BAB I. PENDAHULUAN. rentang perjalanan sejarah yang panjang. Sejarah kehidupan ketatanegaraan
|
|
- Liana Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bukittinggi yang sering disebut Kota Jam Gadang mempunyai rentang perjalanan sejarah yang panjang. Sejarah kehidupan ketatanegaraan pemerintah daerah Kota Bukittinggi telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, yang diawali dengan pendirian Benteng Fort de Kock pada tahun 1825, kemudian dilanjutkan pada zaman pendudukan Jepang dan sampai pada zaman kemerdekaan saat ini. Peran sejarah yang telah dimainkan Kota Bukittinggi selama sejak hampir dua abad yang lalu ini memiliki aspek sejarah yang menjadi daya tarik wisata. Selain sebagai kota yang memiliki sejarah yang panjang, Bukittinggi juga terkenal sebagai kota yang memiliki kesejukan udara dan keelokan pemandangannya, karena berada pada ketinggian sekitar meter dari permukaan laut dengan kondisi alam berupa perbukitan. Berbagai objek wisata alam maupun sejarah banyak ditemui di kota ini, karena kondisi geografis dan sejarah panjang yang dimilikinya, sehingga menjadikan kota ini salah satu destinasi utama di Sumatera Barat. Pariwisata sebagai suatu sektor kehidupan, telah memiliki peran penting yang memiliki kontribusi besar terhadap pendapatan daerah. Perekonomian Kota Bukittinggi berdasarkan perkembangan nilai PDRB atas dasar harga konstan dapat dilihat pada Tabel 1. Apabila dilihat distribusinya dari tahun ke tahun, tidak mengalami pergeseran yang terlalu signifikan. Sektor-sektor yang memberikan 1
2 2 kontribusi terbesar di Kota Bukittinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, angkutan/komunikasi, bank/keuangan/pemerintahan umum, serta industri pengolahan non migas. Dengan demikian, maka dapat terlihat bahwa sektor-sektor yang memberikan kontribusi besar adalah sektor-sektor yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata. No. Tabel 1. Kontribusi tiap sektor terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bukittinggi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Sektor Rupiah (Juta) Tahun % Rupiah (Juta) % Rupiah (Juta) 1. Pertanian ,54 1, ,75 1, ,03 1,56 2. Pertambangan dan Penggalian 22,73 0,00 22,22 0,00 21,98 0,00 3. Industri Pengolahan (Industri Non Migas) ,49 9, ,18 9, ,70 9,43 4. Listrik dan Air Bersih ,76 2, ,26 2, ,28 2,07 5. Bangunan ,35 3, ,99 3, ,05 3,38 6. Perdagangan, Hotel, Restoran ,32 21, ,22 21, ,82 22,44 7. Angkutan/Komunikasi ,32 24, ,13 23, ,28 24,87 8. Bank/Keu/Perum ,31 10, ,56 10, ,56 10,32 9. Jasa-Jasa ,03 27, ,24 27, ,69 26,91 Total Sumber : Bukittinggi dalam Angka 2014 Sejalan dengan itu, sebagaimana tercantum pada Lampiran 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun , Kota Bukittinggi merupakan salah satu Destinasi Pariwisata yang berskala nasional. Ini menunjukkan bahwa Kota Bukittinggi merupakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih %
3 3 aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. Pembangunan kepariwisataan merupakan suatu hal yang kompleks. Dalam pedoman penyusunan RIPPDA kabupaten/kota disebutkan bahwa kegiatan kepariwisataan bertumpu pada pergerakan berbagai aspek, ketahanan idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan yang secara dinamis membangun kepariwisataan nasional. Kepariwisataan dilaksanakan dalam konsep yang bersifat multi dimensi, interdisipliner dan partisipatoris dalam suatu sistem yang utuh dan terpadu. Pembangunan pariwisata dapat menghasilkan berbagai manfaat, namun juga dapat menimbulkan permasalahan, maka manfaat harus dioptimalkan dan permasalahan yang mungkin akan timbul harus diminimalisir. Maka dibutuhkan proses perencanaan yang baik agar dapat menghasilkan sebuah kebijakan yang mampu mengakomodir semua hal tersebut di atas sehingga dapat meningkatkan keberhasilan implementasinya. Untuk merespon hal tersebut dan atas dasar Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan maka Pemerintah Kota Bukittinggi melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata telah melakukan penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pariwisataan Daerah (RIPPDA) pada tahun Hal tersebut dilakukan dengan harapan untuk mengembangkan dan membangun keterpaduan pembangunan kepariwisataan baik itu secara lintas sektoral, lintas pelaku maupun lintas regional yang sinergis serta berkelanjutan. Tujuan dari penyusunan RIPPDA
4 4 adalah untuk menuju arah kebijakan yang strategis dalam pembanguan sektor pariwisata dalam kurun waktu 20 tahun. RIPPDA ini diharapkan dapat menjadi arahan bagi pemerintah daerah khususnya dan pelaku wisata serta masyarakat pada umumnya dalam mengembangkan kepariwisataan di Kota Bukittinggi di masa yang akan datang. Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata dalam Diktum kelima, butir 21 menginstruksikan kepada gubernur, bupati dan walikota untuk menyusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (pengembangan produk, penetrasi serta sarana dan pelayanan/sumber Daya Manusia) Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dalam Bab VIII Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Pasal 30 menginstruksikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun dan menetapkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota. Gambar 1. Aturan yang mendasari penyusunan RIPPDA Kabupaten/Kota Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 12 ayat 3 menyebutkan bahwa pariwisata merupakan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan pemerintahan pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah. Dengan potensi pariwisata yang dimiliki oleh Kota Bukittinggi, seharusnya pariwisata menjadi prioritas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian dibutukan suatu kebijakan yang lahir
5 5 melalui proses perencanaan yang baik untuk mewujudkan penyelenggaraan kepariwisataan yang berkelanjutan. Kualitas dokumen perencanaan sangat bergantung pada proses penyusunannya. Proses penyusunan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukung untuk itu, seperti pengorganisasian dan kepemimpinan yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia, serta sumber daya lainnya seperti dana dan waktu (Sumaryadi, 2005). Semakin memadai faktor-faktor tersebut, maka diharapkan perencananan akan semakin baik. Namun kondisi riil yang terjadi di daerah adalah bahwa terjadi pemaksaan atas sumber daya pendukung perencanaan seperti sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya fisik yang lainnya termasuk waktu, telah menyebabkan hasil perencanaan tidak mengarah kepada kualitas yang lebih baik, tetapi hanya sebatas pencapaian kinerja bagi eksekutif dan lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan legislatif. Hal ini berkaitan dengan pengukuran kinerja eksekutif yang didasarkan pada target dan realisasi dengan satuan pengukuran dalam bentuk persentase, indek, rata-rata, angka dan jumlah, semakin tinggi realisasi menggambarkan tingkat capaian yang semakin baik serta DPRD yang memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Melihat fenomena penyusunan rencana pembangunan yang terjadi di daerah-daerah dan memahami bahwa pariwisata di Kota Bukittinggi merupakan kegiatan ekonomi yang penting, mencakup aspek yang amat luas, yang membutuhkan strategi tertentu dalam perencanaannya agar dapat menghasilkan kebijakan yang mampu mengarahkan pembangunan pariwisata ke depan, maka
6 6 menjadi menarik untuk mengetahui proses penyusunan perencanaan pembangunan kepariwisataan di Kota Bukittinggi, sebagai sebuah pembelajaran (leason learn) Rumusan Masalah Perencanaan bertujuan menghasilkan kebijakan. Perencanaan merupakan salah satu pengaruh paling signifikan pada perkembangan pariwisata (Dredge & Jamal, 2015). Demikian juga halnya dengan penyusunan RIPPDA, bertujuan untuk menghasilkan kebijakan yang akan menjadi panduan dalam melakukan tindakan di masa yang akan datang. Pembuatan kebijakan pariwisata merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai aktor dan lembaga dalam negosiasi distribusi kekuasaan dan kompleksitas organisasi (Bramwell & Lane, 2000; Dredge, 2006; Stevenson, Airey, & Miller, 2008; Farsari, Butler, & Szivas, 2011). Perencanaan bukan dilakukan pada masyarakat yang homogen, namun pada masyarakat yang heterogen (multiple public, multiple stakeholders) (Allmendinger, 2002; Healey, 2003; Ansell & Gash, 2007; Emerson, Nabatchi, & Balogh, 2011). Oleh karenanya perencanaan pariwisata merupakan proses sosial, yang merangkul partisipasi, gagasan inklusif, melibatkan interaksi, menekankan pada proses dialog (komunikasi), negosiasi, dan kolaborasi antara pemangku kepentingan (stakeholders) dalam konteks yang luas untuk menuju pembangunan berkelanjutan (Bramwell & Lane, 2000; Stevenson, Airey, & Miller, 2008; Dredge, Jenkins, & Whitford, 2011).
7 7 Pada saat ini di Indonesia pelaksanaan rencana pembangunan di daerah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan dan Evaluasi Pelaksanan Rencana Pembangunan Daerah. Perencanaan pembangunan daerah didefinisikan sebagai suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Demikian juga halnya dengan perencanaan pembangunan pariwisata daerah. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada Pasal 9 ayat 4 disebutkan bahwa penyusunan rencana induk pembangunan pariwisata dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan. Hal ini merupakan wujud diselenggarakannya prinsip kepariwisataan yang menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan. Dari uraian tersebut, secara implisit dapat disimpulkan bahwa pendekatan kolaboratif penting dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan pariwisata, karena kolaborasi menekankan keterlibatan dan interaksi semua pelaku untuk mencapai tujuan bersama (Bramwell & Lane, 2000; Healey, 2003; Booher & Innes, 2002). Namun di Indonesia, perencanaan kolaboratif masih merupakan hal baru yang belum melekat dalam praktek proses perencanaan pembangunan (Djunaedi, 2012), walaupun secara normatif tersirat dalam peraturan perundang-undang.
8 8 Menurut Allmendinger (2002) dalam Sufianti (2014) teori perencanaan dapat dikelompokan ke dalam teori normatif maupun preskriptif. Teori normatif mengatakan bagaimana dunia seharusnya, dan memberikan ide bagaimana mencapainya (of planning), dan teori preskriptif berkaitan dengan cara terbaik untuk mencapai kondisi yang diinginkan (in planning). Perencanaan kolaboratif dikelompokkan ke dalam teori normatif. Meskipun demikian, teori ini harus mampu diterjemahkan, bagaimana perencanaan kolaboratif diimplementasikan ke dalam praktik. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian yang menjadi dasar studi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses penyusunan dokumen Rencana Induk Pembangunan Pariwisata (RIPPDA) Kota Bukitttinggi Tahun ? 2. Apakah proses penyusunan RIPPDA tersebut menggambarkan proses perencanaan kolaboratif? 3. Faktor apa yang berpengaruh dalam proses penyusunan RIPPDA tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini dilakukan yaitu untuk mendeskripsikan proses penyusunan dokumen Rencana Induk Pembangunan Pariwisata (RIPPDA) Kota Bukitttinggi Tahun 2013, dan melihat apakah perencanaan kolaboratif tergambar dalam proses penyusunan RIPPDA tersebut, serta faktor apa yang berpengaruh dalam proses penyusunan RIPPDA tersebut, sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan memberikan bahan dan masukan
9 9 untuk menyempurnakan proses perencanaan pembangunan pariwisata daerah ke depan Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis, yaitu kegunaan hasil penelitian bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penyempurnaan proses penyusunan rencana induk pembangunan pariwisata daerah ke depan; 2. Manfaat praktis, yaitu kegunaan hasil penelitian bagi beberapa pihak a. Bagi pemerintah, dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah dalam upaya menerapkan teori pendekatan perencanaan ke dalam praktek proses penyusunan perencanaan pembangunan pariwisata periode berikutnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi pemerintah daerah untuk lebih optimis dan arif dalam perencanaan pengembangan pariwisata. b. Peneliti, stakeholders dan masyarakat, dapat bermanfaat dalam : 1) Menambah wawasan, kapasitas, dan memperkaya khasanah pengetahuan tentang proses penyusunan rencana induk pembangunan pariwisata daerah; dan 2) Sebagai referensi dan bahan perbandingan bagi penelitian berikutnya dalam rangka menyempurnaan penyusunan rencana induk pembangunan pariwisata daerah.
10 Keaslian Penelitian Penelitian ini mengkaji proses penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Bukitinggi Tahun Penyusunan RIPPDA bertujuan menghasilkan kebijakan yang memerlukan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) sehingga menekankan pentingnya kolaborasi dalam proses penyusunannya. Proses penyusunan RIPPDA Kota Bukitinggi yang terjadi di lapangan akan dideskripsikan melalui penelitian ini, dan kemudian dilihat sejauh mana perencanaan kolaboratif tergambar dalam proses penyusunan RIPPDA tersebut, serta faktor apa yang berpengaruh dalam proses penyusunan RIPPDA tersebut. Penelitian mengenai proses perencanaan kolaboratif pernah dilakukan oleh Pratiwi (2014) dengan judul Proses Perencanaan Kolaboratif dalam Pelayanan Publik Studi Kasus Badan Kerjasama Antar Daerah Subosukawonosraten. Penelitian Pratiwi (2014) membahas proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan kolaboratif pada pelayanan publik pada kasus kerjasama antar daerah se-subosukawonosraten. Pelayanan publik difokuskan pada kerjasama layanan transportasi-bus Balik Solo Trans dan kerjasama layanan wisata terpadu antar daerah (yang meliputi Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Kabuparen Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Klaten). Penelitian Pratiwi (2014) tentu berbeda dengan penelitian ini. Selain dari lokasi yang berbeda, substansinya juga tentu berbeda, penelitian Pratiwi (2014) dikhususkan untuk melihat proses kolaboratif pada kerjasama layanan wisata
11 11 terpadu, sedang penelitian ini akan dilakukan untuk melihat proses penyusunan rencana induk pembangunan pariwisata daerah dan melihat gambaran proses perencanan kolaboratif dalam proses penyusunan RIPPDA Kota Bukittinggi tersebut.
I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pembangunan harus dilakukan adil dan merata agar setiap masyarakat dapat menikmati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi perekonomian masyarakatnya. Tidak heran jika dewasa ini banyak masyarakat bersikap positif untuk
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ALOR
PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN ALOR TAHUN 2010 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya
Lebih terperinciAnalisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /
BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau
Lebih terperinciTabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)
3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini dimaksudkan untuk menjelaskan urgensi permasalahan penelitian yang diuraikan dengan sistematika (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) pertanyaan penelitian,
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012
BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciPendahuluan. Latar Belakang
Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan daerah Kabupaten Bangkalan yang dilaksanakan dalam kurun waktu Tahun 2008 2013 telah memberikan hasil yang positif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Namun
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah
1.1. Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun
1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN
Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006
BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan
16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dam masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kerja sama antara pemerintah
Lebih terperinciMembanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia
Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE
KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 BAB 1. PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil temuan dan hasil pengamatan yang sudah dilakukan hingga proses pembahasan kasus dan lintas kasus maka dapat dirumuskan kesimpulan dari hasil penelitian. Kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa sebelumnya. Menurut Sadono Sukiro (1996: 33), pertumbuhan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah proses berkembangnya perekonomian suatu daerah dari waktu ke waktu, maka dari itu pertumbuhan ini sangat penting karena
Lebih terperinciPendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto
Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengurus rumah tangga daerah serta pengelolaan sumber daya yang dimiliki dengan potensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang
9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator untuk menentukan atau menilai apakah suatu negara pembangunannya berhasil atau tidak. Produk Domestik Regional Bruto
Lebih terperinciA. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk
Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH NOMOR : 5 TAHUN 2016 TENTANG : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016-2021. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pariwisata Dan Wisatawan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata adalah kegiatan melaksanakan perjalanan untuk memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, mencari kepuasan, mendapatkan kenikmatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang
BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah memerlukan perencanaan mulai dari perencanaan jangka panjang, jangka menengah hingga perencanaan jangka pendek
Lebih terperinciKOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN
- 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI
PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN MELAWI TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari masa ke masa. Pembangunan merupakan perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandangan umum mengakui bahwa pemerintahan yang sentralistik semakin kurang populer, karena ketidakmampuannya untuk memahami secara tepat nilainilai daerah atau sentimen
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH
BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG 4.1. Indikator Kependudukan Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi,
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG
PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasilnya. Di awal pelita, yaitu pelita I, titik berat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional Indonesia dilandaskan pada Trilogi pembangunan, yaitu stabilitas nasional yang mantap, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Standar Pelayanan Minimal
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga
Lebih terperinciNUR END NUR AH END JANU AH AR JANU TI AR
NUR ENDAH JANUARTI Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal dengan masyarakat lokal Mari ingat
Lebih terperincimenciptakan stabilitas ekonomi (economic stability) melalui retribusi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang terletak 6 55-7 6 LS dan 110 15-110 31 BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara : Laut Jawa sebelah selatan : Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan
I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan
Lebih terperinciPerkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia
Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G
Design by (BAPPEDA) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Martapura, 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya bagi kesehjateraan manusia yakni pembangunan tersebut. Adapun tujuan nasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu cara dalam mensejahterakan hidup manusia pada suatu daerah tertentu dan ekonomi diterapkan sebagai bentuk pengurusan terhadap sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan integral dari pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan terarah dan terus
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi
IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bagaimana suatu
BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bagaimana suatu perekonomian berkembang dari waktu ke waktu dalam jangka waktu yang cukup panjang. Perekonomian Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia
Lebih terperinci