BAB II GADAI (RA>HN) DAN URF. Dalam istilah arab gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat
|
|
- Sugiarto Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 21 BAB II GADAI (RA>HN) DAN URF A. Gadai (ar-rahn) 1. Pengertian Gadai (ar-rahn) Dalam istilah arab gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat dinamai juga dengan al-h}absu. Secara etimologis rahn berarti tetap atau lestari, sedangkan al-h}absu berarti pemahaman. Adapun dalam pandangan syara, berarti menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebagian manfaat barangnya itu. Apabila seseorang ingin berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang tak bergerak ataupun berupa ternak berada dibawah kekuasaannya pemberi pinjaman sampai ia melunasi hutangnya. Demikian yang dimaksudkan gadai menurut syara. 1 Pengertian gadai menurut KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari ah) adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan. Gadai (ar-rahn) adalah menahan harta salah satu milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang 1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, terjemah: Ach. Marzuki, jilid 12 (Bandung: Al-Ma arif, 1998),
2 22 menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. 2 Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian hutangpiutang untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berhutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap hutangnya itu. Barang jaminan tetap menjadi hak milik orang yang menggadaikan (orang yang berhutang) tetapi dikuasai oleh penerima gadai (yang berpiutang). Praktek ini telah ada sejak zaman Rasulullah SAW., dan Rasulullah sendiri pernah melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang tinggi dan dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong. 3 Selain dari pengertian gadai yang dikemukakan diatas, berikut pendapat para Ulama mengenai pengertian dari gadai (rahn): a. Ulama Syafi iyah Menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya, bila yang utang tidak sanggup membayar utangnya. b. Ulama Hanabilah Suatu benda yang dijadikan keprcayaan suatu utang,untuk dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya. 4 2 Mohammad Syafi i Antonio, Bank Syari ah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), Muhammad Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 3 4 Wahbah Zuhaily, al-fiqh al-isla>m wa Adillatuhu, jilid 4 ( Beirut: Dar al-fikr, 2002), 4208.
3 23 c. Ulama Malikiyah Suatu benda yang bernilai harta yang diambil dari pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap (mengikat) Landasan Hukum Dalil al-kitab: Gadai hukumnya ja>iz (boleh) menurut al-kitab, sunnah dan ijma> : Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Baqarah : 283). 6 Inti dari ayat diatas tersebut adalah baik ketika berada dirumah maupun dalam perjalanan, hendaklah perjanjian hutang dituliskan tetapi jika terpaksa karena tidak adanya penulis atau sama-sama terburu dalam perjalanan antara berhutang dan yang berpiutang maka sebagai pengganti 5 Ibid, Departemen Agama RI, Alqur an Dan Terjemahnya, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 71
4 24 penulis hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh orang yang berpiutang sebagai jaminan atas uang yang dihutangkan itu. 7 Dalil As-Sunnah: a. Hadith dari Aisyah r.a ع ن ع ائ ش ة ر ض ي ال ل و ع ن و ق ال أ ن الن ب ص ى ل ال ل و ع ل ي و و س ل م إ ش ت ر ى ط ع ام ا م ن ي ه و د ي إ ل ا ج ل و ر ى ن و د ر ع ا م ن ح د ي د.)رواه البخاري: ۹۱٦۲ (. dari Aisyah r.a berkata, bahwa seseungguhnya Nabi SAW. membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran ditangguhkan dengan menggadaikan baju besinya.(hr. bukhari:1962) 8 Dari ayat dan hadith-hadith diatas jelaslah bahwa gadai (rahn) hukumnya dibolehkan, baik bagi orang yang sedang dalam perjalanan maupun orang yang tinggal di rumah. Memang dalam surat al-baqarah ayat 283 dijelaskan bahwa gadai dikaitkan dengan orang yang sedang dalam perjalanan. Akan tetapi, dalam hadith-hadith tersebut nabi melaksanakan gadai ketika sedang di Madinah. Ini menunjukkan bahwa gadai tidak terbatas hanya untuk orang yang sedang dalam perjalanan saja, tetapi juga bagi orang yang tinggal di rumah Rukun Dan Syarat Sahnya Rahn a. Rukun Rahn: 1. Adanya a>qid (orangyang berakad). 2. Sighat 7 Hamka, Tafsir al-azhar,juz III, (Jakarta: Pustaka Pajimas,2003), Imam Zainudin Achmad bi Al-Lathif Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Bukhari, Penerjemah: Achmad Zaidun, Cet.1. (Jakarta: Pustaka Amani,2002), Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat, ( Jakarta: Amzah, 2010), 289.
5 25 3. Adanya marhu>n (barang gadaian) 4. Adanya marhu>n bih (hutang) b. Syarat Rahn: 1. a>qid (ra>hin dan murtahin) Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yaknira>hin dan murtahin harus mempunyai kemampuan yaitu berakal sehat dan baligh. 2. Syarat sighat Sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan waktu dimasa mendatang. Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian hutang seperti halnya akad jual beli. 3. Syarat marhu>n Menurut ulama Syafi iyah, gadai bisa sah dengan dipenuhinya tiga syarat. Pertama, haruslah berupa barang. Kedua, penetapan kepemilikan penggadai atas barang yang digadaikan tidak terhalang. Ketiga, barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah tiba masa pelunasan hutang gadai. 4. Marhu>n bih Harus merupakan hak wajib diberikan dan diserahkan kepada pemiliknya. Memungkinkan pemanfaatannya. Bila sesuatu yang menjadi hutang tidakbisa dimanfaatkan, maka tidak sah. Harus dikuantifikasikan atau dapat dihitung jumlahnya Ismail Nawawi, FiqhMuamalah, (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2010),
6 26 c. Syarat-syarat dari marhu>n (barang yang digadaikan) antara lain: 1. Harus bisa diperjualbelikan. 2. Harus berupa harta yang bernilai. 3. Barang gadaian harus ma>l mutaqawwim, barang yang boleh diambil manfaatnya menurut syara sehingga memungkinkan untuk dapat digunakan untuk melunasi hutangnya. 4. Barang yang digadaikan harus diketahui atau jelas keadaan fisiknya, seperti halnya dalam jual-beli. 5. Harus dimiliki oleh ra>hin, setidaknya harus atas izin pemiliknya. 4. Hukum-hukum Gadai a. Hukum gadai yang s}ah}i>h}, Adalah akad gadai yang syarat-syaratnya terpenuhi. Akad gadai mengikat bagi ra>hin, bukan bagi murtahin. Oleh karena itu, ra>hin tidak berhak untuk membatalkan akad karena gadai merupakan jaminan (borg) atas utang. Sebaliknya murtahin berhak untuk membatalkan akad gadai kapan saja ia kehendaki, karena akad tersebut untuk kepentingannya. b. Hukum gadai yang ghair s{ah}i>h}, Adalah akad gadai yang syarat-syaratnya tidak terpenuhi. Menurut Hanafiyah, ghair s}ah}i>h} itu terbagi menjadi dua bagian: 1) Ba>thil
7 27 Akad yang terjadi kerusakan pada pokok akad, misalnya hilangnya kecakapan pelaku akad seperti gila atau idiot, atau kerusakan pada objek akad misalnya barang yang digadaikan (marhu>n) tidak bernilai sama sekali. 2) Fa>sid Adalah suatu akad yang tejadi suatu kerusakan pada sifat akad, misalnya barang yang digadaikan ada sangkutan dengan barang yang lain, atau barang yang digadaikan itu masih di tangan penjual dan belum diserahkan kepada pembeli. Para Ulama sepakat bahwa akad gadai yang tidak s}ahi>h, baik fa>sid maupun ba>thil tidak menimbulkan akibat-akibat hukum berkaitan dengan barang yang digadaikan. Dalam hal ini murtahin tidak memiliki hak untuk menahan barang gadaian, dan ra>hin berhak meminta kembali barang yang digadaikannya dari murtahin. Apabila murtahin menolak mengembalikannya sehingga barangnya rusak, maka murtahin dianggap sebagai ghasib dan ia harus mengganti kerugian dengan barang yang sama Akibat-akibat Hukum Gadai Apabila akad gadai telah sempurna dengan diserahkannya barang yang digadaikan (marhu>n) kepada murtahin, maka timbullah hukumhukum sebagai berikut: 11 Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat, ( Jakarta: Amzah, 2010),306.
8 28 a. Adanya hubungan antara utang dengan jaminan Utang tersebut hanya sebatas utang yang diberikan jaminan, bukan utang-utang yang lain. b. Hak untuk menahan jaminan Adanya hubungan antara utang dan jaminan memberikan hak kepada murtahin untuk menahan jaminan di tangannya atau di tangan orang lain yang disepakati bersama yang disebut dengan adl dengan tujuan untuk mengamankan utang. Apabila utang telah jatuh tempo maka jaminan bisa dijual untuk membayar utangnya. c. Menjaga barang jaminan (marhu>n) Dengan adanya hak menahan jaminan, maka murtahin wajib menjaga jaminan tersebut seperti ia menjaga hartanya sendiri, karena jaminan tersebut merupakan titipan dan amanah. d. Pembiayaan atas barang jaminan (marhu>n) Para Ulama sepakat bahwa pembiayaan atas jaminan dibebankan kepada ra>hin. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat tentang jenis pembiayaan yang wajib dikeluarkan oleh ra>hin. 1) Menurut Ulama Hanafiyah, pembiayaan dibagi antara ra>hin selaku pemilik barang dan murtahin, yang dibebani pemeliharaannya dengan rincian sebagai berikut: a) Setiap biaya yang berkaitan dengan kemaslahatan barang jaminan dibebankan kepada ra>hin karena barang tersebut miliknya.
9 29 b) Setiap biaya yang berkaitan dengan pemeliharaan barang jaminan dibebankan kepada murtahin, karena ia yang menahan barang tersebut termasuk resikonya. 2) Menurut Jumhur yang terdiri dari atas Malikiyah, Syafi iyah dan Hanabilah, semua biaya yang berakitan dengan barang jaminan dibebankan kepada ra>hin, baik yang berkaitan dengan biaya menjaganya, pengobatan, maupun biaya lainnya. Apabila ra>hin tidak bersedia menanggung biaya tersebut, menurut Malikiyah, biaya dibebankan kepada murtahin. Akan tetapi menurut Syafi iyah hakim harus memaksa ra>hin untuk memberikan biaya yang berkaitan dengan barang jaminan, apabila ia berada ditempat dan dipandang mampu. Apabila ra>hin tidak mampu, maka hakim bisa memerintahkan murtahin untuk membiayainya dan biaya tersebut kemudian diperhitungkan sebagai utang ra>hin. Menurut Hanabilah apabila murtahin mengeluarkan biaya tanpa persetujuan ra>hin, padahal ia mampu untuk meminta izin kepadanya, maka berarti murtahin melakukannya dengan sukarela, dan oleh karenanya ia tidak berhak meminta ganti pada murtahin. e. Mengambil manfaat atas barang jaminan Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Mu a>malat, ( Jakarta: Amzah, 2010),
10 30 6. Pengambilan Manfaat Barang Gadai dan Hasilnya Sebagaimana yang dikemukakan di atas bahwa benda yang digadaikan tetap berada dalam penguasaan/ berada di tangan penerima gadai, yaitu selama orang yang menggadaikan barang tersebut belum melunasi hutangnya. Menyangkut pemanfaatan barang gadaian menurut ketentuan hukum Islam tetap merupakan hak pemberi gadai, termasuk hasil barang gadaian tersebut seperti anaknya, buahnya, bulunya. Sebab perjanjian dilaksanakan hanyalah untuk menjamin hutang, bukan untuk mengambil suatu keuntungan, dan perbuatan penerima gadai memanfaatkan barang gadaian adalah merupakan perbuatan qira>d} yaitu harta yang diberikan kepada seseorang kemudian dia mengembalikannya setelah ia mampu, yang melahirkan kemanfaatan dan di setiap jenis qira>d} yang melahirkan kemanfaatan dipandang sebagai riba. Namun apabila jenis barang gadaian tersebut berbentuk binatang yang bisa ditunggangi atau diperah susunya, maka penerima gadai dibolehkan untuk menggunakan atau memerah susunya, hal ini dimaksudkan sagai imbalan jerih payah si penerima gadai memelihara dan memberi makan binatang gadaian tersebut. 13 Dasar hukum yang memperbolehkan hal tersebut yaitu dalam ketentuan Rasulullah SAW., yang berbunyi: ي ر ك ب ال ل و ع ن و ق ال ق ال ر س و ل ال ل و ص ل ى ال ل و ع ل ي و و س ل م:) ال ظ ه ر ع ن أ ب ى ر ي ر ة ر ض ي ب ن ف ق ت و إ ذ ا ك ان م ر ى ون ا, و ل ب الد ر ي ش ر ب ب ن ف ق ت و إذ ا ك ان م ر ى و ن ا و ع ل ى ال ذ ى ي ر ك ب و ي ش ر ب الن ف ق ة (. )رواه البخاري, ۲۱۹۲ (. 13 Chairuman Pararibu, Suhrawandi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika),
11 31 dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda: boleh menunggangi binatang gadaian jika ia memberi makan, begitu juga boleh mengambil susu binatang gadaian jika ia memberi makan. Kewajiban yang menunggangi dan mengambil susu memberi makan. ( HR. Bukhari: 2512 ) 14 Ada perbedaan pendapat para Ulama mengenai pengambilan manfaat atas barang yang digadaikan, yaitu: a. Malikiyah: mereka berpendapat bahwa buah dan manfaat apapun yang dihasilkan dari barang gadai menjadi hak penggadai (ra>hin), selama penerima gadai (murtahin) tidak mensyaratkan itu. Bila mensyaratkan demikian, maka menjadi miliknya dengan tiga syarat: 1) Utang itu karena jual-beli barang, bukan karena pinjaman. 2) Penerima gadai mensyaratkan manfaat barang gadai itu untuk dirinya. Jika penggadai secara suka rela menyerahkan manfaat barang gadainya, maka tidak boleh diambil. 3) Masa manfaatnya ditentukan dengan jelas. Jika tidak ditentukan maka tidak sah. Bila ketiga syarat diatas terpenuhi oleh penerima gadai (murtahin), maka penerima boleh mengambil manfaat atas barang gadai tersebut. Tetapi jika utang itu karena pinjaman (bukan jual-beli), maka tidak boleh mengambil manfaat apapun, baik disyaratkan atau tidak, dibolehkan oleh penggadai atau tidak. b. Syafi iyah: mereka berpendapat bahwa penggadai (ra>hin) berhak atas manfaat barang gadainya, namun demikian barang gadai harus tetap 14 Imam Zainudin Achmad bin Al-Lathif Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Bukhari, Penerjemah: Achmad Zaidun, Cet.1. (Jakarta: Pustaka Amani,2002), 526.
12 32 di tangan penerima gadai. Penggadai (ra>hin) tidak boleh mengambil alih atas barang gadai kecuali untuk tujuan mengambil manfaatnya. Penggadai (ra>hin) boleh mengambil manfaat barang gadainya selama tidak menyebabkan berkurangnya (harga) barang, seperti menempati rumah gadainya dan menunggangi binatang gadainya tanpa izin penerima gadai (yaitu jika penggadai menanggung biaya nafkahnya). Sedangkan memanfaatkan barang gadai yang dapat mengurangi harga, tidak sah, kecuali atas izin penerima gadai (murtahin). c. Hanafiyah: mereka berpendapat bahwa penggadai (ra>hin) tidak boleh memanfaatkan barang gadai dengan cara apapun kecuali atas izin penerima gadai (murtahin). Namun demikian, manfaat dan hasil yang didapat dari barang gadai itu tetap menjadi hak penggadai (ra>hin), seperti anaknya, susunya, buahnya, dan lain sebagainya. Bila itu tetap berada ditangan murtahin hingga jatuh tempo pembayaran utang, maka dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pelunasan utang. Tetapi seandainya rusak sebelum jatuh tempo pembayaran, maka tidak dapat diperhitungkan, melainkan dianggap seolah-olah tidak ada. d. Hanabilah: mereka berpendapat bahwa barang gadai itu boleh jadi berupa hewan tunggang atau hewan perah, atau selain hewan. Bila berupa hewan perah atau hewan tunggang, maka penerima gadai boleh menunggang atau memerahnya tanpa seizin penggadai (ra>hin) sebagai kompensasi atas nafkah yang diberikan, tetapi harus tetap memperhatikan keadilan. Bila bukan berupa hewan, maka penerima
13 33 gadai (murtahin) boleh mengambil manfaat secara cuma-cuma mengambil manfaat dari barang itu setelah diiznkan oleh penggadai (ra>hin), asalkan gadainya bukan karena qard} (pinjaman). Bila karena qard} maka penerima gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang tersebut sekalipun diizinkan, karena itu riba. Penggadai (ra>hin) boleh mengizinkan penrima gadai menjual barang gadainya dalam tiga hal: 1) Mengizinkannya menjual sebelum jatuh tempo bayar utang dengan syarat harganya dijadikan sebagai pengganti barang gadainya. 2) Mengizinkannya menjual setelah sebagian utangnya dibayar. 3) Mengizinkannya menjual sebelum ada pembayaran utang. 15 B. Al- Urf 1. Pengertian al- Urf Urf dalam pengertian bahasa (etimologi) ialah suatu kebiasaan yang dilakukan. Dari segi terminologi, kata urf mengandung makna: م ا ا ع ت اد ه الن اس و س ار و ا ع ل ي و م ن ك ل ف ع ل ش اع ب ي ن ه م أ و ل ف ظ ت ع ار ف و ا إ ط ال ق و ع ل ى م ع ن خ ا ص ال ت أ ل ف و ال ل غ ة و ال ي ت ب اد ر غ ي ر ه ع ن د س اع و sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka mengikutinya dalam bentuk setiap perbuatan yang populer diantara mereka, ataupun sutau kata yang biasa mereka kenal dengan pengertian tertentu, bukan dalam pengertian 15 Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab, terjemah: Chatibul Umam (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001),
14 34 a>dah yaitu: etimologi, dan ketika mendengar kata itu, mereka tidak memahaminya dalam pengertian lain. Kata urf dalam pengertian terminologi sama dengan istilah al- م اس ت ق ر ف الن ف و س م ن ج ه ة ال ع ق و ل و ت ل ق ت و ال ط ب اع ال س ل ي م ة ب ال ق ب و ل sesuatu yang mantap di dalam jiwa dari segi dapatnya diterima oleh akal yang sehat dan watak yang benar Kata al- a>dah itu sendiri disebut demikian karena ia dilakukan dengan berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan masyarakat Macam-macam Urf Urf terdiri dari dua bentuk, yaitu al- urf al-qauli> (kebiasaan dalam bentuk perkataan) dan al-\urf al-fi li> (kebiasaan dalam bentuk perbuatan). Ditinjau dari segi perkataan maupun perbuatan urf itu ada dua macam, yaitu: 1. Al- urf al- A>mm Yaitu sesuatu kebiasaan warga negara atau ahli suatu tempat tertentu, pada waktu tertentu pula. 2. Al-\Urf al-kha>s}. Yaitu kebiasaan yang berlaku secara khusus pada suatu masyarakat tertentu, atau wilayah tertentu saja. 17 Ditinjau dari segi keabsahannya al- urf dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut: 16 Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), Masjkur Anhari, Ushul Fiqh, (Surabaya: Diantama, 2008),
15 35 1. Al- Urf as}-s}ah{i>h}ah Yaitu suatu hal yang baik yang menjadi kebiasaan suatu masyarakat, namun tidak sampai menghalalkan yang haram dan tidak pula sebaliknya. Misalnya, adat kebiasaan suatu masyarakat dimana istri belum boleh dibawa pindah dari rumah orang tuanya sebelum menerima maharnya secara penuh, dan apa yang diberikan pihak lelaki pada saat meminangnya dianggap hadiah bukan mahar. 2. Al- Urf al-fa>sidah Yaitu sesuatu yang menjadi adat kebiasaan yang sampai menghalalkan yang diharamkan Allah. Misalnya, menyajikan minuman memabukkan pada upacara-upacara resmi, apalagi upacara keagamaan, serta mengadakan tarian-tarian wanita berpakaian seksi pada upacara yang dihadiri peserta laki-laki Kedudukan Urf Sebagai Metode Istinbath Hukum atau Dalil Syara, Para Ulama banyak yang sepakat dan menerima urf sebagai dalil dalam mengistinbathkan hukum, selama ia merupakan urf s}ah}i>h}. Dan tidak dengan dengan hukum Islam, baik berkaitan dengan al- a>mm maupun al-khas}. Dalam pandangan al-qarafi (w.684h/1258m), seorang ahli fiqh madhhab Maliki, seorang mujtahid hendak menetapkan suatu hukum harus lebih dahulu memperhatikan kebiasaan yang berlaku di masyarakat setempat sehingga hukum yang ditetapkannya tidak 18 Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2009).154.
16 36 bertentangan dan menghilangkan kemaslahatan yang telah berjalan dalam masyarakat tersebut. 19 Adapun kehujjahan urf sebagai dalil syara, didasarkan atas argumen-argumen berikut ini: a. Surat al-a ra>f ayat 199: Artinya: jadilah engkau pemaaf dansuruhlah orang mengerjakan yang ma ruf, serta berpalinglah dari pada orangorang yang bodoh. (QS. Al-A ra>f: 199). 20 Melalui ayat di atas Allah SWT memerintahkan kaum muslimin untuk mengerjakan yang ma ru>f. Sedangkan yang disebut ma ru>f itu adalah yang dinilai oleh kaum muslimin sebagai kebaikan, dikerjakan berulang-ulang, dan tidak bertentangan dengan watak manusia yang benar, dan yang dibimbing oleh prinsip-prinsip umum ajaran Islam. 21 b. Ucapan sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Mas ud: ف م ا ر أ ه ال م س ل م و ن ح س ن ا ف ه و ع ن د ال ل و ح س ن و م ار أ ه ال م س ل م و ن س ي ئ ا ف ه و ع ن د ال ل و س ي ئ sesuatu yang dinilai baik oleh kaum muslimin adalah baik disisi Allah, dan sesuatu yang mereka nilai buruk maka ia buruk disisi Allah Amir syarifudin, Ushul Fiqh Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif,(Jakarta :Zikrul Hakim, 2004) Departemen Agama RI, Alqur an Dan Terjemahnya, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, cet. 2, (Jakarta: Amzah, 2011), Ibid., 212.
17 37 Ungkapan Abdullah bin Mas ud r.a di atas, baik dari segi redaksi maupun maksudnya, menunjukkan bahwa kebiasaankebiasaan baik yang berlaku di dalam adalah juga merupakan sesuatu yang baik di sisi Allah. Sebaliknya, hal-hal yang bertentangan dengan kebiasaan yang dinilai baik oleh masyarakat, akan melahirkan kesulitan dan kesempitan dalam kehidupan sehari-hari. 23 Padahal, dalam pada itu Allah SWT berfirman pada surat al-ma> idah: 6: Artinya: Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-nya bagimu, supaya kamu bersyukur. 24 Para Ulama juga sepakat menyatakan bahwa ketika ayat-ayat alal-qur an di turunkan, banyak sekali ayat-ayat yang mengukuhkan kebiasaa-kebiasaan yang terdapat di tengah-tengah masyarakat. Misalnya, kebolehan jual-beli yang sudah ada sebelum Islam. Hadith-hadith Rasulullah SAW juga banyak sekali yang mengakui eksistensi urf yang berlaku ditengah masyarakat, seperti hadith yang berkaitan dengan jualbeli pesanan (salam). 25 Dari berbagai kasus urf yang dijumpai, para Ulama Ushul Fiqh merumuskan kaidah-kaidah fiqh yang berkaitan dengan urf, diantaranya adalah yang paling mendasar: 23 Ibid., Departemen Agama RI, al-qur an dan Terjemah, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), Nasroen Haroen, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos, 1996), 142.
18 38 a. Adat kebiasaan itu bisa menjadi hukum. ال ع اد ة م ك م ة ال ي ن ك ر ت غ ي ر ا ل ح ك ام ب ت غ ي ا ل ز م ن ة و ا ل م ك ن ة b. Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubahan zaman dan tempat. أل م ع ر و ف ع ر ف ا ك اال م ش ر و ط ش ر ط ا c. Yang baik itu menjadi urf sebagaimana yang disyaratkan itu menjadi syarat. ال ث اب ت ب ال م ع ر و ف ك اال ث اب ت ب الن ص d. Yang ditetapkan melalui urf sama dengan yang ditetapkan melalui nas} (ayat dan atau hadith). Para Ulama juga sepakat bahwa hukum-hukum yang didasarkan kepada urf bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat pada zaman tertentu dan tempat tertentu Syarat-syarat Urf. Para Ulama Ushul fiqh menyatakan bahwa suatu urf, baru dapat dijadikan salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Urf itu (baik yangbersifat khusus dan umum maupun yang bersifat perbuatan dan ucapan), berlaku secara secara umum. Artinya, urf itu berlaku dalam mayoritas kasus yang terjadi di tengah-tengah 26 Nasroen Haroen, Ushul Fiqh, (Jakarta : Logos, 1996),
19 39 masyarakat dan keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat tersebut. b. Urf itu telah memasyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul. Artinya, urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih dahulu ada sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya. Dalam kaitan dengan ini terdapat kaidah Us}u>liyah yang menyatakan : ال ع ب ر ة ل ل ع ر ف ال ط ار ئ urf yang datang kemudian tidak dapat dijadikan sandaran hukum terhadap kasus yang telah lama. c. urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam suatu transaksi. Artinya, dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan, seperti dalam jual-beli, yang mana telah disepakati oleh penjual dan pembeli, bahwa barang yang dibeli dibawa sendiri oleh pembeli kerumahnya. Sekalipun urf menentukan bahwa barang yang dibeli akan diantarkan pedagang kerumah pembeli, tetapi dalam akad secara jelas mereka telah sepakat bahwa pembeli akan membawa barang tersebut sendiri kerumahnya, maka urf itu tidak berlaku lagi. d. urf itu tidak bertentangan dengan nas}, sehingga menyebabkan hukum yang dikandung nas} itu tidak bisa diterapkan. Urf seperti ini tidak dapat dijadikan dalil syara, karena kehujjahan urf bisa
20 40 diterima apabila tidak ada nas} yang mengandung hukum permasalahan yang dihadapi Pertentangan Urf dengan Dalil Syara Urf yang berlaku di tengah-tengah masyarakat adakalanya bertentangan dengan nas} dan adakalanya bertentangan dengan dalil syara lainnya. Dalam persoalan pertentangan urf dengan nas}, para ahli Ushul Fiqh merincinya sebagai berikut: a. Pertentanga urf dengan nas} yang bersifat khusus/rinci. Apabila pertentangan urf dengan nas} khusus menyebabkan tidak berfungsinya hukum yang dikandung nas}, maka urf tidak dapat diterima. Misalnya, kebiasan di zaman jahiliyah dalam mengadopsi anak, dimana anak yang diadopsi itu statusnya sama dengan anak kandung, sehingga mereka medapat warisan apabila ayah angkatnya wafat. Urf seperti ini tiak berlaku dan tidak dapat diterima. b. Pertentang urf dengan nas} yang bersifat umum Menurut Mushtafa Ahmad al-zarqa, apabila urf telah ketika datangnya nas} yang bersifat umum, maka harus dibedakan antara urf al-lafz}i> dengan urf al- amali>. Apabila urf tersebut adalah urf al-lafz}i> maka urf itu bisa diterima, sehingga nas} yang umum itu dikhususkan sebatas urf al-lafz}i> yang telah berlaku 27 Nasroen Haroen, Ushul Fiqh, (Jakarta : Logos, 1996),
21 41 tersebut, dengan syarat tidak ada indikator yang menunjukkan bahwa kata-kata itu dimaksudkan sesuai dengan arti etimologisnya. Apabila urf yang ada ketika datangnya nas} yang bersifat umum itu adala urf al- amali>, maka terdapat perbedaan pendapat ulama tentang kehujjahannya menurut ulama Hanafiyah, apabila urfal- amali> itu bersifat umum, maka urf tersebut dapat mengkhususkan hukum nas} yang umum, karena pengkhususan nas} tersebut tidak membuat nas} itu tidak dapat diamalkan. Pengkhususan tersebut menurut ulama Hanafi, hanya sebatas al- urf al- amali> yang berlaku, diluar itu nas} yang bersifat umum tersebut tetap berlaku. c. \Urf yang terbentuk belakangan dari nas} umum yang bertentangan dengan urf tersebut. Apabila suatu urf terbentuk setelah datangnya nas} yang bersifat umum dan antara keduanya terjadi pertentangan, maka seluruh Ulama fiqh sepakat menatakan bahwa urf seperti ini, baik yang bersifat lafz}i> (ucapan) maupun yang bersifat amali> (praktik), sekalipun urf itu bersifat umum, tidak dapat dijadikan dalil dalam menetapkan hukum syara, karena keberadaan urf ini muncul ketika nas} syara telah menentukan hukum secara umum.
BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG
BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Gadai Sawah di Desa Morbatoh Kecamatan Banyuates Kabupaten
Lebih terperinciBAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N
BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Pelaksanaan Penahanan Sawah sebagai Jaminan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk Tuhan yang istimewa dan yang diberi sifat serba ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan kemampuan akalnya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI TENTANG URF
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG URF A. Pengertian Urf Secara umum, adat dapat dipahami sebagai tradisi lokal (local custom) yang mengatur interaksi masyarakat. Dalam ensiklopedi disebutkan bahwa adat adalah
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS
21 BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS A. Latar belakang Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang
Lebih terperinciBAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM
50 BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM A. Analisis Utang-Piutang di Acara Remuh Berdasarkan data mengenai proses dan mekanisme
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN A. Analisis Praktek Sistem Ngijo di Desa Sebayi Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari
BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari Kecamatan Genteng Surabaya Wadi< ah adalah suatu akad antara dua orang (pihak)
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU
BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU A. Analisis Terhadap Praktik Penukaran Uang Dengan Jumlah Yang Tidak
Lebih terperinciBAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali
BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) A. Pengertian Ar-Rahn Pengertian gadai (Ar-Rahn) secara bahasa adalah tetap, kekal dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyadera sejumlah harta
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG A. Analisis Praktik Utang Piutang Hewan Ternak Di Desa Ragang Dari data mengenai proses dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENELITIAN
BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Analisis Terhadap Pola Tajdi>d al- Aqd (akad baru) Rahn di Pegadaian Syariah Kebomas Gresik Praktek gadai yang dilakukan oleh masyarakat disebabkan adanya kebutuhan yang sangat
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG Gadai merupakan salah satu transaksi muamalah yang sering digunakan oleh masyarakat saat ini. Karena pada dasarnya transaksi gadai
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA
59 BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA A. Analisis Mekanisme Pembiayaan Emas Dengan Akad Rahn Di BNI Syariah Bukit Darmo
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN
63 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis terhadap Praktik Kerjasama Budidaya Lele
Lebih terperinciBAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen
68 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI AKAD MURA
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI
59 BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Hutang Pupuk dengan Gabah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK Praktik sewa menyewa pohon yang terjadi di Desa Mayong merupakan suatu perjanjian yang sudah lama dilakukan dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK Sebagaimana permasalahan yang telah diketahui dalam pembahasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah ini
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis dari Aspek Akadnya Sebagaimana yang telah penulis jelaskan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN A. Analisis terhadap Praktik Utang Piutang dalam Bentuk Uang dan Pupuk di
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI DESA MASARAN KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK A. Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi
Lebih terperinciProsiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:
Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN: 2460-6561 Analisis Penerapan Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn pada Kelebihan Hasil Jual Lelang Barang Jaminan di BPRS AL SALAAM (Mohammad
Lebih terperincimurtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN BARANG JAMINAN DENGAN SISTEM BAGI HASIL DI DESA PENYENGAT KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA KEPULAUAN RIAU A. Analisis Terhadap Akad Pemanfaatan Barang Jaminan
Lebih terperinciBAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1
BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Gadai Istilah gadai dalam bahasa Arab disebut dengan rahn yang secara etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1 Dalam istilah lain kata
Lebih terperinciBAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan
66 BAB IV MEKANISME PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DENGAN AKAD JUAL
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang
59 BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang Berdasarkan Landasan teori dan Penelitian yang peneliti peroleh di Kelurahan Ujung Gunung
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO A. Analisis Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI
BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI A. Persamaaan antara Hukum Islam dan Hukum Perdata dalam mengatur Objek Jaminan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN 1. Analisis Terhadap Diskripsi Pinjam Meminjam Uang Dengan Beras di Desa Sambong Gede
Lebih terperinciElis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.
Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. Secara bahasa Rahn berarti tetap dan lestari. Sering disebut Al Habsu artinya penahan. Ni matun rahinah artinya karunia yang tetap dan lestari. Secara teknis menahan salah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO Setelah memberikan gambaran tentang praktik pengupahan kulit
Lebih terperinciwaka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYUURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR A. Analisis Terhadap Tradisi Penitipan Beras Di Toko
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis terhadap aplikasi jual beli ikan bandeng dengan pemberian jatuh tempo. Jual beli ikan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Gadai Syariah 1. Pengertian Gadai Syariah Menurut pengertian bahasa gadai berasal dari kata " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT A. Analisis Terhadap Pemberian Wasiat Dengan Kadar Lebih Dari 1/3 Harta Warisan Kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak
Lebih terperinciBAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK UTANG PIUTANG DENGAN JAMINAN BARANG KREDITAN DI DESA BRANGKAL KECAMATAN BANDAR KEDUNGMULYO KABUPATEN JOMBANG A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang
Lebih terperinciBAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Kasus Perkasus Dari hasil penelitian dilapangan yang telah penulis lakukan melalui wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN
69 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN A. Analisis Sistem Penetapan Harga {Pada Jual Beli Air Sumur di
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA A. Analisis Pelaksanaan Transaksi Jual Beli Tanah Milik Anak yang Dilakukan
Lebih terperinciBAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni
15 BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH A. PENGERTIAN SYIRKAH Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya,
Lebih terperinciRAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH
BAB II RAHN, IJA@RAH DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL A. Rahn (Gadai Islam) 1. Pengertian Rahn (Gadai Islam) Secara etimologi rahn berarti ash@ubu@tu wad dawa@mu yang mempunyai arti tetap dan
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Tabungan Berhadiah Di TPA
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN
BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pesanan Makanan Dengan Sistem
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi
BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi Bisnis database pin konveksi adalah sebuah bisnis dimana objek yang diperjualbelikan
Lebih terperinciFATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)
24 Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Inventasi) FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) Majelis Ulama Indonesia, setelah MENIMBANG
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU A. Analisis Terdahap Praktik Pengembalian Sisa Pembayaran Di Kober Mie Setan Semolowaru Dalam transaksi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI QARD} BERAGUN EMAS DI BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG (KC) SIDOARJO
BAB IV ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI QARD} BERAGUN EMAS DI BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG (KC) SIDOARJO A. Aplikasi Qard{{ Beragun Emas di Bank BRI Syariah Kantor Cabang Sidoarjo Biaya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK A. Analisis terhadap Mekanisme Hak Khiya>r pada Jual Beli Ponsel Bersegel Akad merupakan
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO
65 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO B. Analisis Terhadap Penerapan Akad Qard\\} Al-H\}asan Bi An-Naz ar di BMT
Lebih terperinciMateri Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan
30-05-2017 Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan Tema: Fiqh Tarawih Al-Bukhari 1869-1873 Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Donasi Pusat Kajian Hadis Salurkan sedekah jariyah Anda untuk
Lebih terperinciRahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits
Rahn Secara bahasa berarti tetap dan lestari. Sering disebut Al Habsu artinya penahan. Ni matun rahinah artinya karunia yang tetap dan lestari Secara teknis menahan salah satu harta peminjam yang memiliki
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM
BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM A. Analisis Besaran Ujrah pada Pembiayaan Rahn di Pegadaian Syariah Sidokare. Salah satu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO Pada bab ini, penulis akan mengulas secara terperinci praktik transaksi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG A. Analisis Faktor Pendorong Jual Beli Cegatan di Desa Gunungpati Kecamatan Gunungpati
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia Dalam praktek kekinian akan banyak dijumpai muamalah yang terkait
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO
50 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO Dalam menjalankan muamalah, manusia tidak terikat
Lebih terperinciMUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD MUD{A
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO
BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO A. Analisis Aplikasi Penetapan Ujrah Dalam Akad Rahn di BMT UGT Sidogiri
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PRIMBON JAWA TENTANG KEHARMONISAN DALAM PERKAWINAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PRIMBON JAWA TENTANG KEHARMONISAN DALAM PERKAWINAN A. Aspek Positif dan Negatif Bagi Masyarakat yang Menerapkan Sistem Primbon Jawa di Desa Pugeran Kecamatan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP A. Deskripsi akad jasa pengetikan skripsi dengan sistem paket di Rental Biecomp Jemurwonosari Surabaya
Lebih terperinciBAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. A. Pengertian Gadai Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn
BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Gadai Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn secara bahasa berarti menahan, maksudnya adalah menahan sesuatu untuk dijadikan sebagai
Lebih terperinciBAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pengertian Wadi< ah Secara etimologi kata wadi< ah berarti menempatkan sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara.
Lebih terperinciBAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI
63 BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI A. Analisis Mekanisme Pengupahan Pemolong Cabe Di Desa Bengkak Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanggung jawabannya. Begitu pula dalam hal jual beli.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jual beli merupakan aktivitas yang dilakukan manusia umumnya dalam perekonomian baik itu sebagai produsen ataupun konsumen, dalam islam istilah tersebut sering kita
Lebih terperinciMateri Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di
11-06-2017 16 Ramadhan Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan Tema: Fiqh Tadarus Al Qur an Al-Bukhari 4635-4637, 4643, 4644 Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat
Lebih terperinciBAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN)
BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN) A. ANALISA SYIRKA
Lebih terperinciKAIDAH FIQH. Yang Ikut Itu Hukumnya Sekedar Mengikuti. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Publication: 1437 H_2016 M
KAIDAH FIQH الت اب ع ت ب ع Yang Ikut Itu Hukumnya Sekedar Mengikuti حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf Publication: 1437 H_2016 M Yang Ikut Itu Hukumnya Sekedar Mengikuti حفظو هللا
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH A. Analisis Terhadap Klaim Asuransi Dalam Akad Wakalah Bil Ujrah. Klaim adalah aplikasinya oleh peserta untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat Dalam terjadinya hutang piutang dana zakat yang terjadi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SADD AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI
BAB IV ANALISIS SADD AL-DHAR@I AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI A. Analisis Praktek Terhadap Jual Beli Kredit Baju Pada Pedagang Perorangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan segala sesuatunya di dunia ini dengan berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah diciptakan-nya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO A. Analisis Terhadap Akad Pembiayaan Mudharabah Dengan Sistem Kelompok di BMT
Lebih terperinciBAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:
BAB IV KONSEP SAKIT A. Ayat-ayat al-qur`an 1. QS. Al-Baqarah [2]: 155 156...و ب ش ر الص اب ر ين ال ذ ين إ ذ ا أ ص اب ت ه م م ص يب ة ق ال وا إ ن ا ل ل و و إ ن ا إ ل ي و ر اج عون. "...Dan sampaikanlah kabar
Lebih terperinciutang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut. Secara etimologis rahn Syari at Islam memerintahkan umatnya supaya tolong-menolong yang
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Ar-rahn Rahn menurut istilah syariat adalah menjadikan benda yang memiliki nilai menurut syariat sebagai jaminan utang, sehingga seseorang boleh mengambil utang atau
Lebih terperinciPada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD MUSHA@RAKAH MUTANA@QIS}AH SEBAGAI SOLUSI AKAD PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SURABAYA Pada hakikatnya pembiayaan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH DIDESA UNDAAN LOR KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH DIDESA UNDAAN LOR KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK A. Pelaksanaan Gadai Sawah di Desa Undaan Lor, Karanganyar, Demak Berdasarkan Syarat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DUA AKAD (MURA>BAH}AH DAN RAHN) DALAM PEMBIAYAAN MULIA (MURA>BAH}AH EMAS LOGAM MULIA UNTUK INVESTASI ABADI) MENURUT HUKUM ISLAM
76 BAB IV ANALISIS DUA AKAD (MURA>BAH}AH DAN RAHN) DALAM PEMBIAYAAN MULIA (MURA>BAH}AH EMAS LOGAM MULIA UNTUK INVESTASI ABADI) MENURUT HUKUM ISLAM A. Analisis Dua akad (Mura>bah}ah Dan Rahn) dalam Pembiayaan
Lebih terperinciA. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK ARISAN JAJAN DENGAN AKAD MUDHARABAH DI TAMBAK LUMPANG KELURAHAN SUKOMANUNGGAL KECAMATAN SUKOMANUNGGAL SURABAYA A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak
Lebih terperinciMateri Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa
05-06-2017 10 Ramadhan Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa Al-Bukhari 1811, 1812 Tirmidzi 648, 649 Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN A. Hal-hal yang Berkaitan dengan Praktek Tambahan Harga dari Harga
Lebih terperinciBagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH
PETUNJUK RASULULLAH Bagi YANG BERHUTANG حفظه االله Ustadz Nur Kholis bin Kurdian Publication: 1434 H_2013 M PETUNJUK RASULULLAH صلى االله عليه وسلم BAGI YANG BERHUTANG حفظه االله Ustadz Nur Kholis bin
Lebih terperinciKAIDAH FIQH. Pengakuan Adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Pengakuan adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas
KAIDAH FIQH ا إ ل قإر ار ح ج ة ق اص ر ة Pengakuan Adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf Publication 1437 H_2016 M Kaidah Fiqh Pengakuan adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURAbah}ah Yang Direalisasi Sebelum Barang Yang Dijual
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN Kehidupan manusia selalu mengalami perputaran, terkadang penuh dengan
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN HIBAH DALAM KEADAAN SAKIT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN
62 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN HIBAH DALAM KEADAAN SAKIT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Pemberian Hibah dalam Keadaan Sakit
Lebih terperinciRahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang
Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang Rahn Secara bahasa berarti tetap dan lestari. Sering disebut
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA A. Tata Cara Pelaksanaan Akad Pelaksanaan akad deposito di BNI Syari ah dimulai pada waktu pembukaan rekening
Lebih terperinciBAB II GADAI (RAHN) DAN URF DALAM ISLAM. Secara etimologi, gadai (dalam bahasa arab) rahn yaitu tetap dan
BAB II GADAI (RAHN) DAN URF DALAM ISLAM A. Gadai (Rahn) dalam Hukum Islam 1. Definisi Gadai atau Rahn Secara etimologi, gadai (dalam bahasa arab) rahn yaitu tetap dan lestari. 12 Secara bahasa Rahn bisa
Lebih terperinciKAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf
KAIDAH FIQH ت ب د ل س ب ب ال م ل ك ك ت ب د ل ال ع ي Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf Publication: 1437 H_2016 M Perubahan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN
53 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN A. Analisis Tentang Pelaksanaan Praktik Simpanan Wadi ah
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN
58 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktek Sistem Jual Beli Ikan Dengan Perantara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kental dan peka terhadap tata cara adat istiadat. Kekentalan masyarakat Jawa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Jawa pada umumnya mempunyai aktivitas yang pada dasarnya kental dan peka terhadap tata cara adat istiadat. Kekentalan masyarakat Jawa terhadap adat
Lebih terperinciSolution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam
BAB IV ANALISIS PEMANFAATAN TANAH SEWA OLEH PEMILIKNYA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERTANAHAN PADA BIMBINGAN BELAJAR SMART SOLUTION SURABAYA A. Analisis Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya di Bimbingan
Lebih terperinciKRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT
40 KRITERIA MASLAHAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426
Lebih terperinciب س م االله الر ح من الر ح ي م
FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL Nomor: 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang PENGALIHAN UTANG ب س م االله الر ح من الر ح ي م Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan
Lebih terperinci