HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KONSENTRASI NO 2, SO 2 DAN PM 10 DI UDARA AMBIENT DENGAN KEJADIAN ISPA PENDUDUK KECAMATAN TAMAN SARI JAKARTA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KONSENTRASI NO 2, SO 2 DAN PM 10 DI UDARA AMBIENT DENGAN KEJADIAN ISPA PENDUDUK KECAMATAN TAMAN SARI JAKARTA BARAT"

Transkripsi

1 1 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KONSENTRASI NO 2, SO 2 DAN PM 10 DI UDARA AMBIENT DENGAN KEJADIAN ISPA PENDUDUK KECAMATAN TAMAN SARI JAKARTA BARAT Ruri Widowati, Budi Haryanto Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ruriwidowati99@gmail.com Abstrak Tingkat konsentrasi NO 2, SO 2, dan PM 10 di Kecamatan Taman Sari selalu mengalami peningkatan dan penurunan secara fluktuatif tahun , bahkan konsentrasi PM 10 telah melampaui baku mutu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsentrasi NO 2, SO 2 dan PM 10 di udara ambient dengan kejadian ISPA Penduduk di Kecamatan Taman Sari tahun Desain studi yang digunakan adalah studi ekologi time trend dengan metode uji korelasi dan regresi. Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan antara tingkat konsentrasi SO 2 (nilai p = 0,002) dan PM 10 (nilai p =0,031), dengan persamaan garis regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 8,2% jumlah kasus ISPA disebabkan konsentrasi SO 2 dan 1,5% jumlah kasus ISPA disebabkan konsentrasi PM 10. Sedangkan antara konsentrasi NO 2 dengan jumlah kejadian ISPA tidak ada hubungan yang bermakna (nilai p = 0,194). Tingkat konsentrasi PM 10 dan SO 2 dapat mempengaruhi kejadian ISPA. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan preventif guna mengontrol tingkat pajanan dan jumlah kejadian ISPA. THE ASSOCIATION BETWEEN LEVEL CONCENTRATION OF NO 2, SO 2 AND PM 10 IN AMBIENT WITH ARI OCCURRENCE AT RESIDENT IN TAMAN SARI DISTRICT WEST JAKARTA IN Abstract The quality of air pollution in Taman Sari district such as level concentration of NO 2, SO 2 and PM 10 always fluctuatly increase and decrease, moreover PM 10 concentration have been exceed the maximum value level. The objection of this study is to know the association between level concentration of NO 2, SO 2 and PM 10 in ambient with ARI occurrence at resident in Taman Sari district in This study used time series study with correlation and regression test method. The result of analysis indicated that level concentration of SO 2 (p value = 0,002) and PM 10 (p value = 0,014) had significant related to amount of ARI occurrence.the equation line explained that 8,2% of ARI occurrence caused by SO 2 and 1,5% of ARI occurance caused by PM 10. Meanwhile, level concentration of NO 2 didn t have significant related to ARI occurrence (p value = 0,194). The level concentration of SO 2 and PM 10 influence ARI occurrence. Therefore, the preventive actions need to do in order to control exposure level and ARI occurrence. Key Word: ARI; NO 2 concentration;so 2 concentration; PM 10 concentration

2 2 Pendahuluan Tingkat konsentrasi zat pencemar udara semakin tinggi seiring peningkatan pembangunan fisik kota, industri dan penggunaan transportasi. Polutan yang menjadi bahan pencemar udara diantaranya nitrogen dioksida (NO 2 ), sulfur dioksida (SO 2 ) dan partikulat debu (PM 10 ). Dampak ketiga zat pencemar tersebut dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah salah satu penyebab utama kematian balita di dunia akibat infeksi (WHO, 2007). Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahunnya. Hasil Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukan bahwa PMR akibat ISPA di Indonesia pada balita sebesar 28%. ISPA menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita pada tahun 2005 dengan prevalensi sebesar 50,4%. Berdasarkan hasil riskesdas tahun 2013 prevalensi ISPA nasional adalah 25%, Sebanyak 12 provinsi mempunyai prevalensi ISPA diatas prevalensi nasional, salah satunya adalah DKI Jakarta (25,2%). Berdasarkan laporan tahunan program penyakit menular dan tidak menular Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Kecamatan Taman Sari merupakan salah satu Kecamatan di Jakarta Barat yang memiliki cakupan penderita ISPA yang cukup tinggi khususnya pada balita, sejak tahun 2006 hingga tahun 2013 ISPA selalu masuk dalam distribusi 10 penyakit terbanyak. Menurut laporan dari Puskesmas Kecamatan Taman Sari, tercatat penderita ISPA pada balita tahun 2009 sebanyak 2333 kasus (57,1%) dari 4084 balita, tahun 2010 sebesar 2756 kasus (52,6%) dari 5236 balita, dan tahun 2011 sebesar 1987 kasus (44,7%) dari 2706 balita. ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk Kecamatan Taman Sari sejak tahun 2006 sampai 2013, dalam 5 tahun terakhir ISPA menduduki peringkat pertama diantara penyakit infeksi lainnya. Disamping itu, kualitas udara di Kecamatan Taman Sari untuk parameter Particulate Matter 10 (PM 10 ) selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, sejak tahun 2006 telah melampaui standar baku mutu yang sudah ditetapkan yaitu 150 µg/m 3. Sedangkan, parameter gas sulfur dioksida (SO 2 ) dan nitrogen dioksida (NO 2 ) meskipun masih dibawah baku mutu yang ditetapkan masing-masing yaitu 0,14 ppm dan 0,08 ppm, namun cenderung mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi NO 2, SO 2 dan PM 10 di udara ambient dengan kejadian ISPA penduduk Kecamatan Taman Sari tahun Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsentrasi NO 2, SO 2 dan PM 10 di Kecamatan Taman Sari; Mengetahui gambaran kejadian

3 3 ISPA penduduk Kecamatan Taman Sari; Mengetahui adanya hubungan antara konsentrasi NO 2, SO 2 dan PM 10 dengan kejadian ISPA penduduk Kecamatan Taman Sari tahun Tinjauan Teoritis Nitrogen dioksida (NO 2 ) adalah gas toksik, kelarutannya dalam air rendah, tetapi mudah larut dalam larutan alkali, karbon disulfida dan kloroform. Gas ini berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam bahkan dapat mengiritasi saluran napas pada konsentrasi 1-3 ppm (Handayani dalam Satriyani, 2012). Waktu tanggal rata-rata NO 2 di atmosfer adalah 3 hari (Fardiaz, 1992). Sumber utama nitrogen dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah pembakaran bahan bakar fosil (batubara, gas dan minyak) terutama bensin yang digunakan oleh kendaraan bermotor. Pengaruh pajanan NO 2 ditentukan oleh konsetrasi saat pajanan, proses akut atau kronik serta lama pajanan. NO 2 dapat mengiritasi hidung dan tenggorokan, terutama pada orang dengan asma, dan meningkatkan terjadinya infeksi pada saluran pernapasan. Peningkatan infeksi ini dikarenakan, NO 2 mempunyai efek toksik langsung terhadap makrofag alveolar sehingga mengurangi daya fagosit dan bakterisidal. Sulfur dioksida (SO 2 ) merupakan senyawa berbentuk gas yang tidak berwarna, sangat larut dalam air, dengan karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar di udara (Kusnoputranto, 1999). Keberadaan SO 2 di udara sangat singkat, sekitar 2-4 hari. Konsentrasi gas SO 2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia pada konsentrasi berkisar 0,3-1 ppm (Wardhana, 2004). Sumber terbesar dari SO 2 adalah pembakaran bahan bakar fosil dari pembangkit listrik (73%) dan kegiatan industri lainnya (20%) (U.S Environmental Protection Agency, 2010). Jalur pajanan SO 2 ke tubuh manusia yang utama adalah melalui inhalasi. SO 2 dapat menyebabkan iritasi terhadap saluran pernapasan, membengkaknya membran mukosa, dan dapat menghambat aliran udara pada saluran pernapasan. PM 10 merupakan partikulat debu yang memiliki ukuran diameter 10 mikron. Dalam total partikel debu yang mempunyai diameter hingga 45 mikron (TSP) terkandung 50% sampai 60% PM 10. (Peters, et al, 2000). Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan proses mekanis, seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan. PM 10 memiliki tingkat kelolosan yang tinggi dari saringan pernapasan manusia dan mampu bertahan di udara dalam waktu yang cukup lama dan bertahan disaluran pernapasan bagian atas. Partikel yang memasuki tubuh manusia

4 4 melalui sistem pernapasan dapat membuat kerusakan pada organ-organ pernapasan. Salah satu partikel dalam bentuk aerosol, uapnya dapat mengiritasi membran mukosa saluran pernapasan dan menimbulkan bronkokonstriksi. Oleh sebab itu, jika pertahanan di saluran pernapasan rusak (bulu hidung, silia, dan selaput lendir) maka kuman dengan mudah dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit ISPA. Bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, Mycoplasma, Corynebakterium Pneumonia dan Chlamydia pneumonia. Mayoritas virus penyebab ISPA adalah group Mixovirus (Orthomyxovirus: sub group influenza virus, Paramyxovirus: sub group Para Influenza virus dan Metamixovirus. Jamur penyebab ISPA antara lain Apergilus SP, Candida albicans, Hipotoplasma ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yanag diadaptasi dari Acute Respiratory Infections (ARIs) adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernapasan, mulai dari saluran pernapasan atas (hidung) sampai saluran pernapasan bawah (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga, dan pleura. Proses terjadinya infeksi akut ini sampai 14 hari (Depkes RI, 2002). Berdasarkan Lokasi anatomi Nelson (2002: ) membedakan ISPA menjadi dua yakni (1) Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPaA) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut (infeksi pada tenggorokan), uvulitis akut, rhinitis, nasofaringitis kronis, sinusitis. Infeksi saluran pernapasan atas digolongkan kedalam penyakit bukan pneumonia. (2) Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA) adalah infeksi yang telah didahului oleh infeksi saluran atas yang disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. Infeksi ini menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai dengan alveoli seperti epiglottis, laringitis, bronkhitis akut, bronkiolitis, dan pneumonia aspirasi. Jalur penularan ISPA yaitu melalui udara (air- borne diseases). Agen penyebab ISPA berupa zat polutan, bakteri, virus maupun jamur masuk ke tubuh manusia melalui perantara udara. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, sehingga udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembutkan. Efek zat polutan terhadap pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan menigkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan makrofage di saluran pernapasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan

5 5 bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan (Mukono, 2008:17). Bakteri-bakteri tersebut akan menyerang mukosa yang rusak sehingga mengakibatkan semakin banyak sekresi mukus. Hal ini dapat menyumbat saluran napas dan dapat juga menyerang saluran pernapasan bawah serta menginfeksi paru-paru sehingga menimbulkan pneumonia. Terjadinya infeksi saluran pernapasan selain disamping adanya agent penyakit, juga dipengaruhi oleh faktor dari diri (host) yaitu usia, jenis kelamin, status gizi, pemberian kapsul vitamin A, riwayat BBLR, status imunisasi, dan status ASI eksklusif. Faktor dari lingkungan yaitu kondisi fisik rumah, kepadatan hunian, penggunaan bahan bakar biomassa, asap rokok, penggunaan obat nyamuk bakar, serta tingkat pendidikan dan ekonomi. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologik deskriptif yang menggunakan desain studi ekologi time trend. Studi ekologi dilakukan berdasarkan waktu dengan memperhitungkan perbandingan kejadian suatu penyakit berdasarkan waktu yang telah ditentukan dalam satu populasi yang dibatasi secara geografis (Rothman, 1995). Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Taman Sari, pada bulan April sampai Mei Populasi dalam penelitian ini adalah semua penduduk di wilayah Kecamatan Taman Sari dengan kasus ISPA pada bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2013 yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Taman Sari. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (bersifat agregat). Pengambilan data dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa laporan bulanan jumlah kejadian ISPA penduduk Kecamatan Taman Sari dari Puskesmas Kecamatan Taman Sari dan SUDINKES Jakarta Barat serta data pengukuran kualitas udara (NO 2, SO 2 dan SPM yang dikonversikan menjadi PM 10 ) dari badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DKI Jakarta. Data yang digunakan adalah data dalam kurun waktu 8 tahun yaitu dari Januari 2006 sampai Desember Analisis data yang digunakan adalah analisis Univariat dan analisis Bivariat. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel yang

6 6 diteliti. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi dan regresi. Hasil Penelitian Tabel 1. Analisis Korelasi Konsentrasi NO 2, SO 2, dan PM 10 dengan Kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari Tahun Variabel Kejadian ISPA Tahun Konsentrasi NO 2 Konsentrasi SO 2 Konsentrasi PM 10 r Nilai p r Nilai p r Nilai p ,870 0,005* -0,540 0,899 0,308 0, ,173 0,631-0,735 0,016* 0,030 0, ,115 0,752 0,173 0,633-0,051 0, ,003* -0,651 0,022* 0,503 0, ,271 0,394-0,165 0,608 0,309 0, ,500 0,254 0,229 0,498 0,024 0, ,004 0,990-0,223 0,487 0,317 0, ,127 0,694-0,684 0,140-0,587 0,045* *signifikan (nilai p < 0,05) Berdasarkan hasil uji korelasi data bulanan antara tingkat konsentrasi NO 2 dengan jumlah kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari pada tahun 2006 terdapat hubungan yang signifikan dengan nilai p sebesar 0,05 dan nilai korelasi r sebesar 0,870. Hubungan ini menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif, artinya peningkatan tingkat konsentrasi NO 2 akan diikuti dengan peningkatan jumlah kasus ISPA. Tahun 2007 dan 2008, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara konsentrasi NO 2 dengan kejadian ISPA dengan niai p masing-masing sebesar 0,631 dan 0,752. Pada tahun 2009, didapatkan nilai p sebesar 0,003 dan nilai korelasi r sebesar 0,778. Hubungan ini merupakan hubungan yang kuat dan berpola positif, artinya peningkatan tingkat konsentrasi NO 2 akan diikuti dengan peningkatan jumlah kasus ISPA. Pada tahun 2010 samapi 2013, didapatkan kembali tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsentrasi NO 2 dengan jumlah kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari (nilai p > 0,05). Berdasarkan hasil uji korelasi data bulanan antara tingkat konsentrasi SO 2 dengan jumlah kejadian ISPA pada tahun 2006 di Kecamatan Taman Sari didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna dengan nilai p sebesar 0,899. Sedangkan pada tahun 2007, terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsentrasi SO 2 dengan jumlah kejadian ISPA dengan nilai p sebesar 0,016 dan nilai korelasi r sebesar -0,735. Hubungan ini menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola negatif, artinya peningkatan tingkat konsentrasi SO 2 akan diikuti dengan

7 7 penurunan jumlah kasus ISPA. Tahun 2008, didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi SO 2 dengan kejadian ISPA (nilai p= 0,633). Pada tahun 2009, didapatkan nilai p sebesar 0,022 dan nilai korelasi r sebesar -0,651. Hubungan ini merupakan hubungan yang kuat dan berpola negatif, artinya peningkatan tingkat konsentrasi SO 2 akan diikuti dengan penurunan jumlah kasus ISPA. Pada tahun 2010 hingga 2013, didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsentrasi SO 2 dengan jumlah kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari (nilai p > 0,05). Berdasarkan hasil uji korelasi data bulanan tingkat konsentrasi PM 10 dengan jumlah kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari pada tahun 2006 hingga 2012, didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna (nilai p > 0,05). Sedangkan pada tahun 2013, didapatkan ada hubungan yang bermakna anatara konsentrasi PM 10 dengan kejadian ISPA (nilai p = 0,045). Hubungan ini merupakan hubungan yang kuat (r=-0,587) dan berpola negatif artinya, Peningkatan tingkat konsentrasi PM 10 akan diikuti dengan penurunan kejadian ISPA. Tabel 3. Analisis Korelasi dan Regresi Konsentrasi NO 2, SO 2, dan PM 10 dengan Kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari Tahun Variabel Kejadian ISPA *r **R 2 Persamaan Garis Nilai p Keterangan NO 2 0,145 0,021 Kejadian ISPA=1086,6+3542,0*NO 2 0,194 Tidak ada hubungan bermakna SO 2-0,336 0,082 Kejadian ISPA=1752, ,2*SO 2 0,002 Ada hubungan bermakna PM 10 0,229 0,015 Kejadian ISPA=968,2+1,1 * PM 10 0,031 Ada hubungan bermakna *Hasil uji korelasi **Hasil uji regresi Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi linear antara tingkat konsentrasi NO 2 dengan jumlah kasus ISPA di Kecamatan Taman Sari selama kurun waktu delapan tahun ( ), didapatkan nilai p sebesar 0,194, sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsentrasi NO 2 dengan jumlah kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi linear tingkat konsentrasi SO 2 dengan jumlah kasus ISPA di Kecamatan Taman Sari selama kurun waktu delapan tahun ( ), didapatkan nilai p sebesar 0,002 dan nilai korelasi r=-0,336. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsentrasi SO 2 dengan jumlah kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari. Hubungan tersebut merupakan hubungan yang sedang dan berpola negatif, artinya setiap peningkatan tingkat konsentrasi SO 2 diikuti dengan penurunan jumlah

8 8 kejadian ISPA. Serta nilai koefisien determinasi sebesar 0,082 yang artinya bahwa 8,2% variasi kejadian ISPA dapat dijelaskan oleh tingkat konsentrasi SO 2. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi linear konsentrasi PM 10 dengan jumlah kasus ISPA di Kecamatan Taman Sari selama kurun waktu delapan tahun ( ), didapatkan nilai p sebesar 0,014, sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsentrasi PM 10 dengan jumlah kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari. Hubungan ini menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola positif (r=0,229), dimana peningkatan tingkat konsentrasi PM 10 akan diikuti dengan peningkatan jumlah kasus ISPA. Serta didapat nilai koefisien determinasi sebesar 0,015 yang artinya bahwa 1,5% variasi kasus ISPA dapat dijelaskan oleh tingkat konsentrasi PM 10. Berikut merupakan gambar scatter plot dari tingkat konsentrasi NO 2, SO 2, dan PM 10 dengan kejadian ISPA di Taman Sari dalam kurun waktu 8 tahun. Gambar 1. Scatter SO 2 dengan ISPA Gambar 2. Scatter SO 2 dengan ISPA Tahun Tahun

9 9 Gambar 5.38 Scatter PM 10 dengan ISPA Tahun Pada gambar 4. menunjukkan bahwa fluktuasi kasus ISPA bervariasi setiap tahunnya. Kasus ISPA meningkat drastis pada tahun Sedangkan konsentrasi NO 2 meningkat drastis setelah tahun Peningkatan dan penurunan kejadian ISPA selalu diikuti dengan peningkatan dan penurunan konsentrasi NO 2 pula. Oleh karena itu, bila dilihat grafik antara tingkat konsentrasi NO 2 dengan kejadian ISPA menunjukan arah yang signifikan. r=0,778 r=0,115 r=-0,27 r=0,50 r=-0,127 r=0,004 r=0,870 r=0,173 Gambar 4. Hubungan Tingkat Konsentrasi NO 2 dengan Kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari Tahun Pada gambar 5. menunjukkan bahwa fluktuasi kasus ISPA bervariasi setiap tahunnya. Kasus ISPA meningkat drastis pada tahun Fluktuasi tingkat konsentrasi SO 2 bervariasi juga

10 10 setiap tahunnya, dimana hampir setiap tahun mengalami peningkatan kemudian penurunan. Sehingga bila dilihat dari grafik antara tingkat konsentrasi SO 2 dengan kejadian ISPA menunjukkan arah yang tidak signifikan. (Gambar 5.29) r= 0,173 r= -0,165 r= -0,223 r= -0,735 r= -0,54 r= -0,651 r= 0,229 r= -0,684 Gambar 5. Hubungan Tingkat Konsentrasi SO 2 dengan Kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari Tahun Pada gambar 6. menunjukkan bahwa fluktuasi kasus ISPA bervariasi setiap tahunnya. Kasus ISPA meningkat drastis pada tahun Fluktuasi tingkat konsentrasi PM 10 bervariasi juga setiap tahunnya. Penurunan konsentrasi PM 10 diikuti dengan penurunan kejadian ISPA begitu juga sebaliknya, kecuali pada tahun Sehingga bila dilihat dari grafik antara tingkat konsentrasi PM 10 dengan kejadian ISPA menunjukkan arah yang signifikan.

11 11 r= 0,308 r= 0,309 r= 0,024 r= -0,587 r= 0,030 r= -0,051 r= 0,503 r= 0,317 Gambar 6. Hubungan Konsentrasi PM 10 dengan Kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari Tahun Hasil Pembahasan Hubungan Tingkat Konsentrasi NO 2 dengan ISPA. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi konsentrasi NO 2 dengan jumlah kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari selama tahun didapatkan hubungan yang tidak bermakna (nilai p = 0,194 dan r= 0,145). Namun, bila dilihat berdasarkan hubungan per tahun didapatkan hubungan yang bermakna antara konsentrasi NO 2 dengan kejadian ISPA yaitu pada tahun 2006 dan Pada tahun 2006 hubungan bermakna tersebut (nilai p = 0,005) menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif (r= 0,870) artinya, peningkatan tingkat konsentrasi NO 2 akan diikuti dengan peningkatan kejadian ISPA. Pada tahun 2009 hubungan bermakna tersebut juga (nilai p =0,003) menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif (r=0,778), dimana peningkatan tingkat konsentrasi NO 2 maka akan diikuti dengan peningkatan kejadian ISPA. Sedangkan pada tahun 2007, 2008 dan didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara konsentrasi NO 2 dengan kejadian ISPA (nilai p > 0,05). Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat konsentrasi NO 2 mempengaruhi angka kejadian ISPA, hal tersebut dikuatkan dengan rata-rata konsentrasi ISPA pada tahun 2009 yang tinggi dan hampir mencapai nilai baku mutu (0,08 ppm). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Zhang, et al. di Beijing selama 6 tahun mengenai hubungan antara konsentrasi polutan udara (particulate matter, SO 2, NO 2 ) dengan tingkat kematian karena penyakit kardiovaskular atau gangguan pernapasan.

12 12 Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan, bahwa NO 2 memiliki pengaruh terbesar pada kematian karena gangguan saluran pernapasan (Zhang, et al, 2011). Selain itu, penelitian di Hongkong juga menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara kunjungan penderita saluran pernapasan atas atau upper respiratory tract diseases (URTI) dengan pengingkatan konsentrasi NO 2, O 3, PM 10, dan PM 2,5. Dimana polutan yang paling berisiko tinggi adalah NO 2 (3.0%) (Wong, et al, 2005). Berdasarkan teori tersebut, seharusnya tingkat konsentrasi NO 2 memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA di setiap tahunnya selama tahun , namun dari hasil analisis didapatkan tidak selalu menunjukkan hubungan yang bermakna. Hal ini dikarenakan konsentrasi NO 2 di Kecamatan Taman Sari masih tergolong rendah dan jauh dari baku mutu, dapat juga karena waktu tinggal rata-rata NO 2 di udara yang relatif singkat yaitu hanya 3 hari (Fardiaz, 1992). Selain itu, konsentrasi NO 2 belum tentu menjadi faktor utama yang menyebabkan kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari. Namun juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti kepadatan penduduk, pemukiman yang kumuh atau tidak sehat, kondisi fisik rumah, riwayat kesehatan, daya tahan tubuh serta faktor meteorologi seperti iklim, kelembaban, curah hujan,kecepatan angin, dan radiasi matahari. Oleh sebab itu, perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan faktor risiko yang berbeda untuk mengetahui pengaruh pemaparan NO 2 dengan kejadian ISPA. Hubungan Tingkat Konsentrasi SO 2 dengan ISPA. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi konsentrasi SO 2 dengan jumlah kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari selama kurun waktu delapan tahun dari tahun didapatkan hubungan yang bermakna (nilai p = 0,002), namun hubungan tersebut berpola negatif dan berkorelasi lemah (r= -0,336), dimana setiap peningkatan tingkat konsentrasi SO 2 akan diikuti dengan penurunan kejadian ISPA. Serta didaptkan koefisien determinasi 0,082 artinya bahwa 8,2% variasi proporsi kejadian ISPA dapat dijelaskan oleh tingkat konsentrasi SO 2. Sisanya, sebesar 91,8% dijelaskan oleh faktor-faktor lain penyebab kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis uji korelasi per tahun didapatkan hubungan yang bermakna antara konsentrasi SO 2 dengan kejadian ISPA pada tahun 2007 dan Pada tahun 2007, hubungan yang bermakna tersebut (nilai p = 0,016) menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola negatif (r= -0,735). Begitu juga pada tahun 2009 didapatkan hubungan yang

13 13 bermakna antara konsentrasi SO 2 dengan kejadian ISPA (nilai p = 0,022) hubungan tersebut menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola negatif (r= -0,651). Sedangkan pada tahun 2006, 2008 dan tahun , didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna (nilai p > 0,05). Hasil ini tidak sesuai dengan teori dan penelitian-penelitian yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi SO 2 akan diikuti dengan peningkatan jumlah kasus penyakit pernapasan. Penelitian yang dilakukan Linares, et al. di Salamanca, Meksiko didapatkan hubungan yang signifikan antara SO 2 dengan gejala penyakit pernapasan yaitu wheezing (OR=1,213) dan ISPA (OR= 1,052) pada setiap kenaikan konsentrasi sebanyak 10 µg/m 3 (Linares, et al, 2010). Penelitian di Palemo, Italia membuktikan bahwa polutan SO 2 dapat meningkatkan risiko kesehatan terutama pada saluran pernapasan sebesar 4,4% (Tramuto, et al, 2011). Sulfur dalam bentuk SO 2 dapat mengiritasi sistem pernapasan, pada paparan yang tinggi dalam waktu singkat mempengaruhi fungsi paru-paru (Saputra, 2009). Berdasarkan teori tersebut, seharusnya tingkat konsentrasi SO 2 memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA di setiap tahunnya selama tahun , namun dari hasil analisis didapatkan tidak selalu menunjukkan hubungan yang bermakna. Hal ini kemungkinan dikarenakan konsentrasi SO 2 di Kecamatan Taman Sari selama tahun masih tergolong rendah dan jauh di bawah baku mutu (0,14 ppm) yang dikarenakan sumber utama penghasil SO 2 seperti industri jumlahnya sedikit di Kecamatan Taman Sari. Keberadaan SO 2 di udara juga sangat tergolong singkat hanya 2-4 hari (Wardhana, 2004), pajanan dengan konsentrasi rendah dalam waktu singkat tersebut tidak memberikan pengaruh yang bermakna pada kesehatan pernapasan. Hubungan Tingkat Konsentrasi PM 10 dengan ISPA. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi antara konsentrasi PM 10 dengan kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari selama tahun didapatkan hubungan yang bermakna (nilai p = 0,031) hubungan tersebut menunjukkan hubungan sedang dan berpola negatif (r= 0,229), dimana peningkatan tingkat konsentrasi PM 10 akan diikuti dengan peningkatan kejadian ISPA. Serta didapatkan koefisien determinasi 0,015 artinya bahwa 1,5% variasi proporsi kejadian ISPA dapat dijelaskan oleh tingkat konsentrasi PM 10. Sisanya, sebesar 98,5% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan ISPA.

14 14 Berdasarkan hasil uji korelasi per tahun dari tahun didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara konsentrasi PM 10 dengan jumlah kejadian ISPA (nilai p > 0,05). Sedangkan pada tahun 2013 didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat konsentrasi PM 10 dengan jumlah kejadian ISPA (nilai p= 0,045 dan r= -0,587). Tidak adanya hubungan pada korelasi tahunan hampir setiap tahunnya kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan dan ketidaklengkapan jumlah data yang diperoleh disetiap bulannya, sehingga tidak dapat merepresentasikan hal yang terjadi sebenarnya. Adanya hubungan pada hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anthony di pemukiman sekitar kawasan pertambangan granit Karimun yang menunjukkan bahwa kadar PM 10 sebesar 90 µg/m 3 meningkatkan risiko balita terkena ISPA sebesar 4,01 kali dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan kadar PM 10 lebih kecil dari 90 µg/m 3 (Anthony, 2008). Penelitian yang dilakukan Wong, et al. juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kunjungan penderita saluran pernapasan atas atau upper respiratory tract diseases (URTI) dengan peningkatan NO 2, O 3, PM 10, dan PM 2,5 (Wong et al, 2005). Studi di Palemo, Italia membuktikan bahwa PM 10 dapat meningkatkan resiko kesehatan terutama pada saluran pernapasan sebesar 2,2% (95% CI : 1,3-3,1) (Tramuto et al, 2001). Konsentrasi PM 10 merupakan partikulat yang respirable dan memiliki probabilitas yang tinggi untuk dapat masuk ke saluran pernapasan bagian bawah karena diameter yang lebih kecil ( 10 mikron) secara potensial dapat melewati saluran napas bagian atas (Koren, 2003). Selain itu, waktu tinggal partikulat debu juga relatif lama di udara. oleh karena itu bila terhirup PM 10 akan menyebabkan gangguan kesehatan pada saluran pernapasan. Sehingga PM 10 dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab kejadian ISPA di Kecamtan Taman Sari. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Hubungan antara tingkat konsentrasi NO 2, SO 2 dan PM 10 dengan kejadian ISPA penduduk Kecamatan Taman Sari tahun dapat disimpulkan bahwa : (1) Selama kurun waktu delapan tahun rata-rata tingkat konsentrasi NO 2 dan SO 2 di Kecamatan Taman Sari masih dibawah nilai baku mutu yaitu, masing-masing 0,011 ppm dan 0,0077 ppm. Sedangkan tingkat konsentrasi PM 10 telah melampaui nilai baku mutu, yaitu 212,4 µg/m 3 (2) Rata-rata Kejadian ISPA di Kecamatan Taman Sari adalah sebanyak 1207,94 kasus, dengan rata-rata terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 6426 kasus dan rata-

15 15 rata kasus tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu kasus (3) Tingkat konsentrasi NO 2 tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan jumlah kejadian ISPA (nilai p = 0,194 ; r= 0,145). Sedangkan Tingkat konsentrasi SO 2 memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA (nilai p = 0,002 ; r= -0,336) dengan nilai koefisien determinasi ± 0,082 artinya, persamaan garis yang diperoleh dapat menerangkan 8,2% variasi kasus ISPA. Sisanya 91,8% dipengaruhi oleh faktor lain. Tingkat konsentrasi PM 10 memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA (nilai p = 0,031 ; r= 0,229) dengan nilai koefisien determinasi ± 0,015 artinya, persamaan garis yang diperoleh dapat menerangkan 1,5% variasi kasus ISPA, sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Saran Hasil penelitian ini menemukan hubungan antara tingkat konsentrasi PM 10 dengan jumlah kejadian ISPA, maka beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan untuk upaya pencegahan dan pengendalian adalah (1) Untuk menurunkan tingkat pencemaran udara yang berasal dari sektor trasnportasi adalah dengan meningkatkan pajak kendaraan. Dengan meningkatnya pajak tersebut, diharapkan dapat menekan laju pertambahan kendaraan pribadi dan masyarakat dapat beralih menggunakan trasnportasi umum. Sehingga pencemaran udara yang bersumber dari kendaraan pun dapat diminimalisir. (2) Oleh karena sumber utama partikulat debu (SPM) di Kecamatan Taman Sari adalah kendaraan bermotor, uji emisi kendaraan sebaiknya dilakukan secara berkala dan berkelanjutan setiap tahun, terutama pada kendaraan dengan bahan bakar diesel atau solar yang banyak mengemisikan SPM, agar tingkat pencemaran udara pada sumbernya dapat terkontrol dan mudah untuk dikendalikan sehingga konsentrasi zat pencemar tidak meningkat. (3) Diharapkan program bahan bakar rendah polusi yaitu bahan bakar gas (BBG) sebagai pengganti bahan bakar minyak (BMM) semakin digalakkan dan dipromosikan, untuk mendukung program perlu difasilitasi dengan menambah jumlah SPBU yang menyediakan BBG. (4) Jumlah pepohonan dan tanaman penyerap polusi perlu ditambah di sepanjang jalan raya terutama daerah yang sering terjadi kemacetan dan tigkat polusinya tinggi. Peran serta BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan masyarakat sangat diharapkan agar program dapat terealisasi. (5) Sebaiknya jalan raya yang sudah rusak diperbaiki, karena merupakan salah satu penyumbang partikel debu dari gesekan ban selain itu juga untuk mengurangi kemacetan yang dapat meningkatkan konsentrasi zat pencemar. Diharapkan dinas Pekerjaan umum berkontribusi dalam mendukung usaha ini. (6) Kualitas dan kuantitas fasilitas kendaraan umum sebaiknya lebih ditingkatkan. Perlu diakukan

16 16 peremajaan pada kendaraan umum yang kurang layak, hal ini agar konsentrasi zat pencemar yang dihasilkan pun menurun, selain itu dengan fasilitas kendaraan umum yang baik, diharapkan masyarakat beralih menggunakan kendaraan umum. (7) Program promosi atau sosialisasi kesehatan yang dilakukan dinas setempat perlu dilakukan secara berkesinambungan mengingat tingginya kasus ISPA di Kecamatan Taman Sari, seperti melakukan standarisasi rumah sehat bagi penduduk, penyuluhan mengenai PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), serta menggalakan program imunisasi khususnya pada balita untuk membentuk daya tahan tubuh yang kuat. (8) Pemerintah pusat diharapkan memberikan anggaran untuk penambahan statsiun pemantau kualitas udara yang minim agar berbagai pihak menjadi mudah dalam mendapatkan informasi dari berbagai wilayah. (9) Diharapkan antara BMKG (badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika) dengan Sudinkes Jakarta Barat menjalin komunikasi dan koordinasi untuk saling menukar informasi terkait hasil pengukuran serta pemantauan kualitas udara dan iklim yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. (10) Perlu dilakukannya penelitian lanjutan menggunakan, desain studi, lokasi dan variabel yang berbeda. Penelitian disarankan tidak hanya menggunakan variabel zat pencemar saja melainkan dengan variabel lainnya seperti, karakteristik individu, kondisi fisik dan lingkungan rumah, serta kondisi meteorologi (iklim, kelembaban dll) yang diduga memiliki hubungan dengan kejadian ISPA. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan rentang waktu yang lebih lama dari delapan tahun, 10 tahun ke atas, karena berdasarkan statistik kemungkinan akan lebih terlihat dampaknya jika waktunya lebih lama. Daftar Referensi Anthony, F. (2008). Partikulat Debu (PM10) dalam Rumah dengan Gangguan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita: Studi di Pemukiman Sekitar Kawasan Pertambangan Granit Kecamatan Meral Kabupaten Karimun. Tesis FKM UI. Ardiansyah. (2005). Studi Ekologik Hubungan antara Kualitas Udara Ambien (NO 2, SO 2, TSP) dengan Kejadian Penyakit ISPA di Lima Kecamatan Jakarta Bulan Mei- Desember tahun Skripsi FKM UI. Chen, et al. (2008). Short-term Effects of Ambient Gaseous Pollutants and Particulate Matter on Daily Mortality in Shanghai, China. Journal of Occupational Health, Volume 50: Chiusolo, et al. (2011). Short-Term Effects of Nitrogen Dioxide on Mortality and

17 17 Susceptibility Factor in 10 Italian Cities: The Epi Air Study. Environmental Health Perspectives EPA USA National Ambient Quality Standards for Oxides of Sulfur during Period (diakses tanggal , pukul WIB) Depkes RI Informasi tentang ISPA pada Anak Balita. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Depkes RI. (2002). Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta: Ditjen PPMPLP. Fardiaz, Srikandi. (1992). Polusi Air dan Udara. Yogyakarta. Kanisius Handayani, Diah. (2003). Pengaruh Inhalasi NO 2 terhadap Kesehatan Paru. Cermin Dunia Kedokteran No. 138, 2003 Kusnoputranto, (1995). Pengantar Toksikologi Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Laporan Bulanan Pengukuran Konsentrasi NO 2, SO 2, dan SPM di stasiun Glodok, Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika Linares, et al. (2010). Impact of Air Pollution on Pulmonary Function and Respiratory Symptoms in Children: Longitudinal Repeated-Measures Study. BMC Pulmonary Medicine 10:62. Mukono, H. (2003). Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Surabaya: Universitas Airlangga press. Peters, et al. (2000). Associations Between Mortality and Air Pollution in Central Europe. Environ Health Perspect 108: (diakses pada tanggal, , pukul WIB) Satriani, Eka. (2012). Tinjauan tentang Kualitas Udara Ambien (NO 2, SO 2, Total Suspended Particulate Matter) terhadap Kejadian ISPA di Kota Bekasi Tahun Skripsi FKM UI. Suma mur. (1991). Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Haji Mas Agung. Tramuto, et al. (2011). Urban Air Pollution and Emergency Room Admissions for Respiratory Symptoms: a Casecrossover study in Palemo, Italy. Biomed Central U.S. Environmental Protection Agency. (2010). Nitrogen Dioxide. (diunduh pada April 2014, pukul WIB) U.S. Environmental Protection Agency. (2010). Sulfur Dioxide. (diunduh pada April 2014, pukul WIB) Wardhana, Arya. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta

18 18 World Health Organization. (2002). Acute Respiratory Infection. (diakses tanggal 04 April 2014, pukul WIB) World Health Organization. (2007). Infection Prevention and Control of Epidemic and Pandemic Prone Acute Respiratory Diseases in Health Care. (diakses tanggal 04 April 2014, pukul WIB) Wong, et al. (2005). Association Between Air Pollution and General Practitioner Visit for Respiratory Diseases in Hongkong. International Journal of Respiratory Medicine, Thorax 2006; 61(7):

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi makhluk hidup lainnya (UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia saat ini meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran lingkungan terutama

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2010, telah menggunakan IRA sebagai istilah dalam pembahasannya tentang penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Namun pembangunan industri dengan berbagai macam jenisnya tentunya memiliki dampak positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Manusia perlu suplai udara, makanan, minuman, tempat untuk bernaung, tempat

Lebih terperinci

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Hubungan antara Polusi Udara Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia Balita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut 2.1.1 Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS UDARA AMBIEN NO2, SO2, PM10 DENGAN KEJADIAN ISPA DI KOTA MEDAN TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS UDARA AMBIEN NO2, SO2, PM10 DENGAN KEJADIAN ISPA DI KOTA MEDAN TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS UDARA AMBIEN NO2, SO2, PM10 DENGAN KEJADIAN ISPA DI KOTA MEDAN TAHUN 2013-2016 SKRIPSI OLEH : NURMANNA WASSALWA ANNAS NIM. 131000620 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau lebih substansi/ polutan di atmosfer (ambien) dalam jumlah tertentu yang dapat membahayakan atau mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut, 10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas dan bawah, Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan peradangan atau infeksi pada bronkiolus dan alveolus di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan Ball,2003). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode potong lintang (cross sectional study) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dinamika hubungan atau korelasi

Lebih terperinci

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA Ema Mayasari Stikes Surya Mitra Husada Kediri Email: eyasa@ymail.com Penyakit ISPA terjadi bukan hanya karena infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen lingkungan yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat berlangsung tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring tetapi kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah bayi dan balita merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus mendapat perhatian, karena akan sangat menentukan dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan penyakit pada manusia, salah satunya adalah terjadinya ketidakseimbangan antara hubungan tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyebaran suatu penyakit merupakan akibat dari hubungan interaktif antara manusia dan lingkungannya. Agent penyakit dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi memberikan dampak yang besar bagi kelangsung hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling banyak terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL 1) Made Ulandari 1) Bagian Epidemiologi FKM Unismuh Palu ABSTRAK Latar Belakang : Infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin bertambahnya aktivitas manusia di perkotaan membawa dampak semakin sulitnya pemenuhan tuntutan masyarakat kota akan kesejahteraan, ketentraman, ketertiban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia saat ini dan sering terjadi pada anak - anak. Insidens menurut kelompok umur

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka 2.1.1. ISPA a. Definisi ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang

Lebih terperinci

Kata Kunci: anak, ISPA, status gizi, merokok, ASI, kepadatan hunian

Kata Kunci: anak, ISPA, status gizi, merokok, ASI, kepadatan hunian ABSTRAK FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA SISWA TAMAN KANAK-KANAK DI KELURAHAN DANGIN PURI KECAMATAN DENPASAR TIMUR TAHUN 2014 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DAN FAKTOR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA WAY HUWI PUSKESMAS KARANG ANYAR KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2012 Ernawati 1 dan Achmad

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang bersih adalah kebutuhan dasar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Namun, polusi udara masih menjadi ancaman nyata bagi kesehatan di seluruh dunia.

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH PUSKESMAS DTP CIGASONG A. Pendahuluan Infeksi Saluran Pernapasan Akut () merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1). BAB 1 :PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok telah membunuh 50 persen pemakainya, hampir membunuh enam juta orang setiap tahunnya yang merupakan bekas perokok dan 600.000 diantaranya adalah perokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Defenisi Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN Militia K. Wala*, Angela F. C. Kalesaran*, Nova H. Kapantow* *Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang merupakan hak dasar dan tidak bisa diganggu gugat dalam keadaan apapun. Namun dalam kenyataannya keadaan

Lebih terperinci