populasi suatu spesies yang memengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Menurut Clements dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas. Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan maupun habitat bukan hutan. Menurut Darmawan (2006), setiap burung yang hidup di alam membutuhkan dua kebutuhan dasar yaitu bahan dan energi. Bahan menyediakan media untuk hidup burung, seperti udara dan daratan, sedangkan energi didapatkan burung dari makanan dan energi matahari. Jenis-jenis satwa liar lainnya memerlukan sebuah lingkungan alami untuk tinggal dan berkembangbiak yang disebut sebagai habitat. Habitat terdiri dari beberapa komponen baik fisik maupun biotik, merupakan satu kesatuan dan dipergunakan untuk tempat hidup. Habitat yang sesuai untuk satu jenis belum tentu sesuai dengan untuk jenis lainnya, karena setiap jenis satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda (Alikodra, 1990). Habitat burung terbentang mulai dari tepi pantai hingga ke puncak gunung. Burung yang memiliki habitat khusus di tepi pantai tidak dapat hidup di pegunungan dan sebaliknya. Namun ada pula spesies burung-burung generalis yang dapat dijumpai di beberapa habitat. Misalnya burung Kutilang (Pycnonotus aurigaster) yang dapat dijumpai pada habitat bakau hingga pinggiran hutan dataran rendah. Tipe habitat utama pada jenis burung sangat berhubungan dengan kebutuhan hidup dan aktivitas hariannya. Tipe burung terdiri dari tipe burung hutan (forest birds), burung hutan kayu terbuka (open woodland birds), burung lahan budidaya (cultivated birds ), burung pekarangan rumah (rural area birds), burung pemangsa (raptor birds) dan burung air atau perairan (water birds)

22 11 (Alikodra, 2002). 6. Inventarisasi Burung Pengamatan burung dilakukan dengan dua cara antara lain sebagai berikut: 1. Secara langsung Pada umunya setiap jenis satwa dapat dihitung populasinya dengan inventarisasi langsung. Untuk ini diperlukakan jenis, habitat, keaktifan maupun tingkah laku karena inventarisasi dilakukan langsung ke lapang an, maka dalam hal ini aktif setiap jenis satwa harus diketahui terlebih dahulu. 2. Secara tidak langsung Inventarisasi secara tidak langsung ialah dengan melalui tanda dari satwa yakni beberapa jejak, kotoran, bagian-bagian satwa, suara dan bunyi. B. TINJAUAN TENTANG HUTAN KOTA 1. Pengertian Hutan Kota Hutan Kota adalah suatu areal perkotaan yang terdiri dari komponen fisik dengan vegetasi berupa pohon-pohon sebagai suatu kesatuan ekosistem yang berperan dan berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Wilayah perkotaan merupakan pusat-pusat permukiman yang berperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional suatu bentuk ciri kehidupan kota (Anonim 2016). Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota. Hutan diperkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang luas. Bentuknya juga tidak harus dalam bentuk blok, akan tetapi hutan kota dapat dibangun pada berbagai penggunaan lahan. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menetapkan bentuk dan luasan hutan kota. Kriteria penting yang dapat

23 12 dipergunakan adalah kriteria lingkungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat penting hutan kota berupa manfaat lingkungan yang terdiri atas konservasi mikroklimat, keindahan, serta konservasi flora dan kehidupan liar (Fandeli, 2004). Definisi Hutan Kota sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota pasal 1 ayat 2, mendefinisikan hutan kota sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak, didalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Mengenai luasan dan persentase adalah bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar (pasal 8 ayat 2), sedangkan mengenai persentase luas hutan kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat (pasal 8 ayat 3) (PP No. 63 tahun 2002). Secara umum bentuk hutan kota adalah : a. Jalur Hijau. Jalur Hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan. b. Taman Kota. Taman Kota diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia,untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. c. Kebun dan Halaman. Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang dapat menghasilkan buah. d. Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri.

