BAB I PENDAHULUAN. diterjemahkan sebagai bentuk oposisi, misalnya siang-malam, lelaki-perempuan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. diterjemahkan sebagai bentuk oposisi, misalnya siang-malam, lelaki-perempuan,"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitab suci Al-Quran secara terang menyampaikan bahwa Allah menciptakan segala sesuatunya berpasang-pasangan. Konsep berpasangan tersebut sering diterjemahkan sebagai bentuk oposisi, misalnya siang-malam, lelaki-perempuan, sehat-sakit, lapang-sempit, sukses-gagal, dan lain sebagainya. Hal itu menunjukkan adanya relasi atau hubungan makna perlawanan. Tidak terkecuali dalam bidang bahasa, perlawanan makna antarbentuk pasangan bisa diketahui dan dikaji secara ilmiah. Setiap unit kebahasaan selalu memiliki hubungan makna. Hubungan makna tersebut atau yang biasa dikenal dengan istilah relasi makna setidaknya tersebar dalam hal kesamaan (sinonim), perlawanan (antonim), kegandaan (polisemi atau ambiguitas), ketercakupan (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi) (Chaer, 1995:82). Relasi makna tersebut memudahkan penutur suatu bahasa untuk mengekspresikan ide atau pesan melalui tuturan. Selain itu, fungsi-fungsi bahasa seperti, misalnya, yang digagas oleh Halliday atau Jakobson menjadi semakin mudah direalisasikan. Beberapa ahli bahasa seperti Cruse (1986: 197) dan Lyons (1979: 271) menyampaikan beberapa karakteristik menarik tentang perlawanan makna. Pertama, Cruse menyampaikan, Of all the relations of sense that semanticists propose, that of oppositeness is probably the more readily 1

2 apprehended by ordinary speakers. Dari semua hubungan makna dalam Semantik, perlawanan makna lebih mudah dipahami secara praktis oleh penutur suatu bahasa. Memberikan contoh penggunaan perlawanan makna akan lebih mudah dipahami daripada menjelaskan definisinya. Kedua, Lyons menuturkan bahwa dalam bahasa Inggris, mungkin juga bahasa lain, perlawanan makna mampu disusun dari unit kebahasaan terkecil, yakni morfem, melalui proses morfologi. Tidak ada afiksasi yang mampu membangun hubungan makna yang lain. Ketiga, Cruse menyampaikan, Opposites possess a unique fascination, and exibit properties which may appear paradoxical. Cruse mengatakan demikian karena perlawanan makna mampu menyatu dalam beberapa dimensi makna misalnya temperatur, jarak, ruang, dan waktu untuk menjelaskan perlawanan maknanya. Sebagai contoh hot >< cool yang bisa dimaknai dalam dimensi temperatur sekaligus makna yang lebih luas darinya, yakni sifat seseorang. Sehingga hal tersebut menyebabkan perlawanan makna tampak misterius untuk diketahui. Keempat, perlawanan makna memunculkan penggunaan bahasa yang efisien dan padat makna. Hal ini akan dibahas lebih mendalam pada bagian fungsi perlawanan makna. Beberapa karakteristik menarik tentang perlawanan makna di atas membuka jalan untuk penulis membahas lebih mendalam aneka konsep perlawanan makna. Menurut Verhaar (dalam Chaer, 1995:88), makna yang berlawanan adalah ungkapan (biasanya berupa kata tetapi bisa juga dalam bentuk frase atau kalimat) 2

3 yang maknanya diangap berkebalikan dengan makna ungkapan lain. Beberapa ahli bahasa memberikan istilah berbeda. Lyons (1979:271) menyatakan The standard of technical term for oppositeness of meaning between lexeme is antonymy. Oppositeness bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai perlawanan. Dalam hal ini, perlawanan yang dimaksud adalah perlawanan makna bukan perlawanan kata. Keberlawanan tersebut, oleh Lyons, diacukan pada istilah antonimi. Selain Lyons yang menyebut demikian, Lobanova, dkk (2009) juga menggunakan istilah yang sama untuk menyatakan makna berlawanan atau kontras yang mengarahkan pemahaman atas makna berkebalikan yang bersifat mutlak. Misalnya laki-laki dan perempuan yang keduanya memiliki makna yang mutlak berlawanan. Meskipun demikian, kedua kata tersebut memungkinkan pula untuk memiliki makna gradasi dalam bentuk kata sifatnya yang menunjukkan adanya tingkatan makna yang juga berlawanan, agak perempuan dan agak lakilaki, atau sangat perempuan dan sangat laki-laki. agak dan sangat memiliki tingkatan makna yang berbeda. Konsep perlawanan makna ini pada dasarnya tidak saling mematahkan makna antarunit kebahasaan. Melainkan, konsep tersebut memungkinkan untuk saling menguatkan dan meneguhkan makna yang dikandungnya di dalam suatu kalimat. Bahkan konsep tersebut memungkinkan pula terbentuknya bahasa yang sederhana, ringkas, dan memiliki pilihan kata yang tepat untuk mencerminkan kepadatan makna yang biasa tertuang dalam bentuk epigram. Misalnya, pasangan 3

4 kata berlawanan antara life><death yang bisa digunakan dalam kalimat In Life and Death, I am next to you Hidup-mati aku akan selalu bersamamu oleh William Shakespeare. Kalimat tersebut mencerminkan bentuk yang ringkas untuk makna kapanpun, di manapun, dalam kondisi apapun, aku akan selalu bersamamu. Epigram lain yang akhir-akhir ini populer di kalangan warga Yogyakarta Pejah-Gesang Nderek Sultan Hidup-Mati Ikut Sultan juga mengandung konsep perlawanan makna. Dalam hal ini, konsep perlawanan makna memiliki peran sentral pula untuk membangun makna yang luas dalam kata-kata yang ringkas. Pejah-Gesang mengandung makna pilihan dan kesetiaan seorang pengikut kepada yang diikuti (sultan). Kata-kata tersebut pula yang mewakili makna yang lebih luas seperti yang dijelaskan di awal paragraf. Epigram menghadirkan seni berbahasa yang kini begitu lazim digunakan dalam berbagai kegiatan. Lebih jauh, epigram tidak hanya berisi kata-kata yang maknanya saling mendukung (sinonimi) untuk membangun makna secara utuh tetapi berisi pula kata-kata yang berlawanan makna untuk semakin mempertegas makna yang akan disampaikan. Kata-kata yang berlawanan makna tersebut tersirat dalam berbagai variasi tataran unit kebahasaan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menelaah lebih dalam aneka konsep perlawanan makna yang terdapat dalam epigram berbahasa Inggris dengan tujuan mengembangkan dan meneguhkan teori yang telah disusun oleh para linguis. 4

5 Bahasa Inggris dipilih dengan alasan bahwa bahasa tersebut mengandung perlawanan makna dari tataran unit kebahasaan dari yang terkecil, yakni morfem, hingga tataran kalimat. Peran epigram sebagai wadah konsep perlawanan makna memberikan peluang untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi bahasa. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang disampaikan di atas, penelitian di dalam tesis ini membahas beberapa rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah tataran unit kebahasaan yang mengandung perlawanan makna dalam epigram berbahasa Inggris? 2. Bagaimanakah aneka konsep perlawanan makna yang terdapat dalam epigram berbahasa Inggris? 3. Bagaimanakah fungsi perlawanan makna dalam epigram berbahasa Inggris? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian dalam tesis ini akan menjawab beberapa rumusan permasalahan yang ditemui yakni sebagai berikut. 1. mendeskripsikan tataran unit kebahasaan yang mengandung perlawanan makna dalam epigram berbahasa Inggris, 2. memaparkan aneka konsep perlawanan makna yang terdapat dalam epigram berbahasa Inggris, dan 3. memaparkan fungsi perlawanan makna dalam epigram berbahasa Inggris. 5

6 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini menghasilkan manfaat teoretis dan praktis. Secara teoretis, pengetahuan tentang perlawanan makna pada epigram berbahasa Inggris memberikan manfaat sebagai berikut: 1. memberikan pengetahuan tambahan dalam ilmu tata bahasa terutama dalam hal relasi makna berlawanan dan makna yang terkandung di dalam kalimat, 2. memberikan pengetahuan umum tentang signifikansi dan fungsi komunikatif relasi makna berlawanan berbahasa Inggris dalam pembelajaran bahasa Inggris. Sementara itu, penelitian ini juga memberikan manfaat praktis, sebagai berikut: 1. membantu para pembelajar bahasa Inggris mempelajari esensi penggunaan relasi makna berlawanan di dalam satu kalimat, 2. melengkapi pengetahuan Semantik pembelajar dalam memahami relasi makna berlawanan berbahasa Inggris. 1.5 Tinjauan Pustaka Dewasa ini, kajian mengenai relasi makna berlawanan semakin marak dikembangkan. Berbagai jurnal ilmiah membahas komponen perlawanan makna, yang selama ini diketahui, yakni makna gradasi dan makna biner/mutlak. Lobanova, dkk. (2009) melalui logika Algoritma menekankan bahwa relasi makna berlawanan di dalam ilmu bahasa tidak ubahnya dengan logika matematika dalam 6

7 ilmu Algoritma. Dalam pendefinisian antonimi, ilmu Algoritma mengenal nilai gradasi yang terdapat dalam bilangan natural. Lobanova, dkk. memberikan contoh pada angka 1 yang merupakan lawan dari 2, 3, 4, dan sebagainya yang menunjuk makna selain satu. Begitu pula angka 2 merupakan opisisi dari angka selain angka 2. Sehingga pasangan nilai bertentangan tidak ditunjukkan pada angka lawan angka tetapi angka lawan beberapa angka. Oleh karena itu, Lebanova, dkk. meyakini bahwa relasi makna bertentangan merupakan relasi makna gradasi. Berbeda dengan Lebanova, dkk, Begley (2012), melalui sebuah penelitian menggunakan contoh kata free, menyatakan bahwa makna berlawanan pada dasarnya adalah hubungan dua kata atau frasa yang bersifat duality atau memiliki dua kutub yang berbeda. Misalnya, dalam konteks teknologi, makna kata free berantonim dengan makna kata commercial (free >< commercial / gratis >< berbayar ), dalam bidang ekonomi free >< limited bebas >< terbatas, dalam istilah umum free >< busy waktu longgar >< waktu sibuk/padat, dan dalam istilah ilmu sejarah dan sosial free >< enslaved setara >< diperbudak. Menurut padangan Begley, perbedaan pasangan antonimi dari kata free dipengaruhi oleh penggunaan makna kata oleh penutur yang disematkan pada kata yang sama tetapi berbeda makna, dalam hal ini adalah kata free sehingga hal tersebut memunculkan lawan makna yang berbeda pada masing-masing bidang ilmu bukan bersifat gradasi. Oleh karena itu, Begley memberikan kesimpulan 7

8 bahwa keberadaan makna gradasi dalam relasi makna berlawanan dikarenakan ketiadaan kosakata yang mampu mewakili makna yang dimaksud oleh penutur suatu bahasa. Hal ini bertentangan dengan pendapat Lobanova, dkk. De Paoli, dkk (2012), melalui jurnalnya, mengetengahkan pandangan banyak pihak, bahkan akademisi, tentang makna free yang berlawanan dengan commercial. Pasangan kata tersebut tidak serta merta bisa digunakan secara komprehensif bila digabungkan dengan kata lain atau membentuk sebuah frasa. Hal ini mengindikasikan bahwa De Paoli, dkk meyakini bahwa pasangan kata yang secara umum dianggap berlawanan tersebut ternyata tidak demikian dalam semua konteks. Jurnal tersebut memaparkan penggunaan frasa free software dan commercial software yang mengarah pada makna free yang berarti gratis sedangkan commercial yang berarti berbayar. Menurut De Paoli, dkk kedua istilah tersebut tidaklah bertentangan. In fact, with our empirical, qualitative and bottom-up analysis of the GRASS and OpenSolaris cases we show that the opposition between FLOSS (Free/Libre Open Source Software) and commercial software is not grounded in current FLOSS development practices and discourses (De Paoli, dkk; 2012). Istilah free software merupakan salah satu tahap dari proses penyempurnaan software yang diluncukan kepada konsumen untuk diujicobakan kesempurnaannya sementara commercial software merupakan tahap akhir dari pembuatan software yang kemudian diperjual-belikan di masyarakat. Sehingga, dalam penggunaannya, tidak semua kata bertentangan 8

9 memiliki makna yang bertentangan bila telah mengalami proses morfologi struktur unit kebahasaannya. Pustaka berikutnya mengenai perlawanan makna adalah penelitian yang dilakukan oleh Weaver, dkk (2012) mengenai fungsi komunikatif penggunaan kata bermakna berlawanan di dalam suatu kalimat untuk mempengaruhi persepsi masyarakat. Jurnal ini membahas keberterimaan slogan atau jargon yang digunakan untuk memasarkan suatu produk. Masyarakat atau konsumen cenderung untuk lebih mengingat slogan yang bersifat padat, jelas, dan penuh makna daripada slogan yang panjang dan bertele-tele. Sementara itu, pasangan kata yang berlawanan dianggap sebagai pilihan kata yang padat dan mampu menyampaikan pesan yang diinginkan produsen. Sehingga Weaver memberikankesimpulan bahwa kata-kata berlawanan makna yang digunakan secara bersama-sama memberikan kesan dan pesan kuat atau memiliki fungsi komunikatif yang signifikan untuk mempengaruhi pola pikir manusia dan terekam dengan baik di dalam memorinya. Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Lobanova, dkk; Begley; dan De Paoli, dkk memberikan pandangan bahwa teori tentang konsep perlawanan makna masih memunculkan ruang untuk dielaborasi lebih dalam. Meskipun demikian, Lyons (1979:270), Leech (2003:135), dan Chaer (1995:88) telah memaparkan bahwa relasi makna berlawanan tidak hanya memiliki satu dimensi perlawanan saja, baik gradasi atau pun mutlak tetapi memiliki kedua dimensi tersebut. Keberadaan 9

10 konteks yang dipaparkan oleh Begley dan De Paoli, dkk memperkaya khasanah teori relasi tersebut sebagai salah satu kajian Semantik. Selain konsep perlawanan makna sebagai ilmu, kebermanfaatan secara praktis guna mendukung teori fungsifungsi bahasa juga perlu dipaparkan. Oleh Karena itu, penulis tertarik untuk turut serta memperkaya khasanah kajian perlawanan makna sebagai bentuk bahasa dan fungsi komunikatif untuk menyampaikan pesan yang mudah diingat oleh pembaca melalui epigram. Hal terakhir yang disebutkan merupakan pembeda tesis ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yakni mengolaborasikan konsep perlawanan makna dengan fungsi bahasa untuk mendapatkan gambaran konsep perlawanan makna yang digunakan untuk menyampaikan pesan secara sederhana, ringkas, dan saling menguatkan makna. 1.6 Landasan Teori Dari penjelasan tentang latar belakang penulisan tesis, rumusan masalah, tinjauan pustaka, maka berikut ini merupakan paparan teori-teori yang terkait dengan inti permasalahan dan pemecahan masalah dalam tesis ini. Lebih jauh, teori-teori berikut ini memberikan definisi, batasan, dan titik tolak untuk menganalisis data-data penelitian yang telah didapatkan Epigram Dalam konteks kehidupan sehari-hari, bahasa merupakan cermin tata susila masyarakat (Samsuri, 1991). Semakin tinggi dan baik bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat, semakin tinggi pula peradaban 10

11 masyarakat tersebut. Hal ini mengindikasikan adanya interelasi bahasa dengan lingkungan di sekitarnya. Interelasi ini oleh beberapa ahli disebut sebagai wacana (Wood dan Kroger, 2000:4). Lebih jauh, Baryadi (2002:2) menegaskan bahwa dalam konteks tata bahasa, wacana merupakan satuan lingual tertinggi karena mencakup kalimat, gugus kalimat, paragraf, penggalan wacana, dan wacana utuh. Artinya bahwa keterikatan antarsatuan kebahasaan di dalam wacana cukup kuat dan saling mendukung serta dibuat sedemikian rupa sehingga wacana menjadi berbeda dengan kumpulan kalimat dalam percakapan sehari-hari. Halliday dan Hasan (1979) via Yule (1998:190) menjelaskan gagasan bahwa di dalam wacana terdapat jaringan pengikat kalimat yang membangun makna sehingga pendengar atau pembaca mampu membedakan wacana dan kumpulan kalimat. Karena wacana merupakan suatu sistem kebahasaan yang saling terikat padu, maka menjadi mudah bagi penutur untuk mengekspresikan rangkaian kata-kata yang berisi pesan atau makna yang mudah diingat, ringkas, sederhana, dan memiliki nilai dalam jangka waktu yang lama. Rangkaian kata-kata tersebut disebut sebagai epigram. Di dalam beberapa kamus, epigram didefinisikan sebagai berikut. Epigram is a witty, often paradoxical remark concisely expressed (collinsdictionary.com); epigram is any witty ingenious or pointed saying 11

12 tersely expressed (dictionary.com); epigram is a short and clever saying (Merriam-Webster.com); dan epigram is a short saying that expresses an idea in clever, funny way (dictionary.cambridge.org). Sementara itu Mackail (1890:2) menjelaskan bahwa The Greek word epigram in its original meaning is precisely equivalent to the Latin word inscription ; if they went beyond a mere name or set of names, or perhaps the bare statement of a single fact, were necessarily in verse, then the single vehicle of organised expression at once more striking and more easily retained in the memory. Berdasarkan penjelasan Mackail dan beberapa definisi di atas, maka epigram adalah tulisan yang dibuat oleh seseorang dengan tata bahasa yang cerdik, kreatif, lucu, dan mudah diingat untuk mengekspresikan fakta sosial. Sebagai contoh epigram dari K.H. Abdurrahman Wahid, Tidak ada jabatan di dunia ini yang patut dipertahankan mati-matian mencerminkan pemikiran dan interpretasi penutur terhadap fenomena yang tengah dihadapi saat itu dan maknanya masih dianggap relevan hingga saat ini Tataran Unit Kebahasaan yang Mengandung Perlawanan Makna Melalui telaah yang lebih dalam, maka diketahui bahwa perlawanan makna bisa muncul sejak dalam tataran unit kebahasaan terkecil, yakni morfem. Meskipun demikian, Chaer (1995:89) menjelaskan bahwa di dalam bahasa Indonesia, tataran unit kebahasaan yang terkecil memiliki 12

13 kemungkinan terkecil pula untuk menjadi penanda relasi makna, lebih spesifik lagi perlawanan makna. Tetapi, Chaer tidak memungkiri bahwa perlawanan makna dapat terwujud dalam berbagai tataran unit kebahasaan yang terdapat dalam berbagai macam bahasa sesuai karakter bahasa tersebut. Lyons (1979: 272) telah menjelaskan bahwa perlawanan makna tidak hanya terjadi antarkata. Hal ini, yang pada akhirnya menjadi sebuah ambiguitas yang menyebabkan adanya penyempitan definisi dari antonimi, sebagai bentuk sederhana dari perlawanan makna. Cruse (1986: 262) telah lama menyanggah bahwa perlawnan makna bukanlah suatu bentuk relasi dalam kajian bahasa yang menjelaskan hubungan perlawanan antarkata. Hal tersebut didasarkan pada berbagai bentuk unit kebahasaan lain yang mampu menjadi penanda perlawanan makna. Jika antonimi adalah lawan kata, maka antonimi bukanlah bagian dari kajian Semantik yang membicarakan masalah makna (Cruse, 1986 :262). Oleh karena itu, Cruse di dalam bukunya mengatakan, Opposites possess a unique fascination, and exibit properties which may appear paradoxical through the charateristics. Dia mejabarkan beberapa karakter dari perlawanan makna yang salah satunya adalah adanya tataran unit kebahasaan. 13

14 Frank (1989:21) juga memberikan gambaran terkait dengan tataran unit kebahasaan yang terdapat di dalam bahasa Inggris. Menurutnya, bahasa Inggris memiliki unit kebahasaan berupa morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Sementara itu, Lyons (1979: 272) menjelaskan bahwa proses morfologi memegang peran penting dalam menandai perlawanan makna dalam tataran morfem baik berupa prefiks, infiks, atau sufiks. Dalam proses tersebut, terdapat dua jenis perubahan karena afiksasi, yakni proses derivasi, proses morfologis yang mengubah kelas kata, dan proses infleksi, proses morfologis yang tidak mengubah kelas kata. Perlawanan makna mampu melekat pada kedua proses tersebut. Dalam tataran kata, perlawanan makna mudah dijumpai. Hal ini dikarenakan sebagian besar bentuk perlawanan makna merupakan kata. Selain itu, kelas kata yang beragam membuat penanda kata menjadi sering muncul. Beberapa ahli bahasa berpendapat bahwa kelas kata yang mampu mencerminkan perlawanan makna adalah kelas kata sifat. Chaer (1995: 89) berpendapat bahwa kelas kata sifat merupakan sumbu perlawanan makna. Meskipun demikian, bukan tidak mungkin perlawanan makna muncul dalam bentuk kelas kata lain seperti kata benda, kata kerja, dan kata keterangan. Smarandache (2000) menambahkan bahwa perlawanan makna memang bisa muncul tidak hanya berupa kata sifat melainkan jenis kata 14

15 lain yang masih berada dalam satu kelas. Artinya, kata benda bisa memiliki perlawanan makna dengan kata benda dan sebagainya. Pada tataran kata, penulis ingin melihat kemungkinan adanya hubungan perlawanan makna tetapi memiliki kelas kata yang berbeda, misalnya kata benda berlawanan makna dengan kata kerja, kata sifat berlawanan makna dengan kata keterangan, dan lain-lain. Chaer (1995) dan Akmajian dkk. (2010: 238) menginisiasi konsep tersebut dalam konsep perlawanan makna yang akan dijelaskan pada poin berikutnya. Perlawanan makna pada tataran frasa memiliki variasi relasi. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa kelas kata yang memungkinkan untuk memiliki relasi perlawanan makna baik yang bersifat eksternal maupun internal. Yang dimaksud dengan bersifat eksternal adalah pasangan makna frasa yang berlawanan tetapi tidak dalam satu bentuk frasa contohnya the best defense is a good offence pertahanan yang baik adalah menyerang. Perlawanan makna pada tataran frasa tidak terbatas hanya pada frasa benda saja tetapi bentuk frasa lain (Akmajian, dkk., 2000: 239). Sementara itu, bersifat internal artinya perlawanan makna yang terdapat dalam satu frasa misalnya I can give a definite perhaps Saya bisa memberikmu kemungkinan yang pasti. Tataran klausa dan tataran kalimat pada dasarnya merupakan dua tataran unit kebahasaan yang memiliki karakteristik yang sama. Penanda 15

16 perlawanan makna pada tataran klausa umumnya mudah dikenali melalui konjungsi bermakna kontras antarkalusa baik konjungsi bertingkat maupun setara. Sementara itu, tataran kalimat merupakan relasi makna bertentangan yang terdapat dalam makna suatu kalimat utuh yang bertentangan dengan makna suatu kalimat lain. Umumnya, relasi ini diasumsikan sebagai relasi sebab-akibat tetapi tidak serta-merta relasi tersebut adalah sebab-akibat. Meskipun Smarandache (2000) menyatakan bahwa tidak ada relasi makna berkebalikan pada tataran kalimat karena pada dasarnya kalimat merupakan kombinasi dari unit-unit kebahasaan lebih kecil yang telah memiliki makna. Chaer (1995:90) memberikan pandangan lain bahwa jika makna yang dimaksud hanya pada tataran kecil dari unit kebahasaan, maka relasi tersebut akan berhenti pada tataran yang terkecil tersebut. Akmajian, dkk (2010:238) memiliki pemikiran yang sama dengan Chaer tentang makna utuh suatu kalimat yang menjadi penanda relasi makna perlawanan. Oleh karena itu, perlawanan makna pada tataran kalimat dibangun secara utuh melalui pemaknaan suatu kalimat Konsep Perlawanan Makna Kajian relasi makna, khususnya perlawanan makna, pada ilmu Semantik merupakan kajian yang membahas hubungan antarsatu makna dengan makna yang lain. Oleh karena itu, perlawanan makna merupakan kajian yang membahas relasi makna berlawanan yang terdapat pada suatu 16

17 tataran unit kebahasaan. Ramlan (2001:56) menegaskan bahwa hubungan perlawanan adalah hubungan makna yang dinyatakan dalam satuan lingual berlawanan atau berbeda dengan satuan lingual lain. Dari penjelasan tersebut, seolah tampak bahwa hubungan perlawanan merupakan hubungan face-to-face antarsatuan lingual. Artinya, sebuah kata, misalnya, akan memiliki lawan makna dengan suatu kata lain. Meskipun demikian, Leech (2003:127) menyatakan bahwa konsep tersebut memerlukan pembahasan lebih intensif untuk mengatakan bahwa lawan makna hanya terkandung di dalam satu kata dengan satu kata lain, karena pada kenyataannya sebuah kata memungkinkan untuk memiliki lawan makna yang teraktualisasi lebih dari satu kata. Pendapat ini mengacu pada pendapat dua ahli bahasa di atas yang menyatakan bahwa memang perlawanan makna tidak hanya perlawanan head-to-head. Chaer (1995:88) dan Lyons (1979:270) terlebih dulu memberikan padangan bahwa konsep perlawanan makna bukanlah semata-mata relasi makna satu lawan satu yang tertuang di dalam suatu kata tetapi memungkinkan adanya tingkatan atau level makna. Oleh Karena itu, lazim dipahami bahwa relasi makna perlawanan memiliki dimensi ganda dalam menentukan makna yang terkandung di dalam tataran unit kebahasaan. Unit kebahasaan yang sering mengalami perlawanan makna ganda adalah kata sifat (Leech, 2003:137). 17

18 Akan tetapi, Akmajian, dkk. (2010:229) kembali mempertanyakan esensi dari definisi makna yang bisa dipertentangkan. Secara umum, pengertian makna bisa dibagi menjadi dua kelas besar yakni makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna sebenarnya dari suatu kata sementara makna konotatif merupakan makna yang tidak sebenarnya atau asosiatif/imajinasi. Misalnya kata kursi secara denotatif bermakna suatu alat yang digunakan untuk duduk, sementara secara konotatif bisa bermakna jabatan, kekuasaan, kemakmuran dan sebagainya. Oleh karena itu, beberapa ahli bahasa menyatakan bahwa makna denotatif menjadi pertimbangan utama untuk konsep perlawanan makna karena makna denotatif hampir tidak memungkinkan adanya perluasan makna, sementara konotatif memiliki makna yang imajinatif dan kontekstual. Meskipun demikian, konteks diperlukan untuk memperkaya kajian konsep perlawanan makna. Konteks yang dimaksud adalah konteks internal atau linguistic context. Akbari (2004) menjelaskan konteks linguistik internal, the language of advertisements as a particular style of discourse is a complex blend of national, social, economic and linguistic traditions which work together with the addressees' expectations. Karakteristik dari konteks tersebut adalah penggunaan tanda-tanda kebahasaan untuk memberikan hubungan, yang secara sekilas tidak tampak tetapi sejatinya komprehensif 18

19 dan saling mendukung makna, antarkomponen kebahasaan, sebagai contoh adanya palalelisme, penggunaan nama, penggunaan simbol aritmatika seperti =, keterangan waktu (pak-ari.com, 2013) dan dialog. Konteks tersebut menguatkan perpaduan dua buah makna yang berlawanan menjadi satu makna utuh yang saling menguatkan makna. Di awal abad ke-20, Tse-tung (1937) telah menjelaskan, Contradiction is present in the process of development of all things; it permeates the process of development of each thing from beginning to end. Memang masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk mengalihbahasakan kata contradiction. Meskipun demikian, kata tersebut, dengan berbagai variasi kosa kata dalam bahasa Indonesia, merupakan bentuk istilah untuk perlawanan makna. Perlawanan makna muncul tidak serta merta mengedepankan kata Ya yang berlawanan dengan kata Tidak atau biasa dikenal dengan istilah antonimi mutlak. Tetapi perlawanan makna bisa hadir melalui sebuah proses yang kini dikenal dengan antonimi gradasi. Meskipun demikian, Tse-tung menyadari bahwa perlawanan bukan saja bersifat universal dan tidak semata-mata disederhanakan dengan istilah antonimi. Selain mengusulkan konsep perlawanan makna dalam lingkup universal, Tse-tung (1937) juga mengusulkan untuk melihat kemungkinan keunikan bentuk perlawanan makna dalam lingkup parsial. The 19

20 contradiction in each form of motion of matter has its particularity memberikan inspirasi bagi De Paoli, dkk (2012) untuk menjelaskan makna perlawanan istilah free gratis dan commercial berbayar dalam bidang teknologi yang pada dasarnya tidak lah berlawanan bila dilihat secara parsial meskipun secara universal, keduanya memiliki makna yang berlawanan. Keunikan ini yang mengundang beberapa ahli bahasa untuk mengulas kembali beraneka ragam bentuk perlawanan makna. Seperti halnya De Paoli, dkk. maka konsep perlawanan dimungkinkan memiliki beraneka irisan yang tidak hanya berupa perlawanan makna, seperti yang dijelaskan Tse-tung di atas, baik perlawanan universal maupun parsial. Lihatlah kembali pada Lobanova, dkk. (2009) yang menggunakan pendekatan Algoritma bahwa 1 memiliki perlawanan makna dengan bukan 2, 3, 4, atau bilangan lain selain 1. Secara lebih umum, penulis sependapat dengan Maciuszek (2008:17) yang memberikan konsep perlawanan makna, yakni Logic Negation dan Linguistic Negation. Logic Negation merupakan istilah untuk menyebut perlawanan makna yang di dalamnya memuat informasi perlawanan tetapi untuk mendapatkan informasi tersebut, diperlukan beberapa langkah dalam upaya menggali makna yang tersembunyi. Salah satu langkah tersebut dapat ditempuh dengan mengenali karakteristik yang 20

21 melekat pada pasangan kata yang berlawanan makna. Konsep ini mampu memayungi beberapa teori perlawanan makna yang telah diusulkan oleh beberapa ahli bahasa seperti Lyons (1979) yang mengusulkan perlawanan makna direksional, perlawanan makna yang menyebabkan perpindahan arah dan tempat, dan Cruse (1986) yang menambahkan perlawanan makna reversif, perlawanan makna yang menuntut adanya perubahan suatu kondisi ke kondisi lain tetapi tidak sebaliknya. Sementara itu, konsep lain yang diusulkan Maciuszek adalah Linguistics Negation. Konsep ini memberikan ruang yang lebih luas untuk melihat perlawanan makna secara langsung. Artinya, pasangan unit kebahasaan yang berlawanan makna akan dengan mudah dipahami keberlawanannya tanpa harus menganalisis terlebih dahulu karakteristik dari pasangan tersebut. Dengan kata lain, konsep yang kedua ini lebih mudah dicermati karena secara superfisial telah tampak perlawanan maknanya daripada yang konsep pertama. Beberapa ahli bahasa (Lyons, 1979:277) telah menjabarkan jenis-jenis perlawanan makna yang bisa dikategorisasikan ke dalam konsep ini, yakni perlawanan makna mutlak; yang bisa diindikasikan dengan adanya dikotomi makna benar dan salah; gradasi; perlawanan makna yang memiliki tingkatan makna; komplementer; perlawanan makna yang kemunculannya saling melengkapi; hierarkial; menuntut adanya jenjang kepangkatan atau jenjang 21

22 struktural; dan majemuk; memungkinkan satu unit kebahsaan memiliki lebih dari satu pasangan lawan makna Fungsi Perlawanan Makna Bahasa mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, karena dengan menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya. Wijana (2014: 63) menegaskan bahwa penggunaan bahasa tidak semata-mata untuk mengomunikasikan sesuatu tetapi banyak fungsi bahasa yang lebih penting. Bahasa umumnya memang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, selain itu bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial. Beberapa ahli bahasa seperti Jakobson dalam Rosdiana (2008) membagi fungsi bahasa 6 (enam) fungsi sebagai alat komunikasi antara lain fungsi emotif, konatif, referensial, puitik, fatik, dan metalingual. Selain Jakobson, Halliday (1973) via Santoso (2008) juga membagi fungsi bahasa menjadi tujuh fungsi bahasa, yaitu: fungsi instrumental, repsresentasional, interaksional, personal, heuristik, imajinatif, dan regulatori. Meskipun demikian, penulis tidak membatasi fungsi bahasa, khususnya perlawanan makna, yang terdapat pada wacana epigram berbahasa Inggris dengan teori fungsi bahasa di atas. Hal tersebut 22

23 berdasarkan pertimbangan bahwa Jakobson dan Halliday yang membagi fungsi bahasa berangkat dari penemuan fenomena bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, di dalam penelitian ini, penulis menggunakan wacana epigram berbahasa Inggris sebagai data. Wacana epigram berbahasa Inggris memiliki kekhasan sebagai fungsi komunikasi. Bahasa yang digunakan dibuat sedemikian rupa sehingga masyarakat akan lebih mudah mengenali, mengingat, dan mengerti makna yang terkandung di dalamnya. 1.7 Metode Penelitian Sebuah studi dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akan dicapai dengan menggunakan metode ilmiah yang objektif. Penggunaan metode ilmiah yang objektif ini juga berlaku untuk penelitian bidang semantik. Ketepatan penggunaan metode menentukan keberhasilan sebuah penelitian (Kesuma, 2007: 2). Metode adalah cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri adalah serangkaian kegiatan ilmiah yang meliputi periode pencarian, penemuan dan pemecahan masalah. Periode pemecahan masalah melibatkan beberapa tahapan, yaitu penyediaan data, analisis data, dan presentasi hasil analisis data (Sudaryanto, 1993). Data fenomena bahasa khusus langsung terkait dengan masalah tersebut (Sudaryanto, 1993). 23

24 1.7.1 Data dan Sumber Data Sudaryanto (1993) merumuskan bahwa data suatu penelitian merupakan wadah dari objek penelitian yang berada dalam konteks lingual maupun non-lingualnya. Sehingga data dalam penelitian ini adalah epigram berbahasa Inggris yang mengandung aneka perlawanan makna. Sementara itu, objek penelitiannya adalah perlawanan makna yang terkandung dalam data tersebut. Sumber data yang digunakan adalah data tertulis yang dikumpulkan dari berbagai sumber tertulis baik buku, majalah, koran, ataupun official website di internet dan sumber tertulis lain yang masih relevan Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah sebagai berikut: Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui dua hal, yakni kecukupan data dari sumber data untuk analisis penelitian dan adanya penutur asli (native speaker) bahasa Inggris untuk uji keabsahan data atau proofread Pengumpulan Data 24

25 Proses pengumpulan data dilakukan dengan mencari sumbersumber data tertulis epigram berbahasa Inggris yang mengandung perlawanan makna. Oleh karena itu, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak tak langsung dan catat Uji Keabsahan Data atau Proofread Setelah proses pengumpulan data yang menghasilkan bank data, penulis melakukan Uji Keabsahan Data dengan cara berkonsultasi kepada penutur asli (native speaker) bahasa Inggris untuk menyeleksi kesesuaian penggunaan perlawanan makna dalam epigram berbahasa Inggris Metode dan Teknik Analisis Data Untuk menganalisis data penelitian, digunakan Metode Agih atau, yang menurut Sudaryanto (1993), metode distribusional. Metode ini menggunakan komponen kebahasaan yang ada dalam bahasa yang diteliti sebagai alat penentunya. Sementara itu, teknik yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung. Kesuma (2007: 61) menjelaskan bahwa teknik bagi unsur langsung digunakan untuk menganalisis data bahasa dengan cara membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur dan bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut dipandang 25

26 sebagai bagian atau unsur yang langsung membangun konstruksi. Teknik ini bermanfaat untuk menentukkan unsur penyusun suatu kalimat. Unsur-unsur tersebut dimanfaatkan untuk menentukan tataran unit kebahasaan yang mengandung konsep perlawanan makna. Selain itu, penulis juga melibatkan peran kamus, baik bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, untuk mengetahui lebih jauh makna yang terkandung pada suatu unit kebahasaan yang berlawanan makna, terutama pada analisis Logic Negation Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data disajikan melalui pendekatan deskriptif kualitatif, yang menurut Strauss dan Corbin (1998: 11) dalam Ritchie dan Lewis (2003), By the term 'qualitative research' we mean any type of research that produces findings not arrived at by statistical procedures or other means of quantification. Penyajian ini memberikan deskripsi analisis dalam bentuk paragraf, bukan semata-mata data statistik kuantitatif. 1.8 Sistematika Penyajian Bab I adalah pendahuluan, yang meliputi: latar belakang pemilihan subjek penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penyajian dan rencana kerja. 26

27 Bab II akan membincang tentang tataran unit kebahasaan yang mengandung aneka perlawanan makna di dalam epigram berbahasa Inggris. Dalam bab ini, akan disajikan tataran unit kebahasaan dari tataran terkecil hingga terbesar dalam tata bahasa untuk mencerminkan keberadaan perlawanan makna di dalam epigram berbahasa Inggris. Bab III akan mendeskripsikan aneka konsep perlawanan makna yang ditemukan dalam epigram berbahasa Inggris. Kategorisasi ini mengacu pada pendapat berbagai ahli bahasa yang tertuang dalam landasan teori. Bab IV akan mendiskusikan data yang diperoleh untuk memotret fungsi komunikatif penggunaan perlawanan makna di dalam epigram berbahasa Inggris. Penulis tidak membatasi analisis fungsi bahasa pada teori-teori fungsi bahasa yang sudah ada tetapi mengacu pada penemuan penulis dan analisis terhadap penemuan tersebut. Selain itu, penulis juga mengadakan proofread untuk semua temuan dan analisis data yang dilakukan untuk mengetahui nilai rasa dan komunikatif penggunaan bahasa tersebut. Bab V akan merangkum tentang hasil analisis data berupa aneka perlawanan makna di dalam epigram berbahasa Inggris, tataran unit kebahasaan yang mencerminkan perlawanan makna, dan fungsi komunikatif perlawanan maknadi dalam epigram berbahasa Inggris. 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 116 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan dan analisis data tentang konsep perlawanan makna dalam epigram berbahasa Inggris, kesimpulan yang bisa diperoleh akan disampaikan dalam bab ini. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk

III. METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk interferensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari komunikasi. Manusia memerlukan bahasa baik secara lisan maupun tertulis sebagai sarana mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin tidak terlihat secara nyata berbicara, tetapi pada hakikatnya, ia

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin tidak terlihat secara nyata berbicara, tetapi pada hakikatnya, ia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga setiap individu dapat berinteraksi secara langsung. Bahasa juga merupakan alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

PRAGMATIK. Disarikan dari buku:

PRAGMATIK. Disarikan dari buku: PRAGMATIK Disarikan dari buku: Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Graha Ilmu: Yogyakarta. Cutting, Joan. 2006. Pragmatics and Discourse 2 nd Edition. New York: Rouledge. Wijana, I Dewa

Lebih terperinci

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) Doretha Amaya Dhori 1, Wahyudi Rahmat², Ria Satini² 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk hubungan makna yang terdapat dalam satuan bahasa yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia biasanya disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bahasa adalah suatu simbol bunyi yang dihasilkan oleh indera pengucapan manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi sangat berperan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Semantik Kata semantik atau semasiologi diturunkan dari kata Yunani semainein: bermakna atau berarti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa merupakan alat komunikasi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan komunikasi dapat menyampaikan pesan antar umat manusia. Salah satu alat komunikasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama,

BAB I PENDAHULUAN. arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu bentuk perwujutan peradaban dan kebudayaan manusia. Dalam kamus linguistik, bahasa adalah satuan lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Analisis melalu komponen-komponen visual yang ditemukan pada karakter sticker LINE messenger Chocolatos pada tataran denotatif dan konotatif telah selesai dijelaskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan baik untuk memenuhi kepentingan mereka, baik secara individu maupun kelompok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola menjadi cabang olahraga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain pertandingannya yang menarik terdapat pula fenomena bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia menuntut siswa untuk mampu menuangkan pikiran serta perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Suatu masalah dapat dipecahkan secara lebih efisien dan efektif apabila pemecahannya menggunakan sebuah metode dan metodologi yang tepat Pengertian metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Manusia berkomunikasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Manusia berkomunikasi untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Manusia berkomunikasi untuk mengungkapkan persepsi pikirannya pada orang lain menggunakan kata atau kalimat. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan

BAB I P E N D A H U L U A N. produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk berbudi, cerdas, kreatif dan produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

MAKALAH FUNGSI BAHASA INDONESIA MENURUT PARA AHLI. Disusun Oleh : Kurnia Santi J Gizi B

MAKALAH FUNGSI BAHASA INDONESIA MENURUT PARA AHLI. Disusun Oleh : Kurnia Santi J Gizi B MAKALAH FUNGSI BAHASA INDONESIA MENURUT PARA AHLI Disusun Oleh : Kurnia Santi J310150100 Gizi B PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015 BAB

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

ANALISIS ANTONIMI DALAM TEKS TERJEMAHAN ALQURAN ALJUMANATUL ALI (SURAT FAATHIR)

ANALISIS ANTONIMI DALAM TEKS TERJEMAHAN ALQURAN ALJUMANATUL ALI (SURAT FAATHIR) ANALISIS ANTONIMI DALAM TEKS TERJEMAHAN ALQURAN ALJUMANATUL ALI (SURAT FAATHIR) NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Inggris, dan Minangkabau. Pada saat fenomena interferensi muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Inggris, dan Minangkabau. Pada saat fenomena interferensi muncul dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interferensi merupakan fenomena bahasa yang muncul karena interaksi dua bahasa atau lebih, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, Inggris,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antara penutur dan mitra tutur di

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antara penutur dan mitra tutur di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antara penutur dan mitra tutur di dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki maksud dan tujuan tertentu. Dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana BAB V PENUTUP Bab V ini memuat dua aspek, yakni (1) simpulan dan (2) saran. Kedua aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. 5.1 Simpulan Sesuai dengan jumlah masalah yang telah dirumuskan, simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998:

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998: BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif karena data penelitian berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan pikirannya, baik yang dilakukan secara lisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan wujud yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. Setiap komunikasi dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengkomunikasikan segala

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengkomunikasikan segala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa sangat berperan penting bagi kehidupan manusia. Bahasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengkomunikasikan segala sesuatu. Satuan kebahasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting untuk menuangkan ide pokok

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting untuk menuangkan ide pokok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan yang sangat penting untuk menuangkan ide pokok pikiran seseorang. Ketika seseorang mengemukakan gagasan, yang perlu diperhatikan bukan hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Elis Nur Vita Sari, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Elis Nur Vita Sari, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan berbahasa Indonesia memiliki peran penting dalam konteks pembelajaran di kelas. Keterampilan tersebut, yaitu keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Anggota Kelompok A.Khoirul N. Khoirunnisa M. J. Fida Adib Musta in Sub Pokok Bahasan EYD DIKSI KEILMUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan, sebagai alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep ataupun perasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbicara menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan percakapan untuk membentuk interaksi antarpesona

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa secara umum dapat diartikan sebagai suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide,

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu ciri yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Salah satu fungsi bahasa bagi manusia adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang sempurna. Sebagai makhluk yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran yang dimiliki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu, rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu, rangkaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu, rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Bahasa juga alat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR YANG MEMPENGARUHI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN

2015 FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR YANG MEMPENGARUHI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan membaca merupakan modal utama peserta didik. Dengan berbekal kemampuan membaca, siswa dapat mempelajari ilmu, mengkomunikasikan gagasan, dan mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 224 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berlandaskan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV diperoleh simpulan yang berkaitan dengan struktur, fungsi, dan makna teks anekdot siswa kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan situasi tidak resmi akan memberikan kesan menghormati terhadap keadaan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. dan situasi tidak resmi akan memberikan kesan menghormati terhadap keadaan sekitar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana komunikasi yang dijadikan sebagai perantara dalam pembelajaran. Penggunaan bahasa sesuai dengan kedudukannya yaitu pada situasi resmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa (Ramlan, 2008:39). Tanpa kehadiran konjungsi, adakalanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinonimi adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun, memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata atau padanan kata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN PELANGGARAN MAKSIM PADA SUBTITLE FILM THE QUEEN (KAJIAN TERJEMAHAN DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK) Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik dia berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa sebagai kebutuhan utama yang harus dipelajari dan dikembangkan karena bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Chaer (2009: 3) berpendapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Sofa,S.IP(2008) yang menulis tentang, Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas sosial lainnya berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya (Alan dalam

Lebih terperinci

Kata dan Gagasan a) Adaptasi dari Gorys Keraff. Pilihan Kata

Kata dan Gagasan a) Adaptasi dari Gorys Keraff. Pilihan Kata Kata dan Gagasan a) Adaptasi dari Gorys Keraff. Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi tertentu (bisa fonologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut. Sebuah kata dalam suatu bahasa dapat berupa simple word seperti table, good,

BAB I PENDAHULUAN. aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut. Sebuah kata dalam suatu bahasa dapat berupa simple word seperti table, good, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa baik lisan maupun tulisan merupakan alat yang berfungsi untuk menyampaikan suatu ide, gagasan, pikiran, perasaan, pengalaman dan pendapat. Oleh karena itu bahasa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dalam proses pembelajaran olahraga pada siswa kelas XI SMA Negeri 2

III. METODE PENELITIAN. dalam proses pembelajaran olahraga pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 35 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Deskriptif Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk implikatur percakapan dalam proses pembelajaran olahraga pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 Bandarlampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni kegiatan mengubah bentuk bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dalam The Merriam Webster Dictionary

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini menyajikan simpulan hasil penelitian tentang penerapan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini menyajikan simpulan hasil penelitian tentang penerapan 305 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menyajikan simpulan hasil penelitian tentang penerapan Model PSA dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Selain itu, disajikan pula saran dari hasil penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Adapun jenis penelitiannya peneliti menggunakan jenis analisis semiotik dengan menggunakan model Semotika Halliday.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak sekali media yang menawarkan berbagai macam hal dari yang berupa barang sampai dengan jasa. Karena kuatnya persaingan dalam usaha itu, maka tidak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu sumber data yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian. Sudah sering sekali majalah dicari para peneliti untuk dikaji segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek Bahasa Melayu. Sudah berabad-abad lamanya Bahasa Melayu digunakan sebagai alat komunikasi atau lingua france bukan saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata.

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Kumpulan kata mempunyai

Lebih terperinci