PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN HUTAN DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN PRINGSEWU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN HUTAN DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN PRINGSEWU"

Transkripsi

1 PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN HUTAN DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN PRINGSEWU Bayu manggala, Sudirman Mechsan, S.H., M.H., Ati Yuniati, S.H., M.H. Jurusan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jl Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung No.HP : satryasuryapratama@yahoo.co.id ABSTRAK Sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu adalah sengketa yang terjadi akibat dari tukar guling kawasan hutan yang ditetapkan berdasarkan keputusan mentri kehutanan Nomor SK.742/MENHUT/-II/2009. Pada kenyataanya tukar guling tersebut didasari oleh pemaksaan oleh panitia kompensasi kepada masyarakat sehingga menimbulkan sengketa.permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1). Bagaimanakah cara penyelesaian sengketa lahan hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu? 2). Apakah faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa lahan hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu?Metode penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan pendekatan normatif dan empiris dengan data yang bersumber dari data primer dan data skunder. Hasil penelitian menunjukan 1) Penyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya diselesaikan melalui cara non litigasi yaitu dengan mediasi. Hal ini dilakukan dengan pembentukan tim terpadu dan panitia tapal batas hutan. 2) faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa ini adalah Masyarakat tidak mengetahui proses dan cara untuk menyelesaikan sengketa lahan hutan hal ini. Masyarakat yang bersengketa yang tidak tahu harus kemana untuk menyelesaikan sengketa dan kurang tanggapnya pemerintah yang menyebabkan masalah sengketa ini berlarut-larut.saran dalam penelitian ini adalah; Pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah kabupaten pringsewu dan kementrian harus mengawasi dengan ketat segala permohonan atau izin tentang kehutanan dan menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang terjadi di Kawasan Hutan Register22 Way Waya Kabupaten Pringsewu. Kata kunci : Sengketa, Kehutanan, Register 22

2 I. PENDAHULUAN Sengketa yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu itu bermula dari dikeluarkanya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22, seluas 175 (seratus tujuh puluh lima) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran Utara, Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap. Keputusan tersebut merupakan keputusan yang dikeluarkan akibat dari proses kompensasi (tukar guling) lahan register dengan tanah marga pada tahun Pada mulanya di Pekon Sumber Bandung ada program kompensasi / tukar guling lahan seluas 175 Ha, yaitu lahan marga akan di ganti dengan lahan register. Lahan tukar guling yang diperjanjikan okeh ketua panitia kompensasi Makmun adalah seluas 175 hektar yang terletak di Sumber bandung. Pada kenyataanya di lapangan panitia kompensasi tidak bisa memenuhi lahan kompensasi seluas 175 Ha, dan hanya bisa menyiapkan sekitar 100 ha, sedangkan yang 75 Ha mengambil lahan dari Pekon Giri Tunggal dan Margosari. Lahan seluas 75 Ha itulah yang dipaksakan untuk dimasukan dalam lahan kompensasi padahal warga tidak menyetujui kalau lahanya dimasukan dalan lahan kompensasi dan warga yang tanahnya termasuk dalam objek tukar guling ini merasa tanah mereka tidak termasuk dalam lahan kompensasi. Dalam hal ini pekon-pekon yang wilayahnya termasuk dalam Register 22 Way Waya adalah Pekon Margosari, Giritungngal, Sumber Bandung. Tapi tidak entah bagaimana keluar persetujuan dari masyarakat dan rekomendasi oleh Bupati Tanggamus yang menyetujui dan telah membuat pernyataan pelepasan dan penyerahan hak atas tanah yang diketuai oleh orang bernama Makmun warga Desa Sumber Bandung bahwa lahan selus kurang lebih 175 (seratus tujuh puluh lima ) hektar merupakan lahan tukar guling dan keluarlah Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan

3 Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22, seluas 175 (seratus tujuh puluh lima) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap. Padahal pada kenyataanya masyarakat tidak menyetujui tanahnya dijadikan lahan kompensasi. Oleh karena itu masyarakat tidak mau pindah dari lahan hutan Register 22 Way Waya karena mereka berpendapat bahwa tanah kompensasi tersebut adalah tanah mereka dan mereka menjadi korban dari dikeluarkanya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 karena status mereka sekarang menjadi perambah hutan. Terbitnya SK tersebut sudah menimbulkan kerugian-kerugian material bagi masyarakat serta kecemasan spiritual di kalangan kaum tani dan sebagai bukti nyata adanya pelanggaran hakhak ekonomi, sosial dan budaya terhadap warga negara Indonesia. Dalam penyelesaian sengketa ini diutamakan diselesaikan melaui non litigasi terlebih dahulu sebelum menggunakan jalur litigasi. Walaupun sudah ada landasan hukum mengenai penyelesaian sengketa kehutanan tapi pada kenyataan di lapangan tidak ada kejelasan dalam proses penyelesaian sengketa lahan hutan. Masyarakat yang menjadi korban menuntut kepada pemerintah daerah untuk mengeluarkan daerah meraka dari register dan mencabut Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 namun dalam hal ini pemerintah daerah dan kementrian kahutanan tidak cepat tanggap dalam menyelesaikan masalah ini dan belum ada penyelesaianya. Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam penyelesaian sengketa ini juga menyebabkan lambatnya penyelesaian sengketa ini. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti proses penyelesaian sengketa yang terjadi di Register 22 Way Waya dengan judul penelitian skipsi mengenai Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten pringsewu.

4 II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan dan pengolahan data sebagai berikut ; a. Studi Lapangan Studi Lapangan adalah mengumpulkan data dengan mengadakan penelitian langsung pada tempat atau objek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara bebas, namun terarah kepada data penelitian yang diinginkan. Pihak yang diwawancarai adalah masyarakat Register 22 Way Waya dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, mencatat dan memahami berbagai literatur yang ada hubungannya dengan materi penelitian, berupa bukubuku, peraturan perundangundangan, majalah-majalah serta dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. c. Identifikasi Identifikasi data yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan penyelesaian sengeta lahan hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu. d. Editing Editing yaitu meneliti kembali data yang diperoleh dari keterangan masyarakat maupun dari kepustakaan, Semua data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini. e. Klasifikasi Data Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis. f. Penyusunan Data Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat. g. Analisis Data Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu menguraikan data

5 secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada. III. PEMBAHASAN 3.2 Sengketa di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu Sengketa lahan hutan yang terjadi di register 22 Way Waya. Sengketa yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu itu bermula dari dikeluarkanya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22, seluas 175 (seratus tujuh puluh lima) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran Utara, Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap. Pada mulanya di Pekon Sumber Bandung ada program kompensasi / tukar guling lahan seluas 175 Ha, yaitu lahan marga akan di ganti dengan lahan register. Lahan tukar guling yang diperjanjikan okeh ketua panitia kompensasi Makmun adalah seluas 175 hektar yang terletak di Sumber bandung. Pada kenyataanya di lapangan panitia kompensasi tidak bisa memenuhi lahan kompensasi seluas 175 Ha, dan hanya bisa menyiapkan sekitar 100 ha, sedangkan yang 75 Ha mengambil lahan dari Pekon Giri Tunggal dan Margosari. Lahan seluas 75 Ha itulah yang dipaksakan untuk dimasukan dalam lahan kompensasi padahal warga tidak menyetujui kalau lahanya dimasukan dalan lahan kompensasi Tahap Tahap Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan di Register 22 Kabupaten Pringsewu Melalui Mediasi Penyelesaian Sengketa Di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu dapat ditempuh melalui dua pilihan yaitu diselesaikan secara litigasi maupun non litigasi. Masyarakat yang menjadi korban bisa menggunakan jalur litigasi dalam menyelesaikan sengketa ini yaitu dengan membuat gugatan kelompok dan menggugat keputusan tata usaha yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009

