BAB II TINJAUAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Neonatus 1. Pengertian Masa Neonatus Bayi baru lahir umur 0-4 minggu sesudah lahir. Terjadi penyesuaian sirkulasi dengan keadaan lingkungan, mulai bernafas dan fungsi alat tubuh lainya. Berat badan dapat turun sampai 10 % pada minggu pertama kahidupan yang dicapai lagi pada hari ke empat belas (Fitramaya, 2010). 2. Periode neonatus a. Periode Transisional Peride transisional ini dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode pertama reaktivitas, fase tidur dan periode kedua reaktivitas. Karakteristik masing-masing periode memperlihatkan kemajuan bayi baru lahir ke arah mandiri. 1) Periode pertama reaktivitas Periode pertama reaktivitas berakhir pada 30 menit pertama setelah kelahiran. Karakteristik pada periode ini, antara lain: denyut nadi apikal berlangsung cepat dan irama tidak teratur, frekuensi pernafasan mencapai 80 kali permenit, irama tidak teratur dan pada beberapa bayi baru lahir, tipe pernafasan cuping hidung, ekspirasi mendengkur dan adanya retraksi. Terjadi fluktuasi warna dari merah jambu pucat ke sianosis. Tidak ada bising usus dan bayi tidak berkemih. Bayi mempunyai sejumlah mukus, menangis kuat, refleks menghisap kuat. Pada periode ini, 9

2 10 mata bayi terbuka lebih lama dari hari-hari sesudahnya, sehingga merupakan waktu yang tepat untuk memulai proses perlekatan, karena bayi dapat mempertahankan kontak mata dalam waktu lama. Pada periode ini, bayi membutuhkan perawatan khusus, antara lain mengkaji dan memantau frekuensi jantung dan pernafasan setiap 30 menit pada 4 jam pertama setelah kelahiran, menjaga bayi agar tetap hangat (suhu aksila 36,5-37,5 C), menempatkan ibu dan bayi bersama-sama kulit ke kulit untuk memfasilitasi proses perlekatan, menunda pemberian tetes mata profilaksais 1 jam pertama. 2) Fase Tidur Fase ini merupakan interval tidak responsif relatif atau fase tidur yang dimulai dari 30 menit setelah periode pertama reaktivitas dan berakhir pada 2-4 jam. Karakteristik pada fase ini, adalah frekuensi pernafasan dan denyut jantung menurun kembali ke nilai dasar, warna kulit cenderung stabil, terdapat akrosianosis dan bisa terdengar bising usus. Bayi tidak banyak membutuhkan asuhan, karena bayi tidak memberikan respon terhadap stimulus eksternal pada fase ini. Meskipun demikian, orang tuanya tetap dapat menikmati fase ini dengan memeluk atau menggendong bayi. 3) Periode Kedua Reaktivitas Periode kedua reaktivitas ini berakhir sekitar 4-6 jam setelah kelahiran. Karakteristik pada periode ini, adalah: bayi memiliki

3 11 tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap stimulus internal dan lingkungan. Frekuensi nadi apikal berkisar kali permenit, frekuensi pernafasan berkisar kali permenit. Terjadi fluktuasi warna kulit dari warna merah jambu atau kebiruan ke sianosis ringan disertai bercak-bercak. Bayi sering berkemih dan mengeluarkan mekonium pada periode ini. Terjadi peningkatan sekresi mukus dan bayi bisa tersedak pada saat sekresi. Refleks mengisap bayi sangat kuat dan bayi sangat aktif. Kebutuhan asuhan bayi pada periode ini, antara lain: memantau secara ketat kemungkinan bayi tersedak saat mengeluarkan mukus yang berlebihan, memantau setiap kejadian apnea dan mulai melakukan metode stimulasi/ rangsangan taktil segera, seperti mengusap punggung, memiringkan bayi serta mengkaji keinginan dan kemampuan bayi untuk menghisap dan menelan. b. Periode Pascatransisional Pada saat bayi telah melewati periode transisi, bayi dipindah ke ruang bayi normal/ rawat gabung bersama ibunya. Asuhan bayi baru lahir normal umumnya mencakup: pengkajian tanda-tanda vital (suhu aksila, frekuensi pernafasan, denyut nadi apikal setiap 4 jam, pemeriksaan fisik setiap 8 jam, pemberian ASI on demand, mengganti popok serta menimbang berat badab setiap 24 jam. Selain asuhan pada periode transisional dan pascatransisional, asuhan bayi baru lahir juga diberikan pada bayi berusia 2-6 hari, serta bayi berusia 6 minggu pertama (Fitramaya, 2010).

4 12 3. Penanganan Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir sangat rentan terhadap komplikasi. Jadi untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan maka dibutuhkan penanganan yang tepat. Berikut adalah penanganan bayi baru lahir menurut Mochtar, Rustam. 1998: a. Mulai melakukan pembersihan lendir pada saat kepala keluar dengan pembersihan mulut, hidung, dan mata dengan kapas atau kasa steril. b. Jam lahir dicatat dengan stop-watch. c. Lendir dihisap sebersih mungkin sambil bayi ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari kaki dalam posisi sedikit ekstensi, supaya lendir mudah keluar. d. Tali pusat diikat dengan baik dan bekas luka diberi antiseptik kemudian dijepit dengan klem jepit plastik atau diikat dengan pita atau benang tali pusat. e. Segera setelah lahir, bayi yang sehat akan menangis kuat, bernapas, serta menggerakkan tangan dan kakinya, kulit akan bewarna kemerahan. f. Bayi dimandikan dan dibersihkan dengan air hangat-hangat kuku dari lumuran darah, air ketuban, mekonium, dan vernik kaseosa. Adapula yang membersihkannya dengan minyak kelapa atau minyak zaitun. g. Jangan lupa menilai bayi dengan nilai Apgar. h. Bayi ditimbang berat badanya dan diukur panjang badan lahirnya kemudian dicatat dalam status. i. Perawatan mata bayi : mata bayi dibersihkan, kemudian diberikan obat untuk mencegah Blenorrhoe.

5 13 j. Diperiksa juga anus, genetalia eksterna, dan jenis kelamin pada bayi. Pada bayi laki-laki, periksa apakah ada femosis dan apakah descensus testiculorum telah lengkap. Di beberapa Negara barat, pada bayi laki-laki segera dilakukan sirkumsisi, apalagi jika terdapat fimosis. 4. Tanda-Tanda Bayi Baru Lahir Normal Untuk mengetahui apakah bayi baru lahir mengalami penyimpangan, harus diketahui tanda-tanda bayi baru lahir normal menurut Prawirohardjo, sarwono. 2002: a. Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180/menit yang kemudian turun sampai 140/menit 120/menit pada waktu bayi berumur 30 menit. b. Pernapasan cepat pada menit-menit pertama (kira-kira 80/menit) disertai dengan pernapasan cuping hidung, retraksi suprastenal dan intercostals, serta rintihan hanya berlangsung 10 sampai 15 menit. c. Nilai apgar 7-10 (Lihat tabel Apgar Score). d. Berat badan 2500 gram gram. e. Panjang badan lahir cm. f. Lingkar kepala 33-35cm. g. Lingkar dada cm. h. Reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik. i. Reflek moro sudah baik, apabila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan memeluk. j. Grasping reflek sudah baik, apabila diletakan suatu benda di atas telapak tangan, bayi akan mengengam.

6 14 k. Genatalia : labia mayora sudah menutupi labia minora ( pada perempuan). Testis sudah turun di scortum (pada laki-laki). l. Eliminasi : baik urin, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama.mekonium bewarna coklat kehijauan. Appearance (warna kulit) Tabel 2.1 Nilai Apgar Tanda Blue Body pink, limbs (Seluruh tubuh blue ( tubuh biru atau pucat) kemerahan, Pulse (denyut jantung) Grimace (refleks) Activity (Tonus otot) Respiratory Effort (usaha bernafas) Absent (tidak ada) None (tidak bereaksi) Limp (lumpuh) None (tidak ada) ekskremitas biru) <100 >100 Grimace (sedikit gerakan) Some flexion of limbs (ekskremitas sedikit fleksi) Slow, Irregular (lambat,tidak teratur) All pink (seluruh tubuh kemerahan) Cry (reaksi melawan, menangis) Active Movement, Limbs Well Flexed (gerakan aktif, ekskremitas fleksi dengan baik) Good, Strong cry ( menangis kuat) 5. Perubahan-Perubahan Yang Segera Terjadi Sesudah Kelahiran Menurut Prawiroharjo, sarwono a. Gangguan metabolisme karbohidrat. Oleh karena kadar gula darah tali pusat yang 65 mg/100 ml akan menurun menjadi 50 mg / 100 ml dalam waktu 2 jam sesudah lahir, energi tambahan yang diperlukan neonatus pada jam pertama sesudah lahir di ambil dari hasil metabolisme asam lemak sehingga kadar gula darah dapat mencapai 120 mg/ 100 ml.bila hal tersebut tidak terpenuhi, maka kemungkinan besar bayi akan menderita hipoglikemi.

7 15 b. Gangguan umum. Sesaat sesudah bayi lahir suhu tubuh akan turun 20 c dalam waktu 15 menit melalui evaporasi, konvensi dan radiasi. Suhu lingkungan yang tidak baik ( bayi tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 360 c 370 c) akan menyebabkan bayi menderita hipotermi. c. Perubahan System Pernapasan. Pernapasan pada bayi normal terjadi dalam 30 detik sesudah kelahiran. Pernapasan ini timbul sebagai akibat aktivitas normal susunan saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa rangsangan lainya. Seperti sentuhan dan perubahan suhu di dalam uterus dan di luar uterus. Tekanan rongga dada bayi pada waktu melalui jalan lahir pervaginam mengakibatkan bahwa paru-paru yang pada janin normal cukup bulan mengandung 80 sampai 10 ml cairan, kehilangan 1/3 dari cairan ini. Sesudah bayi lahir cairan yang hilang diganti dengan udara. Paru-paru berkembang, sehingga rongga dada kembali pada bentuk semula. d. Perubahan System Sirkulasi. Dengan berkembangnya paru-paru, tekanan 02 dalam alveoli meningkat, co2 turun sehingga aliran darah ke paru meningkat. Ini menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan duktus arterious menutup. Dengan dipotongnya tali pusat, aliran darah dari plasenta melalui vena kava inferior dan foramen ovale ke atrium kiri terhenti. Dengan diterimanya darah oleh atrium kiri dari

8 16 paru-paru, tekanan di atrium kiri menjadi lebih tinggi daripada tekanan di atrium kanan. Ini menyebabkan foramen ovale menutup. Sirkulasi janin sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup di luar badan ibu. e. Perubahan Lain. Alat-alat pencernaan, hati, ginjal dan alat-alat lain mulai berfungsi. 6. Penilaian Bayi Untuk Tanda-Tanda Kegawatan. Menurut Saifudin semua bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan / kelainan yang menunjukan suatu penyakit. Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai salah satu atau beberapa tanda-tanda berikut: a. Sesak nafas. b. Frekuensi pernapasan 60 kali / menit. c. Gerak retraksi di dada. d. Malas minum. e. Panas atau suhu badan bayi rendah. f. Kurang aktif. g. Berat lahir rendah ( gram) dengan kesulitan minum. 7. Konsep Inisiasi menyusui dini. Inisiasi menyusui dini ( IMD ) merupakan program yang sangat gencar dianjurkan pemerintah. Menyusu atau bukan menyusui merupakan gambaran bahwa IMD bukan program ibu menyusui bayi tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri putting susu ibu. Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakan bayi yang baru lhir di dada ibunya dan

9 17 membiarkan bayi ini merayap untuk menemukan putting susu ibu untuk menyusu. IMD harus dilakukan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Bayi juga tidak boleh dibersihkan, hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini harus berlangsung skin to skin antara bayi dan ibu. Tahapanya adalah setelah bayi diletakan, dia akan menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, maka kemungkinan saat pertama kali di dada ibu, bayi belum bereaksi. Kemudian berdasarkan bau yang dicium dari tanganya, ini membantu dia menemukan putting susu ibu. Dia akan merangkak naik dengan menekankan kakinya pada perut ibu. Bayi akan menjilati kulit ibunya yang mengandung bakteri baik sehingga kekebalan bayi dapat bertambah. Dalam IMD ini bayi tidak boleh diberikan bantuan, bayi dibiarkan menyusu sendiri. Manfaat inisiasi menyusu dini (Paramita, rahadian.2008) Untuk ibu : a. Meningkatkan hubungan khusus ibu dan bayi. b. Merangsang kontraksi otot rahim sehingga mengurangi resiko perdarahan sesudah melahirkan. c. Memperbesar peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan menyusui selama masa bayi. d. Mengurangi stess ibu setelah melahirkan.

10 18 Untuk bayi : a. Mempertahankan suhu bayi agar tetap hangat. b. Menenangkan ibu dan bayi serta meregulasi pernapasan dan detak jantung. c. Kolonisasi bakterial di kulit dan usus bayi dengan bakteri badan ibu yang normal. d. Mengurangi bayi menanggis sehingga mengurangi stress dan tenaga yang dipakai bayi. e. Memungkinkan bayi untuk menemukan sendiri payudara ibu untuk mulai menyusu. f. Mengatur tingkat kadar gula dalam darah dan biokimia lain dalam tubuh bayi. g. Mempercepat keluarnya mekonium ( kotoran bayi bewarna hijau agak kehitaman yang pertama keluar dari bayi karena meminum air ketuban ). h. Bayi akan terlatih motoriknya saat menyusu, sehingga menggurangi kesulitan menyusu. i. Membantu perkembangan persarafan bayi ( nervous sistem ). j. Memperoleh kolotrum yang sangat bermanfaat bagi sistem kekebalan bayi. k. Mencegah terlewatnya puncak reflek menghisap pada bayi yang terjadi menit setelah lahir. Jika bayi tidak disusui, reflek akan berkurang cepat, dan hanya muncul kembali dalam kadar secukupnya 40 jam kemudian.

11 19 B. Hiperbilirubin 1. Definisi hiperbilirubin Hiperbilirubin adalah naiknya kadar bilirubin serum normal, persentasenya pada neonatus muncul dalam salah satu dari dua bentuk berikut ini yaitu: hiperbilirubin tidak terkonyugasi (indirek) atau hiperbilirubin terkonyugasi (direk). Gejala paling prevalen dan paling mudah diidentifikasi dari kedua bentuk tersebut adalah ikterus, dan diidentifiksikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning. Pada neonatus, ikterus yang nyata jika bilirubin total serum 5 mg/dl (Eriyati, 2008). Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). (IKA II, 2002). Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus (Suzanne C. Smeltzer, 2002). Hiperbilirubin adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90%. Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-6 mg/dl (Sholeh, 2010).

12 20 2. Metabolisme bilirubin 75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran hemoglobin,dan 25%dari mioglobin,sitokrom,katalase dan tritofan pirolase.satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin.bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen. Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik). 3. Etiologi Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat dibagi menjadi ( Rusepno, 2007) :

13 21 a. Produksi yang berlebihan, lebih dari pada kemampuan bayi untuk mengeluarkannya misalnya pada :hemolisis yang meningkat pada inkopatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis. b. Gangguan dalam proses uptake dan konyugasi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konyugasi bilirubin, ganguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (Criggler Najjar syndrome). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke selsel hepar. c. Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar. Kelainan di luar hepar biasanya di sebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

14 22 4. Klasifikasi hiperbilirubin Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis a. Ikterus fisiologi Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut : 1) Timbul pada hari kedua dan ketiga 2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan. 3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari. 4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%. 5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. 6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis. b. Ikterus Patologi Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut: 1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama. 2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan. 3) Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari. 4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. 5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%. 6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, hlm. 29 )

15 23 5. Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer Tabel 2.2 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer Daerah Luas Ikterus Rata-rata serum 1 Kepala dan leher 5 g/dl 2 Daerah 1 dan badan bagian atas 9 g/dl 3 Daerah 1, 2 dan badan bagian bawah 11 g/dl 4 Daerah 1, 2, 3 dan lengan, kaki dibawah 12 g/dl lutut 5 Daerah 1, 2, 3, 4 dan tangan, kaki 16 g/dl Sumber Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi ш Media Aesculapius FK UI.2007: Manifestasi Klinis Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat(nelson, 2007).Gambaran klinis ikterus fisiologis: a. Tampak pada hari 3,4 b. Bayi tampak sehat(normal) c. Kadar bilirubin total <12mg% d. Menghilang paling lambat hari e. Tak ada faktor resiko f. Sebab: proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Sarwono et al, 1994). Gambaran klinik ikterus patologis: a. Timbul pada umur <36 jam b. Cepat berkembang c. Bisa disertai anemia d. Menghilang lebih dari 2 minggu

16 24 e. Ada faktor resiko f. Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994) Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubin dikelompokan menjadi: a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum, dan hipotoni. b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis). Sedangkan menurut handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membran mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l. 7. Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia. 8. Patofisiologi Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah

17 25 merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004). Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004). Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008).

18 26 Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(murray et al,2009). 9. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan bilirubin serum 1) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis. 2) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis. b. Pemeriksaan radiology Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma. c. Ultrasonografi Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.

19 27 d. Biopsy hati Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma. e. Peritoneoskopi Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini. f. Laparatomi Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini. 10. Strategi Pencegahan American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubin bayi baru lahir (< 35 minggu atau lebih) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubin berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan. Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora normal, dan merangsang aktifitas usus halus.

20 28 1. Pencegahan primer a. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama. b. Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi. 2. Pencegahan sekunder a. Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa. 1). Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh (D) darah tali pusat bayi. 2). Bila golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap risiko sebelum keluar Rumah Sakit (RS) dan tindak lanjut yang memadai. b. Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam. 1). Protokol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara transkutaneus atau memeriksakan bilirubin serum total.

21 29 3. Evaluasi laboratorium a. Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum total tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin total terletak, umur bayi, dan evolusi hiperbilrubin. b. Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan, pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum harus dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkali salah. c. Semua kadar bilirubin harus diinterprestasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam. 4. Penyebab kuning Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. a. Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. b. Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih dari 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin

22 30 konjugasi untuk mengidentifikasi adanya kolestatis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia. c. Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestatis. d. Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase dehydrogenase (G6DP) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang menunjukan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon fototerapi yang buruk 5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubin berat, dan semua perawatan harus menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting pada bayi pulang sebelum umur 72 jam. a. Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total sebelum keluar RS, secara individual atau kombinasi untuk pengukuran yang sistimatis terhadap risiko. b. Penilaian faktor risiko klinis. 11. Penatalaksanaan Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efe k dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : a. Menghilangkan Anemia b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi

23 31 c. Meningkatkan Badan Serum Albumin d. Menurunkan Serum Bilirubin e. Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfus i Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat. 1) Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentukketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4-5 mg / dl. Neonatus yang sakit

24 32 dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. 2) Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktorfaktor : a) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. b) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. c) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. d) Tes Coombs Positif e) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. f) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. g) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. h) Bayi dengan Hidrops saat lahir. i) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan untuk : a) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. b) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan).

25 33 c) Menghilangkan Serum Bilirubin. d) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4-8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil. 3) Terapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika. C. Faktor-faktor yang berpengaruh dengan neonatus hiperbilirubin 1. Faktor risiko major - Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko tinggi - Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan

26 34 - Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETCO) - Umur kehamilan minggu - Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi - Cephalhematom atau memar yang bermakna - ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang berlebihan - Ras Asia Timur 2. Faktor risiko minor - Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko sedang - Umur kehamilan minggu - Sebelum pulang, bayi tampak kuning - Riwayat anak sebelumnya kuning - Bayi makrosomia dari ibu DM - Umur ibu 25 tahun - Laki-laki 3. Faktor risiko kurang - Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko rendah - Umur kehamilan 41 minggu - Bayi mendapat susu formula penuh - Kulit hitam - Bayi dipulangkan setelah 72 jam

27 35 D. Kerangka Teori Menurut Rusepno (2007) faktor penyebab terjadinya hiperbilirubin diantaranya adalah berat badan lahir, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, infeksi, trauma lahir pada kepala. Menurut WHO (2007) proses persalinan dapat menyebabkan hiperbilirubin pada neonatus akibat komplikasi dari proses persalinan tersebut. Sedangkan menurut Hanafi (1994) bayi laki-laki bilirubin lebih cepat diproduksi diandingkan dengan bayi perempuan. Faktor maternal - Komplikasi kehamilan - Usia gestasi Faktor perinatal - Jenis persalinan HIPERBILIRUBIN - Infeksi dan trauma lahir Faktor neonatus - Berat badan lahir - Jenis Kelamin Ket : ( ) diteliti ( ) tidak diteliti Gambar 2.1 Kerangka Teori ( Rusepno 2007, WHO 2007, Hanafi 1994)

28 36 Hipotesa Ha : Ada hubungan antara usia gestasi dengan kejadian hiperbilirubin pada neonatus di ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Ha : Ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian hiperbilirubin pada neonatus di ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Ha : Ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian hiperbilirubin pada neonatus di ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Ha : Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hiperbilirubin pada neonatus di ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Berat badan 2500-4000 gram. Panjang badan lahir 48-52 cm. Lingkar dada 30-35 cm. Lingkar kepala 33-35 cm. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana bilirubin berasal dari penguraian protein dan heme. 13 Kadar

Lebih terperinci

ASUHAN HIPERBILIRUBIN

ASUHAN HIPERBILIRUBIN ASUHAN HIPERBILIRUBIN Pengertian. KERN IKTERUS Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. HIPERBILIRUBIN Suatu keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai nilai yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di dalam sisitem retikuloendotelial. Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein yang mengandung heme

Lebih terperinci

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS IKTERUS Jaundice/ikterus : pewarnaan kuning pada kulit, sklera, atau membran mukosa akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan 60% pada bayi cukup bulan; 80% pada bayi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Berat Bayi Lahir 2.1.1. Pengertian Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Hubungan antara berat lahir dengan umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO ( World Health Organization)

Lebih terperinci

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi kemanjuran fototerapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ikterus a. Definisi Ikterus neonatorum merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan

Lebih terperinci

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018 MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419 Materi Fototerapi Pada Bayi Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018 1 / 7 A. Pendahuluan Fototerapi Pada Bayi Hiperbilirubin merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan masalah terbanyak pada neonatus (50%-80% neonatus mengalami ikterus neonatorum) dan menjadi penyebab dirawat kembali dalam 2 minggu pertama

Lebih terperinci

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU 1 Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009). BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas asuhan kebidanan pada bayi S dengan ikterik di RSUD Sunan Kalijaga Demak menggunakan manajemen asuhan kebidanan varney, yang terdiri dari tujuh langkah yaitu

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR Mei Vita Cahya Ningsih D e f e n I s i Sejak tahun1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby ( bayi berat lahir

Lebih terperinci

Keadaan yang mempengaruhi keterlambatan maturitas paru-paru

Keadaan yang mempengaruhi keterlambatan maturitas paru-paru ADAPTASI BAYI BARU LAHIR Ida Maryati, S.Kp.,., M.Kep.,., Sp.Mat Staf Edukatif Fakultas Keperawatan Unpad PENDAHULUAN Resiko bayi baru lahir disebabkan oleh Kondisi di dalam uterus janin berada dalam lingkungan

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering

Lebih terperinci

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

Lebih terperinci

IKTERUS NEONATORUM A. PENGERTIAN B. EPIDEMIOLOGI C. KLASIFIKASI

IKTERUS NEONATORUM A. PENGERTIAN B. EPIDEMIOLOGI C. KLASIFIKASI IKTERUS NEONATORUM A. PENGERTIAN Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga

Lebih terperinci

3. Potensial komplikasi : dehidrasi. 3. Defisit pengetahuan

3. Potensial komplikasi : dehidrasi. 3. Defisit pengetahuan ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA A. Definisi: Keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya

Lebih terperinci

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g ASUHAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH By. Farida Linda Sari Siregar, M.Kep PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS I. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari dan memahami golongan darah. 2. Untuk mengetahui cara menentukan golongan darah pada manusia. II. Tinjauan Pustaka Jenis penggolongan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ikterus Menurut Kristeen Moore (2013), Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih ke kuning. Hal ini berlaku apabila berlakunya akumulasi

Lebih terperinci

PROSES KELAHIRAN DAN PERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG KAMI INGINKAN

PROSES KELAHIRAN DAN PERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG KAMI INGINKAN PROSES KELAHIRAN DAN PERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG KAMI INGINKAN PROSES KELAHIRAN NORMAL Proses Kelahiran bayi kami harap dapat dilakukan sealami mungkin. Apabila dibutuhkan Induksi, Pengguntingan, Vakum,

Lebih terperinci

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS Asuhan segera pada bayi baru lahir Adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah persalinan. Aspek-aspek penting yang harus dilakukan pada

Lebih terperinci

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur Asfiksia Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur 1 Tujuan Menjelaskan pengertian asfiksia bayi baru lahir dan gawat janin Menjelaskan persiapan resusitasi bayi baru

Lebih terperinci

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14

BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14 BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14 1. PENGERTIAN Bayi dari ibu diabetes Bayi yang lahir dari ibu penderita diabetes. Ibu penderita diabetes termasuk ibu yang berisiko tinggi pada saat kehamilan

Lebih terperinci

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA Lampiran 1 INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA A. Judul Penggunaan linen putih sebagai media pemantulan sinar pada fototerapi. B. Pengertian Foto terapi yaitu pemberian lampu fluoresen (panjang gelombang

Lebih terperinci

METABOLISME BILIRUBIN

METABOLISME BILIRUBIN Tugas METABOLISME BILIRUBIN Andi Aswan Nur 70300108016 Keperawatan B 1 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Ikterus ( jaundice ) terjadi apabila

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DAN APLIKASI DISCHARGE PLANNING PADA KLIEN DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA. MULA TARIGAN, SKp

ASUHAN KEPERAWATAN DAN APLIKASI DISCHARGE PLANNING PADA KLIEN DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA. MULA TARIGAN, SKp ASUHAN KEPERAWATAN DAN APLIKASI DISCHARGE PLANNING PADA KLIEN DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA MULA TARIGAN, SKp Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu Keperawatan Bagian Keperawatan Medikal Bedah Universitas

Lebih terperinci

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS 1. Ketuban pecah Dini 2. Perdarahan pervaginam : Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta Intra Partum : Robekan Jalan Lahir Post Partum

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) REFERENSI Abdul Bari Saifuddin, Buku Acuan Nasional Palayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Ed. 1, Cet. 3. 2002, Jakarta: YBP-SP (Hal :376-378)

Lebih terperinci

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN Roro Kurnia Kusuma W Pendahuluan Kata ikterus (jaundice) -> Perancis jaune - >kuning. Bilirubin tak terkonjugasi ->Ikterus : perubahan warna kulit, sklera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di Asia, yaitu munculnya warna kuning pada kulit dan sklera

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Aunida Hasyyati*,Dwi Rahmawati 1,Mustaqimah 1 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin *Korepondensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi Menyusui Dini 1. Pengertian Inisiasi menyusui dini (early initation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir. Cara bayi melakukan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI DENGAN IKTERIK DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK. : RSUD Sunan Kalijaga Demak

BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI DENGAN IKTERIK DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK. : RSUD Sunan Kalijaga Demak BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI DENGAN IKTERIK DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK A. TINJAUAN KASUS 1. Pengkajian Tempat : RSUD Sunan Kalijaga Demak Hari / Tanggal : Rabu, 11

Lebih terperinci

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR 1. Penilaian Awal Untuk semua bayi baru lahir (BBL), dilakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan: Sebelum bayi lahir: Apakah kehamilan cukup bulan?

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : AVYSIA TRI MARGA WULAN J 500 050 052

Lebih terperinci

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II HIPERBILIRUBINEMIA. Disusun Oleh. Ima Sukmawati N1A Denti Budiarti N1A005013

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II HIPERBILIRUBINEMIA. Disusun Oleh. Ima Sukmawati N1A Denti Budiarti N1A005013 TUGAS KEPERAWATAN ANAK II HIPERBILIRUBINEMIA Disusun Oleh Agnes Fitria N1A005001 Ima Sukmawati N1A0050012 Denti Budiarti N1A005013 Titis Aprilia N1A005014 Agus Aji P N1A005016 Bambang Aditya N1A005026

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGETAHUAN 1. Defenisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bayi Baru Lahir Menurut Rochmah,dkk (2012,hlm.1) Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan 37 minggu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Berat Badan pada neonatus Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena masalah menyusui serta bisa disebabkan faktor lain akibat cairan ekstraseluler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5, 5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup,

Lebih terperinci

ANGGOTA KELOMPOK 1 : 1.Ellaeis Guinea (14006) 2.Febriyanti Dwi S (14007) 3.Herlita Sari M. (14011) 4.Magdalena P. A. C (14015) 5.Natalia Ratna K.

ANGGOTA KELOMPOK 1 : 1.Ellaeis Guinea (14006) 2.Febriyanti Dwi S (14007) 3.Herlita Sari M. (14011) 4.Magdalena P. A. C (14015) 5.Natalia Ratna K. ANGGOTA KELOMPOK 1 : 1.Ellaeis Guinea (14006) 2.Febriyanti Dwi S (14007) 3.Herlita Sari M. (14011) 4.Magdalena P. A. C (14015) 5.Natalia Ratna K. (14019) 6.Ratna A. (14024) 7.Tetie (14026) ADAPTASI BAYI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar Secara Lengkap. Pengkajian kasus By Ny A dengan asfiksia sedang di RSUD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar Secara Lengkap. Pengkajian kasus By Ny A dengan asfiksia sedang di RSUD BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar Secara Lengkap Pengkajian kasus By Ny A dengan asfiksia sedang di RSUD Karanganyar dilakukan dengan manajemen 7 langkah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. HIPOTERMIA a. Pengertian Hipotermia adalah suatu keadaan ketika bayi diletakkan di lingkungan yang lebih dingin dari suhu lingkungan netralnya, dan ketika

Lebih terperinci

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil LBM 1 Bayiku Lahir Kecil STEP 1 1. Skor Ballard dan Dubowitz : penilaian dilakukan sebelum perawatan bayi, yang dinilai neurologisnya dan aktivitas fisik 2. Kurva lubschenko dan Nellhause : 3. Hyaline

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF BBL PADA BY I DENGAN BBLR HARI KE-2 DI RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Dini Novia Sari**

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF BBL PADA BY I DENGAN BBLR HARI KE-2 DI RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Dini Novia Sari** ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF BBL PADA BY I DENGAN BBLR HARI KE-2 DI RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN TAHUN 2015 Ida Susila* Dini Novia Sari** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PARITAS 2.1.1 PENGERTIAN PARITAS Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2013 Hafizah 1, Imelda 2 XII+ V Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari presentil

Lebih terperinci

KEPERAWATAN MATERNITAS ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS HIPERBILIRUBIN

KEPERAWATAN MATERNITAS ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS HIPERBILIRUBIN Tugas kelompok KEPERAWATAN MATERNITAS ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS HIPERBILIRUBIN Disusun oleh: AHMAD SAYUTI 703001110033 ANDI BATARI OLA 70300111008 AULYA KARTINI DG. KARRA 703001110133 ERNAWATI 70300111018

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan, masalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.

Lebih terperinci

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. BATASAN Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) rentan terhadap masalah kesehatan. BBLR adalah bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram pada waktu lahir

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN ABSTRAK

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN ABSTRAK Dinamika Kesehatan, Vol. 6 No. 2 Desember 2015 Khadijah et al., Gambaran Tingkat Ikterus Fisiologis... GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hati 1. Anatomi Hati Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata rata 1500 g atau 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit, atau

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN S IDENTITAS PASIEN S NAMA: MUH FARRAZ BAHARY S TANGGAL LAHIR: 07-03-2010 S UMUR: 4 TAHUN 2 BULAN ANAMNESIS Keluhan utama :tidak

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR NORMAL TERHADAP BAYI NY. R DI RB SAYANG IBU DI 38 B BANJAREJO LAMPUNG TIMUR TAHUN 2007

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR NORMAL TERHADAP BAYI NY. R DI RB SAYANG IBU DI 38 B BANJAREJO LAMPUNG TIMUR TAHUN 2007 ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR NORMAL TERHADAP BAYI NY. R DI RB SAYANG IBU DI 38 B BANJAREJO LAMPUNG TIMUR TAHUN 2007 Disusun Oleh : NETY HERAWATI NIM : 06242075 POLITEKNIK KESEHATAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan keadaan bilirubin yang meningkat di dalam darah. Peningkatan tersebut dapat terjadi pada kadar bilirubin total, bilirubin indirek, dan/atau

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdadap Kabupaten Pekalongan, ada beberapa hal yang ingin penulis uraikan, dan membahas asuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada neonatus, pemenuhan kebutuhan kalori diperoleh dari minum ASI. Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, perkembangan bayi secara optimal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Suhu tubuh Suhu tubuh dikendalikan oleh hipotalamus. Hipotalamus berusaha agar suhu tetap hangat (36,5-37,5 o C) meskipun lingkungan luar tubuh berubahubah. Hipotalamus mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 sampai 68 per 1000 kelahiran hidup dimana negara Kamboja dan Myanmar memiliki angka kematian bayi

Lebih terperinci

Written by Administrator Sunday, 07 August :30 - Last Updated Wednesday, 07 September :03

Written by Administrator Sunday, 07 August :30 - Last Updated Wednesday, 07 September :03 Muntah tanpa Sebab Bayi belum selesai makan, tiba-tiba "BOOMM!" Makanannya mengotori baju. Mengapa? Gumoh hingga muntah kerap terjadi pada bayi berusia kurang dari enam bulan. Perilaku ini membuat ibu

Lebih terperinci

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014 Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014 1 Zahra Nabila Latama, 2 Suganda Tanuwidjaja, 3 Arief Budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bayi yang dilahirkan sebelum masa gestasi 38 minggu dianggap sebagai bayi prematur. Ada banyak alasan yang menyebabkan kelahiran prematur, beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia merupakan kondisi peningkatan kadar bilirubin yang terakumulasi dalam darah dan di tandai dengan jaundice atau ikterus, suatu pewarnaan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA NIKEN ANDALASARI Pengertian Eklampsia Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang (Helen varney;

Lebih terperinci

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) DEFENISI PDA kegagalan menutupnya duktus arteriosus ( arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal ) pd minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asfiksia Neonatorum 2.1.1. Definisi Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan 4000 gram, lahir langsung menangis, dan tidak ada. kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan 4000 gram, lahir langsung menangis, dan tidak ada. kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Bayi Baru Lahir a. Pengertian Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat badan lahirnya 2500 gram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian

BAB I PENDAHULUAN. usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO (World Health Organization)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa penyebab kematian adalah berat lahir rendah, hipotermi, hipoglikemi, ikterus, hiperbilirubinemia, asfiksia, gangguan nafas pada bayi, kejang pada bayi baru

Lebih terperinci

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Sebenarnya bayi manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Sebenarnya bayi manusia 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi Menyusu Dini 1. Definisi Inisiasi Menyusu Dini Inisiasi menyusu dini (early initiation/ the best crawl) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri

Lebih terperinci

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang penting di seluruh dunia khususnya pada negara berkembang terutama di Afrika dan Asia Selatan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi dan anak mencerminkan tingkat pembangunan kesehatan dari suatu negara serta kualitas hidup dari masyarakat. Angka ini digunakan untuk memonitor dan

Lebih terperinci

KASUS III. Pertanyaan:

KASUS III. Pertanyaan: KASUS III Seorang perempuan, umur 27 tahun, G2P1A0, hamil 40 minggu, datang ke rumah sakit dengan keluhan mulas-mulas sejak 7 jam yang lalu, dari kemaluannya keluar lendir bercampur darah. Klien terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu diperhatikan untuk ketahanan hidupnya (Muslihatun, 2010; h. 3).

BAB I PENDAHULUAN. perlu diperhatikan untuk ketahanan hidupnya (Muslihatun, 2010; h. 3). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adaptasi bayi baru lahir yang baru mengalami proses kelahiran sangat perlu diperhatikan untuk ketahanan hidupnya (Muslihatun, 2010; h. 3). Kehidupan antara intrauterine

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Karakteristik neonatus pada penelitian ini: berat lahir, usia saat pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 gram) lebih berat daripada

Lebih terperinci

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS 1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung kirakira 6 minggu. Anjurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 berkisar 2 sampai 68 per 1000 kelahiran hidup dimana negara Kamboja dan Myanmar memiliki angka kematian bayi

Lebih terperinci