24 13 e. Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasanhutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawanakan abrasi air laut (Dahlan, 1992). (Dahlan, 1992), menyebutkan ada beberapa peranan hutan kota dalam kehidupan perkotaan, yaitu diantaranya : 1. Identitas kota Jenis tanaman dan hewan yang merupakan simbol atau lambang suatu kota dapat dikoleksi pada areal hutan kota. 2. Pelestarian plasma nutfah hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar diseluruh wilayah tanah air kita. Kawasan hutan kota dapat dipandang sebagai areal pelestarian diluar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan fauna. 3. Penahan dan penyaring partikel padat dari udara Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayan-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang dipermukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari dan kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang halus. Manfaat dari adanya tajuk hutan

25 14 kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota. 4. Penyerap dan penjerap partikel timbal Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbale yang mencemari udara diperkotaan. Diperkirakan sekitar % dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. 5. Penyerap dan penjerap debu semen Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya. 6. Peredam kebisingan Pohon dapat meredam suara dengan cara mengasorbsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang. Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dantinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. 7. Mengurangi bahaya hujan asam Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula. 8. Penyerap karbon-monoksida Mikroorganisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas ini. Tanah dengan mikroorganismenya dapat

26 15 menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam. 9. Penyerap karbon dioksida dan penghasil oksigen Hutan merupakan penyerap gas karbon-dioksida (CO2) yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan, dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. 10. Penahan angin Dalam mendisain hutan kota untuk menahan angin faktor yang harus diperhatikan adalah : a. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat. b. Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang. c. Akarnya menghunjam masuk kedalam tanah. Jenis ini lebih tahan terhadap hembusan angin yang besar dari pada tanaman yang akarnya bertebaran hanya disekitar permukaan tanah. d. Memiliki kerapatan yang cukup (50-60) %. e. Tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan dengan baik. 11. Sebagai habitat burung Salah satu habitat liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain :

27 16 a. Membantu mengendalikan serangga hama. b. Membantu proses penyerbukan bunga. c. Mempunyai nilai ekonomi yang lumayan tinggi. d. Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan. e. Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi. f. Sebagai sumber plasma nutfah. g. Objek untuk pendidikan dan penelitian 2. Keadaan Umum Hutan Kota SMA 10 Samarinda SMA Negeri 10 Samarinda dan SMU Melati Samarinda bergabung menjadi satu dan termasuk Hutan Kota yang terletak di kawasan Kota Samarinda Jalan Haji Ali Muhammad M Rifaddin. Pada kawasan tersebut terdapat berbagai jenis tanaman kehutanan baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan keputusan walikota Samarinda nomor 178/HK-KS/2005 Bahwa hutan kota SMU Melati Samarinda termasuk hutan kota di Samarinda (Afdal, 2014), Luas Hutan Kota SMU Melati Samarinda berdasarkan keputusan Wali kota Samarinda Nomor 178/HK-KS/2005 adalah 5 Ha, akan tetapi SMU Melati Samarinda dan SMA Negeri 10 Samarinda berdiri sendiri dan Hutan Kota terbagi menjadi dua, luas Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda adalah ±4 Ha. Kawasan hutan kota di SMA Negeri 10 Samarinda masuk ke dalam wilayah Kelurahan Harapan baru. Luas kelurahan 633 ha. Batas wilayah kelurahan ini : a) Sebelah Utara : Sungai Mahakam b) Sebelah Selatan : Kelurahan Simpang Pasir c) Sebelah Barat : Kelurahan Sengkotek

28 17 d) Sebelah Timur : Kelurahan Gunung Panjang Jenis tanah berdasarkan monografi kota Samarinda adalah berbukit-bukit dan daratan rendah mengandung jenis tanah podsolik merah kuning. Tipe iklim berdasarkan penggolongan tipe iklim Köppen dan Geiger, wilayah Samarinda termasuk tipe iklim A artinya iklim tropis dengan jumlah rata-rata 2102 mm/tahun, dan suhu rata- -rata 81,4%. Topografi (dataran rendah, tinggi, pantai), keadaan topografinya rendah dan berbukit-bukit dengan variasi lereng 2 sampai 15,94 % dengan ketinggian tempat 50 meter dpl.