6 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22 dan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tetapi masyarakat lebih memilih untuk menggunakan jalur non litigasi yaitu dengan jalur mediasi yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten pringsewu dengan membentuk tim terpadu dan tim tapal batas hutan untuk menelesaikan sengketa di Register 22 Way Waya PembentukanTim Terpadu dan Panitia Tapal Batas Hutan Dalam sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya dibentuklah Tim Terpadu yang dibentuk secara khusus yang bersifat ad hoc (sementara) oleh Pemerintah Kabupaten Pringsewu dalam upaya penyelesaian sengketa di tanah Register 22 Way Waya. Sesuai dengan Keputusan Bupati Pringsewu No. B/126/1.01/2012 tentang Pembentukan Tim Terpadu Penyelesaian Masalah Tanah Eks Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu Selain dibentuk Tim Terpadu dibentuk juga Panitia Tapal Batas Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Pringsewu guna mengtur ulang batas kawasan hutan dalam sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya berdasarkan SK Gubernur Lampung No. G/743/III.16/HK 2013 tertanggal 26 September 2013 dengan ketua Bupati Pringsewu dan sekretaris kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Pringsewu, serta beranggotakan kepala BPN, Bappeda, BPKH wilayah XX, camat Pagelaran Utara, dan peratin Margosari. 3.3 Hasil Penyelesaian Sengketa Di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu Sampai saat ini proses penyelesaian sengketa di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu masih belum selesai, tetapi sudah ada titik terang dengan mengatur ulang batas hutan yang menjadi lahan sengketa di Register 22 Way Waya. Dalam perkembangannya Pekon Margosari mendapat persetujuan dari Panitia Tapal Batas Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Pringsewu untuk dikeluarkan dari wilayah Register 22 Way Waya. Sedangkan untuk penyelesaian sengketa di wilayah Pekon Giritunggal, Panitia Tapal

7 Batas Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Pringsewu masih belum meputuskan untuk dikeluarkan dari Register 22. Panitia Tapal Batas Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Pringsewu masih memeriksa dan menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di lapangan dan untuk selanjutnya hasil penyelidikan yang dilakukan Panitia Tapal Batas Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Pringsewu di laporkan kepada Kementrian Kehutan untuk ditindak lebih lanjut. 3.4 Faktor Penghamat Dalam Penyelesaian Sengeta di Register 22 Way Waya 1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyelesaian sengketa dan cara mengakses informasi yang diperlukan tentang proses penyeleysaian sengketa lahan hutan di register 22 menyebabkan lambatnya proses penyelesaian sengketa ini. Masyarakat tidak mengetahui proses dan cara untuk menyelesaikan sengketa lahan hutan hal ini. Masyarakat yang bersengketa yang tidak tahu harus kemana untuk menyelesaikan sengketa. Masyarakat biasanya hanya bisa mendemo pemerintah daerah kabupaten pringsewu untuk menuntut hak mereka. 2. Lemahnya komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah daerah. komunikasi antara pemerintah daerah kabupaten pringsewu dengan masyarakat yang bersengketa dinilai masih kurang begitu baik dikerenakan kurangnya sarana dan prasarana serta fasilitas untuk masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya dalam penyelesaian sengketa yang menyebabkan masyarakat tidak padu dengan pemerintah daerah dalam proses penyelesaian sengketa. 3. Pemerintah daerah terkesan ada pembiaran dan lambat dalam menyelesaian sengketa lahan hutan di Register 22 Way Waya yang membuat sengketa ini memjadi berlarut larut tanpa ada kejelasan. Sengketa sudah terjadi sejak tahun 1999 yang bemula dari tukar guling kawasan hutan dan ditetapkan oleh Kementrian Kehutanan pada tahunn terjadinya Sengketa ini terjadi sudah sejak lama tapi pemerintah daeran dan kementrian seakan ada

8 pembiaran terhadap terjadinya sengketa yang menyebabkan banyak masyarakat yang menjadi korban. 4. Pemerintah daerah kurang tegas dalam menindak oknum-oknum yang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum yang menyababkan terjadinya sengketa ini. Pemerintah harusnya menyadari bahwa tukar guling kawasan hutan ini terdapat pelangaran hukum di dalamnya karena ada pemaksaan dari oknum tertentu terhadap masyarakat untuk melakukan tukar guling. Pemerintah seharusnya menindak tegas oknum yang memaksa masyarakat dan menyeretnya ke pengadilan dan memberikan sangsi tergas tergahap oknum tersebut. V. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya diselesaikan melalui cara non litigasi ini mengacu pada Undang- Undang No; 49 tahun 1999 pasal 74 tentang Kehutanan. Hal ini dilakukan dengan pembentukan tim terpadu dan panitia tapal batas hutan untuk menyelesaikan masalah sengketa lahan hutan di Register 22 Way Waya. Dengan berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa Penyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Faktor Penghamat Dalam Penyelesaian Sengeta di Register 22 Way Waya adalah faktor kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai proses dan cara untuk menyelesaikan sengketa lahan hutan dan pemerintah derah yang lambat dalam menyelesaian sengketa tanah hutan di Register 22 Way Waya Salain itu ditambah lagi lemahnya komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah daerah. Kurangnya komunikasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat menyebabkan masyarakat tidak padu dengan pemerintah daerah dalam proses penyelesaian sengketa

9 3. Pemerintah Daerah dan Kementrian Kehutanan harus mengawasi dengan ketat segala permohonan atau izin tentang kehutanan dan menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang terjadi di Kawasan Hutan Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu supaya tidak terjadi lagi kesalahan dalam penetapan kawasan hutan karena hal ini menyangkut kepentingan orang banyak. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Budiarto, Agus Pengawasan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Di Provinsi Lampung. Lampung; Universitas Lampung. Judistira K. Garna, 1992, Teori- Teori Perubahan Sosial, Program Pascasarjana UNPAD, Bandung. Muhammad,Abdulkadir Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Mukhsin, Aspek Hukum Sengketa Hak Atas Tanah, makalah disampaikan pada Workshop strategi Penanganan dan Penyelesaian Sengketa Pertanahan yang diselenggarakan Badan Pertanahan Nasional RI, Batam, penerbit Badan Pertanahan Nasional. Murad,Rusmadi Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung, Mandar Maju. Nader, L & Todd, H.F. (1978) The Disputing Process Law in Ten Societies Colombia University Press, New York Prajoto, Edi, Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Oleh Peradilan Tata Usaha Negara Dan Badan Pertanahan Nasional, Bandung : CV. Utomo.

10 Sunaryo Thomas, Managemen Konflik Dan Kekerasan, Makalah Pada Sarasehan Tentang Antisipasi Kerawanan Sosial. Jakarta; Badan Kesatuan Bangsa Prov DKI Jakarta. Widjaja, Gunawan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta, Rajawali Pers. Zain, Alam setia Hukum Lingkungan Konservasi Hutan dan Segi-Segi Pidana. Jakarta. Penerbit ; Rineka Cipta B. Internet C. Peraturan Perundang- Undangan Undanng Undang Dasar 1945 Undang Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 339/Kpts-II/1990 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 634/Kpts- II/1999. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 292/Kpts-II/1995 tentang Tukar Menukar

11 Kawasan Hutan Sebagaimana Telah Dirubah Beberapa Kali Terakhir Dengan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 32/Menhut -II/2010.

BAB I PENDAHULUAN. yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Agraria merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Agraria merupakan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agraria sebagai sumberdaya alam yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia sebagai kekayaan nasional merupakan sarana dalam meyelenggaraakan seluruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Pringsewu adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Pringsewu adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 8 Hutan, sebagai karunia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 8 Hutan, sebagai karunia dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hutan Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyejahterakan masyarakatnya, salah satu dari kekayaan yang dimiliki

I. PENDAHULUAN. menyejahterakan masyarakatnya, salah satu dari kekayaan yang dimiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kaya, menyimpan banyak kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kekayaan tersebut diharapkan dapat menyejahterakan masyarakatnya,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. terhadap konflik yang terjadi di tanah Register 22 Way Waya. sehingga

III. METODE PENELITIAN. terhadap konflik yang terjadi di tanah Register 22 Way Waya. sehingga 36 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Pada penelitian ini peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana Peranan Tim Terpadu yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Pringsewu terhadap konflik yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga, diadakan pemeriksaan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh gambaran yang lengkap terhadap masalah yang diteliti, digunakan metode-metode tertentu sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode penelitian tersebut dipergunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : Pendekatan secara yuridis normatif adalah penelitian hukum yang

III. METODE PENELITIAN. dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : Pendekatan secara yuridis normatif adalah penelitian hukum yang III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab penelitian skripsi ini adalah dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : 1. Pendekatan secara Yuridis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 19 Jenis penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 19 Jenis penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data yang digunakan untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan dan akurat.

BAB III METODE PENELITIAN. data yang digunakan untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan dan akurat. BAB III METODE PENELITIAN Hasil suatu kegiatan penelitian yang sangat tergantung pada teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan dan akurat. Metode merupakan serangkaian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah jenis

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah jenis III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah jenis penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 36/Kpts-IV/1985 TENTANG PERUBAHAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NO. 453/KPTS/UM/6/1982 TANGGAL 28 JUNI 1982 SEPANJANG MENYANGKUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. gejala yuridis yang ada dan fakta empiris yang terjadi. 1. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.

BAB III METODE PENELITIAN. gejala yuridis yang ada dan fakta empiris yang terjadi. 1. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum secara filosofi berupaya mencari kebenaran hakiki dari setiap gejala yuridis yang ada dan fakta empiris yang terjadi. 1 Peneltian sangat diperlukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut: 46 III. METODE PENELITIAN Pada prinsipnya metode penelitian memberikan pedoman tentang tata cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa serta memahami permasalahan yang dihadapinya. Soerjono Soekanto

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan 5 5 -

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan 5 5 - IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada 104 27-104 54 BT dan 5 5-5 22 LS. Secara administrasi berada di 4 (empat) Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. eksploratori, penelitian deskriptif, dan penelitian eksplanatori. 2 Begitu pula Robert

METODE PENELITIAN. eksploratori, penelitian deskriptif, dan penelitian eksplanatori. 2 Begitu pula Robert III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Soerjono Soekanto melihat dari segi sifat penelitian, beliau membedakannya menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu penelitian eskploratori, penelitian deskriptif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. KELAWIT WANALESTARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dipisahkan dari tata kehidupan makhluk hidup, oleh karena itu tanah mempunyai arti yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada 36 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yuris normative yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah dan

BAB III METODE PENELITIAN. yuris normative yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah dan BAB III METODE PENELITIAN 1.1. Pendekatan Masalah Untuk membahas permasalahan penulis mengadakan pendekatan yang dilakukan secara yuridis normative dan pendekatan secara yuridis empiris. Pendekatan secara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi Pantai di Kota Bandar Lampung. Eka Deviani.

Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi Pantai di Kota Bandar Lampung. Eka Deviani. Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi Pantai di Kota Bandar Lampung Eka Deviani Dosen Bagian Hukum Administrasi Negara FH Universitas Lampung Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua cara yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua cara yaitu: 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah Untuk membahas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) di Kota Bandar Lampung, maka cara pendekatan masalah yang digunakan

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

III. METODE PENELITIAN. mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah adalah elemen sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris karena sebagian besar penduduknya adalah petani yang

Lebih terperinci

2012, No Mengingat dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebag

2012, No Mengingat dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebag No.139, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN RAKYAT. Kawasan Hutan. Peruntukan. Fungsi. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5324) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 109 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMANFAATAN KAYU/IPK TAHAP II KEPADA PT. SUMBER KAYU UTAMA PADA AREAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa Jawa Barat memiliki endapan pasir besi yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

PENDAHULUAN. dapat melaksanakan fungsi sosialnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia mengakui bahwa setiap warga negaranya berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh warga

Lebih terperinci

BUPATI LAMPUNG BARAT

BUPATI LAMPUNG BARAT BUPATI LAMPUNG BARAT KEPUTUSAN BUPATI LAMPUNG BARAT NOMOR : B/ 179/ KPTS/ 05/ 2001 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA TATA BATAS HUTAN DAN PANITIA TATA BATAS KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BUPATI LAMPUNG BARAT Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan dinamika pembangunan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN Disampaikan pada Acara Sosialisasi PP Nomor 10 Tahun 2010 Di Kantor Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 6 No. 1 Januari-April 2012, ISSN 1978-5186 Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang Ati Yuniati Bagian Hukum Administrasi Negara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh 37 III. METODE PENELITIAN Penelitian adalah suatu metode ilmiah yang dilakukan melalui penyelidikan dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 101/Menhut-II/2006 TENTANG PEMBAHARUAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN PT. MITRA HUTANI JAYA ATAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada 44 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DAN DOKUMENTASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.84/MENHUT-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.84/MENHUT-II/2004 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.84/MENHUT-II/2004 TENTANG PENETAPAN BATAS AREAL KERJA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM (DAHULU HAK PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan ini adalah penelitian hukum normatif empiris.penelitian hukum

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan ini adalah penelitian hukum normatif empiris.penelitian hukum BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Pendekatan ini adalah penelitian hukum normatif empiris.penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 28 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 37 III. METODE PENELITIAN Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis). Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN DUKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. WANA INTI KAHURIPAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan cara mengkaji dan mendeskripsikan dari bahan- bahan pustaka

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan cara mengkaji dan mendeskripsikan dari bahan- bahan pustaka III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat penelitian hukum normatif karena penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji dan mendeskripsikan dari bahan- bahan pustaka

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR : 18/X/KIProv-LPG-PS-A/2016. KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG

PUTUSAN NOMOR : 18/X/KIProv-LPG-PS-A/2016. KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG SALINAN PUTUSAN NOMOR : 18/X/KIProv-LPG-PS-A/2016. KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG 1. IDENTITAS [1.1] Komisi Informasi Provinsi Lampung yang menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dasar bagi pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. dasar bagi pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan sebagai sumber kekayaan alam milik bangsa Indonesia merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat telah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sesuatu yang teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang berdasarkan

METODOLOGI PENELITIAN. sesuatu yang teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang berdasarkan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata metode dan logi. Metode artinya cara melakukan sesuatu yang teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang berdasarkan logika berpikir. Metodologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode 32 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan hal yang ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut juga dengan penelitian hukum teoritis atau penelitian hukum dogmatik karena tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. MITRA PERDANA PALANGKA ATAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN HUKUM

III. METODE PENELITIAN HUKUM 37 III. METODE PENELITIAN HUKUM Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,

Lebih terperinci

R E P U B L I K I N D O N E S I A D E P A R T E M E N K E H U T A N A N J A K A R T A. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : SK.246/VI-BPHA/2008 TENTANG

R E P U B L I K I N D O N E S I A D E P A R T E M E N K E H U T A N A N J A K A R T A. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : SK.246/VI-BPHA/2008 TENTANG R E P U B L I K I N D O N E S I A D E P A R T E M E N K E H U T A N A N J A K A R T A KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : SK.246/VI-BPHA/2008 TENTANG PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. INHUTANI I (UNIT PANGEAN)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan salah satu cara atau langkah-langkah yang

III. METODE PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan salah satu cara atau langkah-langkah yang 1 III. METODE PENELITIAN Metode Penelitian merupakan salah satu cara atau langkah-langkah yang digunakan untuk memecahkan dan menganalisis masalah dengan melakukan suatu kegiatan yang terencana berdasarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode penelitian adalah cara berfikir dan

III. METODE PENELITIAN. dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode penelitian adalah cara berfikir dan III. METODE PENELITIAN Untuk mengumpulkan data dalam penyusunan skripsi ini, diperlukan suatu cara atau metode, yang diharapkan dapat menunjang serta mempermudah pelaksanaan penelitian, sehingga didapat

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: SK :/5-0/ Menhut-V/ RHL/ 2013 TENTANG PENETAPAN LOKASI PENANAMAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI

Lebih terperinci

toko modern dan kontribusinya terhadap PAD kota Metro.

toko modern dan kontribusinya terhadap PAD kota Metro. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan 2 (dua) metode pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan

Lebih terperinci

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : SOLECHAN 1. A. PENDAHULUAN Sejak dahulu sampai sekarang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dalam mengolah dan menyimpulkan serta memecahkan suatu masalah.

III. METODE PENELITIAN. dalam mengolah dan menyimpulkan serta memecahkan suatu masalah. III. METODE PENELITIAN Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian dibutuhkan metode ilmiah yang merupakan suatu cara yang digunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. NUSA PADMA CORPORATIAON

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berfikir dan bertindak logis, metodis, dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum, atau fakta empiris yang terjadi, atau yang

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 743/KPTS-II/1996 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI ATAS AREAL HUTAN SELUAS ± 299.975 (DUA RATUS SEMBILAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Profil Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mesuji

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Profil Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mesuji IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mesuji 1. Struktur Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mesuji adalah unsur penyelenggara pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA D A F T A R I S I DAFTAR ISI... i DAFTAR DIAGRAM... ii DAFTAR LAMPIRAN...iii Bab I. KETENTUAN UMUM... I - 1 A. Dasar Hukum...I - 1 B. Tujuan...I

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berdasarkan logika berfikir. Metodelogi artinya ilmu tentang cara melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. berdasarkan logika berfikir. Metodelogi artinya ilmu tentang cara melakukan BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi berasal dari kata dasar metode dan logi. Metode merupakan cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang berdasarkan logika berfikir.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG TIM TERPADU DALAM RANGKA PENELITIAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yuridis normatif yaitu dengan menelaah ketentuan-ketentuan peraturan hukum

BAB III METODE PENELITIAN. yuridis normatif yaitu dengan menelaah ketentuan-ketentuan peraturan hukum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menelaah ketentuan-ketentuan peraturan hukum tertulis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. MULTI SIBOLGA TIMBER

Lebih terperinci

PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG

PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG 1 PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG MULIAWAN ADI PUTRA Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Jl. Prof. Soemantri Brodjonegoro No, 1 Bandar Lampung 35145 ABSTRAK Tanah sebagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur ( sistematis ) 27. Sedangkan

METODE PENELITIAN. Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur ( sistematis ) 27. Sedangkan III. METODE PENELITIAN Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur ( sistematis ) 27. Sedangkan Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.318/MENHUT-VI/2004 TENTANG PEMBENTUKAN TIM EVALUASI DAN DEWAN PERTIMBANGAN VERIFIKASI PADA KEGIATAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG Jl. WR. Monginsidi No. 69 Fax (0721) 482166 TELUKBETUNG 35215 KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2001 TENTANG PERSETUJUAN

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMANFAATAN KAYU/IPK TAHAP II KEPADA PT. MERDEKA PLANTATION INDONESIA PADA AREAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI ATAS AREAL HUTAN SELUAS ± 50.725 (LIMA PULUH RIBU TUJUH

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Penjelasan Umum pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Metode adalah suatu bentuk atau cara yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan suatu permasalahan

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR : 21/XII/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG

PUTUSAN NOMOR : 21/XII/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG PUTUSAN NOMOR : 21/XII/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG 1. IDENTITAS [1.1] Komisi Informasi Provinsi Lampung yang menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik Nomor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dilakukan secara yuridis normatif dan yuridis empiris guna memperoleh

METODE PENELITIAN. yang dilakukan secara yuridis normatif dan yuridis empiris guna memperoleh III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Untuk membahas permasalahan yang penulis ajukan dalam skrpsi ini, pendekatan yang dilakukan secara yuridis normatif dan yuridis empiris guna memperoleh suatu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci