BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Pendidikan Konsep Manajemen Pendidikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Pendidikan Konsep Manajemen Pendidikan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Pendidikan Konsep Manajemen Pendidikan Konsep manajemen tentu kita harus tahu terlebih dahulu apa itu manajemen. Banyak teori yang menjelaskan tentang manajemen yang dinyatakan oleh para pakar dengan teori yang berbeda-beda tetapi pada hakekatnya mempunyai tujan yang sama. Kata Manajemen berasal dari bahasa Inggris to manage (kata kerja), management ( kata kerja), dan manager untuk orang yang melakukan. Bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi manajemen (pengelolaan). Manajemen menurut Husaini Usman (2014: 6) juga menyatakan bahwa manajemen adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan langsung untuk penggunaan sumber daya organisasi secara efektif dan efesien dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Meskipun banyak definisi manajemen yang telah diungkapkan para ahli sesuai pandangan dan pendekatannya masing-masing, seperti Barnard (1938), Terry (1960), Gray ( 1982) dan lain-lain, namun tidak satupun yang memuaskan. Walaupun demikian, esensi manajemen dapat dipandang, baik sebagai proses ( fungsi) yang meliputi POLC. Pengetian Manajemen dalam arti luas adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan (P3) sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Manajemen dalam arti sempit adalah manajemen sekolah/ madarasah yang meliputi: perencanaan sekolah/ madarasah yang meliputi perencanaan program sekolah/ madarasah, pelaksanaan program sekolah/ 13

2 madarasah, kepemimpinan kepala sekolah/ madarasah, pegawai/evaluasi, dan sistem informasikan sekolah/ madrasah. Robin and Coulter (2009), menyatakan bahwa management is universally needed in all organizations. Manajemen diperlukan semua organisasi dan bersifat universal. Manajemen bisa diterapkan pada: 1. semua organisasi, kecil maupun besar, 2. Semua tipe organisasi, financial dan non financial, 3. Semua tingkatan organisasi, 4. Semua area organisasi (manufaktur, pemasaran, SDM, dan lain-lain). Fungsi manajemen menurut perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian. Robin and Coulter (2009), perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian. Kegiatan manajer secara deskriptif sebagai berikut: 1. Personal Activities, 2. Interactional Activities, 3. Administrative Activities, 4. Technical Activities. Manajemen adalah koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga tujuan pekerjaan betul-betul tercapai efektif dan efisien. (Stephen P Robbins, May Coulter, 2009). Manajemen dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengisian staf, pemimpinan, dan pengontrolan untuk optimasi penggunaan sumbersumber dan pelaksanaan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Manajemen adalah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya. Menurut Ricky W. Griffin manajemen adalah sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif 14

3 berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal (http: // tgl ) Dari penjelasan definisi tentang manajemen para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengawasi dalam mengelola sumber daya yang berupa manusia, uang, material, cara, waktu dan informasi untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Telah disebutkan bahwa manajemen bisa dilakukan dimana saja (organisasi) baik dalam lingkup kecil maupun lingkup besar. Tidak ketinggalan juga di lembaga pendidikan (sekolah) juga butuh yang namanya manajemen. Manajemen yang dilaksanakan dalam dunia pendidikan disebut manajemen pendidikan Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi serta peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Sebaliknya sekolah, juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan (Mulyasa, 2009: 50) 15

4 Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara sekolah dengan masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam meningkat-kan mutu pendidikan di sekolah. Disamping itu (Mulyasa, 2009: 163) menyebutkan bahwa dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah, disarankan perlunya memberdayakan masyakarat dan lingkungan sekolah secara optimal. Selain mengadakan hubungan dengan masyakarakat, sekolah juga dituntut untuk membina hubungan dengan pemerintah setempat, misalnya pemuka-pemuka masyarakat, organisasi sosial, seperti lembaga sosial desa dan sejenisnya, serta meminta masukan kepada masyarakat atau pihak-pihak yang membutuhkannya tentang program, kemajuan, dan rencana-rencana untuk perbaikan sekolah. Sekolah sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi mandat untuk mendidikan melatih dan membimbing generasi muda bagi pernananya di masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu. Hubungannya sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk (1) memajukan kualitas pemberlajaran, dan pertumbuhan anak; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyakarat; (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah masyarakat. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan dengan memberitahu masyarakat memengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran 16

5 yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan (Mulyasa, 2009: 50-51). Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 BAB IV pasal 1 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Maka dari itu sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakatpun tidak dapat dipisahkan dari sekolah. Dikatakan demikian, karena keduanya memiliki kepentingan. Dari beberapa pendapat tersebut sesungguhnya saling mendukung. Jadi kerjasama antara sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya adalah suatu sarana yang cukup mempunyai peranan yang menentukan dalam rangka usaha mengadakan pembinaan, pertumbuhan, dan pengembangan siswa di sekolah. Dengan adanya hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat, dapat dicapai perpaduan antara sarana sekolah dengan masyarakat. Hubungan yang harmonis antara keduanya dalam pengembangan program bersama bagi pembinaan peserta didik, dapat mengurangi dan mencegah kemungkinan anak berbuat nakal karena program yang padat dan menarik tidak memberi kesempatan atau kemungkinan kepada peserta didik untuk berkhayal atau berbuat yang kurang baik Teori Evaluasi Konsep Evaluasi Kata Evaluasi berasal dari kata berbahasa inggris yaitu evaluation yang diterjemahkan memberi penilaian dengan membandingkan sesuatu hal dengan satuan tertentu. Pengertian evaluasi yang bersumber dari kamus 17

6 Oxford Advanced Leaner s Dictionary of Current English Evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. Selain arti berdasarkan terjemahan, kata-kata yang terkandung dalam definisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hatihati, bertanggung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggungjawabkan (Suharsimi, 2007: 1). Definisi evaluasi berbeda-beda sesuai dengan pendapat dari masing-masing pakar evaluasi. Evaluasi merupakan suatu istilah baru dalam kajian keilmuan yang telah berkembang menjadi disiplin ilmu sendiri. Ilmu kajian tentang evaluasi ini juga telah banyak memberikan manfaat dan kontribusi dalam memberikan informasi data, khususnya mengenai pelaksana program tersebut yang dijadikan suatu keputusan. Menurut pandangan Anderson (dalam Suharsimi, 2004: 1) Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan menurut Stufflebeam (dalam Suharsimi, 2004: 1), mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan Model Evaluasi CIPP Model evaluasi CIPP ini merupakan salah satu dari beberapa teknik evaluasi suatu program yang ada. Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawankawan (1967) di Ohio State University. Model ini berlandaskan pada keempat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi process, dan dimensi 18

7 product. CIPP merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: Context evaluation : evaluasi terhadap konteks Input evaluation : evaluasi terhadap masukan Process evaluation : evaluasi terhadap proses Product : evaluasi terhadap hasil Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Maksud dan tujuan Stufflebeam pada model evaluasi CIPP ini adalah bermaksud dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi, dan tujuan evalusinya adalah sebagai: a. Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif; b. Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program pendidikan atau obyek; c. Membantu pengembangan kebijakan dan program. Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup empat macam keputusan: Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus. a. Keputusan pembentukan atau structuring b. Keputusan implementasi c. Keputusan yang telah diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada. 19

8 Tabel 2.1 Model Evaluasi CIPP Aspek evaluasi Tipe Keputusan Jenis Pertanyaan Context evaluation Keputusan yang terencana Apa yang harus dilakukan? Input evaluation Keputusan terstruktur Bagaimana kita melakukannya? Process evaluation Product evaluation Keputusan implementasi Keputusan yang telah disusun ulang Apakah yang dilakukan sesuai rencana? Apakah berhasil? Sumber: The CIPP approach to evaluation (Robinsan, 2002) Empat aspek Model Evaluasi CIPP (contex, input, process, and output) membantu pengambilan keputusan untuk menjawab empat pertanyaan dasar antara lain; 1) Apa yang harus dilakukan (What should we do?); mengumpulkan dan menganalisa needs assessment data untuk menentukan tujuan, prioritas dan sasaran 2) Bagaimana kita melaksanakannya (How should we do it?); sumber daya dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan dan mungkin meliputi identifikasi program eksternal dan material dalam mengumpulkan informasi 3) Apakah dikerjakan sesuai rencana (Are we doing it as planned?); Ini menyediakan pengambil keputusan informasi tentang seberapa baik program diterapkan. Dengan secara terus-menerus monitorring program, pengambilan keputusan mempelajari seberapa baik, pelaksanaan telah sesuai petunjuk dan rencana, konflik yang timbul, dukungan staff dan moral, kekuatan dan kelemahan 20

9 4) Apakah berhasil (Did it work?); Dengan mengukur outcome dan membandingkannya pada hasil yang diharapkan, pengambil-keputusan menjadi lebih mampu memutuskan jika program harus dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan sama sekali. Penggunaan pendekatan evaluasi model CIPP ini banyak digunakan dalam rangka menjamin akuntabilitas publik dari suatu program pendidikan. Stufflebeam CIPP model dalam dua kepentingan, yakni pembuatan keputusan (orientasi formatif) dan akuntabilitas (orientasi sumatif), sebagai berikut: Tabel 2.2 Tabel Pemanfaatan Evaluasi CIPP Orientasi Formatif Orientasi Sumatif Konteks Pedoman untuk memilih tujuan dan menentukan prioritas Mencatat sejauhmana tujuan yang dipilih berdasar pada kebutuhan, kesempatan, dan masalah Input Proses Produk Panduan dan masukan untuk memilih strategi program maupun rancangan procedural Panduan implementasi Pedoman untuk menghentikan, melanjutkan, memodifikasi atau Mencatat strategi dan rancangan yang dipilih, serta alasanalasannya Mencatat proses yang aktual Merekam ketercapaian prestasi dan perumusan kembali 21

10 instalasi program keputusan keputusan Sumber : The CIPP approach to evaluation (Robinson, 2002) Langkah Evaluasi Model CIPP Model CIPP ini menekankan pada peran sumatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi hasil model CIPP memberikan posisi penting bagi peran sumatif. Informasi yang dihasilkan evaluasi hasil CIPP digunakan untuk menentukan apakah suatu program harus diganti, revisi atau dihentikan Penggunaan model CIPP (Contexs, Input, Process, Product) yaitu : Tahap I Evaluasi pada aspek 1 dan 2 (contexs dan input) dilakukan dengan melihat pada wawancara narasumber dan teori-teori yang berhubungan dengan peran dan fungsi komite sekolah secara ideal. Peran dan fungsi komite sekolah dengan feedback yang diperoleh setelah di evaluasi. Tahap II Evaluasi proses dilakukan dengan mengobservasi proses sesuai kriteria-kriteria tertentu, termasuk didalamnya komite sekolah melakukan kegiatan atau melaksanakan program pendidikan yang diharapkan dalam Kemendiknas Nomor: 044/U/2002. Tahap III Evalauasi hasil (product evaluation) adalah tahap akhir dan paling penting karena hasil kinerja komite sekolah adalah tujuan yang telah ditetapkan maka 22

11 instrumennya ditetapkan berdasarkan domain yang menjadi tujuan proses tertentu Mutu Pendidikan Mutu dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Definisi ini disebut juga dengan istilah, mutu sesuai dengan persepsi (quality in perception). Mutu ini bisa disebut sebagai mutu yang hanya ada di mata orang yang melihatnya. Ini merupakan definisi yang sangat penting. Sebab, ada satu resiko yang seringkali kita abaikan dari definisi ini, yakni kenyataan bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan terhadap mutu. Dan mereka melakukan penilaian tersebut dengan merujuk pada produk terbaik yang bisa bertahan dalam persaingan (Sallis, 2010: 56). Sedangkan Crosby (dalam Hadis, 2010: 85) menyebutkan bahwa mutu ialah conformance to requirement (sesuai dengan kebutuhan). Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Sejalan dengan hal tersebut Deming (dalam Hadis, 2010: 85) mengemukakan bahwa mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Dalam kontek pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala hal yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses, meliputi sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung 23

12 dengan baik, sehingga kadar mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input (Widiyarti, 2010: 4) Dari keempat pendapat diatas dapat dikatakan bahwa Sallis menekankan pada kepuasan pelanggan dan dapat melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan, sedangkan Crosby dan Deming hanya kalau hasilnya sudah sesuai dengan kebutuhan saja. Sedangkan dalam kontek pendidikan, pengertian mutu mancakup input, proses dan output pendidikan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan adalah hasil pendidikan atau melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan yang mencakup input, proses dan output pendidikan. Mutu merupakan hal yang penting dalam dunia pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan dibidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara kaffah (menyeluruh) (Mulyasa, 2009: 31). Sehingga pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional telah mencanangkan Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan pada tanggal 2 Mei 2002; dan lebih fokus lagi, setelah diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas (2003) Bahwa Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui peningkatan kualitas pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Menurut (Zamroni, 2007: 16) ada tiga perencanaan strategi yang berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah, yaitu strategi yang menekankan pada hasil (The Output Orientid Strategy), strategi yang menekankan pada proses (The Process Orientid Strategy), dan strategi komprehensif (The Comprehensive Strategy). 24

13 2.4. Kinerja Organisasi Definisi Kinerja Organisasi Definisi kinerja organisasi yang dikemukakan oleh Bastian dalam Hessel Nogi (2005: 175) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasu kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh oleh seorang atau sekelompok orang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang disering diartikan oleh para cendekiawan sebagai penampilan, unjuk kerja, atau prestasi (Yeremias T. Keban, 2004: 191). Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses (Nurlaila, 2010: 71). Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans, 2005: 165). Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 2000: 41). Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggungjawab yang diberikan (Mangkunagara, 2002: 22). Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang serta keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai 25

14 kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005: 50). Sedangkan Mathis dan jackson (2006: 65) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja diperusahaan tersebut. Kinerja merupakan hasil kerja dari tingkah laku (Amstrong, 1999: 15). Pengertian kinerja ini mengaitkan antara basil kerja dengan tingkah laku. Sebagai tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas manusia yang diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi, sejumlah orang harus memainkan peranan sebagai pemimpin sedangkan yang lainnya harus memainkan peranan sebagai pengikut. Hubungan antara individu dan kelompok dalam organisasi merupakan hasil dari interaksi yang kompleks dan agresi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai dalam periode tertentu oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggungjawab dan wewenang yang diberikan. Untuk mengetahui faktor yang memperngaruhi kinerja organisasi, dilakukanlah pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis dan tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu: variebel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi pada kinerja organisasi. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan 26

15 dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Berdasarkan beberapa definisi di atas, bahwa kinerja organisasi merupakan suatu ketercapaian atau hasil kerja sekelompok orang dalam kegaitan atau aktifitas atau program yang telah direncanakan sesuai tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran sautu jabatan atau tugas dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam Yeremias T. Keban (2004: 203) untuk melakukan kajian secara lebih mendalam tentang faktorfaktor yang mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja di Indonesia, maka perlu melihat beberapa faktor penting sebagai berikut: a. Kejelasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk melakukan penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya, orang menilai secara subyektif dan penuh dengan bias tetapi tidak ada suatu aturan hukum yang mengatur atau mengendaikan perbuatan tersebut. b. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan proses yang sangat menentukan efektivitas penilaian kerja. Aturan main menyangkut siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria apa yang digunakan dalam sistem penilaian kinerja sebenarnya diatur dalam manajemen sumber daya 27

16 manusia tersebut. Dengan demikian manajemen sumber daya manusia juga merupakan kunci utama keberhasilan sistem penilaian kinerja. c. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu organisasi dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang dianut masih berorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian selalu bias kepada pengukuran tabiat atau karakter pihak yang dinilai, sehingga prestasi yang seharusnya menjadi fokus utama kurang diperhatikan. d. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap pentingnya penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan komitmen yang tinggi terhadap efektivitas penilaian kinerja, maka para penilai yang ada dibawah otoritasnya akan selalu berusaha melakukan penilaian secara tepat dan benar. Menurut Soesilo dalam Nesel Nogi (2005: 180), Kinerja suatu organisasi dipengaruhi adanya faktor-faktor berikut: a. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi. b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi. c. Sumber daya manusia, yang berhubungan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal. d. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi. e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi 28

17 penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi. Selanjutnya Yuwono dkk. Dalam Hesel Nogi (2005: 180) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi meliputi upaya manajemen dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dan kepemimpinan yang efektif. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi baik publik maupun swasta. Secara detail Ruky dan Hesel Nogi (2005: 180) mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut: a. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi, semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi kinerja organisasi tersebut b. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi. c. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan d. Budayakan organisasi sebagi pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan. e. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasil f. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi, dan lainlainnya. 29

18 Ini berarti menurut Atmosoeprapto, dalam Hesel Nogi (2005:180) mengemukakan bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, secara lebih lanjut kedua faktor tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Faktor eksternal, yang terdiri dari: 1) Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan Negara yang berpengaruh pada kemanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal. 2) Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli utnk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar. 3) Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di masyarakat, yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi. b. Faktor internal, yang terdiri dari: 1) Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi. 2) Struktur organisasi, sebagai hasil design antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada. 3) Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan. 4) Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan. 30

19 Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja dalam suatu organisasi. Namun secara garis besarnya, faktor yang sangat dominan mempengaruhi kinerja orgnasasi adalah faktor internal (faktor yang datang dari dalam organisasi) dan faktor eksternal (faktor yang datang dari luar organisasi). Setiap organisasi akan mempunyai tingkat kinerja yang berbedabeda karena pada hakekatnya setiap organisasi memiliki ciri atau karakteristik masing-masing sehingga permasalahan yang dihadapi juga cenderung berbeda tergantung pada faktor internal dan eksternal organisasi Penilaian Kinerja Menurut Larry D. Stout dalam Hessel Nogi (2005: 174) mengemukakan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja organisasi merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) Melalui hasil yang ditampilkan berupa produk jasa ataupun suatu proses. Berbeda dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Bastian (2001: 330) dalam Hessel (2005: 173) bahwa pengukuran dan pemanfaatan penilaian kinerja akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus menerus. Secara rinci, Bastian mengemukakan peranan penilaian pengukuran kinerja organisasi sebagai berikut: a. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian prestasi, b. Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati, 31

20 c. Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan antara skema kerja dan pelaksanaannya, d. Memberikan penghargaan maupun hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur, sesuai dengan sistem pengukuran yang telah disepakati, e. Menjadikannya sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi, f. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi, g. Membantu proses kegiatan organisasi, h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif, i. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan, j. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Begitu pentingnya penilaian kinerja bagi keberlangsungan organisasi dalam pencapaian tujuan maka perlu adanya indikator-indikator pengukuran kinerja yang dipakai secara tepat dalam organisasi tertentu. Menurut agus Dwiyanto (2006: 49) penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup dilakukan dengan menggunakan indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efesiensi dan efektivitas, tetapi juga harus dilihat dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik juga muncul karena tujuan dan misi birokrasi publik seringkali bukan hanya memiliki stakeholder yang banyak dna memiliki kepentingan yang sering berbentu-ran satu sama lainnya menyebabkan birokrasi publik mengalami 32

21 kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholder juga berbeda-beda Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari School-based manajement. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat pada saat masyarakat mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat (Mulyasa, 2009: 24). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyakarat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Dari segi bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari kata manajemen, Berbasis dan Sekolah. Manajemen adalah proses penggunaan sumber daya secara efektik dan efisien untuk mencapai sasaran. Berbasis berasal dari kata dasar basis yang artinya dasar atau asas. Sekolah adalah tempat untuk belajar mengajar. Berdasarkan hal tersebut, maka MBS dapat diartikan sebagai pengguna sumberdaya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran (Nurkolis, 2003: 1). Sedangkan menurut (Permadi, 2010: 26) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota. 33

22 Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasan pengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan pengelolah sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan ini tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat, terutama masyarakat yang mampu dan peduli, terhadap pendidikan, sedangkan masyarakat yang kurang mampu akan menjadi tanggunjawab pemerintah (Mulyasa, 2009: 13). Dengan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), maka sekolah dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya, karena bisa lebih mengetahui peta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi. Disamping itu sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan yaitu: (1) Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru; (2) bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal; (3) efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, 34

23 moral guru, menajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencanaan (Fattah, 2000: 17) Dari keempat pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Nurkolis memandang istilah MBS dari segi leksikalnya yaitu sebagai pengguna sumberdaya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri, sedangkan Mulyasa mengutamakan partisipasi masyarakat, Permadi dan Fattah membahas tentang pemberian otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka MBS dapat diartikan Pengelolaan pendidikan yang memberikan otonomi yang seluasluasnya kepada sekolah untuk pengambilan keputusan yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah termasuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan serta keunggulan masyarakat dan bangsa Komite Sekolah Komite Sekolah Komite Sekolah yang berkedudukan disetiap satuan pendidikan, merupakan badan mandiri yang tidak memiliki hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan. Komite Sekolah dapat terdiri dari satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan dalam pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang dikelola oleh suatu penyelenggaraan pendidikan, atau karena pertimbangan lain, tanpa intervensi dengan lembaga pemerintahan (Masaong dan Ansar, 2007: 165) Sedangkan (Hasbullah, 2006: 90) menyatakan bahwa pada dasarnya Komite Sekolaj berada di tengahtengah antara orang tua murid, murid, guru, masyarakat 35

24 setempat, dan kalangan swasta. Asas legalitas Komite Sekolah yang bermuat dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya dalam pasal 56 (3) sebagai berikut : Komite Sekolah/ Madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Dari ketiga pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa pendapat Masaong, Ansar dan Hasbullah menekankan pada kedudukan Komite Sekolah, sedangkan menurut UU nomor 20 Tahun 2003 menekankan pada tujuan pembentukkan Komite Sekolah, yaitu peningkatan mutu pelayanan. Jadi Komite Sekolah adalah suatu lembaga mandiri yang berkedudukan disetiap satuan pendidikan, serta merupakan badan mandiri yang tidak memiliki hubungan hierarki dengan lembaga pemerintahan yang berada ditengah-tengah antara orang tua murid, murid, guru, masyarakat setempat, dan kalangan masyarakat setempat, dan kalangan swasta yang dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbaganm arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Kepengurusan dan keanggotaan dalam Komite Sekolah harus mencerminkan orangtua siswa dan masyarakat. Kepengurusan dan keanggotaan Komite Sekolah meliputi: (1) perwakilan orangtua siswa, (2) tokoh masyarakat seperti kepala dusun, ulama, budayawan, dan sebagainya, (3) anggota masyarakat seperti LSM peduli pendidikan, (4) pejabat pemerintah setempat, (5) dunia usaha dan dunia industri (DUDI), (6) pakar 36

25 pendidikan, (7) organisasi profesi tenaga kependidikan seperti PGRI, (8) perwakilan siswa, dan atau alumni (Haryanto, 2008: 96). Sedangkan tujuan Komite Sekolah adalah: (1) Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan; (2) Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan di satuan pendidikan; (3) Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu disatuan pendidikan (Haryanto, 2008: 81) Peran Komite Sekolah Tugas dan fungsi Dewan Sekolah/ Komite Sekolah antara lain: (1) menetapkan AD dan ART Komite Sekolah, memberi masukan terhadap muatan RAPBS dan Rencana Strategik Pengembangan serta Standar Pelayanan Sekolah; (2) menentukan dan membantu kesejahteraan personal, mengkaji pertanggung jawaban dan implementasinya; (3) mengkaji kinerja sekolah dan melakukan internal auditing (school self assessment), merekomendasikan, menerima Kepala Sekolah dan Guru. Tugas, Dewan Sekolah/Komite Sekolah membantu menetapkan visi, misi dan standar pelayanan, menjaga jaminan mutu sekolah (quality assurance), memelihara, mengembangkan potensi, menggali sumber dana, mengevaluasi, merenovasi, mengidentifikasi, dan mengelola kontribusi masyarakat terhadap sekolah (Satori, 2001: 71). Sedangkan menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan 37

26 dan Komite Sekolah menyebutkan bahwa Komite Sekolah mengemban peran sebagai : (1) Pemberi pertimbangan (advisary agency); (2) Pendukung (supporting agency); dan (4) Penghubung (mediator agency). Disamping itu (Haryanto, 2008: 81) menyebutkan bahwa Komite Sekolah mengemban empat peran sebagai berikut: (1) pemberi pertimbangan, (2) pendukung, (3) pengawas, dan (4) Mediator. Keempat peran Komite Sekolah tersebut bukan peran yang berdiri sendiri, melainkan peran yang saling terkait antara peran yang satu dengan peran lainya Kinerja Komite Sekolah Kinerja berasal dari bahasa inggris yaitu performance. Dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, diartikan pertunjukan, perbuatan, daya guna, prestasi, pelaksanaan, penyelenggaraan, pagelaran (Adi Gunawan, 2002: 279). Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja, diantaranya adalah: (Husain Umar, 2004: 76) mengatakan bahwa pengertian kinerja adalah keseluruhan kemampuan individu untuk kerja secara optimal dan berbagai sasaran yang telah diciptakan dengan pengorbanan rasio kecil dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Sedangkan Smith yang dikutip oleh (Mulyasa, 2003: 136) menyatakan bahwa kinerja adalah merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Jadi kinerja merupakan pencapaian atas apa yang sudah direncanakan, baik oleh pribadi maupun oleh organisasi. Dari uraian-uraian diatas menunjukkan bahwa Adi Gunawan mengartikan kinerja sama dengan prestasi kerja, sedangkan Husain Umar kemampuan seseorang untuk bekerja sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan kerja secara optimal dengan pengorbanan rasio kecil dibandingkan dengan hasil yang dicapai dan Mulyasa 38

27 merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses organisasi. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Kinerja adalah Hasil kerja atau prestasi kerja seseorang atau organisasi yang dapat dicapai secara optimal dengan pengorbanan rasio kecil dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Yang dimaksud dengan kinerja dalam penelitian ini adalah tingkat ketercapaian prestasi kerja dari Komite Sekolah, sesuai dengan peran dan fungsinya, yaitu sebagai badan pertimbangan, pendukung, pengontrol dan penghubung di SD Negeri Purwosari 1 Sayung Demak, yang dapat diuraikan sebagai berikut: Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Pemberi Pertimbangan (advisory agency) Komite Sekolah memiliki peran sebagai advisory agency, badan yang memberi pertimbangan kepada sekolah atau yayasan. Idealnya sekolah dan yayasan pendidikan harus meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah dalam merumuskan kebijakan, program dan kegiatan sekolah, termasuk juga dalam merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah yang bersifat given, di sekolah swasta dengan ciri khas tertentu (Haryanto, 2008: 81). Menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004), peran Komite Sekolah diantaranya adalah sebagai badan pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan yang terdiri dari identifikasi sumber daya pendidikan dalam masyarakat; memberikan masukan untuk penyusunan RAPBS; menyelenggarakan rapat RAPBS (Sekolah, orang 39

28 tua siswa masyarakat); memberikan pertimbangan perubahan RAPBS; ikut mengesahkan RAPBS bersama kepala sekolah; memberikan masukan terhadap proses pembelajaran kepada para guru; identifikasi potensi sumber daya pendidikan dalam masyarakat; memberikan pertimbagan tentang sarana dan memberikan pertimbangan tentang anggaran yang dapat dimanfaatkan di sekolah Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Pemberi Dukungan (supporting agency) Komite Sekolah sebagai supporting agency, yaitu badan yang memberikan dukungan kerja berupa dana, tenaga, dan pikiran. Jika dahulu peran BP3 lebih sebagai pendukung dana, maka penekanan peran Komite Sekolah seharusnya buka aspek dana saja tetapi juga aspek lainnya, terutama berupa gagasan dalam rangka penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan (Haryanto, 2008: 82). Menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004), komponen dan indikator kinerja Komite Sekolah terkait pada peran sebagai badan pendukung (supporting agency) adalah; mobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi kekurangan guru di sekolah; mobilisasi tenaga kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di sekolah; memantau kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah; mobilisasi bantuan sarana dan prasarana sekolah; mengevaluasi pelaksanaan dukungan sarana dan prasarana sekolah; memantau kondisi anggaran pendidikan di sekolah; memobilisasi dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah; mengkoordinasikan dukungan terhadap anggaran 40

29 pendidikan di sekolah; mengevaluasi pelaksanaan dukungan anggaran di sekolah Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Pengontrol (controlling agency) Komite Sekolah memiliki peran sebagai controlling agency, badan yang melaksanakan pengawasan sosial kepada sekolah. Pengawasan ini tidak sebagai pengawasan institusional sebagaimana yang dilakukan lembaga maupun badan pengawasan, seperti inspektorat, atau badan pemeriksa keuangan, maupun badan pengawasan fungsional lainya. Pengawasan sosial yang dilakukan lebih memiliki implikasi sosial, dan lebih dilaksanakan secara preventif, seperti ketika sekolah menyusun RAPBS, atau ketika sekolah manyusun laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat (Haryanto, 2008: 82). Sedangkan menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004), komponen dan indikator kinerja Komite Sekolah terkait pada perannya sebagai badan pengontrol (controlling agency) adalah: mengontrol proses perencanaan keputusan di sekolah; mengontrol proses perencanaan pendidikan di sekolah; pengawasan terhadap kualitas program sekolah; memantau organisasi sekolah; memantau penjadwalan program sekolah; memantau alokasi anggarn untuk pelaksanaan program sekolah; memantau partisipasi stake holder pendidikan dalam pelaksanaan program sekolah; memantau hasil ujian akhir; memantau angka partisipasi sekolah; memantau angka mengulang sekolah; memantau angkat bertahan sekolah. 41

30 Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Penghubung (mediator agency) Komite Sekolah memiliki peran sebagai mediator agency antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Keberadaan Komite Sekolah di lembaga pendidikan akan menjadi tali pengikat ukhuwah antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Dengan demikian diharapkan akan menjadi kunci dalam upaya peningkatan mutu pendidikan (Haryanto, 2008: 83). Menurut Tim Pengembangan Komite Sekolah Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004), komponen indikator kinerja Komite Sekolah terkait pada peran sebagai badan penghubung (mediator agency) adalah: menjadi penghuhung antara Komite Sekolah dengan masyarakat, Komite Sekolah dengan sekolah, dan Komite Sekolah dengan Dewan Pendidikan; mengidentifikasi aspirasi masyarakat untuk perencanaan pendidikan; membuat usulan kebijakan dan program pendidikan kepada sekolah; mensosialisasikan kebijakan dan program sekolah kepada masyarakat; memfasilitasi berbagai masukan kebijakan program terhadap sekolah; menampung pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan dan program sekolah; mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan masyarakat terhadap sekolah; mengidentifikasi kondisi sumber daya di sekolah; mengidentifikasi sumber-sumber daya masyarakat; memobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di sekolah; mengkoordinasikan bantuan masyarakat. Untuk menjalankan perannya itu, Komite Sekolah memiliki fungsi yaitu mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Badan itu juga melakukan 42

31 kerja sama dengan masyarakat, baik perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan dunia industri, pemerintah, dan DPRD berkenan dengan penyelengga-raan pendidikan yang bermutu Dikdasmen (Depdiknas: 2004). Fungsi lainnya adalah menampung dan menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menyebutkan bahwa fungsi Komite Sekolah adalah (1) mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; (2) melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; (3) menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat (4) memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai kebijakan dan program pendidikan, Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS), Kriteria kinerja satuan pendidikan, kriteria tenaga kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan, dan hal ini yang terkait dengan pendidikan; (5) mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; (6) menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; (7) melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Semua organisasi seharusnya memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AD/ART, begitu pula Komite Sekolah. Dalam Keputusan 43

32 Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga menyebutkan bahwa Komite Sekolah juga menyebutkan bahwa Komite Sekolah wajib memiliki AD dan ART, yang sekurangkurangnya memuat (1) nama dan tempat kedudukan; (2) dasar, tujuan dan kegiatan; (3) Keanggotaan dan kepengurusan; (4) hak dan kewajiban anggota dan pengurus; (5) keuangan; (6) mekanisme dan rapat-rapat; dan (7) perubahan AD dan ART, serta pembubaran organisasi Indikator Kinerja MC. Donald dan Lawton dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005: 174) mengemukakan indikator kinerja antara lain: mengemukakan indikator kinerja antara lain: output oriented measures throughtput, efficiency, effectiveness, Selanjutnya indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam penyelenggaraan publik. b. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. 44

33 Adapun indikator kinerja Komite Sekolah yang diakses dari Tim Pengembang Komite Sekolah Ditjen Dikdasmen (Depdiknas: 2004) dapat dilihat pada tabel dibawah ini! Tabel 2.4. Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Pertimbangan (Advisory Agency) Peran Komite Sekolah Badan Pertimbangan (Advisory Agency) Fungsi Manajemen Pendidikan 1. Perencaan Sekolah Indikator Kinerja a. Identifikasi sumber daya pendidikan dalam masyarakat b. Memberikan masukan untuk penyusunan RAPBS. c. Penyelenggarakan rapat RAPBS (sekolah, orang tua siswa, Masyarakat) d. Memberikan pertimbangan RAPBS. e. Ikut mengesahkan RAPBS bersama kepala sekolah 2. Pelaksanaan Program a. Kurikulum b. PBM c. Penilaian a. Memberikan masukan terhadap proses pengelolaan pendidikan di sekolah. b. Memberikan masukan terhadap proses pembelajaran kepada para guru. 3. Pengelolan a. Identifikasi potensi 45

34 Sumber daya pendidikan a. SDM b. S/P c. Anggaran sumber daya pendidikan dalam masyarakat. b. Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang dapat diberbantukan di sekolah. c. Memberikan pertimbangan tentang sarana dan prasarana yang dapat diperbantukan di sekolah. d. Memberikan pertimbangan tentang anggaran yang dapat dimanfaatkan di sekolah. 46

35 Tabel 2.5. Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Pendukung (Supporting Agency) Peran Komite Sekolah Badan Pendukung (Supporting Agency) Fungsi Manejemen Pendidikan 1. Pengelola sumber daya Indikator Kinerja a. Memantau ketenagaan pendidikan di sekolah. b. Mobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi kekurangan guru di sekolah. c. Mobilisasi tenaga kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di sekolah. 2. Pengelolaan Sarana dan Prasarana 3. Pengelolaan Anggaran a. Memantau kondisi antara sarana dan prasarana yang ada disekolah. b. Mobilisasi bantuan sarana dan prasarana sekolah. c. Mengkoordinasi dukungan sarana dan prasarana sekolah d. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan sarana dan prasarana sekolah. a. Memantau kondisi anggaran pendidikan di sekolah. 47

36 48 b. Memobilisasi dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. c. Mengkoordinasikan dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. d. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan anggaran di sekolah.

37 Tabel 2.6. Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan Pengontrol (Controlling Agency) Peran Komite Sekolah Badan Pengontrol (Controlling Agency) Fungsi Manejemen Pendidikan 1. Mengontrol perencanaan pendidikan di sekolah Indikator Kinerja a. Mengontrol proses pengambilan keputusan di sekolah. b. Mengontrol kualitas kebijakan di sekolah. c. Mengontrol proses perencanaan pendidikan di sekolah. d. Pengawasan terhadap kualitas perencanaan sekolah e. Pengawasan terhadap kualitas program sekolah. 2. Memantau pelaksanaan program sekolah a. Memantau organisasi sekolah b. Memantau penjadwalan program sekolah c. Memantau alokasi anggaran untuk pelaksanaan program sekolah. d. Memantau sumber daya pelaksana program sekolah. e. Memantau partisipasi stake holder pendidikan dalam pelaksanaan program sekolah. 3. Memantau a. Memantau hasil ujian 49

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional saat ini sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Peran dan fungsi komite sekolah dalam peningkatan mutu sekolah merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam upaya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses reformasi yang sedang bergulir, membawa perubahan yang sangat mendasar pada tatanan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dikeluarkannya UU No 22 tahun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Menimbang : 1. bahwa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat Naskah Soal Ujian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 7 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Kinerja Organisasi a. Pengertian Kinerja Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai penampilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara detail latar belakang dan alasan pemilihan judul tesis, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara teoritik

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era desentralisasi, pendidikan ini ditekankan pada kebijakan setiap sekolah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini dapat dikatakan sebagai implementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan peningkatan kualitas

Lebih terperinci

1. Pendahuluan June, Volume 1 Number 1 Efektivitas Kinerja Komite Sekolah di SMP Negeri 1 Banjarsari. Sunardi

1. Pendahuluan June, Volume 1 Number 1 Efektivitas Kinerja Komite Sekolah di SMP Negeri 1 Banjarsari. Sunardi 2017 June, Volume 1 Number 1 Efektivitas Kinerja Komite Sekolah di SMP Negeri 1 Banjarsari Sunardi Program Studi Magister Administrasi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Galuh. Jl. R.E Martadinata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, sehat, jujur, berakhlak mulia, berkarakter, dan memiliki kepedulian sosial

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang peran komite

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang peran komite 110 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian tentang peran komite sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Metro dapat diambil

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Al Darmono Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Abstrak Menurut perundang-undangan, pendidikan dasar merupakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut: 1. Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan (Advisory Agency)

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut: 1. Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan (Advisory Agency) BAB VI PENUTUP Bagian ini merupakan bagian terakhir dari bagian isi tesis. Pada bagian ini memuat tiga sub bab, yaitu: kesimpulan, implikasi, dan saran. Ketiga sub bab tersebut akan disajikan secara rinci

Lebih terperinci

1. Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif;

1. Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif; Pengertian Evaluasi Program Pemahaman mengenai pengertian evaluasi program dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Pengertian evaluasi menurut Stufflebeam

Lebih terperinci

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd Pendahuluan Govinda (2000) dalam laporan penelitiannya School Autonomy and Efficiency Some Critical

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kepemimpinan Siagian (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sekolah, pembentukan komite sekolah, peran komite sekolah, fungsi komite

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sekolah, pembentukan komite sekolah, peran komite sekolah, fungsi komite BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bagian ini diuraikan beberapa konsep mengenai pengertian komite sekolah, pembentukan komite sekolah, peran komite sekolah, fungsi komite sekolah, dan landasan komite sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan faktor yang secara signifikan mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu pembangunan pendidikan memerlukan

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH NOMOR 044/U/2002 MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 I T A S M U H A M M A D I V E R S U N I YA H S U R A K A R T A NASKAH

Lebih terperinci

MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN

MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN Mengenal Komite Sekolah dan Peranannya dalam Pendidikan {133 MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN Rahmat Saputra Tenaga pengajar STAI Teungku Dirundeng Meulaboh Abstract The school committee

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan berkenaan dengan peningkatan kualitas manusia, pengembangan potensi, kecakapan dan karakteristik generasi muda kearah yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan telah diyakini sebagai salah satu aspek pembangunan bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga Negara yang handal profesional dan berdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 berdampak ke hampir seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu dampak dari adanya reformasi adalah perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dibidang peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan tertutama

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dibidang peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan tertutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada umumnya dimulai dari tahapan perencanaan, proses pelaksanaan sampai dengan evaluasi pelaksanaan, partisipasi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pentingnya peningkatan kualitas pendidikan sebagai prasyarat mempercepat terwujudnya suatu masyarakat yang demokratis, pendidikan yang berkualitas tidak hanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil penelitian tentang peran komite sekolah di SMA PGRI 1 Temanggung ini dibagi menjadi lima bagian. Lima bagian tersebut antara lain gambaran

Lebih terperinci

Manajemen Mutu Pendidikan

Manajemen Mutu Pendidikan Manajemen Mutu Pendidikan Pengertian Mutu Kata Mutu berasal dari bahasa inggris, Quality yang berarti kualitas. Dengan hal ini, mutu berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengelolaan Pendidikan 2.1.1. Manajemen Pendidikan Manajemen merupakan sebuah istilah yang saat ini populer di berbagai bidang pekerjaan. Manajemen menjadi sebuah hal yang menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pendidikan berkaitan erat dengan proses pendidikan. Tanpa proses pelayanan pendidikan yang bermutu tidak mungkin diperoleh produk layanan yang bermutu. Banyak

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF Oleh: Ahmad Nawawi JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FIP UPI BANDUNG 2010 Latar Belakang l Lahirnya pendidikan inklusif sejalan

Lebih terperinci

RINGKASAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN TATA KELOLA DAN AKUNTABILITAS PENDIDIKAN DASAR DI SULAWESI SELATAN

RINGKASAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN TATA KELOLA DAN AKUNTABILITAS PENDIDIKAN DASAR DI SULAWESI SELATAN RINGKASAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN TATA KELOLA DAN AKUNTABILITAS PENDIDIKAN DASAR DI SULAWESI SELATAN Oleh: Darwing Paduppai, Suradi, & Sabri I. PERMASALAHAN PENELITIAN Komite sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian terdiri dari 25 orang yang diambil dari pengurus komite sekolah dari 3 SMP Negeri yang ada di Kecamatan Musuk, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang di maksud adalah

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang di maksud adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah adalah sebuah aktifitas besar yang di dalamnya ada empat komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang di maksud adalah Staf Tata laksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan desentralisasi tata kelola sistem pendidikan dasar dan menengah sebagai bagian dari pengalihan tanggung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SD ISLAM AL AZHAR 29 SEMARANG

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SD ISLAM AL AZHAR 29 SEMARANG 54 BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SD ISLAM AL AZHAR 29 SEMARANG A. Analisis Pengelolaan Komite Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di SD Islam Al

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek yang berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia akan terwujud dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (PROPENAS) Tahun Dalam BAB VII PROPENAS. ini memuat tentang Pembangunan Pendidikan, dimana salah satu arah

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (PROPENAS) Tahun Dalam BAB VII PROPENAS. ini memuat tentang Pembangunan Pendidikan, dimana salah satu arah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hubungan kemitraan antara pihak Sekolah dengan Orang Tua peserta didik, mula-mula tergabung dalam wadah yang diberi nama Persatuan Orang Tua Murid dan Guru

Lebih terperinci

SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) Al Darmono Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Abstrak Manajemen Berbasis Sekolah merupakan penyerasian

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH Di SD Muhammadiyah Condong Catur Oleh: Dr. Qurratul Aini, M. Kes PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

II TINJAUAN TEORETIS

II TINJAUAN TEORETIS ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-converter.netbab II TINJAUAN TEORETIS A. Hakekat Komite Madrasah 1. Pengertian Komite Madrasah Komite Madrasah merupakan lembaga independent

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Berbasis Sekolah Suparlan, dkk (2012) Manajemen Berbasis Sekolah sebagai terjemahan dari School Based Management, dapat diartikan sebagai pengalihan dalam pengambilan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PENGURUS KOMITE SLTP NEGERI 6 SRAGEN Nomer : 01 / Komite / SLTP N 6 / 2003 Tentang Anggaran Dasar Komite Sekolah SLTP Negeri 6 Sragen

KEPUTUSAN PENGURUS KOMITE SLTP NEGERI 6 SRAGEN Nomer : 01 / Komite / SLTP N 6 / 2003 Tentang Anggaran Dasar Komite Sekolah SLTP Negeri 6 Sragen PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN DINAS PENDIDIKAN SLTP NEGERI 6 SRAGEN Jl. Mayor Suharto No. 1 Telp. (0271) 891913 SRAGEN 57213 KEPUTUSAN PENGURUS KOMITE SLTP NEGERI 6 SRAGEN Nomer : 01 / Komite / SLTP N 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas SDM. Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi membuka peluang masyarakat untuk dapat meningkatkan peran sertanya dalam pengelolaan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka meningkatkan kualitas dirinya. Pepatah mengatakan: tuntutlah. bersaing dengan orang lain bahkan dengan negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka meningkatkan kualitas dirinya. Pepatah mengatakan: tuntutlah. bersaing dengan orang lain bahkan dengan negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap individu dalam rangka meningkatkan kualitas dirinya. Pepatah mengatakan: tuntutlah ilmu dari

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG HUBUNGAN DAN MEKANISME KERJA DEWAN PENDIDIKAN KOTA YOGYAKARTA DENGAN DINAS PENDIDIKAN KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kepmendiknas tersebut telah. operasional Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah..

BAB I PENDAHULUAN. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kepmendiknas tersebut telah. operasional Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah lahir sebagai amanat Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 2004. Amanat rakyat

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Oleh: Hamid Abstrak: Sejak tahun 1998 sampai sekarang, era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia termasuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR62 TAHUN 2009 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR62 TAHUN 2009 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH BUPATI PURWOREJO, BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR62 TAHUN 2009 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan pendidikan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan temuan penelitian sebagaimana disajikan pada bab IV, dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan temuan penelitian sebagaimana disajikan pada bab IV, dapat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian sebagaimana disajikan pada bab IV, dapat ditarik kesimpulan tentang gambaran peran Komite Sekolah di SMA PGRI 1 Temanggung sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu bentuk investasi sumber daya manusia ( SDM ) yang lebih penting dari investasi modal fisik. Pendidikan memberikan sumbangan yang amat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah dan Penegasan Judul. berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah dan Penegasan Judul. berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan pondasi utama dalam pengembangan peradaban. Sejak adanya manusia maka sejak saat itu pula pendidikan itu ada. 1 Pengembangan

Lebih terperinci

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajeman Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah, masyarakat, orang tua dan stake holder yang lain. Pemerintah telah memberikan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi kewenangan ke tingkat sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi kewenangan ke tingkat sekolah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pendidikan dalam otonomi daerah mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini tercermin dalam pola pengelolaan sekolah yang dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang pundamental dalam pembangunan suatu bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi siswa yang

Lebih terperinci

MASYARAKAT/STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

MASYARAKAT/STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF PERAN SERTA Click to edit Master subtitle style MASYARAKAT/STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF Oleh: Ahmad Nawawi JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FIP UPI BANDUNG 2010 Latar Belakang Lahirnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya kebijakan pemerintah dengan kehadiran UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah telah membawa dampak yang cukup besar dalam berbagai aspek pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan penyempurnaan pendidikan di Indonesia terus diupayakan. Pendidikan pada umumnya merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di Indonesia, pendidikan merupakan kebutuhan setiap warga negara agar memperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 1. Tinjauan Tentang Kualitas Pendidikan Setiap negara diseluruh dunia begitu menekankan pentingnya kualitas pendidikan. Salah satu langkah konkret untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. Upaya terselengaranya pendidikan dengan baik tidak hanya tanggung

BAB I P E N D A H U L U A N. Upaya terselengaranya pendidikan dengan baik tidak hanya tanggung BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Upaya terselengaranya pendidikan dengan baik tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab orang tua siswa dan masyarakat. Tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen,

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mutu telah menjadi suatu kenyataan dan fenomena dalam seluruh aspek dan dinamika masyarakat global memasuki persaingan pasar bebas dewasa ini. Jika sebelumnya

Lebih terperinci

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) 1. Memiliki Landasan dan Wawasan Pendidikan a. Memahami landasan pendidikan: filosofi, disiplin ilmu (ekonomi, psikologi, sosiologi, budaya, politik), dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang merupakan salah satu pilar pendidikan yaitu masyarakat, karena kegiatannya berlangsung di lingkungan masyarakat dari

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI. Paningkat Siburian. Abstrak

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI. Paningkat Siburian. Abstrak 30 PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI Paningkat Siburian Abstrak Manajemen Berbasis Sekolah adalah suatu model pengelolaan sekolah yang memberdayakan semua pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir ini, bangsa Indonesia sedang berupaya memperbaiki kinerja pemerintahannya melalui berbagai agenda reformasi birokrasi dalam berbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya dilihat dari penguasaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta efisiensi manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah. Dapat dikatakan pada saat ini tanggung jawab masing masing

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah. Dapat dikatakan pada saat ini tanggung jawab masing masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dapat dikatakan pada saat ini tanggung jawab masing masing belum optimal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Upaya-upaya tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun di luar sekolah atau beberapa satuan pendididkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan, baik secara pendidikan formal, non formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan, baik secara pendidikan formal, non formal maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan Sumber daya Manusia salah satunya dilakukan melalui pendidikan, baik secara pendidikan formal, non formal maupun informal. Pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang agar good governance yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. bidang agar good governance yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era ini pemerintahan kita dituntut untuk mereformasi seluruh bidang agar good governance yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk mencapai terciptanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 2.1.1. Pengertian MBS Dalam era otonomi daerah, persoalan pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan memerlukan adanya perbaikan dan reorientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber. Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu

Lebih terperinci

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Memimpin dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal Menciptakan budaya dan iklim yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini terjadi perubahan dalam sistem pengelolaan sekolah, termasuk Sekolah Dasar. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, terjadi desentralisasi pendidikan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA S A L I N A N Nomor 14/C, 2001 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH By: Estuhono, S.Pd, M.Pd Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Estuhono, S.Pd, M.Pd Latar Belakang Muncul MBS 1. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci