HASIL DAN PEMBAHASAN. pilot project nasional di DKI Jakarta dari BAKOLAK INPRES 6 tahun 1971 dimana DKI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. pilot project nasional di DKI Jakarta dari BAKOLAK INPRES 6 tahun 1971 dimana DKI"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Rumwattik Pamardisiwi Pamardisiwi diresinikan oleh Ibu negara tanggal 31 Oktober 1974 sebagai suatu pilot project nasional di DKI Jakarta dari BAKOLAK INPRES 6 tahun 1971 dimana DKI Jakarta dinyatakan sebagai wilayah percontohan untuk menanggulangi kenakalan anak dan penanggulangan narkotika. Secara moril organisasi Mabes Polri ikut merasa memiliki dan bertanggung jawab. Ditingkat kewilayahan bukan hanya Polda Metro Jaya yang bertanggung jawab tetapi juga Pelnda DKI Jakarta dan Dinas Sosial. Pamardisiwi dalam bahasa Jawa kuno yang artinya mardi atau mar(su)di adalah usaha yang tekun dan sungguh-slmgguh untuk mencapai tingkat atau keadaan yang lebih baik. Siwi artinya anak. Pamardi artinya lembaga yang melaksanakan mardi bagi siwi. Secara harfiah arti Pamardisiwi adalah membina anak-anak yang bermasalah agar dapat mengatasi masalahnya sendiri sehingga tidak bermasalah lagi. Berdasarkan Keputusan Presiden RI no. 17 tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional pada tanggal 22 Maret 2002 Rumwattik Pamardisiwi di bawah naungan BKNN yang diresmikan oleh Presiden RI Ibu Megawati Sukarno Putri. Jurnlah personel di Rumwattik Pamardisiwi saat ini sepuluh orang dokter, tiga orang perawat, empat puluh orang dari Polri, delapan belas orang Pegawai Negeri Sipil dan lima orang konselor. Sejak berdiri Rumwattik Pamardisiwi telah mengalami lima kali ganti pemimpin. Susunan kepemimpinan Rumwattik Pamardisiwi dapat dilihat pada table 1.

2 Tabel 1. Susunan Kepemimpinan Rumwattik Pamardisiwi Masa Bakti -- - Kepala Rumwattik Pamardisiwi Sekarang Letkol Pol. Jean Mandagi Letkol Pol. Rianti Letkol Pol. Tati Sugianti AKBP Sri K. Marhaeni AKBP Supartiwi Rurnwattik Pamardisiwi dibentuk sebagai jawaban terhadap tantangan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalah kenakalahn remaja dan penyalahgunaan narkoba. Dalam usahanya untuk menanggulangi masalah tersebut, Rumwattik Pamardisiwi menjalin hubungan kerja sama dengan berbagai pihak antara lain Depkes, Pemda DKI Jakarta, BKNN, dan LSM-LSM. Proses Pembinaan di Rumwattik Pamardisiwi Dalam buku pedoman yang dikeluarkan oleh Rumwattik Pamardisiwi dijelaskan proses pembinaan klien : a. Pemeriksaan medis bekerja sama dengan klinik Nazatra Dinas Kesehatan Polda Metro Jaya untuk mengetahui keadaan fisik dari klien. b. Melaksanakan screening terhadap orang tua 1 wali dan klien setelah 2 minggu berada dalam program rehabilitasi untuk menentukan rencana langkah-langkah terapi bagi klien.

3 c. Pelayanan kounseling, konsultasi terhadap orang tua / wali dan klien serta tes psikologi terhadap klien oleh tenaga psikologi dinas psikologi Polda Metro Jaya. d. Pemeriksaan dan konsultasi psikiatris bagi orang tua / wali dan klien oleh psikiater. e. Guna mengetahui lebih detail mengenai background permasalahan diadakan wawancara dengan klien, orang tua / anggota keluarga lainnya dalam bentuk kounseling perorangan. f. Case Conference adalah suatu kegiatan dimana para pembina, dokter, psikolog, psikiater, sosial worker, rohaniawan, instruktur membicarakan perkembangan atau kemunduran dari klien sebelum keluar dari program rehabilitasi sebagai bahan masukan bagi orang tua / keluarga klien untuk tindak lanjut berikutnya. g. After Care sebagai usaha terakhir setelah klien keluar dari Rumwattik Pamardisiwi dalam bentuk monitoring terhadao sikap dan perilaku anak, pembinaan orang tua / keluarga dan lingkungan dengan cara anak wajib datang ke Rumwattik Pamardisiwi (bila masih berdomisili di Jakarta, melalui surat / telepon bila berada di luar kota) dengan membawa buku wajib lapor yang berisi kegiatan sehari-hari yang dianggap penting dan ditandatangani oleh orang tua, anak dengan mengetahui petugas bagian pembinaan lanjutan. Profil Responden Karakteristik yang diamati tcrhadap enam puluh responden ketergantungan narkotika di rumah ketergantungan narkotika "Pamardisiwi" ini adalah karakteristik yang diduga ada pengaruhnya pada pengelompokkan usia responden terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Karakteristik individu responden yang diamati

4 itu adalal~ sebagai berikut : (1) Pendidikan, (2) Status sekolah, (3) Lama menjadi pasien, dan (4) Pekerjaan orang tua. Penjelasan rinci dari tiap karakteristik adalah sebagai berikut (tabel 2) : Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu. Jumlah Kelolnpok Usia Peubah yang Dialnati Muda Dewasa Rataan N % N % Karakteristik Individu 1. Pendidikan - SLTPISLTA 15 88, ,6 60,4 - Akademil PT 2 11, ,4 39,6 2. Status Sekolah - Negeri - Swasta ,2 58, ,9 86,l 27,55 72,45 3. Lama menjadi pasien - < 120 hari 6 35, ,5 40,9 - > 120 hari 11 64, ,4 59,l 4. Pekerjaan orang tua - PNS - Swasta ,6 82, ,s 60,5 28,55 71,45 Pendidikan Pendidikan yang dimaksud di sini adalah pendidikan formal terakhir yang pernah diraih oleh responden. Responden dengan pengelompokkan usia muda 88,2% (15 orang responden) berpendidikan SLTP / SLTA, dan yang tamat pendidikan Perguruan Tinggi / Akademi ada dua orang (11,8%).

5 Sedangkan untuk pengelompokkan usia dewasa 32,6% (14 responden) berpendidikan SLTP / SLTA, dan yang tamat pendidikan Perguruan Tinggi / Akademi berjumlah 29 orang responden (67,4%). Dari data tersebut di atas, terlihat bahwa persentase yang paling banyak dirawat di rumwattik Pamardisiwi adalah yang pendidikan SLTP dan SLTA pada kelompok usia muda. Karena pada masa pendidikan SLTPISLTA banyak remaja yang mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan mental mereka masih labil sehingga sangat rawan dalam pertumbuhan remaja. Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil rekapitulasi korban penyalahgunaan narkoba berdasarkan profil penderita tahun yang dilakukan oleh MABES POLRI. Secara keseluruhan, hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran 1. Status Sekolah Status sekolah maksudnya adalah asal sekolah yang di ikuti oleh responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang paling banyak dirawat di rumwattik pamardisiwi adalah responden yang berasal dari status sekolah swasta pada usia dewasa yaitu sebesar 86,l % ( 37 orang responden), untuk status sekolah negeri pada usia dewasa sebesar 13,9% ( 6 orang responden ). Sedangkan untuk pengelompokkan usia muda status sekolah swasta yang paling banyak dirawat di Rumwattik Pamardisiwi, yaitu sebesar 58,8 % ( 10 orang responden) dan 41,2% ( 7 orang responden) untuk status sekolahnya negeri. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan responden yang paling banyak dirawat di Rumwattik Pamardisiwi dengan status sekolah swasta. Sekolah swasta dengan biaya 38

6 yang lebih tinggi daripada sekolah negeri, fasilitas yang lebih cenderung untuk menggunakan dana lebih yang diberikan orang tuanya untuk keperluan yang kurang berguna misalnya dengan membeli narkoba. Lama Menjadi Pasien Larnanya menjadi pasien adalah jumlah satuan waktu responden tinggal di rehabilitasi rumah perawatan ketergantungan narkotika Pamardisiwi. Lamanya menjadi pasien dikelompokkan menjadi < 120 hari dan hari. Dapat dilihat bahwa pada responden usia muda 64,7 % (11 orang ) pasien yang dirawat hari, dan 35,3% (6 orang) adalah pasien yang dirawat < 120 hari. Sedangkan responden yang dirawat < 120 hari pada pengelompokkan usia dewasa sebanyak 20 orang ( 46,5%) dan yang dirawat hari sebanyak 23 orang responden (53,5%). Ini dapat disimpulkan responden yang paling banyak dirawat baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa lebih dari 120 hari. Ini karena semua kegiatan yang dilaksanakan di Rumwattik Pamardisiwi menarik. Responden merasa betah, juga adanya rasa aman di tempat rehab. Bila responden sudah mengikuti rehab dan diperbolehkan pulang, adanya rasa takut kepada mantan teman-temannya yang masih menjadi pengguna narkoba. Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan orang tua responden yang dirawat di rehabilitas rumwattik pamardisiwi ada dua yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan swasta. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa responden usia muda 82,4% (14 orang) pekerjaan orang tuanya adalah pegawai

7 swasta, dan 3 orang responden (17,6%) pekerjaan orang tuanya adalah pegawai negeri sipil. Sedangkan pada usia dewasa 60,5% (26 orang responden) pekerjaan orang tuanya adalah pegawai swasta, dan 39,5% (17 orang) pekerjaan orang tuanya adalah pegawai negeri sipil. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa baik responden usia muda maupun responden usia dewasa yang paling banyak dirawat di rehabilitas Rumwattik Pamardisiwi adalah orang tua yang bekerja sebagai pegawai swasta, ini dikarenakan kesibukan karyawan swasta yang mempunyai jam kantor lebih panjang dari pada pegawai negeri sipil sehingga kurang mengawasi anaknya. Dari segi ekonomi pada umumnya pegawai swasta mempunyai pendapatan lebih besar dibandingkan dengan pegawai negeri sehingga rr~empengaruhi pola hidupnya. Aktivitas Komunikasi Responden Aktivitas Komunikasi yang dimaksud di sini adalah kegiatan responden memperoleh informasi melalui interaksi dengan orang lain dalam bentuk personel, atau kelompok direhabilitas rumwattik Pamardisiwi. Dalam penelitian ini, aktivitas komunikasi pasien penderita ketergantungan narkotika dikelompokkan ke dalam empat kategori yaitu : (1) Frekuensi pembinaan rohani, (2) Frekuensi pembinaan jasmani, (4) Intensitas komunikasi dengan orang tua, dan (4) Partisipasi komunikasi kelompok Penjelasan rinci dari tiap aktivitas komunikasi adalah sebagai berikut (tabel 3)

8 Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan aktivitas komunikasi. Peubah yang Diamati Jumlah Kelompok Usia Muda Dewasa N Yo N Yo Rataan Aktivitas Komunikasi 1. Frekuensi Pe~nbinaan Rohani - Rendah 6 35, ,3 29,3 - Tinggi 11 64, ,6 70,7 2. Frekuensi Pembinaan Jasmani - Rendah - Tinggi ,4 17, ,7 23,3 79,5 20,s 3. Intensitas Komunikasi dg Orang Tua - Rendah - Tinggi ,3 64, ,6 67,4 33,9 66,l 4. Komunikasi Kelompok - Rendah - Tinggi ,l 52, ,2 62,8 42,2 57,8 Frekuensi Pembinaan Rohani Frekuensi pembinaan rohani adalah aktivitas responden dalam mengikuti ceramah keagamaan yang diberikan oleh pembina di rurnwattik pamardisiwi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden diusia muda 64,7% (1 1 orang responden) tinggi dalam mengikuti pembinaan rohani, 6 orang responden (35,3%) rendah dalam mengikuti pembinaan rohani. Sedangkan di usia dewasa 76,6 % 933 orang responden) tinggi dalam mengikuti pembinaan rohani, dan 23,3 % ( 10 orang responden ) rendah dalam mengikuti pembinaan rohani.

9 Di sini dapat disimpulkan bahwa baik responden di usia muda maupun responden di usia dewasa memiliki kesadaran untuk mengikuti pembinaan rohani, ~ni dapat dilihat pada frekuensi yang tinggi dalam mengikuti pembinaan rohani di Rumwattik Pamardisiwi. Frekuensi Pembinaan Jasmani Frekuensi pembinaan jasmani adalah aktivitas responden dalam mengikuti kegiatan fisik (olah raga) yang diselenggarakan oleh pembina di rumwattik pamardisiwi. Dari hasil penelitian menunjukkan responden usia muda 82,4 % (14 orang responden) frekuensinya rendah dalam mengikuti pembinaan jasmani dan 3 orang responden (17,6 %) tinggi dalam mengikuti pembinaan jasmani. Sedangkan responden di usia dewasa 76,7 % (33 orang responden) rendah dalam mengikuti pembinaan jasmani, dan 23,3% (10 orang responden) tinggi dalam mengikuti pembinaan j asmani. Dapat disimpulkan bahwa baik responden di usia muda maupun di usia dewasa saina-sama rendah dalam mengikuti pmbinaan jasmani. Ini dikarenakan fisik responden yang lemah karena pengaruh obat-obatan. Intensitas Komunikasi dengan Orang Tua Intensitas komunikasi dengan orang tua adalah kekerapan berkomunikasi dengan bapak ibu dan saudara yang datang mengunjungi responden selama mengikuti rehabilitas di Rumwattik Pamardisiwi.

10 Dari hasil penelitian menunjukkan responden di usia muda 35,3% (6 orang responden) intensitas komunikasi dengan orang tua rendah dan 64,7% (1 1 orang responden) intensitas komunikasi dengan orang tua tinggi. Sedangkan di usia dewasa 32,6 % (14 orang responden) intensitas komunikasi dengan orang tua rendah dan 67,4 % (29 orang responden) intensitas komunikasi dengan orang tua tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dikedua kelompok tersebut baik responden di usia muda dan responden di usia dewasa sama-sama memepunyai intensitas komunikasi dengan orang tua tinggi. Partisipasi dalam Komunikasi Kelompok Partisipasi dalam komunikasi kelompok pada penelitian maksudnya adalah keikut sertaan responden dalam mengikuti kegiatan yang dilakukan di Rumah Perawatan Ketergantungan Narkotik Pamardisiwi. Dari hasil penelitian menunjukkan pengelompokkan responden usia muda 52,9 % (9 orang responden) partisipasi dalam komunikasi kelompok tinggi, dan 47,l (8 orang responden) partisipasi dalam komunikasi rendah. Sedangkan responden diusia dewasa 37,2 % (16 orang responden) partisipasi dalam komunikasi kelompok rendah dan 62,8 % ( 27 orang responden ) partisipasi dalam komunikasi kelompok tinggi. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa baik responden diusia muda dan responden di usia dewasa partisipasi dalam komunikasi kelompok tinggi. Untuk membandingkan motivasi sembuh pada pengelompokkan usia muda dan usia dewasa, maka dilakukan pula pengujian dengan uji peringkat bertanda Wilcoxon.

11 Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Komunikasi dengan Pengelompokkan Usia Muda dan Dewasa terhadap Motivasi untuk Pemulihan Gambar 3 dan gambar 4 menyajikan hasil analisis hubungan karakteristik individu dan aktivitas komunikasi terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada pengelornpokkan usia muda dan usia dewasa. Hasil analisa hubungan antar peubah penelitian dengan menggunakan uji statistik Chi-Squar-e. I. Karakteristik Individu Responden Pendidikan Status Sekolah Lama menjadi Pasien Pekerjaan Orang Tua x2 = 0,008 (P = 0,929) x2, = 0,486 (P = 0,486) x2 = 3,438 (P = 0,064) x2 = 4,098 (P = 0,043) I Aktivitas Komunikasi F. Pemb. Rohani F. Pemb. Jasmani Intensitas Komunikasi dg Orang Tua Partisipasi datam komunikasi kelompok - I x2 = 0,032 (P = 0,858) x2 = 0,562 (P = 0,453) x2 = 0,032 (P = 0,858) x2 = 0,052 (P = 0,819) Motivasi Pemulihan dari Ketergantungan Narkotika 4 A A Gambar 3. Hubungan antara karakteristik individu dengan aktivitas komunikasi responden kelompok usia muda dengan mtivasi pemulihan ketergantungan NAZA

12 P Karakteristik Individu Responden Pendidikan Status Sekolal~ Lama menjadi Pasien x2 = 0,297 (P = 0,586) x2 = 0,887 (P = 0,346) x2 = 1,865 (P = 0,172) x2 = 4,246 (P = Pekerjaan Orang Tua - 0,039) j + Motivasi Aktivitas Komunikasi F. Pemb. Rohani - x2 = 5,064 (P = 0,024) v Pemulihan v r dari Ketergantungan Narkotika A 4 A F. Pemb. Jasmani x2 = 0,407 (P = 0,523) Intensitas Kornunikasi dg Orang Tua Partisipasi dalam kornunikasi kelornpok x2= 0,011 (P = 0,916) x2 = 1,3 1 1 (P = 0,252) Gambar 4. Hubungan antara karakteristik individu dan aktivitas komunikasi responden pada kelompok usia dewasa dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA

13 a. Hubungan Karakteristik Individu dan Motivasi untuk Pemulihan dari Ketergantungan NAZA pada Usia Muda dan Usia Dewasa Karakteristik individu yang diteliti dalarn penelitian ini meliputi pendidikan, status sekolah, lama menjadi pasien dan pekerjaan orang tua. Sedangkan motivasi untuk pemulihan diukur melalui motivasi tinggi dan motivasi rendah untuk pulih dari ketergantungan narkotika. 1. Hubungan pendidikan responden dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada usia muda dan usia dewasa Motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada sebagian besar responden usia muda ( 53,33% ) yang berpendidikan SLTPISLTA termasuk dalarn kategori tinggi, menunjukkan ada kecenderungan responden ingin pulih walaupun ada perbedaan tipis pada motivasi yang rendah yaitu ( 46,67% ) tapi perbedaan itu tidak nyata. Begitupula pada responden yang berpendidikan Perguruan Tinggi IAkademi tidak ada perbedaan dalam motivasi untuk pemulihan yaitu (50%). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada setiap kategori pendidikan responden. Ini dapat dimaklumi bahwa pada usia dibawah 2 1 tahun adalah masa yang rawan bagi seseorang, dikatakan rawan dikarenakan pada usia tersebut merupakan masa pubertas dan merupakan masa transisi bagi seseorang. Zakiah Darajat dalam Tambunan (1982) menyatakan bahwa masa renlaja adalah masa peralihan di antara masa anak-anak dan masa dewasa. Dalam masa ini anak-anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, cara berfikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa remaja adalah masa munculnya perubahan-perubahan yang cepat dan kuat 46

14 pada fisik dan psikisnya, yang mengakibatkan munculnya perasaan gelisah, pertentangan-pertentangan lahir dan bathin. penuh harapan dan cita-cita, roinantis heroik, radikal, kematangan fisik terutama seksual, mencari tujuan hidup dunia dan akhirat dalam rangka pembentukan kepribadiannya. Pada masa ini remaja biasanya mencoba-mencoba sesuatu yang baru. Sementara itu pada pengelompokkan usia dewasa sebagian besar responden yang berpendidikan SLTPISLTA (57,14%) mempunyai motivasi untuk pemulihan dalam kategori rendah dan (42,86%) mempunyai motivasi untuk pemulihan dalam kategori tinggi. Pada responden usia dewasa yang berpendidikan Perguruan TinggiIAkademi (48,28%) memiliki motivasi untuk pemulihan dalam kategori rendah dan (51,72%) memiliki motivasi untuk pemulihan dalam kategori tinggi. Ini menunjukkan tidak ada hubungan nyata antara tingkat pendidikan pada responden terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia dewasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA pads kategori pendidikan baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 0,008 pada kelompok usia muda dan (x2) sebesar 0,297 pada kelompok usia dewasa yang tidak nyata pada a 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara pendidikan responden pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA. Tidak adanya motivasi untuk pemulihan pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa merupakan sesuatu yang dapat dimaklurni,karena peran serta sekolah yang 47

15 hanya melaksanakan tugas belajar mengajar saja tanpa melakukan pendekatan yang lebih baik kepada murid. Hermawan (1986) menjelaskan dalarn usaha pengobatan dan rehabilitasi para korban penyalahgunaan narkotika, kepala sekolah dan guru hendaknya bertindak bijaksana, jangan langsung saja mengeluarkan anak didiknya jika mereka kedapatan terlibat langsung dalam penyalahgunaan narkotika, sebab ha1 ini akan mengakibatkan putus asa pada anak didik yang mendapat hukuman itu. Kepala sekolah dan guru, kalau melihat muridnya mengisap morfina atau ganja, jangan buru-buru marah, lantas mengecap murid itu sebagai pecandu. Tindakan yang bijaksana adalah membujuk dan menasehati anak yang terkena narkoba dan memberikan pengertian yang logis dengan penuh kasih sayang. Para pendidik hendaknya menganggap para korban sebagai orang yang sakit, orang yang hams mendapat pertolongan, dan bukan sebagai penjahat yang hams mendapat hukuman yang berat. 2. Hubungan status sekolah responden dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada usia muda dan usia dewasa Motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada sebagian. besar responden usia muda 6 orang (60%) yang status sekolah swasta termasuk dalam kategori tinggi, dan 4 orang (40%) dalam kategori rendah. Sedangkan pada responden usia muda dengan status sekolah negeri 4 orang (57,14%) dalarn kategori rendah dan 6 orang (42,86%) dalam kategori tinggi. Pada responden usia dewasa 20 orang (54,05%) motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika masuk dalam kategori rendah dan 17 orang (45,95%) pada

16 kategori tinggi. Kemudian pada status sekolah negeri 2 orang (33,33%) termasuk dalam kategori rendah dan 4 orang responden (66,67%). Dari jumlah responden, yang paling banyak adalah dengan status sekolah swasta merupakan sesuatu yang dapat dimaklumi, karena biaya disekolah swasta lebih mahal daripada biaya sekolah negeri. Ini rnenunjukkan bahwa responden melniliki masalah ekonomi yang lebih. Karena keadaan keuangan yang lebih maka gaya hidup juga lebih. Mereka bisa berfoya-foya, karena mudahnya mendapatkan uang. Juga pengawasan orang tua yang lebih longgar karena semua sudah terpenuhi dengan uang. Semua fasilitas hidup terpenuhi seperti sarana komunikasi, komputer dan lain-lainnya. Karena semua sudah terpenuhi maka pemzsanan "barang" lebih mudah. Contoh pemesanan lewat telepon genggam dan dengan komputer melalui internet. Ini mengakibatkan mudahnya seseorang untuk mendapatkan "barang" pesanannya. Sehingga luput dari pengawasan orang tua. Dengan mudahnya seseorang untux mendapatkan "barang" yang diinginkan maka motivasi untuk sembuh pada responden akan rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa, tidak terdapat perbedaan nyata dalarn motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkoba pada setiap kategori status sekolah baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x') sebesar 0,486 pada kelompok usia muda dan (x2) sebesar 0,887 pada kelompok usia dewasa yang tidak nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara status sekolah responden baik pada kelompok usia muda maupun kelompok usia dewasa dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika.

17 Rendahnya motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika, banyak dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan luar sekolah sehingga banyak waktu luang yang terbuang percuma. Pendidikan di luar sekolah ialah setiap kesempatan terjadinya komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah. Dalam ha1 ini seseorang mendapatkan informasi, pengetahuan, latihan, ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhannya, dengan tujuan mengembangkan tingkat ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang memui~gkinkan baginya menjadi peserta yang efektif dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakatnya, dan negaranya. Pendidikan luar sekolah yang lazim adalah melalui perkumpulan olah raga, kesenian, dan gerakan pramuka. Pendidikan akan berjalan dengan baik apabila seorang guru dapat memahami dan menjalankan tugasnya dengan benar, baik itu pada status sekolah swasta maupun status sekolah negeri. Hermawan (1986) menjelaskan pada umumnya tugas guru adalah sebagai berikut: a. Tugas profesional, yaitu mendidik dalam rangka mengembangkan kepribadian, mengajar dalam rangka mengembangkan kemampuan berfikir atau kecerdasan, dan melatih dalam rangka membina dan mengemabngkan ketrampilan. b. Tugas manusiawi, di sini guru berfungsi sebagai orang tua kedua di sekolah. c. Tugas kemasyarakatan, yaitu mengembangkan terbentuknya masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tugas guru ini akan berhasil dengan baik jika guru betul-betul menyadari bahwa pendidikan merupakan bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, tanah air, serta kemanusiaan.

18 3. Hubungan lama menjadi pasien dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa Motivasi untuk peinulihan dari ketergantungan narkotika dari sebagian besar responden untuk kelompok usia muda 1 orang (16,67%) yang dirawat di rumwattik pamardisiwi kurang dari 120 hari masuk dalam kategori rendah dan 5 orang (83,33%) kategori tinggi, sedangkan responden kelompok usia muda yang dirawat lebih dari 120 hari 7 orang (63,64%) masuk dalam kategori rendah dan 4 orang (36,36%) dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok usia muda lamanya menjadi pasien di rurnwattik pamardisiwi sangat berpengaruh terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Hasil analisis tersebut mengindikasikan adanya hubungan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kategori lamanya menjadi pasien di rumwattik pamardisiwi. Terdapat kecederungan semakin lama dirawat di rumwattik pamardisiwi, maka semakin kuat motivasi untuk sembuh dari ketergantungan NAZA, kecenderungan tersebut diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 3,438 yang nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara lamanya menjadi pasien dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda. Sedangkan responden pada kelornpok usia dewasa, responden yang dirawat kurang dari 120 hari 8 orang (40%) masuk dalam kategori rendah dan 12 orang (60%) dalam kategori tinggi sedangkan pasien yang dirawat lebih dari 120 hari 14 orang (60,87%) masuk dalam kategori rendah dan 9 orang (39,13%) masuk dalam kategori tinggi.

19 Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok usia dewasa lamanya menjadi pasien di rumwattik pamardisiwi tidak berpengaruh terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Hasil analisis tersebut mengindikasikan pada responden kelompok usia dewasa tidak ada hubungan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kategori lamanya menjadi pasien di rumwattik pamardisiwi. Kecenderungan tersebut diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 1,865 yang tidak nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulksn bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara lamanya menjadi pasien dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia dewasa. Bila dilihat dari jumlah dan prosentasenya responden yang dirawat direhabilitas kurang dari 120 hari mempunyai motivasi yang tinggi dari pada pasien yang dirawat lebih dari 120 hari ini berlaku baik pada responden usia muda dan responden usia dewasa. dr. Ricardo (LSM Bersama) menjelaskan pasien yang dirawat kurang dari 120 hari masih mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti semua kegiatan yang diadakan di tempat rehab disamping i'tu mereka mengaharapkan dapat sembuh dengan rehabilitas rurnwattik pamardisiwi. Sedangkan responden yang telah dirawat lebih dari 120 hari sudah bosan dengan kegiatan yang dilakukan, semua kegiatan menjadi rutinitas, mereka jenuh. Mereka yang kurang motivasi, mereka cenderung berfikir, "setelah gue keluar dari seni gue mau ngapain". Responden mempunyai pengharapan yang terlalu besar yaitu ingin sembuh secara cepat padahal untuk bisa sembuh hams memerlukan kesabaran dan ketekunan yang keras. Sebelum dirawat biasanya mereka hidup bebas, hidup tanpa aturan dan hidupnya menjadi tidak teratur. Begitu mereka masuk rehabilitas 52

20 pamardisiwi mereka semua hidup dengan semua peraturan-peraturan yang ada, mereka seperti dipenjara, itu merupakan perubahan yang sangat drastis pada mereka Pada responden usia muda masih ada motivasi untuk pemulihan Adanya hubungan antara lamanya menjadi pasien dm motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada usia muda merupakan sesuatu yang wajar, karena pada usia dibawah atau kurang dari 21 tahun merupakan tahap pubertas atau bisa dikatakan masa remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa ini dikenal sebagai "masa gelombang angin topan". Bila lingkungan sekitar tidak baik, maka akan berpengaruh pula pada dirinya, sebaliknya bila lingkungan sekitarnya baik, maka dia akan baik. Begitupula dengan kelompok pasien usia muda di rumwattik pamardisiwi, ketika dia hams dirawat maka ada perubahan besar dalam dirinya karena pada usia dibawah 21 tahun lebih mudah diberi pengertian dan masih mau mengikuti semua peraturan-peraturan yang diselenggarakan di rumwattik pamardisiwi. Tidak adanya hubungan antara lamanya menjadi pasien dan motivasi untuk sembuh dari ketergantungan narkotika pada usia dewasa karena pada usia di atas 21 tahun responden merasa sudah bisa mengatur hidupnya sendiri. Walaupun sudah dirawat lama tetap saja tidak berpengaruh pada motivasinya untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Pada usia seperti itu rasa "akuwnya sangat tinggi. Ada sebagian yang kurang memperdulikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dirurnwattik pamardisiwi. 4. Hubungan pekerjaan orang tua responden dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa Terdapat perbedaan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada setiap jenis pekerjaan orang tua responden baik pada kelompok usia muda

21 dan kelompok usia dewasa. Motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika sebagian besar responden usia muda yang orang tuanya pegawai negeri sipil (66,67%) termasuk dalam kategori rendah dan (33,33%) tennasuk dalam kategori tinggi. Sebagian besar responden yang orang tua bekerja sebagai pegawai swasta (35,71%) termasuk dalam kategori rendah dan (64,29%) masuk dalam kategori tinggi. Begitu pula pada responden usia dewasa. Motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika sebagian besar responden usia dewasa yang orang tuanya pegawai negeri sipil (70,59%) tennasuk dalam kategori rendah dan (29,41%) termasuk dalam kategori tinggi. Sebagian besar responden yang orang tua bekerja sebagai pegawai swasta (38,46%) tennasuk dalam kategori rendah dan (61,54%) masuk dalam kategori tinggi. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa jenis pekerjaan orang tua responden usia muda mempunyai hubungan yang nyata terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 4,098 untuk usia muda dan (x2j sebesar 4,246 untuk usia dewasa yang nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antaaa jenis pekerjaan orang tua responden dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Responden yang memiliki orang tua bekerja sebagai pegawai swasta mempunyai motivasi untuk pemulihan tinggi karena sadar bahwa orang tua mereka tidak memiliki dana untuk pensiun, jadi bila anak-anak tidak lekas sadar dan bahaya narkotika maka masa depan mereka sangat sulit. Dalam wawancara dengan dr. Ricardo (Sekjen LSM Bersama), ternyata pasien yang orang tuanya beke rja sebagai pegawai swasta mempunyai 54

22 kecenderungan untuk mengobati secara total, sehingga pasien lebih mudah termotivasi untuk pemulihan. Sedangkan responden yang memiliki orang tua bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Masih menurut dr. Ricardo dalam wawancara dengan penulis, sosial ekonominya agak kurang bila dibandingkan dengan pegawai swasta, biaya untuk menyembuhkan anak juga kurang karena kekurangan biaya, sehingga sering terjadi si anak menjadi pengedar karena tidak hams membeli "barang". Mereka menjadi pengedar dan mendapatkan keuntungan yang besar disamping untuk dikonsumsi sendiri. Berdasarkan hasil analisa hubungan antara karakteristik individu penderita ketergantungan NAZA di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap motivasi untuk pemulihan, hanya dapat diterima untuk karakteristik lama menjadi pasien khusus untuk kelompok usia muda, dan pekerjaan orang tua berlaku bagi kedua kelompok usia. b. Hubungan Aktivitas Komunikasi Responden dengan Pengelompokkan Usia terhadap Faktor-faktor Motivasi Untuk Pemulihan dari Ketergantungan NAZA 1. Hubungan Frekuensi pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa Responden usia muda yang jarang mengikuti kegiatan rohani sama-sama mempunyai motivasi untuk pemulihan (50%) sedangkan responden usia muda yang rajin melakukan kegiatan rohani (45,45%) masuk dalarn kategori motivasi rendah dan (5435%) masuk dalam kategori tinggi. Bila dilihat dari analisis tersebut tidak ada hubungan antara pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan untuk usia muda.

23 Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 0,032 yang tidak nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara frekuensi pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA pada kelompok usia muda. Kondisi tersebut berbeda dengan responden pada kelompok usia dewasa, dimana pasien yang jarang mengikuti pembinaan rohani (80%) masuk dalam kategori tinggi dan (20%) masuk dalam motivasi rendah untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Sedangkan pasien yang rajin mengikuti pembinaan rohani (60,61%) mempunyai motivasi yang rendah untuk pemulihan dan (39,39%) mempunyai motivasi yang tinggi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada setiap kategori frekuensi pembinaan rohani. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 5,064 nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara frekuensi pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA pada kelompok usia dewasa. Adanya hubungan antara fiekuensi pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia dewasa, karena mengingat usia yang sudah dewasa maka keinginan untuk lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa sangat kuat. Mereka takut dosa karena telah melakukan perbuatan yang dilarang agama. Mereka juga takut mati karena sebagian dari mereka baik usia muda dan dewasa sudah terkena virus hepatitis C dan virus HIV.

24 Pendidikan agama memegang peranan penting dan menetukan. Sebab pendidikan agama bukan hanya sekedar mengajar, membina, mengarahkan, membimbing, atau memberi nasehat saja, tetapi lebih jauh dari itu, pendidikan agama akan menjadikan manusia lebih pandai, lebih arif, dan lebih mengenal taqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. 2. Hubungan frekuensi pembinaan jasmani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa Responden pada kelompok usia muda yang jarang mengikuti pembinaan jasmani (42,86%) masuk dalam kategori rendah dan (57,14%) masuk dalam kategori tinggi, sedangkan responden yang rajin mengikuti pembinaan jasmani (66,67%) masuk dalam kategori rendah dan (33,33%) masuk dalam kategori tinggi untuk motivasi untuk pemulihan. Ini ti.dak berbeda dengan responden usia dewasa yang jarang mengikti pembinaan jasmani (48,48%) masuk dalam kategori rendah dan (51,52%) masuk dalarn kategori timggi. Sedangkan responden yang rajin mengikuti pembinaan jasmani (60%) masuk dalam kategori rendah dan (40%) masuk dalam kategori tinggi motivasinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kelornpok usia muda maupun kelompok usia dewasa sama-sarna tidak mempunyai hubungan antara pembinaan jasmani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Kenyataan ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 0,562 untuk kelompok usia muda yang tidak nyata pada a 5% dan (x2) sebesar 0,407 yang tidak nyata pada a 5%untuk kelompok usia dewasa, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara frekuensi pembinaan jasmani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Tidak

25 termotivasinya responden dikarenakan dalam pembinaan jasmani merupakan kegiatan rutinitas dan wajib dilakukan ole11 semua responden. 3. Hubungan antara intensitas kor~~unikasi dengan orang tua dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa Orang tua dan keluarga yang jarang menjenguk dirumwattik pamardisiwi pada responden usia muda memiliki kategori yang sama untuk motivasi yaitu 50%. Sedangkan orang tua dan keluarga yang rajin menjenguk (45,45%) masuk dalam kategori rendah dan (54,55%) masuk dalam kategori tinggi Pada orang tua dan keluarga yang jarang menjenguk dirumwattik pamardisiwi pada responden usia dewasa juga memiliki kategori yang sama untuk motivasi yaitu 50%. Sedangkan orang tua yang rajin membesuk responden di rurnwattik pamardisiwi (51,72%) masuk dalam kategori rendah dan (48,28%) masuk dalam kategori tinggi. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata dalam motivasi untuk pemulihan pada setiap kategori intensitas komunikasi dengan orang tua baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi- Square (x2) sebesar 0,032 untuk usia muda dan (x2) sebesar 0,011 untuk kelompok usia dewasa yang tidak nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara intensitas komunikasi orang tua dengan responden dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa.

26 Tidak adanya motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika merupakan sesuatu yang dapat dimaklumi karena biasanya orang tua dan keluarga langsung membuang mereka yang kedapatan mengkonsumsi narkotika. Emil H. Tambunan (1982) menj elaskan bahwa penyembuhan terhadap korban narkotika hendaknya dimulai dari orang tua. Dewasa ini banyak orang tua yang, bila mendapatkan anaknya terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, segera membencinya, seolah-olah tidak mengakui lagi korban sebagai anaknya, Padahal sikap semacam ini mengakibatkan derita anaknya bertambah parah dan membuatnya putus asa. Dalam keadaan seperti ini, seharusnya orang tua berusaha menarik simpati anaknya, dan berusaha memberikan pengertian bahwa penggunaan narkotika secara ilegal akan berakibat buruk bagi pemakainya. Hal semacam itu pernah dirasakan sebagian responden yang dirawat di Rumwattik Pamardisiwi dalam wawancaranya kepada penulis ia menyatakan sudah dua bulan lebih dirawat di Rumwattik Pamardisiwi Jakarta, tetapi belum pernah ditengok orang tua dan keluarganya. Menurut staf pembina Rumwatik Pamardisiwi, dalam wawancaranya kepada penulis menyatakan bahwa orang tua memegang peranan penting dalam pengobatan ini sebab, bila korban datang ke rumah sakit karena merasa dipaksa oleh orang tuanya, pengobatanpun akan sia-sia belaka. Dan jika sudah kembali kepada orang tua dan keluarga, ia akan kembali mengulangi perbuatannya. Oleh karena itu, orang tua harus bisa menarik hati anaknya, sehingga timbul kesadaran padanya agar berobat sungguhsungguh dengan motivasi untuk pemulihan.

27 Menurut Hermawan, dalam rangka penyembuhan dan rehabilitasi para korban penyalahgunaan narkoba, orang tua hendaknya menjalin hubungan yang harmonis kepada anaknya. Sebab tanpa hubungan yang baik antara orang tua dan korban, penyembuhan dan rehabilitasi para korban akan sulit dilaksanakan karena dalm usaha itu, selain harus ada keinginan paa si penderita untuk sembuh, juga harus ada kesungguhan dari orang tua dalam membantu anak agar cepat pulih. 4. Hubungan antara partisipasi dalam komunikasi kelompok dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Responden usia muda yang jarang berpartisipasi dalam mengikuti kegiatan komunikasi kelompok dirumwattik pamardisiwi memiliki kategori yang sama untuk motivasi yaitu 50%, sedangkan responden yang rajin mengikuti komunikasi kelompok (44,44%) masuk dalam kategori rend&, dan (55,56%) masuk dalam kategori tinggi. Hal ini membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan antara partisipasi komunikasi kelompok dan motivasi untuk pemulihan pada responden usia muda dan responden usia dewasa. Ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x*) sebesar 0,052 pada kelompok usia muda dan Chi-Square (x2) besar 1,311 pada kelornpok usia dewasa yang tidak nyata pada a 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika dan partisipasi dalam komunikasi kelompok. Tidak adanya hubungan antara motivasi untuk pemulihan dan partisipasi komunikasi kelompok dikarenakan kegiatan tersebut berlaku untuk semua responden

28 sehingga merasa terpaksa untuk menjalankan semua kegiatan yang diwajibkan oleh rumwattik parmadisiwi. Adapun kegiatan yang dilaksanakan di Rumwattik Pamardisiwi berupa : cop in^ Skill : Materinya tentang pengetahuan Narkotika dan adiksi, efek pemakaian adiksi ke griyagriya Diskusi : Diskusi kelompok dalam griya membahas yang terjadi di Griya, topiknya tentang kejenuhan di Rumwattik Pamardisiwi House Meeting kegiatan bersih-bersih di griya-griya. morn in^ Meeting materinya : Membahas keseharian pasien mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, dalam satu hari bila terjadi cekcok dengan sesama teman, tanggung jawab, teguran-teguran bila mengerjakan suatu pekerjaan tidak beres. Static Group berdasarkan konselor, usia dan masa rawat. Berdasarkan Konselor pasien bebas mengemukakan masalahnya, masalah pribadi, apa yang dihadapi dan dialami ditumpahkan ke konselor. Berdasarkan Usia materi 1. Diperkenalkan masalah orientasikan, membantu beradaptasi di Rumwattik Pamardisiwi 2. Menyadarkan dan membantu pasien betapa pentingnya masuk rehabilitas 3. Menj elaskan program-program yang ada 4. Membantu mengenal dirinya sendiri

29 5. Pemecahan problem 6. Membantu memberikan follow up 7. Memberikan suport supaya pasien merasa nyaman 8. Menyadarkan kesalahan-kesalahannya 9. Bila sudah selesai melaksanakan semua program kegiatan, dibatu penyalurannya misalnya apakah mau sekolah, kerja, berumah tangga Berdasarkan Masa Rawat materinya : Masa rawat 1-4 bulan intensif perrnasalahan yang dihadapi pasien. Masa rawat 4-6 bulan dihadapkan dengan masalah-masalah sosial, tujuan rehab, bagaimana berperilaku, memberikan pelajaranm tentang adiksi. 6 bulan keatas, siap kembali ke rumah, rencana kedepan. Tujuan Static Group adalah untuk menumbuhkan kemampuan berkelompok, berbagi pengalaman, menggali latar belakang hidup, paham dengan tantang hidup, mengatasi hidup, disiplin, dan tanggung jawab. Konseline Etika dan Budi Pekerti materinya Struktur kepribadian : 1. Perilaku ethis yaitu maslah yang baik dan buruk bagi pasien secara psikis. 2. Rasa keinginan nafsu sex (bila orang mengkonsumsi narkotika, otomatis nafsu sex nya akan besar ) 3. ego (masalah emosional, bila mengkonsumsi narkotika otomatis sulit mengendalikan emosinya)

30 4. Super ego (keseimbangan melakukan yang baik dan buruk atau sebagai timbangan, menimbang-nimbang yang baik dan buruk ) Kebebasan : 1. Kebabasan kehendak: yang ada dimasyarakat, apakah masyarakat menyukai bila kita memakai narkoba? 2. Kebebasan jasmaniah : tidak ada paksaan rohani (positive thinking) misalnya mengerjakan semua pekerjaan berdasarkan pembagian tugasnya masing-masing (cuci piring, bersih-bersih) secara tulus iklas tanpa adanya paksaan. 3. Kebebasan batiniah : Ilmu pengetahuan agama misalnya norma-norma.. Berkomunikasi dengan sesama teman dengan menggunakan kode-kode tertentu. Khusus Wanita ada materi bagaimana memenangkan krisis kehidupan : Larinya ke masalah harga diri. Contoh sebuah kasus, ada seorang pasien wanita, mula-mula dia mempunyai kelainan dengan hiper sex atau sex yang menggebu-gebu, kemudian dia mengkonsurnsi narkotika yang awal mulanya diberi oleh seorang temannya sehingga nafsu sexnya semakin menjadi-jadi, akhirnya dia menjadi pelacur untuk memuaskan nafsu sexnya. Lama kelamaan dia senang dengan daun tua atau orang yang telah berumur untuk meladeni nafsunya sehingga dia mendapatkan uang untuk dapat membeli narkotika. Kemudian dia dimasukkan di Rumwattik Pamardisiwi guna untuk mengembalikan harga dirinya yang telah hilang. Budi Pekerti : materinya maslaha sopan santun, keserasian antara yang boleh dan tidak boleh, 63

31 Contoh kasus Tato di luar negeri itu seni, indah. Tetapi di Indonsia identik dengan orang jahat. Dalam kegiatan konseling Eisenberg & Delaney dalam Gunarsa (1992) menjelaskan konseling bertujuan untuk merangsang adanya sikap keterbukaan, kejujuran dan komunikasi secara penuh agar kebutuhan yang dirasa perlu untuk dikemukakan serta faktor-faktor dan latar belakang yang berkaitan dapat dibicarakan. Memungkinkan klien memperoleh gambaran bahwa sesuatu yang berguna akan bisa diperoleh selama mengikuti konseling. Konseling adalah proses pada mana kedua pihak harus bekerja keras untuk menjajagi dan memahami klien demi kepentingan klien sendiri, serta memperoleh keterangan tentang klien yang berkaitan dengan kepentingannya dan pemecahan secara efektif. Hubungan antara Pengelompokkan Usia Responden dengan Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan Ketergantungan NAZA Hasil penelitian menunjukkan, pada pengelompokkan usia muda dan responden usia dewasa sama-sama mempunyai keinginan untuk pulih. Alasan responden mempunyai motivasi untuk pemulihan karena mereka tidak mau selalu bergantung terus pada narkotika. Mereka menjadi budak narkoba. Mereka terus menerus harus mengeluarkan uang untuk membeli narkoba. Apa saja dapat mereka lakukan untuk mendapatkan narkoba. Bahkan ada wanita yang mau melayani pria hanya untuk mendapatkan narkoba. Mereka takut dosa karena telah melakukan dan mengkonsumsi sesuatu yang tidak tepat yang dilarang agama manapun. Bila mereka telah mengkonsumsin sedikit demi sedikit narkoba maka mereka telah menjadi tergantung pada narkoba. Hermawan (1986) menyatakan keinginan dan kebutuhan akan narkotika 64

32 pada seseorang untuk memenuhi kebergantungan fisik dan mental, bertambah dengan cepat. Si pemakai selalu mengharapkan narkotika. Dosis yang digunakan makin lama makin bertambah banyak, sedangkan daya tahan tubuh makin lama makin berkurang, sehingga menimbulkan bahaya. Penggunaan narkotika yang terlalu banyak atau overdosis dapat menyebabkan kematian. Seseorang yang telah terkena narkotika secara otomatis sekolahnya akan terganggu pula, tak jarang para pemakai narkotika banyak yang tidak meneruskan sekolahnya karena sulit mengikuti pelajaran disekolah. Bahkan ada yang sudah tidak mempunyai keinginan untuk meneruskan sekolah, karena mereka sudah tidak mempunyai cita-cita dan mau apa setelah keluar dari rehab. Dari hasil penelitian menunjukkan kelompok usia muda dengan nilai rataan 4,02 kelompok usia dewasa 4,00 (nilai p = 0,7520) tidak ada perbedaan pada usia muda dan usia dewasa, di kedua kelompok tersebut sama-sama mempunyai motivasi yang rendah untuk meneruskan sekolah yang ditunjukkan oleh hasil uji Wilcoxon dengan nilai -P sebesar 0,2 18. Tabel 4. Hubungan Antara Pengelompokkan Usia Responden dengan Motivasi untuk Pemulihan IFaktor Motivasi untuk Pemulihan Nilai Rataan Skor Usia Nilai - P Nilai - P ** Dewasa 4,OO 439 Usia Muda 4,02 4, ,lO 4,09 3,86 0,7520 0, , ,7848 0,3205-0,218 0,000 0,000 0,344 0,546 0,034 Keinginan untuk hidup normal Kondisi Lingkungan 3,99 Status orang tua 3,85 Dorongan keluarga 4,22 0,1297 Nasehat dokter 3,25 3,04 0,4816 1,000 Ket : * Nilai - P Membandingkan usia muda dan dewasa ** Nilai - P untuk melihat motivasi tinggi atau motivasi rendah

33 Manusia diciptakan Tuhan memang untuk saling berpasang-pasangan, suatu saat manusia pasti akan menikah dan mempunyai keluarga, begitu pula dengan responden penderita ketergantungan narkotika yang dirawat di Rumwattik Pamardisiwi yang juga mempunyai keinginan untuk berkeluarga, mereka mempunyai keinginan untuk mendapatkan keturunan. Dari nilai rataan skor pada usia muda dan usia dewasa terlihat tidak ada beda. Nilai rataan 4,45 dan usia pasien dewasa dengan nilai rataan 4,59 (nilai - P=0,7214). Hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon juga menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut memang sama-sama memiliki kemauan dan motivasi tinggi untuk pulih dikarenakan alasan agar dapat membina keluarga yang baik dan dapat keturunan, ini dapat dilihat dengan nilai nilai p = 0,000 pada a = 0,05. Ini menunjukkan bahwa kedua kelompok mempunyai motivasi tinggi untuk sembuh dari ketergantungan narkotika. Bila seseorang menggunakan narkotika maka kehidupannya menjadi tidak normal, Sebelum mereka memakai narkoba, mereka bisa bangun pagi, dapat menjalankan semua aktifitas dengan normal. Setelah mereka memakai, mereka jadi susah untuk bangun pagi, sehingga berpengaruh pada semua kegiatan aktifitasnya. Menurut buku pedoman penanggulangan dan pencegahan bahaya narkoba dijelaskan seseorang yang menggunakan narkoba bisa terjadi perubahan perilaku dari yang positif menjadi negatif, seperti hilang atau berkurangnya rasa kemanusiaan, seperti cinta kasih, rasa malu, serta kendali diri. Memiliki temperamental yang aneh. Sering melakukan tindakan kriminal antara lain mencuri milik orang tuanya atau orang lain, berbohong, menipu, Pemberontak atau berani melawan orang tua atau guru, berani merampas, berbuat kasar, mengancam. Melemahnya kemampuan otak untuk berfikir dan berproduktifitas, melemahnya fungsi-

34 fungsi organ tubuh. Mudah terserang berbagai penyakit kronis serta dapat menyebabkan paranoid atau gila. Alasan-alasan tersebut yang tidak diinginkan oleh penderita ketergantungan narkotika yang dirawat di Rumwattik Pamardisiwi sehingga mereka mau berobat agar keadaan dan hidup dapat normal kembali. Hal tersebut berlaku bagi pengelompokkan responden usia muda dengan nilai rataan 4,53 dan pengelompokkan usia dewasa dengan nilai rataan 4,57 (nilai-p = 0,5441), hasil uji ini menunjukkan tidak adanya perbedaan pada usia muda dan usia dewasa. Di sini dapat dilihat bahwa baik kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa sama-sama menginginkan untuk hidup normal, mereka mempunyai motivasi tinggi yang nyata pada a. = 0,05 untuk pulih dari ketergantungan narkotika. hi juga dapat dilihat dari hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon bahwa pada kedua kelompok mempunyai motivasi yang tinggi untuk sembuh dan keinginannya hidup normal. Dengan nilai p = 0,000. mempunyai Responden yang dirawat di Rumwattik Pamardisiwi banyak yang berasal dari lingkungan orang berada, hi dapat dilihat dari penampilan orang tua ketika jam besuk tiba. Di samping itu biaya yang harus dikeluarkan tiap bulan untuk ongkos perawatan di Rumwattik Pamardisiwi yang mahal belum termasuk biaya dokter dan obat yang diberikan guna penyembuhan responden.walaupun rumwattik pamardisiwi tergolong rumah sakit sosial murni. Kondisi tersebut tidak mempengaruhi responden untuk termotivasi untuk pulih. Ini berlaku untuk responden pada kelompok usia muda dan kelompok usia responden usia dewasa. Ini dapat dilihat dengan nilai rataan 4,10 pada kelompok usia muda dan nilai rataan 3,99 pada kelompok usia dewasa dengan nilai - P = 0,7848. Hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon juga menunjukkan pada kedua kelompok

KERANGKA PEMIKIRAN. Penderita ketergantungan terhadap NAZA sangat sulit untuk pulih secara normal

KERANGKA PEMIKIRAN. Penderita ketergantungan terhadap NAZA sangat sulit untuk pulih secara normal KERANGKA PEMIKIRAN Penderita ketergantungan terhadap NAZA sangat sulit untuk pulih secara normal seperti keadaan semula, walaupun secara fisik daapat dilakukan pengobatan. Pergaulan bebas merupakan salah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELTIAN. selurul~ penderita yang direhabilitas saat dilakukan penelitian sebanyak 60 orang yang

METODOLOGI PENELTIAN. selurul~ penderita yang direhabilitas saat dilakukan penelitian sebanyak 60 orang yang METODOLOGI PENELTIAN Populasi dan Contoh Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien penderita ketergantungan Narkotika yang dirawat di Rumah Perawatan Ketergantungan Narkotika (Rumwattik)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011).

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA merupakan salah satu ancaman yang cepat atau lambat dapat menghancurkan generasi muda. Negara Indonesia merupakan negara yang tidak lepas dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Disisi lain, apabila disalahgunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Ke Empat yang menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia akibat dari pergaulan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Rehabilitasi. Penyalahgunaan. Pencandu. Narkotika. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN BAHAYA NARKOBA OLEH Dedy Sambahtera, S.Kep., M.Kes AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.970, 2017 KEMENKUMHAM. Layanan Rehabilitasi Narkotika. Tahanan dan WBP. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi individu, masyarakat, bahkan negara. Gagal dalam studi,gagal dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S -1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang apabila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan

Lebih terperinci

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA Gambar 7.1, terdiri dari rokok, minuman keras dan obat-obatan yang semuanya tergolong pada zat adiktif dan psikotropika Gambar 7.1: Zat adiktif dan psikotropika 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengguna Narkoba 1. Pengertian Pengguna Narkoba Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang menggunakan narkotika atau psikotropika tanpa indikasi medis dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan obat-obatan terlarang). Kepolisian dan masyarakat, sekarang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan obat-obatan terlarang). Kepolisian dan masyarakat, sekarang sedang gencargencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Akhir-akhir ini banyak sekali kita mendengar kasus narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang). Kepolisian dan masyarakat, sekarang sedang gencargencarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Jumlah pengguna dan pecandu narkoba dari tahun ke tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan narkoba dikalangan remaja dan pelajar meningkat pesat. Hal tersebut merupakan fakta mengejutkan yang cukup meresahkan karena remaja dan

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat jika masuk kedalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penyalahgunaan Narkoba dan peredaran gelap zat adiktif lainnya dengan berbagai cara dan dampak yang ditimbulkan merupakan masalah besar yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI

Lebih terperinci

PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA Oleh : Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Surakarta Hp : 0857-2546-0090, e-mail : dosenbeny@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan Penyalahgunaan Narkotika merupakan suatu bentuk kejahatan.

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 I. INFORMASI WAWANCARA 1. Nomor Urut Responden... 2. Nama Responden...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang tercatat dalam sejarah manusia, NAPZA dipuja karena manfaatnya bagi manusia tetapi sekaligus dikutuk karena efek buruk yang diakibatkannya. NAPZA alami sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA Elisa Putri D. Siahaan*, Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU **Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas dirinya, remaja merasa sebagai seseorang yang unik, seseorang dengan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA DEWASA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT) LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan ODHA Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan Tahun 2012

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PERILAKU ANAK YANG MEMILIKI EFIKASI DIRI RENDAH. Setiap keluarga memiliki kondisi yang berbeda, terutama dari segi ekonomi dan

BAB III GAMBARAN PERILAKU ANAK YANG MEMILIKI EFIKASI DIRI RENDAH. Setiap keluarga memiliki kondisi yang berbeda, terutama dari segi ekonomi dan BAB III GAMBARAN PERILAKU ANAK YANG MEMILIKI EFIKASI DIRI RENDAH A. Faktor Penyebab Efikasi Diri Anak Rendah Setiap keluarga memiliki kondisi yang berbeda, terutama dari segi ekonomi dan pendidikan. Bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM :

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM : UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM : 0606154295 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/ PEMERINTAH

Lebih terperinci

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang  2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat adiktif yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika meningkatkan daya imajinasi manusia dengan merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga BAB I PENDAHULUAN Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, dari sudut medik psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psiko sosial (ekonomi politik, sosial budaya, kriminalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bahwa visi atau tujuan Nasional Negara Republik Indonesia adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan merupakan pengabdian atau pekerjaan sosial yang dilakukan untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif dimana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAGIAN PSIKIATRI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA JL. Tali Air no. 21 Medan PERNYATAAN KESEDIAAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN

BAGIAN PSIKIATRI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA JL. Tali Air no. 21 Medan PERNYATAAN KESEDIAAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN Lampiran 1. BAGIAN PSIKIATRI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA JL. Tali Air no. 21 Medan PERNYATAAN KESEDIAAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Umur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba adalah sebuah permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia, bahkan negara-negara lainnya. Istilah NARKOBA sesuai dengan Surat Edaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Rehabilitasi. Penyalahgunaan. Pencandu. Narkotika. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN. REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.GSK) Oleh : Arkisman ABSTRAK Narkotika adalah obat/ bahan berbahaya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak menuju masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bernama Corah Julianti/105102061 adalah mahasiswa Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN BAHAN ADIKTIF

Lebih terperinci

B. Kegiatan Ceramah tentang Narkoba Tahap Kegiatan Kegiatan Peserta Media & Alat

B. Kegiatan Ceramah tentang Narkoba Tahap Kegiatan Kegiatan Peserta Media & Alat Lampiran 1 Judul : PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NARKOBA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DI SMU NEGRI5 PEMATANG SIANTAR TAHUN 2013 Topik : Pendidikan Kesehatan Tentang Narkoba Waktu : 90

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuannya diperlukan adanya pembangunan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H A. PENDAHULUAN Narkoba sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia, narkoba sudah menjadi momok bagi orang tua

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan hidup merupakan tujuan yang harus dicapai oleh setiap individu. Ketidakmampuan manusia dalam mencapai makna

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 116 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Teknik Permainan Dialog untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa MI Ma arif NU Pucang Sidoarjo Dalam bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk dilaksanakan bagi pengguna narkoba. Zat yang terkandung dalam obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk dilaksanakan bagi pengguna narkoba. Zat yang terkandung dalam obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Say no to drug adalah suatu istilah yang mudah diucapkan tetapi susah untuk dilaksanakan bagi pengguna narkoba. Zat yang terkandung dalam obat tersebut ternyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64

BAB I PENDAHULUAN. narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nation Office on Drugs and Crime memperkirakan penyalahguna narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64 tahun (UNODC, 2014).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya BNN (2006). Narkoba pada awalnya digunakan untuk keperluan medis, pemakaiannya akan

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja dalam peralihan ini, sama halnya seperti pada masa anak mengalami perubahan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN ( RPL ) BIMBINGAN KLASIKAL

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN ( RPL ) BIMBINGAN KLASIKAL SMK MUHAMMADIYAH 1 SENTOLO RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN ( RPL ) BIMBINGAN KLASIKAL Tugas Perkembangan 3 : Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat Sekolah : SMK Muhammadiyah 1 Sentolo Kelas/Semester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini ( PAUD ) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang sekolah dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pembentukan kepribadian tersebut dimulai sejak kecil hingga sekarang. Melalui pengajaran dasar dari orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya untuk mendidik, yaitu:

Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya untuk mendidik, yaitu: II. Faktor Pendidik Pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik. Pendidik meliputi orang dewasa, guru, orang tua, pemimpin masyarakat dan pemimpin agama. Karakteristik yang harus dimiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

Dasar Dasar Pelayanan Pemulihan Gangguan Jiwa

Dasar Dasar Pelayanan Pemulihan Gangguan Jiwa Dasar Dasar Pelayanan Pemulihan Gangguan Jiwa M enurut Substance Abuse and Mental Health Service Administration (SAMHSA), sebuah badan milik pemerintah Amerika Serikat, pengertian dari pemulihan adalah

Lebih terperinci

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH Latar Belakang Kehamilan merupakan st proses luar biasa, dimana ibu bertanggung jawab untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita-berita kriminalitas yang semarak di berbagai media, baik cetak maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA. NAPZA adalah narkotika,

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa untuk lancarnya

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2012, No.1156

2012, No.1156 5 2012, No.1156 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REHABILITASI MEDIS BAGI PECANDU, PENYALAHGUNA, DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK

Lebih terperinci