ABSTRAK ALASAN PENGHAPUS PIDANA DENSUS 88 ANTI TEROR MABES POLRI TERKAIT DENGAN TEMBAK DI TEMPAT TERDUGA TERORIS. Oleh :
|
|
- Suparman Agusalim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ABSTRAK ALASAN PENGHAPUS PIDANA DENSUS 88 ANTI TEROR MABES POLRI TERKAIT DENGAN TEMBAK DI TEMPAT TERDUGA TERORIS Oleh : Argadwi Saputra, Erna Dewi, Eko Raharjo argasapta@yahoo.com Pemberantasan tindak pidana teroris di Indonesia di lakukan oleh Detasemen 88 Anti Teror Mabes Polri, yang dalam mengemban tugasnya di berikan berdasarkan Peraturan Pengganti Undang Undang No. 1 dan 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 menjelaskan tentang prosedur menggunakan senjata api. Tapi dalam tahap pelaksanaan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terkadang melakukan tembak di tempat terhadap terduga teroris hal ini yang menjadi pro dan kontra terkait dengan tugas Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam memberantas tindak pidana teroris.pedoman yang ada mendukung Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Tahapan Pengunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Hal itu yang menjadi dasar dalam melakukan tembak di tembak terhadap berbagai kasus kasus teroris yang terjadi di Indonesia. Dalam rangka melaksanakan penelitian tentang Alasan Penghapus Pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Terkait Dengan Tembak di Tempat Terduga Teroris. Penelitian hukum yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder, sehingga Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan hukum positif sebagai langkah awal penelitian kemudian pendekatan yang dilakukan secara yuridis normatif. Pendekatan Normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah kaidahkaidah atau norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Apakah Dasar tentang Alasan Penghapus Pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Terkait Dengan Tembak di Tempat Terduga Teroris Kata kunci : Tembak di Tempat, Densus 88 Anti Teror Mabes Polri
2 ABSTRACT Effacement of terrorism in Indonesia is done by the Special Detachment 88 Anti Terror Police Headquarters, which in carrying out their duties given under Replacement Regulation No. 1 and 2 of 2002 in Combating Criminal Acts of Terrorism and Police Chief Regulation of Republic Indonesia No. 8 of 2009 describes the procedure to use firearms. But in the implementation phase of Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters sometimes do shooting against terrorism at the suspect s place becomes the pros and cons related to the duties of Special Detachment 88 Anti Terror Police Headquarters in combating the terrorism act. The guidance support of Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters Regulation of the Indonesian National Police Chief No. 1 of 2009 on the Stages of the Power Use in Police Action. It becomes the foundation in doing a gunshot firing against various terrorism cases that occurred in Indonesia. In order to carry out research on the Criminal Effacement Reason of Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters Relating to Alleged Terrorists Shooting in place. Legal research conducted in this research is a normative legal research done by examining library materials as a secondary data, so the method of the approach used in this study using positive law as a first step research and normative juridical approach. Normative approach is the approach by examining the rules or norms, rules relating to the discussed issues. What is the Basic of Criminal Effacement Reason of Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters Related to Terrorism Suspect shooting Keywords : Shoot in place, Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters
3 I. PENDAHULUAN Indonesia adalah satu dari beberapa contoh negara berkembang di dunia, yang dalam perkembangannya masih bisa terjadi kedinamisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Berbagai aspek permasalahan masih bisa dijumpai dalam negara berkembang seperti permasalahan kependudukan, kesejahteraan sampai keamanan, halhal tersebut masih menjadi masalah yang dominan terjadi. Sebagai negara berkembang indonesia turut menjunjung tinggi hak-hak warga negaranya untuk mendapatkan rasa aman dan tentram dalam kehidupannya. Persoalan keamanan dan ketentraman di Indonesia tidak bisa dipungkiri karena masih banyaknya kesenjangan yang ada di dalam kehidupan masyarakatnya sehingga akan menyebabkan mudahnya timbul berbagai jenis konflik mulai dari kejahatan biasa sampai pada kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime) dalam bentuk radikalitas tindak pidana terorisme. Tentu adanya kejahatan extraordinary crime terorisme semakin mengikiskan keamanan dan ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara. Terorisme menjadi persoalan serius dalam negara kemudian definisi terorisme dimasukkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tersebut. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar hukum Alasan Penghapus Pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri melakukan tembak di tempat terduga teroris Alasan-alasan peniadaan pidana (strafuitsluitingsgronden) adalah alasan-alasan yang memungkinkan seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan tindak pidana, tetapi tidak dapat dipidana. 1 Pelaksanaan kewenangan tembak di tempat yang dimiliki oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan dasar hukum pelaksanaan kewenangan tembak di tempat serta sesuai dengan situasi dan kondisi kapan perintah tembak di tempat itu dapat diberlakukan, dan juga pelaksanaan perintah tembak di tempat harus sesuai dengan asas tujuan, keseimbangan, asas keperluan, dan asas kepentingan. Pada dasarnya tindakan tembak di tempat menjadi prioritas apabila Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terdesak dan pelaku mengancam keselamatan anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri. Dalam pelaksanaan kewenangan 1 Tri Andrisman, 2009, Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Lampung, Penerbit Universitas Lampung.Hlm 111
4 tembak di tempat harus mnenghormati hak hidup dan hak bebas dari penyiksaaan karena kedua hak itu dijamin dengan undang undang. 2 Kewenangan yang berasal dari Undang-undang membuat Densus 88 Anti Teror Mabes Polri memahami tentang penggunaan senjata dalam pelaksanaan kewenangan tembak di tempat agar nantinya dalam pelaksanaan kewenangan tembak di tempat itu tidak melanggar hukum. Hal yang terpenting dalam pelaksanaan perintah tembak di tempat harus sesuai dengan mekanisme pelaksanaan tembak di tempat dan prosedur tetap penggunaan senjata api oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Polri. Dalam setiap melakukan tindakan tembak di tempat Polisi selalu berpedoman pada suatu kewenangan yaitu kewenangan bertindak menurut penilaiannya sendiri, hal ini yang sering disalahgunakan oleh oknum anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri. Menjalankan tugasnya Densus 88 Anti Teror Mabes Polri di naungi oleh dasar dasar hukum yang berfungsi sebagai landasan dasar yang harus diikuti dan ditaati. Cikal bakal Densus 88 lahir dari Inpres No. 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme. Instruksi ini dipicu oleh maraknya teror bom sejak Aturan ini kemudian dipertegas dengan diterbitkannya paket Kebijakan Nasional terhadap pemberantasan terorisme dalam bentuk Perpu No. 1 dan 2 Tahun 2002 tentang 2 Muhammad Zulkarnain, 2008, Pro dan Kontra Densus 88 Anti Teror Mabes Polri, Jakarta, Sinar Grafika, Hlm 45 Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Berdasarkan ketentuan Undang Undang mengenai pembentukan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri untuk memberantas tindak pidana teroris, maka muncullah berbagai pro dan kontra terkait dengan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri hal yang paling disoroti adalah tindakan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan tembak di tempat terhadap terduga teroris. Persoalan yang ada sebenarnya tembak ditempat tidak ada dalam tugas Densus 88 Anti Teror Mabes Polri itu merupakan istilah yang sering digunakan oleh masyarakat atau media masa, tembak ditempat merupakan salah satu tindakan yang kerap dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terkait pemberantasan tindak pidana Teroris. Dalam setiap penangkapan tehadap terduga oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terkadang sering dilakukan tindakan keras, namun hal itu dilakukan apabila terduga melakukan melakukan perlawanan dan atas perlawanan tersebut anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri merasa terancam jiwanya dan juga masyarakat diskitarnya, sehingga perlu dilakukan tindakan yang sangat keras terhadap tersangka. Adapun tindakan keras Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dilakukan dengan cara tembak ditempat. Tindakan tegas dan keras Kepolisian adalah suatu tindakan yang diambil oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam menghadapi terduga teroris pada saat dilakukan penangkapan, dimana tindakan tegas tersebut dilakukan sesuai dengan standar operasional. Tindakan tegas
5 dan keras Densus 88 Anti Teror Mabes Polri hal tersebut merupakan suatu hal yang diberikan oleh Undang-undang kepada Kepolisian yang disebuat dengan Diskresi Kepolisian 1. Sebelum petugas kepolisian melakukan tindakan tembak ditempat ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan berdasarkan pedoman dalam Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan juga dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 secara jelas menyebutkan kepolisian diberi wewenang untuk melakukan suatu tindakan menurut penilaiannya sendiri. Dalam Pasal 19 Ayat (2) dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan. Mengenai aturan tembak mati di tempat oleh polisi pada pelaku kejahatan terorisme diatur dalam KUHP dan KUHAP, dalam undangundang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia serta dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam Tindakan Kepolisan serta Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia. Mengenai pertanggungjawaban pidana polisi, tidak dapat diminta pertanggungjawabnnya karena dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur sehingga ada alasan pembenar dan dapat diminta pertanggungjawabannya apabila dalam melakukan tugasnya tidak sesuai dengan prosedur. B. Pertanggungjawaban Pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan tembak di tempat terduga teroris Setiap hukum modern seyogyanya dengan berbagai cara, mengadakan pengaturan tentang bagaimana mempertanggungjawabkan orang yang telah melakukan tindak pidana. Dikatakan dengan berbagai cara karena pendekatan yang berbeda mengenai cara bagaimana suatu sistem hukum merumuskan tentang pertanggungjawaban pidana, mempunyai pengaruh baik dalam konsep maupun implementasinya. Dalam bahasa Belanda, istilah pertanggungjawaban pidana menurut Pompee terdapat padanan katanya, yaitu aansprakelijk, verantwoordelijk, dan toerekenbaar. Orangnya yang aansprakelijk atau verantwoordelijk, sedangkan toerekenbaar bukanlah orangnya, tetapi perbuatan yang dipertanggungjawaban kepada orang. Biasa pengarang lain memakai istilah toerekeningsvatbaar. Pompe keberatan atas pemakaian istilah yang terakhir, karena bukan orangnya tetapi perbuatan yang toerekeningsvatbaar. Menurut Roeslan Saleh, dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk pertanggungjawaban. Perbuatan pidana menurut Roeslan Saleh mengatakan, orang yang melakukan perbuatan pidana dan memang mempunyai kesalahan
6 merupakan dasar adanya pertanggungjawaban pidana. Asas yang tidak tertulis mengatakan, tidak di ada pidana jika tidak ada kesalahan, merupakan dasar dari pada di pidananya si pembuat. 3 Simons menyebutkan bahwa kesalahan adalah adanya keadaan physchis yang tertentu pada orang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang di lakukan sedemikan rupa hingga orang itu dapat di cela karena melakukan perbuatan tadi. Dengan demikian untuk adanya suatu kesalahan harus di perhatikan dua hal di samping melakukan tindak pidana, yakni: a. Adanya keadaan Phychis(bathin) yang tertentu b. Adanya hubungan tertentu antara keadaan bathin tersebut dengan perbuatan yang di lakukan, hingga menimbulkan celaaan tadi. Menyangkut hal mengenai kesengajaan dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP) dicantumkan bahwa sengaja ialah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.dalam ilmu hukum pidana pada umumnya dibedakan tiga macam kesengajaan, yaitu 4 : 3 Tri Andrisman, 2009, Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Lampung, Penerbit Universitas Lampung.Hlm 91 4 Tri Andrisman, 2009, Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Lampung, Penerbit Universitas Lampung Hlm 91 a) Kesengajaan sebagai maksud (opzet alsoogmerk); b) Kesengajaan dengan kesadaran akan kepastian; c) Kesengajaan dengan kesadaran melakukan suatu perbuatan. Pertanggungjawaban pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam hal melakukan tembak di tempat terduga teroris apabila telah sesuai dengan beberapa ketentuan ketentuan khusus yang ada dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian maka hilanglah unsur pidananya. Prosedurprosedur yang dilakukan dengan benar dan memperhatikan semua hal dalam proses penangkapan yang menyebabkan penembakan pada terduga atau tersangka teroris oleh anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri tidak dapat diminta pertanggungjawabannya karena dilindungi oleh alasan Pembenar yang menyatakan adanya daya paksa atau overmacht (Pasal 48 KUHP),pembelaan terpaksa atau noodweer (Pasal 49 Ayat (1) KUHP), karena sebab menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP), karena melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 Ayat (1) KUHP). Perbuatan tembak mati pada proses penangkapan dibenarkan undang-undang karena: a. Perbuatan itu tidaklah bertentangan dengan sesuatu aturan hukum, baik aturan
7 tertulis maupun dari hukum yang tidak tertulis karena perbuatan membela diri oleh seseorang terhadap serangan yang bersifat melawan hukum yang telah dilakukan seketika itu juga adalah hak setiap orang, sehingga perbuatannya itu tidaklah bersifat melawan hukum. b. Perbuatan menangkap atas perintah yang berhak merupakan suatu tindakan jabatan yang harus dilakukan oleh seorang Polisi, karena merupakan kewajiban hukum baginya menaati perintahperintah yang telah diberikan oleh seorang penyidik kepadanya. c. Perbuatannya merupakan suatu perbuatan yang masuk akal dan patut untuk dilakukan, karena tanpa melakukan tembak mati tidak akan dapat melaksanakan perintah. d. Perbuatan yang dalam hal ini menembak mati pelaku kejahatan terorisme dilakukan atas pertimbangan yang layak berdasarkan suatu keadaan yang memaksa, karena apabila tidak demikian akan secara langsung menembak mati penyerangnya, semata-mata untuk mempertahankan kepentingan hukumnya untuk tetap hidup tanpa menghiraukan kepentingan hukum yang sama dari para penyerang itu sendiri. Perbuatan menembak mati pelaku terorisme sesuai dengan ketentuan diatas tidaklah dapat disebut sebagai perbuatan yang bersifat tidak menghormati hak asasi manusia. Dalam hukum pidana apabila telah berlaku alasan penghapus pidana dalam suatu tindak pidana maka hal itu bisa menghilangkan pertanggungjawaban pidananya. Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam melakukan penggerebekan selalu mengedepankan prinsip untuk menangkap terduga teroris dalam keadaan hidup tapi terkadang dalam setiap penggerebekan sangat sulit untuk bisa melakukan penangkapan hidup hidup, sebab terduga teroris selalu melakukan perlawanan seperti baku tembak atau melakukan ledakan bom bunuh diri yang bisa menimbulkan bahaya bagi Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dan masyarakat sekitar.melihat bahaya yang timbul dari aksi perlawanan terduga teroris, Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terpaksa melakukan perlawanan sehingga berujung dengan aksi baku tembak dengan terduga teroris yang terkadang sampai melakukan tembak di tempat, hal tersebut bisa dikategorikan daya paksa dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diatur dalam Pasal 48 KUHP yang menyatakan : Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana Ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana berupa pertanggungjawaban pidana yang ada dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana dapat dihilangkan terhadap tindakan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakuan tembak di temapt karena berlaku alasan penghapus pidana berupa daya paksa dalam Pasal 48 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
8 selain itu adanya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian sebagai dasar Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam melakukan eksekusi tembak ditempat. Berdasarkan beberapa analisis dan fakta yang terjadi dalam pemberantasan terorisme di Indonesia, sangatlah jelas terlihat antara analisis dan fakta belum dianggap sama, karena dengan fakta hukum yang ada di lapangan pemberantasan tindak terorisme masih sangat sulit dilakukan. Seperti contoh tindakan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan eksekusi tempat ditempat yang masih menuai pro dan kontra, padahal beberapa dasar hukum terkait dengan kewenangan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri seharusnya sudah bisa dipahami bahwa alasan penghapus pidana berlaku bagi Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan eksekusi tembak ditempat selama dilakukan sesuai dengan mematuhi undang undang yang berlaku. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti paparkan di dalam Pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Alasan-alasan peniadaan pidana (strafuitsluitingsgronden) adalah alasan-alasan yang memungkinkan seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumasan tindak pidana, tetapi tidak dapat dipidana. Dasar hukum alasan penghapus pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam melakukan kewenangan tembak ditempat adalah : a) Kitab Undang-Undang Pidana Pasal 48 yang Menyatakan barang siapa melakukan perbuatan karena adanya daya paksa (Overmacht) tidak dipidana. Adanya daya paksa itulah yang menyebabkan anggota Kepolisian Republik Indonesia menggunakan kekuatan dengan senjata api. Dalam kaitan adanya upaya paksa yang dimaksudkan adalah upaya paksa yang bersifat paksaan lahir bathin serta paksaan rohani da jasmani karena ada pertentangan antara penegakan hukum dan peraturan hukum itu sendiri. b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 7 Ayat (1) angka 10 menentukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan dalam melaksanakan tugasnya wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Tindakan lain yang dimaksud dalam angka 10 Pasal 7 Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana adalah termasuk melakukan tembak mati di tempat pada orang yang di duga atau tersangka yang terkait dalam suatu tindak pidana termasuk kejahatan terorisme. Upaya tembak mati ialah tindakan lain dalam melaksanakan tugasnya yang dilakukan dalam hal sebagai upaya terakhir untuk menghindarkan orang yang di duga atau tersangka tersebut melarikan diri maupun
9 melakukan perlawanan kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia. c) Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Dalam bertugas dilapangan anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dituntut dapat menerapkan Pasal Undang-undang yang kadang-kadang belum diatur jelas ketentuannya, untuk itu penerapan diskresi Kepolisian perlu dipelajari dan perlu dipahami model model permasalahan apa yang dapat didiskresi. Mengenai aturan tembak mati di tempat oleh polisi pada pelaku kejahatan terorisme diatur dalam KUHP dan KUHAP, dalam undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia serta dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam Tindakan Kepolisan serta Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia. Mengenai pertanggungjawaban pidana polisi, tidak dapat diminta pertanggungjawabnnya karena dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur sehingga ada alasan pembenar dan dapat diminta pertanggungjawabannya apabila dalam melakukan tugasnya tidak sesuai dengan prosedur. 2. Pertanggungjawaban pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam hal melakukan tembak di tempat terduga teroris apabila telah sesuai dengan beberapa ketentuan ketentuan khusus yang ada dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian maka hilanglah unsur pidananya. Prosedur-prosedur yang dilakukan dengan benar dan memperhatikan semua hal dalam proses penangkapan yang menyebabkan penembakan pada terduga atau tersangka teroris oleh anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri tidak dapat diminta pertanggungjawabannya karena dilindungi oleh alasan Pembenar yang menyatakan adanya daya paksa atau overmacht (Pasal 48 KUHP),pembelaan terpaksa atau noodweer (Pasal 49 Ayat (1) KUHP), karena sebab menjalankan perintah Undang-undang (Pasal 50 KUHP), karena melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 Ayat (1) KUHP). Perbuatan tembak mati pada proses penangkapan dibenarkan Undang-undang karena: a) Perbuatan itu tidaklah bertentangan dengan sesuatu aturan hukum, baik aturan tertulis maupun dari hukum yang tidak tertulis karena perbuatan membela diri oleh seseorang terhadap serangan yang bersifatmelawan hukum yang telah dilakukan seketika itu juga adalah hak setiap orang, sehingga perbuatannya itu tidaklah bersifat melawan hukum.
10 b) Perbuatan menangkap atas perintah yang berhak merupakan suatu tindakan jabatan yang harus dilakukan oleh seorang Polisi, karena merupakan kewajiban hukum baginya menaati perintahperintah yang telah diberikan oleh seorang penyidik kepadanya. c) Perbuatannya merupakan suatu perbuatan yang masuk akal dan patut untuk dilakukan, karena tanpa melakukan tembak mati tidak akan dapat melaksanakan perintah. d) Perbuatan yang dalam hal ini menembak mati pelaku kejahatan terorisme dilakukan atas pertimbangan yang layak berdasarkan suatu keadaan yang memaksa, karena apabila tidak demikian akan secara langsung menembak mati penyerangnya, semata-mata untuk mempertahankan kepentingan hukumnya untuk tetap hidup tanpa menghiraukan kepentingan hukum yang sama dari para penyerang itu sendiri. e) Perbuatan menembak mati pelaku terorisme sesuai dengan ketentuan diatas tidaklah dapat disebut sebagai perbuatan yang bersifat tidak menghormati hak asasi manusia. DAFTAR PUSTAKA Abimanyu Bambang, 2005, Teror Bom di Indonesia, Jakarta: Grafindo. Adji Seno Indriyanto, 2001, Terorisme dan HAM dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia.Jakarta: O.C. Kaligis & Associates. Andrisman Tri, 2009, Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Lampung, Penerbit Universitas Lampung M Fall, 1991, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Praduya Pramita, Jakarta, Muryati Sri, 2003,Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU No.15 tahun 2003 Jakarta:Konsiderans ,Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia, Jakarta: O.C. Kaligis & Associates Prodjodikoro Wiryono, 2003, Asasasas Hukum Pidana Di Indonesia; Jakarta Refika Aditama. Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press. Soerjono Soekamto, 1982,Kesadaran dan Kepatuhan Hukum, Jakarta, Rajawali. Zulkarnain Muhammad, 2008, Pro dan Kontra Densus 88 Anti Teror Mabes Polri, Jakarta, Sinar Grafika Undang-Undang Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Terorisme Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Skep Kapolri No. 30/VI/2003 Tentang Pembentukan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian Internet
11 lampung Tommy Elvani, 2009, Jurnal Vol I : Pertanggungjawaban Pidana Tembak di Tempat
KEWENANGAN TIM DENSUS 88 DALAM PENANGGULANGAN TERORISME DI INDONESIA 1 Oleh : Marshaal Semuel Bawole 2
KEWENANGAN TIM DENSUS 88 DALAM PENANGGULANGAN TERORISME DI INDONESIA 1 Oleh : Marshaal Semuel Bawole 2 ABSTRAK Tim Densus 88 adalah Tim Detasemen Khusus 88 yang merupakan satuan khusus Kepolisian Negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan
Lebih terperinciTEMBAK DI TEMPAT OLEH ANGGOTA DENSUS 88 TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME DIKAITKAN DENGAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA PELAKU.
TEMBAK DI TEMPAT OLEH ANGGOTA DENSUS 88 TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME DIKAITKAN DENGAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA PELAKU Oleh : YURIADI Pembimbing Dr.Erdianto.S.H,M.Hum & Dr.Mexsasai Indra.S.H.,M.H
Lebih terperinciPresiden, DPR, dan BPK.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH
BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH A. Prinsip-Prinsip Penggunaan Senjata Api Dalam Tugas Kepolisian
Lebih terperinciDASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA
DASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA oleh Cok Istri Brahmi Putri Biya Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Article titled
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Masuknya ketentuan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945. Negara juga menjunjung tinggi hak asasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan kepada setiap manusia akal budi dan nurani, dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, yang dapat digunakan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dengan landasan moral seyogyanya hukum ditegakkan.polisi sebagai penegak. secara perorangan dalam menghadapi situasi yang nyata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian merupakan salah satu institusi Negara sebagai lapisan terdepan penjaga masyarakat, haruslah terdepan pula mempertahankan integritas moral, dan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciDEPARTEMEN HUKUM PIDANA
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA POLISI TERHADAP TEMBAK DI TEMPAT PADA PELAKU KEJAHATAN TERORISME Jurnal Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh
Lebih terperinciABSTRACT. Keywords : Compensation, Restitution, Rehabilitation, Terrorism.
KETERBATASAN PERLINDUNGAN HAK SAKSI DAN KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA Oleh : Kristina Melati Pasaribu Suhirman Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciWEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI
WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI IMade Widiasa Pembimbing : I ketut Rai Setiabudhi A.A Ngurah Wirasila Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun yaitu pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,
Lebih terperinciFungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak
Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM DALAM PENANGKAPAN TERDUGA TERORIS ( STUDI KASUS SIYONO )
PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PENANGKAPAN TERDUGA TERORIS ( STUDI KASUS SIYONO ) JURNAL SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu
Lebih terperincidengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan dan dilansir media massa di seluruh dunia saat ini. Definisi terorisme
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terorisme adalah kata dengan beragam interpretasi yang paling banyak diperbincangkan dan dilansir media massa di seluruh dunia saat ini. Definisi terorisme sampai saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
Lebih terperinciBAB II KEWENANGAN APARAT KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN TEMBAK DI TEMPAT TERHADAP TERSANGKA DIKAITKAN DENGAN ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH
BAB II KEWENANGAN APARAT KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN TEMBAK DI TEMPAT TERHADAP TERSANGKA DIKAITKAN DENGAN ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH A. Prosedur tentang pengambilan suatu keputusan tembak ditempat terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciJURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI
JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI Disusun Oleh : MICHAEL JACKSON NAKAMNANU NPM : 120510851 Program Studi : Ilmu Hukum Program
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN Oleh : Wajihatut Dzikriyah I Ketut Suardita Bagian Peradilan, Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciKEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)
KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) Oleh : Ni Made Ira Sukmaningsih Tjok Istri Putra Astiti Bagian Hukum Acara Fakultas
Lebih terperinciSKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciUNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prosedur Standar Minimal Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan Tembak di tempat Bagi Tersangka
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prosedur Standar Minimal Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan Tembak di tempat Bagi Tersangka Tembak di tempat bagi tersangka kepolisan mempunyai beberapa tahapan sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh Pande Made Kresna Wijaya I Nyoman Suyatna Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Authority investigation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan global dewasa ini mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia dari satu negara ke negara lain. Hal ini menimbulkan berbagai dampak, baik yang menguntungkan
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR Oleh : I Nyoman Farry Indra Prawira I Ketut Markeling Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title
Lebih terperinciPENGGUNAAN TINDAKAN KERAS SEBAGAI UPAYA DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PINDANA TERORISME
PENGGUNAAN TINDAKAN KERAS SEBAGAI UPAYA DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENANGKAPAN TERSANGKA TINDAK PINDANA TERORISME Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu
Lebih terperinciTINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)
TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG) Oleh : Kadek Setia Budiawan I Made Tjatrayasa Sagung Putri M.E Purwani
Lebih terperinciTinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tata tertib hukum didalamnya terkandung keadilan, kebenaran dan kesejahteraan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA Oleh: Ni Made Dwita Setyana Warapsari I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan
Lebih terperinciPENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME I. UMUM Sejalan dengan tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana
Lebih terperinciJURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN
JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN Diajukan oleh : GERRY PUTRA GINTING NPM : 110510741 Program Studi : Ilmu Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau dilanggar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma
Lebih terperinciKEWENANGAN POLRI DALAM TINDAKAN TEMBAK DI TEMPAT TERDUGA PELAKU KEJAHATAN BERDASARKAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH
KEWENANGAN POLRI DALAM TINDAKAN TEMBAK DI TEMPAT TERDUGA PELAKU KEJAHATAN BERDASARKAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH Oleh: Dr. Adnan Murya, SH., MM. Aris Supomo, SH., MH.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan
Lebih terperinciHAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN
HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN Oleh Maya Diah Safitri Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The right to obtain legal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar dapat terkontrol, selain itu hukum juga merupakan aspek terpenting dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang utama adalah hak atas kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciWEWENANG DISKRESI OLEH PENYIDIK Oleh : Pebry Dirgantara I Made Tjatrayasa Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana
WEWENANG DISKRESI OLEH PENYIDIK Oleh : Pebry Dirgantara I Made Tjatrayasa Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana Abstract This journal is titled The Discretion Authority by the Investigator.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara penegakan hukum pidana materiil, artinya apabila terjadi pelanggaran hukum pidana materiil,
Lebih terperinciPERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ATAS PENYALAHGUNAAN SENJATA API
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ATAS PENYALAHGUNAAN ABSTRAK SENJATA API Oleh: Anak Agung Ngurah Bayu Ariadi Pembimbing : I Made Tjatrayasa I Made Walesa Putra Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -
I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yakni Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciUPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN SALAH TANGKAP OLEH TIM DETASEMEN KHUSUS 88 DALAM KASUS DUGAAN TERORISME. (Jurnal Skripsi) Oleh GITO NUGROHO
UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN SALAH TANGKAP OLEH TIM DETASEMEN KHUSUS 88 DALAM KASUS DUGAAN TERORISME (Jurnal Skripsi) Oleh GITO NUGROHO FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belakangan marak diberitakan tentang tuduhan pencemaran nama baik oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list (milis), meneruskan
Lebih terperinciKEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN
KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN 2000 Oleh : Bella Kharisma Desak Putu Dewi Kasih Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program
Lebih terperinciPEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH
1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciKONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA
KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA Oleh : ABSTRACT Diskresi represent the kewenangan free from the Police [of] Republic Of Indonesia to determine the stages;steps in course of crime. Diskresi
Lebih terperinciKONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA
KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA Oleh : ABSTRACT Diskresi represent the kewenangan free from the Police [of] Republic Of Indonesia to determine the stages;steps in course of crime. Diskresi
Lebih terperinci