29 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda yang terletak di kawasan Kota Samarinda Jalan Haji Ali Muhammad M Rifaddin. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Lampiran 1, 2 dan juga surat izin penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mulai tanggal 16 Mei sampai dengan 16 Juni 2016, pengamatan di lapangan dilakukan pada pagi hari sejak pukul WITA dan untuk sore hari pengamatan dilakukan mulai pukul WITA. 1. Alat B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Teropong, digunakan untuk memperjelas penglihatan terhadap burung yang diamati dan dapat di lihat pada Lampiran 3. b. Kamera Digital, digunakan untuk dokumentasi dan dapat di lihat pada Lampiran 3. c. Alat tulis, digunakan untuk mencatat pengambilan data. 2. Bahan Bahan yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini adalah burung-burung yang terlihat di lokasi penelitian. 1. Orientasi lapangan C. Prosedur Penelitian Orientasi lapangan untuk mengetahui keadaan, kondisi dan topografi lapangan secara umum dari luas areal Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda

30 19 yang dijadikan tempat penelitian. 2. Persiapan alat yang digunakan Menyiapkan kamera, teropong, alat tulis sebelum pengamatan dilaksanakan untuk kelancaran pelaksanaan pengamatan. 3. Pengambilan data Pengambilan data dilakukan di areal Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda dengan luas ±4 Ha, dimana pada areal ±4 Ha tersebut ditentukan secara langsung titik-titik pengamatan sebanyak 6 titik yang dimana banyak ditemukan jenis burung, titik-titk pengamatan dan pengambilan data dapat di lihat pada Lampiran 5. Pengamatan dilakukan pada pagi hari yakni pukul WITA dan sore hari pukul WITA. Pengamatan dilakukan dengan cara meneropong dan mengambil gambar burung dengan menggunakan kamera secara langsung di lapangan dan selanjutnya diidentifikasi. 4. Identifikasi Identifikasi jenis burung yang ditemukan dengan cara sebagai berikut : a) Mencatat pohon-pohon yang ada b) Mencatat ciri -cirinya yaitu warna bulu dan bentuk paruh c) Mencocokkan gambar-gambar burung yang diambil dengan literatur-literatur yang ada. D. Pengolahan data Pengolahan data dilakukan dengan menyusun data hasil pengamatan dalam bentuk Tabel di bawah ini dan mencatat jenis-jenis burung yang ditemukan. Tabel 3. Contoh Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Hutan Kota SMAN 10 Samarinda. NO Jenis Suku Ciri-ciri

31 Tabel 3. lanjutan

32 21 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Dari hasil pengamatan dilapangan pada Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda diperoleh dan diteruskan di Laboratorim untuk diidentifikasi jenis-jenis burung seperti yang ditampilkan pada Tabel 4 di bawah ini : Tabel 4. Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Hutan Kota SMAN 10 Samarinda. NO Jenis Suku Ciri-ciri 1. Gereja (Passer Montanus) Ploceidae Warna coklat, Garis mata dan mahkota coklat,dagu kerongkongan dan bercak di samping leher warna hitam, bagian bawah kuning tua agak abu-abu, tubuh bagian atas berbintik coklat dengan diselingi warna putih dan hitam. Makan bulir rumput. Lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 3 (Gambar 4) Tekukur (Sterptopelia chinensis) Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster) Kirik-kirik Biru (Merops viridis) Bondol Jawa/ Pipit (Lonchura leucogastroide ) Colombidae Pycnonotudae Meropidae Estrildidae Iris mata berwarna jingga, paruh hitam. Bagian belakang sayap dan ekornya berwarna pucat. Burung ini menonjolkan bulu hitam yang dibatasi tepi bagian dalam yang berwarna kelabu pucat (Gambar 5). Paruh dan kaki berwarna hitam, sisi bagian atas tubuh (ekor dan punggung) berwarna coklat kelabu, sisi bagian bawah (tenggorokan, leher, dada dan perut) putih keabu-abuan. Bagian muka ekor berwarna putih, penutup pantat berwarna kuning (Gambar 6). Warna kebiru-biruan, Mahkota dan mantel coklat, garis mata hitam, sayap hijau kebiru-biruan, bagian muka ekor panjang berwarna biru pucat, kerongkongan biru. Iris merah atau coklat, paruh hiitam, kaki abu-abu atau coklat (Gambar 7). Warna hitam, coklat dan putih. Tubuh bagian atas coklat tanpa coretan, muka dan dada atas hitam perut dan tubuh putih, ekor bawah coklat tua. Iris coklat, paruh atas gelap, paruh bawah biru, kaki keabuan (Gambar 8).

33 22 Tabel 4. lanjutan Kipasan (Rhipidura javanica) Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceu s) Walet Besar (Hydrochous gigas) Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris) Rhipiduridae Campephagi dae Apodidae Zosteropidae Sylviidae Warna hitam dan putih dengan ekor berbentuk kipas yang panjang. Tubuh bagian atas bewarna abu-abu hitam dengan alis mata putih tidak jelas, dagu dan bagian depan dari leher putih, dada berkalung hitam, perut dan bawah ekor putih, bagian ujung dari bulu ekor putih (Gambar 9). Warna hitam dan putih. Bagian atas hitam dan sisi bulu ekor luar putih, bagian bawah putih. (Gambar 10). Tubuh bagian atas hitam. Bagian bawah coklat gelap, ekornya agak bercelah, punggung coklat, tepi mata berwarna coklat kehitaman. Makanannya serangga-serangga kecil yang ditangkap (Gambar 11 ). Warna kekuning-kuningan dengan mata putih. Tubuh atas hijau, kerongkongan dan perut kuning, Iris coklat, paruh hitam, dan kaki hitam. Makan serangga kecil, buah-buahan kecil (Gambar 12 ). Perut kuning dan alis mata putih yang mencolok, Bagian depan mahkota abu-abu, bagian belakang kepala dan punggung coklat kehijau-hijauan,dagu dan kerongkongan putih, bagian bawah selebihnya kuning, Iris coklat, paruh hitam dengan pangkal agak putih, kaki merah jambu (Gambar 13). B. Pembahasan Selama melakukan penelitian di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda terdapat 10 Jenis burung dari 10 Suku yang ditemukan yaitu Burung Gereja (Passer Montanus), Tekukur (Sterptopelia chinensis), Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster), Kirik-kirik Biru (Merops viridis), Bondol Jawa/ Pipit (Lonchura leucogastroides), Kipasan (Rhipidura javanica), Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus), Walet Besar (Hydrochous gigas), Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) dan Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris).

34 23 Leonhart (2009) menyatakan bahwa burung Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) kerap mengunjungi tempat-tempat terbuka, tepi jalan, kebun, pekarangan, semak belukar dan hutan sekunder, sampai dengan ketinggian sekitar m dpl. Sering pula ditemukan hidup meliar di taman dan halaman-halaman rumah di perkotaan. Burung ini berkelompok, baik ketika mencari makanan maupun bertengger, dengan jenisnya sendiri maupun dengan jenis burung yang lain. Pada areal pengamatan banyak terdapat pohon-pohon yang tumbuh di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda yaitu Angsana (Pterocarpus indicus), Sengon (Paraserianthes falcataria), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Ketapang (Terminalia catappa), Jati (Tectona grandis), Salam (Syzygium polyanthum), Mahoni (Swietenia mahagoni), Mangga (Magnifera indica), Gmelina (Gmelina arborea), Sungkai (Peronema canescens), Durian (Durio zibethinus), Flamboyan (Delonix regia) dan Pohon Johar (Senna siamea). Wiens (1992) dalam Ismawan (2015) menyatakan bahwa ketersediaan makanan dalam suatu tipe habitat merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Hal ini juga berkaitan dengan adanya kemampuan burung untuk memilih habitat yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan hidupnya hal ini didukung oleh Widodo (2009) menyatakan bahwa habitat yang kondisinya baik dan jauh dari gangguan manusia serta didalamnya mengandung bermacam-macam sumber pakan, memungkinkan memiliki jenis burung yang banyak. Selama pengamatan burung lebih aktif pada pagi hari ( WITA), dibandingkan sore hari ( WITA) tingginya kehadiran burung pada pagi hari diduga disebabkan burung keluar dari sarangnya untuk mencari makan dan

35 24 bermain. Pengamatan pada pagi hari lebih baik karena dibantu oleh cahaya matahari. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2015), pengamatan burung-burung diurnal (aktif di siang hari) pengamatan paling baik dilakukan setelah matahari terbit selama kurang lebih 3 jam, dan sebelum matahari terbenam selama 3 jam pula. Di waktu-waktu itu suhu udara tidak terlalu tinggi sehingga banyak burung yang beraktifitas, mencari makan, membangun sarang dan sebagainya. Namun pengamatan pagi hari biasanya lebih baik dari pengamatan sore hari, karena itu adalah awal burung keluar dari sarang untuk beraktivitas. Alikondra (2002) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi nilai jenis-jenis burung adalah kondisi lingkungan, jumlah jenis dan sebaran individu pada masing-masing jenis. Penyebaran burung di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor fisik/lingkungan seperti tanah, air, temperatur, cahaya matahari dan faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya.

36 berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian di atas maka Penulis menarik kesimpulan, sebagai 1. Ditemukan ada 10 Jenis burung dari 10 Suku di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda yaitu Burung Gereja (Passer Montanus), Tekukur (Sterptopelia chinensis), Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster), Kirik-kirik Biru (Merops viridis), Bondol Jawa/ Pipit(Lonchura leucogastroides), Kipasan (Rhipidura javanica), Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus), Walet Besar (Hydrochous gigas), Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) dan Perenjak Kuning ( Abroscopus superciliaris). 2. Burung lebih aktif pada pagi hari ( WITA) bandingkan sore hari ( WITA) tingginya kehadiran pada pagi hari disebabkan pada saat itu burung keluar dari sarangnya untuk mencari makan. B. Saran Mengingat waktu penelitian yang cukup singkat, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih lama untuk mengetahui jenis burung di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda.

37 DAFTAR PUSTAKA Afdal, M Perubahan Hutan Kota di Kecamatan Samarinda Seberang dan Loajanan Ilir Dari Tahun 2005 Sampai Dengan Tahun Tugas akhir Program Studi Manajemen Hutan. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Alikodra, H.S Pengolahan Satwa Liar Jilid I. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antara Universitas Bogor. Alikodra, H. S Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.(diunduh pada tanggal 16 Agustus 2016). Anonim, Perencanaan Penghijauan Hutan Kota Samarinda Pemerintah Kota Daerah Tinggkat II Samarinda. Samarinda. Anonim, 2001 dalam Akbar A, Inventarisasi Jenis Burung di Hutan Kota Balai Kota Samarinda. Tugas akhir Program Studi Manajemen Lingkungan. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Anonim, pada tanggal 17 Agustus 2016). Anonim, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Hutan Kota. Anonim, Hidup-dengan.html.(diunduh pada tanggal 23 Juli 2016). Anonim, Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup Melalui Adaptasi, Seleksi Alam dan Perkembangbiakan.diunduh pada tanggal 18 Agustus Anonim, pengertian-hutan kota.html.(diunduh pada tanggal 27 Agustus 2016). Bismark, M Keragaman Burung di Hutan Bakau. Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Buletin Penelitian. 482 : Boer, S Keragaman Jenis Burung Inventarisasi Jenis Burung di Hutan Kota Balai Kota Samarinda. Clements and Shelfoard, Artikel Lingkungan Ini Adalah Sebuah Rintisan. Bio-ecology. New-york.425 PP. Dahlan, A Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. IPB-APHL. Jakarta. Darmawan, Definisi burung. pada tanggal 09 Agustus 2016).

38 Fandeli, C. Mukhlison, Perhutanan Kota. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Harnowo, Skripsi. Identifikasi dan Inventarisasi Jenis Burung Berstatus Dilindungi di Pasar Hewan Yogyakarta Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Livezey, B. C.; Zusi RL, Tingkat tinggi Burung Modern (theropods, aves: neornithes) Berdasarkan Anatomi Kompratif II. Leonhart (2009). pada tanggal 19 Agustus 2016). Mackinnon, J Panduan Lapangan Burung-Burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University, Press Yogyakarta. Nazaruddin, Defenisi Hutan Kota. Universitas sumatera Utara. (diunduh pada tanggal 09 Agustus 2016). Utomo budi, Mengenal Kakatua (diunduh pada tanggal10 Juli 2016). Nurwatha, P, F Modul Inventarisasi Monitoring Flora & Fauna. Widodo, W Komparasi Keragaman Jenis Burung-Burung di Taman Nasional Baluran dan Alas Purwo Pada Beberapa Tipe Habitat. Jurnal Berkala Penelitian Hayati. (14): Wiens, J. A dalam Ismawan The Ecology of Bird Communities I: Foundations and Patterns. Cambridge University Press.

39 LAMPIRAN

40 31 Lampiran 3. Kamera dan Teropong Gambar 2. Kamera (Dokumentasi) Gambar 3. Teropong (Pengamatan Burung)

41 32 Lampiran 4. Jenis-jenis Burung Gambar 4. Burung Gereja (Passer Montanus) Gambar 5.Tekukur (Sterptopelia chinensis)

42 33 Gambar 6. Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster) Gambar 7. Kirik-kirik Biru (Merops viridis)

43 34 Gambar 8. Bondol Jawa/ Pipit (Lonchura leucogastroides) Gambar 9. Kipasan (Rhipidura javanica)

44 35 Gambar 10. Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus) Gambar 11. Walet Besar (Hydrochous gigas)

45 36 Gambar 12. Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) Gambar 13. Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris

46 37 Lampiran 5. Titik-tikik Pengambilan Data Gambar 14. Titik Pertama (Samping Lapangan Olahraga Basket) Gambar 15. Titik Kedua (Samping Kantin)

47 38 Gambar 16. Titik Ketiga (Samping Lapangan Bola) Gambar 17. Titik Keempat (Samping Asrama Putra)

48 39 Gambar 18. Titik Kelima (Belakang Asrama Putri) Gambar 19. Titik Keenam (Belakang Lab Kimia)

49 Lampiran 6. Rekomendasi Penelitian 40

50

51

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Anorganik Dan Organik Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi sebagian besar bangsa Indonesia (Idham & Budi, 1994). Menurut Pracaya (2002) upaya untuk mampu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Burung di Resort Perengan Seksi Konservasi Wilayah I Pandean dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada suatu kawasan strategis. Letak astronomis negara Indonesia adalah antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 141º BT. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA BAB 1 CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA Tujuan Pembelajaran: 1) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus hewan dengan lingkungannya; 2) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 1. Cara adaptasi tingkah laku hewan mamalia air yang hidup di air laut

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebarannya dapat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan 6 2.1 Kawasan Timur Danau Limboto BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kawasan danau mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan manfaat,

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 9. PERKEMBANGBIAKAN DAN PENYESUAIANDIRI MAKHLUK HIDUPLatihan soal 9.2

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 9. PERKEMBANGBIAKAN DAN PENYESUAIANDIRI MAKHLUK HIDUPLatihan soal 9.2 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 9. PERKEMBANGBIAKAN DAN PENYESUAIANDIRI MAKHLUK HIDUPLatihan soal 9.2 1. Burung elang memiliki bentuk paruh yang besar, runcing, dan ujungnya melengkung. Bentuk paruh

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green

I. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green Campus) memiliki ruang terbuka hijau dengan tipe vegetasi yang beragam serta multi strata berupa

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43), BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kota berupa pembangunan infrastruktur, namun sayangnya terdapat hal penting yang kerap terlupakan, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa di Repong Damar Pekon Pahmungan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar dan kota budaya, selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta juga dikenal sebagai daerah pariwisata ini dibuktikan

Lebih terperinci

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W)

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W) INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hutan merupakan tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik Prinsip-Prinsip Ekologi Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dengan terus meningkatnya pembangunan di

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan salah satu di antara lima kelas hewan bertulang belakang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan salah satu di antara lima kelas hewan bertulang belakang, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung merupakan salah satu di antara lima kelas hewan bertulang belakang, burung berdarah panas dan berkembang biak dengan bertelur, mempunyai bulu. Tubuhnya tertutup

Lebih terperinci

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PENDAHULUAN Masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari hari ke hari ancaman terhadap kerusakan lingkungan semakin meningkat. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci